Perbandingan Ketelitian Metode Pendugaan Biomassa Pinus dan Agathis di Areal Rehabilitasi Hutan Pendidikan Gunung Walat.
PERBANDINGAN KETELITIAN METODE PENDUGAAN
BIOMASSA PINUS DAN AGATHIS DI AREAL
REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
DINDA WAHYUNI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Ketelitian
Metode Pendugaan Biomassa Pinus dan Agathis di Areal Rehabilitasi Hutan
Pendidikan Gunung Walat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Dinda Wahyuni
NIM E14110019
ABSTRAK
DINDA WAHYUNI. Perbandingan Ketelitian Metode Pendugaan Biomassa Pinus
dan Agathis di Areal Rehabilitasi Hutan Pendidikan Gunung Walat. Dibimbing oleh
TATANG TIRYANA.
Metode alternatif dalam pendugaan biomassa adalah metode konversi volume
pohon menjadi biomassa diatas permukaan tanah dengan menggunakan kerapatan
kayu dan faktor perluasan biomassa (Biomass Expansion Factor, BEF). Metode
tersebut umum digunakan dalam pendugaan biomassa pohon terutama jika belum
ada model-model alometrik yang sesuai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis tingkat ketelitian metode pendugaan biomassa melalui konversi
volume pohon dalam menduga potensi biomassa pohon dan tegakan di areal
rehabilitasi Hutan Pendididkan Gunung Walat (HPGW). Biomassa pohon dihitung
menggunakan tiga metode yang terdiri dari metode alometrik, metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu umum, dan metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu spesifik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
umum metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
menghasilkan nilai-nilai dugaan biomassa yang relatif sama dengan metode
alometrik. Dengan demikian, metode konversi volume menggunakan kerapatan
kayu spesifik dapat dijadikan sebagai metode alternatif dalam pendugaan potensi
biomassa, khususnya di areal rehabilitasi HPGW.
Kata kunci: pinus, agathis, biomassa, konversi volume, tingkat ketelitian
ABSTRACT
DINDA WAHYUNI. Comparasion of Precision on Biomass Estimation of Pinus
merkusii and Agathis loranthifolia in the Rehabilitation Area of Gunung Walat
University Forest. Supervised by TATANG TIRYANA.
An alternative method for estimating biomass is converting tree volume into
aboveground tree biomass by using wood density and biomass expansion factor
(BEF). This method is commonly used in estimating a tree biomass, especially
when allometric biomass models are not available. The objective of this study was
to analyze the precision of biomass estimation using the conversion of tree volume
for estimating tree-level and stand-level biomass in the rehabilitation area of
Gunung Walat University Forest (HPGW). Tree biomass was calculated using three
methods, i.e. allometric models, tree volume conversion using a general wood
density, and tree volume conversion using a specific wood density. The results
showed that generally the volume conversion method using a spescific wood
density produced relatively similar biomass estimates to the allometric method.
Thus, the volume conversion method using a specific wood density can be used as
an alternative method for estimating stand biomass, especially in the rehabilitation
area of HPGW.
Keywords: pine, agathis, biomass, volume conversion, precision
PERBANDINGAN KETELITIAN METODE PENDUGAAN
BIOMASSA PINUS DAN AGATHIS DI AREAL
REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
DINDA WAHYUNI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Perbandingan Ketelitian Metode Pendugaan Biomassa Pinus dan Agathis di Areal
Rehabilitasi Hutan Pendidikan Gunung Walat. Terima kasih yang sebesar-besarnya
penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, M.Sc selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis.
Bapak Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS yang telah membantu dan mengarahkan
penulis. Kedua orang tua, Ayahanda Irvan dan Ibunda Irdanovia beserta keluarga
atas doa dan motivasinya.
Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada keluarga besar Tim
Pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat yang telah membantu selama
pengumpulan data. Febryandi Randana, S.Hut dan teman-teman seperjuangan
Lingga Buana, Andrian Hermawan, Elsa Puji Haryati, Robby Dwi Nugraha
Febriana, Sisah Man, Siska Erma Lia, Iva Ayu Farihatun Nisa’, Nafisa Qurrotu
Aini, Fadilla Ristia Aminda, Deni Rahmawati, Kartika Wulandari beserta temanteman Manajemen Hutan Angkatan 48 atas segala bantuan, dukungan, doa, dan
motivasinya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Dinda Wahyuni
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan
2
Pengumpulan Data
2
Pengukuran di Lapangan
2
Pengujian Kerapatan Kayu di Laboratorium
3
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kerapatan Kayu Pinus merkusii dan Agathis loranthifolia
6
Pendugaan Biomassa Tingkat Pohon
7
Pendugaan Biomassa Tingkat Stratum
9
Pendugaan Biomassa Tingkat Populasi
11
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
RIWAYAT HIDUP
15
DAFTAR TABEL
1 Jumlah pohon contoh Pinus merkusii pada setiap kelas diameter
3
2 Jumlah pohon contoh Agathis loranthifolia pada setiap kelas diameter
3
3 Statistik kerapatan kayu Pinus merkusii dan Agathis loranthifolia pada
kelas diameter 315 cm
6
4 Potensi biomassa pohon Pinus merkusii dan Agathis loranthifolia
7
5 Uji-t, rata-rata bias, dan persen bias dalam pendugaan biomassa pohon
9
6 Potensi biomassa tingkat stratum
10
7 Uji-t, rata-rata bias, dan persen bias pada pendugaan potensi biomassa
tingkat stratum
11
8 Hasil pendugaan potensi biomassa tingkat populasi
11
9 Uji-t, rata-rata bias, dan persen bias pada pendugaan potensi biomassa
tingkat populasi
12
DAFTAR GAMBAR
1 Kandungan biomassa pohon Pinus merkusii
8
2 Kandungan biomassa pohon Agathis loranthifolia
8
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan
terluas di dunia dan telah banyak memberi kontribusi terhadap peningkatan
pendapatan negara. Beberapa tahun terakhir ini, kawasan hutan di Indonesia mulai
terdegradasi akibat penebangan liar, kebakaran hutan, konversi lahan hutan,
perluasan lahan pertanian yang tak terencana, dan kesenjangan sosial. Pada tahun
20112012 angka deforestasi di dalam dan di luar kawasan hutan diperkirakan telah
mencapai 613.480 ha/tahun, yang mencakup kawasan hutan produksi, hutan
lindung dan hutan konservasi serta lahan di luar kawasan hutan (Kementerian
Kehutanan 2014). Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi pada
kawasan hutan yang terdegradasi.
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), yang terletak di Kabupaten
Sukabumi, merupakan kawasan hutan hasil rehabilitasi yang dikelola oleh Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Rehabilitasi hutan memberikan manfaat
berupa jasa lingkungan khususnya penyerapan karbon dioksida di atmosfer. Karbon
dioksida (CO2) dari atmosfer diserap oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis dan
salah satu hasilnya disimpan dalam bentuk biomassa di jaringan tumbuhan (Sutaryo
2009).
Salah satu kegiatan yang penting dilakukan dalam evaluasi keberhasilan
rehabilitasi hutan adalah pendugaan biomassa dan cadangan karbon (Janiatri 2012).
Menurut Raison et al. (2009) dalam Wibowo et al. (2010) ada dua metode yang
dapat digunakan dalam menduga biomassa hutan yakni metode pemanenan dan
metode pendugaan dengan menggunakan model alometrik biomassa. Penyusunan
model alometrik biomassa di HPGW, khususnya untuk pohon-pohon berdiameter
kecil (diameter 10 cm), telah dilakukan oleh Handayani (2013) untuk menduga
biomassa pohon Pinus merkusii, Mustofa (2013) untuk menduga biomassa pohon
Agathis loranthifolia, dan Saputra (2014) untuk menduga biomassa pohon Schima
wallichii. Metode pendugaan biomassa lainnya adalah konversi volume pohon
menjadi biomassa pohon diatas permukaan tanah dengan menggunakan kerapatan
kayu dan faktor perluasan biomassa (Biomass Expansion Factor, BEF). Metode
tersebut umum digunakan dalam pendugaan biomassa pohon terutama jika belum
ada model-model alometrik yang sesuai. Namun pendugaan melalui konversi
volume pohon tersebut perlu diteliti lebih lanjut karena ketelitiannya sangat
tergantung pada nilai kerapatan kayu dan BEF. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian untuk menentukan tingkat ketelitian metode pendugaan biomassa,
khususnya untuk pendugaan biomassa di areal rehabilitasi HPGW.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat ketelitian metode
pendugaan biomassa melalui konversi volume pohon dalam menduga potensi
biomassa pohon dan tegakan di areal rehabilitasi HPGW.
2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa informasi mengenai
metode yang dapat digunakan untuk pendugaan biomassa di suatu lokasi apabila
model alometrik tidak tersedia. Rekomendasi metode pendugaan biomassa pohon
juga bermanfaat bagi pihak HPGW dalam mengevaluasi keberhasilan program
rehabilitasi hutan.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di areal rehabilitasi Hutan Pendidikan Gunung
Walat (HPGW), Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari
2015.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah pita ukur, pita
keliling, alat ukur tinggi pohon (haga hypsometer dan galah), golok, bor riap,
dempul kayu, timbangan digital, gelas ukur, cutter, jarum, aluminium foil, plastik
kedap, koran, oven, alat tulis, kalkulator, kamera, dan tally sheet. Bahan yang
digunakan adalah pohon P. merkusii dan A. loranthifolia, masing-masing 15 pohon
contoh. Pengolahan data menggunakan Microsoft Office.
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data hasil pengukuran pohon-pohon contoh di
lapangan, yaitu diameter, tinggi, dan sampel kayu yang akan diuji kerapatan
kayunya di laboratorium. Data sekunder adalah data yang berasal dari hasil
penelitian sebelumnya, yaitu data hasil inventarisasi tegakan di areal rehabilitasi
HPGW yang diukur oleh Sari (2015), model-model alometrik biomassa pohon yang
disusun oleh Handayani (2013) dan Mustofa (2013), serta nilai BEF dan kerapatan
kayu dari beberapa sumber pustaka.
Pengukuran di Lapangan
Pemilihan pohon contoh di lapangan dilakukan berdasarkan metode
purpossive sampling, yaitu memilih pohon-pohon contoh (15 P. merkusii dan 15 A.
loranthifolia) dengan memperhatikan keterwakilan diameter dari tegakan
rehabilitasi HPGW. Adapun banyaknya pohon contoh pada setiap kelas diameter
dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
3
Tabel 1 Jumlah pohon contoh Pinus merkusii pada setiap kelas diameter
Kelas diameter (cm)
3.05.0
5.17.0
7.19.0
9.111.0
11.113.0
13.115.0
Jumlah pohon contoh
3
3
2
2
3
2
Tabel 2 Jumlah pohon contoh Agathis loranthifolia pada setiap kelas
diameter
Kelas diameter (cm)
3.04.0
4.15.0
5.16.0
6.17.0
> 7.0
Jumlah pohon contoh
3
3
4
4
1
Pohon-pohon contoh tersebut dipilih dari tegakan rehabilitasi dengan ciriciri tumbuh sehat atau bebas dari cacat dan memiliki diameter ≥ 3 cm. Hal ini
dilakukan untuk meminimalkan kerusakan pada pohon yang berdiameter sangat
kecil. Pada setiap pohon contoh dilakukan pengukuran diameter dan tinggi pohon
serta pengambilan sampel kayu untuk uji kerapatan. Tahapan pengukuran diameter
diawali dengan mengukur diameter pangkal (Dp) yaitu dengan mengukur diameter
pangkal pohon diatas permukaan tanah serta pengukuran DBH (Diameter at Breast
Height) dilakukan pada ketinggian 1.30 m. Diameter juga diukur pada ketinggian
tertentu yaitu 20 cm diatas permukaan tanah untuk pohon yang tinggimya < 1.50 m
(Tiryana dan Muhdin 2012).
