Perancangan Alat Ukur Kelembaban Tanah Menggunakan Metode Konfigurasi Wenner Berbasis Mikrokontroler Atmega 16

(1)

PERANCANGAN ALAT UKUR KELEMBABAN TANAH

MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER

BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 16

SKRIPSI

FITRI HIDAYATI SINAGA

NIM : 090801037

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PERANCANGAN ALAT UKUR KELEMBABAN TANAH

MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER

BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 16

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai gelar

sarjana sains

NIM : 090801037

FITRI HIDAYATI SINAGA

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

i

PERSETUJUAN

Judul : Perancangan Alat Ukur Kelembaban Tanah Menggunakan Metode Konfigurasi Wenner Berbasis Mikrokontroler Atmega 16

Kategori : Skripsi

Nama : Fitri Hidayati Sinaga NIM : 090801037

Program Studi : Strata I ( S1 ) Fisika Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, April 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1,

Dr. Nasruddin MN,M.Eng.Sc Dr. Tulus Ikhsan Nasution, S.Si,M.Sc NIP. 195507061981021002 NIP. 197407162008121002

Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

DR. Marhaposan Situmorang NIP. 195510301980131003


(4)

ii

PERNYATAAN

PERANCANGAN ALAT UKUR KELEMBABAN TANAH MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER BERBASIS

MIKROKONTROLER ATMEGA 16

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing di sebutkan sumbernya.

Medan, April 2015

FITRI HIDAYATI SINAGA NIM. 090801037


(5)

iii

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul Perancangan Alat Ukur Kelembaban Tanah Menggunakan Metode Wenner Berbasis Mikrokontroler Atmega16. Dan tidak lupa juga shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan dan motivator sepanjang masa sehingga penulis tetap semangat dan sabar dalam penyelesaian Skripsi ini. Semoga kita mendapatkan syafa’at beliau di yaumil akhir kelak. Amin ya Rabbal a’lamin.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Tulus Ikhsan Nasution, S.Si.,M.Sc selaku pembimbing 1 saya dan Dr. Nasruddin MN,M.Eng.Sc selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Marhaposan Situmorang dan Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc selaku ketua Departemen dan sekretaris Departemen Fisika FMIPA-USU, Dr. Sutarman selaku dekan FMIPA USU beserta jajarannya. Terima kasih juga kepada rekan-rekan terbaik dikuliah (Cindy, Isma, Wini, Sally, Dessy, Ayu dan Hilda), rekan-rekan di LIDA USU, abang dan adik-adik seperjuangan di Physic Research Group dan Team of Auto Physic atas bantuan, doa dan dukungannya serta sahabat Mahirotun Nisaa’ dalam lingkaran atas doa dan dukungannya. Akhirnya tidak terlupakan kepada ayahanda Juriadi Sinaga dan ibunda Rusmiati atas doa dan dukungannya, baik moril maupun materil serta adik-adik tersayang (Imam Hidayat Sinaga dan Ihsan Ramadhani Sinaga) yang selalu memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah Yang Maha Kuasa akan membalas semua kebaikannya.


(6)

iv

PERANCANGAN ALAT UKUR KELEMBABAN TANAH MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER BERBASIS

MIKROKONTROLER ATMEGA 16

Abstrak

Pendeteksi kadar kelembaban tanah telah berhasil dilakukan menggunakan sensor elektroda empat titik berdasarkan meetode konfigurasi Wenner. Pengukuran dilakukan dengan mencampurkan tanah kompos dan air dan kemudian, diinjeksi arus listrik kedalam tanah antara dua elektroda terluar. Sebagai hasil dari injeksi, dihasilkan beda potensial antara dua elektroda yang lainnya yang berada di tengah. Perbedaan dalam nilai tegangan dipengaruhi oleh volume air. Dalam penelitian ini, variasi volume air berturut-turut adalah 100, 200, 300, 400 dan 500 mL dalam 1000 gr tanah kompos. Hasilnya menunjukkan bahwa tegangan output sensor adalah 957.94, 553.10, 423.99, 329.71, 272.93 mV untuk volume air masing-masing 100, 200, 300, 400 dan 500 mL. Dari data diperoleh nilai konduktivitas adalah 0.048, 0.083, 0.109, 0.14, 0.169 untuk volume air masing-masing 100, 200, 300, 400 dan 500 mL. Berarti bahwa kenaikan konduktivitas dipengaruhi oleh kenaikan volume air. Hasil yang lain menggunakan metode Gravimetri menunjukkan bahwa persentase kadar kelembaban tanah adalah 13, 20, 32, 38, 47 % untuk volume air masing-masing 100, 200, 300, 400 dan 500 mL. Ini berarti bahwa kenaikan persentase kadar kelembaban tanah adalah sebanding dengan kenaikan volume air. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kenaikan nilai konduktivitas mengindikasikan kenaikan dalam persentase kadar kelembaban tanah. Oleh karena itu, metode konfigurasi Wenner dapat digunakan untuk mendeteksi kadar kelembaban tanah dengan bebrapa keunggulan seperti mudah, cepat, praktis dan ekonomis.

Kata kunci : Kadar kelembaban tanah, konfigurasi Wenner, gravimetri, mikrokontroler


(7)

v

DESIGN OF SOIL MOISTURE TESTER USING WENNER CONFIGURATION METHOD BASED ON ATMEGA 16

MICROCONTROLLER

Abstract

The detection of soil moisture content has been successfully done using a four point probe sensor based on Wenner configuration methode. The testing was carried out by mixing water and composts oil and then, electric current was injacted into the soil between two outer electrodes. As a result of the injection, the potensial diffrence was generated between two another electrodes positioned in the center. The diffrence in voltage values was affected by the water volume. In this work, the variation of water volume was 100, 200, 300, 400 and 500 mL in 1000gr compost soil, respectively. The result showed that the output voltages of sensor were 957.94, 553.10, 423.99, 329.71, 272.93 mV for the water volumes of 100, 200, 300, 400 and 500 mL, consecutively. And from the output voltages of sensor showed that conductivity values were 0.048, 0.083, 0.109, 0.14, 0.169 for the water volumes of 100, 200, 300, 400 and 500 mL, consecutively. It means that the increase in conductivity correspondend with the increase in the water volumes. The other result of using Gravimetric method evidenced that the percentages of soil moisture content were 13, 20, 32, 38, 47 % for the water volumes of 100, 200, 300, 400 and 500 mL, consecutively. This means also that the increase in the water volumes. This can be concluded that the increase in conductivity value indicated the increase in soil moisture content percentages. Therefore, Wenner configuration methode can be used to detect the soil moisture content with some advantages including easy, fast, practice and economy.

Keywords : Soil moisture content, Wenner configuration, gravimetric microcontroller.


(8)

vi DAFTAR ISI Halaman Persetujuan...i Pernyataan...ii Penghargaan...iii Abstrak...iv Abstract...v Daftar isi...vi Daftar Tabel...vii Daftar Gambar...viii Daftar Lampiran...ix

BAB I Pendahuluan ...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Perumusan Masalah...2

1.3 Pembatasan Masalah...2

1.4 Tujuan Penelitian...3

1.5 Manfaaat Penelitian...3

1.6 Lokasi Penelitian...3

1.7 Metodologi Penelitian...3

BAB 2 Tinjauan Pustaka...5

2.1 Kelembaban Tanah...5

2.2 Metode Geolistrik...9

2.2.1 Potensi Elektroda Tunggal...11

2.2.2 Distribusi Arus di Dalam Tanah... 13

2.3 Mikrokontroler...14

2.4 LCD...19

BAB 3 Metode Penelitian... 21

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 21

3.2 Peralatan, Bahan dan Komponen... 21

3.3 Diagram Blok Cara Kerja Alat...22

3.4 Diagram Alir Program... 24

3.5 Prosedur Penelitian... 25

3.6 Metode Analisis Data...30

BAB 4 Hasil dan Pembahasan...32

4.1 Pengukuran Menggunakan Metode Gravimetri... 32

4.2 Pengukuran Menggunakan Sistem Sensor... 33

BAB 5 Kesimpulan dan Saran... 41

5.1 Kesimpulan... 41

5.2 Saran...41

Daftar Pustaka... 42 LAMPIRAN


(9)

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

2.1 Fungsi Alternatif Port B, ATmega 16... 17 2.2 Fungsi Alternatif Port C, ATmega 16... 18 2.3 Fungsi Alternatif Port D, ATmega 16... 18 4.1 Hasil Pengukuran Kadar Air Tanah Menggunakan Metode

Gravimetri………..32 4.2 Tegangan Keluaran Elektroda Konfigurasi Wenner... 39


(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman

2.1 Neutron probe dengan kabel akses ...9

2.2 TDR dengan sinyal pada layar ...9

2.3 Konfigurasi elektroda metode Schlumberger ...10

2.4 Konfigurasi elektroda metode Wenner ...11

2.5 Jalur aliran listrik dan permukaan ekipotensial di sekitar elektroda tunggal pada permukaan setengah ruang yang homogen...12

2.6 Arah aliran arus untuk elektroda tunggal…...13

2.7 Parameter yang digunakan untuk menggambarkan resistivitas...13

2.8 Konfigursi kaki (pin) ATMega 16 ...16

2.9 LCD karakter 2x16 ...19

2.10 Hubungan PORTB dengan LCD ...20

3.1 Diagram blok sistem ...22

3.2 Flowchart cara kerja program ...24

3.3 Rangkaian alat ukur kelembaban tanah menggunakan elektroda konfigurasi Wenner berbasis mikrokontroler ATMega 16 ...25

3.4 Elektroda konfigurasi Wenner...26

4.1 Grafik hubungan antara Va dengan KAT dari Gravimetri ...32

4.2 Prinsip equipotensial dan garis aliran arus yang terbentuk dari 2 elektroda (a) plan view dan (b) vertical view………35

4.3 Grafik Tegangan Output dari Sensor dengan KAT dari Perhitungan Gravimetri……….36

4.4 Grafik hubungan Resistivitas tanah dengan KAT dari Perhitungan Gravivimetri...37

4.5 Grafik hubungan Konduktivitas tanah dengan KAT dari Perhitungan Gravimetri………...38


(11)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lamp Judul Halaman 1 Skematik rangkaian seluruh alat...43 2 Listing program...44 3 Foto alat...49


