Model Struktur Tegakan Hutan Tanaman Agathis (Agathis loranthifolia) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Struktur tegakan hutan merupakan sebaran jumlah pohon pada berbagai kelas diameter persatuan luas dan merupakan salah satu bentuk penampilan suatu tegakan. Keragaman berbagai kelas diameter sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal dari pertumbuhan pohon.

Adapun faktor internal yang mempengaruhi, yaitu : jenis pohon dan umur pohon. Jenis pohon berkaitan erat dengan faktor genetis atau disebut juga faktor keturunan, beberapa pohon dengan jenis yang sama tetapi berasal dari induk yang berlainan maka pertumbuhan masing-masing pohon tersebut akan berlainan. Umur pohon berhubungan dengan pertumbuhan diameter, perbedaan umur akan mempengaruhi besar atau kecilnya diameter.

Faktor luar (eksternal) yang mempengaruhi pertumbuhan pohon adalah faktor klimatis, faktor edafis dan faktor biotis. Faktor klimatis atau iklim merupakan komponen ekosistem alam yang terdiri dari unsur-unsur hujan (air), sinar matahari (suhu), angin dan kelembaban yang sangat mempengaruhi kehidupan yang ada di permukaan bumi terutama iklim makro maupun mikro. Faktor edafis berhubungan dengan tanah yang merupakan tempat tumbuh pohon, kondisi tempat tumbuh yang berbeda akan menampakkan pertumbuhan pohon yang berbeda-beda pula sesuai dengan tingkat kesuburan tanah pada suatu tempat. Faktor biotis yakni makhluk hayati yang saling berinteraksi antara satu sama lain seperti : manusia, hewan, serangga dan jasad renik.

Pengetahuan mengenai struktur tegakan hutan diperlukan untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dalam penyusunan perencanaan pengelolaan hutan. Untuk mendapatkan pola struktur tegakan, terdapat beberapa jenis model yang sering dicobakan, antara lain : model yang berasal dari famili sebaran normal, famili sebaran lognormal, famili sebaran gamma, dan famili sebaran eksponensial negatif. Dalam penelitian ini, akan diteliti keempat model tersebut untuk mengetahui model distribusi terbaik yang dapat menggambarkan struktur tegakan agathis (Agathis loranthifolia) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).


(2)

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menyusun model struktur tegakan hutan tanaman agathis (Agathis loranthifolia) dan jenis-jenis lain yang ada didalamnya.

1.3.Manfaat

Manfaatpenelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pendugaan potensi tegakan secara cepat jika total jumlah pohon diketahui. 2. Perencanaan tindakan silvikultur untuk mendapatkan bentuk struktur


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Umum Agathis (Agathis loranthifolia)

Agathis loranthifolia salibs merupakan famili Araucariaceae atau disebut juga Agathis dammara dengan nama daerah/lokal, yaitu : damar (Indonesia), dayungon (Pilipina), kauri (England), kauri pine (Papua New Guinea) dan damar minyak sebagai nama dagang.

Daerah penyebaran alaminya, meliputi : Papua New Guinea, New Britain, Indonesia (Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya) Philipina dan Malaya. Pohon ini umumnya tumbuh pada dataran tinggi (300-1200 m dpl) dengan curah hujan (3000 – 4000 mm/tahun). Temperatur rata-rata tahunan 25°-30° C. Jenis ini pada dataran rendah ditemukan di tanah berbatu seperti pasir podzolik (pada hutan kerangas), ultra basa, tanah kapur dan batuan endapan.

Anakan jenis ini memerlukan naungan dan memperlihatkan pertumbuhan yang lambat selama tahun pertama. Setelah bebas dari kompetisi dengan semak belukar pertumbuhannya menjadi cepat, seperti terlihat pada sebagian besar hutan hujan primer. Sistem perakaran sensitif terhadap kekurangan oksigen dan pohon tidak tahan terhadap genangan air. Jenis pohon ini ditanam pada hutan tanaman, penanaman sulaman dan reboisasi diberbagai wilayah sebaran alaminya. Sebaran diluar habitat alaminya telah ditanam di Jawa. Agathis memerlukan drainase yang baik dan tumbuh pada kondisi tanah dengan pH 6,0 - 6,5 serta tahan terhadap tanah berat (heavy soil) dan keasaman.

Kayu Agathis loranthifolia diklasifikasiakan agak kuat namun tidak awet dan tidak tahan terhadap pembusukan. Kayu terutama digunakanan untuk korek api, perabot rumah tangga, vinir bermutu baik, kayu lapis dan pulp. Bagian dalam kulit kayu mengeluarkan resin bening (kopal) yang merupakan bagian penting dalam pembuatan minyak pelapis lantai dan dapur yang dapat dibersihkan dengan dicuci.

Deskripsi botani agathis yaitu pohon besar sekali, tinggi hingga 65 meter diameter hingga 1,6 meter. Batang lurus, sindris, tidak berbanir cabang besar sering mencuat ke atas tidak beraturan. Kulit batang abu-abu muda hingga coklat


(4)

kemerahan, mengelupas dalam serpihan besar tipis, berbentuk tidak beraturan, biasanya bopeng karena resin (Dephut 2001).

Kayu agathis pada umumnya termasuk kelas awet IV, hama dan penyakit disebabkan oleh tikus yang memakan keping biji agathis. Sedangkan di persemaian umumnya diserang oleh jamur Gloesporium sp (Martawijaya et al 2005).

2.2. Struktur Tegakan Hutan

Tegakan adalah sekelompok pohon yang mempunyai ciri-ciri seragam mulai dari jenis, umur dan ukuran (diameter dan tinggi). Diameter pohon/batang (DBH= Diameter Breast Height), yaitu : garis tengah suatu pohon atau batang kayu yang dinyatakan dalam centimeter. Diameter kayu diukur pada garis datar setinggi dada 130 cm di atas tanah untuk pohon tidak berbanir atau 20 cm dari pucuk banir bila tinggi banir lebih dari 130 cm (Arief 2001).

Tegakan merupakan unit homogen yang dapat dibedakan dengan jelas dari tegakan disekitarnya dari segi umur, komposisi, struktur, dan tempat tumbuh. Semua hutan akan mempunyai perbedaan dalam jumlah pohon dan volume tiap hektar, luas bidang dasar dan lain-lain. Perbedaan tegakan yang rapat dan yang jarang hanya dapat jelas bila menggunakan kriteria pembukaan tajuk. Sedangkan kerapatan tegakan berdasarkan volume, luas bidang dasar dan jumlah batang tiap hektar akan diketahui melalui pengukuran. Hutan yang terlalu rapat akan mengalami pertumbuhan lambat karena adanya persaiangan dalam hal sinar matahari, air, unsur hara, bahkan tempat. Sebaliknya, hutan yang terlalu jarang akan menghasilkan pohon-pohon dengan tajuk besar dan bercabang banyak dengan batang yang pendek (Arief 2001).

2.2.Model Struktur Tegakan

Model struktur tegakan merupakan suatu permasalahan matematika yang dapat menggambarkan pola struktur tegakan sesuai dengan data-data di lapangan. Pemodelan dinamika struktur tegakan dapat digunakan untuk menentukan hasil kayu, tegakan sisa, distribusi diameter dan siklus tebang yang optimal (Ermayani 2000).

Famili sebaran normal memiliki model yang cukup sederhana jika dibandingkan dengan famili sebaran gamma dan lognormal relatif lebih


(5)

sederhana. Dalam penerapan pemakainnya famili sebaran normal memiliki peubah acak normal baku (z) dimana sebaran peluang dapat dicari menggunakan tabel.

Famili sebaran lognormal kadang-kadang dikatakan sebagai sebaran antilognormal. Sebaran lognormal terbagi dua, yaitu : memiliki 2 parameter dan 3 parameter yang membedakan keduanya adalah parameter teta ( ). Dalam famili sebaran lognormal dengan 2 parameter, nilai teta ( ) ini dianggap 0 sedangkan yang lain tidak. Distribusi lognormal sama seperti distribusi normal memiliki 2 distribusi parameter, yaitu : µ dan σ. Parameter µ dikenal dengan sebutan parameter skala dan σ parameter bentuk. Peubah acak x dinotasikan dengan x log (µ,σ).

Famili sebaran gamma memiliki 2 parameter, yaitu : parameter alfa (α) dan parameter bentuk beta (ß). Peubah acak x yang menyebar gamma ( ) dinotasikan dengan x G (ß,α). Ketika α = 1 maka sebaran gamma ( ) akan menjadi sebaran eksponensial dengan α = 1/ß.

Famili sebaran eksponensial negatif merupakan salah satu distribusi dengan konstanta lamda sama dengan konstanta ( =C). Famili sebaran eksponensial negatif hanya memiliki satu parameter yakni parameter teta yang disimbolkan dengan . Peubah acak x yang menyebar secara eksponensial negatif dinotasikan dengan x E ( ). Suatu peubah acak x dikatakan mempunyai sebaran eksponensial negatif dengan parameter teta ( ) (Prihanto 1987).

2.3.Kegunaan Struktur Tegakan Hutan

Tegakan yang tumbuh setelah gangguan yang besar telah dideskripsikan sebagai tegakan usia merata, karena semua komponen pohon telah diasumsikan untuk meregenerasi tidak lama setelah gangguan. Bahkan dapat berlanjut beregenerasi untuk beberapa dekade, dimana pertumbuhannya pelan sebelum spasi pertumbuhan yang tersedia ditempati ulang yang menghasilkan kisaran umur yang rentang pada tegakan (Oliver & Larson 1990).

Menurut Prihanto (1987) kegunaan struktur tegakan yang mungkin dikembangkan di hutan tanaman digunakan untuk penentuan kerapatan pohon pada berbegai kelas diameter, penentuan luas bidang dasar tegakan, penentuan volume tegakan, serta penentuan biomassa.


(6)

2.5. Ukuran Kemenjuluran Data

Kemenjuluran atau kecondongan (skewness) adalah tingkat ketidaksimetrisan atau kejauhan simetri dari sebuah distribusi. Sebuah distribusi yang tidak simetris akan memiliki rata-rata, median, dan modus yang tidak sama besarnya (X ≠ Me ≠ Mo), sehingga distribusi akan terkonsentrasi pada salah satu sisi dan kurvanya akan tidak simetris. Jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kanan daripada yang ke kiri, maka distribusi disebut condong ke kanan atau memiliki kecondongan positif. Sebaliknya, jika distribusi memiliki ekor lebih panjang ke kiri daripada yang ke kanan, maka distribusi disebut condong ke kiri atau memiliki kecondongan negatif (Hasan 1999).

