Pengaruh Karakteristik Situasional Konsumen Terhadap Motif Pembelian Daging Sapi Di Kecamatan Serang, Banten

PENGARUH KARAKTERISTIK SITUASIONAL KONSUMEN
TERHADAP MOTIF PEMBELIAN DAGING SAPI DI
KECAMATAN SERANG, BANTEN

IVO TRITYA RATNA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Karakteristik
Situasional Konsumen Terhadap Motif Pembelian Daging Sapi di Kecamatan
Serang, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Ivo Tritya Ratna
NIM H34114075

1

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

ABSTRAK
IVO TRITYA RATNA. Pengaruh Karakteristik Situasional Konsumen Terhadap
Motif Pembelian Daging Sapi di Kecamatan Serang, Banten. Dibimbing oleh
AMZUL RIFIN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik
situasional responden terhadap motif pembelian meliputi motif rasional dan motif

emosional untuk konsumsi daging sapi di kecamatan Serang. Penelitian ini
menggunakan 100 responden konsumen daging sapi yang dibagi menjadi dua
kelompok kelas sosial yang berbeda. Penentuan responden menggunakan metode
purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai mei
2014 melalui teknik wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner
yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. analisis data yang digunakan adalah
regresi logistik untuk mengetahui pengaruh karakteristik konsumen terhadap
motif pembelian daging sapi, sedangkan karakteristik konsumen dianalisis dengan
deskriptif dan dibantu dengan alat analisis Mann-Whitney dan Chi-square. Hasil
analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan motif rasional dan motif
emosional pembelian daging sapi antara dua kelas sosial berbeda. Hasil analisis
pengaruh karakteristik terhadap motif pembelian daging didapatkan bahwa umur,
kelas sosial, total konsumsi daging, harga pembelian daging, dan pengeluaran
pendapatan untuk daging berpengaruh signifikan terhadap motif pembelian
rasional atau emosional konsumen di Serang.
kata kunci : daging sapi, karakteristik situasional, motif pembelian, kelas sosial
ABSTRACT
IVO TRITYA RATNA. The Effect of Situational Characteristics of Respondent
on Buying motives for beef meat in Serang, Banten. Supervised by AMZUL
RIFIN.

The objective of this research was to know the effect of situational
characteristics of respondent on buying motives which divided into rasional
motive and emotional motive for beef meat consumption in Serang. One hundred
respondents were used in this research which divided into two social classes.
Purposive sampling method were used to decide the respondent in this research.
Data collection were conducted from march to may 2014 using depth interview
based on questionnaire which had been tested its validity and realibility. Data
were analyzed using logistic regression. The result indicated that there was a
difference category of rational motive and emotional motive between social high
class and social low class. The analysis result showed that a significantly
significant effect on rational or emotional motives in buying beef are age, social
class, total consumption of meat, meat purchase price and revenue expenditure for
meat.
Keys word : buying motives, beef meat, situational characteristics, social classes

2

PENGARUH KARAKTERISTIK SITUASIONAL
KONSUMEN TERHADAP MOTIF PEMBELIAN DAGING
SAPI DI KECAMATAN SERANG, BANTEN


IVO TRITYA RATNA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

4

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini berjudul
“Pengaruh Karakteristik Situasional Konsumen Terhadap Motif Pembelian
Daging Sapi di Kecamatan Serang, Banten”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin, SP MA
selaku pembimbing, Ibu Ir Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator, Ibu Ir
Juniar Atmakusuma, MS sebagai dosen penguji utama serta Ibu Anita Primaswari,
SP M.Si selaku dosen penguji akademik yang telah banyak memberi saran. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Seluruh Karyawan
Kecamatan Serang, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Bapak H. Latief, Ibu Hj. Riring Ratnawati,
Ka Irfan Seiff, Mba Eva Chintya, Ka Difa Juliandi, Mba Evi Nilam Baiduri, Ivy
Mutiara, Ivnu Adam Baihaqi, Kisbiantoro serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya. Terimakasih penulis ucapkan pula kepada seluruh sahabat,
alumni Diploma TIB 45 dan rekan-rekan Alih Jenis Agribisnis Angkatan 2.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Ivo Tritya Ratna


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
6
DAFTAR GAMBAR
6
DAFTAR LAMPIRAN
6
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
4
Pola konsumsi daging sapi

4
Motif Pembelian Daging Sapi
5
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi oleh konsumen 6
Pengertian kelas sosial
7
Metode Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelian Daging sapi 9
KERANGKA PEMIKIRAN
10
Kerangka pemikiran teoritis
10
Kerangka Pemikiran Operasional
14
METODE PENELITIAN
16
Lokasi dan Waktu Penelitian
16
Jenis dan Sumber Data
16
Metode Penentuan Responden

16
Metode Pengumpulan Data
17
Metode Analisis Data
19
Analisis Mann-Whitney
21
Analisis Chi-Square
21
Model Regresi Logistik
22
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
27
Gambaran Umum Wilayah Penelitian
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
Gambaran Umum Karakteristik Konsumen Kelas Sosial Tinggi Dan Kelas
Sosial Rendah
29

Pengaruh Karakteristik Situasional Konsumen Terhadap Motif Pembelian
Daging Sapi
36
SIMPULAN DAN SARAN
45
Simpulan
45
Saran
45
DAFTAR PUSTAKA
45
LAMPIRAN
49

6

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Persentase pengeluaran rata-rata konsumsi makanan daging untuk penduduk
Indonesia pada tahun 2007-2012
1
Kelas sosial dan penghasilan di kota Metropolitan
8

Atribut dari Motif Pembelian
18
Distribusi hasil uji validitas kuesioner
19
Atribut yang tidak di masukkan
20
Luas wilayah dan sebaran jumlah penduduk di Kecamatan Serang menurut
kelurahan
27
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan rasio jenis kelamin
27
Sebaran Pemukiman Kumuh Di Kecamatan Serang
28
karakteristik berdasarkan frekuensi konsumsi daging sapi responden
30
Jumlah Pembelian Daging Sapi oleh responden
30
Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Usia
31
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin
32
Karakteristik Responden berdasarkan tingkat pendidikan
33
Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
34
Jumlah dan persentase responden berdasarkan pekerjaan
35
Jumlah Dan Persentase Responden Berdasarkan Motif Pembelian
36
Hasil pendugaan model regresi logistik pengaruh karakteristik situasional
terhadap motif pembelian konsumen
39
DAFTAR GAMBAR