(12)

iv

PERANCANGAN ALAT UKUR KELEMBABAN TANAH MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER BERBASIS

MIKROKONTROLER ATMEGA 16

Abstrak

Pendeteksi kadar kelembaban tanah telah berhasil dilakukan menggunakan sensor elektroda empat titik berdasarkan meetode konfigurasi Wenner. Pengukuran dilakukan dengan mencampurkan tanah kompos dan air dan kemudian, diinjeksi arus listrik kedalam tanah antara dua elektroda terluar. Sebagai hasil dari injeksi, dihasilkan beda potensial antara dua elektroda yang lainnya yang berada di tengah. Perbedaan dalam nilai tegangan dipengaruhi oleh volume air. Dalam penelitian ini, variasi volume air berturut-turut adalah 100, 200, 300, 400 dan 500 mL dalam 1000 gr tanah kompos. Hasilnya menunjukkan bahwa tegangan output sensor adalah 957.94, 553.10, 423.99, 329.71, 272.93 mV untuk volume air masing-masing 100, 200, 300, 400 dan 500 mL. Dari data diperoleh nilai konduktivitas adalah 0.048, 0.083, 0.109, 0.14, 0.169 untuk volume air masing-masing 100, 200, 300, 400 dan 500 mL. Berarti bahwa kenaikan konduktivitas dipengaruhi oleh kenaikan volume air. Hasil yang lain menggunakan metode Gravimetri menunjukkan bahwa persentase kadar kelembaban tanah adalah 13, 20, 32, 38, 47 % untuk volume air masing-masing 100, 200, 300, 400 dan 500 mL. Ini berarti bahwa kenaikan persentase kadar kelembaban tanah adalah sebanding dengan kenaikan volume air. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kenaikan nilai konduktivitas mengindikasikan kenaikan dalam persentase kadar kelembaban tanah. Oleh karena itu, metode konfigurasi Wenner dapat digunakan untuk mendeteksi kadar kelembaban tanah dengan bebrapa keunggulan seperti mudah, cepat, praktis dan ekonomis.

Kata kunci : Kadar kelembaban tanah, konfigurasi Wenner, gravimetri, mikrokontroler


(13)

v

DESIGN OF SOIL MOISTURE TESTER USING WENNER CONFIGURATION METHOD BASED ON ATMEGA 16

MICROCONTROLLER

Abstract

The detection of soil moisture content has been successfully done using a four point probe sensor based on Wenner configuration methode. The testing was carried out by mixing water and composts oil and then, electric current was injacted into the soil between two outer electrodes. As a result of the injection, the potensial diffrence was generated between two another electrodes positioned in the center. The diffrence in voltage values was affected by the water volume. In this work, the variation of water volume was 100, 200, 300, 400 and 500 mL in 1000gr compost soil, respectively. The result showed that the output voltages of sensor were 957.94, 553.10, 423.99, 329.71, 272.93 mV for the water volumes of 100, 200, 300, 400 and 500 mL, consecutively. And from the output voltages of sensor showed that conductivity values were 0.048, 0.083, 0.109, 0.14, 0.169 for the water volumes of 100, 200, 300, 400 and 500 mL, consecutively. It means that the increase in conductivity correspondend with the increase in the water volumes. The other result of using Gravimetric method evidenced that the percentages of soil moisture content were 13, 20, 32, 38, 47 % for the water volumes of 100, 200, 300, 400 and 500 mL, consecutively. This means also that the increase in the water volumes. This can be concluded that the increase in conductivity value indicated the increase in soil moisture content percentages. Therefore, Wenner configuration methode can be used to detect the soil moisture content with some advantages including easy, fast, practice and economy.

Keywords : Soil moisture content, Wenner configuration, gravimetric microcontroller.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Hubungan air, tanah dan tanaman tidak dapat dipisahkan karena tanah menyimpan air yang dibutuhkan tanaman. Benyamin Lakitan (2001) mengemukakan bahwa fungsi air bagi tanaman adalah sebagai reagen yang penting untuk proses fotosintesis, sebagai pelarut unsur hara dan merupakan unsur sel-sel dan jaringan tanaman (80%-90%). Selain itu yang perlu diperhatikan bahwa agar tanaman dapat tumbuh dengan baik diperlukan kadar air yang sesuai pada kebutuhan masing-masing tanaman. Dan setiap tanaman memiliki nilai ambang persentase kadar air yang berbeda-beda. Untuk itulah diperlukan adanya pengukuran kadar air dalam tanah tempat tanaman tumbuh secara intensif untuk mengontrol pertumbuhan tanaman tersebut.

Ada beberapa teknik yang umum digunakan untuk mengukur kadar kelembaban tanah, yaitu secara langsung melalui pengukuran perbedaan berat tanah (disebut metode gravimetri) atau ssecara tidak langsung melalui pengukuran sifat-sifat lain yang berhubungan erat dengan air tanah, dengan menggunakan pengukuran sebaran neutron probe dan pengukuran waktu hantaran listrik didalam tanah (time domain reflectrometry, TDR). Walaupun penggunaan metode gravimetri memiliki tingkat akurasi yang tinggi, namun membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 24 jam untuk mengukurnya (waktu yang relatif sangat lama) sedangkan kendala menggunakan metode sebaran neutron dan TDR adalah harga kedua alat tersebut yang sangat mahal dan berbahaya karena pada penggunaan teknik sebaran neutron probe menggunakan bahan radioaktif.

Oleh karena itu, perlu adanya alternatif lain untuk mendeteksi kadar air tanah dengan menggunakan metode yang lebuh cepat, lebih akurat, lebih praktis, aman dan ekonomis. Berdasarkan beberapa laporan penelitian menyatakan bahwa adanya hubungan yang erat antara konduktivitas listrik pada suatu media berpori (tanah atau batu) dengan kadar air, maka dalam penelitian pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan menggunakan metode konfigurasi Wenner. Metode ini dapat mendeteksi perubahan potensial listrik


(15)

dalam tanah yang dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya kandungan air dalam tanah tersebut pada saat arus listrik diinjeksikan dalam tanah. Konfigurasi ini memiliki empat buah elektroda, dua elektroda sebagai elektroda injeksi arus kedalam tanah (berada pada sisi terluar) dan dua buah elektroda sebagai deteksi beda potensial akibat elektroda yang diinjeksi dengan arus listrik (berada pada sisi dalam). Hasil deteksi beda potensial akan dihubungkan ke sistem kontrol menggunakan mikrokontroller ATMega16 dan akan ditampilkan pada display LCD.

1.2.Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, diketahui bahwasanya kelembaban tanah sangat penting dalam budidaya pertanian. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dirancang alat yang dapat mengukur kelembaban tanah yang cepat, mudah, akurat, praktis, ekonomis dan bersifat digital dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana merancang alat pendeteksian kelembaban tanah yang lebih mudah, praktis, aman dan ekonomis menggunakan elektroda metode konfigurasi Wenner

2. Bagaimana merancang program untuk dapat memproses tegangan keluaran yang diperoleh dari elektroda metode konfigurasi Wenner supaya bersifat digital

3. Bagaimana menganalisis tegangan output dari elektroda metode konfigurasi Wenner sebagai indikator dari kelembaban tanah

1.3.Pembatasan Masalah

Dalam merancang alat pendeteksi kelembaban tanah berbasis mikrokontroller Atmega 16, dengan batasan-batasan sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium

2. Elektroda yang digunakan : kawat tembaga berdiameter 1,5 mm 3. Subjek yang akan dideteksi adalah kelembaban tanah

4. Sampel yang digunakan adalah tanah kompos 5. Wadah sampel yang digunakan adalah pot


(16)

6. Air yang digunakan adalah aquadest

1.4.Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian adalah :

1. Memperoleh cara dalam pendekatan pengukuran kelembaban tanah melalui system alat yang dibuat.

2. Membandingkan hasil ukur kelembaban tanah menggunakan sensor elektroda konfigurasi Wenner berbasis mikrokontroller Atmega 16 dengan hasil ukur kelembaban tanah menggunakan metode Gravimetri.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian :

1. Menghasilkan alat ukur kelembaban tanah yang lebih mudah, praktis, aman, ekonomis dan bersifat digital untuk pengontrolan kelembaban tanah 2. Membantu petani dalam meningkatkan produksi pertanian menggunakan

teknilogi tepat guna melalui pengontrolan kelembaban tanah

1.6.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Fisika, Universitas Sumatera Utara meliputi perancangan alat, pengujian sistem sensor serta pengukuran kadar kelembaban tanah dengan metode Gravimetri.

1.7.Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian ini meliputi : 1. Tempat dan Waktu Penelitian

Pada bagian ini menjelaskan tempat berlangsungnya penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian.

2. Peralatan, bahan dan komponen

Berisi daftar peralatan, bahan dan komponen yang digunakan selama penelitian berlangsung.


(17)

Pada bagian ini meliputi diagram blok cara kerja alat dan diagram alir program. Pada diagram blok cara kerja alat menjelaskan setiap bagian dari rangkaian yang digunakan pada alat sedangkan pada diagram alir program menjelaskan kerja program pada alat.

4. Prosedur Penelitian

Pada Sub bab ini menjelaskan tahapan-tahapan proses penelitian, meliputi perancangan dan pengujian rangkaian sistem sensor terhadap sampel, metode perhitungan kadar air tanah dengan metode gravimetri dan metode analisis data yang digunakan.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelembaban Tanah

Untuk pertumbuhannya, tanaman memerlukan unsur hara, air, udara, dan cahaya. Unsur hara dan air diperlukan untuk bahan pembentuk tubuh tanaman. Udara dalarn hal ini adalah CO2, dan air dengan bantuan cahaya menghasilkan

karbohidrat yang merupakan sumber energi untuk pertumbuhan tanaman. Disamping faktor-faktor tersebut, tanaman juga memerlukan tunjangan mekanik sebagai tempat bertumpu untuk tegaknya tanaman. Dalam hubungannya dengan kebutuhan hidup tanaman tersebut tanah berfungsi sebagai:

- Tunjangan rnekanik sebagai tempat tanaman tegak dan turnbuh - Penyedia unsur hara dan air

- Lingkungan tempat akar atau batang dalam tanah rnelakukan aktivitas fisiknya

Air terdapat di dalam tanah karena ditahan oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan

kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Udara dan air mengisi pori-pori tanah. Banyaknya pori-pori di dalam tanah kurang lebih 50 % dan volume tanah, sedangkan jumlah air dan udara di dalarn tanah berubah-ubah, Kelebihan dan kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. (Muslimin mustafa, 2012)

Guslim (2007) mengemukakan beberapa kegunaan air bagi pertumbuhan tanaman, yaitu:

1. Sebagai unsur hara tanaman. Tanarnan memerlukan air dan tanah sebagai reagen yang penting untuk proses fotosistesis serta CO2 dan udara untuk membentuk gala dan karbohidrat untuk proses tersebut.