Metode perhitungan nilai skewness dengan metode Koefesien Kemencengan Pearson merupakan nilai selisih rata-rata dengan modus dibagi simpangan baku. Koefesien kemencengan pearson dirumuskan (Hasan 1999) :

Keterangan :

X = harga rata-rata hitung dari sebaran kelas umur Mo = modus

s = standard deviasi

SK = koefesien kemencengan pearson

Nilai koefesien skewness untuk sebaran yang setangkup sempurna, nilai tengah dan mediannya identik oleh SK bernilai nol. Bila sebarannya menjulur ke kiri, nilai tengahnya lebih kecil daripada mediannya, sehingga SK negatif. Tetapi bila sebarannya menjulur ke kanan, nilai tengahnya lebih besar daripada mediannya, sehingga SK positif. Secara umum SK terletak antara -3 dan +3. Ukuran kemenjuluran data (skewness) dirumuskan sebagai berikut (Walpole 1992) :

Keterangan :

= nilai tengah σ = simpangan baku Me = median SK = skewness

SK = X-Mo s


(7)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan hutan tanaman agathis (Agathis loranthifolia). Sedangkan alat yang digunakan, yaitu : pita ukur (meteran), tambang (20 meter), kompas, peta kerja, GPS Garmin 60 Csx, alat tulis, kalkulator, serta komputer dengan software Microsoft Office Word 2007, software Microsoft Office Excel 2007, dan software MATLAB R2008b.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Jenis Data yang Dikumpulkan

a. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung pada petak yang terpilih sebagai contoh. Pemilihan lokasi petak contoh dilakukan secara purposive sampling, metode yang digunakan untuk mengukur tegakan adalah metode jalur. Petak contoh dibuat berukuran 20 m x 500 m (1 ha). Diambil lima petak ukur yang dianggap mewakili struktur tegakan agathis di HPGW.

500 m

20 m

Gambar 1 Bentuk dan ukuran petak contoh penelitian.

Terhadap setiap petak contoh dilakukan pengukuran terhadap keseluruhan agathis (Agathis loranthifolia), pohon diukur pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah (Diameter at breast height) DBH, kemudian pencatatan diameter dan keterangan pohon serta petak contoh.

b. Data sekunder yang berupa data potensi fisik lapangan, antara lain : luas lahan, ketinggian tempat, potensi tegakan, dan suhu. Kemudian data keadaan lokasi (letak, keadaan geografis, dan keadaan sosial ekonomi) serta pengutipan dari sumber-sumber pustaka dan instasi terkait.


(8)

3.4. Analisis Data

Untuk menetukan model struktur tegakan yang dapat dipakai, maka dilakukan pemilihan terhadap model struktur tegakan yang dicobakan. Dalam penerapan model struktur tegakan dilakukan beberapa tahap kegiatan, sebagai berikut :

1. Pemeriksaan data 2. Pemilihan model

3.4.1. Pemeriksaan Data

Pemeriksaan data dilakukan untuk melihat secara garis besar bentuk sebaran jumlah pohon pada berbagai kelas diameternya. Pada tahapan ini data pengamatan dipetakan pada koordinat salib sumbu dengan diameter (D) sebagai absis dan kerapatan pohon per hektar pada masing-masing kelas diameter (f(D)) sebagai ordinat. Kelas diameter yang digunakan dalam pemeriksaan ini, yaitu : 2 cm, 4 cm dan 6 cm untuk kemudian dipilih yang paling baik dalam menggambarkan bentuk sebarannya (dipilih selang paling kecil yang sudah dapat menghilangkan pencilan atau loncatan data pengamatan).

3.4.2. Pemilihan Model

Pemilihan model bertujuan untuk memilih model sebaran terbaik dari seluruh model yang dicobakan sebagai model penduga bagi struktur tegakan dari data pengamatan setiap petak coba yang dibuat. Model yang diikutsertakan adalah famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif. Pemilihan model terbaik dilakukan dengan cara kemungkinan maksimum. Ada tiga tahapan yang dikerjakan dalam pemilihan model dengan prosedur ini, sebagai berikut : 1. Pendugaan titik bagi parameter famili sebaran yang diikutsertakan.

2. Penentuan nilai kemungkinan maksimum.

3. Penentuan model terpilih, yaitu dengan memilih model yang mempunyai nilai fungsi kemungkinan maksimum tertinggi.

Cara pendugaan titik bagi parameter famili sebaran, penentuan nilai kemungkinan maksimum dan pemilihan model terbaiknya dilakukan dengan cara, sebagai berikut :


(9)

1. Famili Sebaran Normal

a. Batasan

Peubah acak x dikatakan menyebar normal jika mempunyai fungsi kepekatan dengan bentuk :

f(x) = (σ√2 π )-1 exp [(-1/2)(x- µ)2/σ2 ],I(-∞,+∞)x ...( 1 ) Parameter µ biasanya dikenal dengan sebutan parameter skala atau nilai tengah, sedang σ merupakan parameter bentuk atau simpangan baku. Nilai σ2 biasa disebut sebagai keragaman. Peubah acak x yang menyebar normal dapat dinotasikan x∞N(µ,σ2) (Hoog dan Craig 1978 dalam Prihanto 1987).

b. Pendugaan titik bagi parameter µ dan σ

Jika contoh acak x1,x2,...,xn ditarik cari suatu populasi yang menyebar normal dengan parameter µ dan σ, maka penduga kemungkinan maksimum bagi parameter :

µ = (1/n) ∑ni=1 xi = x ...(2)

σ =

[

∑ni=1 xi2 – (∑ni=1 xi)2/ n

]

(1/2) = (JKX/N)(1/2) ... (3) n

(Anderson dan Bancroft 1952 dalam Prihanto 1987). c. Fungsi kemungkinan maksimum

Contoh acak pada butir (b) ditarik dari populasi yang mempunyai funsi kepekatan (1), maka akan mempunyai fungsi kemungkinan maksimum :

n

L( x1,x2,...,xn ; µ, σ) =

f (xi;π,σ) i=1

n

= (σ√2 π )-n exp [(-1/2)

(xi- µ)2/σ2 ] ...(4) i=1

Dalam bentuk In (logarithmic natural) fungsi kemungkinan maksimum tersebut menjadi :

In L( x1,x2,...,xn ; µ, σ) n

= (-n/2) In (2 π) – (n/2) In σ2 – ( ½ σ2)

(xi - µ)2... ...(5) i=1


(10)

dimana µ dan σ disesuaikan dengan nilai dugaan dari persamaan (2) dan (3) (Prihanto 1987).

2. Famili Sebaran Lognormal

a. Batasan

Peubah acak x dikatakan menyebar lognormal apabila y = In x menyebar normal. Maka fungsi kepekatan peubah acak x tersebut menurut (Johnson dan Kotz 1970 dalam Prihanto 1987) :

f(x) = (xσ√2 π )-1 exp [(-1/2)(In x – )2/σ2 ],I (0,+)x...(6) parameter µ dan σ biasanya dikenal dengan sebutan parameter skala dan parameter bentuk. Peubah acak x yang menyebar lognormal biasanya dinotasikaan dengan x∞LN (µ,σ).

b. Pendugaan titik bagi parameter µ dan σ

Jika contoh acak x1,x2,...,xn merupakan contoh acak berukuran n yang diambil dai populasi yang menyebar lognormal, maka penduga titik bagi parameter µ dan σ (Prihanto 1987) :

µ = (1/n)

ni=1 In xi ...(7)

σ =

[

(1/n) ∑ni=1 xi2 ( In xi – )2

]

(1/2)

... ...(8) c. Fungsi kemungkinan maksimum (dalam bentuk In)

Jika x1,x2,...,xn adalah contoh acak berukuran n yang ditarik dari populasi yang menyebar lognormal, maka fungsi kemungkinan maksimum bagi sekumpulan contoh acak tersebut :

n

L( x1,x2,...,xn ; µ, σ) =

f (xi;π,σ) i=1

n n

= σ√2π ( ∑ xi)1 exp [ (-1/2σ2) ∑ (In xi – )2 ...(9) i=1 i=1

Dalam bentuk In, persamaan tersebut menjadi : L( x1,x2,...,xn ; µ, σ)

n n = -n In√σ2π - In( ∏ xi) - [ (1/2σ2) ∑ (In xi – )2 i=1 i=1

n n

= -n In√σ2π - In( ∑ In xi) - [ (1/2σ2) ∑ (In xi – )2...(10) i=1 i=1


(11)

Nilai dan σ dalam persamaan ini disesuaikan dengan nilai dugaan yang didapat melalui persamaan (7) dan (8) (Prihanto 1987).

3. Famili Sebaran Gamma

a. Batasan

Peubah acak x dikatakan menyebar gamma jika mempunyai fungsi kepekatan dengan bentuk :

f(x) = ß-α [ Γ( )]-1x ( -1)exp( -x / ß), I

(0,+∞)x...(11) dengan > 0 dan a > 0 sedangkan Γ( ) = ( -1) exp (-x) dx (Johnson dan Kotz 1970 dalam Prihanto 1987). Parameter ß dan dalam persamaan tersebut berturut-turut disebut dengan parameter skala dan parameter bentuk. Peubah acak x yang menyebar gamma dengan parameter skala ß dan parameter bentuk dapat dinotasikan x

∞ G(ß, ).

b. Pendugaan titik bagi parameter ß dan

Jika x1,x2,...,xn adalah contoh acak berukuran n dari populasi yang menyebar gamma, maka penduga kemungkinan maksimum bagi ß dan

dapat dicari :

(1/ n) ∑ni=1 In xi = In ß + Ψ ( ) ...(12) dan x =  ß atau ß = x / ...(13) untuk nilai yang cukup besar, nilai Ψ ( ) dapat didekati dengan persamaan Ψ ( ) = In ( - 0,5).

Penduga kemungkinan maksimum bagi  dapat diperoleh melalui pendekatan empiris (Johnson dan Kotz 1970 dalam Prihanto 1987). Rumus pendekatan tersebut :

= (y)-1 (0,5000876 + 0,1648852y – 0,0544274y2)

untuk 0<y≤0.5772 ...(14) = (y)-1 (17,79728 + 11,968477y +y2) (0,898919 + 9,05995y + 0, 9775373y2 untuk 0,5772<y≤17,000...(15) sedangkan y = In (rata-rata hitung/ rata-rata geometrik)

y = In

[

∑ni=1 xi/n

]


(12)

c. Fungsi kemungkinan maksimum

Jika x1,x2,...,xn adalah contoh acak berukuran n, yang ditarik dari populasi yang menyebar gamma, maka fungsi kemungkinan maksimum bagi contoh acak tersebut :

L (x1, x2, ..., xn; ; ) = i ; ; )

= [ Γ( ) ]-n ( i) ( -1) exp (- i/ ...(17) Dalam bentik In prsamaan tersebut menjadi :

In L( x1, x2, ..., xn; ; )

= -n In[ Γ ( )] + ( -1) In ( ) – i/

= -n In[ Γ ( )] + ( -1) In ( i – i/ ...(18) Nilai dan diperoleh melalui persamaan (13), (14) dan (15)

4. Famili Sebaran Eksponensial Negatif

a. Batasan

Peubah acak x dikatakan menyebar eksponensial negatif apabila mempunyai fungsi kepekatan dalam bentuk :

f (x) = exp (- x), I (0, +∞)x diamana > 0, (Johnson dan Kotz 1970 dalam Prihanto 1987). Peubah x yang menyebar eksponensial negatif dapat pula dinyatakan dengan x ∞ E ( ).

b. Pendugaan titik bagi parameter

Jika x1,x2,...,xn adalah contoh acak berukuran n yang ditarik dari populasi yang menyebar eksponensial negatif, maka penduga kemungkinan maksimum bagi parameter (Prihanto 1987) :

= (n/ i) = 1/ (x) ...(19) c. Fungsi kemungkinan maksimum

Jika x1,x2,...,xn adalah contoh acak berukuran n yang ditarik dari populasi yang menyebar eksponensial negatif, maka fungsi kemungkinan maksimum bagi sekumpulan contoh acak tersebut adalah :


(13)

Dalam bentuk In persamaan (20) menjadi :

In L (x1,x2,...,xn; ) = n In - i ...(21) Nilai disesuaikan dengan nilai dugaan yang diperoleh melalui persamaan (19) (Prihanto 1987) .

