PENGARUH PENSTABIL N-UREA, PUPUK P, DAN KAPUR PADA MINERALISASI N DALAM BUDIDAYA PADI (Oryza sativa) DI TANAH VERTISOL

(1)

1

PENGARUH PENSTABIL N-UREA, PUPUK P, DAN KAPUR

PADA MINERALISASI N DALAM BUDIDAYA PADI

(

Oryza

sativa

)

DI TANAH VERTISOL

SKRIPSI

Oleh : Ika Wiraningsih

20120210092

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

ii

PENGARUH PENSTABIL N-UREA, PUPUK P, DAN KAPUR

PADA MINERALISASI N DALAM BUDIDAYA PADI

(

Oryza

sativa

)

DI TANAH VERTISOL

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh: Ika Wiraningsih

20120210092

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Dia yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya. Shalawat serta salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad SAW, untuk keluarga, para sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga hari kiamat.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh penstabil N, pupuk P, dan kapur pada mineralisasi N dalam budidaya padi (Oryza sativa) di tanah Vertisol” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat sarjana pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dari awal hingga terselesaikannya skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. selaku dosen pembimbing utama, yang telah memberikan kepercayaan, pengetahuan, masukan dan bimbingan dengan penuh kesabaran serta mengajarkan banyak hal dalam penyusunan skripsi ini, 2. Dr. Ladiyani Retno Widowati, M.Sc. selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan penelitian dan dengan sabar memberikan bimbingan, masukan serta dukungan dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini, 3. Ir. Hariyono, M.P. selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran, arahan dan motivasi kepada penulis,


(5)

v

5. Ir. Sarjiyah, M.S. Selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

6. Ketua Balai Penelitian Tanah (Dr.Ir. Wiratno, M. Env. Mgt) dan Kasi Jaslit (Ir. Joko Purnomo, M.Si) atas izin dan arahan dalam pelaksanaan penelituian dan penulisan.

7. Bapak, Ibu, Adikku Wisnu, dan seluruh keluarga tercinta yang telah menghulurkan untaian doa, dan memberikan cinta, kasih sayang, motivasi serta nasehatnya,

8. Seluruh staf rumah kaca dan Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanah, Bogor atas bantuan dan bimbingannya,

9. Para dosen yang telah membekali ilmu,

10.Teman-teman odongker Ibnu, Riska, Ririn, Septi, Rian, Fauzia, Dena yang yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini,

11.Teman – teman mess di Balai Penelitian Tanah Dwiani, Silvi, Masni Siho, Libela, Lika, Ayu atas persahabatan dan dukungannya,

12.Teman – teman kontrakan cincayo Dessy, Tiara, Icha, Indah, Nia, Anggid, atas persahabatan dan dukungannya,

13.Teman-teman KSR UMY (Anisa, Ghofar, Zahar, Yudan, Sabran, Herman, Bob, Lidia, Atrie, Ema, Dewi, Fatwa, Fajri, Haidar, Tanti, Riansyah, Rian, Dika, Diko, dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu), teman-teman Alumni KSR UMY, teman-teman KSR Se-DIY dan seluruh pengurus Forum


(6)

vi

KSR Se-DIY (Sidik, Romandika, Miko, Via, Umi) atas pengertian, doa, dan dukungannya,

14.Teman -teman IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Komisariat Fakultas Pertanian atas doa dan dukungannya,

15.Teman-teman Agroteknologi 2012, teman-teman KKN kelompok 24 Kalakijo atas doa dan dukungannya,

16. Seluruh pihak yang terlibat yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam penulisan skripsi ini.

Atas segala bantuan, doa, dan dukungan yang diberikan kepada penulis semoga mendapatkan balasa dari Allah S.W.T. Penulis menyadari didalam skipsi ini masih banyak kesempurnaan, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Yogyakarta, 10 Desember 2016


(7)

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbal’aalamieen, hanya karena kehendak-NYA hamba dapat menyelesaikan skripsi ini

Terimakasih atas segala kelancaran dan kemudahan yang Engkau berikan selama proses penyusunan

Karya kecil yang sangat sederhana ini penulis persembahkan kepada:

Bapak dan Ibuku tercinta yang selalu ada dihatiku dan terima kasih atas do’a, bimbingan, pengorbanan dan kasih sayang yang tiada henti dan ujungnya

Untuk adikku Wisnu Dwi Handono Calon Pendamping Hidupku

Sahabat - sahabatku

Almameter-ku, terimakasih telah mengizinkan aku untuk menuntut ilmu yang tiada ujungnya sampai hayat nanti


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

PERSEMBAHAN ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi INTISARI ... Error! Bookmark not defined.

ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined.

I. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang ______________________ Error! Bookmark not defined.

B. Perumusan Masalah __________________ Error! Bookmark not defined.

C. Tujuan Penelitian ____________________ Error! Bookmark not defined.

II. TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

A. Tanah Vertisol ______________________ Error! Bookmark not defined.

B. Mineralisasi Nitrogen _________________ Error! Bookmark not defined.

C. Pupuk P (SP-36) _____________________ Error! Bookmark not defined.

D. Kapur Pertanian _____________________ Error! Bookmark not defined.

E. Penstabil Nitrogen ___________________ Error! Bookmark not defined.

F. Tanaman Padi (Oryza sativa) ___________ Error! Bookmark not defined.

G. Hipotesis __________________________ Error! Bookmark not defined.

III. TATA CARA PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Tempat dan Waktu Penelitian __________ Error! Bookmark not defined.

B. Bahan dan Alat Penelitian _____________ Error! Bookmark not defined.

C. Metode Penelitian ___________________ Error! Bookmark not defined.

D. Cara Penelitian ______________________ Error! Bookmark not defined.

E. Parameter Pengamatan ________________ Error! Bookmark not defined.

F. Analisis Data _______________________ Error! Bookmark not defined.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Tanah _____________________________ Error! Bookmark not defined.

B. Variabel Pertumbuhan ________________ Error! Bookmark not defined.

C. Variabel Hasil ______________________ Error! Bookmark not defined.

D. Total Serapan Hara___________________ Error! Bookmark not defined.

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Kesimpulan ________________________ Error! Bookmark not defined.

B. Saran _____________________________ Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.


(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Siklus Nitrogen ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2. pH Tanah ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 3. Rerata Tinggi Tanaman Padi ... Error! Bookmark not defined.


(10)

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Dosis penggunaan pupuk setiap Perlakuan ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 2. Sifat kimia tanah Vertisol ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 3. Hasil Analisis kadar nitrogen di dalam Tanah ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4. Hasil Analisis Kadar NH4+ di dalam Tanah ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 5. Hasil Analisis Kadar NO3- di dalam Tanah ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 6. Hasil Analisis Kadar P2O5 di dalam Tanah ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 7. Rerata pertumbuhan panjang tanaman padi ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 8. Rerata pertumbuhan anakan tanaman padi ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 9. Rerata berat segar tanaman ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 10. Rerata berat kering tanaman ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 11. Rerata berat segar gabah ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 12. Berat kering gabah ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 13. Berat 1.000 butir gabah ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 14. Persentase gabah hampa... Error! Bookmark not defined.

Tabel 15. Total Serapan Hara N, P, K Jerami saat Primordia ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 16. Total Serapan Hara N, P, K Jerami saat Panen .... Error! Bookmark not defined.


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Layout Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 2. Kebutuhan Pupuk ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 3. Deskripsi Padi Varietas Inpari 31 ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 5. Kriteria Penilaian hsil analisis Tanah Error! Bookmark not defined.


(12)

(13)

xiii

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian penstabil N-Urea, pupuk Urea, pupuk P (SP-36) dan kapur terhadap mineralisasi nitrogen di tanah Vertisol pada pertumbuhan, hasil, dan serapan hara padi (Oryza sativa). Penelitian ini telah dilakukan di Rumah kaca Laladon dan Laboratorium Kimia Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor selama bulan Februari 2016 sampai Juli 2016.

Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan percobaan faktor tunggal yang terdiri dari 7 perlakuan yaitu: Kontrol (A), Urea (B), Urea + penstabil N (C), Urea SP-36 (D), Urea + penstabil N SP-36 (E), Urea Kapur SP-36 (F), Urea + penstabil N Kapur SP-36 (G). Setiap perlakuan dilakukan pengulangan 4 kali sehingga diperoleh 28 unit percobaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan penstabil N-Urea terhadap mineralisasi nitrogen lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pupuk Urea, pupuk SP-36, dan kapur di tanah Vertisol. Namun, penggunaan penstabil N tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan, hasil, dan serapan hara tanaman padi.