2. Sebagai pelarut unsur hara, seperti garam-garam, gas-gas dan material- material lainnya. Unsur-unsur hara yang terlarut thiam air diserap oleh akar-akar tanaman dan larutan tersebut dan melalui dinding sel serta jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata, serta kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan.


(19)

3. Sebagai bagian dan sel-sel jaringan tanaman yaitu sekitar 80 persen. Pada kasus-kasus tertentu jumlah air dalam jaringan tanaman bahkan bisa rnencapai 90 persen. Air merupakan bagian dari protoplasma.

Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi respons tanaman (Guslim, 2007), diantaranya adalah:

1) Tingkat kesuburan tanah, kesuburan tanah yang rendah menyebabkan pertumbuhan lambat.

2) Tipe tanah, tanah berpasir akan menjadi panas lebih cepat daripada tanah liat. Kandungan air dan kesuburan berhubungan dengan tipe tanah.

3) Kandungan air tanah, tanah-tanah berdrainase jelek mernpunyai suhu yang lebih dingin. Dalam keadaan tersebut problerna unsur hara akan timbul juga. Kekeringan yang terjadi pada fase akhir dan pertumbuhan tanaman biasanya mempercepat ataupun mematikannya sebelurn mencapai umur maksimumnya.

4) Dan lain-lain.

Bruce Schaffer (2006) mengemukakan bahwa kelembaban tanah adalah jumlah air yang ditahan di dalam tanah setelah keLbihan air dialirkan, apabila tanah memiliki kadar air yang tinggi maka kelebihan air tanah dikurangi melalui evaporasi, transpirasi dan transpor air bawah tanah. Untuk mengetahui kadar kelembaban tanah dapat digunakan banyak macam teknik, diantaranya dapat dilakukan secara langsung melalui pengukuran perbedaan berat tanah (disebut metode gravimetri) dan secara tidak langsung melalui pengukuran sifat-sifat lain yang berhubungan erat dengan air tanah. Dua metode penetapan kadar air tanah secara tidak langsung yang sudah banyak dikenal adalah melalui pengukuran sebaran neutron probes dan pengukuran waktu hantaran listrik di dalam tanah


(20)

a. Teknik pengukuran kadar kelembaban tanah secara langsung (Metode Gravimetri)

Metode yang paling umum dan akurat serta merupakan metode Iangsung

(direct technique) untuk menentukan kadar air tanah adalah metode

gravimetri. Metode gravimetri diperlukan pula untuk kalibrasi metode lain.

Gravimetri merupakan cara penentuan jumlah zat berdasarkan path penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisis direaksikan. Ada beberapa cara pengambilan data dengan gravimetri yaitu:

− Gravimetri cara penguapan, misalnya untuk menentukan kadar air, (air kristal atau air yang ada dalam suatu spesies).

− Gravimetri elektrolisa, zat yang dianalisa di tempatkan di dalam sel elektrolisa. Sehingga logam yang mengendap pada katoda dapat ditimbang.

− Gravimetri metode pengendapan menggunakan pereaksi yang akan menghasilkan enthpan dengan zat yang dianalisa sehingga mudah di pisahkan dengan cara penyaringan.

Adapun hal yang dilakukan dalarn penentuan Kadar Air adalah dengan menimbang tanah dalam pinggan aluminium atau labu kimia yang telah diketahui bobotnya. Kemudin tanah dikeringkan dalarn oven pada suhu 100 °C - 110 °C selama beberapa jam (> 24 jam). Setelah itu, tanah didinginkan dan tanah beserta wadah ditimbang. Bobot tanah yang hilang adalah bobot air. Dan dinyatakan dalam bentuk analisa matematis. (Muslimin Mustafa, 2012). Berikut adalah analisa menggunakan metode gravimetri secara matematis menurut Muslimin Mustafa (2012):

KAT = (���−���)

���

100 %

(1)

Keterangan:

KAT : Kadar Air Tanah Mtb : Massa tanah basah Mtk : Massa tanah kering


(21)

b. Teknik perigukuran kadar kelembaban tanah secara tidak langsung (Dengan neutron probes dan Time Domain Reflectrometry (TDR))

- Dengan neutron probes

Menurut Tan (2005), Penetapan kadar air tanah dengan neutron probe bersifat tidak destruktif sehingga pengukuran dapat dilakukan sangat intensif. Dengan menggunakan neutron probe, kadar air tanah dapat ditetapkan pada titikt itik yang sama pada berbagai kedalaman tanah secara berulang-ulang.

Oleh karena itu, metode ini sering digunakan dalam penelitian neraca air tanah, peneitian penyerapan air, penelitian pergerakan air tanah, dan lainl ain. Keunggulan lain metode im adalah secara praktis tidak tergantung pada suhu dan tekanan udara. Walaupun dernikian, metode ini mempunyai beberapa keterbatasan antara lain:

1)mahalnya peralatan;

2)rendahnya tingkat resolusi spasial, karena bagian tanah yang diukur cukup besar;

3)tidak akuratnya pengukuran kadar air path lapisan permukaan tanah (0-15 cm); 4)dapat membahayakan kesehatan karena radiasi neutron.

Gambar 2.1 Neutron probe dengan kabel akses

- Time Domain Reflectrometry (TDR)

Penggunaan utama time domain reflectrometry, TDR (cable tester) adalah untuk menentukan posisi kerusakan transrnisi kabel telepon. Penggunaan TDR untuk menentukan kadar air tanah diperkenalkan oleh Chudobiak pada tahun 1975, dan


(22)

seterusnya diterapkan oleh Topp et al. (1980); Topp dan Davis (1981); Topp et al. (1984).

TDR dapat menentukan kadar air tanah secara cepat dan akurat path berbagai kedalaman, termasuk kedalaman 0-15 cm. Kadar air tanah pada kedalaman ini tidak dapat ditentukan dengan neutron attenuatior karena teijadi kehilangan slow neutron ke atmosfer. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa TDR masih akurat untuk pengukuran kadar air tanah pada kedalaman 0 - 150 cm. TDR juga dapat diaplikasikan, baik di laboratorium maupun di lapangan. TDR bekerja berdasarkan sifat daya hantar listrik dan air tanah. Konstanta dielektnik

(dielectric constant) air, udara, dan tanah mineral bertarut-turut adalah sekitar 80,

1 dan 3-7. Semakin tinggi kadar air tanah, semakin tinggi konstanta dielektriknya.

Gambar 2.2 TDR dengan signal pada layar

Kendala yang dihadapi dalarn rnemanfaatkan neutron probe dan IDR untuk memonitor fluktuasi kadar air tanah adalah harga kedua. alat tersebut yang sangat mahal. (Marco Bitteli, 2008)

2.2 Metode Geolistrik

Menurut William Lowrie (2007), metode geolistrik merupakan suatu metode geofisika yang dimanfaatkan untuk mengetahui keadaan di bawah permukaan tanah. Salah satunya ialah untuk mengetahui kandungan air di dalarn tanah dengan rnemanfaatkan nilai tahanan jenis ataupun konduktivitasnya. Rumus umum untuk resistivitas diukur dengan metode empat elektroda sederhana untuk beberapa geornetri khusus dan potensial elektroda. Konfigurasi yang paling umum digunakan adalah Wenner dan Schlumberger.


(23)

a. Metode Schlumberger

V

b a b

A P R B

L

Gambar 2.3 Konfigurasi elektroda metode Schlumberger

Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak PR dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak PR secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak PR hendaknya dirubah. Perubahan jarak PR hendaknya tidak lebih besar dan 1/5 jarak AB. Kelemahan dan konfigurasi Schlumberger mi adalah pembacaan tegangan pada elektroda PR adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karaktenistik ‘high impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lam diperlukan peralatan pengirim ants yang mernpunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi. Sedangkan keunggulan konfigurasi Schiumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas sernu ketika terjadi perubahan jarak elektroda PR/2. Secara matematis resistivitas konfigurasi Schlumberger dapat dihitung dengan rumus dibawah mi:

ρ

=

π

4 V

I

(�2−�2)

(2)

Keterangan:

ρ = resistivitas (Ω.m) a = jarak elektroda PR (m) L = jarak elektroda A dan B (m) V = beda potensial (volt)


(24)

b. Metode Wenner

V

a a a

A P R B

Gambar 2.4 Konfigurasi elektroda metode Wenner

Konfigurasi Wenner lebih sederhana dalarn peletakan elektroda arus (AB) dan potensial (PR) yang dipertahankan pada jarak yang sama a. Keunggulan dan konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada elektroda PR lebih baik dengan ángka yang relatif besar karena elektroda PR yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multirneter dengan impedansi yang relatif lebih kecil. Dan dapat digunakan dengan suplai daya yang lebih rendah dan konfigurasi Schlumberger. Tegangan pada elektroda PR yang relatif besar sangat cocok untuk pemakaian sistem elektronika mikrokontroler sebagai pengolah data untuk dikalibrasi sesuai dengan kebutuhan alat yang akan dibuat. Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Adapun persamaan resistivitas pada metode ini adalah:

ρ

= 2

π

a

V

I

(3)

Keterangan:

ρ = resistivitas (Ω.m) a =jarak antar elektroda (m) V = beda potensial (volt) I = kuat arus (ampere)

2.2.1 Potensial Elektroda Tunggal

William Lowrie (2007) mengemukakan aliran arus pada elektroda ini akan membentuk setengah bola. Titik bertindak sebagai sumber arus, yang saat ini menyebar ke luar. Garis listrik sejajar dengan aliran arus dan normal terhadap


(25)

permukaan ekipotensial, berbentuk setengah bola. Jika tanah adalah material homogen, garis-garis medan listrik di sekitar elektroda sumber yang memasok arus ke tanah, diarahkan secara radial ke luar (Gambar 2.5b). Sekitar elektroda yang ditanamkan, di mana arus mengalir keluar dan tanah, garis-garis medan diarahkan secara radial ke dalam (Gambar 2.5c). Permukaan ekipotensial sekitar sumber atau elektroda yang ditanam adalah setengah bola, jika kita menganggap elektroda dalam isolasi. Potensial sekitar sumber positif dan yang berkurang sebagai 1 / r dengan sernakin jauh jaraknya. Tanda I adalah kuat arus pada sebuah titik fokus, di mana arus mengalir keluar dan tanah. Dengan demikian, di sekitar titik fokus potensial akan meningkat (menjadi kurang negatif) sebagai 1 / r dengan meningkatnya jarak dan titik fokus. Kita dapat menggunakan pengamatan mi untuk menghitung perbedaan potensial antara sepasang elektroda pada jarak yang diketahui dan sumber dan titik fokus.