5. Prosedur pemilihan model

Jika contoh acak x1,x2,...,xn diduga menyebar menurut famili sebaran ke-i maka akan mempunyai kemungkinan maksimum L (fi, x) dan selanjutnya kriteria pemilihan modelnya :

= maks (L(fi,x), i = 1,2,...,k) maka x menyebar Fj

Jika L (fj,x)

≠ maks maks (L(fi,x), i = 1,2,...,k) maka x menyebar Fj Sedangkan k (=4) adalah banyaknya famili sebaran yang diikutsertakan dalam pemilihan model dan Fj merupakan famili sebaran ke-j. Karena In L (fi,x) bersifat monoton terhadap L (fi,x), maka maks L (fi,x) akan terjadi bersamaan dengan maks InL (fi,x) : = maks (InL(fi,x), i = 1,2,...,k) maka x menyebar Fj Jika In L (fj,x)

≠ maks (InL(fi,x), i = 1,2,...,k) maka x menyebar Fj

3.5. Analisis Nilai Koefesien Skewness

Kemenjuluran atau kecondongan (skewness) adalah tingkat ketidaksimetrisan atau kejauhan simetri dari sebuah distribusi. Sebuah distribusi yang tidak simetris akan memiliki rata-rata, median, dan modus yang tidak sama besarnya (X ≠ Me ≠ Mo), sehingga distribusi akan terkonsentrasi pada salah satu sisi dan kurvanya akan tidak simetris. Jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kanan daripada yang ke kiri maka distribusi disebut condong ke kanan atau memiliki kecondongan positif. Sebaliknya, jika distribusi memiliki ekor lebih


(14)

panjang ke kiri daripada yang ke kanan maka distribusi disebut condong ke kiri atau memiliki kecondongan negatif (Hasan 2001).

Nilai koefesien skewness untuk sebaran yang setangkup sempurna, nilai tengah dan mediannya identik oleh SK bernilai nol. Bila sebarannya menjulur ke kiri, nilai tengahnya lebih kecil daripada mediannya, sehingga SK negatif. Tetapi bila sebarannya menjulur ke kanan, nilai tengahnya lebih besar daripada mediannya, sehingga SK positif. Secara umum SK terletak antara -3 dan +3. Ukuran kemenjuluran data (skewness) dirumuskan sebagai berikut (Walpole 1992) :

Keterangan :

= nilai tengah

σ = simpangan baku

Me = median

SK = skewness


(15)

BAB IV

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Luas

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (Desa Segog). Dari simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km. Secara geografis HPGW berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS. Secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi (HPGW 2011).

Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 ha, terdiri dari tiga blok, yaitu : Blok Timur (Cikatomang) seluas 120 ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 ha (HPGW 2011).

4.2. Topografi dan Iklim

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak pada ketinggian 460-715 m dpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian Selatan, sedangkan ke bagian Utara mempunyai topografi yang semakin curam. Pada punggung bukit kawasan ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 m dpl) dan KN 2.213 (720 m dpl) (HPGW 2011).

Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B, dengan dengan nilai Q = 14,3%-33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600 – 4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29° C dan minimum 19° C di malam hari (HPGW 2011).

4.3. Tanah dan Hidrologi

Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di Barat Daya terdapat areal peralihan dengan jenis batuan karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). HPGW merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya, terutama di bagian Selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu : anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (HPGW 2011).


(16)

4.4 Vegetasi

Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman agathis (Agathis loranthifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), sonokeling (Dalbergia latifolia), gamal (Gliricidae sp), meranti (Shorea sp), dan akasia (Acacia mangium). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain itu terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis (HPGW 2011).

Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, maesopsis/kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul (HPGW 2011).


(17)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pemeriksaan Data

Pengamatan struktur tegakan dilakukan dilima petak ukur dengan luasan masing-masing satu hektar. Sample atau contoh diambil menggunakan metode purposive sampling yakni metode pengambilan contoh dengan tujuan tertentu. Sebanyak 5 sampel diambil dengan luasan persample seluas 1 hektar, tersebar di seluruh tanaman agathis yang berada di HPGW. Metode pengambilan data dengan menggunakan metode jalur lebar 20 meter dan panjang 500 meter, setelah itu pelaksanaan inventarisasi agathis dengan mengukur diameter diatas 10 cm.

Dalam setiap petak ukur, data hasil pengukuran dibagi menjadi tiga kelompok jenis, yaitu : kelompok jenis agathis, kelompok jenis lain, dan kelompok seluruh jenis. Setiap kelompok ini dicobakan empat model famili sebaran, yaitu : famili sebaran normal, famili sebaran lognormal, famili sebaran gamma dan famili sebaran eksponensial negatif. Berikut peta lokasi petak ukur penelitian di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).


(18)

Luasan stratum pada petak ukur 1 seluas 5,4 ha, petak 2 seluas 5,5 ha, petak 3 seluas 8,9 ha, petak 4 seluas 8,2 ha dan petak 5 seluas 6,3 ha. Total luasan stratum di lapangan diperoleh 34,3 ha. Petak ukur 3 terluas diantara petak ukur yang lain serta memiliki jumlah pohon agathis terbanyak berjumlah 219 pohon. Sedangkan petak ukur 1 memiliki luasan stratum terkecil, akan tetapi jumlah pohon agathis pada petak ukur ini terhitung banyak sejumlah 207 pohon, kondisi pada petak ukur 1 sangat rapat jika dibandingkan dengan petak ukur yang lain.

Berdasarkan hasil pengukuran dari lima petak ukur didapatkan data dengan pembagian berdasarkan masing-masing kelompok jenis, yaitu : (1) Kelompok jenis agathis (Agathis loranthifolia) (2) Kelompok jenis lain meliputi kayu afrika (Maesopsis eminii), puspa (Schima wallichii), jamolok (Eugenia malaccensis), ki teja, pinus (Pinus merkusii), cempaka (Michelia alba), kopi (Coffea robusta), dara uncel, pasang, kiterasi, sempur (Dillenia exelsa), saga (Adenanthera pavonina) dan beberapa jenis tanaman liar yang tidak diketahui jenisnya, dan (3) Kelompok seluruh jenis terdiri dari seluruh jenis agathis dan jenis lain.

Pada Tabel 1 menujukkan struktur tegakan dilihat dari kerapatan (Ind/ha) yang terdapat pada masing-masing petak ukur untuk kelompok jenis agathis, kelompok jenis lain, dan kelompok seluruh jenis. Berdasarkan kelas diameter mulai dari 10 cm up hingga diameter 100 cm up pada masing-masing strata. Pada tabel tersebut dapat dilihat jumlah pohon pada masing-masing kelompok jenis serta jumlah keseluruhan pohon yang ada pada seluruh petak ukur penelitian.

Jika dituangkan kedalam bentuk histogram, maka data kerapatan tegakan akan membentuk pola berbeda-beda untuk masing-masing kelompok jenis. Kerapatan tertinggi pada kelompok jenis agathis pada selang 50-59 cm, kelompok jenis lain pada selang 30-39 cm dan kerapatan tertinggi pada kelompok seluruh jenis berselang pada dimeter 30 sampai 59 cm.

Berikut ini bentuk histogram kerapatan tegakan untuk masing-masing kelompok jenis (Gambar 2).


(19)

Tabel 1 Kerapatan tegakan pada masing-masing petak ukur menurut kelompok jenis dan tingkat pertumbuhannya Kelas Diameter (Cm) Petak Ukur 1 Petak Ukur 2 Petak Ukur 3 Petak Ukur 4 Petak Ukur 5

Agathis Jenis Lain Seluruh jenis Agathis Jenis Lain Seluruh jenis Agathis Jenis Lain Seluruh jenis Agathis Jenis Lain Seluruh jenis Agathis Jenis Lain Seluruh jenis

10-19 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 27 28

20-29 13 3 16 10 0 10 14 0 14 2 8 10 0 32 32

30-39 49 7 56 35 20 55 71 2 73 15 21 36 4 21 25

40-49 57 5 62 42 7 49 66 3 69 41 22 63 7 12 19

50-59 65 2 67 34 1 35 49 1 50 40 9 49 20 61 81

60-69 18 0 18 14 0 14 15 1 16 20 2 22 24 1 25

70-79 5 0 5 3 0 3 4 0 4 15 1 16 19 1 20

80-89 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 4

90-99 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 2 5 0 5

100 up 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 8 0 8

Total 207 18 225 138 28 166 219 7 226 136 63 199 92 100 192


(20)

(a)

(b)


(21)

(d)

(e)

Gambar 3 Histogram kerapatan tegakan (ind/ha) berdasarkan kelas diameter untuk kelompok jenis agathis, jenis lain dan seluruh jenis pada (a) PU 1, (b) PU 2, (c) PU 3, (d) PU 4 dan (e) PU 5.

Menurut (Oliver & Larson 1990) struktur tegakan yang muncul setelah terjadinya gangguan-gangguan, berubah dalam pola yang sama seiring dengan perubahan waktu. Spesies pohon yang sama mendominasi suatu wilayah mengikuti sebuah jenis gangguan tertentu didalam sebuah area geografis, dan spesies yang sama tumbuh bersama dan merubah struktur tegakan dalam pola yang serupa mengikuti gangguan.


(22)

5.2. Pemilihan Model

Keseragaman pertumbuhan pohon dalam tegakan merupakan salah satu syarat bagi terbentuknya hutan normal atau hutan seumur yang diharapkan memiliki respon pertumbuhan yang sama (Meyer et al. dalam Prihanto 1987) mengungkapkan bahwa bentuk lonceng terbalik merupakan bentuk khas bagi struktur tegakan hutan seumur, namun apabila model disajikan dalam bentuk famili sebaran maka masih ada berbagai kemungkinan famili sebaran mana yang terbaik bagi struktur tegakan yang bersangkutan. Kondisi tegakan tiap petak ukur yang tidak diketahui umur tanamannya memungkinkan bentuk struktur tegakan lonceng terbalik mengalami penyimpangan oleh karena itu dalam pendugaan parameternya dicobakan berbagai parameter sebaran. Parameter-parameter yang digunakan pada setiap model famili sebaran dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Parameter sebaran pada setiap model famili sebaran di masing-masing petak ukur

PU Kel.Jenis Parameter Sebaran

Normal Lognormal Gamma Eks.Negatif

μ σ μL σL α β θ

PU1 Agathis 46.2768 11.0542 3.8044 0.2561 16.6917 2.7724 46.2768 Jenis lain 35.9873 10.2978 3.5295 0.3963 9.4784 3.7968 35.9873 Sel.Jenis 45.4515 11.3417 3.7824 0.2718 14.775 3.0763 45.4515 PU2 Agathis 45.9268 11.1596 3.7962 0.2534 16.3578 2.8076 45.9268

Jenis lain 37.2384 4.8820 3.6090 0.1310 59.9058 0.6218 37.2384 Sel.Jenis 44.4572 10.8738 3.7645 0.2472 16.8024 2.6459 44.4572 PU3 Agathis 44.3068 11.0442 3.7598 0.2529 16.1155 2.7493 44.3068

Jenis lain 45.7253 8.9753 3.8046 0.2019 27.9217 1.6376 45.7234 Sel.Jenis 44.3548 10.989 3.7613 0.2512 16.3225 2.7174 44.3548 PU4 Agathis 52.9505 12.9422 3.9393 0.2493 16.8014 3.1515 52.9505

Jenis lain 41.6591 10.3655 3.6982 0.2548 16.1148 2.5851 41.6591 Sel.Jenis 49.3732 13.2695 3.8629 0.2746 13.8553 3.5635 49.3732 PU5 Agathis 66.5321 17.5799 4.1593 0.2907 13.1813 5.0475 66.5321

Jenis lain 28.6815 12.7085 3.2603 0.4432 5.3693 5.3418 28.6815 Sel.Jenis 46.8245 24.2892 3.6911 0.5874 3.3765 13.8676 46.8245

Pemilihan model untuk mengetahui pola struktur tegakan di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum dengan


(23)

memilih famili sebaran yang mempunyai nilai fungsi kemungkinan maksimum tertinggi sebagai model penduga terbaik bagi struktur tegakan yang bersangkutan. Hasil dari pengamatan yang dilakukan pada setiap petak ukur untuk masing-masing famili sebaran menunjukan komposisi nilai fungsi kemungkinan maksimum (L) yang berbeda.