Kata Kunci: Penstabil N, Pupuk P (SP-36), Kapur, Mineralisasai N, Tanah Vertisol, Padi


(14)

xiv ABSTRACT

This research aims to determine the effect of N-Urea stabilizer, P fertilizer (SP-36) and lime on N mineralization in Vertisol on rice (Oryza sativa) cultivation. This study was completely done since February until July 2016 at the Greenhouse Laladon and Soil Chemistry Laboratory of Soil Research Institute of Bogor.

This research was designed from Completely Randomized Design (CRD), consisted of 7 treatments i.e Control or SP-36 fertilizer (A), Urea (B), Urea + N stabilizer (C), Urea + SP-36 (D), Urea + N stabilizer + SP-36 (E), Urea + Lime + SP-36 (F), Urea + N stabilizer + Lime + SP-36 (G). Each treatment was repeated 4 times. Thus, there are 28 experimental units.

The results showed that the use of N-urea stabilizer is much better on nitrogen mineralization than the use of urea fertilizer, SP-36 fertilizer, and lime. However, the use of N-urea stabilizer provide nothing on growth, yield, and nutrient uptake of rice.


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan permukaan bumi yang dimanfaatkan sebagai media tumbuh dan berkembang suatu tanaman. Macam tanah yang ada di Indonesia seperti Gambut (Organosol), Latosol, Aluvial, Litosol, Regosol, Latosol, Andosol, Podzolik merah-kuning, Rendzina, Vulkanik, Humus. Salah satunya adalah tanah Grumosol atau tanah Vertisol. Tanah Vertisol merupakan tanah berwarna abu-abu gelap hingga kehitaman dengan tektur liat, mempunyai slickenside dan rekahan yang secara periodik dapat membuka dan menutup. Pembentuk tanah vertisol umumnya merupakan bahan sedimen yang mengandung mineral smaktit dalam jumlah tinggi di daerah datar, cekungan hingga berombak (Driessen and Dudal, 1989)

Tanah Vertisol merupakan salah satu ordo tanah yang memiliki beberapa sifat fisik yang tidak dikehendaki dari segi pertanian maupun teknik. Sifak fisik tersebut adalah kemampuannya mengembang dan mengerut secara intensif yang menyebabkan tanah tersebut tidak stabil. Pengembangan ini menyebabkan tanah mudah terdispersi dan pori-pori tanah tersubat, sehinga permeabilitas tanahnya menjadi rendah. Menurut Driessen and Dudal (1989) pengerutan tanah Vertisol dapat menghambat pertumbuhan akar bahkan memutuskannya. Meskipun demikian tanah Vertisol memiliki kapasitas kation, kejenuhan basa dan kapasitas menahan airnya tinggi serta dapat menjadi tempat persemaian tanaman yang baik.

Nitrogen adalah salah satu unsur hara essensial dengan tingkat ketersediaan yang rendah di dalam tanah, karena mudah hilang melalui proses


(16)

2

penguapan dan leaching. Perilaku nitrogen di dalam tanah yang sangat dinamis dan mudah berubah dan apabila dalam jumlah yang berlebihan akan berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia, mendorong untuk dilakukan pemupukan nitrogen yang harus efisien. Sumber utama nitrogen tanah adalah bahan organik, yang kemudian akan mengalami proses mineralisasi yaitu konversi nitrogen oleh mikroorganisme dari nitrogen organik (dalam protein dan senyawa amino) menjadi bentuk anorganik yang tersedia bagi tanaman (Thompson and Kelly, 1957). Proses mineralisasi tanah sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan seperti iklim, macam vegetasi yang dipengaruhi keadaan topografi, kegiatan manusia. Oleh karena itu perbedaan jenis tanah dan cara pengelolaan tanah terutama cara pemupukan, memungkinkan terjadinya perbedaan ketersediaan nitrogen dalam proses mineralisasi nitrogen dalam tanah (Hakim dkk., 1986).