Gambar. 2.5 Jalur aliran listrik dan perrnukaan ekipotensial di sekitar elektroda tunggal pada permukaan setengah ruang yang homogen : (a) permukaan ekipotensial setengah bola, (b ) garis-garis keluar medan secara radial di sekitar


(26)

2.2.2 Distribusi Arus di Dalam Tanah

Gambar 2.6 Arah aliran arus untuk elektroda tunggal

Anggap elemen material yang homogen seperti yang terlihat pada gambar 2.7. Sebuah arus I lewat disepanjang sebuah turunan potensial �V antara ujung-ujung

elemen.

Gambar 2.7 Parameter yang digunakan untuk menggambarkan resistivitas

Hukum Ohm berhubungan dengan arus, beda potensial, dan resistansi seperti �� dan dari persamaan �� = �����

ρ

=

δAδL

δL

(4)

Solusi �V/�L menunjukkan gradien potensial disepanjang elemen ini dalam volt/m dan kerapatan arus dalam A/m2. Secara umum kerapatan arus dalam beberapa reaksi dalam sebuah material diberikan oleh turunan parsial negatif dari potensial dalam petunjuk bercabang itu oleh resistivitas. Sekarang anggap sebuah elektroda arus tunggal pada perrnukaan medium resistivitas seragarn r (gambar 2.7). Rangkaian lengkap oleh sebuah arus sink pada sebuah jarak panjang dan elektroda. Arah arus radial rnenjauh dan elektroda sehingga distribusi arus seragam disepanjang kerangka setengah bola yang berpusat pada titik pusat. Pada


(27)

sebuah jarak r dan elektroda mempunyai luas penampang 2��2, jadi kerapatan arus i (Philip Kearey, 2002), diberikan oleh:

i = I 2

π

r

2 (5)

2.3 Mikrokontroller

Mikrokontroller dapat dianalogikan dengan sebuah sistem komputer yang dikemas dalam sebuah chip. Artinya bahwa di dalam sebuah IC mikrokontroller sebetulnya sudah terdapat kebutuhan minimal agar mikroprosesor dapat bekerja, yaitu meliputi mikroprosesor, ROM, RAM, 110 dan clock seperti halnya yang dimiliki oleh sebuah komputer PC (Agus Bejo, 2008). Atau dengan kata lain mikrokontroller disebut juga sebagai komputer kecil (“special purpose computer “) di dalam satu IC yang berisi CPU, Port 1/0, ADC yang digunakan untuk suatu tugas dan menjalankan suatu program. ( Heri Andrianto, 2013)

Menurut Heri Andrianto (2013), ada beberapa jenis arsitektur rnikrokontroler, diantaranya adaiah arsitektur mikrokontroler RISC (Reduced

Introduction Set computers). Dengan arsitektur RISC kumpulan perintah akan

mengenali lebih sedikit mode pengalarnatan untuk perintah logik dan aritmatik dan perintah pemindahan data. Keuntungan dan arsitektur mi adalah kesederhanaan desain dan dengan chip yang lebih kecil, kaki chip yang lebih sedikit dan konsumsi daya yang rendah. Mikrokontroler RISC merupakan jenis mikroprosesor yang memiliki jumlah instruksi yang terhatas dan sedikit. Pada arsitektur mi jumlah instruksi lebih sedikit, tetapi memiliki Iebih banyak register dibandingkan dengan CISC. Selain itu pada arsitektur RISC kebanyaklcan instrüksi dieksekusi hanya dalam satu clock cycle dan mode addressing memory yang sederhana. Contoh mikrokontroler RISC ATMELAVR, Microchip PlC 12/16CXX dan National Semiconductor COP8.

a. Mikrokontroler ATMEL AVR RISC

Salah satu mikrokontroler yang banyak digunakan saat mi yaitu mikrokontrole AVR. AVR adalah mikrokontroler RISC 8 bit berdasarkan arsitektur Harvard, yang dibuat oleh Atmel pada tahun 1996. AVR memiliki keunggulan dibandingkan dengan mikrokontroler lain, keunggulannya yaitu AVR memiliki kecepatan eksekusi program yang lebih cepat karena sebagian besar


(28)

instruksi dieksekusi dalam I sikius clock, lebih cepat dibandingkan dengan mikrokontroler MCS51 yang memiliki arsitekrus CISC (Complex Introduction Set

Compute/As) dimanà mikrokontroler MCS51 rnembutuhjcan 12 sikius clock

unttuk meigeksekusi 1 instruksi, Selain itu rnikrokontroler AVR memiliki fitur yang lengkap (ADC infernal, EPROM internal, Timer/counter, Watchdog Timer, PWM, Fort I/O, komunikasi serial, komparator, 12C, dli). Secara urnum mikrokontroler AVR dapat dikelornpokkan menjadi 3 kelompok, yaitu keluarga AT9oSxx, ATMega dan Attiny.

Pada penelitian ini, mikrokontroler AVR yang digunakan yaitu ATMega 16 dan software compiler-nya rnenggunakan CodeVision.

b. Fitur ATMEGA 16

Fitur-fitur yang dimiliki ATMEGA 16 sebagai berikut:

1. Mikrokontroler AVR 8 bit yang merniliki kemampuan tinggi, dengan daya rendah.

2. Arsitektur RISC dengan throughput mencapai 16 MIPS pada frekuensi 16 MHz.

3. Memiliki kapsitas Flash memori 16 Kbyte, EEPROM 512 Byte dan SRAM 1 Kbyte.

4. Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C dan Port D. 5. CPU yang térdiri atas 32 buah register.

6. Unit interupsi internal dan eksternal. 7. Port USART untuk kornunikasi serial.

8. Fitur Pheripheral:

a. Tiga buah Tiiner/ounter dengan kemampuan pembandingan

2 (dua) buah Timer/Counter 8 bit dengan Prescaier terpisah dan

Mode Compare

1 (satu) buah Timer/Counter 16 bit Prescaler terpisah, Mode

compare, dan Mode Capture.

b. Real Time Counter dengan Oscilator tersendiri

c. 4 channel PWM d. 8 channel, 10-bit ADC


(29)

8 Single-ended channel 7 Dfferentiai channel hanya pada kernasan TQFP

2 Dfferential Channel dengan Pro grammable Gain 1 x, 10x atau 200x

e. Byte-oriented Two-wire Serial Inteface f. Programmable Serial USART

g. Antarmuka SPI

h. Watchdog Timer dengan Usc ilator Internal L On-chip Analog Comparator

c. Konfigurasi Pin AVR ATMega16

Gambar 2.8 Konfigurasi kaki (pin) ATMega16

Berdasarkan Datasheet ATMega16, penjelasan singkat dan fungsi pin-pin Mikrokontroler ATMega16, yaitu:

1. Vcc :Masukan tegangan catu daya 2. GND :Ground

3. Port A (PA7..PA0) : Port A berfungsi sebagai masukan analog ke ADC internal pada mikrokontroler ATMegal6, selain itu juga berfungsi sebagai


(30)

port I/O dwi-arah 8-bit, jika ADC-nya tidak digunakan. Masing-masing pin menyediakan resistor pull-up internal4 yang bisa diaktifkan untuk masing-masing bit.

4. Port B (PB7. .PB0) : Port B berfungsi sebagai sebagai port 110 dwi-arah 8-bit. Masingmasing pin menyediakan resistor pull-up internal yang bisa diaktifkan untuk masing-masing bit. Port B juga memiliki berbagai macam fungsi alternatif, sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Fungsi Alternative Port B Port Pin Alternate Functions PB7 SCK (SPI Bus Serial Clock)

PB6 MISO (SPI Bus Master Input/Slave Output) PB5 MOSI (SPI Bus Master Output/Slave Input) P84 SS(SPlSlaveSectInput)

PB3 AIN1 (Analog Comparator Negative Input)

OC0 (Timer/Counter0 Output Compare Match Output)

P82 AIN0 (Analog Comparator Positive Input) INT2 (External Interrupt 2 Input)

P81 TI (Timer/Counterl External Counter Input)

P80 T0 (Timer/Counter0 External Counter Input) XCK (USART External Clock input/Output)

5. Port C (PC7..PC0) : Port C berfungsi sebagai sebagai port I/O dwi-arah 8-bit. Masingmasing pin menyediakan resistor pull-up internal yang bisa diaktifkan untuk masing-masing bit. Port C juga digunakan sebagai antarmuka JTAG, sebagaimana ditunjukkan pada tabel dibawah ini:


(31)

Tabel 2.2 Fungsi Alternative Port C Port Pin Alternate Function PC7 TOSC2 (Timer Oscillator Pin 2)

PC6 TOSC1(Timer Oscillator Pin 1) PC5 TDI (JTAG Test Data in) PC4 TDO (JTAG Test Data Out) PC3 TMS (JTAG Test Mode Select) PC2 TCK (JTAG Test Clock)

PCI SDA (Two-wire Serial Bus Data Input/Output Line) PC0 SCL (Two-wire Serial Bus Clock Line)

6. Port D (PD7..PD0) : Port D berfungsi sebagai sebagai port I/O dwi-arah 8bit. Masingmasing pin menyediakan resistor pull-up internal yang bisa diaktifkan untuk masing-masing bit. Port D juga memiliki berbagai macam fungsi alternatif, sebagaimana ditunjukkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.3 Fungsi Alternative Port D Port Pin Alternate Function Port Pin Alternate Function

PD7 OC2 (Timer/Counter2 Output Compare Match Output) PD6 ICP (Timer/Counterl Input Capture Pin)

PD5 OCIA (Timer/Counterl Output Compare A Match Output) PD4 OCI B (Timer/Counterl Output Compare B Match Output) PD3 INTl (External Interrupt 1 Input)

PD2 INTO (xternal Interrupt 0 Input) PDI TXD (USART Output Pin) PD0 RXD (USART Input Pin)

7. /RESET : Masukan Reset. Level rendah pada pin mi selama lebih dan lama waktu minimum yang ditentukan akan menyebabkan reset, walaupun

clock tidak dijalankan.