Tabel 3 Komposisi nilai fungsi kemungkinan maksimum (-(In L )) untuk setiap famili sebaran pada masing-masing petak ukur kelompok agathis PU Normal Lognormal Gamma Eks.Negatif

(1) (2) (1) (2) (1) (2) (1) (2)

PU1 791,1017 1 795,1104 3 791,9515 2 1000,8000 4 PU2 528,7114 2 529,7503 3 528,2563 1 666,1327 4 PU3 836,7649 3 832,5640 2 832,0200 1 1049,3000 4 PU4 541,2027 3 539,3008 2 538,2101 1 675,8327 4 PU5 396,1207 3 386,0369 1 386,9812 2 435,6253 4 Keterangan : (1) Nilai fungsi kemungkinan maksimum; (2) Nomor urut terbesar.

Tabel 4 Komposisi nilai fungsi kemungkinan maksimum (-(In L )) untuk setiap famili sebaran pada masing-masing petak ukur jenis lain

PU Normal Lognormal Gamma Eks.Negatif

(1) (2) (1) (2) (1) (2) (1) (2)

PU1 67,5156 1 70,6400 3 69,1468 2 82,4970 4

PU2 84,1259 3 83,3698 1 83,5605 2 129,2855 4

PU3 25,2939 4 24,8643 1 24,9536 2 33,7583 3

PU4 236,7178 3 235,7450 2 235,4675 1 297,9597 4 PU5 396,1207 3 386,0369 1 386,9812 2 435,6253 4 Keterangan : (1) Nilai fungsi kemungkinan maksimum; (2) Nomor urut terbesar.

Tabel 5 Komposisi nilai fungsi kemungkinan maksimum (-(In L )) untuk setiap famili sebaran pada masing-masing petak ukur untuk seluruh jenis

PU Normal Lognormal Gamma Eks.Negatif

(1) (2) (1) (2) (1) (2) (1) (2)

PU1 865,6698 1 876,7145 3 869,8889 2 1080 4

PU2 631,6792 3 627,98 2 627,9064 1 795,8915 4

PU3 862,3793 3 858,0178 2 857,4777 1 1080 4

PU4 796,877 3 793,4196 2 791,9239 1 974,9823 4 PU5 884,9221 3 878,4858 2 873,7292 1 930,5099 4 Keterangan : (1) Nilai fungsi kemungkinan maksimum; (2) Nomor urut terbesar.

Berdasarkan Tabel 3, 4, dan 5 diatas, nilai kemungkinan maksimum (L) pada masing-masing petak ukur pada berbagai famili sebaran disajikan dalam bentuk (-(In L)) sehingga penilaian akan terbalik dimana maksimum (L) akan


(24)

sama dengan minimum dari (-(In L)). Nilai kemungkinan maksimum tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Pada Tabel 3 kelompok jenis agathis diperoleh famili sebaran gamma memiliki nilai (-(In L)) tertinggi hampir disetiap petak ukur sedangkan famili sebaran eksponensial negatif pada jenis agathis memiliki nilai kemungkinan maksimum (-(In L)) terendah disetiap petak ukur contoh. Pada Tabel 4 diperoleh famili sebaran lognormal untuk kelompok jenis lain menduduki nilai tertinggi hampir diseluruh petak ukur sedangkan famili sebaran eksponensial negatif kembali menduduki peringkat terendah. Nilai kemungkinan maksimum (-(In L)) pada kelompok jenis lain (Tabel 5) sebaran gamma memiliki (-(In L)) tertinggi dan famili sebaran eksponensial negatif kembali menduduki peringkat terendah.

Sehingga dapat dikatakan famili sebaran gamma merupakan model terbaik bagi struktur tegakan hutan kelompok jenis agathis dan kelompok seluruh jenis sedangkan famili sebaran lognormal merupakan model struktur tegakan terbaik untuk kelompok jenis lain.

Prihanto (1987) mengungkapkan gambaran mengenai keempat sebaran yang dicobakan sebagai berikut :

1. Famili sebaran normal

Famili sebaran normal memiliki model yang cukup sederhana jika dibandingkan dengan famili sebaran lainnya. Selama ini struktur tegakan hutan tanaman (seumur) selalu dianggap mengikuti model famili sebaran normal. Pendugaan parameter famili sebaran ini relatif mudah dan sudah banyak dikenal. Dalam penerapan pemakainnya, famili sebaran normal memiliki peubah acak normal baku (z) dimana sebaran peluangnya dapat dicari melalui bantuan tabel. Tranformasi peubah acak x ke peubah normal baku z adalah z = (x- )/σ, sehingga :

P(Xa≤X≤Xb) = xb∫xa f(x) dx = zb∫za f(z) dz = (zb∫-∞ f (z) dz) - (za∫-∞ f(z)) dz


(25)

2. Famili sebaran Lognormal

Model famili sebaran ini merupakan model konservasi peubah acak yang menyebar normal. Oleh karena itu, pendugaan parameter famili sebaran ini hampir sama dengan pendugaan parameter famili sebaran normal. Perbedaannya adalah terdapat pada transformasi peubah acak ke dalam bentuk In (logaritmik natural), sehingga dalam hal ini menurunkan kepraktisannya dibanding pada famili sebaran normal.

3. Famili sebaran gamma

Famili sebaran gamma merupakan model yang paling rumit diantara empat famili sebaran yang diikutsertakan dalam pemilihan model ini. Kerumitannya disamping tidak praktis juga memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan. Sumber kesalahan dapat terjadi pada pendugaan parameter bentuk (α) yang menggunakan pendekatan empiris, perhitungan Γ(α), serta pengaruh pembulatan yang lebih besar karena banyaknya fungsi-fungsi yang harus dilalui dalam penyusunan model.

4. Famili sebaran eksponensial negatif

Famili sebaran eksponensial negatif sebenarnya masih merupakan anggota famili sebaran gamma. Untuk parameter α=1, maka fungsi kepekatan sebaran gamma identik dengan fungsi kepekatan famili sebaran eksponensial negatif dengan ß sepadan dengan 1/ . Oleh karena itu, L gamma selalu ≥ L eksponensial negatif. L gamma sama dengan L eksponenesial negatif pada saat parameter α=1, dan akan selalu lebih besar dari L eksponensial negatif untuk α tidak sama dengan 1. Pengikutsertaan famili sebaran eksponensial negatif dalam pemilihan model ini diharapkan dapat menggantikan famili sebaran gamma yang sangat rumit apabila famili sebaran gamma terpilih sebagai model terbaik dan selisih L gamma dan L eksponensial negatif relatif kecil. Hal ini mengingatkan bahwa famili sebaran eksponenesial negatif memiliki model yang sangat sederhana (berparameter tunggal) dan praktis dalam penyusunan modelnya. Tetapi pada kenyataannya, L eksponensial negatif jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan L gamma maupun kedua famili sebaran lainnya. Nilai L eksponensial negatif yang lebih kecil tersebut disebabkan oleh adanya pemaksaan besarnya parameter α=1. Parameter untuk famili sebaran


(26)

eksponensial negatif memiliki nilai yang sama dengan rata-rata. Walaupun demikian, bentuk kurva famili sebaran eksponensial negatif berbeda dengan famili sebaran normal. Bentuk famili sebaran normal menyerupai lonceng telungkup, sedangkan eksponensial negatif mempunyai bentuk J terbalik (Walpole 1992).

Dari gambaran-gambaran tersebut dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif memiliki kualitas yang relatif sama sebagai penduga bagi struktur tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).

Berikut adalah gambar perbandingan data aktual dengan model-model famili sebarannya pada petak ukur 1.

(a)


(27)

(c)

Gambar 4 Perbandingan data aktual dengan (model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif) pada (a) kelompok agathis, (b) jenis lain dan (c) seluruh jenis di petak ukur 1.

Berikut adalah gambar perbandingan data aktual dengan model-model famili sebarannya pada petak ukur 2.

(a)


(28)

(c)

Gambar 5 Perbandingan data aktual dengan (model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif) pada (a) kelompok agathis, (b) jenis lain dan (c) seluruh jenis di petak ukur 2.

Berikut adalah gambar perbandingan data aktual dengan model-model famili sebarannya pada petak ukur 3.

(a)


(29)

(c)

Gambar 6 Perbandingan data aktual dengan (model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif) pada (a) kelompok agathis, (b) jenis lain dan (c) seluruh jenis di petak ukur 3.

Berikut adalah gambar perbandingan data aktual dengan model-model famili sebarannya pada petak ukur 4.

(a)


(30)

(c)

Gambar 7 Perbandingan data aktual dengan (model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif) pada (a) kelompok agathis, (b) jenis lain dan (c) seluruh jenis di petak ukur 4.

Berikut adalah gambar perbandingan data aktual dengan model-model famili sebarannya pada petak ukur 5.

(a)


(31)

(c)

Gambar 8 Perbandingan data aktual dengan (model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif) pada (a) kelompok agathis, (b) jenis lain dan (c) seluruh jenis di petak ukur 5.

Berikut adalah gambar perbandingan data aktual dengan model-model famili sebarannya pada keseluruhan petak ukur.

(a)


(32)

(c)

Gambar 9 Perbandingan data aktual dengan (Model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif) pada (a) kelompok agathis, (b) jenis lain dan (c) seluruh jenis pada keseluruhan petak ukur.

Gambar diatas menunjukan struktur tegakan berdasarkan berbagai model famili sebaran (normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif) untuk kelompok jenis agathis, kelompok jenis lain dan kelompok seluruh jenis pada berbagai petak ukur 1 hingga 5 serta model struktur tegakan untuk keseluruhan petak ukur. Tabel 6 dibawah ini merupakan perbedaan kerapatan pohon (ind/ha), kisaran diameter (cm) serta diameter rata-rata (cm) untuk masing-masing kelompok jenis.