Padi merupakan salah satu tanaman pangan di Indonesia. Di Indonesia padi dibudidayakan di hampir seluruh wilayah. Produksi padi di tahun 2015 sebesar 74.991.788 ton se-Indonesia dengan luas panen sebesar 14.178.172 hektar. Sedangkan Produksi padi di tahun 2014 sebesar 70.846.465 ton se-Indondesia dengan luas panen sebesar 13.797.307 hektar. Sehingga produktifitas pada tahun 2014 sebesar 51,35 kuintal/hektar, sedangkan pada tahun 2015 produktifitas padi sebesar 52,89 kuintal/hektar (BPS, 2016). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan produktifitas tanaman padi di Indonesia.

Seiringnya pertambahan penduduk maka produksi padi perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan setiap penduduk di Indonesia. Penggunaan pupuk untuk meningkatkan produksi padi sering dilakukan oleh petani. Pada


(17)

3

umumnya petani menggunakan pupuk an-organik (urea, SP-36, Pupuk cair). Namun, penggunaannya terkadang tidak sesuai dosis yang dianjurkan. Hal ini bertujuan agar produksi tanaman padi dapat meningkat. Namun, sebaliknya dengan penggunaan pupuk yang berlebih mengakibatkan produktifitas tanah semakin menurun dengan adanya unsur-unsur hara yang berlebih didalam tanah.

Penggunaan pupuk anorganik yang berlebih tanpa diimbangi pemupukan dari pupuk organik dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesuburan tanah itu sendiri. Menurut Reijintjes and Bayers., (1992) penggunaan pupuk anorganik dan pestisida sintetis menyebabkan terganggunya keseimbangan tanah, meningkatkan dekomposisi bahan organik, yang kemudian menyebabkan degradasi struktur tanah, kerentanan yang lebih tinggi terhadap kekeringan dan keefektifan yang lebih rendah dalam menghasilkan panen. Aplikasi yang tidak seimbang dari pupuk nitrogen dapat menurunkan pH tanah dan ketersediaan fosfor bagi tanaman. Pupuk urea dengan mudah menurunkan efisiesinya hal ini dikarenakan sifat urea yang dapat berubah menjadi nitrat. Untuk mengurangi sifat yang merugikan dari urea ini diusahakan membungkus urea agar tidak mudah menguap dan mudah larut (Madjid dkk., 2011). Salah satu bahan pembungkus urea agar tidak cepat menguap dan larut adalah penstabil N. Penstabil N yang digunakan mengandung senyawa kimia propilin glikol, N-(n)-tiofosfat triamida, dan N-metil-2-pirolidona (Koch, 2014).

Tujuan dari penelitian ialah untuk mengetahui mineralisasi nitrogen di tanah Vertisol pada pertumbuhan dan hasil padi (Oryza sativa) Inpari 31 yang diberi perlakuan urea dan urea yang sudah dicampur dengan penstabil N dan


(18)

4

untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk P (SP-36) dan kapur terhadap mineralisasi nitrogen di tanah Vertisol.

B. Perumusan Masalah

Tanah Vertisol merupakan tanah yang mudah mengembang dan mengerut. Tanah Vertisol memiliki KTK yang tinggi karena mineral lempung yang tinggi dan memiliki muatan negatif, sehingga dalam menjerap kation sangat besar. Ketersediaan hara tanah Vertisol (N, P, K, dan Ca) tergolong rendah sehingga dibutuhkan pemupukan untuk meningkatkan ketersediaan hara tanah. Nitrogen merupakan salah satu hara penting bagi tanaman. Namun, ketersediaan nitrogen di dalam tanah rendah karena mudah hilang melalui proses penguapan dan leaching.

Dengan demikian permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh pemberian penstabil N pada pupuk urea, pupuk P (SP-36), dan kapur terhadap mineralisasi N di tanah Vertisol pada Budidaya tanaman padi?

2. Bagaimana pengaruh pemberian penstabil N pada pupuk urea, pupuk P (SP-36) dan kapur terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi yang dibudidayakan di tanah Vertisol?

3. Bagaimana pengaruh pemberian penstabil N pada pupuk urea, pupuk P (SP-36) dan kapur terhadap serapan hara padi yang dibudidayakan di tanah Vertisol?


(19)

5

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian penstabil N pada pupuk urea, pupuk P (SP-36), dan kapur terhadap mineralisasi N di tanah Vertisol pada Budidaya tanaman padi.

