Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Bakso Daging Sapi Yang Diformalin Secara Visual, Organoleptik, Kimiawi, Dan Fisik

(1)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP

BAKSO DAGING SAPI YANG DIFORMALIN SECARA

VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIAWI, DAN FISIK

SKRIPSI

OLEH:

JOHANRIS SITANGGANG

030305038/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009


(2)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP

BAKSO DAGING SAPI YANG DIFORMALIN SECARA

VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIAWI, DAN FISIK

SKRIPSI

OLEH:

JOHANRIS SITANGGANG

030305038/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ir. A. Halim Sulaiman, M.Sc. Ir. Ismed Suhaidi, M.Si. Ketua Pembimbing Anggota Pembimbing

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009


(3)

ABSTRACT

THE STORAGE TIME EFFECT ON BEEF BALLS

PRESERVED BY FORMALIN USING VISUAL, ORGANOLEPTIK, CHEMICAL AND PHYSICAL METHODS

The aim of this research was to analyze the effect of storage time on beef balls preserved by formalin using visual, organoleptic, chemical and physical methods. The research had been performed using factorial completely randomized design with two factor i.e; formalin concentration (K): 0, 100, 1000, and 10.000 ppm and storage time (L): 0, 1, 2, and 3 days. Parameter analyzed where visual value (with picture), physical test (moisture content and weight change), organoleptic test (texture, colour, and formalin smell), and chemical test. The result showed that formalin concentration had highly significant effect on the texture, colour, and formalin smell but had no significant effect on the moisture and weight change. The storage time had highly significant effect on the moisture content, texture, colour, and formalin smell but had no significant effect on the weight change. The interaction of the formalin concentration and the storage time had highly significant on the texture, colour, and formalin smell but had no significant effect on the moisture content and weight change. Beef balls preserved by formalin can be detected by its hard texture and formalin smell, also with chemical test using Tollens reagent and KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N indicator.

Keyword: Beef balls, formalin, storage time, organoleptic test, chemical test and physical test

ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP BAKSO DAGING SAPI YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK,

KIMIAWI, DAN FISIK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap bakso daging sapi yang diformalin. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan 2 faktor yaitu, konsentrasi formalin (K); 0, 100, 1000, dan 10.000 ppm dan lama penyimpanan (L); 0, 1, 2, dan 3 hari. Parameter yang diamati adalah secara visual (dengan gambar), secara fisik (kadar air dan perubahan berat), secara organoleptik (tekstur, warna, dan bau formalin) dan secara kimiawi (dengan indikator). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi formalin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap tekstur, warna dan bau formalin tetapi berbeda tidak nyata terhadap terhadap kadar air dan perubahan berat. Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, tekstur, warna, dan bau formalin tetapi berbeda tidak nyata terhadap perubahan berat. Interaksi konsentrasi formalin dan lama peenyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap tekstur, warna, dan bau formalin tetapi berbeda tidak nyata terhadap kadar air dan perubahan berat. Formalin pada bakso dapat dideteksi dengan melihat tekstur yang sangat kenyal dan adanya bau formalin, dapat juga dilakukan dengan uji kimiawi dengan menggunakan indikator reagen Tollens atau KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N.

Kata kunci: Bakso daging sapi, formalin, lama penyimpanan, uji organoleptik, uji kimia, uji fisik.


(4)

RINGKASAN

JOHANRIS SITANGGANG, “Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap

Bakso Daging Sapi yang Diformalin Secara Visual, Organoleptik, Kimiawi, dan Fisik” dibimbing oleh Ir. A.H Sulaiman, M.Sc selaku ketua pembimbing dan Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku anggota pembimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara mendeteksi bakso yang diformalin secara visual, organoleptik, kimiawi, dan fisik.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 faktor, yaitu faktor I : Konsentrasi Formalin (K),yang terdiri dari empat taraf, yaitu: K1=0 ppm,

K2=100 ppm, dan K3=1000 ppm , K4= 10.000 ppm dan faktor II: Lama

Penyimpanan (L) yang terdiri dari empat taraf, yaitu : L1= 0 hari, L2,= 1 hari,

L3= 2 hari, dan L4= 3 hari.

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kadar Air (%)

Konsentrasi formalin berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi yang diformalin. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K2

(100 ppm) sebesar 71,99% dan terendah pada K1 (0 ppm) sebesar 71,79%.

Lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air bakso daging sapi yang diformalin. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan L1

(0 hari) sebesar 72,48% dan terendah pada L4 (3 hari) sebesar 71,30%.

Interaksi antara konsentrasi dan lama penyimpanan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap bakso yang diformalin, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.


(5)

2. Tekstur (Numerik)

Konsentrasi formalin memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur dari bakso yang diformalin. Tekstur (numerik) tertinggi diperoleh pada perlakuan K3 (1000 ppm) sebesar 3,49 dan terendah pada perlakuan

K1 (0 ppm) sebesar 2,39.

Lama penyimpanan (hari) memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur (numerik) dari bakso yang diformalin . Tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 (0 hari) sebesar 4,00 dan terendah diperoleh pada

perlakuan L4 (3 hari) sebesar 2,50.

Interaksi konsentrasi formalin (ppm) dan lama penyimpanan (hari) memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur (numerik) dari bakso yang diformalin. Untuk nilai tekstur (numerik) tertinggi diperoleh pada interaksi perlakuan K1L1, K2L1, K3L1, dan K4L1 sebesar 4,00 sedangkan nilai tekstur

(numerik) terendah diperoleh pada interaksi perlakuan K1L4 sebesar 1,40.

3. Warna (Numerik)

Konsentrasi formalin (ppm) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna (numerik) dari bakso yang diformalin. Warna (numerik) tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 (10.000 ppm) sebesar 3,04 dan terendah pada perlakuan

K1 (0 ppm) sebesar 2,25.

Lama penyimpanan (hari) memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna (numerik) dari bakso yang diformalin. Warna (numerik) tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 (0 hari) sebesar 3,49 dan terendah pada perlakuan


(6)

Interaksi konsentrasi formalin (ppm) dan lama penyimpanan (hari) memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna (numerik) dari bakso yang diformalin. Warna (numerik) tertinggi diperoleh pada interaksi perlakuan K1L1, K3L1,dan, K4L1, sebesar 3,55 sedangkan terendah diperoleh pada interaksi

perlakuan K1L4 sebesar 1,30.

4. Bau Formalin (Numerik)

Konsentrasi formalin (ppm) memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bau formalin (numerik) dari bakso yang diformalin. Bau formalin (numerik) tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 (10.000 ppm) sebesar 2,54 dan

terendah pada perlakuan K1 (0 ppm) sebesar 1,00.

Lama penyimpanan (hari) memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bau formalin (numerik) dari bakso yang diformalin. Bau formalin (numerik) tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 (0 hari) sebesar 1,91 dan

terendah pada perlakuan L4 (3 hari) sebesar 1,58.

Interaksi konsentrasi formalin dan lama penyimpanan memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bau formalin dari bakso yang diformalin. Bau formalin (numerik) tertinggi diperoleh pada interaksi perlakuan K4L1 dan K4L2

sebesar 2,6 sedangkan terendah diperoleh pada interaksi perlakuan K1L1, K1L2,

K1L3, dan K1L4 sebesar 1,00.

5. Perubahan Berat (%)

Konsentrasi formalin (ppm) memberi pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap perubahan berat (%) dari bakso. Perubahan berat (%) tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 (10.000 ppm) sebesar 4,00 dan terendah pada perlakuan


(7)

Lama penyimpanan (hari) memberi pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap perubahan berat(%) dari bakso yang diformalin. Perubahan berat tertinggi diperoleh pada perlakuan L2 (1 hari) dan L3 (2 hari) sebesar 0,05 dan

terendah pada perlakuan L1 (0 hari)sebesar 0.

Interaksi konsentrasi formalin (ppm) dan lama penyimpanan (hari) memberi pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap perubahan berat (%), sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

6. Pengujian Secara Kimiawi (Indikator Kimia)

Pereaksi Schiff hanya efektif dan menunjukkan reaksi yang positif pada perlakuan K4L1, K4L2, K4L3, dan K4L4. Larutan Fehling tidak efektif untuk semua

konsentrasi formalin. Reagen Tollens untuk ekstrak cairan bakso yang telah diformalin efektif pada perlakuan K3L1, K3L2, K3L3, K4L1, K4L2, K4L3, dan K4L4.

Larutan KMnO4 0,1 N pada ekstrak cairan bakso efektif pada perlakuan K3L3,

K3L4, K4L1, K4L2, K4L3, dan K4L4. Larutan KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0.1N efektif


(8)

RIWAYAT HIDUP

JOHANRIS SITANGGANG dilahirkan di Sosor Galung Tuk-Tuk pada

tanggal 18 Juni 1984. Anak keempat dari 5 bersaudara dari Bapak A. Sitanggang dan M. Harianja.

Pada tahun 1996 lulus dari SDN 173808 Tuk-Tuk Kabupaten Samosir. Pada tahun 1999 lulus dari SLTP Budi Mulia Pangururan Kabupaten Samosir dan pada tahun 2003 lulus dari SMU Seminari Menengah Pematang Siantar dan diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SPMB.

Penulis telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan di Pabrik Kerupuk UD. Dani’S Jaya Medan Tuntungan. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif menjadi pengurus IMTHP (Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian), menjadi pengurus UKM Sepak Bola Fakultas Pertanian dan pengurus UKM Sepak Bola dan Futsal Universitas Sumatera Utara Medan.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini.