1 Penawaran dan permintaan daging sapi di Kota Serang, Banten (BPS 2013) 2
2. Kerangka Pemikiran Operasional
15
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Hasil analisis validitas motif rasional
50
Hasil analisis validitas motif emosional
51
Hasil analisis reabilitas motif rasional
52
Hasil analisis reabilitas motif emosional
53
Hasil analisis Mann-whitney umur responden
54
Hasil analisis chi-square jenis kelamin responden
54
Hasil analisis Mann-whitney pendapatan total keluarga, total konsumsi dan
pengeluaran pendapatan untuk konsumsi daging sapi
55
8. Hasil analisis chi-square pendidikan responden
57
9. Hasil analisis Mann-whitney jumlah anggota keluargaa responden
59
10. Hasil analisis Chi-square pekerjaan responden
60
11. Hasil analisis chi-square motif pembelian responden
61

12. Hasil Analisis regresi logistik
13. Rekapitulasi skor jawaban motif pembelian Responden
14. Data variabel dependen dan independen motif pembelian daging oleh
konsumen

62
65
66

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga
ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan
segala kemampuannya selalu berusaha mencukupi kebutuhannya dengan berbagai
cara. Dalam perkembangan peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup
yang maju, mandiri, dalam suasana tenteram, serta sejahtera lahir batin, semakin
dituntut penyediaan pangan yang cukup, berkualitas dan merata. Manusia dalam
usahanya memenuhi kebutuhan akan pangan tidak hanya dalam hal kebutuhan
pangan pokok saja seperti beras, jagung, dan umbi-umbian, tetapi juga
memerlukan pemenuhan akan gizi khususnya yang mengandung protein tinggi
baik dari nabati maupun hewani, yang salah satunya berasal dari daging sapi.
Daging sapi merupakan bahan pangan hewani yang digemari oleh seluruh
lapisan masyarakat karena rasanya yang lezat dan bergizi tinggi (Soeparno, 1992),
juga mempunyai serat daging yang lebih halus ketimbang daging kerbau,
sehingga jika dimasak mudah empuk, dan sangat memungkinkan untuk dimasak
dengan berbagai cara. Selain itu, daging juga merupakan sumber mineral kalsium,
fosfor, dan zat besi, serta vitamin B kompleks seperti niasin, riboflavin, dan
tiamin. Selain itu, daging sapi juga mengandung kolesterol. Kadar kolesterol
daging sapi sekitar 60-120 miligram per 100 gram, lebih rendah daripada
kolesterol kuning telor yaitu 1260 miligram per 100 gram (Bahar, 2002). Banyak
orang antipati terhadap kolesterol dengan alasan kesehatan yang diwujudkan
dengan menghindari konsumsi bahan makanan berkolesterol, seperti daging, telur,
dan produk-produk peternakan lainnya. Padahal bahan makanan tersebut
merupakan sumber zat gizi yang baik karena memiliki kandungan protein,
mineral, vitamin yang sangat dibutuhkan tubuh. Pemberian daging dalam batasan
normal tidak akan menimbulkan kegemukan (Astawan, 2004). Batasan kalori
manusia adalah 1150 miligram yang diproduksi oleh hati, dan 300 miligram yang
berasal dari makanan (Khomsan, 2004).
Persentase pengeluaran rata-rata per kapita per bulan untuk konsumsi
daging sapi berfluktuasi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun
2007, pengeluaran untuk makanan daging adalah sebesar 1,95 persen per kapita
per bulan. Sedangkan pada tahun 2009, pengeluaran untuk makanan daging
tersebut mengalami penurunan sehingga menjadi sebesar 1,89 persen per kapita
per bulan. Pada tahun 2012, pengeluaran untuk makanan daging meningkat
menjadi 2,06 persen per kapita per bulan. Daftar pengeluaran konsumsi makanan
daging untuk penduduk perkotaan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase pengeluaran rata-rata konsumsi makanan daging untuk
penduduk Indonesia pada tahun 2007-2012
Persentase pengeluaran Rata-rata per kapita per bulan untuk konsumsi
daging di Indonesia
2011
2012
2007
2008
2009
2010
Maret September
maret
1,95
1,84
1,89
2,10
1,85
2,19
2,06

2

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)
Peningkatan pengeluaran konsumen dalam konsumsi makanan daging
akan mempengaruhi kenaikan permintaan daging sapi. Kenaikan permintaan
daging sapi terjadi di Kota Serang. Kenaikan tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan tingkat penawaran daging sapi. Berikut disajikan gambar penawaran dan
permintaan daging sapi di kota Serang.
penawaran (ton)

permintaan (ton)

40000
20000
0
2009

2010

2011

2012

2013

Gambar 1 Penawaran dan permintaan daging sapi di Kota Serang, Banten (BPS
2013)
Permintaan daging sapi tahun 2009 sampai dengan tahun 2013, pada tahun
2009 permintaan daging sebesar 15952 ton dan terus cenderung meningkat dari
tahun-ketahun hingga pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 31201
ton. Masalah yang terjadi ialah peningkatan tersebut lebih rendah jika
dibandingkan dengan peningkatan penawaran daging sapi yang ada. Permintaan
daging sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penawaran terkait dengan
perilaku konsumen untuk membeli daging yang dipengaruhi oleh jenis dan motif
pembelian konsumen. Motif pembelian konsumen berbeda antara setiap orang,
tergantung keinginan dan kebutuhan dan juga akan dipengaruhi dengan status
kelas sosial mereka (Setiadi, 2003).
Menurut Schiffman dan kanuk (2004) motivasi merupakan salah satu
faktor yang dapat memutuskan pembelian konsumen selain faktor keyakinan dan
persepsi konsumen. Sejumlah peneliti tingkah laku konsumen membedakan
motivasi atau motif konsumen menjadi dua bagian, motivasi pembelian rasional
dan motivasi pembelian emosional. mereka menggunakan istilah rasional untuk
pengertian tradisional ekonomis yang mengasumsikan bahwa konsumen
bertingkah laku secara rasional dengan menyadari semua alternatif pilihan secara
seksama dan memilih pilihan yang memberikan kegunaan yang paling besar
secara hati-hati.
Dalam konteks pemasaran, istilah motivasi pembelian rasional menunjuk
kepada konsumen yang membeli berdasarkan kriteria yang objektif seperti
misalnya ukuran, berat, harga, atau volume barang, sedangkan motivasi emosional
menunjuk kepada konsumen yang membeli berdasarkan kriteria yang subjektif
seperti misalnya kebanggaan atau status (Schiffman dan kanuk, 2004).
Konsumen yang membeli suatu produk berdasarkan motivasi rasional
lebih mengutamakan pertimbangan ekonomis seperti kualitas produk, harga,
efisiensi, dan tersedianya barang. konsumen bertindak secara rasional ketika
mempertimbangkan semua alternatif dan pilihan yang ada untuk memberikan
manfaat terbesar bagi dirinya, dengan kata lain konsumen mendasarkan
putusannya pada kriteria objektif. Konsumen yang membeli produk berdasarkan
motivasi emosional lebih mendasarkan putusannya pada kriteria subjektif dan