Tabel 6 Perbedaan kerapatan pohon (ind/ha), kisaran diameter (cm) dan diameter rata-rata (cm) untuk kelompok jenis agathis, jenis lain dan seluruh jenis Petak

Ukur

Kelompok Jenis Kerapatan Pohon (Ind/ha)

Kisaran Diameter (Cm)

Diameter rata – rata (Cm)

Agathis 207 21-79 46,3

1 Jenis Lain 18 11-56 35,9

Seluruh Jenis 225 11-79 45,5

Agathis 138 24-76 45,9

2 Jenis Lain 28 30-50 37,2

Seluruh Jenis 166 24-76 44,5

Agathis 219 22-78 44,3

3 Jenis Lain 7 36-64 45,7

Seluruh Jenis 226 22-78 44,4

Agathis 136 21-101 52,9

4 Jenis Lain 63 22-70 41,7

Seluruh Jenis 199 21-101 49,4

Agathis 92 18-108 66,5

5 Jenis Lain 100 11-70 28,7


(33)

Pada petak ukur 1 terlihat bentuk grafik, untuk keseluruhan kelompok jenis berbentuk seperti lonceng telungkup kecuali untuk famili sebaran eksponensial negatif membentuk pola J terbalik. Frekuensi kerapatan individu per hektar untuk kelompok jenis agathis tergolong rapat dengan total jenis sebanyak 207 individu per hektar. Kondisi medan di lapangan pada petak ukur 1 datar dengan tutupan tajuk rapat, kisaran diameter pohon agathis berkisar antara selang 21 cm sampai 79 cm dengan diameter rata-rata 46,3 cm. Kelompok jenis lain didominasi oleh puspa (Schima wallichii) pada kelas diameter 11 cm sampai 56 cm dengan luasan stratum 1 seluas 5,4 ha. Terlihat pada grafik petak ukur 1 untuk kelompok jenis agathis dan kelompok seluruh jenis memiliki kemiripan bentuk, sedangkan untuk kelompok jenis lain frekuensi tegakan pohon tidak memenuhi famili sebaran yang dicobakan, hal tersebut terjadi karena jumlah kelompok jenis lain di lapangan hanya sedikit karena tutupan tegakan agathis yang rapat mendominasi petak ukur 1, sehingga tumbuhan jenis lain yang tidak mampu bersaing akan mati mengakibatkan jumlah pohon jenis lain pada petak ukur 1 sedikit.

Pada petak ukur 2 luasan stratum 5,5 ha didominasi kelompok jenis agathis dan jenis puspa (Schima wallichii) dengan total jumlah pohon 116 individu per hektar. Tutupan tajuk sedikit terbuka menyebabkan jenis lain mampu tumbuh di petak ukur ini, dengan kisaran diameter pada selang 30 cm sampai 50 cm dengan diameter rata-rata 37,2 cm. Bentuk grafik struktur tegakan pada kelompok jenis lain diameter mengekor disebelah kiri menandakan jumlah pohon berdiameter kecil cukup banyak di petak ini. Hal ini diduga perebutan pencarian makanan antara individu pohon. Famili sebaran eksponensial negatif kurang menggambarkan bentuk struktur tegakan di lapangan, apabila dibandingkan dengan sebaran lain (famili sebaran normal, lognormal dan gamma) yang memilki kemiripan dari segi bentuk.

Petak ukur 3 memiki kerapatan agathis tertinggi diantara petak ukur yang lain karena lokasi penelitian datar memungkinkan jarak tanam agathis berdekatan. Diameter pohon berkisar 22 cm sampai 78 cm memenuhi petak ukur 3, bentuk struktur tegakan kelompok agathis dan kelompok seluruh jenis mencapai frekuensi famili sebaran yang dicobakan sedangkan untuk kelompok jenis lain frekuensi tegakan tertinggi pada dimeter 36,5 cm melebihi batas famili sebaran


(34)

yang dicobakan dalam penelitian ini. Petak ukur 3 didominasi diameter rata-rata 44,3 cm dengan tutupan lahannya rapat sehingga persaingan antar pohon untuk bertahan hidup pada petak ukur 3 ini tinggi.

Petak ukur 4 bentuk grafik tegakan untuk masing-masing kelompok jenis hampir sama, kondisi kelerengan di lapangan landai sehingga jarak tanam agathis berjauhan memungkinkan ruang tumbuh untuk pohon lain berpotensi besar, oleh karena itu petak ukur 4 banyak didominasi jenis puspa (Schima wallichii) dengan diameter rata-rata 41,7 cm. Luas stratum seluas 8,2 ha dengan kondisi lingkungan mendekati kondisi penelitian, tajuk antara pohon agathis dan puspa kurang rapat menyebabkan cahaya matahari mampu menembus kanopi sehingga tumbuhan bawah cukup banyak.

Petak ukur 5 merupakan lokasi petak ukur terakhir dalam penelitian dengan komposisi agathis dengan jenis lain sama rata mengakibatkan bentuk struktur tegakan untuk petak ukur ini mengekor ke sebelah kanan dengan diameter rata-rata agathis 66,5 cm. Pinus (Pinus merkusii) kelompok jenis lain pesaing berat dalam pertumbuhan agathis di petak ukur 5 dengan lokasi cukup curam memungkinkan jarak tanam pohon berjauhan sehingga jumlah agathis pada petak ukur 5 sedikit jika dibandingkan dengan petak ukur yang lain.

Selanjutnya grafik struktur tegakan untuk keseluruhan petak ukur pada Gambar 9 di atas pada kelompok jenis agathis terlihat keganjalan dari segi bentuk kurva famili sebaran eksponensial negatif berbeda dengan petak ukur lain, hal ini disebabkan data yang diperoleh di lapangan jumlah agathis berdiameter kecil hanya berjumlah satu individu pohon sehingga bentuk kurva seperti gambar di atas. Secara matematis kurva famili sebaran eksponensial negatif sudah mendekati bentuk sebarannya.

Perbedaan pola struktur tegakan tersebut menurut (Oliver & Larson 1990) disebabkan oleh laju pertumbuhan yang berbeda-beda, akan menghasilkan sebuah pola yang berbeda diprediksi dimana individu yang mendominasi dapat menurunkan individu yang lainnya ke strata yang lebih rendah dengan mendominasi pertumbuhan tingginya secara pelan-pelan, dan secara fisik akan mengikis individu yang lain.


(35)

Hal tersebut yang mengakibatkan pola struktur tegakan pada berbagai petak ukur berbeda-beda karena dominasi oleh individu yang terkuat dan mampu bertahan hidup dan yang tidak mampu bersaing akan mati, sehingga pola struktur tegakannya akan berbeda-beda pada masing-masing petak ukur sesuai dengan persaingan individu dalam petak tersebut dan kondisi lingkungan.

Perlakuan kondisi lingkungan di lapangan HPGW yang tidak ada perlakuan khusus apapun, menyebabkan persaingan murni alami antar individu pohon yang menyebabkan pola struktur tegakan berbeda-beda pada masing-masing petak ukur. Regenerasi dan pertumbuhan pohon berlangsung secara alami tanpa perlakuan apapun menyebabkan jumlah individu untuk luasan satu hektar beda. Hal ini juga mempengaruhi bentuk pola struktur tegakan berbeda-beda pada masing-masing petak ukur dan famili sebaran yang dicobakan dalam penelitian.

5.3. Analisis Nilai Koefesien Skewness

Kemencengan atau kecondongan (skewness) adalah tingkat ketidaksimetrisan atau kejauhan simetri dari sebuah distribusi. Sebuah distribusi yang tidak simetris akan memiliki rata-rata, median, dan modus yang tidak sama besarnya (X ≠ Me ≠ Mo), sehingga distribusi akan terkonsentrasi pada salah satu sisi dan kurvanya akan menceng (Hasan 2001).

Tabel 7 Nilai koefesien skewness untuk kelompok jenis agathis, jenis lain dan seluruh jenis pada masing-masing petak ukur

Petak Ukur Kelompok Jenis SK

Petak Ukur 1 Agathis 0,1093

Jenis Lain -0,3042

Seluruh Jenis 0,0573

Petak Ukur 2 Agathis 0,1784

Jenis Lain 0,5198

Seluruh Jenis 0,4078

Petak Ukur 3 Agathis 0,4188

Jenis Lain 0,8224

Seluruh Jenis 0,4222

Petak Ukur 4 Agathis 0,6362

Jenis Lain 0,4386

Seluruh Jenis 0,6074

Petak Ukur 5 Agathis 0,2440

Jenis Lain 0,8445


(36)

Jika SK ≈ 0, maka data dikatakan menyebar simetris. Bila sebarannya menjulur ke kiri, nilai tengahnya lebih kecil daripada mediannya, sehingga nilai SK (-) negatif. Tetapi apabila sebarannya menjulur ke kanan, nilai tengahnya lebih besar daripada median sehingga SK (+) positif, secara umum nilai SK terletak antar -3 dan +3 (Walpole 1992).

Bentuk atau sebaran segugus pengukuran paling baik ditayangkan melalui sebuah histogram. Suatu sebaran dikatakan setangkup atau simetrik bila sebaran itu dapat dilipat sepanjang suatu sumbu tegak sehingga kedua belahannya saling menutupi apabila suatu sebaran yang tidak setangkup terhadap suatu sumbu tegak dikatakan menjulur. Sebaran dikatakan menjulur kekanan atau menjulur positif apabila memiliki ekor kanan panjang dibandingkan dengan ekor kiri demikian juga sebaliknya (Walpole 1992).

Dari hasil penelitian, terlihat kecenderungan kurva menuju kepada koefesien skewness positif SK > 0 yang berarti bahwa sebagian besar data mengumpul di ekor sebelah kiri kecuali pada petak ukur 1 untuk kelompok jenis lain, dimana SK diperoleh -0,3042 hal ini berarti data mengumpul di ekor sebelah kanan dengan nilai tengah data lebih besar daripada mediannya.

Oleh karena itu untuk menjadikan tegakan hutan tersebut ke arah skewness nol perlu dilakukan tindakan, antara lain : usaha regenerasi dengan penanaman pada areal tidak produktif atau tanah kosong, usaha mempertahankan stabilitas kemampuan lahan, usaha-usaha peningkatan kualita dan kuantita dengan penjarangan, pengendalian hama dan penyakit, pengendalian terhadap kebakaran, gangguan iklim, dan terhadap gangguan dari manusia (Ikhsan 1987).

Banyaknya data pada ekor kiri pada penelitian ini menandakan bahwa pohon menyebar dalam tegakan dengan jumlah pohon berdiameter kecil. Karena tegakan hutan di HPGW sepenuhnya dipelihara tanpa penjarangan dan penebangan, sehingga membuat kondisi tegakan berada pada petak ukur tersebut menjadi sangat rapat. Hal ini menyebabkan persaingan antar individu pohon dalam merebutkan air, unsur hara, cahaya matahari serta pertahanan terhadap gangguan-gangguan yang berasal dari manusia maupun hewan.


(37)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kondisi di HPGW yang tidak ada perlakuan khusus apapun, menyebabkan persaingan murni alami antar individu pohon yang menyebabkan pola struktur tegakan berbeda-beda pada masing-masing kelompok jenis. Berdasarkan nilai fungsi kemungkinan maksimum dapat ditarik kesimpulan bahwa model terbaik dalam menggambarkan struktur tegakan kelompok jenis agathis dan kelompok seluruh jenis adalah model famili sebaran gamma. Sedangkan untuk kelompok jenis lain yaitu model famili sebaran lognormal.

6.2. Saran

Dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pendugaan potensi tegakan dan tindakan silvikultur yang lebih tepat untuk diterapkan di HPGW.


(38)

DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

SUKABUMI JAWA BARAT

HERLINA WATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Arief A. 1994. Hutan Hakikat dan pengaruhnya terhadap Lingkungan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

_______. 2001. Hutan & Kehutanan. Yogyakarta : Kanisius.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2001. Informasi singkat benih agathis lorantifoliasalisbury.www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/Agathis_l oranthifolia.pdf. Di unggah [17 Januari 2011]

Ermayani E. 2000. Studi Model Struktur Tegakan dan Prospek Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan (Studi Kasus di HPH PT. Dwimajaya Utama Provinsi Kalimantan Tengah) [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Insititut Pertanian Bogor.