8. XTAL 1 : Masukan ke penguat osilator terbalik (inverting) dan masukan ke rangkaian clock internal.


(32)

9. XTAL2 : Luaran dan penguat osilator terbalik

10.AVCC : Merupakan masukan tegangan catu daya untuk Port A sebagai ADC, biasanya dihubungkan ke Vcc, walaupun ADC-nya tidak digunakan. Jika ADC digunakan sebaiknya dihubungkan ke Vcc rnelalui tapis lolos-bawah (low-pass Filter).

11.AREF: Merupakan tegangan referensi untuk ADC

2.4 LCD

LCD (Liquid cristal display) adalah salah satu komponen elektronika yang berfungsi sebagai tampilan suatu data, baik karakter, huruf ataupun grafik. LCD terdiri dan dua bagian, yang pertama merupakan panel LCD sebagai media penampil informasi dalam bentuk huruf/angka dua baris, masing-masing baris menampung 16 huruf/angka. LCD (Liquid Crystal Display) adalah modul penampil yang banyak digunakan karena tarnpilannya menarik. LCD yang umum, ada yang panjangnya hingga 40 karakter (2x40 dan 4x40), dimana kita menggunakan DDRAM untuk mengatur tempat penyimpanan tersebut. (Gamayei.Rizal, 2007)

Heri Andrianto (2013) mengemukakan bahwa LCD adalah suatu display dan bahan cairan kristal yang pengoperasiannya menggunakan sistem dot matriks. LCD banyak digunakan sebagai display dan alat-alat. elektronika seperti kalkulator, multitester digital, jam digital dan sebagainya. Di bawah mi adalah gambar LCD 2x16 karakter

Gambar 2.9 LCD karakter 2x16

LCD dapat dengan mudah dihubungkan dengan mikrokontroler AVR ATMega16. LCD yang digunakan dalam penelitian mi adalah LCD 2x16, lebar display 2 bans 16 kolom, yang mempunyai 16 pin konektor, yang didefenisikan sebagai berikut:


(33)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

VCC

10 KΩ PORTB.0 = RS

PORTB.1 = RD PORTB.2 = EN

PORTB.4 = DB4 PORTB.5 = DB5 PORTB.6 = DB6 PORTB.7 = DB7

LCD


(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Fisika, Universitas Sumatera Utara yang meliputi perancangan alat dan sistem, pengujian sistem sensor serta pengambilan data kelembaban tanah menggunakan metode gravimetri.

Waktu penelitian dilakukan mulai tanggal 17 Desember 2013 sampai dengan tanggal 2 Mei 2014.

3.2. Peralatan Bahan dan Komponen 3.2.1. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Komputer.

b. Multimeter. c. Solder.

d. Vacum desoldering e. Gunting

f. Obeng

g. Pisau pemotong PCB h. Labu erlenmeyer i. Oven

j. Pengaduk (sendok)

3.2.2. Bahan dan Komponen

Bahan dan komponen elektronika yang digunakan dalam penelitian dan pembuat sistem sensor adalah sebagai berikut :

a. Mikrikontroler ATMega16 b. LCD 16x2 karakter


(35)

c. Kawat tembaga diameter 1,5 mm d. IC AD620

e. IC LF356 f. Trafo CT 2A g. Resistor h. Dioda i. Kapasitor j. Pin header k. Black Housing l. Kabel

m. Timah Solder n. Acrylic o. PCB Fiber p. FeCL3

q. Kertas pasir r. Aquades s. Tanah kompos

3.3. Diagram Blog dan Cara Kerja Alat

Diagram block dalam penelitian merupakan rangkaian beberpa alat yang saling berhubungan dan terintegrasi untuk melakuakan kerja yang sama. Berikut adalah diagram blok cara kerja alat dalam melakukan pengukuran kelembaban tanah :

Gambar 3.1 Diagram blok sistem Elektroda

konfigurasi Wenner

Pengkondisi sinyal

Mikrokontroler


(36)

Keterangan :

1. Blok elektroda konvigurasi Wenner : terjadinya interaksi dengan sampel tanah saat pengukuran sedang berlangsung. Terdiri dari elektroda injeksi arus yang terhubung dengan suplay tegangan dan elektroda detektor beda potensial yang terjadi akibat injeksi arus dalam tanah sebagai input/data kelembaban tanah yang terhubung dengan pengkondisi sinyal.

2. Blok Pengkondisi sinyal : sebagai pengkondisi tegangan keluaran elektroda sebagai data agar dapat diproses oleh mikrokontroler.

3. Blok Mikrokontroler ATMega 16 : sebagai sistempengolah data. Data hasil pengukuran dari sensor yang berbentuk sinyal analaog akan dikonversi menjadi sinyal digital oleh Analog to Digital Converter (ADC) yang berada pada mikrokontroler sehingga dapat diproses lebih lanjut oleh mikrokontroler. Kemudian sinyal yang telah dikonversi oleh ADC akan diproses dalam bentuk tegangan keluaran sensor (mV).

4. Blok Display LCD : Data yang telah diproses akan ditampilkan dalam bentuk tegangan ouput sensor.


(37)

Konversi sinyal analog keluaran sensor ke digital

3.4.Diagram Alir Program

Diagram alir program merupakan alur jalannya dimulai program hingga hasil data yang telah diproses oleh program dimikrokontroler. Berikut merupakan diagram alir program dalam pemrosesan data hasil pengukuran sensor kelembaban tanah.

Gambar 3.2 Flowchart cara kerja program

Start

Inisialisasi Program

Tampilkan nilai ke LCD

Delay 800 ms


(38)

Pada gambar diatas, program diawali dengan start yaitu memasukkan semua defenisi register, fungsi, dan konstanta yang digunakan, kemudian pada inisialisasi program yaitu mendefinisikan chip mikrokontroler yang digunakan dalam program ADC seperti port yang digunakan, pengaktifan ADC dan jenis LCD yang digunakan. Data output sensor elektroda konfigurasi Wenner berupa sinyal analog dikonversikan menjadi sinyal digital oleh ADC yang ada di dalam mikrokontroler kemudian data tersebut dikirim ke LCD sebagai display dengan waktu tunda 800ms, program selesai dan akan terus berulang saat dilakukan perulangan pengukuran.

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1. Skematik Rangkaian Seluruh Sistem Alat Ukur Kelembaban Tanah.

Gambar 3.3 Rangkaian alat ukur kelembaban tanah menggunakan elektroda konfigurasi Wenner berbasis


(39)

Gambar rangkaian diatas terdiri dari dua bagian. Rangkaian I merupakan rangkaian catu daya (power suply). Catu daya ini tersusun atas trafo CT 2A, diodadan kapasitor serta menggunakan IC regulator 7805 dan 7905 untuk keluaran ± 5volt, 7812 dan 7912 untuk keluaran ±12 volt. Catu daya ini berfungsi sebagai sumber tegangan untuk mikrokontroler dan sensor. Sensor yang digunakan adalah elektroda konfigurasi Wenner, terdiri dari empat buah probe sejajar dengan jarak antar probe sebesar 0,5 cm, panjang probe 5 cm dan diameter probe 1,5 mm.

1,5 mm 0,5 cm

5 cm

A P R B

Gambar 3.4 Elektroda konfigurasi Wenner

Probe AB dihubungkan dengan catu daya sebagai injeksi arus ketanah (probe ke 5 volt dan probe B ke ground), kemudian probe PR dihubungkan ke pengkondisi sinyal yang telah terhubung ke port data (port A0) pada mikrikontroler dan akan menghasilkan data sebagai deteksi air dalam tanah berupa beda potensial (tegangan keluaran).

Dan rangkaian minimum standar mikrokontroler yang dihubungkan dengan rangkaian pengkondisi sinyal dan LCD.


(40)

• Rangkaian minimum standar mikrokontroler yang digunakan adalah rangkaian standar yang direkomendasi pabrik yang menggunakan catu daya 5 volt terhubung pada pin 10 (Vcc) dan 11 (GND).

• Rangkaian pengkondisi sinyal berfungsi untuk mengkondisikan sinyal keluaran dari sensor, baik di pertahankan ataupundikuatkan agar dapat diproses oleh mikrokontroler. Terdiri dari IC AD620 yang merupakan modifikasi dari rangkaian penguat intrumentasi, memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan noise sangat kecil (dapat diabaikan) yang hanya memerlukan satu buah resistor eksternal dan IC LF356 sebagai IC yang digunakan untuk menguatkan lagi keluaran dari AD620 agar lebih stabil.

• LCDyang digunakan adalah LCD karakter 16x2, hanya mampu menampilkan angka dan huruf sebanyak 2 baris dengan 16 karakter setiap barisnya. Dilengkapi dengan TRIM sebagai pengatur kecerahan backlight LCD. Catu daya yang digunakan adalah 5 volt dan terhubung langsung dengan pin RS,R/W, E, D4, D5, D6 dan D7 pada mikrokontroler.

3.5.2. Pengujian

A. Rangkaian Mikrokontroler ATMega16

Pengujian pada rangkaian mikrokontroler ATMega16 ini dapat dilakukan dengan menghubungkan rangkaian ini dengan rangkaian power suplay sebagai sumber tegangan. Kaki 40 dihubungkan dengan sumber tegangan 5 volt, sedangkan kaki 20 dihubungkan dengan ground. Kemudian tegangan pada kaki 40 diukur dengan menggunakan volt meter. Dari hasil pengujian didapatkan tegangan pada kaki 40 sebesar 4,96 volt. Langkah selanjutnya adalah memberikan program sederhana pada mikrokontroler ATMega16, program yang diberikan adalah program untuk menampilkan karakter pada LCD.


(41)

B. Pengkondisi Sinyal

Sinyal keluaran sensor sangat lemah, hampir tidak dapat terbaca oleh mikrokontroler. Oleh karena itu diperlukan pengkondisi sinyal untuk menguatkan sinyal keluaran sensor agar dapat terbaca oleh mikrokontroler. Penguat pada alat ini mengguankan IC AD620 dan IC LF356.

� =49,4 ��

500�� + 1 = 100 ����

Sinyal ini dikuatkan sebesar 100 kali oleh IC AD620 yakni dengan menggunakan resistor sebesar 500 ohm dan akan dikuatkan lagi oleh IC LF356 sebanyak 10 kali, jadi total penguatan adalah sebanyak 1000 kali.