3

faktor-faktor internal yang ada di dalam dirinya seperti harga diri, pengungkapan
rasa cinta dan kenyamanan (Violitta dan Hartanti, 1996).
Daging sapi dikonsumsi oleh masyarakat baik individu, rumah tangga,
maupun usaha jasa. Konsumen daging pun terdiri dari beragam kelas sosial, baik
ditinjau dari pekerjaan, pendapatan, kekayaan, dan variabel kelas sosial lainnya.
Perbedaan pendapatan yang diperoleh oleh konsumen menyebabkan perbedaan
pola konsumsi, sehingga perbedaan pendapatan tersebut merupakan salah satu
indikator perbedaan kelas sosial. Hal ini menyebabkan perbedaan perilaku
konsumen dalam mengkonsumsi daging sapi pada kelas sosial yang berbeda.
Kecamatan Serang merupakan wilayah dengan konsumsi daging yang
masih rendah (BPS, 2013). Sehingga penting untuk dipelajari lebih dalam
karakteristik konsumen serta sikap konsumen terkait motif pembelian daging sapi.
Diharapkan dari hasil studi tentang sikap konsumen terkait motif pembelian
daging ini dapat memberikan pengetahuan kepada produsen daging sapi dan
pembaca khususnya.
Perumusan Masalah
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya jumlah penduduk semakin
meningkat dari tahun ke tahun, sehingga kebutuhan akan bahan pangan pun
meningkat. Selain itu, pengetahuan di bidang kesehatan pun meningkat sehingga
setiap orang berusaha untuk menjaga kesehatannya supaya tubuh tetap prima,
yaitu dengan makan makanan yang bergizi. Salah satunya yaitu dengan
mengkonsumsi daging sapi.
Daging sapi merupakan bahan pangan hewani yang sangat digemari oleh
masyarakat karena rasanya yang lezat dan bergizi tinggi. Oleh karena itu berbagai
macam cara harus dilakukan produsen untuk menyediakan daging sapi yang
berkualitas serta meningkatkan strategi pemasarannya (Soeparno, 1992).
Provinsi Banten merupakan daerah dengan konsumsi daging sapi yang
masih rendah dibandingkan dengan DKI Jakarta, terutama pada daerah kecamatan
Serang sendiri. Setiap tahunnya jumlah konsumsi daging per kapita di kecamatan
serang pun berfluktuasi. Pada tahun 2012 jumlah konsumsi daging per kapita per
tahun pada perkotaan yaitu 1,6 kg, di pedesaan yaitu sebesar 0,6771
kg/kapita/tahun (BPS Kota Serang 2012), Naik turunnya konsumsi daging
tersebut sangat mempengaruhi permintaan daging masyarakat terhadap produsen,
sehingga penawaran pun lebih tinggi daripada permintaan yang ada.
Penawaran daging sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan
terkait dengan perilaku konsumen untuk membeli daging yang dipengaruhi oleh
jenis motif pembelian konsumen. Motif pembelian konsumen berbeda antara
setiap orang, tergantung suasana, keinginan, dan kebutuhan per masing-masing
individunya. Masing-masing individu tersebut akan selalu dihadapkan dengan
kondisi dimana mereka harus memilih apa yang benar-benar sedang mereka
butuhkan. Kondisi tersebut salah satunya terdorong dengan motif pembelian
ataupun motivasi pembelian konsumen itu sendiri yang berguna untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Menurut Swasta dan Handoko (1997),
motif-motif manusia dalam melakukan pembelian dapat dibedakan atas beberapa,
salah satunya adalah motif rasional dan motif emosional, Motif rasional adalah
motif yang didasarkan pada kenyataan-kenyataan seperti yang ditunjukkan oleh

4

suatu produk kepada konsumen. Faktor yang dapat dipertimbangkan dapat berupa
harga, kualitas, pelayanan, ketersediaan barang, keawetan, ukuran, kebersihan
efisiensi dalam penggunaan. Motif emosional adalah motif pembelian yang
berkaitan dengan dengan perasaan atau emosi individu, seperti pengungkapan rasa
cinta, kebanggaan, kenyamanan, kesehatan, keamanan dan kepraktisan.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa setiap
individu memiliki perbedaan motif dalam pembelian suatu barang atau produk,
khususnya dalam mengkonsumsi daging sapi. Sebagian orang mungkin
menganggap daging sapi merupakan suatu produk atau barang mewah namun
sebagian orang ada pula yang menganggap daging sebagai produk atau barang
pangan pokok yang menjadi kebutuhan dasar dalam melengkapi gizi didalam
tubuhnya. Sehingga untuk mengetahui motif pembelian antara dua kelas sosial,
perlu kita ketahui terlebih dahulu bagaimana pola konsumsi antara dua kelas
sosial berbeda dalam penelitian ini. Dengan melihat pernyataan tersebut maka
permasalahan dari penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana motif pembelian daging sapi pada dua kelas sosial yang
berbeda ?
2. Bagaimana pengaruh karakteristik situasional konsumen pada dua kelas
sosial yang berbeda terhadap motif pembelian daging sapi ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis perbedaan motif pembelian daging sapi antara dua kelas
sosial berbeda, pada status kelas sosial tinggi dan kelas sosial rendah.
2. Menganalisis pengaruh karakteristik situasional konsumen pada dua kelas
sosial yang berbeda yang meliputi umur, pekerjaan kepala rumah tangga,
pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan, pengeluaran
pendapatan untuk konsumsi daging, total konsumsi daging sapi, dan status
sosialterhadap motif pembelian daging sapi.
Manfaat Penelitian
1. Akademisi dan peneliti, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka
dan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan. Dan juga bermanfat
sebagai bahan pembelajaran dalam memahami konsep perilaku konsumen
secara keseluruhan.
2. Bagi produsen dapat memberikan dasar pertimbangan dalam pemasaran
dan distribusi produk sapi yang dihasilkan.