Adapun judul usulan penelitian ini adalah “Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Bakso Daging Sapi yang Diformalin Secara Visual,

Organoleptik, Kimiawi, dan Fisik” yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ir. A. Halim Sulaiman, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing

dan Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingannya kepada penulis dari awal penelitian hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Terima kasih banyak juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta ayahanda St. A. Sitanggang dan ibunda M. Harianja atas kasih sayang, doa, dan pengorbanan kepada saya. Kepada saudara-saudara saya Helpi, Bapak Gabe, Lorryan, Wira, Ipar saya Ibu Gabe, Gabe, dan Rafaella. Kepada semua keluarga Opung Boru Sidabutar, Tulang dohot Nantulang, Inanguda dohot Bapauda, Lae, dan adik-adikku yang tercinta atas dukungan baik materil maupun non materil.

Medan, Mei 2009


(10)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

RINGKASAN... ii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Bakso ... 5

Standar Mutu dan Nilai Gizi Bakso ... 6

Bahan-bahan Pembuat Bakso Daging Sapi ... 8

Tepung Tapioka ... 10

Tepung Sagu ... 11

Bumbu-bumbu ... 12

Es Serut ... 13

Garam Dapur ... 14

Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 14

Aldehid dan Keton ... 16

Sifat-Sifat Aldehid dan Keton Titik Didih... 17

Kelarutan ... 17

Formalin Sifat Fisik dan Kimia Formalin ... 18

Kegunaan Formalin ... 19

Reaksi Formalin dengan Protein ... 21

Bahaya Penggunaan Formalin ... 22

Ciri-ciri Makanan yang Berformalin ... 24


(11)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian... 28

Bahan dan Alat Penelitian Bahan ... 28

Bahan Kimia ... 28

Alat ... 28

Metode Penelitian ... 29

Model Rancangan ... 29

Pelaksanaan Penelitian ... 30

Penyiapan Indikator Kimia Pendeteksi ... 30

Penyiapan Bakso yang Diformalin ... 32

Pengamatan dan Pengukuran Data Penilaian Visual Bakso ... 33

Uji Organoleptik Warna ... 33

Uji Organoleptik Tekstur ... 33

Uji Organoleptik Bau Formalin ... 33

Pengujian Secara Kimiawi ... 34

Pengujian Secara Fisik ... 35

Kadar Air... 35

Perubahan Berat ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap Parameter yang Diamati.. 37

Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Parameter yang Diamati .... 38

Kadar Air (%) Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Kadar Air Bakso... 39

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Bakso ... 39

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin dan Lama Penyimpananterhadap Kadar Air Bakso ... 40

Tekstur (numerik) Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Tekstur Bakso ... 41

Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Tekstur ... 42

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin dan Lama PenyimpananTerhadap Tekstur Bakso ... 44

Warna (numerik) Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Warna Bakso ... 46

Pengaruh Lama penyimpanan terhadap Warna Bakso ... 47

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin dan Lama Penyimpanan terhadap Warna Bakso ... 49

Bau Formalin (numerik) Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Bau Formalin Bakso ... 51

Pengaruh Lama penyimpanan terhadap Bau Formalin Bakso ... 52

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin dan Lama Penyimpanan terhadap Bau Formalin Bakso ... 54


(12)

Perubahan Berat

Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Perubahan Berat Bakso ... 56 Pengaruh Lama penyimpanan terhadap Perubahan Berat Bakso ... 56 Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin dan Lama

Penyimpanan terhadap Perubahan Berat Bakso ... 56 Pengujian Secara Kimiawi (Indikator Kimia) Formalin pada Bakso ... 57 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 59 Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Kriteria Mutu Sensoris Bakso ... 7

2. Komposisi Kimiawi Aneka Bakso ... 7

3. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 gram Bahan ... .... 9

4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 gram Bahan ... .. 10

5. Komposisi Kimia Tepung Sagu dalam 100 gram Bahan ... . 11

6. Tetapan Fisis Beberapa Aldehid Dan Keton ... 17

7. Skala Uji Hedonik Warna ... .. 33

8. Skala Uji Hedonik Tekstur ... .. 33

9. Skala Uji Hedonik Bau Formalin ... .. 34

10. Pengujian Menggunakan Indikator Kimiawi ... .. 35

11. Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Parameter yang Diamati ... .. 37

12. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati ... .. 38

13. Uji LSR Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Kadar Air (%) .. 39

14. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap Tekstur (numerik) ... .. 41

15. Uji LSR Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Tekstur (numerik) ... .. 43

16. Uji LSR Interaksi Konsentrasi Formalin (ppm) dan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Tekstur (numerik) ... .. 44

17. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap Warna (numerik) ... .. 46

18. Uji LSR Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Warna (numerik) ... .. 47 19. Uji LSR Pengaruh Interaksi Konsentrasi Formalin (ppm)


(14)

dan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Warna (numerik) ... .. 49 20. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm)

terhadap Bau Formalin (numerik) ... .... 51 21. Uji LSR Pengaruh Lama Penyimpanan (hari)

terhadap Bau Formalin (numerik) ... .... 53 22. Uji LSR Pengaruh Interaksi Konsentrasi Formalin (ppm)

dan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Bau Formalin (numerik) ... .... 54 23. Efektivitas Indikator Bahan Kimia Uji Formalin


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 1. Reaksi Formalin dengan Asam Amino ... 22 2. Skema Pembuataan dan Deteksi Bakso Daging Sapi yang Diformalin ... 36 3. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Kadar Air (%) Bakso 40 4. Grafik Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap Tekstur (numerik)

Bakso...42 5. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap

Tekstur (numerik) Bakso ... 43 6. Grafik Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin (ppm) dan

Lama Penyimpanan (hari) terhadap Tekstur (numerik) Bakso ... 45 7. Grafik Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap

Warna (numerik) Bakso ... 47 8. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Warna (numerik)

Bakso ... 48 9. Grafik Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin (ppm) dan

Lama Penyimpanan (hari) terhadap Warna (numerik) Bakso ... 50 10. Grafik Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap

Bau Formalin (numerik) Bakso ... 52 11. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap

Bau Formalin (numerik) Bakso ... 53 12. Grafik Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin (ppm) dan


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Foto Bakso ... 69

2. Data Pengamatan Analisa Kadar Air (%) ... 73

3. Data Pengamatan Uji Organoleptik Tekstur (numerik) ... 74

4. Data Pengamatan Uji Organoleptik Warna (numerik) ... 75

5. Data Pengamatan Uji Bau Formalin (numerik) ... 76


(17)

ABSTRACT

THE STORAGE TIME EFFECT ON BEEF BALLS

PRESERVED BY FORMALIN USING VISUAL, ORGANOLEPTIK, CHEMICAL AND PHYSICAL METHODS

The aim of this research was to analyze the effect of storage time on beef balls preserved by formalin using visual, organoleptic, chemical and physical methods. The research had been performed using factorial completely randomized design with two factor i.e; formalin concentration (K): 0, 100, 1000, and 10.000 ppm and storage time (L): 0, 1, 2, and 3 days. Parameter analyzed where visual value (with picture), physical test (moisture content and weight change), organoleptic test (texture, colour, and formalin smell), and chemical test. The result showed that formalin concentration had highly significant effect on the texture, colour, and formalin smell but had no significant effect on the moisture and weight change. The storage time had highly significant effect on the moisture content, texture, colour, and formalin smell but had no significant effect on the weight change. The interaction of the formalin concentration and the storage time had highly significant on the texture, colour, and formalin smell but had no significant effect on the moisture content and weight change. Beef balls preserved by formalin can be detected by its hard texture and formalin smell, also with chemical test using Tollens reagent and KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N indicator.

Keyword: Beef balls, formalin, storage time, organoleptic test, chemical test and physical test

ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP BAKSO DAGING SAPI YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK,

KIMIAWI, DAN FISIK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap bakso daging sapi yang diformalin. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan 2 faktor yaitu, konsentrasi formalin (K); 0, 100, 1000, dan 10.000 ppm dan lama penyimpanan (L); 0, 1, 2, dan 3 hari. Parameter yang diamati adalah secara visual (dengan gambar), secara fisik (kadar air dan perubahan berat), secara organoleptik (tekstur, warna, dan bau formalin) dan secara kimiawi (dengan indikator). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi formalin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap tekstur, warna dan bau formalin tetapi berbeda tidak nyata terhadap terhadap kadar air dan perubahan berat. Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, tekstur, warna, dan bau formalin tetapi berbeda tidak nyata terhadap perubahan berat. Interaksi konsentrasi formalin dan lama peenyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap tekstur, warna, dan bau formalin tetapi berbeda tidak nyata terhadap kadar air dan perubahan berat. Formalin pada bakso dapat dideteksi dengan melihat tekstur yang sangat kenyal dan adanya bau formalin, dapat juga dilakukan dengan uji kimiawi dengan menggunakan indikator reagen Tollens atau KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N.

Kata kunci: Bakso daging sapi, formalin, lama penyimpanan, uji organoleptik, uji kimia, uji fisik.


(18)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung, dan kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas. Produk olahan daging seperti bakso telah banyak dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Secara teknis pengolahan bakso cukup mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sebagai sarana yang tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan masyarakat.

Di Indonesia bakso tidaklah sulit untuk ditemukan karena sudah merupakan makanan konsumsi semua lapisan masyarakat sehingga dapat ditemukan di kaki lima sampai restoran. Industri pembuatan bakso sejalan juga dengan tingkat kelas konsumennya, tidak jarang bakso telah dikemas sangat baik dan dijual di plaza yang menyediakan bahan makanan rumah tangga dan kebutuhan sehari-hari. Ada juga penjual bakso yang naik sepeda dan menawarkan dengan cara berkeliling dan sasarannya adalah masyarakat kelas bawah.

Tepung tapioka merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso, sebaiknya penggunaan tepung tapioka dalam pembuatan bakso daging sapi adalah 15% dari total campuran, sehingga dihasilkan bakso daging sapi dengan mutu yang baik, karena jumlah daging yang lebih dominan dibanding jumlah tepung yang digunakan. Selain sebagai pengisi, penggunaan tepung juga


(19)

bermanfaat sebagai pembentuk tekstur. Jenis tepung yang digunakan juga mempengaruhi tekstur dari bakso yang dihasilkan. Hal ini disebabkan kandungan gluten dari setiap jenis tepung berbeda-beda, semakin tinggi kadar gluten tepung yang digunakan maka semakin baik tekstur bakso yang dihasilkan.

