PERBANDINGAN KEEFEKTIVITAS PEMBERIAN PARASETAMOL DAN TRAMADOL TERHADAP RASA NYERI PRE-SIRKUMSISI

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN KEEFEKTIVITAS PEMBERIAN

PARASETAMOL DAN TRAMADOL TERHADAP

RASA NYERI PRE-SIRKUMSISI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

GIBRAN RAKA PRAMODYA 20120310137

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN KEEFEKTIVITAS PEMBERIAN

PARASETAMOL DAN TRAMADOL TERHADAP

RASA NYERI PRE-SIRKUMSISI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

GIBRAN RAKA PRAMODYA 20120310137

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

PERBANDINGAN KEEFEKTIVITAS PEMBERIAN

PARASETAMOL DAN TRAMADOL TERHADAP

RASA NYERI PRE-SIRKUMSISI

Disusun oleh :

GIBRAN RAKA PRAMODYA SYAM 20120310137

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal : 4 Mei 2016

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes dr. Farindira Vesti Rahmasari, M.Sc NIK: 19691213199807173031 NIK: 1984080520104173233

Mengetahui

Kaprodi pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG., M.Kes NIK: 19711028199709173027


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Gibran Raka Pramodya Syam

Nim : 20120310137

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

Mengatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta,


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha sempurna yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat.

Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Perbandiingan Efektifitas Pemberian Parasetamol dan Tramadol Sebelum Sirkumsisi Terhadap Tingkatan Nyeri Pasca Sirkumsisi” ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh derajat sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Pada kesempatan ini, ijinkan penuis untuk mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan serta dalam membantu penyelesaian proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan terima kasih ini diberikan kepada: 1. Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini dengan baik

2. Nabi Muhammad SAW, selaku nabi junjungan umat islam atas jasa-jasa beliau dan teladan yang diajarkan.

3. dr. Ardi Pramono, Sp.An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan juga selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan proposal penelitian ini.

4. Kedua orang tua saya, Ayah dr. Syamsul Burhan Sp. B dan Ibu Ir. Tri Suheni, serta kedua adik saya Herbagus Abyan Jatmiko dan Iffat Hesya Rajendra yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada henti.

5. Partner saya, teman satu kelompok penelitian, Renato Naufal Zakariya, Cornel Anggara dan Andhika Putra Baghaskara yang banyak memberikan dukungan semangat serta doa.


(6)

v

6. BAS Family. Renato, Andhika, Rendy, Rezza, Rijal, Ezra, Cornel, Audi, Habib, Iqbal, Andye, Darko, Darje, Qonitya, Fiqi, Sofyan, Chamim, Babe, Aam, Aswin, Kemem, Putra, Denny yang selalu memberikan dukungan semangat.

7. Serta semua pihak yang ikut serta dalam mendukung terlaksananya penelitian dan pembuatan karya tulis ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya, untuk itu mohon maaf sebesar-besaranya.


(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

BAB IPENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Anestesi ... 7

2. Tramadol ... 7

3. Parasetamol ... 11

4. Nyeri ... 13

5. Anatomi Penis ... 18

6. Sirkumsisi ... 19

B. Kerangka Konsep ... 24

C. Hipotesis Penelitian ... 24

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 25

A. Desain Penelitian ... 25

B. Populasi dan Subjek Penelitian ... 25


(8)

vii

D. Variable Penelitian ... 29

E. Definisi Operasional ... 29

F. Alat dan Bahan Penelitian ... 31

G. Jalannya Penelitian ... 32

H. Analisis Data ... 33

I. Cara Kerja ... 33

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Hasil Penelitian ... 40

B. Pembahasan ... 42

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ... 46

A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(9)

viii

DAFTAR TABEL

Table 1. Keaslian Penelitian... 6 Tabel 2. Karakteristik intensitas nyeri pada pemberian parasetamol dan tramadol pasien sirkumsisi ... 40 Tabel 3. Perbedaan Tramadol dan Parasetamol dalam menurunkan


(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Molekul Tramadol ... 8

Gambar 2. Mekanisme Kerja Tramadol ... 10

Gambar 3. Struktur Molekul Parasetamol ... 11

Gambar 4. Kerangka Konsep ... 24

Gambar 5. Visual Analog Scale (VAS) ... 31

Gambar 6. Cara Kerja ... 33


(11)

x INTISARI

Sunat atau sirkumsisi merupakan tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan penis atau preputium. Dilakukan untuk membersihkan dari berbagai kotoran penyebab. Jika di tinjau dari segi agama sirkumsisi atau khitan hukumnya wajib. Anestesi pada sirkumsisi dapat dilakukan secara umum dan lokal. Dua agen yang paling umum digunakan untuk memberikan analgesia pasca operasi pada anak-anak adalah tramadol dan parasetamol. Tramadol terikat secara stereospesifik pada reseptor nyeri di sistem saraf pusat, dan menghambat re-uptake noradrenalin dan serotonin dari sistem saraf aferen, sehingga akan menghasilkan efek analgesia . Tramadol secara luas digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit derajat ringan sampai sedang. Parasetamol merupakan obat golongan acetaminofen, yang menghambat pembentukan protaglandin dalam jaringan perifer dan tidak memiliki efek inflamasi yang signifikan, sehingga dapat digunakan dalam penatalaksanaan nyeri pada sirkumsisi. Efek analgesic parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental utuk mengetahui efektivitas antara pemberian parasetamol dan tramadol sebelum sirkumsisi. Subjek berjumlah 36 responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dibagi dalam 2 grup setiap grup berisi 18 responden. Grup pertama merupakan responden yang diberikan parasetamol sebelum sirkumsisi dan grup kedua merupakan responden yang diberikan tramadol sebelum sirkumsisi. Hasil dari olah data menggunakan Independent Sample Test didapatkan hasil Asymp Sig. (2-Tiled) adalah 0,001 (p-value < 0,005), terdapat perbedaan yang signifikan antara pemberian parasetamol dan tramadol. Disimpulkan bahwa tramadol terbukti lebih efektif daripada parasetamol.


(12)

xi

ABSTRACT

Sirkumsisi is the act of cutting or eliminating some or all of the skin of the penis or the preputium front cover. The purpose of that is to clean up from the grime from a variety of causes. If the seen from the terms of religion Sirkumsisi or Khitan the statute is mandatory. Anesthesia on sirkumsisi can be done in General and local. The two most common agents used to provide post-operative analgesia it has on children is Tramadol and Paracetamol. Tramadol stereospasifik tied to receptors of pain in the central nervous system and inhibits the re-uptake of serotonin and noradrenaline from the afferent nervous system so that it will produce analgesia it has effect. Tramadol is extensively used as a painkiller of mild to moderate degree. Paracetamol is drug that inhibits the formation of acetaminophen class Protaglandin in peripheral tissues and does not have inflammatory effects are significant, so it can be used in the treatment of pain and Sirkumsisi. Effect of analgesic paracetamol similar salicylate remove or reduce mild to moderate pain. This research was quasi experimental to know the effectiveness between giving of paracetamol and Tramadol before sirkumsisi. The subject amounted to 36 respondents who have met the criteria for inclusion and exclusion, are divided into two gropus each groupcontains 18 respondents. The first group is the respondent given paracetamol before Sirkumsisi and the second is the Group of respondent given Tramadol before Sirkumsisi. The result of sports data using independent sample test result in the get asymp sig 2 (tiled) is 0,001 (p-value) 0,005 <) there are significant differences between the granting of paracetamol and Tramadol. It was concluded that proved Tramadol more effective than Paracetamol.


(13)

(14)

x INTISARI

Sunat atau sirkumsisi merupakan tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan penis atau preputium. Dilakukan untuk membersihkan dari berbagai kotoran penyebab. Jika di tinjau dari segi agama sirkumsisi atau khitan hukumnya wajib. Anestesi pada sirkumsisi dapat dilakukan secara umum dan lokal. Dua agen yang paling umum digunakan untuk memberikan analgesia pasca operasi pada anak-anak adalah tramadol dan parasetamol. Tramadol terikat secara stereospesifik pada reseptor nyeri di sistem saraf pusat, dan menghambat re-uptake noradrenalin dan serotonin dari sistem saraf aferen, sehingga akan menghasilkan efek analgesia . Tramadol secara luas digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit derajat ringan sampai sedang. Parasetamol merupakan obat golongan acetaminofen, yang menghambat pembentukan protaglandin dalam jaringan perifer dan tidak memiliki efek inflamasi yang signifikan, sehingga dapat digunakan dalam penatalaksanaan nyeri pada sirkumsisi. Efek analgesic parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental utuk mengetahui efektivitas antara pemberian parasetamol dan tramadol sebelum sirkumsisi. Subjek berjumlah 36 responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dibagi dalam 2 grup setiap grup berisi 18 responden. Grup pertama merupakan responden yang diberikan parasetamol sebelum sirkumsisi dan grup kedua merupakan responden yang diberikan tramadol sebelum sirkumsisi. Hasil dari olah data menggunakan Independent Sample Test didapatkan hasil Asymp Sig. (2-Tiled) adalah 0,001 (p-value < 0,005), terdapat perbedaan yang signifikan antara pemberian parasetamol dan tramadol. Disimpulkan bahwa tramadol terbukti lebih efektif daripada parasetamol.


(15)

xi

ABSTRACT

Sirkumsisi is the act of cutting or eliminating some or all of the skin of the penis or the preputium front cover. The purpose of that is to clean up from the grime from a variety of causes. If the seen from the terms of religion Sirkumsisi or Khitan the statute is mandatory. Anesthesia on sirkumsisi can be done in General and local. The two most common agents used to provide post-operative analgesia it has on children is Tramadol and Paracetamol. Tramadol stereospasifik tied to receptors of pain in the central nervous system and inhibits the re-uptake of serotonin and noradrenaline from the afferent nervous system so that it will produce analgesia it has effect. Tramadol is extensively used as a painkiller of mild to moderate degree. Paracetamol is drug that inhibits the formation of acetaminophen class Protaglandin in peripheral tissues and does not have inflammatory effects are significant, so it can be used in the treatment of pain and Sirkumsisi. Effect of analgesic paracetamol similar salicylate remove or reduce mild to moderate pain. This research was quasi experimental to know the effectiveness between giving of paracetamol and Tramadol before sirkumsisi. The subject amounted to 36 respondents who have met the criteria for inclusion and exclusion, are divided into two gropus each groupcontains 18 respondents. The first group is the respondent given paracetamol before Sirkumsisi and the second is the Group of respondent given Tramadol before Sirkumsisi. The result of sports data using independent sample test result in the get asymp sig 2 (tiled) is 0,001 (p-value) 0,005 <) there are significant differences between the granting of paracetamol and Tramadol. It was concluded that proved Tramadol more effective than Paracetamol.