Pengambilan sampel kayu dilakukan dengan menggunakan bor riap pada
masing-masing batang pohon contoh pada ketinggian 1.30 m dari atas permukaan
tanah. Sampel kayu yang diambil berjumlah 2 buah untuk masing-masing pohon
contoh. Setelah dibor, sampel kayu dibungkus aluminium foil kemudian
dimasukkan kedalam plastik kedap udara agar kondisi sampel tidak berubah dari
yang seharusnya. Lubang yang terbentuk pada pohon akibat bor kemudian
didempul menggunakan dempul kayu untuk menghindari atau mengurangi
kerusakan pohon tersebut.
Pengujian Kerapatan Kayu di Laboratorium
Penentuan kerapatan kayu dilakukan melalui uji laboratorium terhadap
sampel kayu pinus dan agathis. Sampel uji ditimbang berat basah (Ba) dan diukur
volumenya (Va), kemudian dibungkus koran dan dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu (103±2)°C hingga beratnya konstan untuk memperoleh data berat dan
volume kering tanurnya (BKT dan VKT). Pengukuran berat sampel kayu dilakukan
menggunakan timbangan digital dan pengukuran volumenya menggunakan prinsip
Archimedes. Kerapatan kayu ditentukan berdasarkan data berat sampel kayu dan
volumenya pada kondisi kering tanur dengan rumus sebagai berikut:
4
Wd = BKT/VKT ............................................................................................(1)
Wd= wood density (kerapatan kayu) (kg m-3), BKT= berat sample kayu kering tanur
(kg), dan VKT= volume sample kayu kering tanur (m3)
Analisis Data
1.
Perhitungan Biomassa Tingkat Pohon
Biomassa yang diduga dalam penelitian ini yaitu biomassa diatas
permukaan tanah (above ground biomass). Biomassa pohon dihitung menggunakan
dua metode, yaitu model alometrik dan konversi volume sebagai berikut:
a.
Metode Alometrik
Biomassa pohon (W, kg) dihitung berdasarkan data diameter pangkal (Dp,
cm) dengan menggunakan model-model alometrik sebagai berikut:
Pinus merkusii (Handayani 2013) : W = 0.0431 Dp2.5119 ...........................(2)
Agathis loranthifolia (Mustofa 2013) : W = 0.0276 Dp2.945........................(3)
b. Metode Konversi Volume dan BEF
Biomassa dihitung berdasarkan data volume pohon, kerapatan kayu dan
faktor perluasan biomassa dengan rumus sebagai berikut (Ketterings et al. 2001):
W = Vt . Wd. BEF ....................................................................................(4)
W= biomassa (kg), Vt = volume batang (m3), Wd = wood density (kerapatan kayu)
(kg m-3), dan BEF = biomass Expansion Factor = 1.3 (IPCC 2003).
dimana volume ditentukan berdasarkan data diameter dan tinggi total dengan
menggunakan rumus silindir terkoreksi:
Vt = ¼ . 3,14. d2 . t. f ...............................................................................(5)
Vt= volume silinder terkoreksi (m3), d= diameter (cm), t= tinggi total (m), dan f=
faktor/angka bentuk pohon = 0.6 (Krisnawati et al. 2012).
Dalam penelitian ini, biomassa pohon (W) dihitung dengan menggunakan
nilai kerapatan kayu umum (selanjutnya disebut Wu) dan kerapatan kayu spesifik
(selanjutnya disebut Ws). Nilai kerapatan kayu umum diperoleh dari sumber
pustaka (Martawijaya et al. 1989), yaitu P. merkusii sebesar 550 kg m-3 dan A.
loranthifolia sebesar 480 kg m-3. Adapun nilai kerapatan kayu spesifik diperoleh
dari pengambilan dan pengujian sampel kayu dari lokasi penelitian.
2.
Pendugaan Potensi Biomassa Tingkat Stratum dan Populasi
Pendugaan potensi tegakan pada tingkat stratum dan populasi dilakukan
dengan menggunakan data hasil pengukuran yang dilakukan oleh Sari (2015) di
areal rehabilitasi HPGW. Pengolahan data mencakup rekapitulasi data biomassa
pada setiap plot contoh disetiap stratum dan perhitungan potensi biomassa per umur
tegakan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Rata-rata potensi biomassa untuk stratum ke-h
n
y̅ h =
h y
∑i=1
h,i
nh
…................................................................................................(6)
b. Ragam rata-rata potensi biomassa untuk stratum ke-h
��2̅ℎ =
��2ℎ
�ℎ
1−
�ℎ
�ℎ
.......................................................................................(7)
5
Dimana: S2yh =
n
n
2
h y2 -( ∑ h y
∑i=1
h,i
i=1 h,i /nh )
nh -1
.................................................................(8)
c.
Total dugaan potensi biomassa untuk stratum ke-h
�̂ = �ℎ . ̅ℎ .....................................................................................................(9)
d. Ragam total dugaan potensi biomassa untuk stratum ke-h
SY2̂ h = Nh 2 .Sy2̂h .............................................................................................(10)
Kemudian dilanjutkan dengan menghitung potensi biomassa total pada
seluruh areal yang dilakukan dengan rumus-rumus sebagai berikut:
e. Rata-rata potensi biomassa
N
y̅st = ∑Lh=1 h y̅h .............................................................................................(11)
N
f. Ragam rata-rata total potensi biomassa
N
g.
h.
i.
2
Sy2̅st = ∑Lh=1 h Sy2̅h .....................................................................................(12)
N
Total dugaan potensi biomassa
Ŷ st =N.y̅st .......................................................................................................(13)
Ragam total potensi biomassa
SY2̂ st =N2 .Sy2̂st ...................................................................................................(14)
Selang kepercayaan (1-α).100% bagi rata-rata total potensi biomassa
y̅st ± (t
α
,n-L
2
.√Sy2̅st ) ......................................................................................(15)
j.
Selang kepercayaan (1-α).100% bagi total potensi biomassa
k.
�̅ ± (
�
,�−�
2
. √��2̅ ) ................................................................................(16)
Kesalahan penarikan contoh (sampling error)
SE=
tα
.√S2y̅st
,n-L
2
L
Nh
N
nh
n
ta/2(n-1)
y̅st
.100% ...................................................................................(17)
= jumlah stratum dalam populasi
= ukuran stratum ke-h (total unit contoh pada stratum ke h)
= ukuran populasi (total unit contoh dalam populasi); N= ∑Lh=1 Nh
= ukuran contoh pada stratum ke-h
= ukuran contoh pada populasi (total unit contoh seluruh strata);
n= ∑Lh=1 nh
= nilai table t-student, untuk kepraktisan biasanya digunakan nilai
ta/2(n-1) = 2
3.
Pembandingan Metode Pendugaan Biomassa
Untuk membandingkan ketelitian pendugaan biomassa dari metode
konversi volume dan metode alometrik dilakukan uji-t berpasangan dan
perhitungan rata-rata dan persen bias sebagai berikut:
a. Uji-t Berpasangan
Data hasil penelitian diuji menggunakan uji-t berpasangan untuk
menentukan apakah terdapat perbedaan yang nyata antara nilai dugaan biomassa
yang dihitung menggunakan persamaan alometrik (Wa), metode konversi volume
umum (Wu), dan metode konversi volume spesifik (Ws). Uji-t berpasangan
6
dilakukan menggunakan Microsoft Excel berdasarkan persamaan (Walpole 1982)
sebagai berikut:
d̅ -do
thit = s
d /√n
...............................................................................................(18)
�̅ = rata-rata pengamatan, n = jumlah pengamatan, dan � = simpangan baku
Hipotesis yang diuji:
H0: rata-rata biomassa dari metode konversi volume sama dengan rata-rata
biomassa dari metode alometrik
H1: rata-rata biomassa dari metode konversi volume tidak sama dengan rata-rata
biomassa dari metode alometrik
Kaidah keputusan: tolak Ho jika thit < - ta/2(n-1) atau thit > ta/2(n-1)
b. Rata-rata Bias
Untuk melihat bias dari masing-masing rumus digunakan statistik rata-rata
bias sebagai berikut (Huang et al. 2003 dalam Tiryana 2011):
∑n eij
ME= i=0n ...................................................................................................(19)
dimana eij= Wi – W’i. Dengan demikian bias dapat mengukur kecenderungan
overestimate atau underestimete dari pengukuran masing-masing rumus.
c. Persen Bias
Persen bias masing-masing rumus dapat diketahui menggunakan persamaan
sebagai berikut (Huang et al. 2003 dalam Tiryana 2011):
100 . ME
PE%= ∑n
i=1 Wi/n
.............................................................................................(20)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan Kayu Pinus merkusii dan Agathis loranthifolia
Kerapatan kayu yang diukur pada penelitian ini adalah kerapatan pada
kondisi kering tanur, yang merupakan hasil perbandingan antara berat kering tanur
dengan volume kering tanur. Hasil perhitungan kerapatan kayu P. merkusii dan A.
loranthifolia dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Statistik kerapatan kayu Pinus merkusii dan Agathis loranthifolia pada
kelas diameter 315 cm
Statistik
̅ (kg m-3)
sd (kg m-3)
Max (kg m-3)
Min (kg m-3)
CV (%)
r
Pinus
452.33
54.29
540.32
368.42
12.00
0.48
Agathis
478.66
51.68
582.19
408.66
10.79
-0.28
̅ : rata-rata; sd: simpangan baku, Max: nilai maksimum, Min: nilai minimum, CV: coefficient of
variation, r: koefision korelasi antara kerapatan kayu dengan diameter
7
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pertambahan diameter pohon tidak
menyebabkan perubahan kerapatan kayu secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari
kecilnya nilai koefision korelasi antara kerapatan kayu dengan diameter, yaitu 0.48
untuk P. merkusii dan -0.28 untuk A. loranthifolia, yang menunjukkan bahwa
hubungan antara diameter pohon P. merkusii atau A. loranthifolia dengan kerapatan
kayu tidak erat. Rata-rata kerapatan kayu pada P. merkusii adalah 452.33 kg m-3
(berat jenis 0.452) dan 478.66 kg m-3 (berat jenis 0.479) untuk A. loranthifolia pada
kisaran diameter 315 cm. Hasil ini sesuai dengan Martawijaya et al. (1989) yang
menyatakan bahwa berat jenis untuk P. merkusii berkisar antara 0.400.75 dan A.
loranthifolia berkisar antara 0.360.64.
Berdasarkan nilai simpangan baku dan koefisien variasi dapat diketahui
bahwa secara umum kerapatan kayu P. merkusii dan A. loranthifolia cenderung
relatif homogen. Namun demikian, kerapatan kayu P. merkusii sedikit lebih
beragam dibanding kerapatan kayu A. loranthifolia.