TINJAUAN PUSTAKA
Pola konsumsi daging sapi
Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat

5

menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya karena
kandungan gizinya yang lengkap, sehingga keseimbangan gizi dapat terpenuhi
(Maharany 2002). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat sikap
konsumen terhadap daging sapi yang ada di pasaran (Wijaya 2008, Dano 2004,
Maharany 2002, Pandjaitan 2006, dan Anggraini 2006). Beberapa diantara
penelitian tersebut menggarisbawahi pola konsumsi daging yang ada di
masyarakat.
Dilihat dari pola konsumsi masyarakat, konsumen biasanya membeli
daging sapi seminggu sekali bahkan kadang mereka membeli hingga sebulan
sekali (Dano 2004 dan Maharany 2004). Konsumsi rata-rata daging sapi
masyarakat per minggunya pun hanya berkisar antara 0,010 kg/kap/minggu –
0,012 kg/kap/minggu (Anggraini 2006). Alasan utama mereka membeli daging
sapi tersebut adalah pemenuhan gizi (Wijaya 2008 dan Anggraini 2006) dan
karena cara mendapatkannya mudah (Anggraini 2006). Hal ini menandakan
bahwa frekuensi dan kuantitas pembelian daging sapi sangat bervariasi dan
biasanya sangat dipengaruhi oleh selera konsumen.
Pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan konsumen dalam memilih
daging sapi biasanya yaitu pada warna daging, kandungan air, kandungan lemak,
dan serat daging (Wijaya 2008). Selain itu, potongan daging yang paling banyak
diminati adn paling bayak dibeli oleh konsumen yaitu daging has sapi karena
daging ini lebih padat dan tidak berlemak, dan juga potongan daging has sapi
lebih mudah untuk diolah menjadi berbagai masakan (Maharany 2002).

Motif Pembelian Daging Sapi
Motif atau drive adalah dorongan yang menekan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan. Motif untuk memenuhi kebutuhan tergantung pada keadaan
individu, misalnya keadaan sosial, ekonomi, dan budaya masing-masing individu
(Handoko, 1992). Motif yang mendorong seseorang untuk melakukan pembelian
barang dan jasa dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang antara lain
sudut pandang ekonomi. Sehingga dapat dikatakan bahwa motif pembelian adalah
dorongan untuk membeli sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan seseorang.
Motif pembelian konsumen digolongkan menjadi motif pembelian
emosional dan motif pembelian rasional. Motif pembelian emosinal yaitu
keinginan pembeli agar terlihat berbeda dari yang lain, kebanggaan penampilan
pribadi, pencampaian status sosial, usaha menghindari keadaan bahaya. Motif ini
menggambarkan bahwa konsumen dalam melakukan pembelian dengan alasan
subyektif seperti harga diri, kekhawatiran, kasih sayang dan status. motif
pembelian rasional yaitu kemudahan dan efisiensi dalam penggunaan, tahan lama,
membantu menambah pendapatan, hemat dalam pemakaian, dan harga. Motif
rasional didasarkan bahwa dalam melakukan pembelian dilakukan dengan hatihati mempertimbangkan semua alternatif dan dan memilih barang yang dapat
memberikan kegunaan dan atau kepuasan terbesar. Pembelian rasioanal ini secara
tidak langsung menggambarkan bahwa konsumen dalam melakukan pembelian
dengan alasan objektif seperti harga, cara memperoleh dan efisiensi penggunaan.
Lebih lanjut Winardi (1991) menyatakan motif rasional mencakup alasan
penghematan dalam pembelian, efisiensi produk, jaminan dalam pemakaian dan

6

kualitas, daya tahan produk, penghematan penggunaan produk dan bertambahnya
pendapatan.
Menurut Asri (1991), motif emosional jika dipandang dari segi hirarki
kebutuhan manusia maka manusa tidak bia disalahkan karena manusia memiliki
keinginan untuk membeli produk. Menurut Azwar (2003), manusia melakukan
sesuatu dengan dasar emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi
atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Ditinjau dari harga, motif
pembelian emosional tidak berdasarkan pertimbangan ekonomis, sedangkan motif
rasional didasari dengan berbagai pertimbangan yang ekonomis.
Daging sapi memiliki kandungan gizi tinggi yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan manusia. Daging sapi mengandung kolesterol
sebesar 60-120 miligram per 100 gram, sehingga banyak orang menghindari
ataupun tidak memakan daging untuk menghindari kolesterol dengan alasan
kegemukan. Hal ini menunjukkan motif emosional lebih menentukan dalam
pembelian daging dibandingkan motif rasional (Anggraini 2006).
Motif rasional terlihat dari sisi pendapatan. Sebagian orang mengurangi
konsumsi daging sapi karena pendapatan yang terbatas. Pendapatan menurut
Bernadien (2012), merupakan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang
atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu. Pengeluaran pendapatan adalah
bagian pendapatan yang dialokasikan untuk mendapatkan dan memanfaatkan daya
guna suatu barang dan jasa. Penduduk yang berpendapatan tinggi biasanya
membeli barang kebutuhan dalam jumlah yang besar. Pada penduduk yang
berpendapatan menengah atau rendah, pembelian barang yang dilakukan
tergantung dari sifat orang serta situasi dan kondisi yang dihadapi, pendapatan
yang digunakan untuk memenuhi keperluan barang dan jasa akan berubah setiap
tahunnya. Motivasi konsumen dalam mengkonsumsi daging sapi kebanyakan
adalah dengan alasan kandungan gizi, kualitas, rasa, dan selera (Bernadien 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi oleh konsumen
Daging sapi merupakan produk pangan hasil ternak yang cenderung
meningkat permintaannya seiring dengan perkembangan ekonomi masyarakat.
Selain perkembangan ekonomi, faktor-faktor lain yang juga mendukung
peningkatan permintaan daging sapi adalah pertambahan penduduk, perbaikan
tingkat pendidikan, serta perubahan gaya hidup di masyarakat.
Menurut Bernadien (2012) dan Dano (2004) faktor yang diduga
mempengaruhi konsumen dalam pembelian daging sapi adalah frekuensi
pembelian ataupun frekuensi konsumsi, karena semakin sering konsumen
mengkonsumsi daging sapi maka jumlah pembelian daging sapi pun meningkat.
Faktor lain yang berpengaruh dalam pembelian daging sapi yaitu jumlah anggota
keluarga, hal ini disebabkan karena semakin banyak orang dalam dalam suatu
rumah tangga maka akan semakin banyak pula kebutuhan mereka akan kebutuhan
pangan seperti daging sapi sehingga akan semakin meningkat pula jumlah
pembelian mereka terhadap daging sapi tersebut (Bernadien 2012). Faktor-faktor
tersebut telah diuji dan dinyatakan berpengaruh sangat nyata dalam
mempengaruhi pembelian daging sapi oleh konsumen. Sedangkan, umur,
pendapatan, pengeluaran, harga, pendidikan, dan pekerjaan tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap jumlah pembelian daging sapi (Bernadien (2012) dan