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anastesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anastesi, penjagaan penderita yang sedang menjalani pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri (Ruswan, 1999).

Secara garis besar pembedahan dibedakan menjadi dua, yaitu pembedahan mayor dan pembedahan minor (Mansjoer, 2000). Istilah bedah minor (operasi kecil) dipakai untuk tindakan operasi ringan yang biasanya dikerjakan dengan anestesi lokal, seperti mengangkat tumor jinak, kista pada kulit, sirkumsisi, ekstraksi kuku, penanganan luka. Sedangkan bedah mayor adalah tindakan bedah besar yang menggunakan anestesi umum/general anestesi, yang merupakan salah satu bentuk dari pembedahan yang sering dilakukan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2004).

Anestesi pada sirkumsisi dapat dilakukan secara umum dan lokal. Anestesi secara umum dilakukan apabila pasien masih anak-anak, punya riwayat alergi dengan anestesi lokal, dan pasien sangat cemas. Anestesi secara lokal dilakukan bila penderita dalam keadaan sadar berupa spinal, epidural, dan modifikasinya; dan kombinasi blok saraf dorsalis penis dan infiltrasi. (Karakata S dan Bachsinar B, 1994)

Sunat atau khitan atau sirkumsisi (Inggris: circumcision) adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan


(17)

2

penis atau preputium. Dilakukan untuk membersihkan dari berbagai kotoran penyebab penyakit yang mungkin melekat pada ujung penis yang masih ada preputiumnya. Secara medis dikatakan bahwa sunat sangat menguntungkan bagi kesehatan. Banyak penelitian kemudian membuktikan (evidence based medicine) bahwa sunat dapat mengurangi risiko kanker penis, infeksi saluran kemih, dan mencegah penularan berbagai penyakit menular seksual (Sumiardi, 1994). Pria yang di sunat lebih higienis, pada masa tua lebih mudah merawat bagian tersebut dan secara seksualitas lebih menguntungkan (lebih bersih, tidak mudah lecet/iritasi, dan terhindar dari ejakulasi dini) (Basuki, 2000).

Jika di tinjau dari segi agama sirkumsisi atau khitan hukumnya wajib. Seperti yang di tulis pada potong ayat berikut:

(QS An-Nahl :123)

يكرش لا اك ا و ًافي ح يهاربإ ة عبتا أ كيلإ ا يحوأ ث

”Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad)” : “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”.

Terdapat juga hadits tentang sirkumsisi yang di sebutkan dibawah ini : (Hadits riwayat Bukhar)

ًة س ي ا ث ْبا وهو ََسلا هْي ع يهارْبإ تتْخا ودقْلاب

“Ibrahim „alaihissalam telah berkhitan dengan qadum (nama sebuah alat pemotong) sedangkan beliau berumur 80 tahun”

Sirkumsisi merupakan salah satu prosedur pembedahan pada anak laki-laki yang paling sering dilakukan di seluruh dunia. Di Australia, diperkirakan 70% anak laki-laki dan pria dewasa telah menjalani sirkumsisi (Hirji, Charlton , Sarmah, 2005). Sedangkan di Turki yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam seperti di Indonesia, prevalensi


(18)

3

sirkumsisi mencapai 99% (Ozdemir, 1997). Sirkumsisi dilakukan dengan alasan medis dan non medis. Alasan non medis meliputi agama dan ritual. Sirkumsisi ritual seringkali dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan Yahudi, serta di daerah Afrika sub-Sahara. (Hirji, Charlton, Sarmah, 2005).

Seluruh tenaga kesehatan di amerika serikat harus menyediakan penanganan nyeri yang optimal pada seluruh sirkumsisi pada pria orang tua harus dipersiapkan untuk diedukasi tentang prosedur nyeri pada anak anak. Mereka juga harus diinformasikan tentang farmakologi dan terapi nyeri yang terintegrasi (ASPMN, 2011).

Pemakaian parasetamol oral dan tramadol oral sebagai analgetik pasca operasi

sangat banyak bahkan termasuk salah satu analgetik yang direkomendasikan. Untuk tramadol diberikan secara oral, im, sc atau iv dengan dosis 50 – 100 mg tiap 6 jam. Sedangkan parasetamol diberikan secara oral atau iv dengan dosis 500 – 1000 mg diberikan tiap 6 jam.

Mekanisme kerja parasetamol yang diduga sebagai efek sentral seperti salisilat walaupun bersifat lemah parasetamol merupakan penghambat

biosintesis prostaglandin dengan menghambat pelepasan enzim

siklooksigenase (COX: cyclooxigenase) yang merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Khusus parasetamol adalah penghambat COX-3 yang hanya ada diotak yaitu dihipotalamus yang rendah kadar peroksida. Efek analgetik tramadol dihasilkan oleh penghambatan reuptake norepinefrin dan pelepasan serotonin. Tramadol memiliki 10% kemampuan analgetik dari morfin jika diberikan secara IV atau IM. Tramadol dapat diberikan untuk nyeri sedang sampai berat (Tan, 2002).


(19)

4

Obat ini lemah kerjanya secara sentral dan tidak mempengaruhi system kardiovaskuler ataupun motilitas lambung-usus (Tan, 2002).

Selain bekerja secara sentral, tramadol juga mempunyai efek perifer kuat yang kerjanya berda pada akhiran saraf bebas dari pembuluh darah. Reseptor oploid dapat ditemukan di system saraf pusat dan juga di saraf perifer, tepatnya di saraf sensorik primer. Reseptor oploid ini bekerja dengan menghambat pelepasan mediator proinflamasi dan eksitatorik dari jaras jaras sensorik. (Wong HW et al, 2001; atunkaya et al, 2004).

Pada penelitian kali ini, penulis akan mencoba membandingkan keefektifitasan pemberian analgesic antara parasetamol dan tramadol terhadap rasa nyeri setelah sirkumsisi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut:

“Perbandingan efektifitas pemberian parasetamol oral dan tramadol terhadap rasa nyeri post-sirkumsisi”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas pemberian analgesic antara parasetamol oral dengan tramadol oral sebelum sirkumsisi terhadap rasa nyeri setelah sirkumsisi pada anak laki-laki di RSKAI Sadewa, Sleman, Yogyakarta.


(20)

5

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui derajat intensitas rasa nyeri saat setelah dilakukan sirkumsisi pada anak laki-laki setelah sirkumsis di RSKAI Sadewa, Sleman, Yogyakarta.

b. Mengetahui efek analgetic parasetamol dan tramadol terhadap rasa nyeri pada anak laki laki setelah sirkumsisi di RSKAI Sadewa, Sleman, Yogyakarta.

D. Manfaat penelitian

1. Penelitian ini di harapkan bermanfaat bagi : a. Subjek penelitian dan masyarakat

b. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang pengaruh pemberian obat parasetamol dan tramadol sebelum sirkumsisi terhadap rasa nyeri pada anak laki laki setelah sirkumsisi di RSKAI Sadewa, Sleman, Yogyakarta.

c. Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Kedokteran

d. Sebagai bahan masukan dalam kegiatan pembelajaran, bila ada peneliti yang baru dapat melanjutkan penelitian kedepannya.

e. Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berkaitan.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang mendekati topic penelitian ini adalah :


(21)

6 Table 1.Keaslian Penelitian

No. PENELITIAN JUDUL PENELITIAN VARIABEL HASIL PENELITIAN PERSAMAAN PERBEDAAN

1. Redhy Satya Caesarinka (2014)

Pengaruh efek analgesic injeksi lidokain dengan penambahan parasetamol terhadap rasa nyeri terhadap sirkumsisi

Variable terkait : pemberian

parasetamol terhadap rasa nyeri setelah sirkumsisi

Variable bebas : penggunaan

parasetamol pada

sirkumsisi dan

penggunaan lidokain pada sirkumsisi

Ada hubungan yang

bermakna pada penggunaan parasetamol dan lidokain terhadap sirkumsisi.

hasil yang di dapat : parasetamol lebih efektif dibandingkan penggunaan anestesi lidokain

Penggunaan pemberian parasetamol terhadap rasa nyeri terhadap sirkumsisi

1.pemberian lidokain

2. http://jurnal.fk.una nd.ac.id

Perbedaan Efektivitas Parasetamol Oral Dengan Tramadol Oral Sebagai Tatalaksana Nyeri Pasca Operasi Transurethral Resection of The Prostate

Variable terkait : tatalaksanaan rasa nyeri pasca operasi transurethral

resection of The Prostate

Variable bebas : pemberian

parasetamol dan

tramadol

Parasetamol versus tramadol oral memiliki efektifitas yang sama dalam mengatasi rasa nyeri

Perbedaan efektifitasan

parasetamol dan

tramadol terhadap rasa nyeri

1.tatalaksanaan nyeri pasca operasi TURP 2.anestesi dilakukan di spinal


(22)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

1. Anestesi

Anestesi merupakan cabang Ilmu Kedokteran yang mempelajari tatalaksana untuk mematikan rasa, baik rasa nyeri, takut dan rasa tidak nyaman yang lain sehingga pasien nyaman dan ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk menjaga atau mempertahankan hidup dan kehidupan

pasien selama mengalami “kematian” akibat obat anestesia. (Mangku,

2010)

Lama kerja obat terdapat dalam konsentrasi yang cukup besar untuk menghasilkan suatu respons, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kerja obat yaitu distribusi, berat, komposisi, dinamika sirkulasi dan ikatan protein (eCL, 2014)

Dua agen yang paling umum digunakan untuk memberikan analgesia pasca operasi pada anak-anak adalah tramadol dan parasetamol. Pemberian dapat diberikan secara oral, intramuskular (im), intravena (iv), dan dapat diberikan secara rektal (Grond S et al, 2010)

2. Tramadol

Tramadol adalah analgetik yang bekerja secara sentral yang memiliki

afinitas sedang pada reseptor μ yang lemah (Ifar et al, 2011). Tramadol secara luas digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit derajat ringan sampai sedang.Rumus kimia dari tramadol yaitu 2-[(dimetilamino)metil-1-(3-(metoksifenil)-sikloheksanol hidroklirida yang merupakan sintetik


(23)

8

dari kelompok aminosikloheksanol yang bersifat agonis opioid (Wojciech, 2010). Tramadol sama efektifnya dengan morfin atau meperidin untuk nyeri ringan sampai sedang tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih lemah (Dewoto, 2010).