Pendugaan Biomassa Tingkat Pohon
Biomassa merupakan total bahan organik yang hidup diatas tanah pada
pohon termasuk daun, ranting, cabang, batang, dan kulit yang dinyatakan dalam
berat kering oven ton per satuan luas areal (Brown 1997). Biomassa terbentuk
karena adanya proses fotosintesis pada tanaman yakni penyerapan CO2 dari udara
dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik, dimana karbon merupakan
komponen penting dalam penyusun biomassa tanaman. Pendugaan potensi
biomassa dilakukan untuk memperoleh informasi kandungan karbon yang
tersimpan pada suatu pohon ataupun tegakan. Hasil pendugaan potensi biomassa
pohon P. merkusii dan A. loranthifolia dengan menggunakan tiga metode disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4 Potensi biomassa pohon Pinus merkusii dan Agathis loranthifolia
Jenis
Pinus
Agathis
Statistik
̅
sd
̅
sd
Wa
21.77
17.75
7.70
5.09
Potensi Biomassa (kg)
Wu
Ws
36.09
30.80
27.95
24.63
7.60
7.40
4.70
4.36
̅ : rata-rata, sd: simpangan baku, Wa: nilai biomassa dari metode alometrik, Wu: nilai biomassa dari
metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum, dan Ws: nilai biomassa dari metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
Hasil perhitungan potensi biomassa pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
potensi biomassa yang tersimpan pada pohon P. merkusii lebih besar dibandingkan
dengan A. loranthifolia baik pada pendugaan biomassa metode alometrik maupun
metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum dan spesifik. Hal ini
terjadi karena sampel pohon P. merkusii memiliki rata-rata diameter yang lebih
besar dibandingkan dengan A. loranthifolia. Semakin besar diameter pohon maka
biomassanya pun semakin besar. Kusmana et al. (1992) dalam Hendra (2002)
menyatakan bahwa biomassa akan meningkat sampai umur tertentu (umur
dinyatakan oleh perwakilan kelas diameter) dan kemudian pertambahan biomassa
akan semakin menurun sampai akhirnya berhenti berproduksi (mati). Hubungan
8
biomassa dan diameter pada pohon P. merkusii dan A. loranthifolia dapat dilihat
pada Gambar 1 dan 2 berikut ini.
Biomassa (kg)
100
80
60
Wa (kg)
40
Wu (kg)
20
Ws (kg)
0
0
5
10
Diameter (cm)
15
20
Gambar 1 Kandungan biomassa pohon Pinus merkusii
Biomassa (kg)
25
20
15
Wa (kg)
10
Wu (kg)
5
Ws (kg)
0
0
2
4
6
8
Diameter (cm)
10
12
Gambar 2 Kandungan biomassa pohon Agathis loranthifolia
Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa hasil pendugaan biomassa P. merkusii
dan A. loranthifolia pada diameter 3−10 cm dengan metode alometrik, metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum maupun metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu spesifik tidak menunjukkan perbedaan
secara signifikan, sedangkan untuk kelas diameter lebih dari 10 cm pada P. merkusii
menunjukan perbedaan yang besar dimana hasil pendugaan biomassa dengan
metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum lebih besar
dibandingkan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
maupun alometrik. Berdasarkan Gambar 1 dan 2 diatas juga diketahui bahwa
semakin besar diameter maka bias pendugaan biomassa juga semakin besar. Hal ini
sesuai dengan pendapat Nelson et al. (1999) dalam Basuki et al. (2009) yang
menyatakan bahwa bias pendugaan biomassa sebesar 1060% dapat terjadi pada
pohon berdiameter kecil (5−25 cm) dan bias akan semakin bertambah jika diameter
pohon semakin besar.
Rata-rata bias (Tabel 5) menunjukkan bahwa pendugaan biomassa
menggunakan metode konversi volume dengan kerapatan kayu umum dan spesifik
cenderung lebih besar (overestimate) dibanding metode alometrik pada P. merkusii,
9
sedangkan pada A. loranthifolia cenderung lebih rendah (understimate) dibanding
metode alometrik. Overestimate yang sangat besar pada biomassa P. merkusii
terjadi karena model persamaan alometrik yang digunakan pada penelitian ini
disusun dari pohon-pohon contoh dengan diameter 0.110 cm. Oleh karena itu akan
terjadi overestimate ataupun underestimate yang sangat besar apabila diameter
pohon diatas 10 cm, sehingga pendugaan biomassa pada tingkat pohon dengan
menggunakan metode alometrik untuk P. merkusii dan A. loranthifolia akan lebih
teliti apabila diameter pohonnya berkisar antara 0.110 cm. Hal ini sejalan dengan
penelitian Basuki et al. (2009) yang menyatakan bahwa berbedanya hasil prediksi
biomassa persamaan Kettering et al. (2001) terjadi karena pohon-pohon yang
digunakan untuk membangun persamaan Kettering et al. (2001) tersebut jauh lebih
kecil dibandingkan dengan pohon-pohon pada penelitiannya.
Tabel 5 Uji-t, rata-rata bias, dan persen bias dalam pendugaan biomassa pohon
Uji-t
Wu-Wa
Ws-Wa
*
Pinus
5.248
4.356*
Agathis
-0.399
-0.842
Jenis
Rata-rata bias
Persen bias (%)
t tabel
(α = 5%) Wu-Wa Ws-Wa Wu-Wa
Ws-Wa
2.145
14.324
9.032
39.689
29.327
2.145
-0.102
-0.295
1.343
3.984
*Berbeda nyata pada taraf 5%, Wa: nilai biomassa dari metode alometrik, Wu: nilai biomassa dari
metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum, dan Ws: nilai biomassa dari metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
Hasil uji-t pada Tabel 5 menunjukan bahwa penggunaan metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu umum dan spesifik dalam pendugaan
biomassa pohon berbeda nyata terhadap metode alometrik untuk pohon P. merkusii,
sehingga penggunaan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
umum dan spesifik akan menghasilkan nilai dugaan biomassa yang berbeda
dibandingkan dengan metode alometrik. Pada pohon A. loranthifolia, nilai-nilai
dugaan biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
umum, metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik, dan metode
alometrik tidak menunjukan perbedaan secara signifikan, sehingga untuk menduga
biomassa pohon A. loranthifolia dapat menggunakan salah satu metode tersebut.
Tabel 5 menjelaskan bahwa penggunaan metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu spesifik pada P. merkusii akan menghasilkan
ketelitian lebih baik dibandingkan dengan motede konversi volume menggunakan
kerapatan kayu umum, sedangkan penggunaan metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu umum pada A. loranthifolia akan menghasilkan
ketelitian yang lebih baik dibandingkan penggunaan metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu spesifik. Hal ini dapat dilihat dari hasil persen bias
masing-masing metode, semakin kecil persen bias suatu metode maka semakin teliti
metode tersebut.
Pendugaan Biomassa Tingkat Stratum
Pendugaan potensi biomassa tingkat stratum merupakan lanjutan dari
pendugaan biomassa tingkat pohon. Sari (2015) menyebutkan bahwa potensi
biomassa merupakan informasi dasar untuk kegiatan pengelolaan hutan, khususnya
untuk penilaian manfaat hutan dalam penyerapan emisi karbondioksida. Informasi
potensi biomassa tegakan dapat berupa nilai rata-rata biomassa per hektar dan
simpangan baku biomassa per hektar. Hasil pendugaan potensi biomassa tingkat
10
stratum di areal rehabilitasi Conoco Phillips (COPI) HPGW disajikan pada Tabel
6.
Tabel 6 Potensi biomassa tingkat stratum
Wa
Stratum
COPI 2009
COPI 2010
COPI 2011
COPI 2013
̅
�̅
(ton/ha) (ton/ha)
1.538
0.283
1.396
0.281
0.535
0.085
0.028
0.003
Wu
̅
�̅
(ton/ha) (ton/ha)
2.138
0.417
2.215
0.510
0.696
0.110
0.022
0.002
Ws
̅
(ton/ha)
1.868
1.822
0.574
0.018
�̅
(ton/ha)
0.353
0.419
0.091
0.002
̅: pendugaan rata-rata; �̅ : pendugaan simpangan baku, COPI: Conoco Phillips, Wa: nilai biomassa
dari metode alometrik, Wu: nilai biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan
kayu umum, dan Ws: nilai biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
spesifik
Tabel 6 menjelaskan bahwa pendugaan potensi biomassa pada tingkat
stratum dengan metode alometrik, metode konversi volume menggunakan
kerapatan kayu umum, dan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
spesifik menghasilkan rata-rata potensi biomassa yang berbeda-beda. Pendugaan
potensi biomassa dengan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
umum menghasilkan rata-rata potensi biomassa yang lebih besar dibandingkan
dengan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik dan metode
alometrik, kecuali pada COPI 2013 dimana ketiga metode tersebut memberikan
hasil pendugaan rata-rata potensi biomassa yang tidak berbeda jauh. Hal ini diduga
karena umur pohon di COPI 2013 masih tergolong muda dengan diameter relatif
kecil dan pertumbuhannya masih relative homogen. Sedangkan COPI 20092011
memiliki pohon berdiameter rata-rata lebih besar dan pertumbuhannya cenderung
beragam sehingga menyebabkan perbedaan potensi biomassa pada masing-masing
metode. Hasil perhitungan simpangan baku pada masing-masing stratum
menunjukan bahwa tingkat keragaman tertinggi berada pada COPI 2010 dan
terendah pada COPI 2013. Semakin besar nilai simpangan baku suatu data maka
semakin bervariasi atau heterogen data tersebut. Hal ini membuktikan bahwa COPI
2010 memiliki tegakan yang lebih beragam/heterogen dibandingkan dengan COPI
lainnya.
Pengujian lebih lanjut (Tabel 7) menunjukkan bahwa penggunaan metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum maupun metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu spesifik dalam pendugaan potensi biomassa
tingkat stratum berbeda nyata terhadap metode alometrik. Hal ini dikarenakan
model alometrik yang digunakan sebagai pembanding dibuat dari pohon contoh
dengan kisaran diameter 0.110 cm, sehingga pohon yang berdiameter lebih dari
10 cm akan memiliki hasil yang berbeda dalam pendugaan potensi biomassa. Selain
itu, tingkat variasi pertumbuhan tegakan (berdasarkan data hasil penelitian Sari
2015) cukup tinggi karena faktor gagal tanam mengakibatkan banyaknya
penyulaman sehingga sebaran diameter pohon pada setiap stratum tidak merata.
Sebaran diameter pohon yang tidak merata dapat mengakibatkan ragam data
biomassa pohon menjadi tinggi. Menurut Sari (2015) keragaman biomassa pohon
juga terjadi karena perbedaan pertumbuhan jenis pohon P. merkusii dan A.
11
loranthifolia dilapangan, jenis pohon A. loranthifolia merupakan jenis pohon yang
memiliki pertumbuhan yang lambat dibandingkan dengan P. merkusii walaupun
umur tanamnya sama.