Di Indonesia, penggunaan tepung sagu secara umum sebenarnya sudah tidak asing lagi. Apalagi, bagi masyarakat di Provinsi Papua atau Maluku. Wahono menyebutkan, penggunaan tepung sagu sebagai bahan campuran produk mie, roti, dan bakso di Indonesia, karena dari aspek nilai gizi, tepung sagu mempunyai beberapa kelebihan dibanding tepung dari tanaman umbi atau serealia. Menurut Banun Harpini, yang mengutip temuan peneliti dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Departemen Pertanian RI, tanaman sagu mengandung pati tidak tercerna yang penting bagi kesehatan pencernaan (BPPT, 2008).

Meskipun bakso sangat mudah ditemukan dan sudah dikenal oleh masyarakat, ternyata pengetahuan masyarakat mengenai bakso yang baik dan aman untuk dikonsumsi masih sangat minim. Hal ini terbukti dengan penggunaan boraks dan formalin sebagai pengawet banyak ditemukan dan dengan mudahnya beredar di tengah masyarakat.

Bakso yang mengandung boraks memiliki teksur yang lebih kenyal, bila digigit akan kembali ke bentuk semula dan warna bakso akan tampak lebih putih. Ini berbeda dengan bakso yang pada umumnya memiliki warna abu-abu segar dan

merata pada seluruh bagian baik di pinggir maupun di tengahnya (Widyaningsih dan Murtini, 2007).


(20)

Bakso yang sudah diolah pada umumnya tidak langsung dikonsumsi secara keseluruhan sehingga harus dilakukan penyimpanan dan untuk memperpanjang masa simpan maka para pedagang akan memilih bahan pengawet yang murah dan akan membuat bakso semakin tahan lama. Formalin termasuk pengawet yang murah dan dapat memperpanjang masa simpan bakso sampai beberapa hari sebelum laku terjual.

Penggunaan formalin sebagai pengawet dilakukan dalam pengolahan bakso disebabkan oleh murah harganya dan sangat mudah didapat. Pengawet ini biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat manusia tetapi jika digunakan untuk makanan akan bersifat karsinogenik dalam jangka panjang, yang pada akhirnya akan mengakibatkan kematian.

Penggunaan formalin telah dilarang oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 472 Tahun 1996 tentang pengamanan bahan berbahaya bagi kesehatan, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI nomor 254 Tahun 2000 tentang tata niaga impor dan peredaran bahan berbahaya tertentu. Formalin dan rodamin termasuk dalam kategori bahan berbahaya tersebut yang penggunaanya harus diawasi secara ketat. Pelarangan ini disebabkan karena formalin sangat berbahaya bagi tubuh, menyebabkan gangguan saluran pernafasan, pencernaan dan konsumsi dalam jangka panjang bahan dapat menyebabkan karsinogenik, tetapi karena ulah pedagang masih saja ditemui makanan yang berformalin.

Pengetahuan masyarakat awam untuk membedakan bakso yang berformalin masih sangat minim, hal ini disebabkan kurangnya penyuluhan yang dilakukan oleh badan POM, tenaga kesehatan lainnya dan Departemen


(21)

Perindustrian. Publikasi ilmiah mengenai cara mendeteksi dan membedakan produk daging seperti bakso yang berformalin sampai sekarang masih kurang mencukupi. Hal inilah yang mendorong penulis melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Bakso Daging Sapi yang Diformalin Secara Visual, Organoleptik, Kimiawi, dan Fisik”.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mendeteksi bakso yang diformalin secara visual, organoleptik, kimiawi dan fisik.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

- Sebagai sumber informasi bagaimana mengenal bakso daging sapi yang diformalin

Hipotesis Penelitian

- Ada pengaruh lama penyimpanan dan konsentrasi formalin terhadap ciri-ciri visual bakso, sifat-sifat organoleptik, efektifitas pengujian secara kimiawi dan fisik.


(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Bakso

Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi. Untuk membuat adonan bakso, potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus dengan menggunakan pisau tajam atau blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang kalis dan plastis sehingga mudah dibentuk. Sedikit demi sedikit ditambahkan tepung kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-20% berat daging (Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003).

Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan untuk membuat bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan, bakso babi, dan bakso sapi. Penggolongan bakso sapi menjadi tiga kelompok masing-masing bakso daging, bakso urat, bakso aci. Penggolongan itu dilakukan atas perbandingan jumlah tepung pati dan jumlah serta jenis daging yang digunakan dalam pembuatan bakso. Bakso daging dibuat dengan menggunakan daging dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan tepung pati yang digunakan. Bakso aci dibuat dengan menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan jumlah daging yang digunakan. Bakso urat dengan menggunakan daging dalam jumlah lebih besar dibandingkan jumlah pati, dan daging yang digunakan adalah daging yang banyak mengandung jaringan ikat (Elviera, 1998).


(23)

Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangatlah mempengaruhi mutu dari bakso tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis daging yang baik dan bermutu tinggi. Sebaikknya dipilih jenis daging yang masih segar, berdaging tebal, dan tidak banyak lemak sehingga rendemennya tinggi. Selain itu, cara pengolahan bakso juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan, misalnya jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang dihasilkan kotor atau agak abu-abu(Wibowo, 1995).

Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Jika memakai tangan, caraya gampang saja ; adonan diambil dengan sendo makan lalu diputar-putar dengan tangan sehingga terbentuk bola bakso. Bagi orang yang telah mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil segenggam adonan lalu diremas-remas dan ditekan ke arah ibu jari. Adonan yang keluar dari ibu jari dan telunjuk membentuk bulatan lalu diambil dengan sendok (Wibowo, 2006).

Standar Mutu dan Nilai Gizi Bakso

Cara yang paling mudah untuk menilai mutu bakso yaitu dengan menilai mutu sensoris atau mutu organoleptiknya. Hasil pengujian mutu sensoris ini dapat diperkuat dengan pengujian fisik, kimiawi, dan mikrobiologis yang tentu saja memerlukan teknik, peralatan, dan tenaga khusus (Purnomo, 1990).

Paling tidak ada lima parameter sensoris yang perlu dinilai, yaitu penampakan, warna, bau, rasa, dan tekstur. Adanya jamur atau lendir perlu diamati, terlebih jika bakso sudah disimpan lama. Kriteria dan deskripsi mutu sensoris dapat dilihat pada Tabel 1 , sedangkan nilai gizi beberapa bakso ditampilkan pada Tabel 2.


(24)

Tabel 1. Kriteria Mutu Sensoris Bakso

Parameter Bakso Daging Bakso ikan Penampakan Bentuk bulat, halus,

berukuran seragam, bersih cemerlang tidak kusam, sedikitpun tidak berjamur dan tidak berlendir

Bentuk halus, berukuran seragam, bersih, cemerlang, tidak kusam

Warna Cokela tmuda cerah atau sedikit agakkemerahan atau cokelat muda hingga cokelat muda agak keputihan atau abu-abu. Warna tersebut merata tanpa warna lain yang menggangu

Putih merata tanpa warna asing lain.

Bau Bau khas daging segar rebus dominan, tanpa bau tengik, masam, basi atau busuk, bau bumbu cukup tajam

Bau khas ikan segar rebus dominan dan bau bumbu tajam. Tidak terdapat bau amis, tengik, masam, basi, atau bau busuk Rasa Rasa lezat, enak, rasa daging

dominan dan rasa bumbu menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu

Rasa enak, lezat, rasa ikan dominan sesuai jenis ikan dan rasa bumbu menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu dan tidak terlalu asin.

Tekstur Tekstur kompak, elastis, kenyal, tetapi tidak iat atau membal, tidak ada serat daging, tidak lembek. Tidak basah berair dan tidak rapuh

Tekstur kompak, tidak liat, elastis, tidak ada serat daging, tanpa duri dan tulang, tidak lembek, tidak basah berair, dan tidak rapuh.

Sumber: Wibowo, (1995).

Tabel 2. Komposisi Kimiawi Aneka Bakso

Jenis Bakso Air Protein Lemak KH Abu Garam

(%) (%) (%) (%) (%) (%)

Bakso mutu tinggi 76,52 14,68 1,46 5,00 2,34 1,74 Bakso daging jalanan 59,52 6,80 8,18 2,74 2,76 2,08 Bakso daging pasar 66,89 11,26 1,44 17,06 3,66 2,35 Bakso restoran 73,93 11,57 1,09 10,81 2,50 2,15 Bakso daging sapi 77,85 6,95 0,31 - 1,75 - Bakso ikan nila 59,55 18,95 7,05 13,4 5,11 - Bakso ikan mas 66,3 20,15 13,25 15,3 5,4 - Bakso hiu 70,73 17,6 0,77 - - 1,2 Bakso ikan pari 73, 25 12,4 0,5 - 2,2 - Bakso hiu cakalang 66,5 22,05 2,05 - 5,4 - Sumber: Wibowo, (1995).


(25)

Bahan-bahan Pembuat Bakso

Daging Sapi

Daging didefenisikan sebagai sebuah jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan ganguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pankreas, dan jaringan otot termasuk dalam defenisi ini (Soeparno, 1992).

Protein merupakan komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Selain protein, otot mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen anorganik. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin (Soeparno, 1992).

Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esessial. Asam amino esessial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 700C akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90%, sedangkan pemanasan pada suhu 1600C akan menurunkan jumlah lisin hingga 50%. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam amino (Lawrie, 1995).