Gambar 1. Struktur Molekul Tramadol

Rumus Kimia Tramadol : CG-315; CG-1315E; Hidrocloruro de tramadol; Tramadoli Hydrochloridum; U-26225A. (±) – trans-2-Dimethylaminomethyl-1-(3-methoxyphenyl) cyclohexanol hydrochloride. C16H25NO HCl = 299.8 (Wojciech, 2010).

a. Farmakodinamika

Tramadol memiliki berbagai kelebihan. Tramadol memiliki efek multi modal yang efektif untuk nyeri nosiseptif dan neuropati, karena tramadol memiliki 2 mekanisme kerja, yaitu sebagai opioid dan monoaminergik (Schug, 2014). efek agonis pada reseptor opioid,

terutama pada reseptor μ (mu), dengan efek yang minimal pada reseptor κ (kappa) dan σ (sigma). Tramadol mengaktivasi reseptor monoaminergik serta menghambat ambilan noradrenalin dan juga


(24)

9

serotonin sinaptosomal, sehingga akan menghasilkan efek analgesia (Katzung, 2014)

b. Farmakokinetika

Tramadol terikat secara stereospesifik pada reseptor nyeri di sistem saraf pusat, dan menghambat re-uptake noradrenalin dan serotonin dari sistem saraf aferen (Wojciech L, 2010) Tramadol yang diberikan secara oral mempunyai bioavailabiltas hingga 70% sedangkan yang diberikan secara parenteral bioavailabilitas mencapai 100% (Kalant et al, 2006). Tramadol didistribusikan secara cepat dan luas keseluruh tubuh dengan volume distribusi 2-3 liter/kg/BB pada dewasa muda. Tramadol melewati sawar darah otak dan plasenta. Metabolisme tramadol terjadi di hati melalui proses glukoronidasi dan di eksresi melalui ginjal, dengan masa paruh eliminasi 6 jam untuk tramadol dan 7,5 jam untuk metabolit aktifnya (Sulistia GG, 2012). Terdapat kenaikan tekanan darah setelah pemberian tramadol secara intravena namun tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler. Terjadi peningkatan tahanan vaskuler perifer sebanyak 23% pada 2-10 menit pertama dan 15-20% terjadi peningkatan terhadap kerja dari jantung (Dewoto HR, 2010).


(25)

10

Gambar 2. Mekanisme Kerja Tramadol c. Efek Samping

Tramadol sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan obat walaupun potensi untuk penyalahgunaan belum jelas. Tidak digunakan juga pada pasein yang menggunakan penghambat MAO (moniamine-oksidase) karena efek inhibisisnya terhadap serotonin. Selain itu perlu perhatian khusus pada pasien epilepsi karena salah satu efek dari tramadol dapat menyebabkan kejang maupun kambuhnya serangan kejang (Heribertus, 2010). Efek samping yang bisa timbul dari penggunaan tramadol secara umum adalah mual, muntah, pusing, mulut kering, sedasi, dan sakit kepala (Sulistia, 2012).


(26)

11

3. Parasetamol

Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenazetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Fenazetin tidak digunakan lagi dalam pengobatan karena penggunaannya dikaitkan dengan terjadinya analgesic nefropati, anemia hemolitik dan mungkin kanker kandung kemih. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol dan tersedia sebagai obat bebas (Katzung, 2014)

a. Mekanisme Kerja Parasetamol

Ada bukti-bukti untuk mendukung efek analgesik sentral parasetamol (4). Sampai saat ini telah terbukti keterlibatan parasetamol dalam lima mekanisme analgesik yang berbeda: (A) Penghambatan isoenzim siklooksigenase (COX) di SSP tanpa interaksi dengan situs mengikat; (B) Aktivasi periode waktu bulbospinal serotonin; (C) Aktivasi nitrat oksida (NO) jalur aktivasi; (D) Aktivasi atau modulasi

periode opioid endogen, dan (E) Meningkatkan nada

cannabinoid endogen (Samir et al, 2015).

N-asetil-p-aminofenol (asetaminofen)


(27)

12

b. Farmakodinamika

Efek analgesic parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga (Sulistia GG, 2012). Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain (Katzung, 2011).

c. Farmakokinetika

Parasetamol diberikan secara oral. Penyerapan bekaitan dengan laju pengosongan lambung dan konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalam 30-60 menit. Parasetamol sedikit terikat ke protein plasma (25%) dan mengalami metabolisasi parsial oleh enzim-enzim mikrosom hati dan diubah menjadi asetaminofen sulfat dan glukuronida, yang secara farmakologis inaktif (Katzung, 2014). Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eitrosit. Obat ini diekskresikan melalui ginjal tanpa berubah kurang dari 5% (Sulistia, 2012). Waktu paruh asetaminofen adalah 2-3 jam. Pada dosis toksik atau penyakit hati, waktu paruh mugkin meningkat dua kali atau lebih. (Katzung, 2014)


(28)

13

d. Indikasi

Obat ini tidak mempengaruhi kadar asam urat dan tidak menghambat trombosit. Parasetamol berguna pada nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, myalgia, nyeri pascapartus, dan keadaan lain ketika aspirin merupakan analgesic yang efektif (Katzung, 2014) e. Efek Samping

Pada dosis yang lebih besar, dapat terjadi pusing bergoyang, eksitasi, dan diorientasi. Dosis lebih dari 4 g/hari biasanya tidak dianjurkan dan riwayat alkoholisme merupakan kontraindikasi, bahkan pada dosis ini. Gejala awal kerusakan hati adalah mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen (Katzung, 2014). Metabolisme parasetamol mengeluarkan N-asetil-p-benzoquinoneimine (NAPQI), apabila jika tidak terjadi detoksifikasi akan mengikat hepatosit dan menyebabkan sel nekrosis. Ikatan ini akan menyebabkan keracunan dan kelemahan hati pada kasus overdosis parasetamol. Terbukti juga hubungan antara hipertensi dan parasetamol, yang mungkin disebabkan oleh sejumlah besar natrium pada masing-masing tablet parasetamol yang terkandung (Samir et al, 2015).

4. Nyeri

a. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan yang bersifat sang subjektif karena perasaan nyeri pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, hanya orang tersebutlah yang dapat


(29)

14

menjelaskan rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2006). Menurut The International Association for study of Pain, nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial yang akan menyebabkan kerusakan jaringan (Sudoyo & Setiyohadi, 2009).

Intensitas rangsangan terendah yang menimbulkan persepsi nyeri, disebut ambang nyeri. Berbeda dengan ambang nyeri, toleransi nyeri adalah tingkatan nyeri tertinggi yang dapat diterima seseorang. Toleransi nyeri tiap individu berbeda-beda dan dapat dipengaruhi oleh pengobatan.

b. Klasifikasi Nyeri

1) Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi: a) Nyeri Somatik luar

Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membrana mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar, tajam dan terlokalisasi (ICHD, 2004).

b) Nyeri Somatik dalam

Nyeri tumpul (dullness0 dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi dan jaringan ikat (ICHD, 2004).

c) Nyeri Viseral

Nyeri karena perangsangan organ viseral atau organ yang menutupinya (pleura parietalis, pericardium, peritoneum).


(30)

15

Nyeri tipe ini dibagi menjadi nyeri viseral terlokalisasi, nyeri pareetal terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri ali parietal (ICHD, 2004).

2) Berdasarkan jenisnya, nyeri dapat dibagi menjadi: a) Nyeri Nosiseptif

Karena kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral. Stimulasi nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel imun dan ujung saraf sensoris dan simpatik (Mardjono, 2000).

b) Nyeri Neurogenik

Nyeri yang didahului atau diebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada system saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cidera pada jalur serat saraf perifer, infiltrasi sel kanker pada serabut saraf dan terpotongnya saraf perifer. Sensasi yang dirasakan adalah rasa panas dan seperti ditusuk-tusuk dan kadang disertai hilangnya rasa atau adanya rasa tidak enak pada perabaan. Nyeri neurogenik ini dapat menyebabkan teejadinya allodymia (Mardjono, 2000).

c) Nyeri Psikogenik

Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas dan depresi. Nyeri akan hilang apabila keadaan kejiwaan pasien tenang (Mardjono, 2000).


(31)

16

3) Berdasarkan timbulnya, nyeri dapat dibagi menjadi: a) Nyeri Akut

Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri ini ditandai dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti takikardi, hipertensi, hiperhidrosis, pucat dan midriasis. Bentuk nyeri akut dapat berupa nyeri somatik luar, nyeri somatik dalam dan nyeri viseral (Mardjono, 2000).

b) Nyeri Kronik

Nyeri berkepanjangan yang dapat terjadi berbulan-bulan tanpa tanda-tanda aktivitas otonom kecuali serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri yang tetap bertahan sesudah penyembuhan luka atau awalnya berupa nyeri akut lalu menetap sampai melebihi 3 bulan (Mardjono, 2000).

c. Mekanisme Nyeri

Bila terjadi kerusakan jaringan/ ancaman kerusakan jaringan tubuh, nantinya akan menghasilkan zat-zat kimia bersifat algesik yang berkumpul dan dapat menimbulkan nyeri. Akan terjadi pelepasan beberapa jenis mediator seperti zat-zat algesik, sitokin serta produk-produk seluler yang lain, seperti metaboli eicosinoid, radikal bebas dan lain-lain. Mediator-mediator ini dapat menimbulkan efek melalui mekanisme spesifik (ICHD, 2004).

Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai dirasakan nyeri adalah suatu proses elektrofisiologis.


(32)

17

Ada 4 proses yang mengikuti suatu proses nosisepsis, yaitu tranduksi, transmisi, modulasi dan persepsi (Mardjono, 2000).

Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nosiseptor oleh stimulus noxious pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi nosiseptor dimana disini stimulus noxious tersebut akan dirubah menjadi potensial aksi, proses ini disebut dengan transduksi. Selanjutnya potensial aksi akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri (Mardjono, 2000). Tahap berikutnya adalah transmisi, dimana akan terjadi serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang berbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar. Saraf aferen ini akan berakson pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalu sistem contralateral spinalthalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex serebral (Kirby, 2010). Tahap berikutnya adalah modulasi, dimana proses modulasi ini mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol jalur transmisi nociceptor. Proses modulasi ini melibatkan system neural yang komplek. Tahap terakhir adalah persepsi, doimana pesan nyeri di relai menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan (Sudoyo & Setiyohadi, 2009).


(33)

18

5. Anatomi Penis

Penis terdiri dari dua corpora cavernosa dan satu corpus spongiosum. Corpus cavernosum diliputi oleh tunica albuginea. Diantara corpus cavernosum terdapat septum penis. Corpus spongiosum juga diliputi oleh tunica albuginea tetapi tidak setebal tunica albuginea yang terdapat pada corpus cavernosum. Tunica albuginea corpus cavernosum terdiri dari jaringan ikat kolagen menentukan diameter penis pada saat ereksi. Kedua corpora cavernosa dan corpus sponginosum diliputi pula oleh fascia penis profunda. Fascia ini cukup keras sehingga bila ditusuk oleh jarum terasa seperti menusuk kertas. Di bawah fascia profunda ini berjalan V. dorsalis profunda penis pada arah pk. 12.00. Di sebelah lateral vena tersebut terdapat A. dorsalis penis. Paling lateral dari A. dorsalis penis berjalan N. dorsalis penis. Fascia penis profunda juga dilingkari oleh fascia penis superficialis. Di antara kedua fascia tersebut terdapat V. dorsalis superficialis penis. Keseluruhan batang penis tersebut dibungkus oleh kulit (integumentum. Pada kulit penis bagian ventral terdapat suatu pita yang berhubungan dengan frenulum yang disebut raphe penis, yang juga merupakan lanjutan dari raphe scrotalis (Syamsir, 2014).

Di dalam corpus spomgiosum terdapat urethra. Bagian ujung corpus spongiosum membesar dan membentuk glans penis. Bagian pangkal corpus spongiosum yang membesar disebut bulbus penis. Pada glans penis terdapat cekungan tempat masuknya corpus spongiosum. Bila dilihat secara utuh maka corpus cavernosum tampak bersatu dengan glans penis.


(34)

19

Bagian glans penis yg meninggi disebut corona glandis. Kearah pangkal corona glandis terdapat cekungan yang disebut collum glandis yang merupakan lanjutan corpus penis (Syamsir, 2014).

Kulit pembungkus penis memanjang ke distal sampai melebihi ujung glans penis kemudian melipat ke dalam sampai melekat pada collum glandis. Corpus cavernosum penis kea rah proksimal menjadi crus penis yang berada di sisi kiri dan kanan dan melekat pada ramus inferior os pubis. Pangkal penis di gantungi oleh ligamentum fundiforme dan ligamentum suspensori yang merupakan petunjuk pangkal dorsum penis (Syamsir, 2014).

Penis di persarafi oleh N. pudendus yang berasal dari S2, S3, dan S4 dan memberikan cabang menjadi N. dorsalis penis. Pada pangkal penis, N. dorsalis penis pada anak-anak berada pada arah pk 11.00 di sisi dextra dan pada arah pk. 13.00 disisi sinistra. Cabang utama (cabang anterior) N. dorsalis penis mempersarafi kulit bagian dorsum penis, corpora cavernosa penis, glans penis, dan preputium penis, sedangkan cabang posterior mempersarafi bagian ventralpenis dan frenulum preputii. Bagian pangkal penis dipersarafi oleh N. ilioinguinalis. Persarafan yang paling padat terdapat pada frenulum preputii dan glans penis (Syamsir, 2014).

6. Sirkumsisi

Sirkumsisi merupakan istilah yang paling sering didengar di kalangan kedokteran. Pada masyarakat umum lebih dikenal dengan istilah khitan (Syamsir, 2014). Khitan/Sirkumsisi/sunat merupakan tindakan


(35)

20

operasi pengangkatan sebagian, atau semua, dari kulup (preputium atau) dari penis. Ini adalah salah satu prosedur yang paling umum di dunia (AAP, 2012). Usia layak disirkumsisi berbeda beda antara satu bangsa dengan bangsa lainnya, dan juga antara satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya. Anak yahudi disirkumsisi pada usia 7 hari. Di Indonesia, sirkumsisi umumnya dilakukan pada usia antara 6 sampai 10 tahun, meskipun pada suku sunda sirkumsisi dilakukan diusia yang lebih dini lagi. Di Bahrein, anak anak disikumsisi pada usia kurang dari 3 bulan. Di Amerika Serikat, saat ini sirkumsisi umumnya dilakukan pada masa neonatus (Syamsir, 2014).

a. Manfaat Sirkumsisi 1) Terapi

Sirkumsisi dapat menjadi terapi seperti pada penyakit kondiloma akuminata dan fimosisi (Syamsir, 2014).

2) Memudahkan Pembersih Penis dan Menjaga Agar Tetep Bersih Seseorang yang tidak disirkumsisi akan sulit untuk membersihkan penis karena preputium penis harus didorong kearah pangkal penis agar glans penis dan collum penis terbuka sebelum penis dapat dibersihkan. Sementara itu secret yang dihasilkan oleh kelenjar tetap berproduksi (Syamsir, 2014).

3) Mencegah penyakit infeksi

Penderita infeksi saluran kemih ditemukan lebih besar sepuluh kali lipat pada penderita yang tidak disirkumsisi dari pada yang


(36)

21

disirkumsisi. Sirkumsisi juga dapat mencegah balanitis dan posthitis (Syamsir, 2014).

4) Mencegah Phymosis dan Paraphymosis

Phymosis dan paraphymosis masih mungkin terjadi selama seseorang tidak di sirkumsisi (Syamsir, 2014).

b. Komplikasi Sirkumsisi

Dapat terjadi komplikasi dalam setiap tindakan bedah walaupun tindakan sudah dilakukan dengan teknik yang benar dan dengan sterilitas yang terjamin. Berat atau ringannya komplikasi sangat dipengaruhi oleh pengalaman, keterampilan, dan alat=alat yang digunakan (Syamsir, 2014).

1) Perdarahan

Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi, yaitu 1,07 %-3,33%. Perdarahan ini disebabkan oleh hemostasis yang tidak sempurna, seperti tidak terkait semua pembuluh darah, adanya rembesan yang tidak diketahui, dan adanya kelainan pembekuan darah seperti hemophilia. Pada umumnya, perdarahan yang di temukan bersifat ringan dan dapat diatasi dengan tindakan penekanan atau pengikatan pembuluh darah (Syamsir, 2014). 2) Infeksi

Infeksi yang terjadi dapat bersifat ringan sampai berat, bahkan dapat diikuti oleh fibrosis serta nekrosis sebagaian penis yang merupakan sumber septicemia yang dapat menyebabkan


(37)

22

osteomielitas femur. Sebagian besar infeksi bersifat ringan atau sedang dan terlokasi. Kuman yang menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, dan Staphylococcus epidermis. Infeksi ini dapat diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi dapat terjadi akibat kurang terjaganya kebersihan pascasirkumsisi (Syamsir, 2014).

3) Sirkumsisi pada penderita kelainan bawaan yang tidak diketahui Kelainan bawaan yang paling sering ditemukan adalah hipospadia, sedangkan epispadia lebih jarang ditemukan. Kelainan alat kelamin ini merupakan kontaindikasi sirkumsisi (Syamsir, 2014).

4) Pemotongan kulit berlebihan

Hal ini disebabkan oleh penarikan preputium yang terlalu panjang, yaitu sampai melebihi glans penis sehingga kulit batang penis hilang setelah pemotongan (Syamsir, 2014).

5) Phimosis

Phimosis merupakan alasan tersering dilakukan sirkumsisi (82%). Namun, phimosis juga sering merupakan komplikasi sirkumsisi. Phimosis disebabkan oleh pemotongan preputium yang terlalu sedikit sehingga terjadi fibrosis pada saat penyembuhan. Phimosis dapat menyebabkan penderita mengalami kesulitan ereksi (Syamsir, 2014).


(38)

23

6) Trauma penis

Trauma penis mencakup pemotongan preputium penis yang terlalu banyak, terpotongnya glans penis, hingga corpus penis yang ikut terpotong (Syamsir, 2014).

7) Metal stenosi

Metal stenosis lebih sering terjadi pada anak yang disirkumsisi daripada anak yang tidak disirkumsisi. Orificium urethrae menjadi tempak berukuran lebih kecil. Metal stenosis dapat berawal dari metal ulserasi (Syamsir, 2014).

8) Jembatan kulit (skin bridge)

Jembatan kulit adalah suatu hubungan yang terdapat di antara kulit batang penis dengan corona glandis. Jembatan kulit merupakan komplikasi sirkumsisi pada neonatus (Syamsir, 2014). 9) Komplikasi anestesi

Anestesi umum pada sirkumsisi dapat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Anestesi local juga dapat berbahaya. Cairan anestesi yang masuk sampai ke corpus cavernosum dapat menimbulkan disfungsi ereksi (Syamsir, 2014).

10)Mortalitas atau Kematian

Kematian sering disebabkan oleh penggunaan anestesi umum. Anestesi umum pada sirkumsisi seharusnya digunakan dengan sangat selektif. Hindari penggunaan prokain yang sering menimbulkan reaksi anafilaktik (Syamsir, 2014).


(39)

24

B. Kerangka Konsep

Gambar 4. Kerangka Konsep

C. Hipotesis Penelitian

Terdapat perbandingan keefektifitas pemberian parasetamol dan tramadol terhadap rasa nyeri post-sirkumsisi.

Pengurangan Rasa Nyeri

Pemberian Tramadol C

Pemberian Parasetamol C

Sirkumsisi Sirkumsisi


(40)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah menjelaskan penelitian yang diusulkan tersebut termasuk ke dalam jenis atau metode yang mana tentang penelitian yang diusulkan tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Desain penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimental untuk mengetahui pengaruh perbedaan pemberian parasetamol dan tramadol sebelum sirkumsisi. Penelitian quaisi eksperimental adalah suatu penelitian yang didalamnya ditemukan minimal satu variable yang dimanipulasi untuk mempelajari hubungan sebab akibat. Oleh karena itu, penelitian eksperimental erat kaitannya dalam menguji suatu hipotesisi dalam rangka mencari pengaruh, hubungan, maupun perbedaan perubahan terhadap kelompok yang dikenakan perlakuan (Solso & Maclin, 2002).