Tabel 7 Uji-t, rata-rata bias, dan persen bias pada pendugaan potensi biomassa
tingkat stratum
Stratum
COPI 2009
COPI 2010
COPI 2011
COPI 2013
Uji-t
Rata-rata bias
Persen bias (%)
t tabel
Wu-Wa Ws-Wa (α = 5%) Wu-Wa Ws-Wa Wu-Wa Ws-Wa
3.239*
3.087*
2.045 12.002
6.616
28.073 17.706
*
*
3.668
3.329
2.228 18.385 10.517
41.497 28.864
*
*
5.117
2.553
2.086
3.232
0.786
23.207
6.847
-9.409* -8.962*
2.201
-0.119
-0.196 -27.584 -55.135
*Berbeda nyata pada taraf 5%, COPI: Conoco Phillips, Wa: nilai biomassa dari metode alometrik,
Wu: nilai biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum, dan Ws:
nilai biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
Tabel 7 menjelaskan bahwa penggunaan metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu spesifik dalam pendugaan potensi biomassa tingkat
stratum memiliki ketelitian lebih baik dibandingkan dengan metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu umum. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan
uji bias dan persen bias menggunakan metode konversi volume menggunakan
kerapatan kayu spesifik pada COPI 2009, 2010, dan 2011 selalu lebih kecil
dibandingkan dengan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
umum. Semakin kecil rata-rata bias dan persen bias suatu metode maka semakin
teliti metode tersebut.
Pendugaan Biomassa Tingkat Populasi
Biomassa tingkat populasi adalah lanjutan dari pendugaan potensi biomassa
tingkat stratum. Hasil pendugaan potensi biomassa tingkat populasi dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil pendugaan potensi biomassa tingkat populasi
Unit
Contoh
Wa
Wu
Ws
Rata-rata biomassa
̅ (ton/ha)
�̅ (ton/ha)
1.106
0.146
1.604
0.222
1.372
0.187
Total biomassa
sŶ (ton)
�̂ (ton)
12.240
1.618
17.753
2.457
15.183
2.069
SE (%)
26.36
27.61
27.18
̅: pendugaan rata-rata; �̂: pendugaan total, �̅ : pendugaan simpangan baku rata-rata; sŶ: pendugaan
simpangan baku total; SE: sampling error, Wa: nilai biomassa dari metode alometrik, Wu: nilai
biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum, dan Ws: nilai
biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
Hasil pendugaan potensi biomassa tingkat populasi pada Tabel 8
menunjukkan bahwa penggunaan metode konversi volume menggunakan
kerapatan kayu umum dalam pendugaan potensi biomassa menghasilkan nilai
dugaan lebih besar dibandingkan dengan metode konversi volume menggunakan
kerapatan kayu spesifik, sedangkan nilai dugaan terkecil dihasilkan oleh metode
alometrik. Hal ini dikarenakan tingkat variasi biomassa pohon dengan metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum cenderung lebih besar
12
(overestimate) dibandingkan dengan metode konversi volume menggunakan
kerapatan kayu spesifik dan alometrik. Berdasarkan nilai kesalahan penarikan
contoh (sampling eror) dapat diketahui bahwa model pendugaan potensi biomassa
terbaik dalam penelitian ini yaitu metode alometrik karena memiliki nilai kesalahan
penarikaan contoh terkecil yaitu 26.36%. Selain itu, model alometrik yang
digunakan merupakan model persamaan lokal yang disusun berdasarkan data dari
areal rehabilitasi HPGW. Hal ini sejalan dengan Sutaryo (2009) yang menyatakan
bahwa persamaan lokal memiliki tingkat presisi yang lebih tinggi serta pernyataan
Basuki et al. (2009) bahwa untuk menduga biomassa yang akurat perlu
mempertimbangkan penggunaan persamaan lokal yang spesifik.
Tingkat ketelitian metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
umum dan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik yang
digunakan dalam menduga potensi biomassa tingkat populasi dapat dilihat dari
hasil uji-t, rata-rata bias, dan persen bias dimana metode alometrik sebagai faktor
pembanding. Hasil uji-t, rata-rata bias ,dan persen bias pada pendugaan potensi
biomassa tingkat populasi disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Uji-t, rata-rata bias, dan persen bias pada pendugaan potensi biomassa
tingkat populasi
Unit
Contoh
Wu-Wa
Ws-Wa
Uji-t
t hit
2.24*
1.42
t tabel
(α = 5%)
1.99
1.99
Rata-rata bias
1.378
0.736
Persen bias (%)
31.053
19.383
*Berbeda nyata pada taraf 5%, Wa: nilai biomassa dari metode alometrik, Wu: nilai biomassa dari
metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum, dan Ws: nilai biomassa dari metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
Tabel 9 menjelaskan bahwa penggunaan metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu umum memberikan hasil yang berbeda nyata,
sedangkan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
memberikan hasil relatif sama atau tidak berbeda nyata terhadap metode alometrik
(thit < ttable). Hal ini berarti bahwa metode konversi volume menggunakan kerapatan
kayu spesifik dan metode alometrik dapat digunakan, sedangkan metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu umum tidak dapat digunakan dalam
pendugaan potensi biomasssa pada tingkat populasi di areal rehabilitasi HPGW.
Rata-rata bias dan persen bias menunjukkan bahwa metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu spesifik lebih baik dibandingkan dengan metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum, dimana tingkat ketelitian
metode tersebut hampir mendekati metode alometrik. Hal ini terjadi karena
kerapatan kayu spesifik merupakan kerapatan kayu yang dihasilkan dari pohon
contoh pada lokasi penelitian, sehingga pendugaan biomassa menggunakan metode
konversi volume spesifik dapat mewakili kondisi populasinya.
13
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.
2.
3.
4.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
Pertambahan diameter pohon tidak menyebabkan perubahan kerapatan kayu
secara signifikan. Rata-rata kerapatan kayu P. merkusii sebesar 452.33 kg m-3
dan A. loranthifolia sebesar 478.66 kg m-3.
Pendugaan potensi biomassa tingkat pohon pada A. loranthifolia dengan
metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum dan metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik memberikan nilai
dugaan rata-rata biomassa yang relatif sama dengan metode persamaan
alometrik, sedangkan pada P. merkusii memberikan nilai dugaan rata-rata
biomassa yang berbeda.
Pendugaan potensi biomassa pada tingkat stratum dengan metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu spesifik memberikan ketelitian yang
lebih baik dibandingkan dengan metode konversi volume menggunakan
kerapatan kayu umum.
Pendugaan potensi biomassa pada tingkat populasi dengan metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu spesifik memberikan hasil yang relatif
sama dengan metode alometrik, sehingga merupakan metode konversi volume
yang paling teliti digunakan.
Saran
Perlu dilakukannya penelitian pendugaan biomassa pada jenis pohon
berdiameter kecil lainnya di HPGW menggunakan metode konversi volume dan
BEF. Selain itu, penelitan ini juga perlu dikembangkan di lokasi berbeda sehingga
dapat dijadikan sebagai metode alternatif dalam pendugaan biomassa.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki TM, Van Laake PE, Skidmore AK, and Hussin YA. 2009. Allometric
equation for estimating the above-ground biomass in tropical lowland
Dipterocarp forest. Forest Ecology and Management 257: 16841694.
Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A
Primer. FAO, USA. FAO Forestry Paper NO 134.
Handayani M. 2013. Model Alometrik Biomassa Pinus (Pinus merkusii Jungh et
De Vriese) Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat,
Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hendra S. 2002. Model Pendugaan Biomassa Pinus (Pinus merkusii Jungh et de
Vriese) di Kesatuan Pemangku Hutan Cianjur PT Perhutani Unit III Jawa
Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2003. Good Practice
Guidance for Land Use, Land-Use Change and Forestry. Penman J,
Gytarsky M, Hiraishi T, Krug T, Kruger D, Pipatti R, Buenda L, Miwa K,
14
Ngara T, Tanabe K, Wagner F, editor. Hayama (JP): The Institute for Global
Environmental Strategies (IGES).
Janiatri T. 2012. Pendugaan Kandungan Biomassa diatas Permukaaan pada
Tegakan Jati Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Resolusi 10 Meter
(Kasus KPH Kebonharjo, Perum Perhutani Unit1 JawaTengah) [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kementerian Kehutanan. 2014. Statistik Kawasan Hutan 2013. Jakarta (ID):
Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan.
Ketterings QM, Coe R, Van Noordjwik M, Ambagau Y, Palm CA. 2001 Reducing
Uncertainty in the Use of Allometric Biomass Equation for Predicting
Above Ground Tree Biomass in Mixed Secondary Forests. Forest Ecology
and Management 120: 199-209.
Krisnawati H, Adinugroho WC, dan Imanuddin R. 2012. Model-Model Alometrik
untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di
Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Litbang
Kehutanan.
Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang Y. I. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II.
Bogor (ID): Balai Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Mustofa. 2013. Model Pendugaan Biomassa Pohon Agathis (Agathis loranthifolia)
Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa
Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saputra RE. 2014. Model Alometrik Biomassa Puspa (Schima wallichii Korth.)
Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Sari IH. 2015. Pendugaan Potensi Biomassa Tegakan di Areal Rehabilitasi Hutan
Pendidikan Gunung Walat Menggunakan Metode Tree Sampling [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sutaryo D. 2009. Perhitungan Biomassa. Bogor (ID): Wetlands International
Indonesia Programme.
Tiryana T, Tatsuhara S, Shiraishi N. 2011. Empirical Models for Estimating the
Stand Biomass of Teak Plantations in Java, Indonesia. J. For. Plann. 16:
177-188.
Tiryana T, Muhdin. 2012. Teknik Pendugaan Potensi Serapan Karbon Dioksida
(CO2) pada Areal Revegetasi. Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Walpole RE. 1982. Pengantar Statistika. Edisi III. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Wibowo A, Ginoga K, Nurfatriani F, Dwiprabowo H, Ekawati S, Krisnawati H,
Siregar CA. 2010. REDD+ dan Forest Governance. Masripatin N,
Wulandari C, editor. Bogor (ID): Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Kehutanan.
15
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 April 1993 di Kototinggi, Kabupaten 50
Kota, Sumatera Barat. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Irvan
dan Ibu Irdanovia. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 04
Kototinggi pada tahun 2005, pendidikan menengah pertama di MTsN DangungDangung dan lulus pada tahun 2008, serta pendidikan menengah atas di SMA
Negeri 1 Payakumbuh dan lulus pada tahun 2011. Kemudian penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 di Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan melalui jalur SNMPTN Undangan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten praktikum mata
kuliah Ekologi Hutan pada tahun 2014, Inventarisasi Hutan pada tahun 2014, dan
Ilmu Ukur Tanah dan Wilayah pada tahun 2014. Penulis juga aktif di Himpunan
Profesi FMSC (Forest Management Students Club) sebagai anggota divisi
Keprofesian tahun 20132014 dan sebagai anggota divisi PSDM tahun 20142015.
Selain itu penulis juga aktif di BEM E IPB periode 2013-2014 sebagai staf Sosial
Lingkungan.
Penulis melakukan kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Cilacap dan Baturaden, Jawa Tengah pada tahun 2013, Praktik Pengelolaan Hutan
(PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, KPH Cianjur Jawa
Barat, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan Perusahaan Pabrik
Gondorukem dan Terpentin Bandung Jawa Barat pada tahun 2014, dan Praktek
Kerja Lapang di PT. Inhutani II Unit Manajemen Hutan Alam Malinau pada tahun
2015.