C. Sampel Tanah Menggunakan Metode Gravitasi

Prosedur yang dilakukan dalam pengukuran kadar air tanah menggunakan metode gravimetri adalah sebagai berikut:

1) Disiapkan peralatan berupa : timbangan, labu kimia (erlenmeyer), dan oven.

2) Disiapkan tanah kompas kering sebanyak 1000 gram. 3) Dicampurkan dengan air sebanyak 100 mL

4) Diaduk antara tanah dengan air tersebut hingga merata. 5) Ditimbang labu kimia.

6) Dimasukkan tanah yang telah diadon dengan air sebanyak 50gram kedalam labu kimia.

7) Ditimbang kembali labu kimia tersebut beserta isinya kemudian ditutup.

8) Dibuka penutup labu kimia, kemudian dikeringkan dengan oven dan diatur pada suhu ±100o C selama beberapa jam (hingga tanah benar-benar kering).

9) Setelah itu, dimatikan oven dan dinginkan labu kimia. 10)Tutup kembali labu kimia, kemudian timbang kembali.


(42)

11)Dilakukan hal yang sama untuk volume air 200 mL, 300 mL, 400 mL dan 500 mL.

12)Dicatat hasil pengukuran.

13)Dihitung kadar air tanah menggunakan rumus (1).

D. Sampel Tanah Menggunakan Sistem Sensor

Untuk pengujian pada sensor ini, probe AB dihubungkan dengan power suplai sebagai injeksi arus ketanah (probe A ke 5 Volt danprobe B ke ground), kemudian probe PR dihubungkan ke pengkondisi sinyal yang telah terhubung port data (port A0) pada mikrokontroler. Kemudian pada mikrokontroler diberikan program ADC untuk mengukur tegangan keluaran dari elektroda ketika diinjeksi aruslistrik. Program ADC adalah program yang mampu mengubah sinyal atau tegangan analog menjadi informasi digital dan keluarannya dalam bentuk nilai tegangan yang ditampilkan pada sinyal display LCD

Sebelum memulai pengukuran, siapkan sampel yang akan diuji terlebih dahulu yaitu tanah kompas sebanyak 1000 gram yang ditempatkan dalam sebuah pot plastik berdiameter 10 cm dengan tinggi pot 15 cm. Selain itu, semua rangkaian dipastikan dalam keadaan baik dan terhubung dengan sumber tegangan dan kemudian diaktifkan. Setelah itu tancapkan sensor kedalam tanah dan ditunggu beberapa saat hingga pembacaan pada LCD stabil, catat hasil tegangan output sensor. Dilakukan pengulangan pengukuran sebanyak 5 kali untuk setiap sampel. Ada 5 variasi sampel yang digunakan yaitu tanah kompas kering+100 mL air, tanah kompos kering +200 mL air, tanah kompos kering +300 mL air, tanah kompos kering+400 mL air dan tanah kompos kering +500 mL air. Air yang digunakan adalah aquades.


(43)

Gambar 3.5. Skematik pengambilan data (arus dan tegangan) pada konfigurasi Wenner.

Dari gambar di atas dapat dilihat arus di ukur pada titik di antara probe terluar sensor sebagai supply arus (Current

measured). Dan tegangan output sensor diukur pada probe

dalam (Voltage measured), kemudian dihubungkan pada port data (port A = port sumber data analog ke ADC pada mikrokontroler) pada mikrokontroler untuk diproses dan akan ditampilkan pada display LCD.

3.6.Metode Analisis Data A. Analisa Regresi Linier

Analisa regresi dalam statistika merupakan metode untuk menentukan hubungan sebab akibat antara sutu variabel dengan variabel-variabel yang lain. Atau bisa juga dikatan bahwa teknik yang digunakan untuk membangun persamaan garis lurus dan menggunakan persamaan tersebut untuk membuat perkiraan.

Analisa regsresi linier ialah bentuk hubungan dimana variabel bebas X maupun variabel terikat Y sebagai vaktor yang berpangkat satu.

Regresi linier ini dibedakan menjadi:

1) Regresi linier sederhana dengan bentuk fungsi :Y = a + bX + e, 2) Regresi linier berganda dengan bentuk fungsi : Y = b0 + b1X1


(44)

Dari kedua fungsi diatas 1) dan 2); masing-masing berbentuk garis lurus (linier sederhana) dan bidang datar (linier berganda). Metode yang digunakan untuk analisa data dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier sederhana.

Bentuk hubungan yang paling sederhana antara variabel X dengan variabel Y adalah berbentuk garis lurus atau berbentuk hubungan liner yang disebut dengan regresi linier yang sederhana atau sering disebut regresi linier saja dengan persamaan matematiknya adalah sebagai berikut :

Y = A + BX (6)

Apabila A dan B mengambil nilai seperti : A =0 dan B=1, persamaan (6) akan menjadi :

Y=X (7)

Persamaan (7) Adalah suatu bentuk persamaan yang paling sederhana dari regresi linier sederhana. Dari persamaan (6), A dan B disebut konstanta atau koefesien regresi linier sederhana atau parameter garis regresi linier sederhana. A disebut intercept coefficient atau intersep yaitu jarak titik asal atau titik acuan dengan titik potong garis regresi dengan sumbu Y; dan disebut slope coefficient atau slup yang menyatakan atau menunjukkan kemiringan atau kecondongan garis regresi terhadap sumbu X. Dari persamaan garis regresi (7) di atas, dalam hubungan tersebut terdapat satu variabel bebas X dan satu variebel bebas X dan satu variabel tak bebas Y.

A. Intersep (Intercept)

Intersep merupakan titik perpotongan antara suatu garis dengan sumbu Y pada diagram/sumbu kartesius saat nilai X=0 atau nilai rata-rata pada variabel Y apabila nilai pada variabel X bernilai 0. Intersep hanyalah suatu konstanta yang memungkinkan munculnya koefesien lain di dalam model regresi. Intersep tidak selalu dapat atau perlu untuk diinterpretasikan.


(45)

B. Kemiringan (Slope)

Secara matematis,slope merupakan ukuran kemiringan dari suatu garis, koefesien regresi untuk variabek X. Dalam konsep statistika, slope merupakan suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar kontribusi yang diberikan variabel X terhadap variabel Y. Nilai slope dapat pula diartikan sebagai rata-rata penambahan (atau pengurangan) yang terjadi pada variabel Y untuk setiap peningkatan satu satuan variabel X.

C. Koefisian Determinasi R2

Koefisian determinasi adalah besarnya keragaman (informasi) di dalam variabel Y yang dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan. Nilai R2 berkisar antara 0 s.d 1. Apabila nilai R2 dikalikan 100% maka hal ini menunjukkan persentase keragaman (informasi) di dalam variabel Y yang dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan. Semakin besar nilai R2, semakin baik model regresi yang diperoleh.(Kurniawan, 2008).

Metode regresi linier dapat pula digunakan untuk mencocokkan data terhadap fungsi-fungsi eksponensial dalam beberapa kasus yang disebut dengan regresi eksponensial. Kita ingat kembali, secara umum fungsi eksponensial dapat dinyatakan sebagai

y=aebx (8)

Dalam hal ini, fungsi eksponensial memberikan banyak fenomena yang berbeda-beda di dalam ilmu teknik. Parameter a dan b dapat kita tentukan dengan sedikit manipulasi matematis dasar.

Regresi Eksponensial digunakan untuk menentukan fungsi eksponensial yang paling sesuai dengan kumpulan titik data (xn,yn) yang diketahui. RegresiEksponensial merupakanpengembangandari regresilinier denganmemanfaatkanfungsilogaritmik.


(46)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengukuran Menggunakan Metode Gravimetri

Hasil pengukuran kadar air tanah dengan beberapa variasi volume air yang dicampurkan dengan kompos sebanyak 1000 gram menggunakan metode gravimetri adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Kadar Air Tanah Menggunakan Metode Gravimetri Volume air,

Va (mL)

Massa tanah basah, Mtb (gram)

Massa tanah kering, Mtk (gram)

Kadar Air Tanah, KAT (%)

100 50 43,5 13

200 50 40 20

300 50 34 32

400 50 31 38

500 50 26,5 47

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara Va dengan KAT

Grafik di atas adalah hasil pengukuran kadar air tanah menggunakan teknik pengukuran kadar air tanah gravimetri, yaitu perhitungan kadar air tanah berdasarkan perbandingan massa tanah basah dengan massa tanah kering setelah

y = 0,086x + 4,2 R² = 0,9914

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 100 200 300 400 500 600

K

A

T (%)


(47)

dioven dengan suhu 100oC selama 8 jam. Grafik di atas menunjukkan nilai determinasi regresi (R2) sebesar 0,991, secara teori statistik diketahui bahwa dua variabel atau lebih dikatakan memiliki hubungan yang erat jika koefisien determinasi (R2) > 0 dan mendekati 1 (koefisien determinasi (R2) = 1, dikatakan linear sempurna), sehingga dapat disimpulkan bahwa dua variabel pada grafik di atas memiliki hubungan yang erat. Artinya kadar air tanah yang diukur sangat bergantung pada volume air yang dicampurkan ke dalam tanah. Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin besar volume air yang dicampurkan ke dalam tanah maka semakin besar pula kadar air tanah yang diukur.

4.2 Pengukuran Menggunakan Sistem Sensor

Sensor elektroda konfigurasi Wenner merupakan sensor yang memiliki empat buah probe (dalam penelitian ini adalah probe A, P, R dan B), seperti yang terlihat pada gambar 3.4. Aliran arus pada elektroda ini akan membentuk setengah bola menyebar keluar dengan probe A sebagai titik pusatnya. Garis medan listrik sejajar dengan aliran arus dan normal terhadap permukaan ekipotensial, berbentuk setengah bola. Jika tanah adalah material homogen, garis-garis medan listrik di sekitar elektroda sumber yang memasok arus ke tanah (probe A) akan diarahkan secara radial keluar (Gambar 2.5b). Sedangkan di sekitar probe B, dimana arus mengalir keluar dari tanah, garis-garis medan listrik diarahkan secara radial ke dalam (Gambar 2.5c)

Permukaan ekipotensial di sekitar probe A adalah setengah bola, jika kita menganggap probe A tersebut dalam isolasi. Potensial di sekitar probe A adalah positif dan akan berkurang sebagai 1/r dengan semakin jauh jaraknya ( r adalah jari-jari yang terbentuk pada permukaan ekipotensial di sekitar probe A). Arus pada probe B adalah negatif, dimana arus mengalir keluar dari tanah. Dengan demikian, di sekitar probe B, potensial negatif dan meningkat (menjadi kurang negatif) sebagai 1/r dengan meningkatnya jarak dari probe B. Sehingga kita dapat menggunakan pengamatan ini untuk menghitung perbedaan potensial antara sepasang elektroda (probe PR) pada jarak yang diketahui dari probe A dan probe B.