B. Populasi dan Subjek Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan sibjek (manusia, binatang percobaan data laboratorium) yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik yang telah ditentukan. Populasi terbagi menjadi dua macam, yaitu populasi target dan populasi terjangkau (Riyanto, 2011).

a. Populasi Target

Populasi target adalah seluruh populasi yang ada di alam ini, jumlahnya tak terbatas, karena tidak dibatasi oleh tempat dan waktu.


(41)

26

Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien yang dikhitan dalam acara khitanan massal yang diselenggarakan oleh dr.Syamsul Burhan Sp.B., apabila diperlukan untuk penelitian dapat juga diambil dari khitanan massal yang diadakan di RSKIA Sadewa, Sleman, Yogyakarta.

b. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah populasi yang terukur karena dibatasi oleh tempat dan waktu. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah

pasien yang dikhitan dalam acara khitanan massal yang

diselenggarakan oleh dr.Syamsul Burhan Sp.B., serta pasien khitanan massal yang diadakan di RSKIA Sadewa, Sleman, Yogyakarta.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah sebagian dari populasi yang ingin diteliti, yang ciri-ciri dan keberadaannya diharapkan mampu mewakili atau menggambarkan ciri-ciri dan keberadaam populasi yang sebenernya. Suatu subyek penelitian yang baik akan dapat memberikan gambaran yang sebenarnya tentang populasi (Sugiarto, 2001).

Pengambilan subyek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan cara memilih subyek penelitian diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga subyek penelitian bisa mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008).


(42)

27

Subyek penelitian diambil dari pasien kegiatan khitanan masal yang memiliki kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien yang akan dilakukan sirkumsisi menggunakan teknik dorsumsisi pada kegiatan khitanan masal yang diselenggarakan oleh dr. Syamsul Burhan Sp.B, serta pasien khitanan massal yang diadakan di RSKIA Sadewa, Sleman, Yogyakarta.

2) Pasien telah diindikasi berdasarkan kepentingan agama, social, dan medis untuk melakukan sirkumsisi yang dinilai dari usia dan menurut pemeriksaan dokter kondisi pasien diperbolehkan melakukan sirkumsisi.

3) Bersedia diobservasi sebagai subjek penelitian. 4) Harus dengan izin dari orang tua / wali pasien.

5) Pada hasil status lokalis pasien sirkumsisi sebaiknya penis harus dalam keadaan normal dan tanpa kelainan.

b. Kriteria Eksklusi 1) Ada infeksi local.

2) Pasien mengalami hemophilia. 3) Ada riwayat alergi obat.

4) Pasien tidak mampu bekerja sama dengan baik. 5) Pasien dengan kelainan penis.


(43)

28

c. Kriteria Drop Out

1) Pasien tidak mau minum obat.

2) Orang tua / wali tidak mengijinkan pasien menjadi bahan penelitian.

d. Besar Subjek Penelitian

Menurut Supranto J (2000) untuk penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap, acak kelompok atau factorial, secara sederhana dapat dirumuskan :

(t-1) (r-1) ≥ 15

Keterangan : t = banyaknya kelompok perlakuan r = jumlah replikasi

jika jumlah perlakuan ada 2 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap perlakuan dapat dihitung :

(2-1) (r-1) ≥ 15 1 (r-1) ≥ 15 (r-1) ≥ 15 (r) ≥ 15 + 1 (r) ≥ 16

Karena hasil yang didapat adalah 16, maka jumlah subjek penelitian minimal yang harus didapatkan oleh peneliti adalah 16 subjek. Untuk mengatasi responden yang mengalami drop out, maka jumlah subyek ditambah 10 %.


(44)

29

Total subjek = n + (10 %) = 16 + (10 % x 16) = 16 + (1,6)

= 16 + 2 = 18 C. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di RSKIA Sadewa, Sleman, Yogyakarta. 2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan sirkumsisi dan pengambilan data akan dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2015.

D. Variable Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variable, yaitu: 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian parasetamol dan tramadol sebelum sirkumsisi.

2. Variabel Berikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkatan nyeri selama pelaksanaan sirkumsisi.

E. Definisi Operasional 1. Sirkumsisi

Sirkumsisi merupakan istilah yang paling sering didengar di kalangan kedokteran. Pada masyarakat umum lebih dikenal dengan istilah


(45)

30

khitan (Syamsir, 2014). Khitan/Sirkumsisi/sunat merupakan tindakan operasi pengangkatan sebagian, atau semua, dari kulup (preputium atau) dari penis. Ini adalah salah satu prosedur yang paling umum di dunia (AAP, 2012).

2. Tramadol

Tramadol adalah analgetik yang bekerja secara sentral yang memiliki

afinitas sedang pada reseptor μ yang lemah (Ifar et al, 2011). Tramadol secara luas digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit derajat ringan sampai sedang.Tramadol sama efektifnya dengan morfin atau meperidin untuk nyeri ringan sampai sedang tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih lemah (Dewoto, 2010).

3. Parasetamol

Parasetamol merupakan obat yang termasuk dalam golongan asetaminofen. Asetaminofen merupakan obat analgesik antipiretik non AINS (O’Neil, 2008). Efek analgesic parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga (Sulistia, 2012).

4. Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analog Scale adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkatan nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri ini diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm. Ujung yang satu mewakili tidak


(46)

31

ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal (Lyrawati, 2009). Pengukuran dengan VAS pada nilai dibawah 4 dikatakan sebagai nyeri ringan, nilai antara 4-7 dinyatakan sebagai nyeri sedang dan diatas 7 dianggap sebagai nyeri hebat (Sudoyo & Setiyohadi, 2009)

Gambar 5. Visual Analog Scale (VAS) F. Alat dan Bahan Penelitian

Dalam penelitian ini diperlukan yang namanya lembar informed consent sebagai lembar persetujuan bahawa pasien sirkumsisi bersedia menjadi subjek penelitian / relawan dalam penelitian. Dalam informed consent juga diikut sertakan lembar identitas pasien beserta beberapa data lain yang diambil dengan metode wawancara dengan tujuan untuk mengidentifikasi apakah pasien masuk dalam kriteria subjek penelitian atau tidak.

1. Alat: Needle holder, klem lurus, klem bengkok, pinset anatomis, pinset bedah, gunting lurus, gunting bengkok, jarum cutting, duk steril (tidak bolong dan bolong), benang catgun plain, kasa setril, plester, spuit 3 mL/5 mL, sarung tangan steril.

2. Bahan: Cairan disinfektan seperti betadyne, Natrium klorida 0,9 %, Lidokain 2% (untuk anastesi lokal), parasetamol dan tramadol.


(47)

32

3. Penelitian ini juga menggunakan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui pengukuran langsung terhadap anak yang diberikan parasetamol dan tramadol sebelum sirkumsisi.

G. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan

a. Mengurus izin penelitian untuk diberikan di tempat penatalaksanaan khtanan masal.

b. Membuat lembar informed consent agar menyatakan reponden bersedia mengikuti seluruh prosedur dan diharapkan reponden bisa bekerja sama selama proses pengambilan data.

c. Menetapkan pelaksanaan dan menyiapkan bahan penelitian seperti parasetamol tablet, tramadol tablet, serta alat bedah minor yang akan digunakan untuk sirkumsisi.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pengambilan data primer pada responden dengan menggunakan form pengambilan data meliputi identitas responden, parameter nyeri, data lain yang terkait dengan variabel penelitian.

b. Pengumpulan data dengan observasi setelah responden dinyatakan lulus seleksi dan selesai dengan semua prosedur penelitian di lokasi sunatan masal berlangsung.


(48)

33

H. Analisis Data

Data yang diambil berupa rasa nyeri (VAS), denyut nadi, dan pernafasan yang diperoleh dari data eksperimental selama sirkumsisi dan setelah sirkumsisi. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan SPSS untuk melihat pengaruh antara kedua variable. Selanjutnya, dilakukan uji normalitas data untuk mengetahui distribusi data normal atau tidak. Apabila distribusi data normal maka dilakukan uji hipotesis dengan Independent Sampel t Test, sedangkan jika distribusi data tidak normal maka digunakan metode Mann Whitney.

I. Cara Kerja

Gambar 6. Cara Kerja Informed

Consent

Observasi VAS setelah 60 menit pemberian obat Pemilihan subjek

penelitian : 36 anak

Menjelaskan prosedur penelitian

Dibagi menjadi 2 Kelompok

perlakuan Kelompok 1 :

Parasetamol Tindakan

Sirkumsisi

Kelompok 2 :

Tramadol Tindakan


(49)

34

1. Keterangan Prosedur Penelitian:

Langkah prosedur penelitian dimulai dengan pemilihan subjek penelitian sebanyak 36 anak laki-laki pada usia 5-12 tahun.. Proses pengambilan data dilakukan dengan memenuhi kriteria berdasarkan kriteria inklusi maupun ekslusi. Selanjutnya, menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, serta mengenai tindakan yang akan diberikan. Jika orang

tua bersedia anaknya menjadi responden maka dipersilahkan

menandatangani surat pernyataan informed consent. Kemudian anak yang telah diizinkan orang tua dilakukan tindakan. Dimana subjek penelitian dijelaskan bahwa pemberian obat yang akan dilakukan dalam 2 kelompok: a. Kelompok pertama diberikan parasetamol dan ditunggu 15 menit

sebelum diberikan anestesi lokal. Kemudian saat proses sirkumsisi selesai ditunggu 60 menit.

b. Kelompok kedua diberikan tramadol dan ditunggu 15 menit sebelum diberikan anestesi lokal. Kemudian saat proses sirkumsisi selesai ditunggu 60 menit.

