STERILISATOR UV BERBASIS MICROCONTROLLER ATMEGA 16

(1)

TUGAS AKHIR

Oleh :

ANDREA DEA SAPUTRA

NIM. 20133010026

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK ELEKTROMEDIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

i

TUGAS AKHIR

Ditunjukan Kepada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md)

Program Studi Teknik Elektromedik

Oleh

ANDREA DEA SAPUTRA

NIM. 20133010026

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK ELEKTROMEDIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(5)

ii

Penulis menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh derajat profesi ahli madya atau gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini serta disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Oktober 2016 Yang menyatakan,

Andrea Dea Saputra NIM. 20133010026


(6)

v

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat merampungkan tugas akhir dengan judul : “STERILISATOR UV BERBASIS MICROCONTROLLER ATMEGA 16”. Ini untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar D3 Teknik Elektromedik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam penyusunan modul ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Sukamta, S.T., M.T selaku Direktur Vokasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Tatiya Padang Tunggal, S.T. selaku Ketua Prodi Teknik Elektromedik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan merangkap sebagai dosen pembimbing saya.

3. Bapak Djoko Sukwono, S.T. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak/Ibu Dosen Teknik Elektromedik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kritik, saran serta masukan agar penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.


(7)

vi Allah SWT.

6. Tak lupa pula penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak terkait lainnya yang telah banyak membantu baik dalam proses pembuatan alat maupun modul ini.

7. Seluruh keluarga besar Prodi Teknik Elektromedik Fakultas Vokasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

8. Teman-teman Teknik Elektromedik angkatan 2013 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

9. Terimakasih kepada kawan yaitu Deni, Danang, Tantoni, Nasrudin, Sheila, Fauzi dan Mas Latif yang telah membantu penulis dalam proses pengerjaan modul ini.

Akhir kata, semoga dalam proses pembuatan tugas akhir ini dapat memberikan banyak manfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, Oktober 2016


(8)

vii

Maka tidak ada yang tak berpotensi sukses, Kecuali mereka yang senang bermalas-malasan.


(9)

viii

Dengan segala puja dan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan atas dukungan dan do’a dari orang-orang tercinta, akhirnya tugas akhir ini dapat dirampungkan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya khaturkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada:

Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas izin dan karunianyalah maka tugas akhir ini dapat dibuat dan selesai pada waktunya. Puji syukur yang tak terhingga pada Tuhan penguasa alam yang meridhoi dan mengabulkan segala do’a saya.

Bapak dan Ibu saya, yang telah memberikan dukungan moril maupun materi serta do’a yang tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lantunan do’a dan tiada do’a yang paling khusuk selain do’a yang terucap dari orang tua. Ucapan terimakasih saja takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua, karena itu terimalah persembaha bakti dan cinta ku untuk kalian bapak ibuku.

Bapak dan Ibu Dosen pembimbing, penguji dan pengajar, yang selama ini telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar saya menjadi lebih baik. Terimakasih banyak Bapak dan Ibu dosen, jasa kalian akan selalu terpatri di hati.


(10)

ix kalian.

Sahabat dan teman tersayang, tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian semua tak kan mungkin aku sampai disini, terimakasih untuk canda tawa, tangis, dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terimakasih untuk kenangan manis yang telah mengukir selama ini. Dengan perjuangan dan kebersamaan kita pasti bisa! Semangat!!

Terimakasih yang sebesar-besarnya untuk kalian semua, akhir kata saya persembahkan tugas akhir ini untuk kalian semua, orang-orang yang saya sayangi. Dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat dan berguna untuk kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang, Aamiinnn.


(11)

x

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

MOTTO ... vii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan... 3

1.4.1. Tujuan Umum ... 3

1.4.2. Tujuan Khusus ... 3

1.5. Manfaat... 3

1.5.1. Teoritis ... 3

1.5.2. Praktis ... 4


(12)

xi

2.3. UV Lamp ... 7

1. Klasifikasi sianar UV ... 8

2. Efek fisiologisyang ditimbulkan oleh sinar UV ... 8

3. Beberapa efek lainyang di sebabkan sinar UV ... 8

2.4. Penentuan Lama Waktu Penyinaran ... 9

2.5.LCD Karakter ... 11

2.6.Trafo Ballast ... 13

2.7.Hourmeter ... 14

2.8.IC Mikrokontroller ATMega 16 ... 15

2.9.Solid State Relay... 22

2.10. Buzzer ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Blok Sterilisator UV ... 25

3.2. Diagram Alir Sterilisator UV ... 26

3.3. Diagram Mekanis Sterilisator UV ... 27

3.4. Perakitan Rangkaian Power Supply ... 29

1. Alat ... 29

2. Bahan ... 29

3. Langakah Perakitan ... 29

3.5. Perakitan Rangkaian Minimum Sistem ... 33

1. Alat ... 33

2. Komponen ... 33

3. Langkah Perakitan ... 33

3.6. Perakitan Rangkaian Skematik Keseluruhan ... 36

3.7. Pembuatan Program Timer ... 37

3.8. Perencanaan Pengujian ... 45


(13)

xii

3.11. Definisi Operasional ... 47

3.12. Sistematika Pengukuran ... 47

1. Rata-rata ... 47

2. Simpangan Error % ... 48

3. Presentase Error (%) ... 48

4. Standart deviasi (SD) ... 48

5. Ketidakpastian (Ua) ... 49

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Spesifikasi Alat ... 50

4.2. Gambar Alat ... 50

4.3. Cara Kerja Alat ... 51

4.4. Pengujian Alat ... 50

Pengukuran Timer ... 50

4.5. Analisa Perhitungan ... 53

1. Analisa Perhitungan 1 jam 30 kali percobaan ... 53

2. Analisa Perhitungan 3 jam 10 kali percobaan ... 55

3. Analisa Perhitungan 6 jam 10 kali percobaan ... 57

4.6. Uraian Data Hasil Pengukuran ... 60

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan... 61

5.2. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN


(14)

xiii

Gambar 2.3 LCD Karakter 16X2 12

Gambar 2.4 Trafo Ballast 14

Gambar 2.5 Hourmeter 15

Gambar 2.6 Pin-pin ATMega 16 kemasan 40-pin 17

Gambar 2.7 Solid State Relay 22

Gambar 2.8 Buzzer 24

Gambar 3.1 Diagram Blok Sterilisator UV 25

Gambar 3.2 Diagram Alir Sterilisator UV 26

Gambar 3.3 Diagram Mekanis Sterilisator UV 27

Gambar 3.4 Skematik Power Supply 30

Gambar 3.5 Resultant Output Waveform 30

Gambar 3.6 Layout Power Supply 31

Gambar 3.7 Power Supply 32

Gambar 3.8 Skematik Minimum Sistem 34

Gambar 3.9 Layout Minimum Sistem 34

Gambar 3.10 Minimum Sistem 35

Gambar 3.11 Skematik Rangkaian Keseluruhan 36

Gambar 3.12 Screenshot Program Timer 38


(15)

xiv

Tabel 2.2 Pin Kaki LCD karakter 16X2 12

Tabel 2.3 Pin Port B 20

Tabel 2.4 Pin Port D 21

Tabel 4.1 Pengukuran timer menggunakan pembanding stopwatch dengan setting

1 jam 30 kali pengukuran 52

Tabel 4.2 Pengukuran timer menggunakan pembanding stopwatch dengan setting

3 jam 10 kali pengukuran 55

Tabel 4.3 Pengukuran timer menggunakan pembanding stopwatch dengan setting


(16)

(17)

(18)

xv

Program Vokasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Email: Cenkuxbarker@gmail.com

ABSTRAK

Rumah sakit sebagai instalasi pelayanan medis tidak mungkin lepas dari keberadaan sejumlah mikroba patogen. Keberadaan mikroba patogen tersebut dapat minimbulkan infeksi nosokomial. Di Indonesia data mengenai kejadian infeksi nosokomial masih langka, tetapi diperkirakan cukup tinggi mengingat keadaan rumah sakitdan kesehatan umum relativ belum begitu baik.

Ketika alat on maka power supply akan memberikan tegangan ke setiap blok rangkaian yang ada pada modul ini. Pada modul ini port B diatur sebagai keluaran LCD 16x2. Keluaran pada port C untuk menyalakan lampu UV melalui rangkaian driver SSR. Tegangan keluaran pada port D sebagai tombol push button. Setelah waktu tercapai maka lampu UV akan mati secara bersama-sama buzzer bunyi dan hourmeter akan berhenti mencatat life time lampu UV.

Sesuai dengan data yang di dapat untuk pengambilan data waktu 1 jam 30 kali percobaan rata-rata waktu selama 3553 detik, penyimpangan 47 detik, error 1,30%, standard deviasi 1,24 detik. Untuk pengukuran kedua 3 jam 10 kali percobaan rata-rata waktu selama 10675 detik, penyimpan 125 detik, error 1.15%, standard deviasi 0,84 detik. Untuk pengukuran ketiga 6 jam 10 kali rata-rata waktu selama 21315 detik, penyimpangan 285 detik, error 1,31%, standard deviasi 2,88 detik.


(19)

xvi

Program Vokasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Email: Cenkuxbarker@gmail.com

ABSTRACT

Hospital as installation of medical services can not be separated from the existence of a number of pathogenic microbes. The presence of microbial pathogens may cause nosocomial infections are still scarce, but predicted quite high given the state of hospitals and public health is not so good relative

When the device is on, then power supply will provide voltage to each series block contained in the module. In this module port B is set as output 16x2 LCD. Port C to turn on the UV lamp through SSR driver circuit. The output voltage on port D as a push button. After the time is up, then the UV lamp will die together buzzer sounds and hour meter will stop record UV lamp life time.

According to the data obtained for data retrieval time of 1 hour and 30 times the average experiment over 3553 seconds, 47 seconds storage, error of 1,30%, a standard deviation of 1,24 seconds. For the second measurement 3 hours and 10 times the average experiment for 10675 seconds, 125 seconds deviation, error 1,15%, standard deviation of 0,84 seconds. For the third measurement 6 hours 10 times the average time for 21315 seconds, 285 seconds deviation, error 1,31%, standard deviation of 2,88 seconds.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Rumah sakit sebagai instalasi pelayanan medis tidak mungkin lepas dari keberadaan sejumlah mikroba patogen. Keberadaan mikroba patogen tersebut dapat minimbulkan infeksi nosokomial. Di Indonesia data mengenai kejadian infeksi nosokomial masih langka, tetapi diperkirakan cukup tinggi mengingat keadaan rumah sakitdan kesehatan umum relatif belum begitu baik.

Pengertian sterilisator menurut kemenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit adalah supaya untuk menghilangkan semua mikroorganisme dengan cara ultraviolet dan kimiawi. Salah satu upaya untuk menekan angka kuman atau

mikroorganisme di udara dalam ruangan dengan cara sterilisator ruangan.

Sterilisator yang aman dan mudah untuk dilakukan adalah menggunakan sinar ultraviolet. Sterilisator menggunakan sinar ultra violet ini sering dilakukan di seluruh rumah sakit. Waktu yang digunakan untuk penyinaran di hitung dari luas ruangan tersebut. Proses tersebut diaplikasikan pada rumah sakit berskala besar maupun rumah sakit di daerah. Proses

sterilisator tersebut menggunakan lampu ultraviolet.

Sterilisator UV yang biasa digunakan sekarang ini masih manual masih menggunakan timer manual sebagai lama waktu penyinaran. Oleh karena itu alat tersebut memiliki kekurangan yaitu masih menggunakan


(21)

timer manual sebagai lama waktu penyinaran. Alat penseterilisasi ruangan menggunakan lampu ultraviolet, karena ultraviolet mempunyai radiasi yang sangat besar. Pengoperasian alat sterilisator sekarang ini masih manual. Manual disini diartikan bahwa pengguna mengoperasikan alat masih berada di dalam ruangan, pengguna akan keluar ruangan setelah keadaan lampu benar-benar sudah menyala. Pengoperasian lampu sterilisator yang sudah ada belum bisa mengetahui berapa lama lampu sterilisator menyala, karena cuma menggunakan timer manual sebagai lama waktu penyinaran. Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penulis akan membuat alat dengan cara menggunakan microcontroller sebagai timer dan penampilan waktunya yang di tampilkan ke LCD 16x2 supaya petugas mudah dalam penggunaanya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka penulis ingin membuat alat UV sterilisator dengan standar yang sudah ada dengan menambahkan pemilihan timer secara otomatis dengan tujuan supaya ruang operasi tetap steril.

1.3. Batasan Masalah

Agar dalam pembahasan alat ini tidak terjadi pelebaran masalah dalam penyajiannya, penulis membatasi pokok-pokok batasan yang akan dibahas yaitu :

1. Lampu UV 4 buah dengan masing-masing watt 30 watt setiap lampunya. 2. Persiapan delay selama 5 menit.


(22)

3. Durasi waktu penyinaran 1 jam, 3 jam dan 6 jam.

4. Menggunakan hourmeter analog.

5. Microcontroller yang digunakan adalah ATMega 16. 1.4. Tujuan

1.4.1.Tujuan Umum

Tujuan umum dari pembuatan tugas akhir ini adalah membuat dan membangun UV sterilisator ruangan dilengkapi microcontroller

ATMega 16.

1.4.2.Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari pembuatan tugas akhir yang berjudul sterilisasi UV berbasis microcontroller ATMega 16 ini adalah :

a. Merancang rangkaian driver lampu

b. Merancang rangkaian display LCD

c. Merancang rangkaian buzzer.

d. Merancang rangkaian timer.

e. Merancang rangkaian microcontroller ATMega 16 dan programnya

1.5. Manfaat 1.5.1.Teoritis

a. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan di bidang alat-alat kesehatan, terutama alat UV sterilisator ruangan.


(23)

1.5.2.Praktis

Dengan adanya alat ini diharapkan dapat memudahkan pengguna dalam melakukan pekerjaanya dan dapat menyelesaikan tugas fungsionalnya dengan cepat, efisien dan akurat.

1.6. Metodelogi penelitian

Dalam penyusunan karya tulis ini, metode yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

1. Studi literatur, mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi ini dapat dicari dari buku, jurnal artikel laporan penelitian, dan situs-situs internet.

2. Studi lapangan perencanaan pembuatan alat dengan bantuan informasi yang didapat pada studi literatur dan studi lapangan.

3. Membuat modul sterilisator UV berbasis microcontroller ATMega 16. 4. Uji fungsi dan juga pendataan.

5. Analisa data, membandingkan antara hasil yang diperoleh dari uji coba modul dengan perhitungan secara teori.

6. Penyusunan laporan, membuat Tugas Akhir yang merupakan hasil studi literatur dan pendataan serta pengujian dari modul yang dibuat


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

Auliah Hapsari Ayu N (2013) telah membuat modifikasi sterilisator

ruangan dilengkapi dengan timer otomatis dan hourmeter. Prinsip kerjanya menggunakan potensio selektor sebagai pengendali waktunya dan menggunakan sevent segment sebagai penampil waktunya. Kelebihan alat pilihan waktu penyinaran yang banyak. Kekurangan alat penampil waktu masih menggunakan sevent segment dan mengatur waktunya masih menggunakan potensio selektor.

Linda Parwati (2014) telah membuat sebuah alat UV sterilisator

berbasis microcontroller ATMega 8535. Prisip kerja dari alat tersebut lampu UV di tempatkan di kotak menggunakan 2 buah lampu dan dengan sistem udara ruangan di blower menggunakan kipas sebagai blowernya. Kelebihan alat bisa dilakukan walaupun banyak orang. Kekurangan alat kurang efektif dalam membunuh kuman atau bakteri.

Sterilisasi UV yang ada di pasaran type GEA masih menggunakan

timer manual dan hourmeter. karena ultraviolet mempunyai radiasi yang sangat besar. Kelebihan alat bisa di atur waktunya walaupun hitungan menit soalnya menggunakan timer manual. Kekurangan alat pengoprasian alat

sterilisasi masih manual. Manual disini diartikan bahwa petugas mengoperasikan alat masih berada di dalam ruangan, petugas akan keluar ruangan setelah keadaan lampu benar-benar sudah menyala. Pengoperasian


(25)

lampu sterilisasi yang sudah ada belum bisa mengetahui berapa lama lampu

sterilisasi menyala, karena cuma menggunakan timer manual sebagai lama waktu penyinaran.

2.2. Prinsip Dasar

UVsterilisasi adalah suatu alat yang digunakan untuk mensterilisasi ruangan, terutama ruang operasi. Untuk menunjang kegiatan di ruang operasi, sangat diperlukan keadaan yang steril. Oleh sebab itu maka, setelah selesai proses operasi ruangan harus disterilisasi kembali agar ruangan tersebut tetap dalam keadan steril. UV sterilisasi biasanya terdiri atas 2-4 lampu sesuai dengan kebutuhan.

Untuk mencegah terjadinya infeksi perlu dilakukan sterilisasi

ruangan dengan menggunakan sinar ultraviolet. Sinar UV banyak digunakan sebagai media sterilisasi, karena kemampuan radiasi sinarnya mampu membunuh bakteri dan mikroorganisme terutama sinar UV C dengan panjang gelombang 253,7 nm. Mempunyai daya bunuh yang sangat efektif dibandingkan dengan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang yang lebih panjang atau lebih pendek. Sinar UV dapat merusak DNA, dengan membuat ikatan kovalen antar basa, sehingga menggagalkan proses replikasi dan transkripsi. Sinar UV dapat diserap oleh banyak molekul. Oleh karena itu sinar UV hanya efektif pada sasaran tanpa pelindung atau yang berada di permukaan sinar UV membunuh bakteri berdasarkan luas ruangan yang akan disterilkan dan jenis bakteri atau mikroorganisme.


(26)

Prinsip kerja sterilisasi UV C adalah Uap marcuri dikontakan dengan listrik maka menghasilkan energi untuk mematikan virus, bakteri dan fungsi dengan panjang gelombang 253,7 nm. (Iswanto, I., Wahyunggoro, O. & Cahyadi, A.I., 2016).

2.3. UV Lamp

UV lamp adalah cahaya yang tidak boleh dilihat oleh mata dan merupakan radiasi elektromagnetik yang berada pada kisaran panjang gelombang 1 – 4000 A. Karakteristik dari cahaya ultraviolet memberikan dampak pada kerusakan kulit dan mampu membunuh mikroorganisme di dalam sehingga perkembangannya terlambat. Cahaya UV ini ditemukan sejak tahun 1677, dan pertama kali dimanfaatkan oleh Niels Ryberg Finsen seorang peneliti Denmark untuk membunuh organisme patogen.

Selain itu UV lamp merupakan lampu gelombang ultraviolet yang memancarkan gelombang cahaya yang mempunyai panjang gelombang paling pendek dari cahaya tampak yaitu antara 100-390 nm. Sinar yang bersifat membunuh mikroorgnisme (germisida) dari lampu kabut marcuri dipancarkan secara eksklusif pada panjang gelombang 2537 satuan

Amstrong (253,7 milimikron). Ketika sinar UV melewati bahan, energi dibebaskan ke orbital elektron dalam atom konstituen. Energi yang terserap ini menyebabkan meningginya keadaan energi atom-atom dan mengubah reaktifitasnya (Chamim, A.N.N. & Iswanto, 2011). Gambar lampu UV dapat


(27)

Gambar 2.1 Lampu UV 1. Klasifikasi sinar UV :

a. UV type C = 100 – 280 nm b. UV type B = 280 – 315 nm c. UV type A = 315 – 390 nm

2. Efek fisiologis yang ditimbulkan oleh sinar UV :

a. Panjang gelombang 2400-3300 A diserap oleh lapisan superflcial epidermis.

b. Panjang gelombang 1949-2900 A diserap oleh lapisan dermis.

c. Panjang gelombang 3300-3900 A diserap oleh kapiler darah dan lapisan dermis bagian atas.

3. Beberapa efek lain yang di sebabkan sinar UV :

Reaksi erytema yaitu terjadinya bercak-bercak kemerahan pada kulit yang meliputi :

a. Vasolidatasi kapiler yang disebabkan oleh pengaruh hiatamin secara langsung.


(28)

b. Vasolidatasi arteriola yang disebabkan adanya axon-axon reflek, yaitu reseptor dan afektor pada arteriola.

c. Exedute (cairan nanah) lokal atau Oedema (bengkak) lokal yang disebabkan oleh kenaikan permeabilitas dinding kapiler.

d. Penebalan epidermis yaitu terjadinya penebalan pada kulit terluar dari tubuh.

e. Pengelupasan kulit (Desquamation). f. Pigmentasi dan pembunuh bakteri. g. Pembentukan vitamin D.

h. General ton IC efek yaitu peregangan pada otot. 2.4. Penentuan Lama Waktu Penyinaran

Gambar kurva penyinaran lampu UV dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.


(29)

Intensitas sinar ultraviolet juga di pengaruhi oleh jarak jangkauannya. Semakin jauh jarak suatu obyek dengan lampu ultraviolet maka intensitas sinar ultraviolet yang diterima pun semakin kecil. Intensitas dan jarak lampu digambarkan dalam kurva diatas. Dari kurva tersebut dibaca kekuatan lampu UV pada jarak 90 cm adalah 180 watt/cm2. Pada jarak 180 cm adalah 83 watt/cm2 dan pada jarak 270 cm adalah 30 watt/cm2. Sebelum melakukan desinfeksi ruangan dengan sinar ultraviolet perlu diperhitungkan adalah sebagai berikut :

a. Luas ruangan yang akan disterilkan adalah : 6x6 m persegi.

b. Lampu UV di letakan ditengah ruangan yaitu pada posisi 3m x 3m. c. Kekuatan sinar UV sesuai kurva adalah kurang lebih 20 watt/cm2

sampai 30 nwatt/cm2.

Bakteri akan dimatikan sampai pada mycobacterium tuberculosis. Dimana bakteri tersebut akan mati dengan UV sebesar 120 watt menit/cm2

maka penyinaran yang harus dilakukan adalah : 120 watt menit/cm2 : 20 watt/cm2 = 1 jam--- 6 jam. Berikut tabel penyinaran UV berdasarkan

macam-macam bakteri. Lama penyinaran sinar UV berdasarkan ruangan dengan ukuran 6x6 m dalam satuan waktu (jam). Tabel daya bunuh sinar ultraviolet terhadap jenis bakteri dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(30)

Tabel 2.1 Daya bunuh sinar ultraviolet terhadap jenis bakteri Jenis bakteri UV Ray (W/menit/cm2)

untuk membunuh bakteri

Gram negative bacterium

-Geneus proteus -Shigella dysenteriae -Shigella flexneri -Salmonela typhi -Genus esehorecha 63 bakteri 71 bakteri 72 bakteri 74 bakteri 90 bakteri

Gram positive bacterium

-Streptococcus hemolyticus (A) -Staph.albus

-staph.aureus

-Streptococcus hemolyticus (B) -Enterococci

-Bacillus mescentericus

-Bacillus mescentericus (spore) -Bacillus subtilis

-Bacillus subtilis (spore) -Mycobacterium tuberculosis 124 bakteri 151 bakteri 155 bakteri 176 bakteri 248 bakteri 299 bakteri 468 bakteri 360 bakteri 554 bakteri 250 bakteri

2.5. LCD Karakter

LCD karakter adalah sebuah display dot matriks yang difungsikan untuk menampilkan tampilan berupa angka atau huruf sesuai dengan yang diinginkan (sesuai dengan program yang digunakan untuk mengontrolnya). Modul LCD karakter dapat dengan mudah dihubungkan dengan mikrokontroller seperti ATmega 16. LCD yang akan digunakan ini mempunyai tampilan 2 baris 16 kolom atau biasa disebut sebagai LCD karakter 16x2, dengan 16 pin konektor. Gambar LCD karakter 16x2 dan tabel pin kaki LCD 16x2. Dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan Tabel 2.2.


(31)

Gambar 2.3 LCD Karakter 16x2

Tabel 2.2 Pin Kaki LCD 16x2

PIN NAMA FUNGSI

1 VSS Ground Voltage

2 Vcc +5V

3 VEE Contrast Voltage

4 RS

Register Select 0 = intructian regist Er

1 = data Register

5 R/W

Read/Write 0 = Write Mode

1 = read Mode

6 E

Enable

Start to lacht data to LCD character 1 = disable

7 DB0 LSB

8 DB1 -

9 DB2 -

10 DB3 -

11 DB4 -

12 DB5 -

13 DB6 -

14 DB7 MSB

15 BPL Back Plane Light


(32)

Jalur EN dinamakan enable. Jalur ini digunakan untuk memberitahu LCD sedang mengirimkan sebuah data. Untuk mengirimkan data ke LCD, maka melalui program EN harus dibuat logika low (0) dan diatur pada dua jalur kontrol yang lain RS dan RW. Ketika dua jalur yang lain telah siap mengirim EN dengan logika (1) dan tunggu untuk sejumlah waktu tertentu (sesuai dengan datasheet dari LCD tersebut) dan berikutnya mengatur EN ke logika low (0) lagi.

Jalur RS adalah jalur register select. Ketika RS berlogika low (0), data akan dianggap sebagai sebuah perintah atau intruksi khusu (seperti clean screen, posisi cursor dll). Ketika RS berlogika high (1), data yang dikirim adalah data teks yang akan ditampilkan pada tampilan LCD. Sebagai contoh untuk menampilkan huruf “I” pada layar LCD maka RS di beri logika high (1) (Chamim, A.N.N., Ahmadi, D. & Iswanto, 2016).

2.6. Trafo Ballast

Ballast yang digunakan dalam lampu fluorescent dari indikator yang dihubungkan seri dengan salah satu elektroda. Ballast berfungsi membatasi arus apabila lampu menyala normal. Kontruksi ballast harus efisien, sederhana, tidak membawa dampak terhadap umur lampu. Beberapa kelebihan dari ballast elektronik ini antara lain adalah :

a. Meningkatkan efisiensi dari rangkaian sehingga dapat mengurangi loss yang ditimbulkan dari ballast.


(33)

b. Mengurangi berat total pada lampu sehingga lampu lebih ekonomis.

c. Menghilangkan fenomena lampu berkedip. d. Mengurangi harmonisasi pada arus.

e. Mempu mengontrol tegangan dan arus dengan akurat.

Gambar 2.4 Trafo Ballast

2.7. Hourmeter

Hourmeter adalah satu penghitung waktu yang menggunakan tegangan 220 volt AC sebagai supply kerja. Dalam komponen ini terdapat satuan hitung yang menghitung 16 sampai 99999,99 jam. Hourmeter digunakan untuk menunjukan jumlah lama pemakaian lampu terapi (life time). Gambar hourmeter dapat dilihat pada Gambar 2.5.


(34)

Gambar 2.5 Hourmeter 2.8. IC Microcontroller ATMega 16

Arsitektur ATMega 16 :

1. Saluran IO sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C dan Port D

2. ADC 10 bit sebanyak 8 Channel 3. Tiga buah timer / counter 4. 32 register

5. Watchdog Timer dengan oscilator internal 6. SRAM sebanyak 512 byte

7. Memori Flash sebesar 8 kb

8. Sumber Interrupt internal dan eksternal 9. Port SPI (Serial Pheriperal Interface) 10. EEPROM on board sebanyak 512 byte 11. Komparator analog


(35)

12. Port USART (Universal Shynchronous Ashynchronous Receiver Transmitter)

Fitur ATMega 16 :

1. Sistem processor 8 bit berbasis RISC dengan kecepatan maksimal 16 MHz.

2. Ukuran memory flash 8KB, SRAM sebesar 512 byte, EEPROM sebesar 512 byte.

3. ADC internal dengan resolusi 10 bit sebanyak 8 channel

4. Port komunikasi serial USART dengan kecepatan maksimal 2.5 Mbps 5. Mode Sleep untuk penghematan penggunaan daya listrik.

Penjelasan ATMega 16 :

1. Flash adalah suatu jenis Read Only Memory yang biasanya diisi dengan program hasil buatan manusia yang harus dijalankan oleh microcontroller.

2. RAM (Random Acces Memory) merupakan memori yang membantu CPU untuk penyimpanan data sementara dan pengolahan data ketika program sedang running.

3. EEPROM (Electrically Erasable Programmable Read Only Memory) adalah memori untuk penyimpanan data secara permanen oleh program yang sedang running.


(36)

4. Port I/O adalah kaki untuk jalur keluar atau masuk sinyal sebagai hasil keluaran ataupun masukan bagi program Timer adalah modul dalam hardware yang bekerja untuk menghitung waktu/pulsa.

5. UART (Universal Asynchronous Receive Transmit) adalah jalur komunikasi data khusus secara serial asynchronous.

6. PWM (Pulse Width Modulation) adalah fasilitas untuk membuat modulasi pulsa.

7. ADC (Analog to Digital Converter) adalah fasilitas untuk dapat menerima sinyal analog dalam range tertentu untuk kemudian dikonversi menjadi suatu nilai digital dalam range tertentu.

8. SPI (Serial Peripheral Interface) adalah jalur komunikasi data khusus secara serial secara serial synchronous.

9. ISP (In System Programming) adalah kemampuan khusus microcontroller untuk dapat diprogram langsung dalam sistem rangkaiannya dengan membutuhkan jumlah pin yang minimal.


(37)

10. Pin-pin pada ATMega16 dengan kemasan 40-pin DIP (dual in-line package) ditunjukkan oleh Gambar 2.6. Guna memaksimalkan performa, AVR menggunakan arsitektur Harvard ( dengan memori dan bus terpisah untuk program dan data ).

Konfigurasi Pin ATMega 16

1. VCC merupakan Pin yang berfungsi sebagai pin masukan catudaya. 2. GND merupakan Pin Ground.

3. Port A (PA0...PA7) merupakan pin I/O dan pin masukan ADC.

4. Port B (PB0...PB7) merupakan pin I/O dan pin yang mempunyai fungsi khusus yaitu Timer/Counter, komparator Analog dan SPI

5. Port C (PC0...PC7) merupakan port I/O dan pin yang mempunyai fungsi khusus, yaitu komparator analog dan Timer Oscillator.

6. Port D (PD0...PD1) merupakan port I/O dan pin fungsi khusus yaitu komparator analog dan interrupt eksternal serta komunikasi serial. 7. RESET merupakan pin yang digunakan untuk mengatur ulang

microcontroller.

8. XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan clock external. 9. AVCC merupakan pin masukan untuk tegangan ADC.


(38)

Keterangan PIN ATMega16 1. Port A

Merupakan 8-bit directional port I/O. Setiap pinnya dapat menyediakan internal pull-up resistor (dapat diatur per bit). Output buffer Port A dapat memberi arus 20 mA dan dapat mengendalikan display LCD secara langsung. Data Direction Register port A (DDRA) harus diatur terlebih dahulu sebelum Port A digunakan. Bit-bit DDRA diisi 0 jika ingin memfungsikan pin-pin port A yang bersesuaian sebagai input, atau diisi 1 jika sebagai output. Selain itu, kedelapan pin port A juga digunakan untuk masukan sinyal analog bagi A/D converter.

2. Port B

Merupakan 8-bit directional port I/O. Setiap pin dapat menyediakan internal pull-up resistor (dapat diatur per bit). Output buffer Port B dapat memberi arus 20 mA dan dapat mengendalikan display diatur LCD secara langsung. Data Direction Register port B (DDRB) harus diatur terlebih dahulu sebelum Port B digunakan. Bit-bit DDRB diisi 0 jika ingin memfungsikan pin-pin port B yang bersesuaian sebagai input, atau diisi 1 jika sebagai output. Pin-pin port B juga memiliki untuk fungsi-fungsi alternatif khusus seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.3.


(39)

Tabel 2.3 Pin Port B

Port Pin Fungsi Khusus

PB0 T0 = timer/counter 0 external counter input PB1 T1 = timer/counter 0 external counter input PB2 AIN0 = analog comparator positive input PB3 AIN1 = analog comparator negative input PB4 SS = SPI slave select input

PB5 MOSI = SPI bus master output / slave input PB6 MISO = SPI bus master input / slave output PB7 SCK = SPI bus serial clock

3. Port C

Merupakan 8-bit directional port I/O. Setiap pinnya dapat menyediakan internal pull-up resistor (dapat diatur per bit). Output buffer Port C dapat memberi arus 20 mA dan dapat mengendalikan display diatur LCD secara langsung. Data Direction Register port C (DDRC) harus diatur terlebih dahulu sebelum Port C digunakan. Bit-bit DDRC diisi 0 jika ingin memfungsikan pin-pin port C yang bersesuaian sebagai input, atau diisi 1 jika sebagai output. Selain itu, dua pin port C (PC6 dan PC7) juga memiliki fungsi alternatif sebagai oscillator untuk timer/counter 2.


(40)

4. Port D

Merupakan 8-bit directional port I/O. Setiap pinnya dapat menyediakan internal pull-up resistor (dapat diatur per bit). Output buffer Port D dapat memberi arus 20 mA dan dapat mengendalikan display LED secara langsung. Data Direction Register port D (DDRD) harus disetting terlebih dahulu sebelum Port D digunakan. Bit-bit DDRD diisi 0 jika ingin memfungsikan pin-pin port D yang bersesuaian sebagai input, atau diisi 1 jika sebagai output. Selain itu, pin-pin port D juga memiliki untuk fungsi-fungsi alternatif khusus seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.4. (Iswanto & Raharja, N.M., 2015. Mikrokontroller)

Tabel 2.4 Pin Port D

Port Pin Fungsi Khusus

PD0 RDX (UART input line) PD1 TDX (UART output line)

PD2 INT0 ( external interrupt 0 input ) PD3 INT1 ( external interrupt 1 input )

PD4 OC1B (Timer/Counter1 output compareB match output) PD5 OC1A (Timer/Counter1 output compareA match output) PD6 ICP (Timer/Counter1 input capture pin)


(41)

2.9. Solid State Relay

Fungsi solid state relay sebenarnya sama saja dengan relay elektromekanik yaitu sebagai saklar elektronik yang biasa digunakan atau diaplikasikan di industri-industri sebagai device pengendali. Namun relay elektromekanik memiliki banyak keterbatasan bila dibandingkan dengan solid state relay, salah satunya seperti siklus hidup kontak yang terbatas, mengambil banyak ruang, dan besarnya daya kontaktor relay.

Perangkat solid state relay dengan semikonduktor modern yang menggunakan SCR, TRIAC, atau output transistor sebagai pengganti saklar kontak mekanik. Output device (SCR, TRIAC, atau transistor) adalah optikal yang digabungkan sumber cahaya LED yang berada dalam relay. Relay akan dihidupkan dengan energi LED ini, biasanya dengan tegangan power DC yang rendah. Isolasi optik antara input dan output inilah yang menjadi kelebihan yang ditawarkan oleh solid state relay bila dibanding relay elektromekanik. Gambar solid state relay dapat dilihat pada Gambar 2.7.


(42)

Solid state relay itu juga berarti relay yang tidak mempunyai bagian yang bergerak sehingga tidak terjadi aus. Solid state relay juga mampu menghidupkan dan mematikan dengan waktu yang jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan relay elektromekanik. Juga tidak ada pemicu percikanapi antar kontak sehingga tidak ada masalah korosi kontak.

Salah satu keuntungan atau kelebihan yang signifikan dari solid state relay SCR dan TRIAC adalah kecenderungan secara alami untuk membuka sirkuit AC hanya pada titik nol arus beban. Karena SCR dan TRIAC adalah thyristor, dengan sifat hysteresisnya mereka mempertahankan kontinuitas sirkuit setelah LED de-energized sampai saat AC turun dibawah nilai ambang batas (holding current), artinya adalah rangkaian tidak akan pernah terputus ditengah-tengah puncak gelombang sinus. Waktu pemutusan seperti yang ada dalam rangkaian yang mengandung induktansi besar biasanya akan menghasilkan lonjakan tegangan besar karena runtuhnya medan magnet secara tiba-tiba di sekitar induktansi. Hal seperti ini tidak akan terjadi saat pemutusan dilakukan oleh sebuah SCR atau TRIAC. Kelebihan fitur ini disebut zero-crossover (switching. Iswanto, I. & Setiawan, R.D., 2013.)

2.10. Buzzer

Buzzer adalah sebuah komponen elektronika yang berfungsi untuk megubah getaran listrik menjadi getaran suara. Pada dasarnya prinsip kerja buzzer hampir sama dengan loud speaker, jadi buzzer juga terdiri dari kumpara yang terpasang pada diafragma dan kemudian kumparan tersebut


(43)

dialiri arus sehingga menjadi elektromagnet, kumparan tersebut akan tertarik ke dalam atau ke luar, tergantung dari arah arus dan polaritas magnetnya, karena kumparan dipasang pada diafragma maka setiap gerakan kumparan. Akan menggerakkan diafragma secara bolak-balik sehingga membuat udara bergetar yang akan menghasilkan suara. Frekuensi suara yang dikeluarkan oleh buzzer yaitu antara 1.5 KHz. Gambar buzzer dapat dilihat pada Gambar 2.8.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Diagram Blok Sterilisator UV

1,3,6 jam

Gambar 3.1 Diagram Blok sterilisator UV

Tombol ON/OFF digunakan untuk menghidupkan atau mematikan. Timer ditentukan menggunakan tombol timer dengan pilihan waktu sterilisator selama 1 jam, 3 jam dan 6 jam. Timer persiapan waktu sudah ditentukan oleh microcontroller selama 5 menit. Timer ditampilkan dengan LCD 16x2. Kemudian tekan tombol START untuk memulai sterilisator. Microcontroller akan mengirimkan data untuk mengaktifkan driver agar menyalakan lampu UV dan hourmeter. Timer akan menghitung counter

25 Microco ntroller ATMeg a 16 Program LCD RESET STAR Driver Buzzer Buzzer Driver

Lampu Lampu On


(45)

down dan hourmeter menghitung counter up saat waktu habis lampu UV mati, hourmeter juga berhenti berjalan dan buzzer akan bunyi.

3.2. Blok Diagram AlirSterilisator UV

Gambar 3.2. Diagram Alir sterilisator UV Start

Inisialisasi LCD

Setting Timer

Lampu On Hourmeter On

Waktu Tercapai

Buzzer On

NO Lampu Off

Hourmeter Off

End YES

YES

Ulangi Penyinaran NO


(46)

Pertama tekan STAR proses inisialisasi dilakukan pembacaan. Setelah itu lakukan pemilihan setting timer untuk lama sterilisator dengan menekan tombol 1 jam, 3 jam dan 6 jam. Persiapan waktu berjalan selama 5 menit. Lalu lampu akan menyala bersamaan dengan timer akan bekerja mengcounter down dan hourmeter akan bekerja mengcounter up jika waktu masih berjalan belum tercapai kembali lagi lampu tetap on hourmeter on NO. Jika timer waktu sudah habis maka waktu tercapai YES buzzer akan bunyi lampu off hourmeter off. Jika akan dilakukan penyinaran lagi maka kembali ke pengaturan timer NO, jika tidak proses selesai. Untuk diagram alir sterilisator UV berbasis microcontroller ATMega 16.

3.3. Diagram Mekanis

Gambar 3.3 Diagram Mekanis sterilisator UV Tombol

SWITCH

Tombol

1 Tombol

3

Tombol 6

Tombol star

LCD 16x2 Lampu indikator

Hour meter

Lampu UV

Tombol reset


(47)

1. Tombol kotak merah di sebelah kiri adalah tombol SWITCH 2. Lampu merah adalah lampu indikator

3. Tombol kotak kecil ada 5 warna adalah :  Biru 1 = tombol 1 jam

 Biru 2 = tombol 3 jam  Biru 3 = tombol 6 jam  Putih tombol star  Hitam tombol reset

4. Kotak persegi panjang warna hijau adalah LCD display 5. Kotak besar adalah hourmeter

Alat sterilisator UV mempunyai 4 lampu dan dilengkapi dengan timer, delay timer dan hourmeter. Setting timer terdiri atas 1 jam, 3 jam dan 6 jam. Delay timer nya selama 5 menit. Selain itu pada modul terdapat sklar tegangan PLN menuju catu daya, saat On ditekan (alat dalam keadaan terbuka) maka tegangan PLN akan masuk ke catu daya, kemudian masuk ke seluruh rangkaian dan driver sedangkan saat Off ditekan maka catu daya tidak akan mendapat tegangan. Dan display sebagai penampil lamanya waktu penyinaran tidak menyala.


(48)

3.4. Perakitan Rangkaian Power supply

1. Alat

a. Papan PCB b. Solder

c. Timah / tinol d. Penyedot timah e. Bor PCB f. Pelarut PCB 2. Bahan

a. Travo 2 A CT b. Kapasitor 470 µf (2)

c. Kapasitor non polar 104 (2) d. IC regulator 7805

e. Dioda 1N5392 (2) f. Pin sisir

g. T-blok

3. Langkah Perakitan

a. Rangkai skematik rangkaian power supply dengan mengunakan aplikasi pada laptop, aplikasi yang digunakan pada pembuatan modul ini adalah proteus. Untuk gambar skematik rangkaian power supply pada aplikasi dapat dilihat pada Gambar 3.4.


(49)

Gambar 3.4 Skematik Rangkaian Power Supply

Power suplly yang saya gunakan menggunakan dua dioda. Kedua dioda yang masing-masing berfungsi sebagai penyearah gelombang penuh dapat bekerja secara bergantian. Satu dioda menyearahkan siklus positif dari lilitan atas dan satu dioda lagi kemudian gentian menyearahkan siklus positif dari lilitan bawah dari transformator TC. (Prasetya, D.B., Iswanto & Sadad, R.T.A., 2010).


(50)

Output yang dihasilkan dari kedua dioda merupakan sinyal gelombang penuh yang lebih rapat dari pada setengah gelombang menyebabkan riak (ripple) yang ada pada output tegangan DC menjadi lebih kecil. Yang dihasilkan dari output penyearan gelombang penuh menjadi lebih halusdan lebih stabil dari pada penyearah setengah gelombang.

b. Setelah skematik rangkaian jadi, tahap selanjutnya membuat lay out nya dan disablon ke papan pcb. Untuk gambar lay out power supply pada papan pcb dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Lay out Power Supply

c. Rakit komponen yang dibutuhkan dengan menggunakan solder.

d. Gambar Power supply untuk gambar power supply dapat dilihat pada Gambar 3.7.


(51)

Gambar 3.7 Power supply

Rangkaian power supply pada modul ini berfungsi sebagai supply tegangan ke semua rangkain yang menggunakan tegangan DC. Prinsip kerja power supply adalah mengubah tegangan AC menjadi tegangan DC dengan menggunakan transformator sebagai penurun tegangan dan dioda sebagai komponen yang berfungsi sebagai penyearah tegangan. Pada modul ini power supply akan mengubah tagangan AC menjadi DC sebesar 5 VDC dengan mengunakan IC regulator 7805. Adapun tegangan 5 VDC digunakan untuk untuk supply ke minimum sistem.


(52)

1.5. Perakitan Rangkaian Minimum Sistem 1. Alat

a. Papan PCB b. Solder

c. Timah / tinol d. Penyedot timah e. Bor PCB f. Pelarut PCB 2. Komponen

a. IC ATMega 16 + soket b. Crystal 1 MHZ

c. Resistor variable d. Resistor 10 k e. Kapasitor 22 Pf f. Kapasitor 100 nF g. Push button h. Transistor BC547 i. IC regulator 7805 3. Langkah perakitan

a. Rangkai skematik rangkaian minimum sistem dengan mengunakan aplikasi pada laptop, aplikasi yang digunakan pada pembuatan modul ini adalah proteus. Untuk Gambar skematik rangkaian minimum sistem pada aplikasi dapat dilihat pada Gambar 3.8.


(53)

Gambar 3.8 Skematik Minimum Sistem

b. Setelah skematik rangkaian jadi, tahap selanjutnya membuat lay out nya dan disablon ke papan PCB. Untuk gambar lay out minimum sistem pada papan PCB dapat dilihat pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Layout Rangkaian Minimum Sistem c. Rakit komponen yang dibutuhkan dengan menggunakan solder.


(54)

d. Gambar Minimum Sistem untuk Gambar minimum sistem dapat dilihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Minimum Sistem

Rangkaian minimum sistem pada modul ini berfungsi sebgai kontrol kerja modul secara keseluruhan. Cara kerja rangkaian minimum sistem ini dengan memanfaatkan kapasitas penyimpanan yang dimiliki oleh IC ATMega 16. Pada IC ATMega 16 ini diberi program yang akan mengontrol sistem kerja modul secara keseluruhan. Adapun program yang digunakan pada modul ini adalah ADC sebagai pembaca tegangan dari program timer sebagai pengendali waktu pada modul.


(55)

1.6. Perakitan Rangkaian Skematik Keseluruhan

Untuk rangkaian skematik keseluruhan bisa dilihat pada Gambar 3.11 dibawah ini.


(56)

Prinsip kerja rangkaian skematik keseluruhan pada modul ini adalah dari power supply memberikan tegangan 5 VDC ke rangkaian minimum sistem. Rangkaian minimum sistem dengan memanfaatkan kapasitas penyimpanan yang dimiliki oleh IC ATMega 16. Pada IC ATMega 16 ini diberi program yang akan mengontrol sistem kerja modul secara keseluruhan. Port B digunakan untuk keluaran LCD 16X2 yang berfungsi untuk menampilkan karakter maupun huruf. Port C pada pada rangkaian skematik keseluruhan pada modul ini digunakan untuk keluaran buzzer dan driver SSR (solid state relay) pada kaki 0 untuk keluaran buzzer sedangkan kaki 1 untuk keluaran driver SSR (solid state relay) Port D pada pada rangkaian skematik keseluruhan pada modul ini digunakan untuk tombol push button dari kaki 0 sampai kaki 3. Kaki 0 adalah tombol 1 jam, kaki 1 adalah tombol 3 jam, kaki 2 tombol 3 jam sedangkan kaki 3 sebagai tombol enter/star. Dan reset digunakan untuk mengulang program pada modul ini. (Iswanto, I., Wahyunggoro, O. & Cahyadi, A.I., 2016)

3.7. Pembuatan Program Timer

Untuk pembuatan program pada modul ini menggunakan aplikasi AVR dengan bahasa C. Program yang digunakan ialah program timer sebagai kontrol waktu untuk lama penyinaran. Berikut adalah Gambar 3.12 program yang digunakan:


(57)

(58)

Gambar 3.12 Screenshot Program Timer (lanjutan).


(59)

(60)

(61)

Gambar 3.12 Screenshot Program Timer (lanjutan).


(62)

Gambar 3.12 Screenshot Program Timer (lanjutan).


(63)

Gambar 3.12 Screenshot Program Timer (lanjutan).


(64)

Gambar 3.12 Screenshot Program Timer (lanjutan). 3.8. Perancangan Pengujian

Pada analisa rancangan ada parameter yang akan diujikan yaitu timer apakah rancangan sudah sesuai dengan kondisi yang diinginkan atau belum. Pengujian direncanakan akan dilakukan pengambilan data setiap 1 jam dengan 30 kali pengujian, 3 jam 10 kali pengujian dan 6 jam 10 pengujian. Pada modul ini terdapat parameter yang akan diuji yaitu lama waktu penyinaran.

Timer/counter adalah fasilitas dari ATMega16 yang digunakan untuk perhitungan pewaktuan. Pengujian timer ini bertujuan untuk memastikan bahwa timer sudah berfungsi dengan baik. Fungsi dari timer sendiri yaitu untuk mengatur lamanya waktu yang yang akan digunakan


(65)

dalam proses penyinaran. Pengujian timer dilakukan dengan cara melakukan perbandingan dengan stopwatch. Setiap 1 jam, 3 jam dan 6 jam dilihat data jam dan menit apakah sama dengan stopwatch. Pengujian timer dilakukan sebanyak masing-masing 1 jam 30 kali pengujian sedangkan 3 jam dan 6 jam masing-masing 10 kali pengujian.

3.9. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian eksperimental, artinya meneliti, mencari, menjelaskan, dan membuat suatu instrument dimana instrument ini dapat langsung dipergunakan oleh pengguna. Variabel yang diteliti dan diamati pada alat bantu sterilisator UV berbasis microcontroller ATMega 16 ini adalah lama waktu penyinaran pada lampu UV.

3.10. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Sebagai variabel bebas adalah objek (ruangan) dengan udara yang di sterilkan dari bakter atau kuman.

2. Variabel Tergantung

Sebagai variabel tergantung pada alat ini adalah lama waktu penyinaran.


(66)

3. Variabel Terkendali

Sebagai variabel terkendali yaitu lama waktu penyinaran pada lampu UV.

3.11. Definisi Oprasional

Dalam kegiatan operasionalnya, varaiabel-variabel yang digunakan dalam perencanaan pembuatan modul, baik variabel terkendali, tergantung dan bebas memiliki fungsi-fungsi antara lain :

 Lampu UV digunakan sebagai sterilisasi.

3.12. Sistematika Pengukuran

1. Rata-rata

Rata–rata adalah nilai atau hasil pembagian dari jumlah data yang diambil atau diukur dengan banyaknya pengambilan data atau banyaknya pengukuran.

... (3.1) Dengan :

∑ : Jumlah X sebanyak i n : Banyak data

̅ : Rata-rata = ∑ �


(67)

2. Simpangan Error %

Simpangan adalah selisih dari rata–rata nilai harga yang dikehendaki dengan nilai yang diukur. Berikut rumus dari simpangan:

... (3.2) Dengan :

X : Data x ̅ : Rata-rata

3. Presentase Error (%)

Error (kesalahan) adalah selisih antara mean terhadap masing-masing data. Rumus error adalah :

... (3.3) Dengan :

Error : Besaran simpangan / nilai error dalam% X : Data x

̅ : Rata-rata

4. Standart deviasi (SD)

Standart deviasi adalah suatu nilai yang menunujukan tingkat (derajat) variasi kelompok data atau ukuran standart penyimpangan dari meannya. Rumus standart deviasi (SD) adalah :

Simpangan = x-


(68)

... (3.4) Dengan :

SD : Standart devisiasi X : Data x

̅ : Rata-rata n : Banyak data 5. Ketidakpastian (Ua)

Ketidakpastian adalah kesangsian yang muncul pada tiap hasil. Atau pengukuran biasa disebut, sebagai kepresisian data satu dengan data yang lain. Rumus dari ketidakpastian adalah sebagai berikut :

... (3.5) Dengan :

Ua : Ketidakpastian SD : Standar Devisiasi n : banyak data

Ua =��

SD = ∑�� ⬚ �


(69)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Spesifikasi Alat

Nama Alat : Sterilisator UV berbasis microcontroller ATMega16 Tegangan : 220 V

Daya Setiap Lampu : 30 watt x 4 lampu Daya Total : 120 Watt

4.2. Gambar Alat

Untuk Gambar alat dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini:

Gambar 4.1 Modul Alat Tugas Akhir


(70)

4.3. Cara Kerja Alat

Ketika alat on maka power supply akan memberikan tegangan ke setiap blok rangkaian yang ada pada modul ini. Rangkaian minimum sistem mendapat supply tegangan 5 VDC yang masuk ke ADC akan diproses untuk dikeluarkan pada port yang telah ditentukan. Pada modul ini port B diatur sebagai keluaran dari rangkaian minimum sistem ke LCD 16X2. Keluaran pada port C akan digunakan sebagai triger untuk menyalakan lampu UV melalui rangkaian driver SSR (solid state relay) dan buzzer. Tegangan keluaran pada port D yang digunakan sebagai tombol push button untuk menentukan waktu selama 1 jam, 3 jam dan 6 jam oleh microcontroller. Setelah waktu tercapai maka lampu UV akan mati secara bersama-sama buzzer berbunyi dan hourmeter akan berhenti mencatat life time lampu UV.

4.4. Pengujian Alat Pengukuran Timer

Pengukuran timer menggunakan pembanding stopwatch, sebanyak 1 jam 30 kali percobaan, 3 jam 10 kali percobaan dan 6 jam 10 kali percobaan. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut :


(71)

Tabel 4.1 Pengukuran timer menggunakan pembanding stopwatch dengan setting waktu 1 jam.

No stopwatch /detik Timer Alat/detik Selisih/detik 1 3600 detik 3554 detik 46 detik 2 3600 detik 3552 detik 48 detik 3 3600 detik 3554 detik 46 detik 4 3600 detik 3554 detik 46 detik 5 3600 detik 3552 detik 48 detik 6 3600 detik 3553 detik 47 detik 7 3600 detik 3555 detik 45 detik 8 3600 detik 3554 detik 46 detik 9 3600 detik 3552 detik 48 detik 10 3600 detik 3554 detik 46 detik 11 3600 detik 3554 detik 46 detik 12 3600 detik 3552 detik 48 detik 13 3600 detik 3554 detik 46 detik 14 3600 detik 3554 detik 46 detik 15 3600 detik 3552 detik 48 detik 16 3600 detik 3553 detik 47 detik 17 3600 detik 3555 detik 45 detik 18 3600 detik 3554 detik 46 detik 19 3600 detik 3552 detik 48 detik 20 3600 detik 3554 detik 46 detik 21 3600 detik 3554 detik 46 detik 22 3600 detik 3552 detik 48 detik 23 3600 detik 3554 detik 46 detik 24 3600 detik 3554 detik 46 detik 25 3600 detik 3552 detik 48 detik 26 3600 detik 3553 detik 47 detik 27 3600 detik 3555 detik 45 detik 28 3600 detik 3554 detik 46 detik 29 3600 detik 3552 detik 48 detik 30 3600 detik 3554 detik 46 detik


(72)

1.5. Analisis Perhitungan

1. Analisis Perhitungan 1 jam 30 kali pecobaan

A. Rata-Rata (X)

Sesuai dengan rumus (3-1) malihat dari Tabel di atas di peroleh rata-rata sebagai berikut :

X = n

n X

( )

̅

X = 3553 detik

B. Simpangan Error %

Dirumuskan sebagai berikut: Simpangan = XnX

Simpangan = 3600-3553 Simpangan = 47 detik C. Presentase Error (%)


(73)

% Error = x100% Xn

X Xn

% Error =

100

%

3600

3553

3600

x

% Error = 1,30%

D. Standart Deviasi (SD)

Rumus standart deviasi (SD) adalah :

 

1

1 2

n

X

X

SD

n i i Dengan:

SD = standart Deviasi = nilai yang dikehendaki n = banyak data

X


(74)

SD = 1,24 detik

E. Ketidakpastian (Ua)

Dirumuskan sebagai berikut :Ua = n SD Ua = 30 24 , 1

Ua = 0,22%

Nilai ketidakpastian yang didapat adalah sebesar 0,22%

Tabel 4.2 Pengukuran timer menggunakan pembanding stopwatch dengan setting waktu 3 jam.

No stopwatch /detik Timer Alat/detik Selisih/detik 1 10800 detik 10677 detik 123 detik 2 10800 detik 10673 detik 126 detik 3 10800 detik 10677 detik 123 detik 4 10800 detik 10675detik 125 detik 5 10800 detik 10677 detik 123 detik 6 10800 detik 10676 detik 124 detik 7 10800 detik 10674 detik 126 detik 8 10800 detik 10677 detik 123 detik 9 10800 detik 10674 detik 126 detik 10 10800 detik 10676 detik 124 detik

2. Analisis Perhitungan 3 jam 10 kali pecobaan

A. Rata-Rata (X)

Sesuai dengan rumus (3-1) malihat dari Tabel diatas di peroleh rata-rata sebagai berikut :

X = n

n X


(75)

̅ X = 10675 detik

B. Simpangan Error %

Dirumuskan sebagai berikut : Simpangan = XnX

Simpangan = 10800-10675 Simpangan = 125 detik C. Presentase Error (%)

Dirumuskan sebagai berikut :

% Error = x100% Xn

X Xn

% Error =

100

%

10800

10675

10800

x

% Error = 1,15%

D. Standart Deviasi (SD)

Rumus standart deviasi (SD) adalah:

 

1

1 2

n

X

X

SD

n i i Dengan:

SD = standart Deviasi

= nilai yang dikehendaki X


(76)

n = banyak data

SD = 2,66 detik E. Ketidakpastian (Ua)

Dirumuskan sebagai berikut : Ua = n SD Ua = 10 66 , 2

Ua = 0,84%

Nilai ketidakpastian yang didapat adalah sebesar 0,84%

Tabel 4.3 Pengukuran timer menggunakan pembanding stopwatch dengan setting waktu 6 jam.

No stopwatch /detik Timer Alat Selisih/detik 1 21600 detik 21320 detik 280 detik 2 21600 detik 21314 detik 286 detik 3 21600 detik 21316 detik 284 detik 4 21600 detik 21318 detik 282 detik 5 21600 detik 21315 detik 285 detik 6 21600 detik 21314 detik 286 detik 7 21600 detik 21312 detik 288 detik 8 21600 detik 21314 detik 286 detik 9 21600 detik 21320 detik 280 detik 10 21600 detik 21313 detik 287 detik


(77)

3. Analisis Perhitungan 6 jam 10 kali pecobaan

A. Rata-Rata (X)

Sesuai dengan rumus (3-1) malihat dari Tabel di atas di peroleh rata-rata sebagai berikut :

X = n n X

( ) ̅ X = 21315 detik

B. Simpangan Error %

Dirumuskan sebagai berikut : Simpangan = XnX

Simpangan = 21600-21315 Simpangan = 285 detik C. Presentase Error (%)

Dirumuskan sebagai berikut :

% Error = x100% Xn

X Xn

% Error =

100

%

00

.

216

15

.

213

00

.

216

x

% Error = 1,31%


(78)

Rumus standart deviasi (SD) adalah:

 

1

1 2

n

X

X

SD

n i i Dengan:

SD = standart Deviasi

= nilai yang dikehendaki

n = banyak data

SD = 8,44 detik E. Ketidakpastian (Ua)

Dirumuskan sebagai berikut : Ua = n SD Ua = 10 44 , 8

Ua = 2,67%

Nilai ketidakpastian yang didapat adalah sebesar 2,67%. X


(79)

4.6. Uraian Data Hasil Pengukuran

Berdasarkan pengambilan data yang telah dilakukan pengukuran waktu menggunakan pembanding stopwatch pada sterilisator UV yang saya buat didapatkan beberapa hasil pengukuran. Untuk pengambilan data waktu 1 jam selama 30 kali percobaan diperoleh rata-rata waktu selama 3553 detik sehingga terdapat penyimpangan 47 detik dan error 1,30% sedangkan standard deviasi yang dihasilkan yaitu sebesar 1,24 detik dan ketidakpastian 0.22%. Sedangkan untuk pengukuran 3 jam dengan menggunakan pembanding stopwatch selama 10 kali percobaan diperoleh rata-rata waktu selama 10675 detik sehingga terdapat penyimpangan 125 detik dan error 1,15% sedangkan standard deviasi yang dihasilkan yaitu sebesar 2,66 detik dan etidakpastian 0,84%. Sedangkan untuk pengukuran 6 jam dengan menggunakan pembanding stopwatch selama 10 kali percobaan diperoleh rata-rata waktu selama 21315 detik sehingga terdapat penyimpangan 285 detik dan error 1.31% sedangkan standard deviasi yang dihasilkan yaitu sebesar 8,44 detik dan ketidakpastian 2,67%.


(1)

Soli

d

-S

ta

te

Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm 085

9-1

5

0

625

Opto 22 SSRs for controlling single-phase motors are shown in the following tables:

Solid-State Relays in Series

In applications requiring higher voltage, two Opto 22 SSRs may be operated in series for double the voltage rating. The built-in snubber in each SSR assures proper voltage sharing of the two SSRs in series. In the following diagram, two 240-volt, 45-amp SSRs are connected in series for operation on a 480-volt line. The control is shown with a parallel hook-up but it should be noted that a serial connection can also be implemented.

Lamp Loads

Since all Opto 22 AC output SSRs use zero-voltage turn-on, they are ideal for driving incandescent lamps, because the initial inrush current into a cold filament is reduced. The life of the lamp is increased when switched by a zero-voltage turn-on SSR. The following table is a guide to selecting an Opto 22 SSR for switching a given incandescent lamp.

120-Volt Single-Phase Non-Reversing Motors SSR Model MOTOR RATING

P or MP120D2 1 Amp

Z120D10 1/4 HP

120D3 1-1/2 Amp

P or MP120D4 1-1/2 Amp 120D10 or 120A10 1/4 HP 120D25 or 120A25 1/3 HP

120D45 3/4 HP

240-Volt Single Phase Non-Reversing Motors SSR Model MOTOR RATING

P or MP240D2 1 Amp

Z240D10 1/4 HP

240D3 1-1/2 Amp

P or MP240D4 1-1/2 Amp 240D10 or 240A10 1/3 HP 240D25 or 120A25 1/2 HP

240D45 1-1/2 HP

120-Volt Single-Phase Reversing Motors SSR Model MOTOR RATING

P or MP240D2 1 Amp

Z240D10 1/4 HP

240D3 1-1/2 Amp

P or MP240D4 1-1/2 Amp 240D10 or 240A10 1/4 HP 240D25 or 120A25 1/3 HP

240D45 3/4 HP

240-Volt Single-Phase Reversing Motors SSR Model MOTOR RATING 480D10-12 1/4 HP 480D15-12 1/4 HP

120 Volt Lamps

SSR CURRENT RATING LAMP RATING

2-Amp 100 Watt

4-Amp 400 Watt

10-Amp 1 Kilowatt

25-Amp 2 Kilowatt

45-Amp 3 Kilowatt

240 Volt Rating

SSR CURRENT RATING LAMP RATING

2-Amp 200 Watt

4-Amp 800 Watt

10-Amp 2 Kilowatt

25-Amp 4 Kilowatt


(2)

Solid-S

tat

e Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm

0

8

5

9

-15

06

25

Heater Loads

Care should be taken in selecting a SSR for driving a heater load if the load is cycled on and off in a continuous manner as might occur in a temperature control application. Constant cycling can cause thermal fatigue in the thyristor chip at the point where the chip bonds to the lead frame. Opto 22 employs a thick copper lead frame for mounting the SCR chips in the power series SSRs to eliminate thermal fatigue failures. In addition, Opto 22 recommends operating any SSR at 75% rated current for cycling heater loads to ensure complete reliability.

The following table is a guide to selecting the proper SSR for a given heater load.

Single-Phase Reversing Motor Control

The circuit diagram below illustrates a typical 1 Ø motor winding inductance and the phase shift capacitor can cause twice-line voltage to appear across the open SSR. A 240-volt SSR should be used for a 120-volt line. During the transition period when one SSR is turned on and the other SSR is going off, both SSRs may be on. In this case, the capacitor may discharge through the two SSRs, causing large currents to flow, which may destroy the SSRs. The addition of RL as shown will protect the SSRs from the short circuit capacitor discharge current.

Single-Phase Reversing Motor Control (cont.)

The resistors are unnecessary if the control circuit is designed to ensure that one SSR is off before the other SSR is on.

Three-Phase Motor Control

Three-phase motors may be controlled by solid-state relays as shown. A third SSR as shown is optional, but not necessary. The control windings may be connected in series or parallel. Care should be taken to ensure that the surge current drawn by the motor does not exceed the surge current rating of the SSR.

Nominal SSR Current Rating

Maximum Recommended Heater Current

2-Amp 1½-Amp

4-Amp 2½-Amp

10-Amp 7½-Amp

25-Amp 18-Amp

45-Amp 35-Amp

10 480V 8-Amp

10 480V 8-Amp

240 Volt Three-Phase Motor

SSR MODEL MOTOR

Z240D10 3/4 HP

240D10 3/4 HP

240A10 3/4 HP

240D25 2 HP

240A25 2 HP


(3)

Soli

d

-S

ta

te

Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm 085

9-1

5

0

625

Three-Phase Reversing Motor Control

Three-phase reversing motor control can be implemented with four SSRs as shown in the connection diagram. The SSRs work in pairs with SSR1 and SSR3 operated for rotation in one direction and SSR2 and SSR4 operated for rotation in the reverse direction. The resistor R1 as shown in the connection diagram protects against line-to-line shorts if SSR1 and SSR4 or SSR3 and SSR2 are on at the same time during the reversing transition period. Use the following table as a guide to the proper selection of an SSR for this application.

FAQ: SSR Applications

Q : What is a solid-state relay?

A: A solid-state relay (SSR) is a semiconductor device that can be used in place of a mechanical relay to switch electricity to a load in many applications. Solid-state relays are purely electronic, normally composed of a low current “control” side (equivalent to the coil on an electromechanical relay) and a high-current load side (equivalent to the contact on a conventional relay). SSRs typically also feature electrical isolation to several thousand volts between the control and load sides. Because of this isolation, the load side of the relay is actually powered by the switched line; both line voltage and a load (not to mention a control signal) must be present for the relay to operate.

Q : What are the advantages of using an SSR over a mechanical relay?

A: There are many applications that require a moderate amount of power (W to kW) to be switched on and off fairly rapidly. A good example would be the operation of a heater element in a controlled-temperature system. Typically, the amount of heat put into the system is regulated using pulse-width modulation turning a fixed-power heating element on and off for time periods ranging from seconds to minutes. Mechanical relays have a finite cycle life, as their components tend to wear out over thousands to millions of cycles. SSRs do not have this problem; in the proper application, they could be operated almost infinitely.

Q : What are the limitations of using an SSR? A: SSRs have a few limitations when compared to the capabilities of their mechanical counterparts. First, because the relay is semiconductor-based, it will never turn all the way on, nor off. This means that in the “on” state, the relay still has some internal resistance to the flow of electricity, causing it to get hot. When in the “off” state, the relay will exhibit a small amount of leakage current, typically a few mA. This leakage can conspire to keep some loads, especially ones with a high impedance, from turning off! Additionally, SSRs are more sensitive to voltage transients; while Opto 22 relays are very well transient-protected, if a relay gets hit hard enough a sufficient number of times, it will die or degrade. This makes SSRs less ideal for driving highly inductive electromechanical loads, such as some solenoids or motors. SSRs should also never be used for applications such as safety power disconnects, because even in the off state, leakage current is present. Leakage current through an SSR also implies the presence of a potentially high voltage. Even though the relay is not conducting a large amount of current, the switched terminal will still be “hot,” and thus dangerous.

480 Volt Three-Phase Motors

SSR MODEL MOTOR

480D10-12 1-½ HP

480D15-12 1-½ HP

Opto 22 Relay

Motor Full Load Rating

Resistor for 120V line

Resistor for 240V line

3-Amp 1.25-Amp 4 ohm 50 W 8 ohm 50 W 10-Amp 5-Amp 1 ohm 100 W 2 ohm 100 W 25-Amp 8-Amp .5 ohm 100 W 1 ohm 100 W 45-Amp 16-Amp .25 ohm 150 W .5 ohm 150 W 15-Amp 5-Amp 1 ohm 100 W 2 ohm 100 W


(4)

Solid-S

tat

e Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm

0

8

5

9

-15

06

25

Q : Do you make multi-pole or multi-throw SSRs? A: Opto 22 manufactures only single-pole, single-throw SSRs. If multi-phase operation is required, just use a relay on each phase. Because of the limitations on semiconductor devices of the type used in SSRs, it is not practical to build single-device multi-throw SSRs. However, an alternative to multi-throw operation may be accomplished with multiple relays.

Q : Can I hook up SSRs in parallel to achieve a higher current rating?

A: No. There is no way to guarantee that two or more relays will turn on simultaneously when operated in parallel. Each relay requires a minimum voltage across the output terminals to function; because of the optical isolation feature, the “contact” part of the SSR is actually powered by the line it switches. One relay turning on before the other will cause the second relay to lose its turn-on voltage, and it won’t ever turn on, or at least not until the first relay fails from carrying too much current.

Q : What does a “zero-crossing” turn-on circuit refer to?

A: An AC sine wave will be positive for the first half of each cycle and negative for the second half of each cycle. The voltage will cross through zero when the sine wave changes from the positive half-cycle to the negative half-cycle, and vice versa. So the voltage crosses through zero twice with each full AC sine wave cycle. “Zero-crossing” turn-on means that the SSR will only turn on when the AC sine wave passes through zero voltage. The actual turn-on will occur at or near zero voltage. All Opto 22 AC output solid-state relays are designed with a zero-crossing turn-on circuit. Zero-voltage turn-on has the benefit of minimizing electrical noise. All Opto 22 AC output solid-state relays use a zero-current turn-off circuit as well.

Q : Can I use an AC SSR to switch DC?

A: No. Because of the zero-crossing circuit described above, the relay will most likely never turn on, and even if it is on, it will most likely not be able to be turned off.

Q : Can I use a DC SSR to switch AC?

A: No. The semiconductor device used in Opto 22’s DC SSRs is polarized. It may break down and conduct for the portion of the waveform that is reversed in polarity.

Q : Can a DC SSR be used to switch an analog signal? A: This is not recommended at all. First, the voltage drop across the relay will cause signal loss. Second, the conduction characteristics of the SSR are very non-linear at low operating

voltages and currents. Use a mechanical relay; it will work much better.

Q : What agency approvals do your SSRs carry? A: In general, Opto 22 relays carry UL, CSA, and CE approval.

See http://support.opto22.com. Additionally, some SSRs

contain VDE-approved optocouplers; contact Opto 22 for more information.

FAQ: SSR Troubleshooting

Q : My SSR does not function anymore. What may have happened?

A: There is no “normal” mode of failure for SSRs. They just stop working, by refusing to turn on or off. An improper installation is often to blame for an SSR failure, as these are very simple, reliable devices. If you have a failed SSR, it is important to look at the normal operating parameters of that relay within the larger system to make sure that the relay being used is appropriate to the application, and that the relay is being properly installed in the system. The three most common causes of SSR failure are as follows:

SSR improperly matched to load. The relay was

destroyed by overheating from carrying too much current too long.

SSR insufficiently protected. Remember, a

semiconductor is less tough than a simple metal contact. Reverse voltages exceeding the PRV rating of the relay will cause damage. Voltage spikes on the switched line, perhaps from inductive kickback, may have destroyed one or more of the internal switching devices. Remember to use snubbers, transorbs, MOVs, and/or commutating diodes on highly inductive loads.

SSR improperly installed. The SSR was not mounted to

a large enough heat sink, or no thermal compound was used, causing the relay to overheat. Also, insufficient tightening of the load terminals can cause arcing and ohmic heating of the relay. Opto 22 recommends 18 inch-pounds of torque on the load screw terminals. Similar failures have also been attributed to the use of crimp-on terminal lugs or spades; make sure such terminals are tightly crimped, and even drip some solder into the joint to ensure good electrical contact and protection from corrosion.

Q : How can I test my SSR?

A: It is not possible to test an SSR by the same methods used to test mechanical relays; a typical SSR will always show an infinite impedance to a resistance meter placed across the output terminals. There are a few reasons for this. First, the SSR


(5)

Soli

d

-S

ta

te

Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm 085

9-1

5

0

625

requires a small amount of power to operate, derived from whatever voltage source is placed on the load terminals. A typical multimeter will not supply sufficient voltage to cause the relay to change state. Second, AC SSRs contain zero-voltage turn-on and zero-current turn-off circuits. The SSR will not be able to turn on unless there is AC voltage connected to the output terminals. Most test equipment will supply a DC voltage to the relay, so it will never see the zero-voltage transition it requires to turn on. To test an SSR, it is best to operate it at the actual line voltage it will be used at, driving a load such as a large light bulb.

Q : I have an SSR driving a load. The load turns on okay, but never seems to turn off, unless I remove power from the relay entirely. What might be hap-pening?

A: This is normally a problem when using an SSR with a high-impedance load, such as a neon lamp or a small solenoid. Loads like these often have relatively large initial currents, but relatively small “hold in” currents. The result is that the off-state leakage current through the relay (see previous section) is insufficient to cause the load to turn on to start with, but sufficient to keep it on, once started. The solution is to place a power resistor, sized for 8–10 times the rated maximum leakage current for the SSR in parallel with the load. Make sure that this resistor has a high enough power rating for the application. For example, for a 5 mA leakage current at 120 VAC, a resistor drawing 50 mA would be desirable. Using Ohm’s Law, the resistor value becomes 2,400 ohms. This resistor will dissipate 6 watts, so a 7.5 or 10-watt size power resistor should be used.

Q : I have a new AC SSR driving a solenoid. It turns on okay once, but will not turn on again. What is going on?

A: Some solenoids, some types of halogen lights, and some types of strobe lights incorporate a diode in series with the coil or filament. This causes the light to behave as a half-wave rectifier. Opto 22 SSRs have a built-in R-C snubber circuit in parallel with the output. The capacitor in this circuit charges up but cannot discharge through the series diode, causing a voltage to appear across the SSR terminals. Because the SSR must detect the AC waveform cross through zero volts on the load terminals, it will not be able to turn on again. The solution here would be to put a high-value resistor (several tens of Kohms) across the terminals of the relay, to allow the capacitor to drain its charge.


(6)

Products

Opto 22 develops and manufactures reliable, flexible, easy-to-use hardware and software products for industrial automation, energy management, remote monitoring, and data acquisition applications.

groov

groov puts your system on your mobile device. With zero programming, you can build mobile operator interfaces to monitor and control systems from Allen-Bradley, Siemens, Schneider Electric, Modicon, and many more. Web-based groov

puts mobile-ready gadgets at your fingertips. Tag them from your existing tag database, and they automatically scale for use on any device with a modern web browser. See groov.com for more information and your free trial.

SNAP PAC System

Designed to simplify the typically complex process of selecting and applying an automation system, the SNAP PAC System consists of four integrated components:

• SNAP PAC controllers

• PAC Project™ Software Suite

• SNAP PAC brains

• SNAP I/O™

SNAP PAC Controllers

Programmable automation controllers

(PACs) are multifunctional, modular controllers based on open standards.

Opto 22 has been manufacturing PACs for over two decades. The standalone SNAP PAC S-series, the rack-mounted SNAP PAC R-series, and the software-based SoftPAC™ all handle a wide range of digital, analog, and serial functions for data collection, remote monitoring, process control, and discrete and hybrid

manufacturing.

SNAP PACs are based on open Ethernet and Internet Protocol (IP) standards, so you can build or extend a system easily, without the expense and limitations of proprietary networks and protocols. Wired+Wireless™ models are also available.

PAC Project Software Suite

Opto 22’s PAC Project Software Suite provides full-featured, cost-effective control programming, HMI (human machine interface) development and runtime, OPC server, and database connectivity software for your SNAP PAC System.

Control programming includes both easy-to-learn flowcharts and optional scripting. Commands are in plain English; variables and I/ O point names are fully descriptive.

PAC Project Basic offers control and HMI tools and is free for download on our website, www.opto22.com. PAC Project

Professional, available for separate purchase, adds one SoftPAC, OptoOPCServer, OptoDataLink, options for controller redundancy or segmented networking, and support for legacy Opto 22 serial

mistic™ I/O units. SNAP PAC Brains

While SNAP PAC controllers provide central control and data distribution, SNAP PAC brains provide distributed intelligence for I/O processing and communications. Brains offer analog, digital, and serial functions, including thermocouple linearization; PID loop control; and optional high-speed digital counting (up to 20 kHz), quadrature counting, TPO, and pulse generation and measurement.

SNAP I/O

I/O provides the local connection to sensors and equipment. Opto 22 SNAP I/O offers 1 to 32 points of reliable I/O per module,

depending on the type of module and your needs. Analog, digital, and serial modules are all mixed on the same mounting rack and controlled by the same processor (SNAP PAC brain or rack-mounted controller).

Quality

Founded in 1974, Opto 22 has established a worldwide reputation for high-quality products.

All are made in the U.S.A. at our manufacturing facility in Temecula, California. Because we

test each product twice before it leaves our factory, rather than only testing a sample of each batch, we can guarantee most solid-state relays and optically isolated I/O modules for life.

Free Product Support

Opto 22’s California-based Product Support Group offers free, comprehensive technical support for Opto 22 products. Our staff of support engineers represents decades of training and experience. Support is available in English and Spanish by phone or email, Monday–Friday, 7 a.m. to 5 p.m. PST.

Additional support is always available on our website: how-to videos, OptoKnowledgeBase, self-training guide, troubleshooting and user’s guides, and OptoForums.

In addition, hands-on training is available for free at our Temecula, California headquarters, and you can register online.

Purchasing Opto 22 Products

Opto 22 products are sold directly and through a worldwide network of distributors, partners, and system integrators. For more information, contact Opto 22 headquarters at 800-321-6786 or 951-695-3000, or visit our website at www.opto22.com.