(48)

Dalam penelitian ini sampel tanah yang digunakan adalah tanah kompos. Tanah jenis ini dipilih karena termasuk pada golongan tanah humus yang memiliki nilai resistivitas paling kecil dibandingkan dengan jenis tanah yang lain. Dan nilai resistivitas ini sangat berpengaruh pada tegangan output sensor yang dideteksi. Agar tegangan output sensor relative besar dan dapat dideteksi oleh mikrokontroler dengan supply tegangan yang kecil maka dipilih tanah yang memiliki nilai resistivitas yang kecil. Selain itu kompos merupakan jenis tanah berstruktur butir (granular), yaitu partikel primer tanah ini bergabung dan membentuk struktur bulat/berbutir. Di antara butiran-butiran ini masih terdapat rongga. Struktur ini merupakan struktur yang sangat diinginkan oleh tanaman sebab banyak terdapat ruang di antara satuan strukturnya. Di sini air dapat diikat oleh butir, namun, udara juga masih dapat bergerak di antaranya. Struktur butir (granular) merupakan struktur yang sangat baik bagi sirkulasi air serta udara tanah. (Suhaidi, 1996). Sehingga air yang dicampurkan ke tanah mudah terserap ke dalam pori-pori tanah dan tidak cepat menguap jika dibandingkan dengan tanah pasir yang memiliki struktur dengan pori-pori banyak sehingga air mudah terserap tetapi air tersebut juga akan mudah menguap.

Rumus resistivitas Wenner dijadikan sebagai rujukan untuk menentukan jarak probe satu dengan probe yang lainnya. Berdasarkan rumus Wenner (rumus (3)) diketahui hal penting dalam pembuatan sensor ini adalah harus memperhatikan jarak antara probe injeksi arus (probe AB) dengan probe detektor beda potensial (probe PR). Jarak keempat probe harus sedekat mungkin agar pembacaan tegangan pada probe PR lebih baik dengan angka yang relatif besar. Karena semakin besar jarak antara probe maka resistansinya juga akan semakin besar mengakibatkan tegangan yang dihasilkan juga kecil.

Mekanisme kerja sistem sensor konfigurasi Wenner pada saat injeksi arus, yaitu diantara kutub positif (probe A) dan kutub negative (probe B) sensor akan membentuk aliran arus seperti bentuk setengah bola di dalam tanah, aliran arus probe A mengalir melalui air yang menempati pori-pori tanah menuju probe B. Kemudian probe PR akan diletakkan diantara probe AB untuk mengukur beda potensial sebagai tegangan output sensor. Sehingga tegangan output yang terukur


(49)

dipengaruhi oleh banyaknya air yang menempati pori-pori tanah. Mekanisme kerja sensor diperlihatkan pada gambar di bawah ini :

(a)

(b)

Gambar 4.2 Prinsip equipotensial dan garis aliran arus yang terbentuk dari 2 elektroda (a) plan view dan (b) vertical view

Dan aliran arus yang terjadi pada tanah kompos ini tergolong pada aliran konduksi elektrolitik yaitu arus mengalir melalui pori-pori yang terisi oleh cairan-cairan elektrolitik. Pada konduksi ini arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit. Air yang digunakan pada penelitian ini adalah aquadest (air distilasi) yang sebenarnya memiliki nilai konduktifitas yang sangat kecil. Berdasarkan table parameter listrik material tertentu (Miller, T.W, 2002), konduktivitas air (distilasi) hanya sebesar 1 x 10-5 S/m. Tetapi pada saat air dicampurkan dengan tanah kompos, air akan melarutkan kandungan unsur dalam tanah kompos tersebut sehingga air menjadi semakin elektrolit dan mengisi pori-pori tanah. Saat arus diinjeksikan, garis-garis medan listrik akan mengalir ke dalam tanah melalui air


(50)

tersebut yang berada pada pori-pori tanah, dan probe PR akan mendeteksi beda potensial tanah tersebut. Jadi, dapat dikatakan bahwa beda potensial yang terdeteksi oleh probe PR bergantung pada air yang mengisi pori-pori tanah.

Hasil pengukuran tegangan keluaran yang dihasilkan dari sensor elektroda konfigurasi Wenner saat diinjeksi arus listrik ditampilkan dalam table berikut :

Tabel 4.2 Tegangan Keluaran Elektroda Konfigurasi Wenner Va

(mL)

Tegangan Output Sensor, Vo (mV) Vo rata-rata (mV)

1 2 3 4 5

100 954.52 957.42 959.14 957.81 960.82 957.94 200 554.48 555.74 551.11 552.54 551.63 553.10 300 443.19 433.44 411.46 413.58 418.26 423.99 400 335.68 250.52 351.87 381.51 328.98 329.71 500 285.57 238.78 268.43 273.43 298.46 272.93

Dari gambar (4.1) diketahui bahwa hubungan antara volume air yang ditambahkan kedalam tanah adalah berbanding lurus dengan kadar air tanah, maka diperoleh grafik yang menyatakan hubungan antara tegangan output sensor dengan kadar air tanah adalah sebagai berikut :

Gambar 4.3 Grafik Tegangan Output dari Sensor dengan KAT dari Perhitungan Gravimetri

Dari grafik hasil pengukuran di atas diketahui bahwa semakin besar kadar air tanah maka semakin kecil pula tegangan output yang dihasilkan. Hasil data ini dapat dipastikan kebenarannya dari hubungan antara tegangan output sensor

0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00 1200,00

0 10 20 30 40 50

V o r a ta -r a ta (m V ) KAT (%)


(51)

dengan resistivitas berdasarkan rumus Wenner yaitu berbanding lurus. Artinya semakin kecil resistivitas tanah maka akan menyebabkan tegangan output sensor juga akan semakin kecil. Dan hasil pengukuran ini juga dikuatkan dengan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Innocent Muchingami (2013) pada penelitiannya yang menyatakan adanya hubungan terbalik antara resistivitas tanah dengan kelembaban tanah (kadar air dalam tanah).

Dari hasil pengukuran di atas kita dapat mengetahui nilai resistivitas dan konduktivitas dari tanah tersebut. Yang tentunya nilai keduanya sangat dipengaruhi oleh jumlah kadar air dalam tanah. Dengan mengetahui besar nilai arus yang dialirkan kedalam tanah, yaitu sebesar 0,69 mA, maka diperoleh grafik hubungan antara resistivitas tanah dengan kadar air tanah dan konduktivitasnya dengan kadar air tanah, seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini :

Gambar 4.4 Grafik hubungan Resistivitas tanah dengan KAT dari Perhitungan Gravimetri

Tahanan listrik (resistivitas) adalah fungsi dari karakteristk tekstur dan struktur dan sangat sensitif terhadap kadar air dari formasi geologi (Arora dan Shakeel, 2010). Hal ini biasanya tergantung pada derajat kejenuhan air, jumlah padatan terlarut, kandungan bahan organik, bentuk butiran media matriks dan kandungan mineral dari tanah atau bahan pembentuk media matriks. Oleh karenanya dengan mengetahui nilai resistivitas, maka dapat diketahui jenis batuan atau material yang terkandung dalam tanah, kadar air dan kandungan bahan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 10 20 30 40 50

KAT (%) R es is ti v it as ( Ω m)


(52)

organik dan mineral yang terkandung dalam tanah yang tentunya sangat berguna dalam budidaya pertanian.

Dari nilai resistivitas, dapat diketahui juga nilai konduktivitas tanah tersebut dengan menggunakan rumus konduktivitas, 1⁄� , maka diperoleh grafik sebagai berikut :

Gambar 4.5 Grafik hubungan Konduktivitas tanah dengan KAT dari Perhitungan Gravimetri

Grafik hasil pengukuran di atas menunjukkan hubungan antara konduktivitas tanah dengan kadar air tanah adalah berbanding lurus, membentuk hubungan yang eksponensial. Grafik di atas menghasilkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,905. Sehingga dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa nilai konduktivitas tanah dapat dikatakan memiliki hubungan yang erat secara eksponensial terhadap kadar air tanah sebesar 90,5 % maka data yang dihasilkan sensor bisa dikatakan sebagai data yang baik.

Dari beberapa grafik yang dihasilkan dari pengukuran sensor konfigurasi Wenner tersebut, dapat disimpulkan bahwa tegangan output sensor yang dihasilkan dari alat dapat dijadikan sebagai indikator kadar kelembaban tanah.

y = 0,0149e0,0382x

R² = 0,9057

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1

0 10 20 30 40 50

KAT (%) K ondukt ivi ta s ( Ω /m)


(53)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, semakin besar kadar air tanah menyebabkan tegangan output yang dihasilkan semakin kecil dan tentunya membuat resistivitas tanahnya juga semakin kecil. Sedangkan perbandingan antara nilai konduktivitas tanah terhadap kadar air tanah menghasilkan hubungan peningkatan nilai secara eksponensial. Semakin besar kadar air tanah maka semakin besar pula nilai konduktivitasnya.

5.2. Saran

Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat merancang alat yang dapat digunakan untuk skala lapangan dan diperoleh alat yang dapat mendeteksi kadar air tanah dengan cepat dan akurat.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, Heri. 2013. Pemrograman Mikrokontroler AVR Atmega 16

menggunakan Bahasa C. Bandung: Informatika Bandung

Arora T and Shakeel. 2010. Electrical Structureof An Unsatu-rated Zone

Related to Hard Rock Aquifer. Ress Comm. Sci. 99 (2): 216-220.

Bejo, Agus. 2008. C Dan Avr Rahasia Kemudahan Bahasa Dan

Mikrokontroler Atmega 8535. Yogyakarta: Graha Ilmu

Innocent Muchingami, Jacobus Nel, Yongxin Xu, Gideon Steyl and Kelley Reynolds. 2013. On the Use of Electrical Resistivity Methods in

Monitoring Infiltration of Salt Fluxes in Dry Coal ash Dumps in Mpumalanga, South Africa. Water SA vol.39 n.4 Pretoria Jan.2013

[On-line version ISSN 1816-7950].