BIOMASSA PINUS DAN AGATHIS DI AREAL
REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
DINDA WAHYUNI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Ketelitian
Metode Pendugaan Biomassa Pinus dan Agathis di Areal Rehabilitasi Hutan
Pendidikan Gunung Walat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Dinda Wahyuni
NIM E14110019
ABSTRAK
DINDA WAHYUNI. Perbandingan Ketelitian Metode Pendugaan Biomassa Pinus
dan Agathis di Areal Rehabilitasi Hutan Pendidikan Gunung Walat. Dibimbing oleh
TATANG TIRYANA.
Metode alternatif dalam pendugaan biomassa adalah metode konversi volume
pohon menjadi biomassa diatas permukaan tanah dengan menggunakan kerapatan
kayu dan faktor perluasan biomassa (Biomass Expansion Factor, BEF). Metode
tersebut umum digunakan dalam pendugaan biomassa pohon terutama jika belum
ada model-model alometrik yang sesuai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis tingkat ketelitian metode pendugaan biomassa melalui konversi
volume pohon dalam menduga potensi biomassa pohon dan tegakan di areal
rehabilitasi Hutan Pendididkan Gunung Walat (HPGW). Biomassa pohon dihitung
menggunakan tiga metode yang terdiri dari metode alometrik, metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu umum, dan metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu spesifik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
umum metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
menghasilkan nilai-nilai dugaan biomassa yang relatif sama dengan metode
alometrik. Dengan demikian, metode konversi volume menggunakan kerapatan
kayu spesifik dapat dijadikan sebagai metode alternatif dalam pendugaan potensi
biomassa, khususnya di areal rehabilitasi HPGW.
Kata kunci: pinus, agathis, biomassa, konversi volume, tingkat ketelitian
ABSTRACT
DINDA WAHYUNI. Comparasion of Precision on Biomass Estimation of Pinus
merkusii and Agathis loranthifolia in the Rehabilitation Area of Gunung Walat
University Forest. Supervised by TATANG TIRYANA.
An alternative method for estimating biomass is converting tree volume into
aboveground tree biomass by using wood density and biomass expansion factor
(BEF). This method is commonly used in estimating a tree biomass, especially
when allometric biomass models are not available. The objective of this study was
to analyze the precision of biomass estimation using the conversion of tree volume
for estimating tree-level and stand-level biomass in the rehabilitation area of
Gunung Walat University Forest (HPGW). Tree biomass was calculated using three
methods, i.e. allometric models, tree volume conversion using a general wood
density, and tree volume conversion using a specific wood density. The results
showed that generally the volume conversion method using a spescific wood
density produced relatively similar biomass estimates to the allometric method.
Thus, the volume conversion method using a specific wood density can be used as
an alternative method for estimating stand biomass, especially in the rehabilitation
area of HPGW.
Keywords: pine, agathis, biomass, volume conversion, precision
PERBANDINGAN KETELITIAN METODE PENDUGAAN
BIOMASSA PINUS DAN AGATHIS DI AREAL
REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
DINDA WAHYUNI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Perbandingan Ketelitian Metode Pendugaan Biomassa Pinus dan Agathis di Areal
Rehabilitasi Hutan Pendidikan Gunung Walat. Terima kasih yang sebesar-besarnya
penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, M.Sc selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis.
Bapak Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS yang telah membantu dan mengarahkan
penulis. Kedua orang tua, Ayahanda Irvan dan Ibunda Irdanovia beserta keluarga
atas doa dan motivasinya.
Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada keluarga besar Tim
Pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat yang telah membantu selama
pengumpulan data. Febryandi Randana, S.Hut dan teman-teman seperjuangan
Lingga Buana, Andrian Hermawan, Elsa Puji Haryati, Robby Dwi Nugraha
Febriana, Sisah Man, Siska Erma Lia, Iva Ayu Farihatun Nisa’, Nafisa Qurrotu
Aini, Fadilla Ristia Aminda, Deni Rahmawati, Kartika Wulandari beserta temanteman Manajemen Hutan Angkatan 48 atas segala bantuan, dukungan, doa, dan
motivasinya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Dinda Wahyuni
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan
2
Pengumpulan Data
2
Pengukuran di Lapangan
2
Pengujian Kerapatan Kayu di Laboratorium
3
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kerapatan Kayu Pinus merkusii dan Agathis loranthifolia
6
Pendugaan Biomassa Tingkat Pohon
7
Pendugaan Biomassa Tingkat Stratum
9
Pendugaan Biomassa Tingkat Populasi
11
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
RIWAYAT HIDUP
15
DAFTAR TABEL
1 Jumlah pohon contoh Pinus merkusii pada setiap kelas diameter
3
2 Jumlah pohon contoh Agathis loranthifolia pada setiap kelas diameter
3
3 Statistik kerapatan kayu Pinus merkusii dan Agathis loranthifolia pada
kelas diameter 315 cm
6
4 Potensi biomassa pohon Pinus merkusii dan Agathis loranthifolia
7
5 Uji-t, rata-rata bias, dan persen bias dalam pendugaan biomassa pohon
9
6 Potensi biomassa tingkat stratum
10
7 Uji-t, rata-rata bias, dan persen bias pada pendugaan potensi biomassa
tingkat stratum
11
8 Hasil pendugaan potensi biomassa tingkat populasi
11
9 Uji-t, rata-rata bias, dan persen bias pada pendugaan potensi biomassa
tingkat populasi
12
DAFTAR GAMBAR
1 Kandungan biomassa pohon Pinus merkusii
8
2 Kandungan biomassa pohon Agathis loranthifolia
8
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan
terluas di dunia dan telah banyak memberi kontribusi terhadap peningkatan
pendapatan negara. Beberapa tahun terakhir ini, kawasan hutan di Indonesia mulai
terdegradasi akibat penebangan liar, kebakaran hutan, konversi lahan hutan,
perluasan lahan pertanian yang tak terencana, dan kesenjangan sosial. Pada tahun
20112012 angka deforestasi di dalam dan di luar kawasan hutan diperkirakan telah
mencapai 613.480 ha/tahun, yang mencakup kawasan hutan produksi, hutan
lindung dan hutan konservasi serta lahan di luar kawasan hutan (Kementerian
Kehutanan 2014). Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi pada
kawasan hutan yang terdegradasi.
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), yang terletak di Kabupaten
Sukabumi, merupakan kawasan hutan hasil rehabilitasi yang dikelola oleh Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Rehabilitasi hutan memberikan manfaat
berupa jasa lingkungan khususnya penyerapan karbon dioksida di atmosfer. Karbon
dioksida (CO2) dari atmosfer diserap oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis dan
salah satu hasilnya disimpan dalam bentuk biomassa di jaringan tumbuhan (Sutaryo
2009).
Salah satu kegiatan yang penting dilakukan dalam evaluasi keberhasilan
rehabilitasi hutan adalah pendugaan biomassa dan cadangan karbon (Janiatri 2012).
Menurut Raison et al. (2009) dalam Wibowo et al. (2010) ada dua metode yang
dapat digunakan dalam menduga biomassa hutan yakni metode pemanenan dan
metode pendugaan dengan menggunakan model alometrik biomassa. Penyusunan
model alometrik biomassa di HPGW, khususnya untuk pohon-pohon berdiameter
kecil (diameter 10 cm), telah dilakukan oleh Handayani (2013) untuk menduga
biomassa pohon Pinus merkusii, Mustofa (2013) untuk menduga biomassa pohon
Agathis loranthifolia, dan Saputra (2014) untuk menduga biomassa pohon Schima
wallichii. Metode pendugaan biomassa lainnya adalah konversi volume pohon
menjadi biomassa pohon diatas permukaan tanah dengan menggunakan kerapatan
kayu dan faktor perluasan biomassa (Biomass Expansion Factor, BEF). Metode
tersebut umum digunakan dalam pendugaan biomassa pohon terutama jika belum
ada model-model alometrik yang sesuai. Namun pendugaan melalui konversi
volume pohon tersebut perlu diteliti lebih lanjut karena ketelitiannya sangat
tergantung pada nilai kerapatan kayu dan BEF. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian untuk menentukan tingkat ketelitian metode pendugaan biomassa,
khususnya untuk pendugaan biomassa di areal rehabilitasi HPGW.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat ketelitian metode
pendugaan biomassa melalui konversi volume pohon dalam menduga potensi
biomassa pohon dan tegakan di areal rehabilitasi HPGW.
2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa informasi mengenai
metode yang dapat digunakan untuk pendugaan biomassa di suatu lokasi apabila
model alometrik tidak tersedia. Rekomendasi metode pendugaan biomassa pohon
juga bermanfaat bagi pihak HPGW dalam mengevaluasi keberhasilan program
rehabilitasi hutan.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di areal rehabilitasi Hutan Pendidikan Gunung
Walat (HPGW), Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari
2015.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah pita ukur, pita
keliling, alat ukur tinggi pohon (haga hypsometer dan galah), golok, bor riap,
dempul kayu, timbangan digital, gelas ukur, cutter, jarum, aluminium foil, plastik
kedap, koran, oven, alat tulis, kalkulator, kamera, dan tally sheet. Bahan yang
digunakan adalah pohon P. merkusii dan A. loranthifolia, masing-masing 15 pohon
contoh. Pengolahan data menggunakan Microsoft Office.
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data hasil pengukuran pohon-pohon contoh di
lapangan, yaitu diameter, tinggi, dan sampel kayu yang akan diuji kerapatan
kayunya di laboratorium. Data sekunder adalah data yang berasal dari hasil
penelitian sebelumnya, yaitu data hasil inventarisasi tegakan di areal rehabilitasi
HPGW yang diukur oleh Sari (2015), model-model alometrik biomassa pohon yang
disusun oleh Handayani (2013) dan Mustofa (2013), serta nilai BEF dan kerapatan
kayu dari beberapa sumber pustaka.
Pengukuran di Lapangan
Pemilihan pohon contoh di lapangan dilakukan berdasarkan metode
purpossive sampling, yaitu memilih pohon-pohon contoh (15 P. merkusii dan 15 A.
loranthifolia) dengan memperhatikan keterwakilan diameter dari tegakan
rehabilitasi HPGW. Adapun banyaknya pohon contoh pada setiap kelas diameter
dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
3
Tabel 1 Jumlah pohon contoh Pinus merkusii pada setiap kelas diameter
Kelas diameter (cm)
3.05.0
5.17.0
7.19.0
9.111.0
11.113.0
13.115.0
Jumlah pohon contoh
3
3
2
2
3
2
Tabel 2 Jumlah pohon contoh Agathis loranthifolia pada setiap kelas
diameter
Kelas diameter (cm)
3.04.0
4.15.0
5.16.0
6.17.0
> 7.0
Jumlah pohon contoh
3
3
4
4
1
Pohon-pohon contoh tersebut dipilih dari tegakan rehabilitasi dengan ciriciri tumbuh sehat atau bebas dari cacat dan memiliki diameter ≥ 3 cm. Hal ini
dilakukan untuk meminimalkan kerusakan pada pohon yang berdiameter sangat
kecil. Pada setiap pohon contoh dilakukan pengukuran diameter dan tinggi pohon
serta pengambilan sampel kayu untuk uji kerapatan. Tahapan pengukuran diameter
diawali dengan mengukur diameter pangkal (Dp) yaitu dengan mengukur diameter
pangkal pohon diatas permukaan tanah serta pengukuran DBH (Diameter at Breast
Height) dilakukan pada ketinggian 1.30 m. Diameter juga diukur pada ketinggian
tertentu yaitu 20 cm diatas permukaan tanah untuk pohon yang tinggimya < 1.50 m
(Tiryana dan Muhdin 2012).