7

Dano (2004)). Sementara Anggraini (2006) menambahkan bahwa perbedaan
status sosial yang terjadi dimasyarakat mengakibatkan perbedaan faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi pembelian daging sapi, pada status sosial tinggi
pembelian daging sapi dipengaruhi oleh pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan
jenis kelamin. Sedangkan, pada status sosial rendah faktor yang sangat
mempengaruhi pembelian daging sapi adalah umur, pendidikan dan pendapatan.
Kenyataan yang terjadi pada saat ini adalah pada status sosial tinggi semakin
tinggi pendapatan seseorang maka dalam mengkonsumsi daging akan semakin
rendah dengan alasan bahwa untuk menghindari kolesterol, namun pada status
sosial rendah akan berkebalikan semakin tinggi pendapatan mereka maka akan
tinggi pula dalam mengkonsumsi daging karena mereka beralasan untuk
memenuhi dan memperbaiki kebutuhan gizi mereka.
Setiap konsumen biasanya memperhatikan beberapa atribut yang dijadikan
acuan untuk memilih produk pangan yang akan mereka beli (Bernadien 2012)
khususnya pada keputusan pembelian daging. Setidaknya ada enam atribut yang
paling sering diperhatikan konsumen dalam membeli daging sapi yaitu harga,
kesegaran, kualitas, keamanan, bagian daging, dan juga tempat pembelian (Dano
2004). Namun sebagian konsumen juga beranggapan bahwa atribut harga tidak
lebih penting dibandingkan atribut fisik daging sapi (Maharany 2002),
mendapatkan daging sapi ideal dengan sifat-sifat fisik daging sapi yang baik
seperti berwarna merah segar, kenyal dengan lemak yang sedikit, tekstur daging
yang halus (Wijaya 2008) merupakan hal yang sangat diharapkan konsumen
(Wijaya 2008) sehingga terkadang harga tidak selalu menjadi sorotan penting
untuk sebagian konsumen.
Dano (2008) menambahkan bahwa tempat pembelian daging juga
berpengaruh terhadap keputusan pembelian daging sapi segar yang akan dibeli
oleh konsumen, baik di pasar tradisional maupun di pasar modern.
Pengertian kelas sosial
Kelas sosial dapat dianggap sebagai suatu rangkaian kesatuan yaitu
serangkaian posisi sosial dimana setiap anggota masyarakat dapat ditempatkan,
para peneliti membagi rangkaian kesatuan itu menjadi sejumlah kecil kelas sosial
yang khusus atau strata. Konsep kelas sosial digunakan untuk menempatkan
individu atau keluarga dalam suatu kategori sosial. Kelas sosial didefinisikan
sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas yang
berbeda, sehingga para anggota setiap kelas secara relative mempunyai status
yang sama dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi
atau lebih rendah.
Menurut Sumarwan (2002), kelas sosial adalah bentuk lain dari
pengelompokkan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok yang berbeda.
Perbedaan kelas akan menggambarkan perbedaan pendidikan, pendapatan,
pemilikan harta benda, gaya hidup, dan nilai-nilai yang dianut. Perbedaan tersebut
akan mempengaruhi perilaku konsumsi seseorang atau keluarga.
Kelas sosial merupakan bentuk lain dari pengelompokkan masyarakat ke
dalam kelas atau kelompok atau strata yang berbeda. Perbedaan kelas atau strata
akan menggambarkan perbedaan pendidikan, pendapatan, pemilikan harta benda,
gaya hidup dan nilai-nilai yang dianut. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis

8

produk, jenis jasa dan merek yang dikonsumsi konsumen. Kelas sosial juga
mempengaruhi pemilihan toko, tempat pendidikan dan tempat berlibur dari
seorang konsumen. Konsumen juga sering memiliki persepsi mengenai kaitan
antara satu jenis produk atau sebuah merek dengan kelas sosial konsumen.
Menurut Kasali (2005), produk yang dibeli konsumen biasanya erat hubungannya
dengan penghasilan yang dimiliki oleh rumah tangga orang tersebut, tetapi
penghasilan tidak selalu cocok untuk meramalkan konsumsi seseorang. Seorang
yang bernama James Duessenberry menemukan hubungan antara penghasilan,
kelas sosial, dan konsumsi; yang kemudian dikenal sebagai Relative Income
Hypothesis, yang berarti pilihan konsumsi seseorang bersifat relatif terhadap
penghasilan dan kelas sosialnya. Selera seseorang atau konsumsi seseorang
dipengaruhi oleh kelas yang ditinggali oleh konsumen tersebut, karena itu Lloyd
Warner dalam Kasali (2005) membagi pasar ke dalam enam kelas sosial, yaitu :
1. Kelas atas-atas
2. Kelas atas bagian bawah
3. Kelas menengah atas
4. Kelas menangah bawah
5. Kelas bawah bagian atas
6. Kelas bawah bagian bawah
Masing-masing kelas tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda, yang
mempengaruhi cara pandang dan cara membelanjakan uang mereka. Di Indonesia,
pembagian kelas sosial ekonomi itu sering dikelompokkan secara abstrak sebagai
berikut :
1. Kelas A+ (kelas atas-atas)
2. Kelas A (kelas atas bagian bawah)
3. Kelas B+ (kelas menengah atas)
4. Kelas B (kelas menengah bawah)
5. Kelas C+ (kelas bawah bagian atas)
6. Kelas C (kelas bawah bagian bawah)
Pembagian kelas sosial biasanya disertai dengan pengelompokkan
berdasarkan daya beli (penghasilan) individu yang disandang masing-masing
kelas. Tabel berikut ini menyajikan dua pandangan yang berbeda, yaitu
pandangan mewah dan pandangan sederhana di kota besar metropolitan seperti
Jakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Medan.
Tabel 2. Kelas sosial dan penghasilan di kota Metropolitan
Penghasilan keluarga / bulan
Kelas
Pandangan mewah
Pandangan sederhana
A+
> Rp. 8 juta
> Rp. 2 juta
A
Rp. 6 – 8 juta
Rp. 1 – 2 juta
B+
Rp. 4 – 6 juta
Rp. 0,7 – 1 juta
B
Rp. 0,7 – 4 juta
Rp. 0,3 – 0,7 juta
C+
p. 0,3 – 0,7 juta
Rp. 0,1 – 0,3 juta
C
< Rp. 0,3 juta
< Rp. 100.000
Sumber : Kasali (2005)
Beberapa penelitian mengelompokkan kelas sosial berdasarkan pendapatan,
pendapatan yang rendah dari rata-rata biasanya dikelompokkan kedalam kelas
sosial rendah dan juga sebaliknya (Anggraini 2006). Penilaian kelas sosial dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan, misalnya penilaian dengan kesejahteraan