Kearey, Philip. 2002. An Intoduction to Geophysical Exploation. Third Edition. USA : Blackwell Science Ltd

Kurniawan, Denny. 2008. Reggresi Linear. Forum Statistika [serial online]. Lakitan, Benyamin. 2001. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada

Lowrie, william. 2007. Fundamental of Geophysics. Second Edition. United Kingdom : Cambridge University Press.

Marco Bitelli, Fiorenzo Salvatorelli and Paola Rossi. 2008. Correcton of

TDR-based oil water content measurements in conductive soils,

ELSIEVER. Geodema 143: 133-142.

Miller, T.W. 2002. Radar Detection of Buried Landmines in Fields Soils. M.Sc Thesis New Mexico Institute of Mining and Technology, Socoro : New Mexico.

Gamayel, Rizal,.Budiharto.W. 2007. Belajar sendiri 12 Proyek

Mikrokontroler Untuk Pemula, Jakarta: PT.Elex Media Komputindo.

Guslim, 2007. Agroklimatologi. Medan : USU Press.

Musatafa, Muslimin. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Makassar :Erlangga. Schaffrt, Bruce. 2006. Characterization Of Soil-Water. USA : Lippicontt

Williams & Wilkins,Inc.

Suhaidi. 1996. Kontrak Perkuliahan Dasar-dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian UNIB : Bengkulu.

Tan, K. H. 2005. Methods of Soil Analysis. Boca Raton (Florida) : CEC Press. http://kampungrobot.com/wp-content/uploads/2012/08/tutorial

pemrogramanmikrokontroler avr_v1.0.pdf diakses pada tanggal 25 Mei 2013

tanggal 25 Mei 2013


(55)

(56)

Lampiran 2 : Listing Program

/***************************************************************** ***

This program was produced by the CodeWizardAVR V2.05.3 Standard Automatic Program Generator

© Copyright 1998-2011 Pavel Haiduc, HP InfoTech s.r.l. http://www.hpinfotech.com

Project : Version :

Date : 03/12/2013

Author : Fitri Hidayati Sinaga Company : free

Comments:

Chip type : ATMega16 Program type : Application

AVR Core Clock frequency: 12,000000 MHz Memory model : Small

External RAM size : 0 Data Stack size : 256

****************************************************************** **/

#include <mega16.h> #include <delay.h>

// Alphanumeric LCD functions #include <alcd.h>

#include <stdio.h>


(57)

#define ADC_VREF_TYPE 0x40 // Declare your global variables here

unsigned int read_adc(unsigned char adc_input) {

ADMUX=adc_input | (ADC_VREF_TYPE & 0xff);

// Delay needed for the stabilization of the ADC input voltage delay_us(10);

// Start the AD conversion ADCSRA|=0x40;

// Wait for the AD conversion to complete while ((ADCSRA & 0x10)==0);

ADCSRA|=0x10; return ADCW; }

unsigned int x; //menghasilkan data integer yang tidak bertanda

unsigned char buflcd[16]; //penyimpanan data LCD sementara maks. 16 karakter

unsigned int intTOTAL, intADC; //menghasilkan data integer pada perintah tersebut

float flHASIL, flMEAN; //menghasilkan data bilangan berkoma

void main(void) {

// Declare your local variables here

// Input/Output Ports initialization // Port A initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T PORTA=0x00;


(58)

DDRA=0x00;

// Port B initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T PORTB=0x00;

DDRB=0x00;

// Port C initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T PORTC=0x00;

DDRC=0x00;

// Port D initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T PORTD=0x00;

DDRD=0x00;

// Timer/Counter 0 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer 0 Stopped // Mode: Normal top=0xFF // OC0 output: Disconnected TCCR0=0x00;

TCNT0=0x00; OCR0=0x00;


(59)

// Timer/Counter 1 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer1 Stopped // Mode: Normal top=0xFFFF // OC1A output: Discon. // OC1B output: Discon. // Noise Canceler: Off

// Input Capture on Falling Edge // Timer1 Overflow Interrupt: Off // Input Capture Interrupt: Off // Compare A Match Interrupt: Off // Compare B Match Interrupt: Off TCCR1A=0x00;

TCCR1B=0x00; TCNT1H=0x00; TCNT1L=0x00; ICR1H=0x00; ICR1L=0x00; OCR1AH=0x00; OCR1AL=0x00; OCR1BH=0x00; OCR1BL=0x00;

// Timer/Counter 2 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer2 Stopped // Mode: Normal top=0xFF // OC2 output: Disconnected ASSR=0x00;

TCCR2=0x00; TCNT2=0x00; OCR2=0x00;


(60)

// External Interrupt(s) initialization // INT0: Off

// INT1: Off // INT2: Off MCUCR=0x00; MCUCSR=0x00;

// Timer(s)/Counter(s) Interrupt(s) initialization TIMSK=0x00;

// USART initialization // USART disabled UCSRB=0x00;

// Analog Comparator initialization // Analog Comparator: Off

// Analog Comparator Input Capture by Timer/Counter 1: Off ACSR=0x80;

SFIOR=0x00;

// ADC initialization // ADC disabled

ADMUX=ADC_VREF_TYPE & 0xff; ADCSRA=0x87;

SFIOR&=0xEF;

// SPI initialization // SPI disabled SPCR=0x00;


(61)

// TWI disabled TWCR=0x00;

// Alphanumeric LCD initialization // Connections are specified in the

// Project|Configure|C Compiler|Libraries|Alphanumeric LCD menu: // RS - PORTB Bit 0

// RD - PORTB Bit 1 // EN - PORTB Bit 2 // D4 - PORTB Bit 4 // D5 - PORTB Bit 5 // D6 - PORTB Bit 6 // D7 - PORTB Bit 7 // Characters/line: 16 lcd_init(16);

while (1) {

// Place your code here intTOTAL = 0; flHASIL = 0;

for (x=0; x<ADC_samp; x++) {

intADC = read_adc(0);

intTOTAL = intTOTAL + intADC;

delay_ms(10); // 400 x 10 mS = 40 mS = 4 detik }

flMEAN = (float) intTOTAL / ADC_samp; // nilai rata-rata bit ADC flHASIL = flMEAN*4.9; //nilai rata-rata dalam desimal

//---

// sprintf(buflcd,"Mean : %.2f adc",flMEAN); // lcd_clear(); lcd_puts(buflcd);


(62)

//puts(buflcd); putchar('\r'); //---

Lcd_clear(); lcd_gotoxy(0,0);

lcd_putsf("==voltmeter==");

sprintf(buflcd,"volt : %.3f mV",flHASIL); lcd_gotoxy(0,1); lcd_puts(buflcd); puts(buflcd); putchar('\r'); delay_ms(800);

} }


(63)

Lampiran 3 :

Gambar elektroda konfigurasi Wenner

Gambar Alat Ukur Kelembaban Tanah Menggunakan Metode Konfigurasi Wenner Berbasis Mikrokontroler ATMega16


(1)

DDRA=0x00;

// Port B initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T PORTB=0x00;

DDRB=0x00;

// Port C initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T PORTC=0x00;

DDRC=0x00;

// Port D initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T PORTD=0x00;

DDRD=0x00;

// Timer/Counter 0 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer 0 Stopped // Mode: Normal top=0xFF // OC0 output: Disconnected TCCR0=0x00;

TCNT0=0x00; OCR0=0x00;


(2)

// Timer/Counter 1 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer1 Stopped // Mode: Normal top=0xFFFF // OC1A output: Discon. // OC1B output: Discon. // Noise Canceler: Off

// Input Capture on Falling Edge // Timer1 Overflow Interrupt: Off // Input Capture Interrupt: Off // Compare A Match Interrupt: Off // Compare B Match Interrupt: Off TCCR1A=0x00;

TCCR1B=0x00; TCNT1H=0x00; TCNT1L=0x00; ICR1H=0x00; ICR1L=0x00; OCR1AH=0x00; OCR1AL=0x00; OCR1BH=0x00; OCR1BL=0x00;

// Timer/Counter 2 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer2 Stopped // Mode: Normal top=0xFF // OC2 output: Disconnected ASSR=0x00;

TCCR2=0x00; TCNT2=0x00; OCR2=0x00;


(3)

// External Interrupt(s) initialization // INT0: Off

// INT1: Off // INT2: Off MCUCR=0x00; MCUCSR=0x00;

// Timer(s)/Counter(s) Interrupt(s) initialization TIMSK=0x00;

// USART initialization // USART disabled UCSRB=0x00;

// Analog Comparator initialization // Analog Comparator: Off

// Analog Comparator Input Capture by Timer/Counter 1: Off ACSR=0x80;

SFIOR=0x00;

// ADC initialization // ADC disabled

ADMUX=ADC_VREF_TYPE & 0xff; ADCSRA=0x87;

SFIOR&=0xEF;

// SPI initialization // SPI disabled SPCR=0x00;


(4)

// TWI disabled TWCR=0x00;

// Alphanumeric LCD initialization // Connections are specified in the

// Project|Configure|C Compiler|Libraries|Alphanumeric LCD menu: // RS - PORTB Bit 0

// RD - PORTB Bit 1 // EN - PORTB Bit 2 // D4 - PORTB Bit 4 // D5 - PORTB Bit 5 // D6 - PORTB Bit 6 // D7 - PORTB Bit 7 // Characters/line: 16 lcd_init(16);

while (1) {

// Place your code here intTOTAL = 0; flHASIL = 0;

for (x=0; x<ADC_samp; x++) {

intADC = read_adc(0);

intTOTAL = intTOTAL + intADC;

delay_ms(10); // 400 x 10 mS = 40 mS = 4 detik }

flMEAN = (float) intTOTAL / ADC_samp; // nilai rata-rata bit ADC flHASIL = flMEAN*4.9; //nilai rata-rata dalam desimal

//---

// sprintf(buflcd,"Mean : %.2f adc",flMEAN); // lcd_clear(); lcd_puts(buflcd);


(5)

//puts(buflcd); putchar('\r'); //---

Lcd_clear(); lcd_gotoxy(0,0);

lcd_putsf("==voltmeter==");

sprintf(buflcd,"volt : %.3f mV",flHASIL); lcd_gotoxy(0,1); lcd_puts(buflcd); puts(buflcd); putchar('\r'); delay_ms(800);

} }


(6)

Lampiran 3 :

Gambar elektroda konfigurasi Wenner

Gambar Alat Ukur Kelembaban Tanah Menggunakan Metode Konfigurasi Wenner Berbasis Mikrokontroler ATMega16