Hasan I. 1999. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Jakarta : Bumi Aksara.

[HPGW] Hutan Pendidikan Gunung Walat. 2011. Kondisi umum. www.hutanpendidikangunungwalat.net.id/kondisiumum. Di unggah [12 Desember 2011].

Ikhsan M. 1987. Nilai Koefesien Skewness sebagai Alat Analisis dalam Rangka Pengaturan Tegakan Hutan pada Kelas Perusahaan Jati [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia. Bogor : Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Mutia A. 2011. Studi Model Struktur Tegakan pada Hutan Tanaman Pinus (Pinus Merkusii Jungh et de Vrise) Tanpa Penjarangan di Hutan Pendidikan Gunung Walat [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Oliver CD dan Larson BC. 1990. Forest Stand Dynamics. New York : McGraw Hill Inc.

Patrycia R. 2010. Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus PT. Erna Djualiawati, Kalimantan Tengah) [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Prihanto B. 1987 . Studi Struktur Tegakan Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis L.f) di KPH Randublatung Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.


(40)

Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.


(41)

DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

SUKABUMI JAWA BARAT

HERLINA WATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(42)

DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

SUKABUMI JAWA BARAT

HERLINA WATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(43)

HERLINA WATI. E14070066. Model Struktur Tegakan Hutan Tanaman Agathis (Agathis loranthifolia) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh BUDI PRIHANTO.

Struktur tegakan hutan merupakan sebaran jumlah pohon pada berbagai kelas diameter per satuan luas dan merupakan salah satu bentuk penampilan suatu tegakan. Keragaman berbagai kelas diameter sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal dari pertumbuhan pohon. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan pohon yaitu : jenis dan umur pohon. Jenis pohon berkaitan erat dengan faktor genetis, beberapa pohon dengan jenis yang sama tetapi berasal dari induk yang berlainan, maka pertumbuhan masing-masing pohon tersebut akan berlainan. Sedangkan umur pohon berhubungan dengan pertumbuhan diameter, perbedaan umur akan mempengaruhi besar kecilnya diameter. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan pohon adalah faktor klimatis, edafis dan biotis. Faktor edafis berhubungan dengan tanah yang merupakan kondisi tempat tumbuh. Kondisi tegakan hutan pada hakikatnya dapat diketahui dengan melihat struktur tegakan hutannya. Untuk menerangkan kondisi struktur tegakan dapat menggunakan model-model famili sebaran, seperti : famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model struktur tegakan hutan tanaman agathis dalam bentuk famili sebarannya, serta jenis-jenis lain yang ada didalamnya.

Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada bulan Februari 2011. Data yang digunakan adalah data diameter pohon setinggi dada pada tegakan hutan tanaman agathis. Metode yang digunakan untuk mengukur tegakan adalah metode jalur. Petak ukur yang dipilih berukuran 1 hektar dengan panjang jalur 500 meter dan lebar jalur 20 meter. Pemilihan lokasi petak ukur dilakukan secara purposive sampling. Dalam penelitian ini diambil lima petak ukur yang dianggap dapat mewakili struktur tegakan hutan di lokasi penelitian.

Hasil penelitian yang dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan metode fungsi kemungkinan maksimum menunjukkan bahwa model yang terpilih sebagai model yang terbaik dalam menggambarkan struktur tegakan kelompok jenis agathis dan kelompok seluruh jenis adalah model famili sebaran gamma. Sementara model terbaik dalam menggambarkan struktur tegakan kelompok jenis lain adalah model famili sebaran lognormal. Nilai koefesien skewness yang diperoleh cenderung menuju ke arah skewness positif. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar data mengumpul di ekor sebelah kiri, sedangkan di ekor sebelah kanan data tidak terlalu banyak. Sehingga dalam pengelolaannya akan lebih mudah menjadikan kurva menuju ke arah skewness nol, yakni dengan melakukan tindakan usaha regenerasi penanaman pada areal tidak produktif, usaha peningkatan kualitas kuantitas penjarangan, pengendalian hama penyakit, pengendalian terhadap kebakaran, gangguan iklim, dan pengendalian gangguan yang berasal dari manusia maupun hewan.

Kata Kunci : Struktur Tegakan, Model Famili Sebaran, Koefesien Kemenjuluran, Hutan Pendidikan Gunung Walat, Agathis.


(44)

HERLINA WATI. E14070066. Stand Structure Model on Agathis (Agathis loranthifolia) Plantation Forest in Gunung Walat University Forest Sukabumi West Java. Under Supervised by BUDI PRIHANTO.

Forest stand structure is the number of trees distribution on various class diameters per unit area and is one of the forms of display of a structure. A diversity of various class diameters are very affected by external and internal factors of tree development. The internal factors that affect : tree growth are types and location of tree developments. Tree types are highly linked with genetic factors, few trees with the same types but different surrogates, then those trees will have different growth for each trees. Meanwhile, the age of tree is linked with diameter growth, the age difference will affect the large or small of the diameter. The external factors that affects tree growth are climatic factor, edapic factor, and biotic. The edapic factor is connected with the soil which is the growth place’s condition. The condition of the said forest stand structur essentially can be identified by looking at the stand structure of the forest. To elaborate the stand structure condition, a famillial distribution method such as : normal distribution family, lognormal, gamma, and negative exponential can be used. The purpose of this study is to gain an agathis plant forest stand structure model in the shape of its family’s distribution, as well as analyzing the skewness value of Agathis

loranthifolia’s stand stucture curve.

This research was conducted at Gunung Walat University Forest in February 2011. The data used were the tree measurement on breast height of agathis forest stand. The method used to measure the stands was the lines method. The transect chosen is 1 hectare area wide with a 500 meter line length and 20 meter line width. The choosing of the transect location is conducted by

purposive sampling. In this research, five transects is chosen that is able to

represent the forest stand structure in the study location.

The results of study conducted in Gunung Walat University Forest with maximum likelihood function method indicates that the model choosen as the best model in depicting the stand stucture of the agathis cohort and the cohort of all types is the gamma family distribution model. Meanwhile, the best model in depicting the cohort stand structure of types is the lognormal distribution family model. The coefficient skewness value obtained tends towards positive skewness. This indicates that most of the data clusters in the left side end, while in the right side end, the data isn’t that many. So that in its management it will be easier to make the curve to zero skewness by doing regeneration effort by planting on unproductive areas or empty lots, efforts in increasing quality and quantity by thinning, controlling pests and disease, controlling forest fires, climate disturbance, and protecting from disturbances from humans and animals.

Keywords : Stand Structure, Family Distribution Model, Skewness Coefficient, Gunung Walat University Forest, Agathis.


(45)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Struktur Tegakan Hutan Tanaman Agathis (Agathis loranthifolia) di Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dari dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

Herlina Wati NRP E14070066


(46)

Walat Sukabumi Jawa Barat Nama : Herlina Wati

NRP : E14070066

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Budi Prihanto, MS NIP : 19641020 1989 03 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP : 19630401 1994 03 1 001


(47)

Puja dan puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul penelitian skripsi ini adalah Model Struktur Tegakan Hutan Tanaman Agathis (Agathis loranthifolia) di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model struktur tegakan hutan tanaman agathis (Agathis loranthifolia) dalam bentuk famili sebarannya, serta menganalisis derajat kemenjuluran (skewness) kurva tegakan yang diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam pengelolaan hutan oleh pihak Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga hasil skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca secara umum dan khususnya untuk pihak pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).

Bogor, Januari 2012


(48)

1989. Penulis merupakan anak ke dua dari dua bersaudara pasangan Bapak Marijo Hadi Wiyono dan Ibu Suharni. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1995-2001 di Sekolah Dasar Negeri Jetis 1, Jawa Tengah.

Pada tahun 2001-2003, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sambirejo, Jawa Tengah dan pada tahun 2003-2004 Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 15 Bogor, Jawa Barat. Tahun 2004-2007 penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Kornita Bogor, Jawa Barat dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setahun kemudian, Penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui sistem mayor minor.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Organisasi Perhimpunan Mahasiswa Manajemen Hutan (FMSC) Forest Management Student Club sebagai ketua divisi Kewirausahaan periode 2009-2010 dan aktif dalam kepanitian E-Green tahun 2010 serta Temu Manajer Departemen Manajamen Hutan tahun 2009. Penulis pernah mengikuti magang mandiri di LSM Rimbawan Muda Indonesia (RMI) tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di jalur Cikeong-Burangrang dan pada tahun 2010 penulis melakukan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Tahun 2011 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang di PT. Restorasi Ekosistem Indonesia Jambi. Selain itu, penulis aktif menjadi asisten mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan (2009/2010).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Model Struktur Tegakan Hutan Tanaman Agathis (Agathis loranthifolia) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat” dibawah bimbingan Ir. Budi Prihanto, MS.


(49)

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Berbagai kendala dialami oleh penulis sehingga membutuhkan bantuan, dukungan, dan semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orangtua tercinta, kakak serta seluruh keluarga besar Hadi Warsito atas dukungan, kasih sayang, dan doa yang diberikan kepada penulis.

2. Bapak Ir. Budi Prihanto, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam membimbing selama penelitian serta penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Harnios Arief, MScF selaku dosen penguji perwakilan Departemen Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekowisata (KSH & E).

4. Dra. Sri Rahaju, Msi selaku Moderator seminar, serta Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, MSc selaku ketua sidang dalam ujian komprehensif.

5. Bapak Ir. Agung Sutrisno selaku Manajer Operasional HPGW, Bapak Dizy Rizal dan Bapak Uus Suhendar yang telah membantu selama proses pengumpulan data di lapangan.

6. Keluarga besar Fahutan IPB, khususnya rekan-rekan Departemen Manajemen Hutan angakatan 44 atas dukungannya.

7. Aditya Sani S, Choirida Ema Wardasanti, Diajeng Wiangga Putri, Ika Octavia Aryani Putri, Melati Nuswantari, Mutia Adianti, Nurul Haqiqi, Rika Rizky Awalia, Rahma Amalia Ismaniar dan Tri Rohidayati atas bantuan dan motivasinya.

6. Gustiyan Taufik Mahardika atas doa dan semangat yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

7. Rekan seperjuangan Bayu Adirianto, Ibrahim Hamzah dan Vivi Selviana atas kebersamaannya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.