9

keluarga pada kriteria BKKBN, penilaian keadaan lingkungan sosial dalam
masyarakat, serta lokasi tempat mereka tinggal.
Metode Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelian Daging sapi
Penelitian yang telah dilakukan dengan tema faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumen untuk membeli daging sapi menggunakan analisis
statistik regresi linier berganda, regresi logistik, dan chi-square. Uji chi-square
adalah uji statistik yang digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
yang signifikan antara banyak yang diamati dari objek atau jawaban yang
diharapkan berdasarkan hipotesis nol (Wijaya 2008). Uji regresi linier berganda
dan uji regresi logistik adalah uji statistik yang digunakan untuk mengetahui
pengaruh variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat).
Uji chi-square yang dilakukan Wijaya (2008) bertujuan untuk menguji
preferensi konsumen terhadap atribut daging sapi, sehingga diketahui atribut apa
saja yang menjadi preferensi konsumen dalam membeli daging sapi, adapun
atribut yang digunakan dalam penelitian yaitu warna daging, kandungan lemak,
dan bagian daging sapi. Ketiga faktor tersebut kemudian dianalisis satu persatu
untuk mengetahui perbedaan preferensi konsumen terhadap atribut daging
tersebut.
Analisis regresi linier berganda memerlukan pengujian secara serempak
dengan menggunakan F hitung. Signifikansi ditentukan dengan membandingkan F
hitung dengan F tabel dan atau dengan melihat signifikansi pada output SPSS,
dalam beberapa kasus dapat terjadi bahwa secara simultan (serempak) beberapa
variabel mempunyai pengaruh yang signifikan, tetapi secara parsial tidak.
Penggunaan metode analisis regresi linier berganda memerlukan uji asumsi klasik
yang secara statistik harus dipenuhi. Asumsi klasik yang sering digunakan adalah
asumsi normalitas, multikolinieritas, autokorelasi, heteroskedastisitas dan asumsi
linieritas. Analisis model rgresi linier berganda digunakan oleh Bernadien (2012)
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi lokal
dan daging sapi impor. Variabel dependen dalam penelitian Bernadien (2012)
adalah permintaan daging sapi lokal dan impor dimana responden yang digunakan
adalah konsumen yang setidaknya pernah membeli daging sapi lokal atau impor
minimal sekali, adapun variabel independen dalam penelitian Bernadien (2012)
yaitu umur, pendapatan, pengeluaran, harga, pendidikan, frekuensi konsumsi, dan
jumlah anggota keluarga.
Regresi logistik (logistic regression) sebenarnya sama dengan analisis
regresi linier berganda, hanya variabel terikatnya merupakan variabel dummy (0
dan 1). Regresi logistik tidak memerlukan asumsi normalitas, meskipun Screening
data outliers tetap dapat dilakukan. Regresi logistik mempermudah dalam
memberikan penjelasan satuan variabel terikat (dependen) karena variabel Y
merupakan dummy. Uji regresi logistik dilakukan oleh Dano (2004) untuk
mengetahui keputusan lokasi pembelian daging sapi, dengan variabel dependen
yaitu lokasi pembelian yang di transformasikan menjadi 1 untuk pasar swalayan
dan 0 untuk pasar tradisional.

10

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka pemikiran teoritis
Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berasal
dari penelusuran teori yang relevan dengan permasalahan yang menjadi topik
kajian ini, yaitu yang berkaitan dengan teori-teori tentang perilaku konsumen,
teori dan konsep motivasi konsumen dalam pembelian produk, dan pengaruh
kelas sosial konsumen dalam menentukan pembelian. Adapun kerangka
pemikiran teoritis dalam penelitian ini akan dijelaskan pada subbab berikut ini.
Perilaku Konsumen
Definisi Perilaku konsumen
Perilaku Konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang
berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta
pengevalusian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Namun
ada pula yang mengartikan Perilaku Konsumen sebagai hal-hal yang mendasari
untuk membuat keputusan pembelian, yang mana Hubungannya yaitu dengan
keputusan pembelian suatu produk atau jasa, pemahaman mengenai perilaku
konsumen meliputi jawaban atas pertanyaan seperti apa (what) yang dibeli,
dimana membeli (where), bagaimana kebiasaan (how often) membeli dan dalam
keadaan apa (under what condition) barang-barang dan jasa-jasa dibeli.
Keberhasilan perusahaan dalam pemasaran perlu didukung pemahaman yang baik
mengenai perilaku konsumen, karena dengan memahami perilaku konsumen
perusahaan dapat merancang apa saja yang diinginkan konsumen (Setiadi, 2003).
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008) Perilaku konsumen adalah proses
yang dilalui oleh sesorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi
dan bertindak pasca konsumsi produk dan jasa, maupun ide yang diharapkan
dapat memenuhi kebutuhannya. Sehingga sangat penting sekali bagi perusahaan
untuk mengetahui perilaku konsumen guna mencapai kesuksesan yang sesuai
dengan tujuan perusahaan.
Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumen ada dua hal yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Swasta dan Handoko (2000), salah
satu faktor internal yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen antara lain
motivasi. Motivasi merupakan penggerak dalam diri seseorang yang memaksa
untuk bertindak. Sedangkan Handoko (2001) mengatakan bahwa motivasi adalah
suatu keadaan dalam pribadi yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan keinginan tertentu guna mencapai tujuan. Dalam bidang pemasaran
Sigit (2002) menjelaskan bahwa motivasi pembelian adalah pertimbanganpertimbangan dan pengaruh yang mendorong orang untuk melakukan pembelian.
Pengaruh Situasional
Menurut Mowen dan Minor (1998), pengaruh situasional adalah kekuatan
sesaat yang tidak berasal dari dalam diri seseorang atau berasal dari produk atau
merek yang dipasarkan. Pengaruh situasional pada konsumen adalah faktor
personal dan lingkungan sementara yang muncul pada aktivitas konsumen