Pengambilan sampel kayu dilakukan dengan menggunakan bor riap pada
masing-masing batang pohon contoh pada ketinggian 1.30 m dari atas permukaan
tanah. Sampel kayu yang diambil berjumlah 2 buah untuk masing-masing pohon
contoh. Setelah dibor, sampel kayu dibungkus aluminium foil kemudian
dimasukkan kedalam plastik kedap udara agar kondisi sampel tidak berubah dari
yang seharusnya. Lubang yang terbentuk pada pohon akibat bor kemudian
didempul menggunakan dempul kayu untuk menghindari atau mengurangi
kerusakan pohon tersebut.
Pengujian Kerapatan Kayu di Laboratorium
Penentuan kerapatan kayu dilakukan melalui uji laboratorium terhadap
sampel kayu pinus dan agathis. Sampel uji ditimbang berat basah (Ba) dan diukur
volumenya (Va), kemudian dibungkus koran dan dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu (103±2)°C hingga beratnya konstan untuk memperoleh data berat dan
volume kering tanurnya (BKT dan VKT). Pengukuran berat sampel kayu dilakukan
menggunakan timbangan digital dan pengukuran volumenya menggunakan prinsip
Archimedes. Kerapatan kayu ditentukan berdasarkan data berat sampel kayu dan
volumenya pada kondisi kering tanur dengan rumus sebagai berikut:
4
Wd = BKT/VKT ............................................................................................(1)
Wd= wood density (kerapatan kayu) (kg m-3), BKT= berat sample kayu kering tanur
(kg), dan VKT= volume sample kayu kering tanur (m3)
Analisis Data
1.
Perhitungan Biomassa Tingkat Pohon
Biomassa yang diduga dalam penelitian ini yaitu biomassa diatas
permukaan tanah (above ground biomass). Biomassa pohon dihitung menggunakan
dua metode, yaitu model alometrik dan konversi volume sebagai berikut:
a.
Metode Alometrik
Biomassa pohon (W, kg) dihitung berdasarkan data diameter pangkal (Dp,
cm) dengan menggunakan model-model alometrik sebagai berikut:
Pinus merkusii (Handayani 2013) : W = 0.0431 Dp2.5119 ...........................(2)
Agathis loranthifolia (Mustofa 2013) : W = 0.0276 Dp2.945........................(3)
b. Metode Konversi Volume dan BEF
Biomassa dihitung berdasarkan data volume pohon, kerapatan kayu dan
faktor perluasan biomassa dengan rumus sebagai berikut (Ketterings et al. 2001):
W = Vt . Wd. BEF ....................................................................................(4)
W= biomassa (kg), Vt = volume batang (m3), Wd = wood density (kerapatan kayu)
(kg m-3), dan BEF = biomass Expansion Factor = 1.3 (IPCC 2003).
dimana volume ditentukan berdasarkan data diameter dan tinggi total dengan
menggunakan rumus silindir terkoreksi:
Vt = ¼ . 3,14. d2 . t. f ...............................................................................(5)
Vt= volume silinder terkoreksi (m3), d= diameter (cm), t= tinggi total (m), dan f=
faktor/angka bentuk pohon = 0.6 (Krisnawati et al. 2012).
Dalam penelitian ini, biomassa pohon (W) dihitung dengan menggunakan
nilai kerapatan kayu umum (selanjutnya disebut Wu) dan kerapatan kayu spesifik
(selanjutnya disebut Ws). Nilai kerapatan kayu umum diperoleh dari sumber
pustaka (Martawijaya et al. 1989), yaitu P. merkusii sebesar 550 kg m-3 dan A.
loranthifolia sebesar 480 kg m-3. Adapun nilai kerapatan kayu spesifik diperoleh
dari pengambilan dan pengujian sampel kayu dari lokasi penelitian.
2.
Pendugaan Potensi Biomassa Tingkat Stratum dan Populasi
Pendugaan potensi tegakan pada tingkat stratum dan populasi dilakukan
dengan menggunakan data hasil pengukuran yang dilakukan oleh Sari (2015) di
areal rehabilitasi HPGW. Pengolahan data mencakup rekapitulasi data biomassa
pada setiap plot contoh disetiap stratum dan perhitungan potensi biomassa per umur
tegakan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Rata-rata potensi biomassa untuk stratum ke-h
n
y̅ h =
h y
∑i=1
h,i
nh
…................................................................................................(6)
b. Ragam rata-rata potensi biomassa untuk stratum ke-h
��2̅ℎ =
��2ℎ
�ℎ
1−
�ℎ
�ℎ
.......................................................................................(7)
5
Dimana: S2yh =
n
n
2
h y2 -( ∑ h y
∑i=1
h,i
i=1 h,i /nh )
nh -1
.................................................................(8)
c.
Total dugaan potensi biomassa untuk stratum ke-h
�̂ = �ℎ . ̅ℎ .....................................................................................................(9)
d. Ragam total dugaan potensi biomassa untuk stratum ke-h
SY2̂ h = Nh 2 .Sy2̂h .............................................................................................(10)
Kemudian dilanjutkan dengan menghitung potensi biomassa total pada
seluruh areal yang dilakukan dengan rumus-rumus sebagai berikut:
e. Rata-rata potensi biomassa
N
y̅st = ∑Lh=1 h y̅h .............................................................................................(11)
N
f. Ragam rata-rata total potensi biomassa
N
g.
h.
i.
2
Sy2̅st = ∑Lh=1 h Sy2̅h .....................................................................................(12)
N
Total dugaan potensi biomassa
Ŷ st =N.y̅st .......................................................................................................(13)
Ragam total potensi biomassa
SY2̂ st =N2 .Sy2̂st ...................................................................................................(14)
Selang kepercayaan (1-α).100% bagi rata-rata total potensi biomassa
y̅st ± (t
α
,n-L
2
.√Sy2̅st ) ......................................................................................(15)
j.
Selang kepercayaan (1-α).100% bagi total potensi biomassa
k.
�̅ ± (
�
,�−�
2
. √��2̅ ) ................................................................................(16)
Kesalahan penarikan contoh (sampling error)
SE=
tα
.√S2y̅st
,n-L
2
L
Nh
N
nh
n
ta/2(n-1)
y̅st
.100% ...................................................................................(17)
= jumlah stratum dalam populasi
= ukuran stratum ke-h (total unit contoh pada stratum ke h)
= ukuran populasi (total unit contoh dalam populasi); N= ∑Lh=1 Nh
= ukuran contoh pada stratum ke-h
= ukuran contoh pada populasi (total unit contoh seluruh strata);
n= ∑Lh=1 nh
= nilai table t-student, untuk kepraktisan biasanya digunakan nilai
ta/2(n-1) = 2
3.
Pembandingan Metode Pendugaan Biomassa
Untuk membandingkan ketelitian pendugaan biomassa dari metode
konversi volume dan metode alometrik dilakukan uji-t berpasangan dan
perhitungan rata-rata dan persen bias sebagai berikut:
a. Uji-t Berpasangan
Data hasil penelitian diuji menggunakan uji-t berpasangan untuk
menentukan apakah terdapat perbedaan yang nyata antara nilai dugaan biomassa
yang dihitung menggunakan persamaan alometrik (Wa), metode konversi volume
umum (Wu), dan metode konversi volume spesifik (Ws). Uji-t berpasangan
6
dilakukan menggunakan Microsoft Excel berdasarkan persamaan (Walpole 1982)
sebagai berikut:
d̅ -do
thit = s
d /√n
...............................................................................................(18)
�̅ = rata-rata pengamatan, n = jumlah pengamatan, dan � = simpangan baku
Hipotesis yang diuji:
H0: rata-rata biomassa dari metode konversi volume sama dengan rata-rata
biomassa dari metode alometrik
H1: rata-rata biomassa dari metode konversi volume tidak sama dengan rata-rata
biomassa dari metode alometrik
Kaidah keputusan: tolak Ho jika thit < - ta/2(n-1) atau thit > ta/2(n-1)
b. Rata-rata Bias
Untuk melihat bias dari masing-masing rumus digunakan statistik rata-rata
bias sebagai berikut (Huang et al. 2003 dalam Tiryana 2011):
∑n eij
ME= i=0n ...................................................................................................(19)
dimana eij= Wi – W’i. Dengan demikian bias dapat mengukur kecenderungan
overestimate atau underestimete dari pengukuran masing-masing rumus.
c. Persen Bias
Persen bias masing-masing rumus dapat diketahui menggunakan persamaan
sebagai berikut (Huang et al. 2003 dalam Tiryana 2011):
100 . ME
PE%= ∑n
i=1 Wi/n
.............................................................................................(20)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan Kayu Pinus merkusii dan Agathis loranthifolia
Kerapatan kayu yang diukur pada penelitian ini adalah kerapatan pada
kondisi kering tanur, yang merupakan hasil perbandingan antara berat kering tanur
dengan volume kering tanur. Hasil perhitungan kerapatan kayu P. merkusii dan A.
loranthifolia dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Statistik kerapatan kayu Pinus merkusii dan Agathis loranthifolia pada
kelas diameter 315 cm
Statistik
̅ (kg m-3)
sd (kg m-3)
Max (kg m-3)
Min (kg m-3)
CV (%)
r
Pinus
452.33
54.29
540.32
368.42
12.00
0.48
Agathis
478.66
51.68
582.19
408.66
10.79
-0.28
̅ : rata-rata; sd: simpangan baku, Max: nilai maksimum, Min: nilai minimum, CV: coefficient of
variation, r: koefision korelasi antara kerapatan kayu dengan diameter
7
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pertambahan diameter pohon tidak
menyebabkan perubahan kerapatan kayu secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari
kecilnya nilai koefision korelasi antara kerapatan kayu dengan diameter, yaitu 0.48
untuk P. merkusii dan -0.28 untuk A. loranthifolia, yang menunjukkan bahwa
hubungan antara diameter pohon P. merkusii atau A. loranthifolia dengan kerapatan
kayu tidak erat. Rata-rata kerapatan kayu pada P. merkusii adalah 452.33 kg m-3
(berat jenis 0.452) dan 478.66 kg m-3 (berat jenis 0.479) untuk A. loranthifolia pada
kisaran diameter 315 cm. Hasil ini sesuai dengan Martawijaya et al. (1989) yang
menyatakan bahwa berat jenis untuk P. merkusii berkisar antara 0.400.75 dan A.
loranthifolia berkisar antara 0.360.64.
Berdasarkan nilai simpangan baku dan koefisien variasi dapat diketahui
bahwa secara umum kerapatan kayu P. merkusii dan A. loranthifolia cenderung
relatif homogen. Namun demikian, kerapatan kayu P. merkusii sedikit lebih
beragam dibanding kerapatan kayu A. loranthifolia.