(26)

Perubahan warna merah ungu menjadi terang pada daging yang baru diiris bersifat reversible (dapat balik). Namun, bila daging tersebut terlalu lama terkena oksigen, warna merah terang akan berubah menjadi coklat. Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah keunguan yang menentukan warna daging segar. Mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen metmioglobin yang berwarna cokelat. Timbulnya warna cokelat menandakan bahwa daging telah terlalu lama terkena udara bebas, sehingga menjadi rusak (Astawan, 2008).

Daging merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, mengandung vitamin B, dan mineral, khususnya besi. Komposisi kimia daging sapi per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 gram Bahan

Komponen Satuan Jumlah

Kalori Kal 207,00

Protein g 18,80

Lemak g 14,00

Hidrat arang g 0,00

Kalsium mg 11,00

Fosfor mg 170,00

Besi mg 2,80

Vitamin A SI 30,00

Vitamin B1 mg 0,08

Vitamin C mg 0,00

Air g 66,00

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI., (1979) Penurunan pH daging dari sekitar 6,5 menjadi 5,6 setelah penyembelihan disebabkan glikogen dalam daging berkurang, namun karena dalam suasana anaerob (tidak mengandung O2 karena darah tidak mengalir), maka glikogen yang


(27)

tinggi maka menurunkan mutu daging karena timbul perubahan-perubahan seperti warna daging lebih gelap, sukar meresap garam, dan bumbu dan pertumbuhan bakteri lebih mudah (Syarief dan Irawati, 1988).

Tepung Tapioka

Tepung tapioka yang disebut juga pati ubi kayu, yang merupakan granula dari karbohidrat, berwarna putih, tidak mempunyai rasa manis, dan tidak berbau.

Tepung tapioka diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot utilissima) yang umumnya terdiri dari tahap pengupasan, pencucian,

pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, pengeringan, dan penggilingan (Iryanto, 1985).

Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih (Radiyati dan Agusto, 2008).

Komposisi kimia dari tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 gram Bahan

Komponen Satuan Jumlah

Air gram 11,30

Pati gram 88,01

Protein gram 0,50

Lemak gram 0,10

Abu gram 0,09

Sumber: Brautlecht, (1953).

Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Pati memegang peranan penting dalam menentukan tekstur makanan, dimana campuran granula pati dan air bila dipanaskan akan membentuk gel. Pati yang


(28)

telah berubah menjadi gel bersifat irreversible, dimana molekul-molekul pati saling melekat membentuk suatu gumpalan sehingga viskositasnya semakin meningkat (Handershot, 1970).

Tepung Sagu

Batang sagu merupakan bagian terpenting karena di dalamnya terdapat pati yang biasanya dimanfaatkan untuk kepentingan berbagai kegiatan industri. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan 73% amilopektin, dan pada konsentrasi yang sama pati sagu mempunyai viskositas tinggi dibandingkan dengan larutan pati dari serealia lain. Hal ini berarti untuk mendapatkan viskositas yang sama, maka tepung sagu dibutuhkan lebih sedikit daripada tepung serealia (Harsanto, 1986).

Komposisi kimia tepung sagu dapat dilihat pada Tabel 5. sebagai berikut: Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Sagu dalam 100 gram Bahan

Komponen Satuan Jumlah

Protein (g) 0,7

Lemak (g) 0,2

Karbohidrat (g) 84,7

Air (g) 14,0

Fosfor (mg) 13,0

Kalsium (mg) 11,0

Besi (mg) 1,5

Kalori (Kal) 353,0

Bdd (%) 100,0

Sumber: Departemen Kesehatan RI., (1979)

Adanya amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi daya larut pati sagu dan suhu gelatinisasi. Bila kadar amilosa tinggi, maka pati sagu akan bersifat

kering, kurang lekat, dan kecenderungan higroskopis lebih kuat (Haryanto dan Pangloli, 1992).


(29)

Tepung sagu adalah pati yang diekstrak dari batang sagu. Produk ini digunakan untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetika, industri kimia, dan pengolahan kayu. Batang sagu dapat diolah menjadi tepung sagu dengan cara sederhana menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di dapur rumah tangga. Untuk industri kecil, pengolahan sudah memerlukan alat-alat mekanis untuk mempertinggi efisiensi hasil dan biaya (Hasbullah, 2008).

Bumbu-bumbu

Selain memberi rasa, bau, dan aroma pada masakan, bumbu itu sendiri mempunyai pengaruh sebagai bahan pengawet terhadap makanan. Penggunaan bumbu yang benar dan tepat pada suatu masakan akan menghasilkan makanan yang baik, enak, dan menggugah selera makan. Macam bumbu yang banyak digunakan untuk memasak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bumbu segar atau bumbu kering (Tarwotjo, 1998).

Fungsi utama bawang adalah sebagai pelengkap agar masakan terasa lebih sedap. Umumnya dikenal 2 macam bawang yaitu bawang putih (A. satirum)

dengan harga yang relatif lebih mahal dan bawang merah (Alliumcepa Var ascal onicum). Di Negara barat dikenal juga bawang merah besar

(Onion) atau bawang Bombay (A.ceparatycum) (Syarief dan Irawati, 1988). Di antara beberapa komponen bioaktif yang terdapat pada bawang putih, senyawa sulfida adalah senyawa yang banyak jumlahnya. Senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut dengan alisin. Sama seperti senyawa fenolik lainnya, alisin mempunyai fungsi fisiologis yang sangat luas, termasuk diantaranya adalah antioksidan, antikanker,


(30)

antitrombotik, antiradang, penurunan tekanan darah, dan dapat menurunkan kolestrol darah (Wibowo, 1995).

Es Serut

Es menggantikan fungsi air sebagai fase pendispersi dalam olahan bakso secara manual. Dalam pengolahan bakso secara mesin penggunaan es bertujuan untuk mengurangi panas yang ditimbulkan oleh alat pembentuk emulsi atau chopper. Jika suhu tidak diusahakan turun, maka protein akan terdenaturasi sehingga kemampuan bertindak sebagai pengemulsi akan turun (Elviera, 1988).

Agar bakso yang dihasilkan bagus, daging lumat digiling lagi bersama-sama es batu dan garam dapur, kemudian ditambahkan bahan yang lain. Garam dapur dapat juga ditambahkan bersama bumbu lainnya. Kemudian, tepung tapioka ditambahkan sambil dilumatkan hingga diperoleh adonan yang homogen. Untuk membuat adonan ini dapat digunakan tangan, atau dengan mesin bertenaga listrik. Penggunaan es atau air es ini, sebaiknya es batu, sangat penting dalam pembantukan tekstur bakso. Dengan adanya es ini suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama perebusan. Penambahan es juga meningkatkan rendemennya. Untuk itu, dapat digunakan es sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Hudaya, 2008).

Es batu dicampur pada saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan agar selama penggilingan, daya elastisitas daging tetap terjaga sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal. Biasanya untuk hasil yang lebih baik,


(31)

es yang ditambahkan sebanyak 10%-15% dari berat daging (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Garam Dapur

Garam dapur berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang digunakan mempunyai batasan yang pasti. Tekstur, warna, dan rasa dapat diperbaiki dengan menggunakan garam sebanyak 2-3% (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Garam dapur yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso biasanya 2,5% dari berat daging, sebagai bumbu penyedap dapat digunakan bumbu campuran bawang merah, bawang putih, dan merica bubuk. Sebaiknya jangan digunakan penyedap masakan monosodium glutamat atau yang dikenal dengan sebutan vetsin. Sejauh ini penggunaan penyedap ini masih menjadi perdebatan karena dicurigai menjadi penyebab berbagai kelainan kesehatan, bahkan dicurigai penyebab timbulnya kanker (Wibowo, 1995).

Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi

Berdasarkan kenyataan, untuk dibuat bakso sebaiknya digunakan daging yang benar-benar segar. Makin segar daging makin bagus mutu baksonya. Jika mungkin, digunakan daging hewan yang baru dipotong , tanpa dilayukan lebih dahulu. Akan tetapi, jika suatu hal tidak memungkinkan untuk mendapatkan daging dari hewan yang baru dipotong atau daging terpaksa harus disimpan dahulu, sebaiknya daging disimpan pada suhu 150C atau 200C atau dibekukan pada suhu -50C. Daging yang disimpan pada suhu 150C selama 24 jam masih bagus untuk bakso. Demikian pula untuk daging yang disimpan pada suhu 200C


(32)

selama 8 jam atau disimpan beku pada suhu -50C selama 4 hari (BAPEDA-PEMDA,2008)

Daging yang benar-benar segar, dipisahkan lemakdan uratnya. Setelah itu, daging dilumatkan. Pelumatan itu akan memudahkan pembentukan adonan, dinding sel serabut otot daging juga akan pecah sehingga aktin dan miosin yang merupakan pembentuk tekstur dapat diambil sebanyak mungkin. Agar mudah lumat, daging dipotong-potong kecil kemudian digiling dengan gilingan daging dan ditambahkan dengan es batu atau dimsukkan meat separator sehingga diperoleh daging lumat. Sambil digiling, urat dan serat dipisahkan. Penggilingan dan pemisahan serat perlu diulang beberapa kali sampai serat terpisahkan semua. Daging yang sudah bebas serat ini siap dicampurkan dengan bahan lain (BAPEDA-PEMDA, 2008).

Setelah diperoleh daging lumat yang bersih, halus, dan bebas serat, daging lumat dibentuk menjadi adonan dan ditambahkan dengan bahan lain. Garam dapur dapat pula ditambahkan bersama bumbu-bumbunya. Kemudian, tepung tapioka ditambahkan sambil dilumatkan hingga diperoleh adonan yang homogen. Untuk membuat adonan ini dapat digunakan tangan, alat pengaduk yang digurakkan dengan tangan atau dengan mesin bertenaga listrik (BAPEDA-PEMDA, 2008).