11

sehingga situasi konsumen meliputi faktor-faktor, yaitu melibatkan waktu dan
tempat dimana aktivitas konsumen terjadi, mempengaruhi tindakan konsumen
seperti perilaku pembelian, dan tidak termasuk karakteristik personal yang berlaku
dalam jangka panjang. Situasi merupakan keseluruhan faktor pada suatu waktu
dan tempat tertentu dari pengamatan yang tidak berasal dari pengetahuan personal
(intra-individu) dan atribut rangsangan (pilihan alternatif), serta mempunyai
pengaruh yang terlihat dan sistematis terhadap perilaku saat ini (Belk, 1974).
Selain itu, pengaruh situasi sebagai kondisi sementara atau setting yang terjadi
dalam lingkungan pada waktu dan tempat tertentu (Assael, 1998). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Stanton dan Bonner yang dikutip oleh Assael
(1998) menemukan bahwa variabel situasi membentuk demografi dan persepsi
konsumen dalam meramalkan pilihan terhadap produk makanan. Sehingga teori
yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjadi variabel karakteristik
situasional konsumen yaitu sesuai dengan yang disebutkan oleh Assael (1998).
Konsep Motivasi
Definisi Motivasi
Menurut Winardi (2001), istilah motivasi berasal dari perkataan bahasa
latin, yakni movere yang berarti “menggerakkan” (to move). Dengan demikian
secara etimologi, motivasi berkaitan dengan hal-hal yang mendorong atau
menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan menurut Robbins
(2001, p156) : “motivation is the processes that account for individual’s intensity,
direction, and persistence of effort toward a goal”, yang berarti motivasi suatu
proses yang menjelaskan kesediaan seseorang untuk berusaha untuk mencapai
kearah tujuan, yang dikondisikan oleh kemampuan/intensitas seseorang dalam
memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian maka istilah motivasi sama artinya
dengan kata-kata motive, motif, dorongan, alasan dan lain-lain. Hal ini sejalan
dengan pendapat Winardi (2000) yang menyatakan bahwa motivasi berkaitan
dengan kebutuhan. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh American
Encyclopedia bahwa motivasi adalah kecenderungan (suatu sifat yang merupakan
pokok pertentangan) dalam diri seseorang yang membangkitkan topangan dan
tindakan, motivasi meliputi faktor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya
dapat diduga dari pengamatan tingkah laku manusia. Kita sebagai manusia selalu
mempunyai kebutuhan yang diupayakan untuk dipenuhi. Untuk mencapai
keadaan termotivasi, maka kita harus mempunyai tindakan tertentu yang harus
dipenuhi, dan apabila kebutuhan itu terpenuhi, maka muncul lagi kebutuhankebutuhan yang lain hingga semua orang termotivasi.
Jadi secara keseluruhan motivasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang
mendorong seseorang untuk berperilaku tertentu, yang membuat seseorang
memulai melaksanakan dan mempertahankan kegiatan tertentu. Perilaku yang
termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan kebutuhan atau pengenalan kebutuhan.
Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada ketidakcocokan yang memadai antara
keadaan actual dan keadaan yang diinginkan atau yang disukai. Karena
ketidakcocokan ini meningkat, hasilnya adalah pengaktifan suatu kondisi
kegairahan yang diacu sebagai dorongan. Semakin kuat dorongan tersebut, maka
semakin besar pula urgensi respons yang dirasakan.

12

Klasifikasi Motif
Motivasi yang dimiliki tiap konsumen sangat berpengaruh terhadap
keputusan yang akan diambil. Bila dilihat dari hal tersebut maka motivasi yang
dimiliki konsumen secara garis besar dapat terbagi dua kelompok besar, antara
lain motivasi yang berdasarkan rasional dan motivasi yang berdasarkan
emosional. Motivasi yang berdasarkan rasional akan menetukan pilihan terhadap
suatu produk dengan memikirkan secara matang serta dipertimbangkan terlebih
dahulu untuk membeli produk tersebut. Kecenderungan yang akan dirasakan oleh
konsumen terhadap produk tersebut sangat puas. Adapun untuk motivasi yang
berdasarkan pada emosional, konsumen terkesan terburu-buru untuk membeli
produk, kecenderungan yang akan terlihat konsumen terlihat tidak akan merasa
puas terhadap produk yang telah dibeli. Motivasi yang dimiliki konsumen terbagi
menjadi dua kelompok besar antara lain yaitu :
1. Rasional Motif
Rasional adalah menurut pikiran yang sehat, patut, layak. Motivasi
adalah sebab-sebab yang menjadi dorongan. Tindakan seseorang jadi
rasional motif adalah suatu dorongan untuk bertindak menurut pikiran
yang sehat, patut layak. Contoh: seorang konsumen membeli mobil
karena dia memanfaatkan membutuhkan alat transportasi.
2. Emosional motif
Emosional motif adalah motif yang dipengaruhi perasaan. Plutchik
(dalam Sheth, Gardner, dan Garret, 1988) mengidentifikasikan
delapan emosi primer yang masing-masing diantaranya dapat
bervariasi intensitasnya: fear, anger, joy, sadness, acceptance, disgust,
antricipation, dan surprise. Emosi dan mood states memainkan
peranan penting dalam pengambilan proses keputusan konsumen,
mulai dari identifikasi masalah sampai perilaku purnabeli.
Konsumen membeli dan mengonsumsi produk bukan hanya sekedar nilai
fungsionalnya saja, namun juga karena nilai sosial dan emosionalnya. Pembelian
dilakukan atas dasar kemampuan produk untuk menstimuli dan memuaskan
emosi. Baik emosi positif mauun emosi negatif.
Motivasi Pembelian Rasional
Motivasi rasional adalah motivasi yang didasarkan pada fakta-fakta yang
ditunjukkan oleh suatu produk. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dapat berupa
faktor ekonomi seperti: faktor penawaran, permintaan, dan harga. Selain itu juga
faktor kualitas, layanan, ketersediaan barang, ukuran, kebersihan, efesiensi dalam
penggunaan, keawetan, dapat dipercaya dan keterbatasan waktu yang ada pada
konsumen (Fisardo dkk, 1998).
Solomon (2004) menyebut motivasi pembelian rasional sebagai kebutuhan
utilitarian yaitu suatu hasrat untuk memperoleh keuntungan fungsional atau
praktikal dari produk yang dikonsumsi.
Schiffman & Kanuk (2004) menyatakan bahwa istilah rasional digunakan
pada saat konsumen bertindak rasional dengan secara hati-hati
mempertimbangkan semua alternative yang ada dan memilih alternative yang
memberikan keuntungan terbesar. Motif rasional juga menyangkut masalah
seperti harga (price), biaya penggunaan (cost in use), dan daya tahan (durability),