Pendugaan Biomassa Tingkat Pohon
Biomassa merupakan total bahan organik yang hidup diatas tanah pada
pohon termasuk daun, ranting, cabang, batang, dan kulit yang dinyatakan dalam
berat kering oven ton per satuan luas areal (Brown 1997). Biomassa terbentuk
karena adanya proses fotosintesis pada tanaman yakni penyerapan CO2 dari udara
dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik, dimana karbon merupakan
komponen penting dalam penyusun biomassa tanaman. Pendugaan potensi
biomassa dilakukan untuk memperoleh informasi kandungan karbon yang
tersimpan pada suatu pohon ataupun tegakan. Hasil pendugaan potensi biomassa
pohon P. merkusii dan A. loranthifolia dengan menggunakan tiga metode disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4 Potensi biomassa pohon Pinus merkusii dan Agathis loranthifolia
Jenis
Pinus
Agathis
Statistik
̅
sd
̅
sd
Wa
21.77
17.75
7.70
5.09
Potensi Biomassa (kg)
Wu
Ws
36.09
30.80
27.95
24.63
7.60
7.40
4.70
4.36
̅ : rata-rata, sd: simpangan baku, Wa: nilai biomassa dari metode alometrik, Wu: nilai biomassa dari
metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum, dan Ws: nilai biomassa dari metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
Hasil perhitungan potensi biomassa pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
potensi biomassa yang tersimpan pada pohon P. merkusii lebih besar dibandingkan
dengan A. loranthifolia baik pada pendugaan biomassa metode alometrik maupun
metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum dan spesifik. Hal ini
terjadi karena sampel pohon P. merkusii memiliki rata-rata diameter yang lebih
besar dibandingkan dengan A. loranthifolia. Semakin besar diameter pohon maka
biomassanya pun semakin besar. Kusmana et al. (1992) dalam Hendra (2002)
menyatakan bahwa biomassa akan meningkat sampai umur tertentu (umur
dinyatakan oleh perwakilan kelas diameter) dan kemudian pertambahan biomassa
akan semakin menurun sampai akhirnya berhenti berproduksi (mati). Hubungan
8
biomassa dan diameter pada pohon P. merkusii dan A. loranthifolia dapat dilihat
pada Gambar 1 dan 2 berikut ini.
Biomassa (kg)
100
80
60
Wa (kg)
40
Wu (kg)
20
Ws (kg)
0
0
5
10
Diameter (cm)
15
20
Gambar 1 Kandungan biomassa pohon Pinus merkusii
Biomassa (kg)
25
20
15
Wa (kg)
10
Wu (kg)
5
Ws (kg)
0
0
2
4
6
8
Diameter (cm)
10
12
Gambar 2 Kandungan biomassa pohon Agathis loranthifolia
Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa hasil pendugaan biomassa P. merkusii
dan A. loranthifolia pada diameter 3−10 cm dengan metode alometrik, metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum maupun metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu spesifik tidak menunjukkan perbedaan
secara signifikan, sedangkan untuk kelas diameter lebih dari 10 cm pada P. merkusii
menunjukan perbedaan yang besar dimana hasil pendugaan biomassa dengan
metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum lebih besar
dibandingkan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
maupun alometrik. Berdasarkan Gambar 1 dan 2 diatas juga diketahui bahwa
semakin besar diameter maka bias pendugaan biomassa juga semakin besar. Hal ini
sesuai dengan pendapat Nelson et al. (1999) dalam Basuki et al. (2009) yang
menyatakan bahwa bias pendugaan biomassa sebesar 1060% dapat terjadi pada
pohon berdiameter kecil (5−25 cm) dan bias akan semakin bertambah jika diameter
pohon semakin besar.
Rata-rata bias (Tabel 5) menunjukkan bahwa pendugaan biomassa
menggunakan metode konversi volume dengan kerapatan kayu umum dan spesifik
cenderung lebih besar (overestimate) dibanding metode alometrik pada P. merkusii,
9
sedangkan pada A. loranthifolia cenderung lebih rendah (understimate) dibanding
metode alometrik. Overestimate yang sangat besar pada biomassa P. merkusii
terjadi karena model persamaan alometrik yang digunakan pada penelitian ini
disusun dari pohon-pohon contoh dengan diameter 0.110 cm. Oleh karena itu akan
terjadi overestimate ataupun underestimate yang sangat besar apabila diameter
pohon diatas 10 cm, sehingga pendugaan biomassa pada tingkat pohon dengan
menggunakan metode alometrik untuk P. merkusii dan A. loranthifolia akan lebih
teliti apabila diameter pohonnya berkisar antara 0.110 cm. Hal ini sejalan dengan
penelitian Basuki et al. (2009) yang menyatakan bahwa berbedanya hasil prediksi
biomassa persamaan Kettering et al. (2001) terjadi karena pohon-pohon yang
digunakan untuk membangun persamaan Kettering et al. (2001) tersebut jauh lebih
kecil dibandingkan dengan pohon-pohon pada penelitiannya.
Tabel 5 Uji-t, rata-rata bias, dan persen bias dalam pendugaan biomassa pohon
Uji-t
Wu-Wa
Ws-Wa
*
Pinus
5.248
4.356*
Agathis
-0.399
-0.842
Jenis
Rata-rata bias
Persen bias (%)
t tabel
(α = 5%) Wu-Wa Ws-Wa Wu-Wa
Ws-Wa
2.145
14.324
9.032
39.689
29.327
2.145
-0.102
-0.295
1.343
3.984
*Berbeda nyata pada taraf 5%, Wa: nilai biomassa dari metode alometrik, Wu: nilai biomassa dari
metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum, dan Ws: nilai biomassa dari metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
Hasil uji-t pada Tabel 5 menunjukan bahwa penggunaan metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu umum dan spesifik dalam pendugaan
biomassa pohon berbeda nyata terhadap metode alometrik untuk pohon P. merkusii,
sehingga penggunaan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
umum dan spesifik akan menghasilkan nilai dugaan biomassa yang berbeda
dibandingkan dengan metode alometrik. Pada pohon A. loranthifolia, nilai-nilai
dugaan biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
umum, metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik, dan metode
alometrik tidak menunjukan perbedaan secara signifikan, sehingga untuk menduga
biomassa pohon A. loranthifolia dapat menggunakan salah satu metode tersebut.
Tabel 5 menjelaskan bahwa penggunaan metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu spesifik pada P. merkusii akan menghasilkan
ketelitian lebih baik dibandingkan dengan motede konversi volume menggunakan
kerapatan kayu umum, sedangkan penggunaan metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu umum pada A. loranthifolia akan menghasilkan
ketelitian yang lebih baik dibandingkan penggunaan metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu spesifik. Hal ini dapat dilihat dari hasil persen bias
masing-masing metode, semakin kecil persen bias suatu metode maka semakin teliti
metode tersebut.
Pendugaan Biomassa Tingkat Stratum
Pendugaan potensi biomassa tingkat stratum merupakan lanjutan dari
pendugaan biomassa tingkat pohon. Sari (2015) menyebutkan bahwa potensi
biomassa merupakan informasi dasar untuk kegiatan pengelolaan hutan, khususnya
untuk penilaian manfaat hutan dalam penyerapan emisi karbondioksida. Informasi
potensi biomassa tegakan dapat berupa nilai rata-rata biomassa per hektar dan
simpangan baku biomassa per hektar. Hasil pendugaan potensi biomassa tingkat
10
stratum di areal rehabilitasi Conoco Phillips (COPI) HPGW disajikan pada Tabel
6.
Tabel 6 Potensi biomassa tingkat stratum
Wa
Stratum
COPI 2009
COPI 2010
COPI 2011
COPI 2013
̅
�̅
(ton/ha) (ton/ha)
1.538
0.283
1.396
0.281
0.535
0.085
0.028
0.003
Wu
̅
�̅
(ton/ha) (ton/ha)
2.138
0.417
2.215
0.510
0.696
0.110
0.022
0.002
Ws
̅
(ton/ha)
1.868
1.822
0.574
0.018
�̅
(ton/ha)
0.353
0.419
0.091
0.002
̅: pendugaan rata-rata; �̅ : pendugaan simpangan baku, COPI: Conoco Phillips, Wa: nilai biomassa
dari metode alometrik, Wu: nilai biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan
kayu umum, dan Ws: nilai biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
spesifik
Tabel 6 menjelaskan bahwa pendugaan potensi biomassa pada tingkat
stratum dengan metode alometrik, metode konversi volume menggunakan
kerapatan kayu umum, dan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
spesifik menghasilkan rata-rata potensi biomassa yang berbeda-beda. Pendugaan
potensi biomassa dengan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
umum menghasilkan rata-rata potensi biomassa yang lebih besar dibandingkan
dengan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik dan metode
alometrik, kecuali pada COPI 2013 dimana ketiga metode tersebut memberikan
hasil pendugaan rata-rata potensi biomassa yang tidak berbeda jauh. Hal ini diduga
karena umur pohon di COPI 2013 masih tergolong muda dengan diameter relatif
kecil dan pertumbuhannya masih relative homogen. Sedangkan COPI 20092011
memiliki pohon berdiameter rata-rata lebih besar dan pertumbuhannya cenderung
beragam sehingga menyebabkan perbedaan potensi biomassa pada masing-masing
metode. Hasil perhitungan simpangan baku pada masing-masing stratum
menunjukan bahwa tingkat keragaman tertinggi berada pada COPI 2010 dan
terendah pada COPI 2013. Semakin besar nilai simpangan baku suatu data maka
semakin bervariasi atau heterogen data tersebut. Hal ini membuktikan bahwa COPI
2010 memiliki tegakan yang lebih beragam/heterogen dibandingkan dengan COPI
lainnya.
Pengujian lebih lanjut (Tabel 7) menunjukkan bahwa penggunaan metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum maupun metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu spesifik dalam pendugaan potensi biomassa
tingkat stratum berbeda nyata terhadap metode alometrik. Hal ini dikarenakan
model alometrik yang digunakan sebagai pembanding dibuat dari pohon contoh
dengan kisaran diameter 0.110 cm, sehingga pohon yang berdiameter lebih dari
10 cm akan memiliki hasil yang berbeda dalam pendugaan potensi biomassa. Selain
itu, tingkat variasi pertumbuhan tegakan (berdasarkan data hasil penelitian Sari
2015) cukup tinggi karena faktor gagal tanam mengakibatkan banyaknya
penyulaman sehingga sebaran diameter pohon pada setiap stratum tidak merata.
Sebaran diameter pohon yang tidak merata dapat mengakibatkan ragam data
biomassa pohon menjadi tinggi. Menurut Sari (2015) keragaman biomassa pohon
juga terjadi karena perbedaan pertumbuhan jenis pohon P. merkusii dan A.
11
loranthifolia dilapangan, jenis pohon A. loranthifolia merupakan jenis pohon yang
memiliki pertumbuhan yang lambat dibandingkan dengan P. merkusii walaupun
umur tanamnya sama.