Setelah siap, adonan dicetak menjadi bola-bola bakso yang siap direbus. Pembentukan adonan menjadi bola bakso dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Dalam membentuk bola bakso ini sebaiknya menggunakan sarung tangan karet yang bersih. Dapat juga menggunakan kantong plastik. Agar adonan tidak menempel ke sarung tangan, digunakan sedikit minyak kelapa yang dioleskan ke sarung tangan. Ukuran bola bakso diusahakan seragam,


(33)

tidak terlalu kecil, tetapi juga tidak terlalu besar. Jika tidak seragam, matangnya bakso ketika direbus tidak bersamaan dan menyulitkan pengendalian proses. Selain itu, keseragaman ukuran juga ikut mempengaruhi mutu bakso (BAPEDA-PEMDA, 2008).

Bola bakso yang sudah terbentuk lalu direbus dalam air mendidih hingga matang. Jika bakso sudah mengapung di permukaan air berarti sudah matang dan perebusan dapat dihentikan. Biasanya perebusan ini dilakukan sekitar 15 menit. Setelah itu bakso diangkat, ditiriskan, dan didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin, bakso dikemas dalamkantong plastik. Setelah dikemas kantong plastik, bakso dikemas dalam kotak karton atau kardus untuk dikirim ke pasar. Akan tetapi jika belum sempat dikirim, sebaiknya bakso dalam kemasan kantong plastik disimpan dalam ruang dingin, yaitu sekitar 50C. Bakso ini tahan hingga beberapa hari asal suhunya terjaga tetap rendah (50C). Untuk pengiriman ke pasar luar negeri, bakso perlu dikemas vakum lalu dibekukan dalam contact plate freezer dan disimpan dalam cold storage (BAPEDA-PEMDA, 2008).

Aldehid dan Keton

Aldehid dan Keton memiliki bentuk umum:

R C H

R

C R’

O

O

Aldehid dan keton memiliki gugus karbonil (C = O). gugus ini memberikan karakteristik pada aldehid dan keton. Tata nama IUPAC memberikan akhiran –al untuk aldehid dan –on untuk keton (Norman and Waddington, 1983).


(34)

Aldehid dan keton merupakan senyawa yang bersifat netral senyawa yang memiliki atom C kurang dari 4 larut di dalam air dan pelarut organik lainnya sedangkan senyawa yang memiliki atom C lebih dari 4 sukar larut di dalam air. Atom C yang rendah biasanya memiliki bau yang tajam seperti formaldehid dan asetaldehid, tetapi senyawa yang memiliki 6 sampai 12 atom C di dalam suatu larutan memiliki wangi bunga dan selalu ditambahkan ke dalam pewangi (English et al., 1971).

Sifat-Sifat Aldehid dan Keton

Titik Didih

Aldehid dan keton tidak dapat membentuk ikatan hidrogen antar molekul karena tidak memiliki gugus hidroksil (- OH). Akibanya memiliki titik didih yang rendah. Aldehid dan keton dapat menarik interaksi polar-polar dari gugus karbonilnya sehingga titik didihnya lebih rendah daripada sebagian alkana (Wilbraham and Matta, 1986).

Kelarutan

Aldehid dan keton dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air yang polar. Anggota deret yang rendah yaitu formaldehid, asetaldehid, dan aseton bersifat larut dalam air dalam segala perbandingan. Berikut ini disajikan tetapan fisis beberapa aldehid dan keton.


(35)

Tabel 6. Tetapan Fisis Beberapa Aldehid Dan Keton

Senyawa Titik Leleh (0C) Titik Didih (0C) Kelarutan dalam air (g/100ml)

Aldehid

Formaldehid -92 -21 bercampur sempurna

Asetaldehid -123 20 bercampur sempurna Butiraldehid -99 76 4

Benzaldehid -26 179 0,3 Keton

Aseton -95 56 bercampur sempurna

Metil etil keton -86 80 25

Dietil keton -42 101 5

Benzofenon 48 306 tidak larut

Semakin panjang rantai karbon kelarutan di dalam air semakin menurun. Jika rantai karbon melebihi lima atau enam karbon dalam air sangat rendah (Wilbraham and Matta, 1986).

Formalin

Sifat Fisik dan Kimia Formalin

Formaldehid atau metanal adalah suatu senyawa karbon dengan rumus molekul HCHO ditemukan oleh ahli kimia Jerman Wilhelm von Hofmann pada tahun 1867. Ia menemukan sendiri senyawa ini dengan mengoksidasi metil alkohol dengan menggunakan katalis. Pada suhu ruangan berwujud gas, sangat larut dalam air. Pada konsentrasi 40% dalam pelarut air dengan metil alkohol ssebagai campuran disebut sebagai formol (formalin) yang merupakan cairan tidak berwarna, berbau tajam, dan bertitik didih 210C. Namanya menurut tata nama IUPAC yang sistematis adalah metanal dan juga

dikenal sebagai oksida metilen, metanaldehid, dan oxometan (International Programme On Chemical Safety, 2006).


(36)

2O [HCOH]

Rumus bangun :

Formaldehid (formalin) adalah larutan tidak berwarna, reaktif, dan dapat membentuk polimer pada suhu normal pada saat berwujud gas. Kalor pembakaran untuk gas formalin 4,47 Kkal/gram. Daya bakar dilaporkan rentang volume 12,5 – 80% di udara. Campuran 65 – 70% formaldehid di udara sangat mudah terbakar. Formaldehid dapat terkomposisi menjadi metanol dan karbon monoksida pada suhu 1500C dan pada suhu 3000C jika dekomposisi tidak menggunakan katalis. Pada tekanan atmosfer formaldehid mudah mengalami foto-oksidasi menjadi karbondioksida (WAAC Newsletter, 2007).

Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang formalin, formol atau mikrobisida dengan rumus molekul CH2O mengandung

37% gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 10-15% metanol untuk menghindari polimerisasi. Larutan ini sangat kuat dan dikenal dengan larutan formalin 40% yang mengandung 40 gram formaldehid dalam 100 ml pelarut (Cahyadi, 2006).

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa memmbakar. Bobot tiap milliliter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air

dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter (Norman and Waddington, 1983).


(37)

Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30-40%. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10% serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram (Berita Bumi, 2007).

Kegunaan Formalin

Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air, biasanya ditambah metanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (disinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Penggunaan formalin diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian, dan kapal.

b. Pembasmi lalat dan serangga.

c. Bahan pembuat sutra bahan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak. d. Dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. e. Bahan pembentuk pupuk berupa urea.

f. Bahan pembuat produk parfum. g. Pencegah korosi untuk sumur minyak. h. Bahan untuk isolasi busa.

i. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood) (Oke, 2008).

Larutan formaldehid adalah disinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif, jamur atau virus tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formaldehid bereaksi dengan protein dan hal tersebut mengurangi aktivitas


(38)

mikroorganisme. Efek sporosidnya meningkat, yang meningkat tajam dengan adanya kenaikan suhu. Larutan 0,5% formaldehid dalam waktu 6-12 jam dapat membunuh bakteri dalam waktu 2-4 hari dapat membunuh spora, sedangkan larutan 8 % dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam (Cahyadi, 2006).

Sifat antimikrobial dari formaldehid merupakan hasil kemampuannya menginaktifasi protein dengan cara mengkondensasi dengan asam amino bebas dalam protein menjadi campuran lain. Kemampuan dari formaldehid meningkat seiring dengan peningkatan suhu (Lund, 1994).

Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut (Herdiantini, 2003).

Sifat penetrasi formalin cukup baik, tetapi gerakan penetrasinya lambat sehingga walaupun formaldehid dapat digunakan untuk mengawetkan sel-sel tetapi tidak dapat melindungi secara sempurna, kecuali diberikan dalam waktu lama sehingga jaringan menjadi keras (Herdiantini, 2003).

Reaksi Formalin dengan Protein

Formaldehid dapat merusak bakteri karena bakteri adalah protein. Pada reaksi formaldehid dengan protein, yang pertama kali diserang adalah gugus amina pada posisi lisin diantara gugus-gugus polar dari peptide. Formaldehid selain mengikat gugus ε-NH2 dari lisin juga menyerang residu tirosin dan histidin.

Peningkatan formaldehid pada gugus ε-NH2 dari lisin berjalan lambat merupakan

reaksi yang searah, sedangkan ikatannya dengan gugus amino bebas berjalan cepat dan merupakan reaksi bolak-balik. Ikatan formaldehid dengan gugus amino


(39)

dalam reaksi ini tidak dapat dihilangkan dengan dianalisis sehingga ikatan ini turut menyokong kestabilan struktur molekul (Cahyadi, 2006).

Formaldehida dapat membuat ”jembatan” amine yang menghubungkan asam amino satu dengan yang lain, sehingga bisa mengganggu metabolisme sel hidup. Inilah sebabnya formaldehida sangat ampuh membunuh kuman-kuman dan sering digunakan sebagai disinfektan (Iskandar, 2003).

Reaksi formalin dengan protein dapat dilihat pada Gambar 1.

(A)

H + HCOH

HCHO

(B)

HCHOH

+

H

C H2 + H2O

Lysine Methylene glycol

(C)

(=formaldehyde + water)

O=C C = O

HC CH3)4 NH2 + HOCH2OH + HN

NH Peptide linkage

Methylene

bridge

O=C C = O

HC (CH3)4 N CH2 N

H

NH + H2O

Gambar 1. Reaksi Formalin dengan Asam Amino (Iskandar, 2003) PROTEIN

PROTEIN

PROTEIN

PROTEIN

PROTEIN PROTEIN


(40)

Bahaya Penggunaan Formalin

Penggunaan formalin untuk mengawetkan makanan sesungguhnya telah dilarang sejak tahun1982. Pemerintah juga elah mengeluarkan dua peraturan untuk mengatur penggunaan bahan kimia ini. yaitu Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 472 Tahun 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya bagi Kesehatan, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 254

Tahun 2000 tentang Tata Niaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya (Suara Merdeka, 2007).

Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara cepat dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel. Selain itu kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (perubahan fungsi sel) serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah (Cahyadi, 2006).

Pemaparan formaldehid terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras, menimbulkan kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas, sedangkan pada sistem reproduksi wanita akan menimbulkan gangguan menstruasi, toksemia, dan anemia pada kehamilan, peningkatan aborsi spontan serta penurunan berat badan bayi yang baru lahir. Uap dari larutan formaldehid menyebabkan iritasi membran mukosa hidung, mata, dan tenggorokan apabila terhisap dalam bentuk gas pada konsentrasi 0,03 – 4 bpj selama 35 menit. Dapat terjadi iritasi pernafasan parah


(41)

seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronchitis, pneumonia, asma, dan udem pulmonary (Smith, 1991).

Penggunaan formalin pada makanan dapat menimbulkan efek akut dan efek kronis/jangka panjang. Efek akutnya berupa tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat, dan ginjal. Efek kronis berupa timbul iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah, kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan, dan rasa gatal di dada. Dan bila dikonsumsi menahun dapat menyebabkan kanker (Hidayat, 2007).

Ciri-ciri Makanan yang Berformalin

Bagi masyarakat awam, untuk dapat membedakan makanan yang mengandung formalin tentu sangat sulit. Karena hal itu secara akurat hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan pereaksi kimia. Namun, BPOM menyebutkan ciri-ciri umum beberapa makanan yang diduga mengandung formalin :

a. Untuk jenis mie basah, kita bisa mengenali ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, mie basah tersebut tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar (250C), dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (100C). Kedua, bau mie agak menyengat, yakni bau khas formalin. Ketiga, mie basah ini tidak lengket, lebih mengkilap dibanding mie secara umumnya.

b. Untuk tahu yang mengandung formalin memiliki ciri-ciri umum pertama, tahu tidak rusak hingga tiga hari pada suhu kamar dan bertahan lebih dari 15 hari pada


(42)

suhu lemari es. Kedua, tahu keras namun tidak padat. Ketiga, bau agak menyengat, bau khas formalin.

c. Untuk baso yang mengandung formalin, kita bisa mengenali ciri-ciri secara umum. Pertama, tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar. Kedua, memiliki tekstur yang sangat kenyal.

d. Untuk ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin, biasanya tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar. Warna insang ikan merah tua dan tidak cemerlang, dengan warna daging putih bersih, warna mata merah, tubuh ikan tampak bersih cemerlang, dijauhi lalat, dan memiliki bau menyengat khas bau formalin.

e. Untuk ikan asin yang mengandung formalin, menurut BPOM tidak rusak sampai lebih dari satu bulan pada suhu kamar. Warna ikan asin bersih cerah, namun tidak berbau khas ikan asin.

Ciri-ciri di atas memang hanya bersifat umum, namun setidaknya dapat memberikan sedikit gambaran kepada kita tentang ciri makanan yang diduga mengandung formalin. Karena bagaimanapun juga, harus tetap diwaspadai, jangan sampai makanan yang kita konsumsi malah menuai penyakit, padahal makanan menjadi sumber kesehatan bagi tubuh (Republika Online, 2007).

Metode Pengujian Formalin pada Makanan

Di bawah ini akan dipaparkan beberapa cara metode pengujian formalin yang telah dilakukan secara kualitatif:

a. Penggunaan asam kromatoprat pada ikan, tahu, dan produk lainnya yang diduga mengandung formalin (Hardjito dan Salamah, 2006).


(43)

Bahan yang akan diuji ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian tambahkan aquadest mendidih sebanyak 50 ml dan biarkan dingin. Setelah dingin kemudian tambahkan asam kromatropat sebanyak 5 ml. Produk yang diduga mengandung formalin akan ditunjukkan dengan berubahnya warna air dari bening menjadi merah muda hingga ungu. Semakin tinggi kadar formalin, maka akan semakin ungu. Pengujian ini tidak tampak pada bahan yang mengandung formalin kurang dari 8 ppm.

b. Larutan KMnO4 0,1 N untuk cairan (Sains, 2007)

Cairan dari bahan pangan yang diduga mengandung formalin diambil sebanyak 10 ml, kemudian ditetesi dengan 1 tetes larutan KMnO4 0,1 N. Jika

warna campuran mengalami perubahan dari ungu menjadi bening maka bahan mengandung formalin. Jika satu jam tidak mengalami perubahan warna berarti bahan tidak mengandung formalin. Hasil palsu dapat saja terjadi jika dalam bahan pangan mengandung reduktor lain bereaksi dengan KMnO4 seperti asam oksalat

dll, tetapi bahan pangan yang berprotein tinggi (ikan basah, baso dan tahu) sangat kecil kemungkinan mengandung asam oksalat secara alami.

c. Larutan Fuchsin + HCl (Schiff Tes) (Mahdi, 2007)

Bahan yang diduga mengandung formalin dipotong kecil-kecil, kemudian dihancurkan. Hancuran kemudian ditambahkan aquadest dan disaring airnya. Air saringannya ini kemudian ditetesi dengan Kit Tes Formalin (campuran Fuchsin dan HCl), jika terjadi perubahan warna menjadi merah muda maka bahan mengandung formalin. Uji ini memerlukan waktu 10 menit.


(44)

d. Larutan Fehling (Kimia Indonesia, 2007)

Bahan yang diduga mengandung formalin daiambil cairannya kemudian ditetesi dengan larutan Fehling (A+B). Formalin akan teroksidasi membentuk asam formiat (sebagai ion), dan endapan berwarna merah yang merupakan Cu2O.

Hasil ini kurang akurat jika pada bahan juga mengandung karbohidrat (gula pereduksi).


(45)

BAHAN DAN METODA PENELITIAN

Bahan penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah bakso yang dibuat sendiri dan bebas formalin yang bahan pembuat bakso dibeli dari Pasar Sore, Padang Bulan, Medan.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April 2008 hingga selesai di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Kimia

- Formalin (HCHO) 37% - Fuchsin

- Aquadest - HCl 37%

- Larutan NH3 0,25% - NaHSO3

- Larutan AgNO3 0,1N - KNaC4H4O6 4 H2O

- NaOH - CuSO4 5 H2O

- Larutan KMnO4 0,1N - H2SO4 pekat

Alat

- Oven - Gilingan daging

- Timbangan - Desikator

- Beaker glass - Gelas ukur


(46)

Metoda Penelitian

Penelitian ini menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor, yaitu:

Faktor I : Konsentrasi Formalin (K) K1 = 0 ppm

K2 = 100 ppm

K3 = 1.000 ppm

K4 = 10.000 ppm

Faktor II: Lama Penyimpanan (L) L1 = 0 hari

L2 = 1 hari

L3 = 2 hari

L4 = 3 hari

Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut:

Tc (n-1) ≥ 15 16 (n-1) ≥ 15 16n - 1 ≥ 15 16n ≥ 31

n ≥ 1,93……..Dibulatkan menjadi 2

Model Rancangan

Percobaan ini dilakukan dengan rancangan Acak Lengkap(RAL) faktorial dengan Model:


(47)

Dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor L

pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

μ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari faktor K pada taraf ke-i βj : Efek dari faktor L pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek dari faktor K pada taraf ke-i dengan faktor L pada taraf

ke-j

ε

ijk : Efek galat dari faktor K pada taraf ke-i dengan faktor L pada

taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Pelaksanaan Penelitian

Penyiapan Indikator Kimia Pendeteksi

A. Pereaksi Schiff untuk Aldehid (Ham, 2006)

Ditimbang fuchsin sebanyak 0.25 gram dan natrium bisulfit 4,5 gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml lalu ditambahkan aquadest 250 ml kemudian segera alirkan HCl 37% 10 ml secara perlahan dan diaduk sebentar. Pindahkan ke dalam botol pereaksi coklat, tutup rapat, dan disimpan di tempat yang terlindung dari cahaya (tempat gelap).

B. Larutan Fehling (Ham, 2006)

a. Alirkan secara perlahan 5 ml H2SO4 pekat ke dalam gelas kimia berisi

100 ml aquadest sambil sesekali diaduk. Kemudian masukkan CuSO4 5


(48)

sampai volume larutan menjadi 500 ml dan dipindahkan ke dalam botol reagen (disebut larutan Fehling A (berwarna Biru)).

b. Siapkan 250 ml aquadest di dalam gelas kimia 600 ml. Timbang NaOH 50 gram dan segera dilarutkan ke dalam aquadest. Kemudian tambahkan KNaC4H4O64 H2O 173 gram ke dalam larutan NaOH di atas dan encerkan

dengan aquadest hingga volume larutan menjadi 500 ml (disebut larutan Fehling B).

Campurkan larutan Fehling A dan Larutan Fehling B dengan volume yang sama pada saat akan digunakan.

C. Reagen Tollens (perak amoniakal) (Normand and Wadddington,1983).

Dibuat larutan AgNO3 0,1 N dalam 200 ml aquadest. Kemudian

ditambahkan 100 ml NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna coklat. Larutan ini kemudian ditambahkan larutan amoniak encer (0,25%) sedikit demi sedikit hingga warna coklat yang terbentuk menghilang dan menandakan terjadi pembentukan Ag(NH3)2+.

D. KMnO4 0,1 N (Normand and Wadddington,1983).

Dibuat larutan KMnO4 0,1 N dalam 100 ml aquadest kemudian

ditambahkan 500 ml H2SO4 0,1 N diaduk dan disimpan dalam botol tidak tembus

cahaya

E. Larutan KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N

Dibuat larutan KMnO4 0,1 N dalam 100 ml aquadest kemudian ditambahkan ke

dalamnya 200 ml larutan NaHSO3 0,1 N dan diaduk kemudian disaring


(49)

Penyiapan Bakso yang Diformalin

Pada pelaksanaan penelitian dilakukan tahapan pembuatan bakso daging sapi yang diformalin sebagai berikut:

- Daging sapi segar dibersihkan dari lemak dan uratnya. - Dipotong kecil - kecil untukmempermudah penggilingan.