13

lamanya pemakaian yang bermanfaat (length of useful usage), reliabilitas
(reliablity), dan layanan (servicing). Konsumen bertindak rasional pada saat
menentukan secara hati-hati semua alternatif dan pilihan terhadap suatu produk
yang memberikan manfaat terbesar baginya. Dalam konteks pemasaran, motivasi
ini terjadi pada saat konsumen memilih tujuan pembelian berdasarkan seluruh
kriteria objektif seperti misalnya ukuran, berat, harga, atau ukuran perkemasan
(Schiffman & Kanuk 2004).
Motivasi Pembelian Emosional
Persahabatan, martabat, hak dan simbol status dapat mempengaruhi
putusan pembelian konsumen. Seringkali emosional lebih diutamakan daripada
pertimbangan rasional. Motivasi emosional adalah motivasi pembelian yang
berkaitan dengan perasaan atau emosi individu, seperti pengungkapan rasa cinta,
kebanggaan, kenyamanan, kesehatan, keamanan, dan kepraktisan. (Violitta dan
Hartanti, 1996; Fisardo dkk,1998).
Schiffman & Kanuk (2004) menyatakan bahwa istilah emosional
digunakan pada saat pilihan pembelian ditentukan berdasarkan kriteria selektif
yang subjektif. Beberapa faktor yang termasuk dalam motivasi emosi adalah
keamanan, kenyamanan, ego, kebanggaan, rekreasi, seks, persaingan, kesehatan,
kepraktisan, dan lain-lain (Huey, 1991).
Menurut Swastha & Handoko (1982), motivasi emosional adalah
pembelian yang berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang dan bersifat
subjektif seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, dan sebagainya.
Pembelian yang didasari motivasi emosional terjadi pada saat proses penyeleksian
barang atau jasa, didasari oleh alasan yang subjektif dan pribadi, seperti misalnya
kebanggaan, ketakutan, afeksi atau status.
Asumsi yang menggarisbawahi perbedaan antara motivasi pembelian
emosional dan motivasi pembelian rasional, adalah motivasi pembelian emosional
seringkali dianggap tidak memperhitungkan kegunaan atau kepuasan secara
maksimal, namun demikian cukup beralasan untuk mengatakan bahwa konsumen
selalu mencoba untuk menyeleksi alternatif-alternatif yang menurut mereka dapat
memberikan kepuasan yang maksimal. Cukup jelas bahwa ukuran kepuasan
adalah suatu hal yang sifatnya sangat personal, didasari oleh struktur kebutuhan
dari masing-masing individu, pengalaman masa lalu dan tingkah laku (yang
dipelajari) dari lingkungan. Apa yang terlihat tidak rasional bagi orang lain, dapat
dianggap rasional dalam pemikiran konsumen itu tersebut. Contoh seseorang yang
melakukan operasi plastik untuk terlihat lebih muda, terlihat menggunakan
sumber daya ekonomi yang signifikan seperti biaya operasi, waktu untuk masa
pemulihan, ketidaknyamanan dan resiko yang cukup besar jika terjadi kesalahan
dalam pembedahan. Bagi orang tersebut, tujuannya adalah terlihat lebih muda,
dan semua biaya dan resiko yang ditanggung adalah hal yang sangat rasional.
Namun bagi banyak orang lain dalam budaya yang sama, yang tidak terlalu
menaruh perhatian terhadap usia, atau penampilan, tindakan yang dilakukan oleh
orang tersebut tidak rasional (Schiffman dan Kanuk 2004).

14

Kerangka Pemikiran Operasional
Sebelum melakukan proses pembelian, konsumen biasanya melakukan
pengenalan akan kebutuhan daging sapi, timbulnya kebutuhan tersebut biasanya
dipicu akibat dorongan rasa lapar atau ransangan lainnya. Setelah konsumen
merasakan adanya kebutuhan akan produk daging sapi, maka mereka akan
mencari informasi yang lebih banyak terhadap produk tersebut. Sumber-sumber
informasi ini biasa diperoleh melalui keluarga, teman, kerabat, atau sumber
informasi lainnya seperti iklan, tenaga penjual dan pedagang perantara.
Dalam penelitian ini konsumen daging sapi dibagi menjadi konsumen
pada kelas sosial tinggi dan konsumen pada kelas sosial rendah. Daging sapi
sendiri dipilih karena permintaan daging sapi pada wilayah serang mengalami
peningkatan hingga tahun ini. Namun, masalah yang terjadi adalah peningkatan
tersebut lebih rendah dibandingkan dengan penawaran daging sapi yang ada.
Penawaran daging sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan terkait
dengan perilaku konsumen untuk membeli daging sapi yang dipengaruhi oleh
jenis motif pembelian konsumen. Motif pembelian konsumen berbeda antara
setiap orang, tergantung keinginan dan kebutuhan.
Motif pembelian untuk membeli daging terbagi menjadi motif rasional dan
motif emosional. Motif rasional didasarkan pada pembelian yang dilakukan
dengan hati-hati, mempertimbangkan semua alternatif dan memilih barang yang
dapat memberikan kegunaan terbesar atau kepuasan. Istilah rasional
menggambarkan bahwa konsumen melakukan pembelian dengan alasan objektif
seperti harga, cara memperoleh, efisiensi produk dan penggunaan. Sedangkan
motif emosional menggambarkan bahwa konsumen melakukan pembelian dengan
alasan subyektif seperti harga diri, kekhawatiran atau rasa aman, kasih sayang dan
status sosial. Motif rasional dan motif emosinal terdapat pada manusia.
Motif pembelian yang mendasari perilaku konsumen didasarkan pada
upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengkonsumsi atau membeli
suatu barang. Motif pembelian daging diduga dipengaruhi oleh karakteristik
situasional konsumen yang meliputi faktor umur, pendidikan, jenis kelamin,
pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan kelas sosial. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, motif rasionalnya menjadi lebih tinggi. Wanita lebih
mudah untuk melakukan aktivitas pembelian dibanding laki-laki.
Bertambahnya pendapatan mengakibatkan bertambahnya pengeluaran dari
pendapatan tersebut yang digunakan untuk membeli daging. Semakin tinggi
jumlah tanggungan keluarga juga menyebabkan jumlah pendapatan yang
dikeluarkan untuk membeli barang kebutuhan pokok yaitu makanan, termasuk
didalamnya daging semakin tinggi pula.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model logit untuk
mengetahui pengaruh karakteristik situasional konsumen terhadap motif
pembelian daging sapi. Diagram alir pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

15