2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian penstabil N pada pupuk urea, pupuk P (SP-36) dan kapur terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi yang dibudidayakan di tanah Vertisol.

3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian penstabil N pada pupuk urea, pupuk P (SP-36) dan kapur terhadap serapan hara padi yang dibudidayakan di tanah Vertisol.


(20)

6

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah Vertisol

Vertisol atau Grumosol merupakan tanah yang berwarna abu-abu gelap hingga kehitaman dengan tektur liat, mempunyai slickenside dan rekahan yang secara periodik dapat membuka dan menutup. Menurut Driessen and Dudal (1989) Tanah Vertisol terbentuk di daerah datar, cekungan hingga berombak. Tanah Vertisol terbentuk dari bahan sedimen mengandung mineral smektit dalam jumlah tinggi. Tanah Vertisol terbentuk melalui dua proses utama yaitu proses terakumulasinya mineral 2:1 (smektit) dan proses mengembang dan mengerut yang terjadi secara periodik. Sehingga, dari dua proses utama ini membentuk slickenside atau relief miko gilgai (Van Wambeke, 1992). Tanah Vertisol tergolong tanah yang kaya akan hara karena mempunyai cadangan sumber hara yang tinggi dengan tukar kation tinggi dan pH netral hingga alkali (Deckers et al., 2001).

Menurut Dudal and Eswaran (1988) penyebaran tanah Vertisol di daerah tropis mencapai 200 juta hektar. Menurut Subagyo dkk., (2004) persebaran tanah Vertisol di Indonesia mencapai 2,1 juta hektar. Persebaran tanah Vertisol di Indonesia tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Lombok, Sumbawa, Sumba dan Timor.

B. Mineralisasi Nitrogen

Tiga unsur utama tanaman adalah nitrogen, fosfor, dan kalium. Nitrogen merupakan salah satu unsur hara dengan tingkat ketersediaan yang rendah, karena


(21)

7

mudah hilang melalui proses penguapan dan pencucian. Hal ini dikarenakan keberadaannya berada diantara proses mineralisasi dan immobilisasi (Gunawan Budiyanto, 2009). Mineralisasi merupakan proses konversi bentuk organik dari nitrogen menjadi bentuk mineral (Krisna, 2002).

Proses mineralisasi melibatkan dua reaksi. Reaksi tersebut adalah reaksi aminisasi dan amonifikasi yang terjadi melalui aktivitas mikroorganisme heterotrof (Havlin et al., 1999). Mineralisasi disebut juga amonifikasi, hal ini dikarenakan hasil akhir dari mineralisasi nitrogen adalah amonia. Amonia yang dihasilkan dari proses mineralisasi cepat menghasilkan bentuk NH4+. Hal ini disebabkan karena ion-ion hidrogen dalam tanah, dan ikatan yang terbentuk antara amonia dan hidrogen dari penyatuan elektron (Foth H. D., 1998). Amonium yang terbentuk dari amoninifikasi nitrogen dapat diubah menjadi N-NO3- melalui nitrifikasi, atau diserap oleh tanaman, atau digunakan langsung oleh mikroorganisme heterotrof dalam dekomposisi C-organik untuk proses selanjutnya, amonium yang terbentuk dapat difiksasi dalam kisi-kisi liat dan amonium yang terbentuk diubah menjadi N2 dan dilepaskan perlahan kembali ke atmosfer (Havlin et al., 1999). Skema daur nitrogen didalam tanah dapat digambarkan sebagai berikut:


(22)

8

Gambar 1. Siklus Nitrogen

(Sumber: http://cceonondaga.org/resources/nitrogen-basics-the-nitrogen-cycle) Berdasarkan skema diatas siklus nitrogen terdiri dari 5 langkah yaitu fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi, amonifikasi, dan denitrifikasi. Fiksasi nitrogen merupakan konversi nitrogen atmosfer menjadi amonia (NH3). Mikroorganisme yang memfiksasi nitrogen adalah diazotrof. Diazotrof memiliki enzim nitrogenize yang dapat menggabungkan hidrogen dan nitrogen. Aminisasai merupakan proses pembebasan senyawa asam-asam amoni, sedangkan amonifikasi adalah reduksi dai N amin menjadi amoniak (NH3) atau ion-ion amonium (NH4+). Tahap aminisasi dan amonifikasi berlangsung dibawah aktivitas mikoorgaisme heterorop. Tanaman mendapatkan N dari tanah melalui absorsi akar dalam benuk ion nitrat atau ion ammonium. Nitrifikasi merupakan konversi amonium menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi. Denitrifikasi merupaka proses reduksi nitrat untuk kembali menjadi gas nitrogen (N2). Proses ini dilakukan oleh bakteri spesies Pseudomonas dan Clostridium dalam keadaan an-aerobik (J. Courtney et al., 2005).