Tabel 7 Uji-t, rata-rata bias, dan persen bias pada pendugaan potensi biomassa
tingkat stratum
Stratum
COPI 2009
COPI 2010
COPI 2011
COPI 2013
Uji-t
Rata-rata bias
Persen bias (%)
t tabel
Wu-Wa Ws-Wa (α = 5%) Wu-Wa Ws-Wa Wu-Wa Ws-Wa
3.239*
3.087*
2.045 12.002
6.616
28.073 17.706
*
*
3.668
3.329
2.228 18.385 10.517
41.497 28.864
*
*
5.117
2.553
2.086
3.232
0.786
23.207
6.847
-9.409* -8.962*
2.201
-0.119
-0.196 -27.584 -55.135
*Berbeda nyata pada taraf 5%, COPI: Conoco Phillips, Wa: nilai biomassa dari metode alometrik,
Wu: nilai biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum, dan Ws:
nilai biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
Tabel 7 menjelaskan bahwa penggunaan metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu spesifik dalam pendugaan potensi biomassa tingkat
stratum memiliki ketelitian lebih baik dibandingkan dengan metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu umum. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan
uji bias dan persen bias menggunakan metode konversi volume menggunakan
kerapatan kayu spesifik pada COPI 2009, 2010, dan 2011 selalu lebih kecil
dibandingkan dengan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
umum. Semakin kecil rata-rata bias dan persen bias suatu metode maka semakin
teliti metode tersebut.
Pendugaan Biomassa Tingkat Populasi
Biomassa tingkat populasi adalah lanjutan dari pendugaan potensi biomassa
tingkat stratum. Hasil pendugaan potensi biomassa tingkat populasi dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil pendugaan potensi biomassa tingkat populasi
Unit
Contoh
Wa
Wu
Ws
Rata-rata biomassa
̅ (ton/ha)
�̅ (ton/ha)
1.106
0.146
1.604
0.222
1.372
0.187
Total biomassa
sŶ (ton)
�̂ (ton)
12.240
1.618
17.753
2.457
15.183
2.069
SE (%)
26.36
27.61
27.18
̅: pendugaan rata-rata; �̂: pendugaan total, �̅ : pendugaan simpangan baku rata-rata; sŶ: pendugaan
simpangan baku total; SE: sampling error, Wa: nilai biomassa dari metode alometrik, Wu: nilai
biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum, dan Ws: nilai
biomassa dari metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
Hasil pendugaan potensi biomassa tingkat populasi pada Tabel 8
menunjukkan bahwa penggunaan metode konversi volume menggunakan
kerapatan kayu umum dalam pendugaan potensi biomassa menghasilkan nilai
dugaan lebih besar dibandingkan dengan metode konversi volume menggunakan
kerapatan kayu spesifik, sedangkan nilai dugaan terkecil dihasilkan oleh metode
alometrik. Hal ini dikarenakan tingkat variasi biomassa pohon dengan metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum cenderung lebih besar
12
(overestimate) dibandingkan dengan metode konversi volume menggunakan
kerapatan kayu spesifik dan alometrik. Berdasarkan nilai kesalahan penarikan
contoh (sampling eror) dapat diketahui bahwa model pendugaan potensi biomassa
terbaik dalam penelitian ini yaitu metode alometrik karena memiliki nilai kesalahan
penarikaan contoh terkecil yaitu 26.36%. Selain itu, model alometrik yang
digunakan merupakan model persamaan lokal yang disusun berdasarkan data dari
areal rehabilitasi HPGW. Hal ini sejalan dengan Sutaryo (2009) yang menyatakan
bahwa persamaan lokal memiliki tingkat presisi yang lebih tinggi serta pernyataan
Basuki et al. (2009) bahwa untuk menduga biomassa yang akurat perlu
mempertimbangkan penggunaan persamaan lokal yang spesifik.
Tingkat ketelitian metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu
umum dan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik yang
digunakan dalam menduga potensi biomassa tingkat populasi dapat dilihat dari
hasil uji-t, rata-rata bias, dan persen bias dimana metode alometrik sebagai faktor
pembanding. Hasil uji-t, rata-rata bias ,dan persen bias pada pendugaan potensi
biomassa tingkat populasi disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Uji-t, rata-rata bias, dan persen bias pada pendugaan potensi biomassa
tingkat populasi
Unit
Contoh
Wu-Wa
Ws-Wa
Uji-t
t hit
2.24*
1.42
t tabel
(α = 5%)
1.99
1.99
Rata-rata bias
1.378
0.736
Persen bias (%)
31.053
19.383
*Berbeda nyata pada taraf 5%, Wa: nilai biomassa dari metode alometrik, Wu: nilai biomassa dari
metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum, dan Ws: nilai biomassa dari metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
Tabel 9 menjelaskan bahwa penggunaan metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu umum memberikan hasil yang berbeda nyata,
sedangkan metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik
memberikan hasil relatif sama atau tidak berbeda nyata terhadap metode alometrik
(thit < ttable). Hal ini berarti bahwa metode konversi volume menggunakan kerapatan
kayu spesifik dan metode alometrik dapat digunakan, sedangkan metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu umum tidak dapat digunakan dalam
pendugaan potensi biomasssa pada tingkat populasi di areal rehabilitasi HPGW.
Rata-rata bias dan persen bias menunjukkan bahwa metode konversi volume
menggunakan kerapatan kayu spesifik lebih baik dibandingkan dengan metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum, dimana tingkat ketelitian
metode tersebut hampir mendekati metode alometrik. Hal ini terjadi karena
kerapatan kayu spesifik merupakan kerapatan kayu yang dihasilkan dari pohon
contoh pada lokasi penelitian, sehingga pendugaan biomassa menggunakan metode
konversi volume spesifik dapat mewakili kondisi populasinya.
13
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.
2.
3.
4.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
Pertambahan diameter pohon tidak menyebabkan perubahan kerapatan kayu
secara signifikan. Rata-rata kerapatan kayu P. merkusii sebesar 452.33 kg m-3
dan A. loranthifolia sebesar 478.66 kg m-3.
Pendugaan potensi biomassa tingkat pohon pada A. loranthifolia dengan
metode konversi volume menggunakan kerapatan kayu umum dan metode
konversi volume menggunakan kerapatan kayu spesifik memberikan nilai
dugaan rata-rata biomassa yang relatif sama dengan metode persamaan
alometrik, sedangkan pada P. merkusii memberikan nilai dugaan rata-rata
biomassa yang berbeda.
Pendugaan potensi biomassa pada tingkat stratum dengan metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu spesifik memberikan ketelitian yang
lebih baik dibandingkan dengan metode konversi volume menggunakan
kerapatan kayu umum.
Pendugaan potensi biomassa pada tingkat populasi dengan metode konversi
volume menggunakan kerapatan kayu spesifik memberikan hasil yang relatif
sama dengan metode alometrik, sehingga merupakan metode konversi volume
yang paling teliti digunakan.
Saran
Perlu dilakukannya penelitian pendugaan biomassa pada jenis pohon
berdiameter kecil lainnya di HPGW menggunakan metode konversi volume dan
BEF. Selain itu, penelitan ini juga perlu dikembangkan di lokasi berbeda sehingga
dapat dijadikan sebagai metode alternatif dalam pendugaan biomassa.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki TM, Van Laake PE, Skidmore AK, and Hussin YA. 2009. Allometric
equation for estimating the above-ground biomass in tropical lowland
Dipterocarp forest. Forest Ecology and Management 257: 16841694.
Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A
Primer. FAO, USA. FAO Forestry Paper NO 134.
Handayani M. 2013. Model Alometrik Biomassa Pinus (Pinus merkusii Jungh et
De Vriese) Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat,
Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hendra S. 2002. Model Pendugaan Biomassa Pinus (Pinus merkusii Jungh et de
Vriese) di Kesatuan Pemangku Hutan Cianjur PT Perhutani Unit III Jawa
Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2003. Good Practice
Guidance for Land Use, Land-Use Change and Forestry. Penman J,
Gytarsky M, Hiraishi T, Krug T, Kruger D, Pipatti R, Buenda L, Miwa K,
14
Ngara T, Tanabe K, Wagner F, editor. Hayama (JP): The Institute for Global
Environmental Strategies (IGES).
Janiatri T. 2012. Pendugaan Kandungan Biomassa diatas Permukaaan pada
Tegakan Jati Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Resolusi 10 Meter
(Kasus KPH Kebonharjo, Perum Perhutani Unit1 JawaTengah) [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kementerian Kehutanan. 2014. Statistik Kawasan Hutan 2013. Jakarta (ID):
Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan.
Ketterings QM, Coe R, Van Noordjwik M, Ambagau Y, Palm CA. 2001 Reducing
Uncertainty in the Use of Allometric Biomass Equation for Predicting
Above Ground Tree Biomass in Mixed Secondary Forests. Forest Ecology
and Management 120: 199-209.
Krisnawati H, Adinugroho WC, dan Imanuddin R. 2012. Model-Model Alometrik
untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di
Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Litbang
Kehutanan.
Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang Y. I. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II.
Bogor (ID): Balai Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Mustofa. 2013. Model Pendugaan Biomassa Pohon Agathis (Agathis loranthifolia)
Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa
Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saputra RE. 2014. Model Alometrik Biomassa Puspa (Schima wallichii Korth.)
Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Sari IH. 2015. Pendugaan Potensi Biomassa Tegakan di Areal Rehabilitasi Hutan
Pendidikan Gunung Walat Menggunakan Metode Tree Sampling [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sutaryo D. 2009. Perhitungan Biomassa. Bogor (ID): Wetlands International
Indonesia Programme.
Tiryana T, Tatsuhara S, Shiraishi N. 2011. Empirical Models for Estimating the
Stand Biomass of Teak Plantations in Java, Indonesia. J. For. Plann. 16:
177-188.
Tiryana T, Muhdin. 2012. Teknik Pendugaan Potensi Serapan Karbon Dioksida
(CO2) pada Areal Revegetasi. Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Walpole RE. 1982. Pengantar Statistika. Edisi III. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Wibowo A, Ginoga K, Nurfatriani F, Dwiprabowo H, Ekawati S, Krisnawati H,
Siregar CA. 2010. REDD+ dan Forest Governance. Masripatin N,
Wulandari C, editor. Bogor (ID): Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Kehutanan.
15
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 April 1993 di Kototinggi, Kabupaten 50
Kota, Sumatera Barat. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Irvan
dan Ibu Irdanovia. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 04
Kototinggi pada tahun 2005, pendidikan menengah pertama di MTsN DangungDangung dan lulus pada tahun 2008, serta pendidikan menengah atas di SMA
Negeri 1 Payakumbuh dan lulus pada tahun 2011. Kemudian penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 di Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan melalui jalur SNMPTN Undangan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten praktikum mata
kuliah Ekologi Hutan pada tahun 2014, Inventarisasi Hutan pada tahun 2014, dan
Ilmu Ukur Tanah dan Wilayah pada tahun 2014. Penulis juga aktif di Himpunan
Profesi FMSC (Forest Management Students Club) sebagai anggota divisi
Keprofesian tahun 20132014 dan sebagai anggota divisi PSDM tahun 20142015.
Selain itu penulis juga aktif di BEM E IPB periode 2013-2014 sebagai staf Sosial
Lingkungan.
Penulis melakukan kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Cilacap dan Baturaden, Jawa Tengah pada tahun 2013, Praktik Pengelolaan Hutan
(PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, KPH Cianjur Jawa
Barat, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan Perusahaan Pabrik
Gondorukem dan Terpentin Bandung Jawa Barat pada tahun 2014, dan Praktek
Kerja Lapang di PT. Inhutani II Unit Manajemen Hutan Alam Malinau pada tahun
2015.