(50)

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vii DAFTAR LAMPIRAN ... viii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan Penelitian ... 2 1.3. Manfaat ... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1. Tinjauan Umum Agathis (Agathis Lorantifolia) ... 3 2.2. Struktur Tegakan Hutan ... 4 2.3. Model Struktur Tegakan ... 4 2.4. Kegunaan Struktur Tegakan Hutan ... 5 2.5. Ukuran Kemenjuluran Data ... 6 BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 7 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 7 3.2. Bahan dan Alat ... 7 3.3. Metode Penelitian ... 7 3.4. Analisis Data ... 8 3.4.1. Pemeriksaan Data ... 8 3.4.2. Pemilihan Model ... 8 3.5. Analisis Nilai Koefesien Skewness ... 13 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 15 4.1. Lokasi dan Luas ... 15 4.2. Topografi dan Iklim ... 15 4.3. Tanah dan Hidrologi ... 15 4.4. Vegetasi ... 16


(51)

5.2. Pemilihan Model ... 22 5.3. Analisis Nilai Koefesien Skewness ... 35 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 37 6.1. Kesimpulan ... 37 6.2. Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA ... 38


(52)

1 Kerapatan tegakan pada masing-masing petak ukur menurut kelompok jenis dan tingkatan pertumbuhannya ... 19 2 Parameter sebaran pada setiap model famili sebaran di masing-masing

petak ukur ... 22 3 Komposisi nilai fungsi kemungkinan maksimum (-(In L )) untuk setiap

famili sebaran pada masing-masing petak ukur kelompok agathis ... 23 4 Komposisi nilai fungsi kemungkinan maksimum (-(In L )) untuk setiap

famili sebaran pada masing-masing petak ukur jenis lain ... 23 5 Komposisi nilai fungsi kemungkinan maksimum (-(In L )) untuk setiap

famili sebaran pada masing-masing petak ukur untuk seluruh jenis ... 23 6 Perbedaan kerapatan pohon (ind/ha), kisaran diameter (cm) dan diameter rata-rata (cm) untuk kelompok jenis agathis, jenis lain dan seluruh jenis.. 32 7 Nilai koefesien skewness untuk kelompok jenis agathis, jenis lain dan


(53)

1 Bentuk dan ukuran petak contoh penelitian... 7 2 Peta lokasi petak ukur penelitian di Hutan Pendidikan Gunung Walat .... 17 3 Histogram kerapatan tegakan (ind/ha) berdasarkan kelas diameter untuk

Kelompok jenis agathis, jenis lain dan kelompok seluruh jenis pada

masing-masing petak ukur ... 21 4 Perbandingan data aktual dengan (model famili sebaran normal, lognormal,

gamma, dan eksponensial negatif) pada (a) kelompok agathis (b) jenis lain (c) seluruh jenis di petak ukur 1 ... 27 5 Perbandingan data aktual dengan (model famili sebaran normal, lognormal, gamma, dan eksponensial negatif) pada (a) kelompok agathis (b) jenis lain (c) seluruh jenis di petak ukur 2 ... 28 6 Perbandingan data aktual dengan (model famili sebaran normal, lognormal, gamma, dan eksponensial negatif) pada (a) kelompok agathis (b) jenis lain (c) seluruh jenis di petak ukur 3 ... 29 7 Perbandingan data aktual dengan (model famili sebaran normal, lognormal, gamma, dan eksponensial negatif) pada (a) kelompok agathis (b) jenis lain (c) seluruh jenis di petak ukur 4 ... 30 8 Perbandingan data aktual dengan (model famili sebaran normal, lognormal, gamma, dan eksponensial negatif) pada (a) kelompok agathis (b) jenis lain (c) seluruh jenis di petak ukur 5 ... 31 9 Perbandingan data aktual dengan (model famili sebaran normal, lognormal, gamma, dan eksponensial negatif) pada (a) kelompok agathis (b) jenis lain (c) seluruh jenis pada keseluruhan petak ukur ... 32


(54)

1 Data diameter pohon kelompok jenis agathis PU 1 ... 40 2 Data diameter pohon kelompok jenis agathis dan kelompok jenis lain

PU 1 ... 41 3 Data diameter pohon kelompok jenis agathis dan kelompok jenis lain

PU 2 ... 42 4 Data diameter pohon kelompok jenis agathis PU 3 ... 43 5 Data diameter pohon kelompok jenis agathis dan kelompok jenis lain

PU 3 ... 44 6 Data diameter pohon kelompok jenis agathis PU 4 ... 45 7 Data diameter pohon kelompok jenis lain PU 4 ... 46 8 Data diameter pohon kelompok jenis agathis dan kelompok jenis lain

PU 5 ... 47 9 Data diameter pohon kelompok jenis lain PU 5 ... 48 10 Peta lokasi petak ukur penelitian di Hutan Pendidikan Gunung


(55)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Struktur tegakan hutan merupakan sebaran jumlah pohon pada berbagai kelas diameter persatuan luas dan merupakan salah satu bentuk penampilan suatu tegakan. Keragaman berbagai kelas diameter sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal dari pertumbuhan pohon.

Adapun faktor internal yang mempengaruhi, yaitu : jenis pohon dan umur pohon. Jenis pohon berkaitan erat dengan faktor genetis atau disebut juga faktor keturunan, beberapa pohon dengan jenis yang sama tetapi berasal dari induk yang berlainan maka pertumbuhan masing-masing pohon tersebut akan berlainan. Umur pohon berhubungan dengan pertumbuhan diameter, perbedaan umur akan mempengaruhi besar atau kecilnya diameter.

Faktor luar (eksternal) yang mempengaruhi pertumbuhan pohon adalah faktor klimatis, faktor edafis dan faktor biotis. Faktor klimatis atau iklim merupakan komponen ekosistem alam yang terdiri dari unsur-unsur hujan (air), sinar matahari (suhu), angin dan kelembaban yang sangat mempengaruhi kehidupan yang ada di permukaan bumi terutama iklim makro maupun mikro. Faktor edafis berhubungan dengan tanah yang merupakan tempat tumbuh pohon, kondisi tempat tumbuh yang berbeda akan menampakkan pertumbuhan pohon yang berbeda-beda pula sesuai dengan tingkat kesuburan tanah pada suatu tempat. Faktor biotis yakni makhluk hayati yang saling berinteraksi antara satu sama lain seperti : manusia, hewan, serangga dan jasad renik.

Pengetahuan mengenai struktur tegakan hutan diperlukan untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dalam penyusunan perencanaan pengelolaan hutan. Untuk mendapatkan pola struktur tegakan, terdapat beberapa jenis model yang sering dicobakan, antara lain : model yang berasal dari famili sebaran normal, famili sebaran lognormal, famili sebaran gamma, dan famili sebaran eksponensial negatif. Dalam penelitian ini, akan diteliti keempat model tersebut untuk mengetahui model distribusi terbaik yang dapat menggambarkan struktur tegakan agathis (Agathis loranthifolia) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).


(56)

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menyusun model struktur tegakan hutan tanaman agathis (Agathis loranthifolia) dan jenis-jenis lain yang ada didalamnya.

1.3.Manfaat

Manfaatpenelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pendugaan potensi tegakan secara cepat jika total jumlah pohon diketahui. 2. Perencanaan tindakan silvikultur untuk mendapatkan bentuk struktur


(57)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Umum Agathis (Agathis loranthifolia)

Agathis loranthifolia salibs merupakan famili Araucariaceae atau disebut juga Agathis dammara dengan nama daerah/lokal, yaitu : damar (Indonesia), dayungon (Pilipina), kauri (England), kauri pine (Papua New Guinea) dan damar minyak sebagai nama dagang.

Daerah penyebaran alaminya, meliputi : Papua New Guinea, New Britain, Indonesia (Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya) Philipina dan Malaya. Pohon ini umumnya tumbuh pada dataran tinggi (300-1200 m dpl) dengan curah hujan (3000 – 4000 mm/tahun). Temperatur rata-rata tahunan 25°-30° C. Jenis ini pada dataran rendah ditemukan di tanah berbatu seperti pasir podzolik (pada hutan kerangas), ultra basa, tanah kapur dan batuan endapan.

Anakan jenis ini memerlukan naungan dan memperlihatkan pertumbuhan yang lambat selama tahun pertama. Setelah bebas dari kompetisi dengan semak belukar pertumbuhannya menjadi cepat, seperti terlihat pada sebagian besar hutan hujan primer. Sistem perakaran sensitif terhadap kekurangan oksigen dan pohon tidak tahan terhadap genangan air. Jenis pohon ini ditanam pada hutan tanaman, penanaman sulaman dan reboisasi diberbagai wilayah sebaran alaminya. Sebaran diluar habitat alaminya telah ditanam di Jawa. Agathis memerlukan drainase yang baik dan tumbuh pada kondisi tanah dengan pH 6,0 - 6,5 serta tahan terhadap tanah berat (heavy soil) dan keasaman.

Kayu Agathis loranthifolia diklasifikasiakan agak kuat namun tidak awet dan tidak tahan terhadap pembusukan. Kayu terutama digunakanan untuk korek api, perabot rumah tangga, vinir bermutu baik, kayu lapis dan pulp. Bagian dalam kulit kayu mengeluarkan resin bening (kopal) yang merupakan bagian penting dalam pembuatan minyak pelapis lantai dan dapur yang dapat dibersihkan dengan dicuci.

Deskripsi botani agathis yaitu pohon besar sekali, tinggi hingga 65 meter diameter hingga 1,6 meter. Batang lurus, sindris, tidak berbanir cabang besar sering mencuat ke atas tidak beraturan. Kulit batang abu-abu muda hingga coklat


(58)

kemerahan, mengelupas dalam serpihan besar tipis, berbentuk tidak beraturan, biasanya bopeng karena resin (Dephut 2001).

Kayu agathis pada umumnya termasuk kelas awet IV, hama dan penyakit disebabkan oleh tikus yang memakan keping biji agathis. Sedangkan di persemaian umumnya diserang oleh jamur Gloesporium sp (Martawijaya et al 2005).

2.2. Struktur Tegakan Hutan

Tegakan adalah sekelompok pohon yang mempunyai ciri-ciri seragam mulai dari jenis, umur dan ukuran (diameter dan tinggi). Diameter pohon/batang (DBH= Diameter Breast Height), yaitu : garis tengah suatu pohon atau batang kayu yang dinyatakan dalam centimeter. Diameter kayu diukur pada garis datar setinggi dada 130 cm di atas tanah untuk pohon tidak berbanir atau 20 cm dari pucuk banir bila tinggi banir lebih dari 130 cm (Arief 2001).

Tegakan merupakan unit homogen yang dapat dibedakan dengan jelas dari tegakan disekitarnya dari segi umur, komposisi, struktur, dan tempat tumbuh. Semua hutan akan mempunyai perbedaan dalam jumlah pohon dan volume tiap hektar, luas bidang dasar dan lain-lain. Perbedaan tegakan yang rapat dan yang jarang hanya dapat jelas bila menggunakan kriteria pembukaan tajuk. Sedangkan kerapatan tegakan berdasarkan volume, luas bidang dasar dan jumlah batang tiap hektar akan diketahui melalui pengukuran. Hutan yang terlalu rapat akan mengalami pertumbuhan lambat karena adanya persaiangan dalam hal sinar matahari, air, unsur hara, bahkan tempat. Sebaliknya, hutan yang terlalu jarang akan menghasilkan pohon-pohon dengan tajuk besar dan bercabang banyak dengan batang yang pendek (Arief 2001).

2.2.Model Struktur Tegakan

Model struktur tegakan merupakan suatu permasalahan matematika yang dapat menggambarkan pola struktur tegakan sesuai dengan data-data di lapangan. Pemodelan dinamika struktur tegakan dapat digunakan untuk menentukan hasil kayu, tegakan sisa, distribusi diameter dan siklus tebang yang optimal (Ermayani 2000).