- Daging digiling sampai halus dan ditambahkan es serut 15% dari berat daging.

- Ditambahkan tepung tapioka dan tepung sagu dengan perbandingan 2 : 1. - Dibentuk bulatan bakso dengan menggunakan tangan dan bantuan sendok. - Bola – bola bakso tersebut langsung direbus dalam air mendidih selama

15 menit atau sampai bakso mengapung di permukaan air. - Bakso diangkat, ditiriskan dan didinginkan.

- Direndam formalin sesuai dengan perlakuan yaitu: 0 ppm; 100 ppm; 1.000 ppm; 10.000 ppm, dari berat total bakso.

- Bakso dikemas dalam plastik dan disimpan selama 0 hari; 1 hari; 2 hari; 3 hari.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan berdasarkan analisa meliputi parameter sebagai berikut:

1. Penilaian Visual Bakso

2. Uji Organoleptik (Warna, Tekstur, dan Uji Bau Formalin) 3. Pengujian Secara Kimiawi


(50)

Penilaian Visual Bakso (dengan gambar)

Bakso yang telah diberi perlakuan selanjutnya didokumentasikan dengan menggunakan kamera digital mulai dari 0 hari sampai hari ketiga yang kemudian dicetak dengan format JPEG Image.

Uji Organoleptik Warna (Numerik) (Soekarto, 1981)

Uji ini dilakukan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian dilakukan secara uji indrawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Pengujian dilakukan pada setiap perlakuan dan mulai dari 0 hari sampai hari ketiga.

Tabel 7. Skala Uji Hedonik Warna

Skala Hedonik Skala Numerik

Putih Kecoklatan 4

Coklat 3

Coklat Kehitaman 2

Hitam 1

Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) (Soekarto, 1981)

Tabel 8. Skala Uji Hedonik Tekstur

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Kenyal 4

Kenyal 3

Agak Kenyal 2

Tidak Kenyal 1

Uji Bau Formalin (Numerik) (Soekarto, 1981)

Tabel 9. Skala Uji Hedonik Bau Formalin

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat jelas bau formalin 4

Jelas bau formalin 3

Agak jelas bau formalin 2


(51)

Pengujian Secara Kimiawi (dengan Indikator)

Pengujian ini dilakukan setelah bakso yang ditambahkan formalin pada 0 hari sampai hari ketiga. Bahan yang telah disiapkan kemudian dihancurkan. Setelah itu diambil filtrat yang berupa cairan sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan indikator kimia berupa pereaksi Schiff, Larutan Fehling, Reagen Tollens, larutan KMnO4 0,1 N dan larutan

KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N untuk masing-masing perlakuan. Hasil ini

merupakan uji kualitatif yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari masing-masing indikator.

Efektivitas reaksi formalin dengan indikator kimia dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengujian Menggunakan Indikator Kimiawi

Bahan Kimia Indikator (+) Formalin (-) Formalin Pereaksi Schiff Terjadi perubahan warna

darimerah menjadi merah jambu/biru

Tidak terjadi perubahan warna

Larutan Fehling Terbentuk endapan merah bata

Tidak terbentuk endapan merah bata

Reagen Tollens Terbentuk cermin perak pada tabung reaksi

Tidak terjadi pembentukan cermin

perak Larutan KMnO4 0,1 N Terjadi perubahan warna

dari ungu tua menjadi merah bata hingga bening

Tidak terjadi perubahan warna

Larutan KMnO4 0,1 N +

NaHSO3 0,1 N

Terjadi perubahan warna dariungu tua menjadi merah bata hingga bening

Tidak terjadi perubahan warna

Pengujian Secara Fisik


(52)

- Ditimbang bahan sebanyak 2 gr dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya.

- Kemudiaan dikeringkan dalam oven dengan suhu 1050C selama 3 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.

- Selanjutnya dipanaskan lagi di dalam oven selama 30 menit,lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai didapat berat yang konstan.

- Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan:

x100%

awal berat

akhir berat awal berat air

Kadar = −

Penentuan kadar air dilakukan pada saat sebelum diberi perlakuan formalin dan pada saat bakso sudah dilakukan perlakuan dan penyimpanan.

b. Perubahan Berat (Sudarmadji, et al., 1984)

Setelah diberikan perlakuan formalin dan disimpan, selanjutnya bakso kemudian ditimbang beratnya untuk mengetahui perubahan berat bakso sebelum dan sesudah penyimpanan pada setiap perlakuan.


(53)

Gambar 2. Skema Pembuatan dan Deteksi Bakso Daging Sapi yang Diformalin Daging Sapi Segar

Dibersihkan lemak, darah dan kotoran dengan bersih

Penggilingan daging dengan penambahan es serut 15% dari berat daging

Penambahan bawang putih dan bawang merah 2%, merica 1%, dan garam dapur 2%

Daging Giling (700g)

Dibentuk menjadi bola-bola bakso Penambahan campuran

tepung tapioka (200g) dan tepung sagu (100g) 2 : 1

Direbus selama 15 menit sampai bakso naik ke permukaan air

Diangkat dan ditiriskan Perendaman dalam Larutan Formalin K1 = 0 ppm

K2 = 100 ppm

K3 = 1.000 ppm

K4 = 10.000 ppm

Dikemas dalam plastik

Disimpan selama: L1 = 0 hari

L2 = 1 hari

L3 = 2 hari

L4 = 3 hari

Dilakukan analisa

1.Pengujian secara visual (dengan gambar)

2.Uji Organoleptik (warna, tekstur dan bau formalin) 3.Pengujian secara

kimiawi (dengan indikator)

4.Pengujian secara fisik (kadar air dan perubahan berat)


(54)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap Parameter yang Diamati

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa konsentrasi formalin (ppm) memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar air, tidak nyata terhadap perubahan berat, dan sangat nyata terhadap uji organoleptik warna dan tekstur dan bau formalin.

Tabel 11. Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Parameter yang Diamati Konsentrasi Kadar Air Tekstur Warna Perubahan Berat Bau Formalin Formalin (%) (Numerik) (Numerik) (%) (Numerik) K1 (0 ppm) 71,79 2.39 2.25 0.02 1.00 K2 (100 ppm) 71,99 3.06 2.50 0.04 1.60 K3 (1000 ppm) 71,89 3.49 2.70 0.03 1.89

K4 (10000 ppm) 71,85 3.34 3.04 0.04 2.54

Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi formalin maka kadar air semakin tinggi, nilai uji organoleptik warna semakin tinggi, uji organoleptik tekstur semakin tinggi, uji organoleptik bau formalin semakin tinggi, dan perubahan berat semakin tinggi. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K2 (100 ppm), menurun pada perlakuan K4 (10000 ppm) dan K2 (100 ppm),

terendah pada perlakuan K1 (0 ppm) . Nilai organoleptik tekstur tertinggi terdapat

pada perlakuan K3 (1000 ppm), menurun pada perlakuan K4 (10000 ppm) dan

K2 (100 ppm), terendah pada perlakuan K1 (0 ppm). Nilai organoleptik warna

tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (10000 ppm), menurun pada perlakuan

K3 (1000 ppm) sampai perlakuan K1 (0 ppm). Uji bau formalin tertinggi terdapat

pada perlakuan K4 (10000 ppm), menurun pada perlakuan K3 (1000 ppm) sampai


(55)

K2 (100 ppm) dan perlakuan K3 (1000 ppm), menurun pada perlakuan K3 dan

terendah pada perlakuan K1.

Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Parameter yang Diamati

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa lama penyimpanan (hari) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air, tidak nyata terhadap perubahan berat, sangat nyata terhadap uji organoleptik warna, tekstur, dan pengujian bau formalin.

Tabel 12. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati Lama Kadar Air Tekstur Warna Perubahan Berat Bau Formalin Penyimpanan (%) (numerik) (numerik) (%) (numerik)

L1 (0 hari) 72.48 4.00 3.49 0 1.91

L2 (1 hari) 71.90 3.00 2.80 0.05 1.85 L3 (2 hari) 71.84 2.78 2.33 0.05 1.69 L4 (3 hari) 71.30 2.50 1.88 0.04 1.58

Tabel 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi lama penyimpanan maka kadar air semakin rendah, nilai uji organoleptik tekstur semakin rendah, nilai uji organoleptik warna semakin rendah, perubahan berat semakin tinggi, dan uji bau formalin semakin rendah. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 (0 hari)

lalu menurun pada perlakuan L2 (1 hari), L3 ( 2 hari) dan L4 (3 hari). Nilai

organoleptik tekstur, warna dan bau formalin tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 (0 hari) lalu menurun pada perlakuan L2 (1 hari), L3 ( 2 hari) dan L4 (3 hari).

Perubahan berat tertinggi diperoleh pada perlakuan L2 (1 hari) dan L3 (2 hari),


(1)

Soekarto, S.T., 1981. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil

Pertanian Pusat Pengembangan Teknologi Pangan.

Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM-Press, Yogyakarta.

Suara Merdeka, 2007. Bahaya Formalin. http://suaramerdeka.com

.[5 Maret 2008].

Syarief. R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.

Medyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

WAAC Newsletter, 2007. Formaldehid: Detection and Mitigation.

http://www.wikipedia.com.

[29 Februari 2008].

Wibowo, S., 1995. Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wibowo, S., 1995. Budi Daya Bawang Putih, Merah, dan Bombay. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Widyaningsih. T. D. dan E. S. Murtini, 2007. Alternatif Pengganti Formalin pada

Produk Pangan. Trubus Agrisarana, Surabaya.

Widyaningsih. T. D. dan E. S. Murtini, 2006. Pengolahan Pangan Masa Kini.

http://www.e-dukasi.net/trubus Agrisarana.