2. Tindakan Sirkumsisi a. Persiapan Operasi

Tentukan ada tidaknya kontraindikasi sirkumsisi melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tanyakan juga untuk riwayat alergi obat (antibiotik, analgetik, anestesi lokal). Berikan juga penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan dan minta persetujuan pasien/orangtua pasien (informed consent). Kemudian persiapkan alat


(50)

35

dan bahan-bahan yang akan digunakan saat sirkumsisi (Syamsir, 2014).

b. Asepsis dan Antisepsis

Pasien telah mandi dan membersihkan daerah genitalnya dengan sabun. Kemudian pemberian providon iodine dimulai dari depan perut bawah umbilicus, melingkar ke scrotum, kemudian ke tengah sampai lingkaran unjung penis. Daerah genital yang telah dibersihkan ditutup dengan duk bolong (Syamsir, 2014).

c. Cara Anestesi Blok N. Dorsalis Penis

Siapkan lidokain dalam spuit dengan jarum yang tajam. Periksa apakah ada udara dalam tabung spuit. Suntikan lidokain secara subkutan sampai kulit menggelembung di cekungan antara corpus cavernosum pada arah pk. 12.00 di pangkal penis. Tusukan jarum terus hingga menembus fascia penis profunda (terasa menembus kertas), kemudian aspirasi, bila tidak ada darah maka masukan lidokain sesuai dosis yg diperlukan. Lidokain disuntikan secara perlahan agar lidokain menyebar dan tidak menimbulkan rasa sakit. Kemudian jarum suntik di tarik tetapi jangan sampai terlepas dari kulit dan tusukan jarum pada sudut 60o ke sisi kanan dan kiri menuju ke dekat N. dorsalis penis sampai menembus penis profunda. Bila pada aspirasi tidak terdapat darah, masukan lidokain sesuai kebutuhan. Tunggu selama 3-5 menit, kemudian periksa apakah anestesi sudah berhasil atau belum, yaitu dengan cara menjepit preputium dengan jari tangan secara perlahan


(51)

36

dari yang lembut sampai yang keras dan perhatikan raut wajah pasien (Syamsir, 2014).

d. Cara Membersihkan Glans Penis

Pegang prepotium penis dengan jari telunjuk dan ibu jari dan drong dengan perlahan kearah pangkal penis sampai terlihat collum glandis. Bila hal ini sulit dilakukan karena lubang preputium berukuran kecil atau karena adanya phymosis maka gunakan klem untuk memperbesar lubang preputium.

Masukan klem ke dalam lubang preputium penis kemudian perbesar lubang preputium dengan cara membuka klem dan diputar sambil masukan klem kea rah pangkal glans penis secara perlahan agar tidak terjadi lesi pada glans penis. Pegang preputium penis dengan menggunakan jari I dan II untuk mendorong preputium penis ke arah pangkal penis hingga terlihat collum glandis. Bersihkan glans penis dan preputium penis dengan povidon iodin atau sejenisnya hingga tidak terdapat lagi spegma. Kembalikan preputium penis dalam keadaan semula (Syamsir, 2014).

e. Cara Memotong Preputium Penis dengan Cara dorsumsisi

Pasang klem pada arah pk. 18.00 tepat di ujung garis frenulum penis. Pasang juga klem pada arah pk. 11.00 dan arah pk. 13.00. Pegang ketiga klem tersebut tanpa tarikan yang keras. Letaklan kasa syeril dibawah penis. Masukkan gunting lurus dengan ujung runcing di sebelah luar pada arah pk. 12.00. Gunting preputium penis kearah


(52)

37

pangkal sampai sejauh kira-kira 0.5-1 cm (sebaiknya lebih kurung 1.5 cm) dari kontur corona glandis. Selain tidak banyak preputium penis yang terpotong, hal ini juga memudahkan penjahitan luka sirkumsisi. Gunting preputium pada sisi kiri frenulum preputii ke arah proksimal sampai sejauh 1-1.5 cm dari frenulum dan kemudian pengguntingan diarahkan ke dorsum penis sejajar dengan corona glandis sampai batas yang didorsumsisi. Pengguntingan preputium dilanjutkan pada sisi kanan searah dengan corona glandis sampai frenulum preputii sisi yang sama ujung dorsumsisi. Potong frenulum preputii kira kira 1.5 cm dari pangkalnya (Syamsir, 2014).

f. Cara Menjahit Luka

1) Lakukan terlebih dahulu penjahitan pada frenulum preputii. Penjahitan dapat di lakukan dengan dua cara:

a) Cara Matras Horizontal

Tusukan jarum di kulit dalam pada satu sisi frenulum preputii dan keluarkan jarum padamkulit luar sisi yang sama, kemudian tusukan lagi jarum tersebut pada kulit luar di seberang raphe penis dan keluarkan jarum pada kulit dalam sisi yang sama. Buat simple. Setelah itu benang di klem kira kira 2 cm dari pangkal simpul dan benang dipotong. Klem dapat digunakan sebagai pegangan (Syamsir, 2014).


(53)

38

b) Cara Bentuk Angka Delapan

Tusukan jarum pada frenulum preputii di salah satu sisi garis tengah (kulit dalam) kemudian keluarkan jarum pada sisi lain raphe penis (kulit luar), kemudian jarum ditusukan lagi pada sisi di seberang raphe penis dan jarum dikeluarkan pada frenulum sisi lain garis tengah. Buat simpul lalu benang diklem dan dipotong setelah klem sebagai tali kendali. Cara penjahitan angka delapan ini sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya perdarahan pada frenulum preputii yang sulit diatasi (Syamsir, 2014).

2) Lakukan juga penjahitan dengan cara interrupted sederhana pada arah pk. 12.00. Buat simpul lalu benang di klem dan dipotong di distal klem. Klem berfungsi sebagai pegangan atau tali kendali. 3) Lakukan juga penjahitan pada arah pk. 9.00 dan arah pk. 15.00. 4) Tambahkan jahitan bila masih terdapat luka yang terbuka. 5) Gunting semua benang sisi simpul kira-kira 0,3 cm dari simpul 6) Periksa kembali apakah masih ada yang belum rapi dan apakah

masih ada sumber pendarahan. g. Cara Perawatan Pasca Sirkumsisi

Bersihkan sisa darah pada luka dengan menggunakan natrium klorida 0,9 %, kemudian luka yang sudah dijahit dibalut dengan kasa yang sudah diberi salep antibiotic atau sejenisnya. Pembalutan luka jangan terlalu keras atau terlalu longgar dan jangan sampai menutupi


(54)

39

orificium urethrae. Perkuat balutan dengan plester. Beri antibiotic bila perlu dan beri analgetik. Berikan edukasi jangan sampai terkena kotoran dan ketika buang air kecil jangan sampai mengenai kasanya (Syamsir, 2014).

Setelah dilakukan sirkumsisi pasien kelompok pertama dan kelompok kedua diobservasi dan dihitung denyut nadi serta pernafasan. Setelah selesai sirkumsisi pasien ditanyakan mengenai rasa nyeri yang dirasakan dengan menggunakan VAS. Data yang telah diperoleh lalu dianalisi terlebih dahulu dan dilakukan penyusunan laporan.


(55)

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Pada penelitian farmakologi tentang efektivitas obat antinyeri parasetamol dan tramadol pada pasien sirkumsisi dengan sampel berjumlah 18 anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :

Tabel 2. Karakteristik intensitas nyeri pada pemberian parasetamol dan tramadol pasien sirkumsisi

Intensitas Nyeri Parasetamol Tramadol

N % N %

2 2 11,2 8 44,4

3 4 22,2 2 11,1

4 2 11,2 3 16,7

5 2 11,2 3 16,7

6 3 16,7 2 11,1

7 5 27,8 0 0

Jumlah 18 100 18 100

Berdasarkan tabel diatas bahwa intensitas nyeri terendah pada parasetamol dan tramadol adalah 2, sedangkan tertinggi pada parasetamol 7 dan tramadol 7. Nilai intensitas nyeri terbanyak pada parasetamol ada di angka 7 yaitu 5 (12,8%), sedangkan tramadol di angka 2 yaitu 8 (44,4%).

Intensitas nyeri menggunakan VAS dikategorikan menjadi ringan (1-3), sedang (4-7) dan berat (8-10). Berdasarkan analisis bivariat antara intervensi obat parasetamol dan tramadol pada pasien pra sirkumsisi terhadap intensitas nyeri saat sirkumsisi menggunakan analisis Chi Square didapatkan hasil sebagai berikut :


(56)

41

Tabel 3. Perbedaan Tramadol dan Parasetamol dalam menurunkan intensitas nyeri saat sirkumsisi

Sampel penelitian ini berjumlah 18 pasien sirkumsisi. Setelah diberikan intervensi sebelum dilakukan sirkumsisi dan kemudian dinilai dengan VAS maka pemberian obat parasetamol sebanyak 5 anak (27,8%) menunjukkan nyeri ringan yaitu intensitas nyeri 1-3 dan sebanyak 13 anak (72,2%) menunjukkan nyeri sedang yaitu intensitas nyeri 4-6. Berbeda dengan tramadol terdapat 15 anak (83,3%) menunjukkan nyeri ringan dan sebanyak 3 orang (16,7%) menunjukkan reaksi nyeri sedang. Intervensi antara obat parasetamol dan tramadol terhadap intensitas nyeri ringan dan sedang Pada pemberian parasetamol maupun tramadol tidak ada yang menunjukkan nyeri berat yaitu intensitas nyeri 8-10.

Pemberian tramadol lebih besar pengaruhnya dalam mengurangi intensitas nyeri pada sirkumsisi didapatkan bahwa pasien yang menunjukkan intensitas nyeri ringan sebanyak 83,3% lebih banyak dari parasetamol hanya 27,8%. Parasetamol lebih banyak dapat menurunkan intensitas nyeri saat sirkumsisi di kategori sedang yaitu sebesar 72,2%. Berdasarkan hasil analisis diatas bahwa pemberian tramadol dan parasetamol mempunyai perbedaan yang signifikan, hal ini dibuktikan dengan nilai p sebesar 0,001 atau p < 0,005.

Intensitas Nyeri

Nilai p Ringan Sedang

N % N %

Intervensi Obat

Parasetamol 5 27,8 13 72,2

0,001 Tramadol 15 83,3 3 16,7


(57)

42

B. Pembahasan

Pada penelitian ini didapatkan bahwa tramadol lebih baik daripada parasetamol pada tindakan sirkumsisi dengan menggunakan penilaian VAS. Tramadol merupakan obat analgetik golongan opioid lemah yang biasa digunakan pada nyeri keganasan sedang berat atau pasca operasi. Menurut Yilmaz et., al (2015) menyebutkan bahwa tramadol lebih efektif terapi analgesic daripada parasetamol pada operasi diskus vertebra lumbalis. Berdasarkan WHO Analgesic Ladder bahwa parasetamol digunakan untuk nyeri ringan, sedangkan tramadol digunakan untuk nyeri sedang yang artinya bahwa kedudukan tramadol lebih tinggi dibandingkan parasetamol dalam mengatasi nyeri (Farasturi & Windiastuti 2005).

Gambar 7. Step Analgesic Ladder WHO

Pada gambar step analgesic ladder WHO diatas bahwa parasetamol diberikan pada nyeri ringan agar bisa menghilangkan nyeri, sedangkan tramadol bisa diberikan pada intensitas nyeri yang lebih tinggi lagi. Hal ini


(58)

43

sesuai dengan penelitian saya bahwa parasetamol hanya bisa menurunkan nyeri sampai intensitas nyeri ringan yaitu skala 5 (27,8%) dibuktikan dengan sebagian responden menilai pada skala tersebut. Berbeda dengan tramadol yang mampu memberikan intensitas nyeri yang lebih ringan yaitu 2 (44,4%) dibuktikan dengan sebagian responden menilai pada skala tersebut. Berdasarkan pembuktian ini dapat ditarik garis kesimpulan bahwa sirkumsisi yang merupakan bagian operasi pada anak yang dapat memberikan skala nyeri berat dengan pemberian tramadol mampu menurunkan intensitas nyeri lebih baik daripada parasetamol. Parasetamol hanya mampu bekerja pada skala intensitas nyeri ringan, sedangkan sirkumsisi bisa menimbulkan skala nyeri sedang hingga berat.

Sirkumsisi merupakan bagian dari operasi kecil yang merupakan kompetensi ketrampilan klinis dokter. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurul (2014) menyebutkan bahwa pemberian parasetamol kurang efektif untuk menurunkan nyeri dengan pengukurang menggunakan VAS (Ulfa 2014). Disebutkan juga pada penelitian yang dilakukan oleh Yilmaz et., al (2015) bahwa intravena parasetamol sendiri tidak mampu memberikan efektif analgesik pada operasi diskus vertebra lumbal dengan penilaian VAS. Hal ini sesuai dengan penelitian saya bahwa parasetamol masih menimbulkan nyeri yang cukup berat dengan skala intensitas nyeri sedang (72,7%) belum bisa mencapai intensitas nyeri ringan.


(59)

44

Cara kerja parasetamol atau asetaminofen dengan gugus senyaaw N-asetil-p.aminofenol (C8H9NO2) berbeda dengan tramadol. Parasetamol merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase, sehingga mengganggu konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin yang merupakan mediator nyeri. Parasetamol bekerja pada sistem saraf pusat dengan menghambat sintesis prostaglandin. Memang parasetamol obat yang sudah familiar digunakan secara luas diberbagai negara sebagai analgesic dan antipiretik (Darsono 2010). Parasetamol dimetabolisme di hepar oleh enzim sitokrom P450 yang sebagian besar menjadi senyawa nontoksik seperti asam glukoronik, sistein, dan sebagian kecil menjadi senyawa toksik yaitu NAPQI. NAPQI dapat menyebabkan kerusakan sel hepar dan kegagalan fungsi ginjal pada overdose parasetamol (Utomo 2016). Efek samping parasetamol yang dapat terjadi seperti lesi tubulus renal, erimatous, ulcer pada mulut dan gangguan hepar .

Tramadol merupakan bagian dari opiod lemah sejenis dengan kodein. Tramadol bekerja memblok sistem syaraf pusat yang mengendalikan rangsang nyeri yaitu kortek serebri. Tramadol berbeda dari kebanyakan opioid lainnya karena mempunyai mekanisme yang multiple aksi analgesiknya yaitu mengikat pada reseptor µ-opiod dan menghambat ambilan neuronal norepinefrin dan serotonin. Tramadol efektif pada tahap nyeri akut maupun kronis. Efek samping tramadol adalah mual, muntah, pusing, berkeringat, mengantuk, mulut kering (Merchante et al. 2013). Walaupun tramadol merupakan obat nyeri sedang dan termasuk dalam kategori opiod, tetapi masih


(60)

45

aman untuk dikonsumsi anak. Pada penelitian bahwa penggunaan tramadol aman dan masih ditoleransi pada anak dan remaja untuk kejadian nyeri (Vandenbossche et al. 2015). Dikuatkan juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Marzuillo (2014) bahwa tramadol aman untuk pasien anak rawat inap dan rawat jalan dan tetap dipantau untuk faktor risikonya (Marzuillo, Calligaris & Barbi 2014).

Kelemahan pada penelitian ini adalah pada skala pengukuran nyeri hanya menggunakan VAS yang mana bersifat subjektif. Perasaan nyeri pasien sirkumsisi berdasarkan pengalaman dan ambang nyeri masing-masing orang berbeda-beda. Selain itu, jumlah sampel yang didapatkan sangatlah sedikit walaupun sudah memenuhi kriteria sampel penelitian ini. Walaupun pada penelitian ini menunjukkan bahwa tramadol lebih baik daripada parasetamol dalam mengatasi nyeri pada pasien sirkumsisi, akan tetapi tetap dipantau efek sampingnya.


(61)

46 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara pemberian tramadol dan parasetamol sebelum sirkumsisi dengan penilaian intensitas nyeri.

2. Pemberian tramadol lebih baik dalam menurunkan nyeri daripada parasetamol pada sirkumsisi dengan penilaian VAS

B. Saran

1. Penelitian lebih lanjut lagi terkait efketifitas tramadol dengan obat alagesik lainnya pada sirkumsisi

2. Tetap diperhatikan efek sampingnya dalam pemberian obat tramadol dan parasetamol pada sirkumsisi


(62)

47

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, et al. (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI, Jakarta.

Basuki Sutirto. (2000). Circumcision, Jakarta Skin Center 1999 - 2000. www.skinjsc.com/circumcision.htm. diakses pada 18 maret 2015.

Breivik H, et al. (2008).Assessment of Pain. British Journal Anaesthesia ;101:17-24.

Bannwarth B. (1992). Plasma and cerebrospinal fluid concentrations of paracetamol after a single intravenous dose of propacetamol. Br J Clin Pharmacol; 34:79-81. Cukurova Medical Journal 2013; 38 (3) : 417 - 425 Carlsson KH. (2013). Depression by morphine and the non-opioid analgesic

agents, metamizol (dipyrone), lysine acetlysalicylate, and paracetamol, of activity in rat thalamus neurones evoked by electrical stimulation of nociceptive afferents. Pain; 32: 313-326. Cukurova Medical Journal 2013; 38 (3):417-425

Dewoto HR. (2008). Analgesik Opioid dan Antagonis. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth editors. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: p.210-29 .

Dhimar AA, et al. (2007). Tramadol for control of shivering (comparison with pethidine). Indian J Anaesth ;51(1): 28−31.

Darsono, L 2010, 'Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol', Jurnal Unika Maranatha, p. 8.

Forman JP, et al. (2007). Frequency of analgesic use and risk of hypertension among men. Arch Intern Med ; 167(4) : 394-399.

Farasturi, D & Windiastuti, E 2005, 'Sari Pediatri', Penangan Nyeri pada Keganasan, Desember 2005, p. 158.

Grond S, et al. (2004). Clinical pharmacology of tramadol. Clin Pharmacokinet ; 43 : 879-923.

Ganiswara. S. A, (2005). Farmakologi dan Terapan. Edisi IV. Bagian Farmakologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta. Hal.332


(63)

48

Heribertus DA. (2009). Perbandingan Efektivitas Antara Ketamin dan Tramadol terhadap Nyeri Penyuntikan Propofol pada Induksi Anestesia [skripsi].[Surakarta]: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Hochberg MC, et al. (2012). American College of Rheumatology 2012

recommendations for the use of non-pharmacologic and pharmacologic therapies in osteoarthritis of the hand, hip, and knee. Arthritis Care & Research Vol. 64, No. 4, April 2012, pp 465-474. CDK-217/ vol. 41 no. 6, th. 2014

.

Hirji H, Charlton R, Sarmah S. (2005). Male circumcision: a review of the

evidence. J Men’s Health Gend.; 2 :21-30.

Ifar IY, Hari HS, Himawan S. (2011). Obat-obat Anti Nyeri. Jurnal Anestesiologi Indonesia.

Javaherforoosh F, et al. (2009). Effects of tramadolon shivering post spinal anaesthesia in elective cesarean section. Pak J Med Sci ;25(1):12−17. James LP, Letzig L, Simpson PM, et al. (2009). Pharmacokinetics of

acetaminophen-protein adducts in adults with acetaminophen overdose and acute liver failure. Drug MetabDispos ; 37(8) : 1779 –1784.

Katzung, Bertram G. (2014). Farmakology dasar dan klinik. Alih bahasa, staf dosen farmakologi fakultas kedokteran UNSRI. Editor, H. Azwar Agoes Ed. 6. Jakarta : EGC. Hal: 479-495, 559-577

Kalant H, et al. (2006). Principle of Medical Farmacology. 7thed. Canada: Elsevier.ch.19.p.249.

Karakata S dan Bachsinar B. (1994). Sirkumsisi edisi 1. Jakarta: Hipokrates Karakata, Sumiardi, and Bob Bachsinar. (1994). Sirkumsisi (Circumcision).

Jakarta: Hipokrates

Mellisa F et al. (2005). The effectiveness of tramadol in acute pain management Reviewers Research information specialist.

Mangku G, Senapathi TGA. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Indeks Jakarta. Vol 2, no 1 2014: jurnal e-clinic eCI

Miller RD. (2014). Anesthesia (5ed).Philadelphia: Churchill Livingstone, 2000; p.1414-51. Jurnal e-Clinic(eCl), Volume 2, Nomor 2.

Mallet C, et al. (2008). Endocannabinoidand serotonergic systems are needed for acetaminophen-induced analgesia ; 139 : 190-200.


(1)

46

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara pemberian tramadol dan parasetamol sebelum sirkumsisi dengan penilaian intensitas nyeri.

2. Pemberian tramadol lebih baik dalam menurunkan nyeri daripada parasetamol pada sirkumsisi dengan penilaian VAS

B. Saran

1. Penelitian lebih lanjut lagi terkait efketifitas tramadol dengan obat alagesik lainnya pada sirkumsisi

2. Tetap diperhatikan efek sampingnya dalam pemberian obat tramadol dan parasetamol pada sirkumsisi


(2)

47

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, et al. (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI, Jakarta.

Basuki Sutirto. (2000). Circumcision, Jakarta Skin Center 1999 - 2000. www.skinjsc.com/circumcision.htm. diakses pada 18 maret 2015.

Breivik H, et al. (2008).Assessment of Pain. British Journal Anaesthesia ;101:17-24.

Bannwarth B. (1992). Plasma and cerebrospinal fluid concentrations of paracetamol after a single intravenous dose of propacetamol. Br J Clin Pharmacol; 34:79-81. Cukurova Medical Journal 2013; 38 (3) : 417 - 425 Carlsson KH. (2013). Depression by morphine and the non-opioid analgesic

agents, metamizol (dipyrone), lysine acetlysalicylate, and paracetamol, of activity in rat thalamus neurones evoked by electrical stimulation of nociceptive afferents. Pain; 32: 313-326. Cukurova Medical Journal 2013; 38 (3):417-425

Dewoto HR. (2008). Analgesik Opioid dan Antagonis. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth editors. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: p.210-29 .

Dhimar AA, et al. (2007). Tramadol for control of shivering (comparison with pethidine). Indian J Anaesth ;51(1): 28−31.

Darsono, L 2010, 'Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol', Jurnal Unika Maranatha, p. 8.

Forman JP, et al. (2007). Frequency of analgesic use and risk of hypertension among men. Arch Intern Med ; 167(4) : 394-399.

Farasturi, D & Windiastuti, E 2005, 'Sari Pediatri', Penangan Nyeri pada Keganasan, Desember 2005, p. 158.

Grond S, et al. (2004). Clinical pharmacology of tramadol. Clin Pharmacokinet ; 43 : 879-923.

Ganiswara. S. A, (2005). Farmakologi dan Terapan. Edisi IV. Bagian Farmakologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta. Hal.332


(3)

48

Heribertus DA. (2009). Perbandingan Efektivitas Antara Ketamin dan Tramadol terhadap Nyeri Penyuntikan Propofol pada Induksi Anestesia [skripsi].[Surakarta]: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Hochberg MC, et al. (2012). American College of Rheumatology 2012

recommendations for the use of non-pharmacologic and pharmacologic therapies in osteoarthritis of the hand, hip, and knee. Arthritis Care & Research Vol. 64, No. 4, April 2012, pp 465-474. CDK-217/ vol. 41 no. 6, th. 2014

.

Hirji H, Charlton R, Sarmah S. (2005). Male circumcision: a review of the

evidence. J Men’s Health Gend.; 2 :21-30.

Ifar IY, Hari HS, Himawan S. (2011). Obat-obat Anti Nyeri. Jurnal Anestesiologi Indonesia.

Javaherforoosh F, et al. (2009). Effects of tramadolon shivering post spinal anaesthesia in elective cesarean section. Pak J Med Sci ;25(1):12−17. James LP, Letzig L, Simpson PM, et al. (2009). Pharmacokinetics of

acetaminophen-protein adducts in adults with acetaminophen overdose and acute liver failure. Drug MetabDispos ; 37(8) : 1779 –1784.

Katzung, Bertram G. (2014). Farmakology dasar dan klinik. Alih bahasa, staf dosen farmakologi fakultas kedokteran UNSRI. Editor, H. Azwar Agoes Ed. 6. Jakarta : EGC. Hal: 479-495, 559-577

Kalant H, et al. (2006). Principle of Medical Farmacology. 7thed. Canada: Elsevier.ch.19.p.249.

Karakata S dan Bachsinar B. (1994). Sirkumsisi edisi 1. Jakarta: Hipokrates Karakata, Sumiardi, and Bob Bachsinar. (1994). Sirkumsisi (Circumcision).

Jakarta: Hipokrates

Mellisa F et al. (2005). The effectiveness of tramadol in acute pain management Reviewers Research information specialist.

Mangku G, Senapathi TGA. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Indeks Jakarta. Vol 2, no 1 2014: jurnal e-clinic eCI

Miller RD. (2014). Anesthesia (5ed).Philadelphia: Churchill Livingstone, 2000; p.1414-51. Jurnal e-Clinic(eCl), Volume 2, Nomor 2.

Mallet C, et al. (2008). Endocannabinoidand serotonergic systems are needed for acetaminophen-induced analgesia ; 139 : 190-200.


(4)

Marzuillo, P, Calligaris, L & Barbi, E 2014, 'Tramadol can Selectively Manage Moderate Pain in Childre Following European Advice Limiting Codein Use', Wiley Library Online, vol 103, no. 11, p. 1110.

Merchante, I, Pergolizzi JR, J, Laar, M, Mellinghoff, H, Nalamachu, S, Obrien, J, Perrot, S & Raffa, R 2013, 'Tramadol/Paracetamol Fixed-Dose Combination for Chronic Pain Management in Family Practice: A Clinical Review', Hindawi Publishing Corporation , p. 6.

Ozdemir E. (1997). Significantly increased complication risks with mass circumcisions. Br J Urol ; 80 : 136-139.

P. Bader, et al. (2000). Guidelines on Pain Management. European Association of Urology. Hal 71-72

Sjamsuhidajat R. Wim de Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta : EGC.

.

Sardjono, Santoso, dan Hadi Rosmiati D. (2007). Farmakologi Dan Terapi. Departemen Farmakologi dan terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, edisi 5. Hal: 210 – 246

Schug SA. (2009). The role of tramadol in current treatment strategies for musculoskeletal pain. Ther Clin Risk Manag; 3(5):717-23. CDK-217/ vol. 41 no. 6, th. 2014

Smith HS. (2009). Potential analgesic mechanisms of acetaminophen. Pain Physician ; 12 : 269-280.

Sudano I, et al. (2010). Acetaminophen increases blood pressure in patients with coronary artery disease ; 122(18) : 1789–1796.

Syamsir, H. M. (2014). Sirkumsisi berbasis kompetensi / H. M. Syamsir ; editor penyelaras, Herman Octavius Ong. Ed. 2. Jakarta : EGC

Tjay, T.H. dan K. Rahardja. (2002). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Kelima Cetakan Pertama. Penerbit PT Elex Media : Jakarta

Ulfa, NS 2014, 'Efektivitas Parasetamol untuk Nyeri Pasca Operasi Dinilai dari Visual Analog Scale', Jurnal Media Medika Muda, vol III, no. 1, p. hal 2. Utomo, NP 2016, 'Efek Analgesik Kombinasi Kurkumin dan Parasetamol pada

Mencit yang Diinduksi Asam Asetat Menggunakan Analisis Isobologram', Jurnal Universitas Jember, p. 8.


(5)

50

Vandenbossche, J, Richards, H, Solanki, B & Peer, A 2015, 'Single and Multiple Dose Pharmacokinetic Studies of Tramadol Immediate-release tablet in Childre and Adolescent', Wiley Online Library, vol IV, no. 3, p. 184.

Wojciech L. (2009). Tramadol As an Analgesic for Mild to Moderate Cancer Pain. Pharmacological Reports ;61:978-92.

Yilmaz, MZ, BB, S, Kelsaka, E, N, T, AC, T, E, K & E, K 2015, 'Comparison of the analgesic effect of parastamol and tramadol in lumbar disc surgery', Tubitak Academic Journal, p. 2.


(6)

Lampiran

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Intervensi_Obat

* Skala_Nyeri 36 100.0% 0 .0% 36 100.0%

Intervensi_Obat * Skala_Nyeri Crosstabulation

Skala_Nyeri Total

Ringan Sedang Ringan

Intervensi_Obat Parasetamol Count 5 13 18

Expected Count 10.0 8.0 18.0

% within Intervensi_Obat 27.8% 72.2% 100.0%

% within Skala_Nyeri 25.0% 81.3% 50.0%

% of Total 13.9% 36.1% 50.0%

Tramadol Count 15 3 18

Expected Count 10.0 8.0 18.0

% within Intervensi_Obat 83.3% 16.7% 100.0%

% within Skala_Nyeri 75.0% 18.8% 50.0%

% of Total 41.7% 8.3% 50.0%

Total Count 20 16 36

Expected Count 20.0 16.0 36.0

% within Intervensi_Obat 55.6% 44.4% 100.0%

% within Skala_Nyeri 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 55.6% 44.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 11.250(b) 1 .001

Continuity

Correction(a) 9.113 1 .003

Likelihood Ratio 11.971 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

Linear-by-Linear

Association 10.938 1 .001

N of Valid Cases 36

a Computed only for a 2x2 table


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Klonidine 75µg Oral Pre Operatif Terhadap Tramadol Hidrochloride 2,5 mg/KgBB/IV Untuk Penatalaksanaan Nyeri Paska Bedah

5 66 76

Efek Pemberian Tramadol Intramuskular Terhadap Nyeri Persalinan pada Primigravida

1 89 57

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA KETAMIN DAN TRAMADOL TERHADAP NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL PADA INDUKSI ANESTESI

0 8 62

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA INJEKSI LIDOKAIN 1 MG/KGBB DI TAMBAH TRAMADOL DENGAN INJEKSI LIDOKAIN 1 MG/KGBB PADA PEMBERIAN BLOCK DORSUM PENIS PASIEN SIRKUMSISI

8 66 101

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PEMBERIAN PARASETAMOL PRE SIRKUMSISI DENGAN IBUPROFEN POST SIRKUMSISI TERHADAP RASA NYERI SETELAH SIRKUMSISI

11 60 61

Perbandingan Parasetamol dengan Ketorolak Intravena Sebagai Analgesia Pre-emtif terhadap Skala Nyeri Pascabedah Labioplasti pada Pasien Pediatrik | Boesoirie | Jurnal Anestesi Perioperatif 573 1883 1 PB

0 0 6

Efektivitas Pemberian Kombinasi Parasetamol 2 Mg kgBB dan Profol Mct Lct terhadap Pengurangan Nyeri Penyuntikan

0 0 11

Perbandingan Efek Pemberian Analgesia Pre-emtif Parecoxib dengan Parasetamol terhadap Nyeri Pascaoperasi Radikal Mastektomi Menggunakan Numeric Rating Scale | Kartapraja | Jurnal Anestesi Perioperatif 825 3044 1 PB

0 4 6

Perbandingan Kombinasi Tramadol Parasetamol Intravena dengan Tramadol Ketorolak Intravena terhadap Nilai Numeric Rating Scale dan Kebutuhan Opioid Pascahisterektomi | Karmena | Jurnal Anestesi Perioperatif 612 2100 1 PB

0 0 7

Hubungan Pemberian Kompres Dingin Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Pre Operasi Apendisitis

0 1 7