Famili sebaran normal memiliki model yang cukup sederhana jika dibandingkan dengan famili sebaran gamma dan lognormal relatif lebih


(1)

Lampiran 7 Data diameter pohon kelompok jenis lain PU 4

NO NAMA POHON DIAMETER NO NAMA POHON DIAMETER

1 puspa 22 48 pasang 48

2 puspa 24 49 pasang 48

3 puspa 24 50 kayu afrika 49

4 puspa 25 51 sempur 49

5 puspa 27 52 puspa 50

6 puspa 28 53 puspa 51

7 puspa 29 54 puspa 51

8 puspa 29 55 puspa 52

9 puspa 31 56 puspa 55

10 puspa 31 57 puspa 55

11 puspa 32 58 puspa 56

12 puspa 32 59 puspa 57

13 puspa 33 60 puspa 59

14 puspa 33 61 puspa 63

15 puspa 34 62 puspa 67

16 puspa 34 63 puspa 70

17 puspa 34

18 puspa 35

19 puspa 35

20 puspa 35

21 puspa 36

22 puspa 37

23 puspa 38

24 puspa 38

25 puspa 38

26 puspa 38

27 puspa 39

28 puspa 39

29 puspa 39

30 puspa 41

31 puspa 41

32 puspa 41

33 puspa 41

34 puspa 42

35 puspa 43

36 puspa 43

37 puspa 43

38 puspa 43

39 puspa 45

40 puspa 45

41 puspa 46

42 puspa 46

43 jamolok 46

44 kayu afrika 47

45 pasang 47

46 puspa 47


(2)

Lampiran 8 Data diameter pohon kelompok jenis agathis dan kelompok jenis lain PU 5

NO DIAMETER NO DIAMETER NO NAMA POHON DIAMETER

1 18 48 66 1 jamolok 11

2 31 49 66 2 jamolok 11

3 32 50 66 3 kiteja 11

4 34 51 66 4 kayu afrika 12

5 36 52 66 5 pasang 13

6 40 53 66 6 puspa 13

7 45 54 67 7 dara uncel 13

8 46 55 67 8 jamolok 14

9 46 56 67 9 kayu afrika 14

10 47 57 70 10 puspa 14

11 48 58 70 11 kiterasi 14

12 48 59 70 12 jamolok 14

13 50 60 70 13 kayu afrika 15

14 51 61 70 14 sempur 15

15 51 62 71 15 sempur 15

16 52 63 71 16 jamolok 16

17 53 64 72 17 sempur 16

18 54 65 72 18 sempur 16

19 55 66 72 19 jamolok 17

20 55 67 73 20 puspa 17

21 55 68 73 21 puspa 18

22 56 69 73 22 sempur 18

23 56 70 73 23 sempur 18

24 57 71 74 24 pasang 18

25 57 72 76 25 jamolok 18

26 57 73 76 26 jamolok 18

27 57 74 78 27 kayu afrika 19

28 58 75 79 28 kiteja 20

29 58 76 83 29 puspa 20

30 59 77 83 30 puspa 20

31 59 78 86 31 kiteja 20

32 59 79 88 32 puspa 20

33 60 80 91 33 puspa 20

34 60 81 92 34 puspa 21

35 60 82 92 35 puspa 22

36 62 83 93 36 puspa 22

37 63 84 98 37 puspa 22

38 63 85 100 38 puspa 22

39 63 86 100 39 puspa 23

40 63 87 100 40 kayu afrika 23

41 63 88 100 41 puspa 24

42 63 89 100 42 puspa 24

43 64 90 102 43 puspa 24

44 65 91 103 44 puspa 24

45 65 92 108 45 puspa 24

46 65 46 puspa 24


(3)

Lampiran 9 Data diameter pohon kelompok jenis lain PU 5

NO NAMA POHON DIAMETER NO NAMA POHON DIAMETER

48 kayu afrika 25 95 kayu afrika 53

49 kayu afrika 25 96 saga 54

50 puspa 25 97 saga 54

51 puspa 25 98 puspa 56

52 puspa 27 99 sempur 65

53 puspa 27 100 kiteja 70

54 puspa 27

55 puspa 27

56 puspa 27

57 puspa 28

58 puspa 29

59 puspa 29

60 jamolok 30

61 jamolok 30

62 puspa 30

63 puspa 31

64 puspa 31

65 puspa 32

66 puspa 33

67 puspa 33

68 kiteja 34

69 kiteja 34

70 jamolok 34

71 puspa 35

72 sempur 36

73 kiterasi 36

74 kiterasi 36

75 kiteja 37

76 kiteja 37

77 kiteja 38

78 kiterasi 38

79 kiterasi 38

80 puspa 39

81 puspa 40

82 puspa 40

83 dara uncel 41

84 kiterasi 42

85 kiteja 42

86 kiteja 43

87 kiteja 44

88 puspa 45

89 puspa 45

90 kiteja 46

91 kayu afrika 46

92 kiteja 48

93 puspa 50


(4)

Lampiran 10 Peta lokasi petak ukur penelitian di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat.


(5)

RINGKASAN

HERLINA WATI. E14070066. Model Struktur Tegakan Hutan Tanaman

Agathis (Agathis loranthifolia) di Hutan Pendidikan Gunung Walat

Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh BUDI PRIHANTO.

Struktur tegakan hutan merupakan sebaran jumlah pohon pada berbagai kelas diameter per satuan luas dan merupakan salah satu bentuk penampilan suatu tegakan. Keragaman berbagai kelas diameter sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal dari pertumbuhan pohon. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan pohon yaitu : jenis dan umur pohon. Jenis pohon berkaitan erat dengan faktor genetis, beberapa pohon dengan jenis yang sama tetapi berasal dari induk yang berlainan, maka pertumbuhan masing-masing pohon tersebut akan berlainan. Sedangkan umur pohon berhubungan dengan pertumbuhan diameter, perbedaan umur akan mempengaruhi besar kecilnya diameter. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan pohon adalah faktor klimatis, edafis dan biotis. Faktor edafis berhubungan dengan tanah yang merupakan kondisi tempat tumbuh. Kondisi tegakan hutan pada hakikatnya dapat diketahui dengan melihat struktur tegakan hutannya. Untuk menerangkan kondisi struktur tegakan dapat menggunakan model-model famili sebaran, seperti : famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model struktur tegakan hutan tanaman agathis dalam bentuk famili sebarannya, serta jenis-jenis lain yang ada didalamnya.

Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada bulan Februari 2011. Data yang digunakan adalah data diameter pohon setinggi dada pada tegakan hutan tanaman agathis. Metode yang digunakan untuk mengukur tegakan adalah metode jalur. Petak ukur yang dipilih berukuran 1 hektar dengan panjang jalur 500 meter dan lebar jalur 20 meter. Pemilihan lokasi petak ukur dilakukan secara purposive sampling. Dalam penelitian ini diambil lima petak ukur yang dianggap dapat mewakili struktur tegakan hutan di lokasi penelitian.

Hasil penelitian yang dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan metode fungsi kemungkinan maksimum menunjukkan bahwa model yang terpilih sebagai model yang terbaik dalam menggambarkan struktur tegakan kelompok jenis agathis dan kelompok seluruh jenis adalah model famili sebaran gamma. Sementara model terbaik dalam menggambarkan struktur tegakan kelompok jenis lain adalah model famili sebaran lognormal. Nilai koefesien skewness yang diperoleh cenderung menuju ke arah skewness positif. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar data mengumpul di ekor sebelah kiri, sedangkan di ekor sebelah kanan data tidak terlalu banyak. Sehingga dalam pengelolaannya akan lebih mudah menjadikan kurva menuju ke arah skewness nol, yakni dengan melakukan tindakan usaha regenerasi penanaman pada areal tidak produktif, usaha peningkatan kualitas kuantitas penjarangan, pengendalian hama penyakit, pengendalian terhadap kebakaran, gangguan iklim, dan pengendalian gangguan yang berasal dari manusia maupun hewan.

Kata Kunci : Struktur Tegakan, Model Famili Sebaran, Koefesien Kemenjuluran, Hutan Pendidikan Gunung Walat, Agathis.


(6)

SUMMARY

HERLINA WATI. E14070066. Stand Structure Model on Agathis (Agathis

loranthifolia) Plantation Forest in Gunung Walat University Forest Sukabumi West Java. Under Supervised by BUDI PRIHANTO.

Forest stand structure is the number of trees distribution on various class diameters per unit area and is one of the forms of display of a structure. A diversity of various class diameters are very affected by external and internal factors of tree development. The internal factors that affect : tree growth are types and location of tree developments. Tree types are highly linked with genetic factors, few trees with the same types but different surrogates, then those trees will have different growth for each trees. Meanwhile, the age of tree is linked with diameter growth, the age difference will affect the large or small of the diameter. The external factors that affects tree growth are climatic factor, edapic factor, and biotic. The edapic factor is connected with the soil which is the growth place’s condition. The condition of the said forest stand structur essentially can be identified by looking at the stand structure of the forest. To elaborate the stand structure condition, a famillial distribution method such as : normal distribution family, lognormal, gamma, and negative exponential can be used. The purpose of this study is to gain an agathis plant forest stand structure model in the shape of its family’s distribution, as well as analyzing the skewness value of Agathis loranthifolia’s stand stucture curve.

This research was conducted at Gunung Walat University Forest in February 2011. The data used were the tree measurement on breast height of agathis forest stand. The method used to measure the stands was the lines method. The transect chosen is 1 hectare area wide with a 500 meter line length and 20 meter line width. The choosing of the transect location is conducted by purposive sampling. In this research, five transects is chosen that is able to represent the forest stand structure in the study location.

The results of study conducted in Gunung Walat University Forest with maximum likelihood function method indicates that the model choosen as the best model in depicting the stand stucture of the agathis cohort and the cohort of all types is the gamma family distribution model. Meanwhile, the best model in depicting the cohort stand structure of types is the lognormal distribution family model. The coefficient skewness value obtained tends towards positive skewness. This indicates that most of the data clusters in the left side end, while in the right side end, the data isn’t that many. So that in its management it will be easier to make the curve to zero skewness by doing regeneration effort by planting on unproductive areas or empty lots, efforts in increasing quality and quantity by thinning, controlling pests and disease, controlling forest fires, climate disturbance, and protecting from disturbances from humans and animals.

Keywords : Stand Structure, Family Distribution Model, Skewness Coefficient, Gunung Walat University Forest, Agathis.


Dokumen yang terkait

Masukan Hara Melalui Curah Hujan, Air Tembus dan Aaliran Batang pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii), Agathis (Agathis loranthifolia) dan Puspa (Schima wallichii) di DAS Cipeureu, Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

0 9 53

Produktivitas, Penghancuran dan Kandungan Hara Serasah pada Tegakan Pinus (Pinus Merkusif), Agathis (Agathuis loranthifolia) dan Puspa (Schima wallachii) di DAS Cipeureu, Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

0 15 48

Unsur Hara Yang Hilang Akibat Pencucian di Bawah Tegakan Pinus (Pinus merkusii), Agathis (Agathis loranthifolia) dan Puspa (Schima wallichii) di DAS Cipeureu-Hutan Pendidikan Gunung Walat-Sukabumi

0 7 75

Tabel volume pohon Agathis loranthifolia di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat.

2 13 103

Perbaikan pertumbuhan tanaman damar (Agathis loranthifolia Salisb.) dengan teknik LRM (Lateral Root Manipulation) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, kabupaten Sukabumi

0 4 46

Karakteristik biometrik pohon agathis loranthifolia di hutan pendidikan gunung walat Sukabumi Jawa Barat

0 2 91

Pendugaan Produktivitas Kopal Berdasarkan Beberapa Peubah Fenotipe Pohon Agatis (Agathis loranthifolia Salisb) di Hutan Pendidikan Gunung Walat

0 3 30

Model Penduga Biomassa Pohon Agathis (Agathis loranthifolia) Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat

0 3 31

Penilaian Kesehatan Pohon Plus Damar (Agathis loranthifolia Salisb.) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat dengan Metode Forest Health Monitoring

1 27 43

Perbandingan Efisiensi Metode Tree Sampling dan Metode Konvensional dalam Pendugaan Potensi Tegakan Agathis (Agathis toranthifolia) di hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

0 2 54