[16 Februari 2008].

Wilbraham, A. C, and M. S. Matta, 1986. General, Organic, and Biological

Chemistry. The Benjamin Cumming Publishing Company Inc, USA.


(2)

Lampiran 1. Data Pengamatan Analisa Kadar Air (%)

Perlakuan

Ulangan

Total

Rataan

I

II

K1 L1

72.50

72.50

145.00

72.50

K1 L2

71.50

71.60

143.10

71.55

K1 L3

71.10

72.20

143.30

71.65

K1 L4

71.60

71.30

142.90

71.45

K2 L1

72.10

72.30

144.40

72.20

K2 L2

71.90

71.80

143.70

71.85

K2 L3

72.50

72.20

144.70

72.35

K2 L4

71.50

71.60

143.10

71.55

K3 L1

72.40

72.50

144.90

72.45

K3 L2

72.20

72.10

144.30

72.15

K3 L3

71.80

71.80

143.60

71.80

K3 L4

71.00

71.30

142.30

71.15

K4 L1

72.80

72.70

145.50

72.75

K4 L2

72.20

71.90

144.10

72.05

K4 L3

71.60

71.50

143.10

71.55

K4 L4

71.50

70.60

142.10

71.05

Total

2300.10

Rataan

71.878

Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Air (%)

SK

db

JK

KT

F hit.

F.05

F.01

Perlakuan

15

7.370

0.491

6.314 **

2.35

3.41

K

3

0.168

0.056

0.722 tn

3.63

5.29

K Lin

1

0.003

0.003

0.039 tn

4.49

8.53

K Kuad

1

0.113

0.113

1.450 tn

4.49

8.53

K Kub

1

0.053

0.053

0.676 tn

4.49

8.53

L

3

5.541

1.847

23.736 **

3.63

5.29

L Lin

1

5.148

5.148

66.160 **

4.49

8.53

L Kuad

1

0.003

0.003

0.036 tn

4.49

8.53

L Kub

1

0.390

0.390

5.013 *

4.49

8.53

KxL

9

1.660

0.184

2.371 tn

2.54

3.78

Galat

16

1.245

0.078

Total

31

8.615

Keterangan:

FK = 165,326.88

KK = 0.388%

** = sangat nyata

* = nyata


(3)

Lampiran 2. Data Pengamatan Uji Organoleptik Tekstur (Numerik)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

K1 L1 4.00 4.00 8.00 4.00

K1 L2 2.30 2.50 4.80 2.40

K1 L3 1.80 1.70 3.50 1.75

K1 L4 1.30 1.50 2.80 1.40

K2 L1 4.00 4.00 8.00 4.00

K2 L2 2.90 2.80 5.70 2.85

K2 L3 2.70 2.90 5.60 2.80

K2 L4 2.50 2.70 5.20 2.60

K3 L1 4.00 4.00 8.00 4.00

K3 L2 3.20 3.10 6.30 3.15

K3 L3 3.50 3.50 7.00 3.50

K3 L4 3.30 3.30 6.60 3.30

K4 L1 4.00 4.00 8.00 4.00

K4 L2 3.70 3.50 7.20 3.60

K4 L3 3.00 3.10 6.10 3.05

K4 L4 2.90 2.50 5.40 2.70

Total 98.200

Rataan 3.069

Daftar Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Tekstur (Numerik)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 18.889 1.259 100.740 ** 2.35 3.41

K 3 5.694 1.898 151.833 ** 3.63 5.29

K Lin 1 4.290 4.290 343.220 ** 4.49 8.53

K Kuad 1 1.361 1.361 108.900 ** 4.49 8.53

K Kub 1 0.042 0.042 3.380 tn 4.49 8.53

L 3 10.254 3.418 273.433 ** 3.63 5.29

L Lin 1 8.930 8.930 714.420 ** 4.49 8.53

L Kuad 1 1.051 1.051 84.100 ** 4.49 8.53

L Kub 1 0.272 0.272 21.780 ** 4.49 8.53

KxL 9 2.941 0.327 26.144 ** 2.54 3.78

Galat 16 0.200 0.013

Total 31 19.089

Keterangan: FK = 301.35 KK = 3.643% ** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(4)

Lampiran 3. Data Pengamatan Uji Organoleptik Warna (Numerik)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

K1 L1 3.50 3.20 6.70 3.35

K1 L2 2.40 2.60 5.00 2.50

K1 L3 1.90 1.80 3.70 1.85

K1 L4 1.20 1.40 2.60 1.30

K2 L1 3.40 3.60 7.00 3.50

K2 L2 2.50 2.50 5.00 2.50

K2 L3 2.30 2.00 4.30 2.15

K2 L4 1.80 1.90 3.70 1.85

K3 L1 3.60 3.50 7.10 3.55

K3 L2 3.00 2.90 5.90 2.95

K3 L3 2.40 2.30 4.70 2.35

K3 L4 1.90 2.00 3.90 1.95

K4 L1 3.60 3.50 7.10 3.55

K4 L2 3.20 3.30 6.50 3.25

K4 L3 3.00 2.90 5.90 2.95

K4 L4 2.40 2.40 4.80 2.40

Total 83.90

Rataan 2.622

Daftar Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Warna (Numerik)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 14.800 0.987 80.956 ** 2.35 3.41

L 3 2.656 0.885 72.641 ** 3.63 5.29

L Lin 1 2.627 2.627 215.513 ** 4.49 8.53

L Kuad 1 0.015 0.015 1.256 tn 4.49 8.53

L Kub 1 0.014 0.014 1.154 tn 4.49 8.53

N 3 11.416 3.805 312.231 ** 3.63 5.29

N Lin 1 11.289 11.289 926.282 ** 4.49 8.53

N Kuad 1 0.113 0.113 9.256 ** 4.49 8.53

N Kub 1 0.014 0.014 1.154 tn 4.49 8.53

LxN 9 0.728 0.081 6.635 ** 2.54 3.78

Galat 16 0.195 0.012

Total 31 14.995

Keterangan: FK = 219.98 KK = 4.211% ** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(5)

Lampiran 4. Data Pengamatan Uji Bau Formalin (Numerik)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II

K1 L1 1.00 1.00 2.00 1.00

K1 L2 1.00 1.00 2.00 1.00

K1 L3 1.00 1.00 2.00 1.00

K1 L4 1.00 1.00 2.00 1.00

K2 L1 1.90 1.90 3.80 1.90

K2 L2 1.80 1.80 3.60 1.80

K2 L3 1.40 1.40 2.80 1.40

K2 L4 1.30 1.30 2.60 1.30

K3 L1 2.10 2.20 4.30 2.15

K3 L2 2.00 2.00 4.00 2.00

K3 L3 1.90 1.80 3.70 1.85

K3 L4 1.60 1.50 3.10 1.55

K4 L1 2.50 2.70 5.20 2.60

K4 L2 2.60 2.60 5.20 2.60

K4 L3 2.50 2.50 5.00 2.50

K4 L4 2.50 2.40 4.90 2.45

Total 56.20

Rataan 1.756

Daftar Analisis Sidik Ragam Uji Bau Formalin (Numerik)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 10.739 0.716 286.367 ** 2.35 3.41

K 3 9.791 3.264 1,305.500 ** 3.63 5.29

K Lin 1 9.604 9.604 3,841.600 ** 4.49 8.53

K Kuad 1 0.005 0.005 2.000 tn 4.49 8.53

K Kub 1 0.182 0.182 72.900 ** 4.49 8.53

L 3 0.566 0.189 75.500 ** 3.63 5.29

L Lin 1 0.552 0.552 220.900 ** 4.49 8.53

L Kuad 1 0.005 0.005 2.000 tn 4.49 8.53

L Kub 1 0.009 0.009 3.600 tn 4.49 8.53

KxL 9 0.381 0.042 16.944 ** 2.54 3.78

Galat 16 0.040 0.003

Total 31 10.779

Keterangan: FK = 98.70 KK = 2.847% ** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(6)

Lampiran 5. Data Pengamatan Perubahan Berat (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II

K1 L1 0.00 0.00 0.00 0.00

K1 L2 2.00 5.00 7.00 3.50

K1 L3 6.00 2.00 8.00 4.00

K1 L4 0.01 0.03 0.04 0.02

K2 L1 0.00 0.00 0.00 0.00

K2 L2 6.00 5.00 11.00 5.50

K2 L3 2.00 6.00 8.00 4.00

K2 L4 0.03 0.09 0.12 0.06

K3 L1 0.00 0.00 0.00 0.00

K3 L2 8.00 2.00 10.00 5.00

K3 L3 5.00 7.00 12.00 6.00

K3 L4 1.00 2.00 3.00 1.50

K4 L1 0.00 0.00 0.00 0.00

K4 L2 6.00 5.00 11.00 5.50

K4 L3 8.00 2.00 10.00 5.00

K4 L4 5.00 6.00 11.00 5.50

Total 91.16

Rataan 2.849

Daftar Analisis Sidik Ragam Perubahan Berat (%)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 186.816 12.454 3.294 * 2.35 3.41

K 3 20.405 6.802 1.799 tn 3.63 5.29

K Lin 1 20.136 20.136 5.325 * 4.49 8.53

K Kuad 1 0.266 0.266 0.070 tn 4.49 8.53

K Kub 1 0.003 0.003 0.001 tn 4.49 8.53

L 3 135.996 45.332 11.988 ** 3.63 5.29

L Lin 1 10.754 10.754 2.844 tn 4.49 8.53

L Kuad 1 123.402 123.402 32.634 ** 4.49 8.53

L Kub 1 1.840 1.840 0.487 tn 4.49 8.53

KxL 9 30.415 3.379 0.894 tn 2.54 3.78

Galat 16 60.502 3.781

Total 31 247.318

Keterangan: FK = 259.69 KK = 68.261% ** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata