PERANCANGAN ALAT STERILLISASI UV DENTAL KIT BERBASIS MICROCONTROLLER ATMega 16

(1)

PERANCANGAN ALAT STERILLISASI UV DENTAL KIT

BERBASIS MICROCONTROLLER ATMega 16

TUGAS AKHIR

Oleh

GALIH JULIANTORO

NIM. 20133010008

PROGRAM STUDI

D3 TEKNIK ELEKTROMEDIK

POLITEKNIK MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

PERANCANGAN

ALAT

STERILLISASI UV DENTAL KIT

BERBASIS MICROCONTROLLER ATMega 16

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Politeknik Muhammadiyah Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.)

Program Studi D3 Teknik Elektromedik

Oleh

GALIH JULIANTORO

NIM. 20133010008

PROGRAM STUDI

D3 TEKNIK ELEKTROMEDIK

POLITEKNIK MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Penulis menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh derajat Profesi Ahli Madya atau gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini serta disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 30 Agustus 2016 Yang menyatakan,


(4)

PERANCANGAN ALAT STERILLISASI UVDENTAL KIT BERBASIS MICROCONTROLLER ATMega 16

GALIH JULIANTORO 20133010008

ABSTRAK

Dalam dunia kesehatan alat sterillisasi selalu dibutuhkan untuk

menunjang jalannya aktifitas pekerjaan, salah satunya sterillisasi UV Dental Kit

terkhusus untuk para dokter gigi. Dengan adanya alat sterillisasi UV Dental Kit

maka peralatan yang biasa digunakan oleh dokter gigi dalam menjalankan

pekerjaanya seperti bur gigi dapat di sterilkan agar meminimalisir terjadinya

penularan penyakit antar pasien. Dalam proses sterillisasinya lama waktu yang

di pakai adalah 15 menit.alat ini menggunakan lampu UV (ultra violet) dengan

daya 4 watt sebanyak 2 buah lampu yang efisien memancarkan sejumlah besar sinar UV 253,7 nm yang memiliki aktifitas yang baik dalam membunuh kuman.


(5)

PERANCANGAN ALAT STERILLISASI UVDENTAL KIT BERBASIS MICROCONTROLLER ATMega 16

GALIH JULIANTORO 20133010008

ABSTRAK

In the world of health sterillisasi toolis always needed to support the

operations of the work activities, one of which sterillisasi UV Dental kit

especially for the dentist. With the tol serillisasi UV Dental kit then the usual

equipment use by dentists in carriyingimprovements such as bur teth can steril

in order to minimize the occurrence of diseasetransmission between patients. In

the process sterillisasi long in use is 15 minutes. This tool using UV light

(ultraviolet) with 4watt of power as much as 2 pieces of efficient light emit a large

amount of 253.7 nm UV rays which have a good activity in killing germs.


(6)

KATA PENGANTAR

Setinggi puji sedalam syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan mencurahkan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “PERANCANGAN ALAT STERILLISASI UV DENTAL KIT BERBASIS MICROCONTROLLER ATMega16”. Laporan Tugas Akhir ini disusun

sebagai syarat kelulusan dengan gelar Ahli Madya.

Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, bersama para sahabat yang telah berjuang keras dengan semangat dakwah islam dan ilmu pengetahuan, sehingga kita dapat merasakan zaman yang penuh dengan peradaban islam dan ilmu pengetahuan. Semoga para sahabat, keluarga dan kita sebagai umat Muhammad SAW, mendapatkansyafa’atnya di yaumil Qiyamah.

Dalam melakukan penelitian dan penyusunan laporan tugas akhir ini banyak kendala-kendala yang dihadapi oleh penulis baik dalam bentuk akademik maupun non akademik. Namun disamping itu penulis juga mendapat banyak bantuan dalam bentuk saran, dorongan, dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu tidak ada kata selain ungkapan terimakasih yang mendalam kepada :

1. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dorongan baik semangat maupun doa yang tak pernah putus. “Terimakasih telah menjadi panutan, dan menjadi guru terbaik dalam hidup”.

2. Bapak Dr. Sukamta, S.T., M.T., selaku Direktur Politeknik Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibuk Inda Rusdia Sofiani, S.T., MSc., selaku pembimbing tugas akhir penulis yang senantiasa memberi bimbingan hingga selesai.

4. Bapak Heri Purwoko,S.T., selaku pembimbing dari rumah sakit yang telah memberikan bimbingan terbaik kepada penulis dalam bidang akademik maupun non akademik.


(7)

5. Bapak/Ibu dosen penguji, yang telah berkenan menguji hasil penelitian dari penulis, yang memberikan kritik, saran dan masukan agar penulis dapat berkembang menjadi lebih baik untuk kedepanya.

6. Seluruh staff, karyawan dan dosen-dosen Politeknik Muhammadiyah Yogyakarta, terutama Prodi Teknik Elektromedik yang selalu memberikan bantuan dikala penulis menemui kesulitan tentang perkuliahan, dan telah memberikan dorongan semangat untuk kuliah.

7. Seluruh Teman-teman angkatan 2013 Teknik Elektromedik Politeknik Muhammadiyah Yogyakarta yang banyak memberikan masukan-masukan dan semangat serta dorongan kepada penulis “Semoga Kita Selalu Dalam Perlindungan Allah SWT”.

8. Adik-adik kelas Teknik Elektromedik yang sedang berjuang untuk menggapai masa depannya, yang juga selalu memberikan saran, dorongan, dukungan kepada penulis. Jangan penah sia-siakan waktu yang ada, karena tidak akan pernah bisa kembali waktu yang telah belalu.

Penulis menyadari dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan baik dalam kata-kata maupun dalam cara penulisan, maka dari itu penulis mengharapkan saran serta kritik yang membangun guna evaluasi untuk penulis. Amin.

Yogyakarta, Juni 2016


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN SAMPUL ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan ... 3

1.4.1 Tujuan umum ... 3

1.4.2 Tujuan khusus ... 3

1.5. Manfaat ... 4

1.5.1 Manfaat teoritis ... 4

1.5.2 Manfaat praktis ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Penelitian Terdahulu ... 5

2.1.1 Alat Sterillisasi Kering ... 5

2.1.2 Alat Sterillisasi Autoclave ... 7


(9)

2.3 Hour Meter ... 11

2.4 LCD ... 12

2.5 Microcontroller ... 19

2.6 SSR(solid state relay) ... 24

2.7 Buzzer ... 25

2.8 Bur gigi ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 28

3.1. Diagram Blok ... 28

3.2. Diagram Alir ... 29

3.3. Diagram Mekanis ... 31

3.4. Alat dan Bahan ... 31

3.5. Perakitan Rangkaian Power Supply ... 35

3.6. Pembuatan Program Kontrol Lampu UV ... 40

3.7. Variable Penelitian ... 43

3.8. Definisi Operasional ... 43

BAB IV PENELITIAN ... 44

4.1. Spesifikasi Alat ... 44

4.2. Gambar Alat ... 44

4.3. Cara Kerja Alat ... 45

4.4. Jenis Penelitian ... 45

4.5. Persiapan bahan ... 46

4.6. Alat yang digunakan ... 46

4.7. Percobaan alat ... 47

4.7.1 Uraian data hasil pengukuran ... 48

4.7.2 Pengujian alat dengan menghitung angka kuman pada bur gigi ... 48

4.8 Kelebihan dan Kekurangan Modul TA ... 51


(10)

4.8.2. Kekurangan Modul TA ... 51

BAB V PENUTUP ... 52

5.1. Kesimpulan ... 52

5.2. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alat sterillisasi kering ... 6

Gambar 2.2 Alat sterillisasiAutoclave ... 8

Gambar 2.3 Lampu uv ... 10

Gambar 2.4 Hour Meter ... 12

Gambar 2.5 LCD 16x2 ... 12

Gambar 2.6 SSR (Solid state Relay) ... 25

Gambar 2.7 Buzzer ... 26

Gambar 2.8 Bur gigi ... 27

Gambar 3.1 Diagram blok ... 28

Gambar 3.2 Diagram alir ... 29

Gambar 3.3 Diagram mekanis ... 31

Gambar 3.4 Sistematik minimum sistem ... 32

Gambar 3.5 Lay out rangkaian minimum sistem ... 33

Gambar 3.6 Minimum sistem ... 34

Gambar 3.7 Sistematik power supply ... 36

Gambar 3.8 Lay out power supply ... 37

Gambar 3.9 Power supply ... 37

Gambar 4.0 Rangkaian keseluruhan ... 39

Gambar 4.1 Gambar alat ... 44


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 konfigurasi pin LCD 2x16 karakter ... 14

Tabel 2.2keterangan pin LCD ... 15

Tabel 2.3 function set ... 15

Tabel 2.4 entry mode set ... 16

Tabel 2.5 display ON/OFF atau kursor ... 17

Tabel 2.6 display clear ... 18

Tabel 2.7 sift right atau left ... 18

Tabel 2.8 pemilihanlokasi Ram LCD karakter ... 18

Tabel 4.1perbandingan setting waktu modul dengan stopwatch ... 47

Tabel 4.2 hasil percobaan modul sterillisasi UVdental kit dengan alat yang sudah ada dengan waktu 15 menit ... 50

Tabel 4.3 perbandingan hasil perhitungan SUDEK dengan sterillisasi kering . ... 51


(13)

(14)

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi pada saat ini sudah sangat pesat, hal ini di tandai dengan adanya berbagai macam penemuan, perkembangan, dan aplikasi teknologi baru yang dapat digunakan di dalam dunia kesahatan maupun yang lainnya, misalnya alat sterilisasi yang digunakan untuk menyeterilkan alat-alat yang biasa digunakan oleh dokter gigi.

Menurut Prof.DR.drg. Rasinta Tarigan(2013) gigi adalah salah satu organ yang digunakan untuk menghancurkan makanan sebelum masuk kedalam perut, dan lagi makanan yang kita konsumsi selama ini tidak selalu higenis, sekalipun makanan itu higenis

tetap saja meninggakan sisa makanan pada gigi, sehingga sisa makanan tersebut akan menimbulkan kuman yang dapat merusak gigi. Menurut Putranto Jokohadikusumo (2010) salah satu bakteri yang menempel pada gigi yaitu Streptococus mutans yang menyebabkan bercak (plaque). Streptococus mutans menghasilkan dekstran (suatu polier glukosa) yang mengikat sel itu bersatu dan memungkinkannya untuk melekat sangat kuat pada hidroksit apatit dari email gigi.

Inokulasi Streptococus mutans pada hewan bebas kuman ini mendapat karies dentis. Dalam keadaan normal, bakteri ini dapat ditemukan paa gigi berkaries.

Streptococus mutans dapat membentuk dekstran bila terdapat unsur sukrosa pada suatu makanan, akibatnya gigi akan rusak membusuk. Menghindari gula dalam diet dapat mencegah kolonisasi Streptococus mutans, akan tetapi menghindarkan gula dalam diet tidak dapat menghindarkan gigi berkaries dikarenakan ada bakteri lain yang juga


(16)

menyebabkan gigi berkaries. Pada umumnya setiap dokter gigi akan membersihkan dan memeriksa gigi pasien menggunakan dental kit dan biasanya setelah menggunakannya dokter akan mensterilkannya agar tidak terjadi penularan penyakit dari pasien satu dengan yang lain.

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka dari pada itu penulis tertarik untuk membuat alat yang dapat mensterilkan dental kit, sehingga penulis dapat merancang dan membuat alat ” PERANCANGAN ALAT STERILLISASI UV DENTAL KIT BERBASIS MICROCONTROLLER ATMega 16 (SUDEK).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan dan batasan masalah diatas, maka rumusan masalahnya adalah :

1. Alat yang di sterillisasi adalah bor gigi. 2. Lama waktu penyeterilan adalah 15 menit.

3. Memperlakukan bur gigi dengan cara yang sama, baik yang akan di sterilkan dengan alat yang sudah ada maupun alat yang penulis buat.

4. Menentukan jumlah koloni yang terdapat pada bur gigi baik sebelum maupun sesudah di sterillisasi.

1.3. Batasan Masalah

Agar dalam pembahasan alat ini tidak terjadi perluasan masalah dalam penyajian penulis membatasi masalah pokok yaitu:

1. untuk waktu penyinaran lamanya 15 menit. 2. Lampu UV yang digunakan type C.


(17)

3. Untuk penyeterilan bor gigi harus di sterilkan 15 menit sebelum digunakan ke pasien dan setelah selesai pemakaian bor kembali di sterilkan dan disimpan.

1.4. Tujuan

1.4.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah alat SUDEK yang dibuat oleh penulis dapat membunuh bakteri yang terdapat pada bor gigi .

1.4.2 Tujuan khusus

1. Membuat rangkaian minimum sistem

2. Membuat program untuk konversi analog ke digital, dan program untuk menampilkan data ke LCD 16×2

3. Melakukan uji fungsi dan membandingkan alat tersebut dengan alat yang sudah ada.

1.5. Manfaat

1.5.1 Manfaat teoritis

1. Dapat menambah wawasan di bidang kesehatan khususnya alat SUDEK dengan lampu UV.

2. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu dan teknologi.

1.5.2 Manfaat praktis

Dengan adanya alat sterilisasi UVdental kit ini dapat digunakan oleh para dokter gigi untuk melakukan sterilisasi pada alat-alat dental kit yang dimana terdapat bakteri dan kuman sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan gigi.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Sterillisasi menggunakan sinar UV adalah salah satu cara dalam mensterilkan suatu alat maupun udara. Pada penelitian sebelumnya telah dibuat alat sterillisasi dengan menggunakan sinar UV yang difungsikan untuk mensterilkan udara yang ada di ruangan oleh (Linda Parwati2014). Pada kesempatan ini penulis akan mencoba membuat modul dengan menggunakan sinar UV yang berbeda fungsi dengan penelitian terdahulu yaitu difungsikan untuk mensterilkan bur gigi dengan waktu 15 menit yang telah diatur pada program.

Alat yang biasa digunakan dalam pensterilan bur gigi yaitu : 2.1.1. Alat Sterillisasi Kering

Alat sterillisasi kering adalah sebuah alat yang digunakan untuk mensterillkan alat-alat dengan menggunakan udara panas. Sterillisasi panas kering ini cocok untuk alat-alat yang terbuat dari kaca misalnya

Erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri dan lainnya. Untuk lama penyinaran pada proses sterillisasinya yaitu 1 jam sampai dengan 2 jam. Keuntungan dari pemanasan kering ini adalah tidak adanya uap air yang


(19)

membasahi bahan atau alat yang disterilkan. Dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 alat sterillisasi kering

Alat ini dapat bekerja dengan menghubungkan alat ke jala-jala PLN selanjutnya tekan tombol ON/OFF ke posisi ON

kemudian tegangan akan masuk ke rangkaian-rangkaian yang ada pada alat tersebut dan akan mengontak atau menghidupkan

heater sebagai elemen pemanas dari alat tersebut. Heater

tersebut digunakan untuk mensterillkan alat ataupun barang yang di masukan ke dalam alat tersebut.

Untuk penggunaan alat dalam proses sterillisasi yaitu : 1. Bungkus dan beri kapas barang yang akan di sterillkan 2. Masukan barang tersebut ke dalam alat sterillisasi 3. Nyalakan tombol ON


(20)

5. Matikan alat dengan menekan tombol OFF

6. Barang bisa digunakan jika bungkus tidak terbuka 7. Jaga dan simpan agar barang tetap steril

2.1.2 Alat Sterillisasi Autoclave

Autoclave adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit.

Penurunan tekanan pada autoclave tidak dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam

autoclave. Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh

microorganisme. Autoclave terutama ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri,

sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik. Pada spesies yang sama, endospora dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang dapat membunuh sel vegetatif bakteri tersebut. Endospora dapat dibunuh pada suhu 100 °C, yang merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121 °C, endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, di mana sel vegetatif bakteri dapat dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 65 °C.

Perhitungan waktu sterilisasi autoclave dimulai ketika suhu di dalam autoclave mencapai 121 °C. Jika objek yang disterilisasi cukup


(21)

tebal atau banyak, transfer panas pada bagian dalam autoclave akan melambat, sehingga terjadi perpanjangan waktu pemanasan total untuk memastikan bahwa semua objek bersuhu 121 °C untuk waktu 10-15 menit. Perpanjangan waktu juga dibutuhkan ketika cairan dalam volume besar akan di autoclave karena volume yang besar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai suhu sterilisasi. Performa Autoclave diuji dengan indicator biologi, contohnya Bacillus stearothermophilus. Untuk gambar alat Autoclave dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Autoclave

Prinsip kerja dari Autoclave adalah memanfaatkan keringanan uap dibandingkan dengan udara, sehingga udara terletak di bawah uap. Cara kerjanya dimulai dengan memasukan uap melalui bagian atas autoklaf sehingga udara tertekan ke bawah. Secara perlahan, uap mulai


(22)

semakin banyak sehingga menekan udara semakin turun dan keluar melalui saluran di bagian bawah autoklaf, selanjutnya suhu meningkat dan terjadi sterilisasi. Autoklaf ini dapat bekerja dengan cakupan suhu antara 121-134 °C dengan waktu 10-30 menit.

Cara kerjanya alat ini dimulai dengan pengeluaran udara. Proses ini berlangsung selama 8-10 menit. Ketika keadaan vakum tercipta, uap dimasukkan ke dalam Autoclave. Akibat kevakuman udara, uap segera berhubungan dengan seluruh permukaan benda, kemudian terjadi peningkatan suhu sehingga proses sterilisasi berlangsung. Autoklave ini bekerja dengan suhu 132-135 °C dengan waktu 3-4 menit.

Autoclave ini menggunakan aliran uap dan dorongan tekanan di atas tekanan atmosfer dengan rangkaian berulang. Waktu siklus pada autoklaf ini tergantung pada benda yang disterillisasi.

2.2 Lampu UV (Ultraviolet)

Sinar UV adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang antara 100nm – 380nm. Klasifikasi sinar UV

dibagi menjadi 2 yaitu :

2.2.1. Berdasarkan panjang gelombang :

a. Sinar UV panjang gelombang panjang : 290nm – 380nm


(23)

2.2.2. Berdasarkan type:

a. Sinar UV Type A = 315nm – 390nm b. Sinar UV Type B = 280nm – 315nm c. Sinar UV Type C =100nm – 280nm

Adapun lampu yang digunakan untuk melakukan pensterilan adalah digunakan lampu dengan daya sebesar (4 watt UV ultraviolet kuman cahaya lampu UV bulb Germicidal) efisien memancarkan sejumlah besar sinar UV

253,7 nm (nanometer) yang memiliki aktivitas yang sangat baik dalam membunuh kuman. Lampu ini memiliki struktur dan karakteristik yang sama dengan lampu flurorescent yang digunakan untuk penerangan tetapi menggunakan sinar UV kaca yang efisien mentransmisikan reays UV pada 253,7 nm.

Specification Lampu UV:

a. 4 watt UVultraviolet kuman Light bulb. b. Besar sinar UV 253,7 nm

c. Life Time: 30000h ~ 50000h


(24)

Ultraviolet merupakan suatu bagian dari spektrum elektromagnetik dan tidak membutuhkan medium untuk merambat. Ultraviolet mempunyai rentang panjang gelombang antara 380 – 100 nm yang berada di antara spektrum sinar X dan cahaya tampak (EPA, 1999) Secara umum sumber Ultraviolet dapat diperoleh secara alamiah dan buatan, dengan sinar matahari merupakan sumber utama Ultraviolet di alam. Sumber Ultraviolet buatan umumnya berasal dari lampu fluorescent khusus, seperti lampu merkuri tekanan rendah (low pressure) dan lampu merkuri tekanan sedang (medium pressure). Lampu merkuri medium pressure mampu menghasilkan output radiasi Ultraviolet yang lebih besar daripada lampu merkuri low pressure. Namun lampu merkuri low pressure lebih efisien dalam pemakaian listrik dibandingkan lampu merkuri medium pressure. Lampu merkuri low pressure menghasilkan radiasi maksimum pada panjang gelombang 253,7 nm yang lethal bagi mikroorganisme dan protozoa.

Radiasi ultraviolet merupakan suatu sumber energi yang mempunyai kemampuan untuk melakukan penetrasi ke dinding sel mikroorganisme dan mengubah komposisi asam nukleatnya. Absorbsi ultraviolet oleh DNA ( atau RNA pada beberapa virus) dapat menyebabkan mikroorganisme tersebut tidak mampu melakukan replikasi akibat pembentukan ikatan rangkap dua pada molekul-molekul pirimidin (Snider et al, 1991). Sel yang tidak mampu melakukan replikasi akan kehilangan sifat patogenitasnya. Radiasi ultraviolet


(25)

yang diabsorbsi oleh protein pada membran sel akan menyebabkan kerusakan membran sel dan kematian sel.

2.3 Hourmeter

Hourmeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur seberapa lama unit tersebut bekerja. Alat hourmeter akan bekerja ketika lampu UV

dihidupkan, sehingga lamanya pemakaian lampu UV dapat dilihat pada

hourmeter. Untuk menghentikan hourmeter cukup dengan mematikan lampu

UV, dikarenakan tidak adanya arus listrik maka hourmeter akan berhenti menghitung waktu pemakaian.

Gambar 2.4 hour meter

2.4 LCD (Liquit crystal display)

Layar LCD merupakan media untuk menampilan data yang sangat efektif dan efisien dalam penggunaannya. Di alat sterilsator ini LCD digunakan


(26)

untuk menampilkan waktu sterlisasi dan suhu. LCD yang digunakan yaitu LCD

karakter 2x16. Berikut merupakan gambar dari LCD 2 X 16.

Gambar 2.5 LCD 16x2

Beberapa pin yang penting pada LCD Character adalah sebagai berikut :

RS : Register Select

RS = 0; untuk menulis ke register instruksi RS = 1; untuk menulis ke register data

R/W: Read/ write

R/S = 0; proses write ( penulisan data/ instruksi ) R/S = 1; proses read ( pembacaan )

EN: Enable data difungsikan untuk penguncian data ( lacht ), pada saat ada

transisi high to low maka data atau instruksi pada data bus akan terkunci.

D0-D7: Data bus 8 bit difungsikan untuk pengiriman data atau instruksi.

Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah tabel konfigurasi PIN LCD 2x16 karakter:


(27)

Tabel 2.1 Konfigurasi PIN LCD 2 x 16 karakter

Untuk lebih jelasnya dalam memahaminya, di bawah ini adalah keterangan pin LCD 2 x 16 Karakter:

Pin Number Simbol

1 Vss

2 Vcc

3 Vee

4 RS

5 R/W

6 E

7 DB0

8 DB1

9 DB2

10 DB3

11 DB4

12 DB5

13 DB6

14 DB7

15 Vcc


(28)

Tabel 2.2 pin pada LCD karakter

Berikut ini adalah tabel keterangan function set:

Nama Signal

Fungsi

DB0 – DB7 Untuk mengirimkan data karakter atau dan instruksi

E Enable- Signal start untuk mulai pengiriman data atau instruksi

R/W Signal yang digunakan untuk memilih mode baca atau tulis

‘0’ : write ‘1’ : tulis

RS Register Select

“0”: Instruction register (Write) “1”: Data register (Write, Read)

Vee Tegangan Pengaturan kontras pada LCD

Vcc Tegangan Vcc


(29)

Tabel 2.3 Function Set

RS R/W D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1 D0

0 0 0 0 1 DL N F X X

DL : Set data lengh. Bit ini digunakan untuk mengatur apakah interface jalur data antara Microcontroller dengan LCD Karakter adalah 4 bit atau 8 bit

DL = 0; Data lengh4 bit

DL = 1;Data lengh 8 bit

N : Set jumlah baris. Bit ini dugunakan untuk setting jumlah baris yang akan digunakan pada LCD Karakter, satu baris atau dua baris.

N = 0; Satu baris display

N = 1; Dua baris display

F : Set character font. Bit ini dugunakan untuk membangun ukuran besar atau kecilnya dari font karakter yang akan didisplaykan ke LCD Karakter. F = 0; Ukuran font karakter 5 x 7 dot

F = 1; Ukuran font karakter 5 x 10 dot

Untuk lebih jelasnya perhatikan juga tabel 2.7 Tabel 2.4 Entry Mode Set

I/D :

Set

increment atau decrement

I/D = 0; Decrement RAM

RS R/W D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1 D0


(30)

I/D = 1; Increment RAM

S = Menggeser display ke kanan atau ke kiri S = 0; display tidak bergeser

S = 1; display bergeser kekanan atau kekiri bergantung I/D

Dalam memahami display on-off / kursor lihatlah table di bawah ini: Tabel 2.5 Display ON-OFF/ Kursor

RS R/W D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1 D0

0 0 0 0 0 0 1 D C B

D : Set display ON/ OFF. Bit ini untuk mengatur apakah display LCD di hidupkan atau dipadamkan.

D = 0: Display OFF

D = 1; Display ON

C : Set displaycursor ON/ OFF. Bit ini untuk menampilkan atau tidak, kursor

pada LCD karakter. untuk menandai karakter yang tercetak pada layar seperti halnya pada monitor komputer.

C = 0; Cursor OFF

C = 1; Cursor ON

B : Set cursor berkedik ( BLINK ). Bit ini dapat digunakan untuk mengatur

cursor pada LCD karakter apakah berkedip atau tidak. B = 0; Cursor tidak berkedip


(31)

B = 1; Cursor berkedip

Untuk mengetahui lebih jelas masalah display clear perhatikan table dibawah ini:

Tabel 2.6 Display Clear

RS R/W D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1 D0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

Instruksi ini difungsikan untuk membersihkan layar LCD karakter.

Perhatikan juga tabel dibawah ini: Tabel 2.7 Sift Right atau Left

RS R/W D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1 D0

0 0 0 0 0 1 S/C R/L X X

S/C : Untuk menggeser cursor atau display

S/C = 0; menggeser cursor

S/C = 1; menggeser display

R/L : Untuk menggeser ke kiri atau kekanan R/L = 0; menggeser ke Left

R/L = 1; menggeser ke Right

Untuk memahami lebih jelas dalam pemilihan lokasi RAM LCD


(32)

Tabel 2.8 Pemilihan Lokasi RAM LCDCharacter

Y= Pemilihan lokasi RAM baris 1 atau 2

Y= 0: pemilihan lokasi RAM LCD pada baris 1 Y= 1: pemilihan lokasi RAM LCD pada baris 2

XXXX = pemilihan alamat dari address 0000 s/d 1111 atau 0 s/d 15 desimal, karena jumlah karakter yang dapat dimunculkan pada layar LCD karakter adalah 16 Karakter.

2.5 Microcontroller

Menurut Ardi Winoto(2008) Microcontroller adalah sebuah sistem

microprocessor yang lengkap terkandung dalam satu serpih (chip).

Microcontroller lebih dari sekedar sebuah microprocessor karena sudah terdapat atau berisi ROM (Read Only Memory), dan RAM (Read accses memory), beberapa control masukan maupun keluaran, dan beberaa peripheral seperti pencacah/pewaktu, ADC (Analog to Digital Converter), DAC (Digital to Analog Converter) dan serial komunikasi. Salah satu Microcontroller yang banyak digunakan saat ini yaitu Microcontroller AVR. AVR adalah

Microcontroller RISC (Reduce Instriction Set Compute) 8 bit berdasarkan arsitektur Harvard. Secara umum Microcontroller AVR dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu keluarga AT90Sxx, ATMega dan ATtiny. Pada dasrnya yang membedakan masing-masing kelas adlah memori, peripheral dan

RS R/W D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1 D0


(33)

fiturnya seperti microprocessor pada umumnya, secara internal

Microcontroller ATMega 16 terdiri atas unit-unit fungsionalnya Arithmetic and logical unit (ALU), himpunan register kerja, register dan control instruksi, dan pewaktu beserta komponen kendali lainnya. Berbeda dengan mikroprosesor,

Microcontroller menyediakan memori dalam serpih yang sama dengan prosesornya.

2.4.1 Arsitektur ATMega 16

Microcontroller ini menggunakan arsitektur Harvard yang memisahkan memori program dari memori data, baik bus alamat maupun bus data, sehingga pengaksesan program dan data dapat dilakukan secara bersamaan (concurrent). Secara garis besar

Microcontroller ATMega 16 terdiri dari :

1. Arsitektur RISC dengan throughtput mencapai 16 MIPS pada

frekuensi 16 MHz

2. Memiliki kapasitas flash memori 16Kbyte,EEPROM 512 Byte, dan SRAM 1Kbyte.

3. Saluran I/O 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C dan Port D 4. CPU yang terdiri dari 32 buah register.

5. User interupsi internal dan eksternal

6. Bandar antar muka SPI dan Bandar USART sebagai komunikasi

serial


(34)

 Dua buah 8-bit time/counter dengan prescaler terpisah dan

metodecompare

 Satu buah 16-bit time/counter dengan prescaler terpisah , mode compare, dan modecapture

Real time counter dengan osilator tersendiri

 Empat kanal PWM dan antar muka komparator analog  8 kanal, 10 bit ADC

Byte-oriented Two-wire Serial Interface Watchdog timer dengan osilator internal


(35)

2.4.2 Konfigurasi pin ATMega 16

Deskripsi Microcontroller ATMega 16 memi.

 VCC(power supply) dan GND (Ground)

Port A (PA7..PA0) Port A berfungsi sebagai input analog pada konverter A/D. Port A juga sebagai suatu Port I/O 8-bit dua arah, jika A/D konverter tidak digunakan. Pin-pin Port dapat menyediakan resistor internal pull-up (yang dipilih untuk masing-masing bit) Port A output buffer mempunyai karakteristik gerakan simetris dengan keduanya sink tinggi dan kemampuan sumber. Ketika pin PA0 ke PA7 digunakan sebagai input dan secara

eksternal ditarik rendah, pin-pin akan memungkinkan arus sumber jika resistor internal pull-up diaktifkan. Port A adalah tri-stated manakala suatu kondisi reset menjadi aktif, sekalipun waktu habis.

Port B (PB7.PB0) Pin B adalah suatu pin I/O 8-bit dua arah dengan resistor internal pull-up (yang dipilih untuk beberapa bit). Pin B

output buffer mempunyai karakteristik gerakan simetris dengan keduanya sink tinggi dan kemampuan sumber. Sebagai input, Pin B yang secara eksternal ditarik rendah akan arus sumber jika resistor jika resistor pull-up diaktifkkan. Pin B adalah tri-stated manakala suatu kondisi reset menjai aktif sekalipun waktu habis.


(36)

Port C (PC7.PC0) Pin C adalah suatu pin I/O 8-bit dua arah dengan resistor internal pull-up (yang dipilih untuk beberapa bit). Pin C

output buffer mempunyai karakteristik gerakan simetris dengan keduanya sink tinggi dan kemampuan sumber. Sebagai input, Pin C yang secara eksternal ditarik rendah akan arus sumber jika resistor jika resistor pull-up diaktifkkan. Pin C adalah tri-stated manakala suatu kondisi reset menjai aktif sekalipun waktu habis.

Port D (PD7.PD0) Pin D adalah suatu pin I/O 8-bit dua arah dengan resistor internal pull-up (yang dipilih untuk beberapa bit). Pin D

output buffer mempunyai karakteristik gerakan simetris dengan keduanya sink tinggi dan kemampuan sumber. Sebagai input, Pin D yang secara eksternal ditarik rendah akan arus sumber jika resistor jika resistor pull-up diaktifkkan. Pin D adalah tri-stated manakala suatu kondisi reset menjai aktif sekalipun waktu habis.

RESET (Reset Input) XTAL1 (Input Oscillator) XTAL2 (Output Oscillator)

AVCC adalah pin penyedia tegangan untuk Port A dan Konverter A/D.


(37)

 Peta memori ATMega16 memori program arsitektur ATMega16 mempunyai dua memori utama, yaitu memori data dan memori program. Selain itu, ATMega16 memiliki memori EEPROM untuk menyimpan data. ATMega16 memiliki 16K byte On-chip In-system Reprogrammable Flash Memori untuk menyimpan program. Intruksi ATMega16 semuanya memiliki format 16 atau 32 bit, maka memori flash diatur dalam 8K × 16 bit. Memori flash dibagi kedalam dua bagian, yaitu bagian program boot dan aplikasi.

Bootloader adalah program kecil yang bekerja pada saat sistem dimulai yang dapat memasukan seluruh program aplikasi ke dalam memori prosesor.

 Memori data (SRAM) Memori data AVR ATMega 16 terbagi menjadi 3 bagian, yaitu 32 register umum, 64 buah register I/O dan 1 kbyte SRAM internal. General purpose register menempati alamat data terbawah, yaitu $00 sampai $1F. Sedangkan memori I/O menempati 64 alamat berikutnya mulai dari $20 hingga $5F. Memori I/O merupakan register yang khusus digunakan untuk mengatur fungsi terhadap berbagai fitur Microcontroller seperti kontrol register, timer/counter, fungsi-fungsi I/O, dan sebagainya. 1024 alamat berikutnya mula dari $60 hingga $45F digunakan untuk SRAM internal.


(38)

2.6 SSR (solid state relay)

Solid state relay berfungsi sama seperti halnya relay mekanik, dengan

solid state relay kita dapat mengendalikan beban AC maupun DC daya besar dengan sinyal logika TTL. Rangkaian solid state relay dapat digunakan untuk mengendalikan beban dengan tegangan kerja AC dari 24 volt hingga 220 volt.

Rangkaian solid state relay ini dikendalikan dengan sinyal logika tinggi TTL 2 – 5 volt DC yang diberikan ke jalur input solid state relay. Untuk meningkatkan daya atau kemampuan arus solid state relay ini dapat dilakukan dengan mengganti TRIAC Q1 BT136 dengan

TRIAC yang memiliki kapasitas arus yang lebih besar. TRIAC Q1 BT136 pada rangkaian solid state relay diatas harus dilengkapi dengan pendingin (heatsink) untuk meredam panas yang dihasilkan TRIAC pada saat mengalirkan arus ke beba.


(39)

2.7 Buzzer

Buzzer adalah sebuah komponen elektronika yang berfungsi untuk mengubah getaran listrik menjadi getaran suara. Pada dasarnya prinsip kerja

buzzer hampir sama dengan loud speaker, jadi buzzer juga terdiri dari kumparan yang terpasang pada diafragma dan kemudian kumparan tersebut di aliri arus sehingga menjadi elektromagnetik, kumparan tadi akan tertarik kedalam atau keluar, tergantung dari arah arus dan polaritas magnetnya, karena kumparan di pasang pada diafragma maka setiap gerakan kumparan akan menggerakan diafragma secara bolak-balik sehingga membuat udara bergetar yang akan menghasilkan suara.

Bentuk dari buzzer dapat dlihat padagambar 2.14 di bawah ini.


(40)

2.8 Bur Gigi

Bor gigi adalah suatu bor berukuran kecil dan berkecepatan tinggi yang digunakan dalam kedokteran gigi untuk membuang bagian-bagian gigi yang membusuk. Bor gigi digunakan dalam perawatan karies gigi. Bor gigi modern dapat berputar hingga 500 ribu rpm dan umumnya menggunakan campuran (alloy) logam keras yang dikenal sebagai mata bor. Mata bor tersedia dalam berbagai bentuk yang dirancang untuk penerapan khusus. Mata bor umumnya terbuat dari baja yang dilapisi wolfram karbida, ada juga bor yang menggunakan pelapis intan. Berikut adalah sebagian dari jenis-jenis bor : 1. Bur round adalah jenis bur yang digunakan untuk membuat tempat masuk

preparasi kavitas.

2. Bur fissure adalah jenis bur yang digunakan untuk melebarkan dinding kavita waktu membuat preparasi.

3. Bur inverted cone adalah jenis bur yang digunakan untuk meratakan dasar kavita.


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Diagram Blok

Untuk gambar blok diagram dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 3.1 blok diagram

Cara kerja diagram blok

1. Sumber listrik adalah jala-jala PLN yang dikontrol oleh switch. 2. Kemudian tekan tombol start

3. Blok rangkaian IC bekerja menjalankan driver lampu yang berfungsi

mentriger Driver dan menyimpan data setting waktu untuk mengetahui lamanya lampu menyala.

START

MICROCON TROLLER

DISPLAY PROGRAM

DRIVER


(42)

4. Ketika Driver lampu bekerja, Driver mendapat ground lalu bekerja dan lampu menyala.

5. Apabila waktu setting waktu telah tercapai maka IC microcontroller akan memerintahkan Driver sehingga lampu mati.

3.2. Diagram Alir

TIDAK

Gambar 3.2 diagram alir

MULAI

Inisialisasi timer

15 MENIT

UV ON

UV OFF BUZZER ON


(43)

Penjelasan diagram alir

1. Mulai

Untuk memulai program 2. Inisialisasi timer

Sebelum menjalankan program microcontroller melakukan persiapan ke

LCD

3. Lampu UV ON

Lampu akan hidup

4. 15 menit

15 menit adalah lamanya proses sterillisasi 5. Waktu tercapai

Waktu proses sterillisasi sudah habis 6. UV OFF dan Buzzer ON

UV mati dan buzzer hidup 7. Selesai


(44)

3.3. Diagram Mekanis

Gambar 3.3 diagram mekanis Keterangan:

1. Tabung setengah lingkaran adalah lampu UV

2. Persegi panjang warna biru adalah LCD display

3. Tombol warna merah adalah tombol start

4. Tombol warna kuning adalah tombol reset

5. Lingkaran hitam pada gambar adalah buzzer

6. Tombol warna merah adalah tombol ON/OFF

7. Lingkaran warna hitam pada gambar diatas adalah fuse

8. Persegi 4 pada gambar diatas adalah hour meter

3.4 Alat dan Bahan

1. Lampu UV


(45)

3. Driver SSR(solid state relay)

4. Buzzer

5. LCDDisplay

6. Microcontroller

7. Minimum sistem a. Alat

1. Papan 2. Solder 3. Timah

4. Penyedot timah b. Komponen

1. ATMega 16

2. Kapasitor 10 µf 25 v 3. Kapasitor non polar

4. Crystal


(46)

Gambar 3.4. Sistematik Minimum Sistem

1. Rangkai sistematik rangkaian minimum sistem dengan mengunakan aplikasi pada laptop, aplikasi yang digunakan pada pembuatan modul ini adalah proteus.Untuk gambar sistematik rangkaian minimum sistem pada aplikasi dapat dilihat pada gambar 3.4. di atas.

2. Setelah sistematik rangkaian jadi, tahap selanjutnya membuat

lay out nya dan disablon ke papan pcb. Untuk gambar lay out

minimum sistem pada papan pcb dapat dilihat pada gambar 3.5. di bawah ini:


(47)

Gambar 3.5. Lay Out Rangkaian Minimum Sistem

3. Rakit komponen yang dibutuhkan dengan menggunakan solder.

d. Gambar minimum sistem

Untuk gambar minimum sistem dapat dilihat pada gambar 3.9. di bawah ini:


(48)

Rangkaian minimum sistem pada modul ini berfungsi sebgai kontrol kerja modul secara keseluruhan. Cara kerja rangkaian minimum dengan memanfaatkan kapasitas penyimpanan yang dimiliki oleh IC Atmega 16. Pada IC Atmega 16 ini diberi program yang akan mengontrol sistem kerja modul secara keseluruhan. Adapun program yang digunakan pada modul ini adalah program

timer sebagai pengendali waktu pada modul. sistem ini

3.5 Perakitan Rangkaian Power Supply

1. Alat

1. Papan pcb

2. Solder 3. Timah

4. Penyedot timah 5. Tang potong 6. Tang cucut

2. Bahan

1. Travo 2 A

2. Kapasitor 2200 µf (4) 3. Kapasitor non polar 104 (4) 4. IC regulator 7805(2)


(49)

6. Transistor TIP 3055(2) 7. T-blok

3. Langkah perakitan

1. Rangkai sistematik rangkaian power supply dengan mengunakan aplikasi pada laptop, aplikasi yang digunakan pada pembuatan modul ini adalah proteus. Gambar dapat dilihat di bawah ini.


(50)

Pada rangkaian power supply ini menggunakan a. travo CT 2A sebagai penurun tegangan.

b. diode yang digunakan sebagai penyearah satu gelombang c. kapasitor sebagai filter atau perata tegangan.

d. resistor+led sebagai indicator. e. IC regulator 7805 untuk keluaran 5v. f. TIP 3055 sebagai penguat tegangan.

2. Setelah sistematik rangkaian jadi, tahap selanjutnya membuat

layout nya dan disablon ke papan pcb. Untuk gambar layout power supply pada papan pcb dapat dilihat pada gambar 3.10. di bawah ini:

Gambar 3.8. Lay Out Power supply

3. Rakit komponen yang dibutuhkan dengan menggunakan solder. 4. Gambar power supply


(51)

Gambar 3.9. Power Supply

Rangkaian power supply pada modul ini berfungsi sebagai

supply tegangan ke semua rangkain yang menggunakan tegangan DC. Prinsip kerja power supply adalah mengubah tegangan AC menjadi tegangan DC dengan menggunakan transformator sebagai penurun tegangan dan dioda sebagai komponen yang berfungsi sebagai penyearah tegangan. Pada modul ini power supply akan mengubah tagangan AC menjadi DC sebesar 5 VDC dengan mengunakan IC regulator 7805. Adapun tegangan 5 VDC digunakan untuk rangkaian minimum sistem.

�� = �� + �� � = ��� + ,

� = � � �

� − , = � � �

, � = , � � �

� = , ÷ ,


(52)

5. Gambar rangkaian total


(53)

3.6 Pembuatan Program Kontrol Lampu UV

Untuk pembuatan program pada modul ini menggunakan aplikasi AVR dengan bahasa C. Untuk program dapat dilihat di bawah ini.

Listing program timer diperlihatkan pada listing 4.0

Listing 4.0 program timer

unsigned char mikrodetik=0, detik=0, a=0, timer=0,temp[6], temp2[6], temp3[3];

int menit=15;

bit tampilan1=0, timer_aktif=0, b=0, c=0;

{

if(detik==0) {

menit--; detik=59; }

else{detik--;} }


(54)

Listing program untuk menampilkan timer diperlihatkan pada listing 4.1

f

listing 4.1 program untuk menampilkan timer.

void atur_tampilantimer() {

if(c==1) {

if(menit<10) {

lcd_gotoxy(0,1); lcd_putsf("0"); itoa(menit,temp); lcd_gotoxy(1,1); lcd_puts(temp); }

else

{itoa(menit,temp); lcd_gotoxy(0,1); lcd_puts(temp); }

if(detik<10)


(55)

Listing program untuk menampilkan timer diperlihatkan pada listing 4.1 Lanjutan.

listing 4.1 program untuk menampilkan timer.

{

lcd_gotoxy(3,1); lcd_putsf("0"); itoa(detik,temp2); lcd_gotoxy(4,1); lcd_puts(temp2); }

else

{itoa(detik,temp2); lcd_gotoxy(3,1); lcd_puts(temp2);}} else{lcd_gotoxy(0,1); lcd_putsf("15:00"); }

lcd_gotoxy(2,1); lcd_putsf(":"); lcd_gotoxy(5,1); lcd_putsf(" "); }


(56)

3.7 Variable penelitian

3.7.1Variabel Bebas

Sebagai variable bebas pada modul ini adalah koloni. 3.7.2Variabel Tergantung

Sebagai variable tergantung pada modul ini adalah timer. 3.7.3Variabel Terkendali

Sebagai variable terkendali pada modul ini adalah lampu UV.

3.8 Definisi Operasional

Dalam kegiatan operasionalnya, variabel-variabel yang digunakan dalam perencanaan pembuatan modul ini, baik variabel bebas, variabel

tergantung dan juga variabel terkendali memiliki fungsinya masing-masing antara lain :

1. koloni disini digunakan sebagai objek untuk dilakukan penyeterilan. 2. Timer disini digunakan sebagai kontrol dari lamanya lampu UV menyala. 3. lampu UV disini digunakan sebagai media untuk mensterilkan bor gigi.


(57)

BAB IV PENELITIAN

1.1 Spesifikasi Alat

Alat SUDEK merupakan suatu alat yang digunakan untuk mensterilkan bur gigi dengan memanfaatkan sinar UV dengan waktu yang telah ditetapkan selama 15 menit.

Nama Alat : Sterillisasi UV Dental KIT (SUDEK) Tegangan : 220 Volt

Daya : 36 watt

1.2 Gambar Alat

Untuk dapat mengetahui bagaimana bentuk dari modul yang penulis buat dapat di lihat pada gambar 4.1


(58)

1.3 Cara Kerja Alat

ketika alat terhubung ke jala-jala PLN kemudian tekan tombol

ON/OFF pada posisi ON maka tegangan akan masuk ke power supply setelah itu, power supply akan membagi tegangan ke tiap-tiap blok rangkaian yang ada pada modul. Tegangan yang masuk ke microcontroller akan mengontak SSR(solid state relay) kemudian solid state relay akan memberikan logika untuk menghidupkan lampu UV yang akan di proses oleh program yang telah dimasukan ke microcontroller.

Pada rangkaian minimum sistem ini tegangan yang masuk ke

microcontroller akan di proses untuk di keluarkan pada Port yang telah ditentukan. Pada modul ini Port yang di gunakan adalah Port C untuk keluaran dari rangkaian minimum sistem. Keluaran pada Port C akan digunakan sebagai triger untuk menyalakan LCD, lampu UV. Tegangan keluaran pada Port C yang digunakan sebagai triger pada rangkaian driver untuk meyalakan lampu UV

ditentukan selama 15 menit oleh Microcontroller. Setelah waktu tercapai maka lampu UV akan mati dan buzzer berbunyi.

1.4 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah jenis penelitian eksperimental, artinya meneliti, mencari, menjelaskan, dan membuat suatu instrument dimana instrument ini dapat langsung dipergunakan oleh pengguna.


(59)

Variabel yang diteliti dan diamati pada alat SUDEK ini adalah koloni yang terdapat pada bor gigi

1.5 Persiapan Bahan

Adapun komponen-komponen penting dalam pembuatan modul ini antara lain:

1. IC Atmega 16 2. Lampu UV

3. SSR(solid state relay) 3-32VDC 4. Bor gigi

5. Buzzer

6. Hour meter

1.6 Alat Yang Digunakan

Adapun peralatan yang digunakan selama pembuatan tugas akhir ini anatara lain :

1. Solder listrik 2. Tool set

3. Gergaji besi 4. Penyedot timah 5. Bor pcb


(60)

7. Multimeter

8. Komputer 9. Lem tembak

1.7 Percobaan Alat

Percobaan alat disini dengan cara membandingan alat disini guna memastikan ketepatan waktu yang dikehendaki pada alat dengan waktu

stopwatch. Untuk hasil dari perbandingan waktu dapat dilihat pada tabel 4.1 tabel perbandingan setting watu modul dengan stopwatch

NO MODUL STOPWATCH

1 15:00 Menit 14:59 Menit 2 15:00 Menit 14:59 Menit 3 15:00 Menit 14:59 Menit 4 15:00 Menit 14:58 Menit 5 15:00 Menit 14:59 Menit 6 15:00 Menit 14:59 Menit 7 15:00 Menit 14:58 Menit 8 15:00 Menit 14:59 Menit 9 15:00 Menit 14:58 Menit 10 15:00 Menit 14:59 Menit 11 15:00 Menit 14:59 Menit 12 15:00 Menit 14:59 Menit 13 15:00 Menit 14:58 Menit 14 15:00 Menit 14:59 Menit 15 15:00 Menit 14:59 Menit 16 15:00 Menit 14:59 Menit 17 15:00 Menit 14:58 Menit 18 15:00 Menit 14:59 Menit 19 15:00 Menit 14:59 Menit 20 15:00 Menit 14:59 Menit


(61)

1.7.1 Uraian data hasil pengukuran

Untuk pengambilan data waktu nyala lampu UV terhadap selang waktu yang ditentukan yaitu selama 15 menit, berdasarkan waktu

stopwatch maka didapatkan hasil dengan rata-rata waktu selama 14.59 menit.sedangkan standart penyimpangan yang dihasilkan yaitu sebesar 0.18 dan nilai untuk ketidakpastian pengukuran sebesar 0.04.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kecil nilai standart deviasi penyimpangan maka semakin presisi data yang dihasilkan.

1.7.2 Pengujian alat dengan menghitung angka kuman pada bur gigi.

pada pengujian alat disini yaitu dengan membandingkan modul yang penulis buat dengan alat yang sudah ada guna mengetahui keefektifan modul yang penulis buat dalam membunuh bakteri.

Pengujian alat ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada 22-23 agustus 2016.

1. Persiapan Bahan

Adapun bahan-bahan yang harus disiapkan :

a. Media TSA(sebagai tempat pertumbuhan bakteri) b. Kapas lidi steril

c. Nacl


(62)

e. Lampu spirtus f. Kawat gores

g. Steril kering atau open 2. Persiapan Alat

Adapun peralatan yang harus dipersiapkan : a. Modul Tugas Akhir

b. Alat yang sudah ada c. Incubator bacteri

d. Koloni counter

e. Spidol f. Komputer

3. Langkah Percobaan modul sterillisasi UV dental kit

Adapun langkah dalam percobaan alat sterillisasi UV dental kit :

a. Mengusap bagian atas bur gigi sebelum di sterillkan dengan menggunakan kapas lidi steril atau dengan menggunakna kawat sterill.

b. Mengusap atau menggores kapas lidi sterill tadi kedalam cawan petri atau media tempat tumbuhnya bakteri.

c. Simpan cawan petri ke dalam incubator bacteri dengan suhu 37℃ selama 24 jam untk melihat apakah ada pertumbuhan


(63)

d. Masukan bur gigi ke dalam ruang sterillisasi modul untuk di sterilkan selama 15 menit

e. Mengusap bur gigi dengan menggunakan kapas lidi sterill. f. Mengusap atau menggoreskan kapas lidi ke dalam cawan petri

atau media untuk pertumbuhan bacteri.

g. Simpan cawan petri ke dalam incubator bacteri dengan suhu 37℃ selama 24 jam untk melihat apakah ada pertumbuhan

bacteri.

h. Mengambil cawan petri bacteri dari incubator bacteri yang sudah didiamkan selama 24 jam dengan suhu 37℃ baik yang sesudah maupun sebelum menggunakan alat.

i. Hitung jumlah bakteri yang tumbuh pada cawan petri baik yang sebelum maupun sesudah menggunakan alat. Hasil dari perhitungan dapat di lihat pada tabel di bawah ini :


(64)

Tabel 4.2 hasil percobaan modul sterillisasi UV dental kit dengan alat yang sudah ada dengan waktu 15 menit.

Sterillisasi bur gigi

Sterillisasi kering Sterillisasi UV

Sebelum sesudah Sebelum Sesudah

1 135 koloni 2 koloni 135 koloni 3 koloni 2 135 koloni 5 koloni 135 koloni 1 koloni 3 135 koloni 7 koloni 135 koloni 2 koloni 4 135 koloni 3 koloni 135 koloni 4 koloni 5 135 koloni 5 koloni 135 koloni 3 koloni 6 135 koloni 4 koloni 135 koloni 1 koloni 7 135 koloni 3 koloni 135 koloni 5 koloni 8 135 koloni 4 koloni 135 koloni 1 koloni 9 135 koloni 3 koloni 135 koloni 0 koloni 10 135 koloni 6 koloni 135 koloni 2 koloni

Tabel 4.3 perbandingan hasil perhitungan modul dengan sterillisasi kering Perhitungan Sterlisasi kering Sterillisasi UV

Rata-rata 130,8 132,7

Standart deviasi 4,69 2,88

Ketidak pastian 1,48 0,91

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dalam jangka waktu 15 menit modul lebih baik dalam membunuh kuman yaitu dengan rata-rata membunuh koloni sebanyak 132,7 dari 135 koloni dan ketidak pastian sebesar 0,91.


(65)

1.8 Kelebihan dan Kekurangan Modul TA

4.8.1. Kelebihan Modul TA

1. Modul dapat membunuh bakteri lebih efektif dari alat yang sudah ada dalam jangka waktu 15 menit.

2. Modul sterillisasi UV untuk bur gigi itu sendiri belum ada sebelumnya.

4.8.2. Kekurangan Modul TA

1. Kurangnya keamanan untuk user dari paparan radiasi sinar UV (ultra violet) yang keluar dari dala box.


(66)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah melakukan proses pembuatan, percobaan, pengujian alat dan pendataan, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil uji lab yang telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dapat disimpulkan bahwa modul yang penulis buat mampu membunuh bakteri yang terdapat pada bur gigi dalam waktu 15 menit, didapat nilai rata-rata membunuh koloni 132,7 dari 135 koloni sedangkan pada alat sterillisasi kering yang di setting 15 menit didapat nilai rata-rata membunuh koloni 130,8 dari 135 koloni.

5.2. Saran

Setelah melakukan proses pembuatan, percobaan, pengujian alat dan pendataan, penulis memberikan saran sebagai pengembangan peneliti selanjutnya sebagai berikut:

1. Dalam setiap melakukan pekerjaan agar lebih memperhatikan keselamatan terutama saat pembutan modul.


(67)

2. Pembuatan box bisa dirapikan lagi dan dibuat lebih minimalis.

3. Bisa ditambahkan safety lock untuk mencegah user terkena paparan radiasi sinar UV.

4. Bisa ditambahkan dudukan yang berputar untuk bur gigi agar ketika disterikan bur gigi dapat tersinari semua.


(68)

54

DAFTAR PUSTAKA

Ambar Tri Utomo, Ramadani Syahputra, I., 2011. Implementasi Mikrokontroller Sebagai Pengukur Suhu Delapan Ruangan. Pengukur Suhu, 4(Pengukur Suhu Delapan Ruangan), pp.153–159.

Ardi Winoto. 2008. Mikrokontroler AVR ATMega8/32/16/8535 dan Pemrograman Dengan Bahasa C dan WinAVR. Cirebon : Informatika

Chamim, A.N.N., Ahmadi, D. & Iswanto, 2016. Atmega16 Implementation As Indicators Of Maximum Speed. International Journal of Applied Engineering Research ISSN, 11(15), pp.8432–8435.

Chamim, A.N.N. & Iswanto, 2011. Implementasi Mikrokontroler Untuk Pengendalian Lampu Dengan Sms. In Prosending Retii 6.

Frank D. Petruzella. 2001. Elektronik Industri. Yogyakarta : Andi

Hidayat, L., Iswanto & Muhammad, H., 2015. Perancangan Robot Pemadam Api Divisi Senior Berkaki. Jurnal Semesta Teknika, 14(2), pp.112–116.

Iswanto, 2008. Design dan Implementasi Sistem Embedded Mikrokontroler ATMEGA8535 dengan Bahasa Basic, Yogyakarta: Gava Media.

Iswanto, I. & Raharja, N.M., 2010. Sistem monitoring dan peringatan dini tanah longsor. In Simposium Nasional RAPI IX 2010. pp. 54–62.

Iswanto, I., Raharja, N.M. & Subardono, A., 2009. Sistem Peringatan Dini Tanah Longsor Berbasis Atmega8535. In Seminar Nasional Informatika 2009 (semnasIF 2009). pp. 53–57.

Iswanto, I. & Setiawan, R.D., 2013. Power Saver with PIR Sensor. Journal of Control & Instrumentation, 4(3), pp.26–34.

ISWANTO, JAMAL, A. & SETIADY, F., 2011. Implementasi Telepon Seluler sebagai Kendali Lampu Jarak Jauh. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, 14(1), pp.81–85.

ISWANTO & MUHAMMAD, H., 2012. WEATHER MONITORING STATION WITH REMOTE RADIO FREQUENCY WIRELESS COMMUNICATIONS.

International Journal of Embedded Systems and Applications (IJESA), 2(3), pp.99–106.

Iswanto & Raharja, N.M., 2015. Mikrokontroller: Teori dan Praktik Atmega 16 dengan Bahasa C, Penerbit Deepublish.


(69)

55

Iswanto, dan Raharja Maharani, N.2015. Mikrokontroler Teori dan Peraktek ATMEGA 16 Dengan Bahasa C. Yogyakarta : CV BUDI UTAMA. Muhammad, H. & Iswanto, 2013. EGT 10 Design and Application For Position.

International Journal of Mobile Network Communications & Telematics ( IJMNCT), 3(3), pp.1–8.

Prof. Dr. Zuhal M.Sc.EE dan Ir. Zhanggischan. 2004. Prinsip Dasar Elektronik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Sadad, R.T.A. & Iswanto, 2010. Implementasi Mikrokontroler Sebagai Pengendali Kapasitor Untuk Perbaikan Faktor Daya Otomatis pada Jaringan Listrik.

SEMESTA TEKNIKA, 13(2), pp.181–192.

SADAD, R.T.A., ISWANTO & SADAD, J.A., 2011. Implementasi Mikrokontroler Sebagai Pengendali Lift Empat Lantai. JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA, 14(2), pp.160–165.

Suripto, S. & Iswanto, 2012. DESAIN AND IMPLEMENTATION OF FM RADIO WAVES AS DISTANCE MEASURING AC VOLTAGE. International Journal of Mobile Network Communications & Telematics (IJMNCT), 2(5), pp.13–24.

Tunggal, T.P., Latif, A. & Iswanto, 2016. Low-cost portable heart rate monitoring based on photoplethysmography and decision tree. In ADVANCES OF SCIENCE AND TECHNOLOGY FOR SOCIETY: Proceedings of the 1st International Conference on Science and Technology 2015 (ICST-2015). p. 090004. Available at:

http://scitation.aip.org/content/aip/proceeding/aipcp/10.1063/1.4958522. Wahyudianto, A., Iswanto & Chamim, A.N.N., 2013. ALAT PENGONTROL

LAMPU MENGGUNAKAN REMOTE TV UNIVERSAL. In SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013. pp. 112–116.

Rida, Angga. 2015. Pengertian LCD. http://skemaku.com/pengertian-lcd-kelebihan-dan-kekurangan-lcd/

Trikueni, Dewanto. 2014. Pengertian Solid State Relay. http://trikueni-desain-sistem.blogspot.co.id/2014/03/Pengertian-Solid-State-Relay.html

Linda Parwati. (2014). UV STERILISATOR BERBASIS MIKROKONTROLER AVR ATMega 8535. Tugas Akhir Prodi Teknik Elektromedik Politeknik Muhammadiyah Yogyakarta.

Muhamad Sodiqin. (2016). Hand Dryer dilengkapi dengan UV steril dan pompacairan sabun otomatis. Tugas Akhir Prodi Teknik Elektromedik Politeknik Muhammadiyah Yogyakarta.


(70)

56

Prof. DR. drg. Rasinta Tarigan. Karies Gigi edisi 2 Yogyakarta: buku kedokteran Putranto Joko Hadikusumo. 2010 .Memahami dunia bakteri. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Tatang Sopandi Wardah. (2014). Mikrobiologi Pangan – Teori dan Praktik. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET

NN. Autoclave http://id.wikipedia.org/wiki/Autoklaf 18:20. Eve Cuny, RDA, MS;Helene Bednarsh, RDH, MPH

https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF8#q=sterilization+of+dental+instruments Okik Hendriyanto Cahyonugroho. 2011. PENGARUH INTENSITAS SINAR

ULTRAVIOLET DAN PENGADUKAN TERHADAP REDUKSI JUMLAH BAKTERI. [online]. Tersedia :

http://eprints.upnjatim.ac.id/1249/1/3-Jurnal_Okik_HC.pdf [2016 juni 22 pukul 15.00].

NN. Oven http://www.alatlabor.com/article/detail/63/drying-oven-oven- laboratorium [Agustus 21 18:25].

NN. Sterilisasi bor gigi

https://www.google.co.id/search?q=sterilisasi+bor+gigi+dengan+UV&oq =ster&aqs=chrome.4.69i57j69i61j69i59l3j0.4439j0j7&sourceid=chrome&es_ sm=93&ie=UTF.

All data sheet. [online]. Tersedia :

http://www.atmel.com/images/doc2466.pdf. All data sheet. [online]. Tersedia :

https://www.sparkfun.com/datasheets/LCD/ADM1602K-NSW-FBS-3.3v.pdf. All data sheet. [online]. Tersedia :

https://www.opto22.com/documents/0859_Solid_State_Relays_data_sheet.pd f.

All data sheet. [online]. Tersedia :


(71)

(72)

Gambar Alat


(73)

Pengambilan sample dari bur gigi

Sterillisasi kering stellisasi UV dentalkit

Penggoresan pada media TSA


(74)

Proses inkubasi bakteri

Pertumban bakteri setelah di inkubasi selama 24 jam


(1)

Soli

d

-S

ta

te

Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm 085

9-1

5

0

625

Opto 22 SSRs for controlling single-phase motors are shown in the following tables:

Solid-State Relays in Series

In applications requiring higher voltage, two Opto 22 SSRs may be operated in series for double the voltage rating. The built-in snubber in each SSR assures proper voltage sharing of the two SSRs in series. In the following diagram, two 240-volt, 45-amp SSRs are connected in series for operation on a 480-volt line. The control is shown with a parallel hook-up but it should be noted that a serial connection can also be implemented.

Lamp Loads

Since all Opto 22 AC output SSRs use zero-voltage turn-on, they are ideal for driving incandescent lamps, because the initial inrush current into a cold filament is reduced. The life of the lamp is increased when switched by a zero-voltage turn-on SSR. The following table is a guide to selecting an Opto 22 SSR for switching a given incandescent lamp.

120-Volt Single-Phase Non-Reversing Motors SSR Model MOTOR RATING

P or MP120D2 1 Amp

Z120D10 1/4 HP

120D3 1-1/2 Amp

P or MP120D4 1-1/2 Amp 120D10 or 120A10 1/4 HP 120D25 or 120A25 1/3 HP

120D45 3/4 HP

240-Volt Single Phase Non-Reversing Motors SSR Model MOTOR RATING

P or MP240D2 1 Amp

Z240D10 1/4 HP

240D3 1-1/2 Amp

P or MP240D4 1-1/2 Amp 240D10 or 240A10 1/3 HP 240D25 or 120A25 1/2 HP

240D45 1-1/2 HP

120-Volt Single-Phase Reversing Motors SSR Model MOTOR RATING

P or MP240D2 1 Amp

Z240D10 1/4 HP

240D3 1-1/2 Amp

P or MP240D4 1-1/2 Amp 240D10 or 240A10 1/4 HP 240D25 or 120A25 1/3 HP

240D45 3/4 HP

240-Volt Single-Phase Reversing Motors SSR Model MOTOR RATING 480D10-12 1/4 HP 480D15-12 1/4 HP

120 Volt Lamps

SSR CURRENT RATING LAMP RATING

2-Amp 100 Watt

4-Amp 400 Watt

10-Amp 1 Kilowatt

25-Amp 2 Kilowatt

45-Amp 3 Kilowatt

240 Volt Rating

SSR CURRENT RATING LAMP RATING

2-Amp 200 Watt

4-Amp 800 Watt

10-Amp 2 Kilowatt

25-Amp 4 Kilowatt


(2)

Solid-S

tat

e Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm

0

8

5

9

-15

06

25

Heater Loads

Care should be taken in selecting a SSR for driving a heater load if the load is cycled on and off in a continuous manner as might occur in a temperature control application. Constant cycling can cause thermal fatigue in the thyristor chip at the point where the chip bonds to the lead frame. Opto 22 employs a thick copper lead frame for mounting the SCR chips in the power series SSRs to eliminate thermal fatigue failures. In addition, Opto 22 recommends operating any SSR at 75% rated current for cycling heater loads to ensure complete reliability.

The following table is a guide to selecting the proper SSR for a given heater load.

Single-Phase Reversing Motor Control

The circuit diagram below illustrates a typical 1 Ø motor winding inductance and the phase shift capacitor can cause twice-line voltage to appear across the open SSR. A 240-volt SSR should be used for a 120-volt line. During the transition period when one SSR is turned on and the other SSR is going off, both SSRs may be on. In this case, the capacitor may discharge through the two SSRs, causing large currents to flow, which may destroy the SSRs. The addition of RL as shown will protect the SSRs from the short circuit capacitor discharge current.

Single-Phase Reversing Motor Control (cont.)

The resistors are unnecessary if the control circuit is designed to ensure that one SSR is off before the other SSR is on.

Three-Phase Motor Control

Three-phase motors may be controlled by solid-state relays as shown. A third SSR as shown is optional, but not necessary. The control windings may be connected in series or parallel. Care should be taken to ensure that the surge current drawn by the motor does not exceed the surge current rating of the SSR.

Nominal SSR Current Rating

Maximum Recommended Heater Current

2-Amp 1½-Amp

4-Amp 2½-Amp

10-Amp 7½-Amp

25-Amp 18-Amp

45-Amp 35-Amp

10 480V 8-Amp

10 480V 8-Amp

240 Volt Three-Phase Motor

SSR MODEL MOTOR

Z240D10 3/4 HP

240D10 3/4 HP

240A10 3/4 HP

240D25 2 HP

240A25 2 HP


(3)

Soli

d

-S

ta

te

Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm 085

9-1

5

0

625

Three-Phase Reversing Motor Control

Three-phase reversing motor control can be implemented with four SSRs as shown in the connection diagram. The SSRs work in pairs with SSR1 and SSR3 operated for rotation in one direction and SSR2 and SSR4 operated for rotation in the reverse direction. The resistor R1 as shown in the connection diagram protects against line-to-line shorts if SSR1 and SSR4 or SSR3 and SSR2 are on at the same time during the reversing transition period. Use the following table as a guide to the proper selection of an SSR for this application.

FAQ: SSR Applications

Q : What is a solid-state relay?

A: A solid-state relay (SSR) is a semiconductor device that can be used in place of a mechanical relay to switch electricity to a load in many applications. Solid-state relays are purely electronic, normally composed of a low current “control” side (equivalent to the coil on an electromechanical relay) and a high-current load side (equivalent to the contact on a conventional relay). SSRs typically also feature electrical isolation to several thousand volts between the control and load sides. Because of this isolation, the load side of the relay is actually powered by the switched line; both line voltage and a load (not to mention a control signal) must be present for the relay to operate.

Q : What are the advantages of using an SSR over a mechanical relay?

A: There are many applications that require a moderate amount of power (W to kW) to be switched on and off fairly rapidly. A good example would be the operation of a heater element in a controlled-temperature system. Typically, the amount of heat put into the system is regulated using pulse-width modulation turning a fixed-power heating element on and off for time periods ranging from seconds to minutes. Mechanical relays have a finite cycle life, as their components tend to wear out over thousands to millions of cycles. SSRs do not have this problem; in the proper application, they could be operated almost infinitely.

Q : What are the limitations of using an SSR? A: SSRs have a few limitations when compared to the capabilities of their mechanical counterparts. First, because the relay is semiconductor-based, it will never turn all the way on, nor off. This means that in the “on” state, the relay still has some internal resistance to the flow of electricity, causing it to get hot. When in the “off” state, the relay will exhibit a small amount of leakage current, typically a few mA. This leakage can conspire to keep some loads, especially ones with a high impedance, from turning off! Additionally, SSRs are more sensitive to voltage transients; while Opto 22 relays are very well transient-protected, if a relay gets hit hard enough a sufficient number of times, it will die or degrade. This makes SSRs less ideal for driving highly inductive electromechanical loads, such as some solenoids or motors. SSRs should also never be used for applications such as safety power disconnects, because even in the off state, leakage current is present. Leakage current through an SSR also implies the presence of a potentially high voltage. Even though the relay is not conducting a large amount of current, the switched terminal will still be “hot,” and thus dangerous.

480 Volt Three-Phase Motors

SSR MODEL MOTOR

480D10-12 1-½ HP

480D15-12 1-½ HP

Opto 22 Relay

Motor Full Load Rating

Resistor for 120V line

Resistor for 240V line

3-Amp 1.25-Amp 4 ohm 50 W 8 ohm 50 W 10-Amp 5-Amp 1 ohm 100 W 2 ohm 100 W 25-Amp 8-Amp .5 ohm 100 W 1 ohm 100 W 45-Amp 16-Amp .25 ohm 150 W .5 ohm 150 W 15-Amp 5-Amp 1 ohm 100 W 2 ohm 100 W


(4)

Solid-S

tat

e Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm

0

8

5

9

-15

06

25

Q : Do you make multi-pole or multi-throw SSRs? A: Opto 22 manufactures only single-pole, single-throw SSRs. If multi-phase operation is required, just use a relay on each phase. Because of the limitations on semiconductor devices of the type used in SSRs, it is not practical to build single-device multi-throw SSRs. However, an alternative to multi-throw operation may be accomplished with multiple relays.

Q : Can I hook up SSRs in parallel to achieve a higher current rating?

A: No. There is no way to guarantee that two or more relays will turn on simultaneously when operated in parallel. Each relay requires a minimum voltage across the output terminals to function; because of the optical isolation feature, the “contact” part of the SSR is actually powered by the line it switches. One relay turning on before the other will cause the second relay to lose its turn-on voltage, and it won’t ever turn on, or at least not until the first relay fails from carrying too much current.

Q : What does a “zero-crossing” turn-on circuit refer to?

A: An AC sine wave will be positive for the first half of each cycle and negative for the second half of each cycle. The voltage will cross through zero when the sine wave changes from the positive half-cycle to the negative half-cycle, and vice versa. So the voltage crosses through zero twice with each full AC sine wave cycle. “Zero-crossing” turn-on means that the SSR will only turn on when the AC sine wave passes through zero voltage. The actual turn-on will occur at or near zero voltage. All Opto 22 AC output solid-state relays are designed with a zero-crossing turn-on circuit. Zero-voltage turn-on has the benefit of minimizing electrical noise. All Opto 22 AC output solid-state relays use a zero-current turn-off circuit as well.

Q : Can I use an AC SSR to switch DC?

A: No. Because of the zero-crossing circuit described above, the relay will most likely never turn on, and even if it is on, it will most likely not be able to be turned off.

Q : Can I use a DC SSR to switch AC?

A: No. The semiconductor device used in Opto 22’s DC SSRs is polarized. It may break down and conduct for the portion of the waveform that is reversed in polarity.

Q : Can a DC SSR be used to switch an analog signal? A: This is not recommended at all. First, the voltage drop across the relay will cause signal loss. Second, the conduction characteristics of the SSR are very non-linear at low operating

voltages and currents. Use a mechanical relay; it will work much better.

Q : What agency approvals do your SSRs carry? A: In general, Opto 22 relays carry UL, CSA, and CE approval.

See http://support.opto22.com. Additionally, some SSRs

contain VDE-approved optocouplers; contact Opto 22 for more information.

FAQ: SSR Troubleshooting

Q : My SSR does not function anymore. What may have happened?

A: There is no “normal” mode of failure for SSRs. They just stop working, by refusing to turn on or off. An improper installation is often to blame for an SSR failure, as these are very simple, reliable devices. If you have a failed SSR, it is important to look at the normal operating parameters of that relay within the larger system to make sure that the relay being used is appropriate to the application, and that the relay is being properly installed in the system. The three most common causes of SSR failure are as follows:

SSR improperly matched to load. The relay was

destroyed by overheating from carrying too much current too long.

SSR insufficiently protected. Remember, a

semiconductor is less tough than a simple metal contact. Reverse voltages exceeding the PRV rating of the relay will cause damage. Voltage spikes on the switched line, perhaps from inductive kickback, may have destroyed one or more of the internal switching devices. Remember to use snubbers, transorbs, MOVs, and/or commutating diodes on highly inductive loads.

SSR improperly installed. The SSR was not mounted to

a large enough heat sink, or no thermal compound was used, causing the relay to overheat. Also, insufficient tightening of the load terminals can cause arcing and ohmic heating of the relay. Opto 22 recommends 18 inch-pounds of torque on the load screw terminals. Similar failures have also been attributed to the use of crimp-on terminal lugs or spades; make sure such terminals are tightly crimped, and even drip some solder into the joint to ensure good electrical contact and protection from corrosion.

Q : How can I test my SSR?

A: It is not possible to test an SSR by the same methods used to test mechanical relays; a typical SSR will always show an infinite impedance to a resistance meter placed across the output terminals. There are a few reasons for this. First, the SSR


(5)

Soli

d

-S

ta

te

Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm 085

9-1

5

0

625

requires a small amount of power to operate, derived from whatever voltage source is placed on the load terminals. A typical multimeter will not supply sufficient voltage to cause the relay to change state. Second, AC SSRs contain zero-voltage turn-on and zero-current turn-off circuits. The SSR will not be able to turn on unless there is AC voltage connected to the output terminals. Most test equipment will supply a DC voltage to the relay, so it will never see the zero-voltage transition it requires to turn on. To test an SSR, it is best to operate it at the actual line voltage it will be used at, driving a load such as a large light bulb.

Q : I have an SSR driving a load. The load turns on okay, but never seems to turn off, unless I remove power from the relay entirely. What might be hap-pening?

A: This is normally a problem when using an SSR with a high-impedance load, such as a neon lamp or a small solenoid. Loads like these often have relatively large initial currents, but relatively small “hold in” currents. The result is that the off-state leakage current through the relay (see previous section) is insufficient to cause the load to turn on to start with, but sufficient to keep it on, once started. The solution is to place a power resistor, sized for 8–10 times the rated maximum leakage current for the SSR in parallel with the load. Make sure that this resistor has a high enough power rating for the application. For example, for a 5 mA leakage current at 120 VAC, a resistor drawing 50 mA would be desirable. Using Ohm’s Law, the resistor value becomes 2,400 ohms. This resistor will dissipate 6 watts, so a 7.5 or 10-watt size power resistor should be used.

Q : I have a new AC SSR driving a solenoid. It turns on okay once, but will not turn on again. What is going on?

A: Some solenoids, some types of halogen lights, and some types of strobe lights incorporate a diode in series with the coil or filament. This causes the light to behave as a half-wave rectifier. Opto 22 SSRs have a built-in R-C snubber circuit in parallel with the output. The capacitor in this circuit charges up but cannot discharge through the series diode, causing a voltage to appear across the SSR terminals. Because the SSR must detect the AC waveform cross through zero volts on the load terminals, it will not be able to turn on again. The solution here would be to put a high-value resistor (several tens of Kohms) across the terminals of the relay, to allow the capacitor to drain its charge.


(6)

Products

Opto 22 develops and manufactures reliable, flexible, easy-to-use hardware and software products for industrial automation, energy management, remote monitoring, and data acquisition applications.

groov

groov puts your system on your mobile device. With zero programming, you can build mobile operator interfaces to monitor and control systems from Allen-Bradley, Siemens, Schneider Electric, Modicon, and many more. Web-based groov

puts mobile-ready gadgets at your fingertips. Tag them from your existing tag database, and they automatically scale for use on any device with a modern web browser. See groov.com for more information and your free trial.

SNAP PAC System

Designed to simplify the typically complex process of selecting and applying an automation system, the SNAP PAC System consists of four integrated components:

• SNAP PAC controllers

• PAC Project™ Software Suite

• SNAP PAC brains

• SNAP I/O™

SNAP PAC Controllers

Programmable automation controllers

(PACs) are multifunctional, modular controllers based on open standards.

Opto 22 has been manufacturing PACs for over two decades. The standalone SNAP PAC S-series, the rack-mounted SNAP PAC R-series, and the software-based SoftPAC™ all handle a wide range of digital, analog, and serial functions for data collection, remote monitoring, process control, and discrete and hybrid

manufacturing.

SNAP PACs are based on open Ethernet and Internet Protocol (IP) standards, so you can build or extend a system easily, without the expense and limitations of proprietary networks and protocols. Wired+Wireless™ models are also available.

PAC Project Software Suite

Opto 22’s PAC Project Software Suite provides full-featured, cost-effective control programming, HMI (human machine interface) development and runtime, OPC server, and database connectivity software for your SNAP PAC System.

Control programming includes both easy-to-learn flowcharts and optional scripting. Commands are in plain English; variables and I/ O point names are fully descriptive.

PAC Project Basic offers control and HMI tools and is free for download on our website, www.opto22.com. PAC Project

Professional, available for separate purchase, adds one SoftPAC, OptoOPCServer, OptoDataLink, options for controller redundancy or segmented networking, and support for legacy Opto 22 serial

mistic™ I/O units. SNAP PAC Brains

While SNAP PAC controllers provide central control and data distribution, SNAP PAC brains provide distributed intelligence for I/O processing and communications. Brains offer analog, digital, and serial functions, including thermocouple linearization; PID loop control; and optional high-speed digital counting (up to 20 kHz), quadrature counting, TPO, and pulse generation and measurement.

SNAP I/O

I/O provides the local connection to sensors and equipment. Opto 22 SNAP I/O offers 1 to 32 points of reliable I/O per module,

depending on the type of module and your needs. Analog, digital, and serial modules are all mixed on the same mounting rack and controlled by the same processor (SNAP PAC brain or rack-mounted controller).

Quality

Founded in 1974, Opto 22 has established a worldwide reputation for high-quality products.

All are made in the U.S.A. at our manufacturing facility in Temecula, California. Because we

test each product twice before it leaves our factory, rather than only testing a sample of each batch, we can guarantee most solid-state relays and optically isolated I/O modules for life.

Free Product Support

Opto 22’s California-based Product Support Group offers free, comprehensive technical support for Opto 22 products. Our staff of support engineers represents decades of training and experience. Support is available in English and Spanish by phone or email, Monday–Friday, 7 a.m. to 5 p.m. PST.

Additional support is always available on our website: how-to videos, OptoKnowledgeBase, self-training guide, troubleshooting and user’s guides, and OptoForums.

In addition, hands-on training is available for free at our Temecula, California headquarters, and you can register online.

Purchasing Opto 22 Products

Opto 22 products are sold directly and through a worldwide network of distributors, partners, and system integrators. For more information, contact Opto 22 headquarters at 800-321-6786 or 951-695-3000, or visit our website at www.opto22.com.