(23)

9

Nitrogen sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Ketika kekurangan nitrogen sistem akar dan pertumbuhan tanaman terhambat, daun tua menguning dan tanaman rendah protein. Namun apabila terlalu banyak nitrogen dapat menunda kematangan dan menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan. Ciri kekurangan nitrogen pada jenis rumput-rumputan, yaitu ujung-ujung daun tua akan mengering seperti terbakar, lalu menjalar ke seluruh daun melalui ibu tulang dan melebar ke samping sehingga memberikan bentuk V (Jumin, 2008).

C. Pupuk P (SP-36)

Pemupukan fosfor (P) bertujuan untuk menyediakan unsur P yang tersedia dalam tanah. Menurut Sutedjo (2002) pupuk P dikelompokkan dalam tiga kelompok berdasarkan kelarutannya yaitu pupuk P yang melarut kedalam asam keras (mengandung P2O5, merupakan pupuk P yang lambat tersedia bagi keperluan tanaman), pupuk P yang melarut dengan amonium nitrat netral atau asam sitrun (mengandung P2O5, merupakan pupuk yang mudah tersedia bagi keperluan tanaman), pupuk P yang melarut dalam air (mengandung P2O5, juga merupakan pupuk P yang mudah tersedia bagi tanaman).

36 merupakan pupuk yang disubsidi oleh pemerintah di Indonesia. 36 merupakan jenis pupuk fosfat tunggal yang mengandung 36% P2O5. Pupuk SP-36 dibuat dengan pengasaman batuan fosfat dengan H2SO4 dan memiliki rumus kimia Ca(H2PO4)2. Fungsi P dalam tanaman untuk mendorong pertumbuhan akar tanaman. Kekurangan unsur P umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi lebih kecil (Tisdale et al., 1956).


(24)

10

D. Kapur Pertanian

Pengapuran merupakan teknologi pemberian kapur dalam tanah untuk memperbaiki kesuburan tanah. Pengapuran bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik kimia, biologi tanah dan juga bertujuan untuk meningkatkan pH. Pemberian kapur untuk menaikkan pH dapat menurunkan produksi karena kelebihan kapur dalam tanah (Hakim dkk., 1986).

Pengaruh pengapurah pada tanah cenderung menaikkan atau menurunkan kesuburannya. Penggunaan kapur dapat menaikkan hasil tanaman untuk beberapa tahun. Reaksi kimia akan ditingkakan, organisme tanah akan stimulasi dan unsur hara akan lebih tersedia untuk tanaman. Tetapi stimulasi akan hilang dan jika tidak, ada yang dikembalikan ke dalam tanah, produktivitas akhirnya turun lebih rendah daripada sebelum pemberian kapur (Goeswono Supardi, 1983).

E. Penstabil Nitrogen

Penggunaan pupuk urea yang digunakan untuk memupuk tanaman tidak semuanya tersedia untuk tanaman. Kehilangan nitrogen dari urea yang diaplikasikan ke tanah mencapai 30% - 60% di tanah tropis (Khalil M., 2003 dan Zhang et al., 2010). Menurut Ahmed et al., (2008) dan Mohsina et al., (2004) alasan utama kehilangan nitrogen adalah karena peningkatan pH dan konsentasi NH4+ di sekitar pupuk mikro karena aktivitas enzim urease. Ketika urea diterapkan ke tanah, pH tanah dan konsentrasi urea meningkat kemudian enzim pupuk mikro dan enzim urease menghidrolisis pupuk urea yang dipupukkan ke tanah (Krajewka, 2009).


(25)

11

Dari permasalahan diatas penggunaan penstabil nitrogen berfungsi agar nitrogen tidak berubah cepat menjadi nitrat yang mudah hilang terbawa air. Sehingga, dapat dimanfaatkan dengan efektif oleh tanaman. Kandungan kimia dari penstabil nitrogen ini adalah propilin glikol, (n)-tiofosfat triamida, dan N-metil-2-pirolidona (Koch Fertilizer, 2014). Dengan penggunaan penstabil nitrogen ini bertujuan untuk membuat urea tidak mudah terurai dengan cepat (slow release).

F. Tanaman Padi (Oryza sativa)

Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman pangan karena menghasilkan beras yang menjadi sumber bahan makanan pokok. Di Indonesia padi merupakan komoditas utama dalam menyokong pangan masyarakat. Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok sehari- hari.

Padi merupakan tanaman semusim yang termasuk dalam famili rumput-rumputan (graminae). Padi termasuk keluarga padi-padian. Batangnya beruas-ruas yang didalamnya berongga (kosong), tingginya berkisar 1 sampai 1,5 meter. Daunnya seperti pita yang tumbuh pada ruas-ruas batang dan memiliki sebuah malai yang tumbuh pada ujung batang. Bagian padi dibagi menjadi dua garis besar yaitu bagian organ vegetatif meliputi akar, batang, dan daun, dan bagian generatif meliputi malai gabah dan bunga (Suparyono dan Agus Setyono, 1993).

Akar padi tergolong akar serabut, akar yang tumbuh dari kecambah biji disebut akar utama (primer). Akar padi tidak memiliki pertumbuhan sekunder


(26)

12

sehingga tidak banyak mengalami perubahan (Suparyono dan Agus Setyono, 1993).

Batang padi berbuku-buku dan beruas-ruas. Ruas-ruas yang sebagian besar kosong di bagian atas dekat pada buku berisi empulur lunak dan warnanya putih. Kuncup ketiak hanya terdapat pada buku-buku pangkal batang. Kuncup ini tumbuh menjadi batang baru disebut anakan (Soemartono dkk., 1984).

Daun padi terdiri dari pelepah yang membalut batang dan helai daun. Daun yang keluar terakhir disebut daun bendera. Permukaan daun sebelah atas berbulu, sedangkan yang sebelah bawah tidak berbulu (Soemartono dkk., 1984).

Bunga padi disebut malai. Pembungaan adalah stadia keluarnya malai. Dalam satu rumpun, fase pembungaan memerlukan waktu 10-14 hari, karena terdapat perbedaan laju perkembangan antara tanaman maupun antar anakan. Pabila 50% bunga telah keluar maka pertanaman tersebut dianggap dalam fase pembungaan (Manurung dan Ismunadji, 1988)

Buah padi disebut gabah. Sedangkan beras adalah biji atau putih lembaga atau endosperma. Biji ini merupakan bagan dari embrio dan endosprema. Lapisan yang membungkus endosperma warnanya macam-macam, mulai putih kekuning-kuningan sampai hitam (Soemartono dkk., 1984).

1. Kebutuhan Hara Tanaman Padi

Menurut Mangel and Kirkby (1987) ada 19 unsur makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman, yaitu C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cl, (Na, Si, dan Co). Unsur hara disebut esensial apabila memenuhi tiga syarat,


(27)

13

yaitu tanpa unsur makro dan mikro tanaman tidak tumbuh, mengalami gejala kekahatan yang spesifik, dan berperan dalam proses metabolik tanaman.

Padi sangat tanggap terhadap pemberian makro N, P, K. Untuk pertumbuhannya, tanaman padi mendapat input unsur hara dari dalam tanah, air irigasi, hujan, fiksasi nitrogen bebas, dan pupuk. Output yang dihasilkan berupa gabah, jerami, kehilangan hara akibat air perkolasi, dan kehilangan hara dalam bentuk gas, terutama nitrogen. Berdasarkan perhitungan input dan output, maka untuk menghasilkan gabah rata-rata 6 ton/hektar, tanaman padi membutuhkan hara 165 kg N, 19 kg P, dan 112 kg K/hektar atau setara dengan 350 kg urea, 120 kg SP36, dan 225 kg KCL/hektar (Doberman and Fairhurst, 2000).

G. Hipotesis

Penggunaan penstabil N pada Urea, SP-36 dan kapur dapat meningkatkan mineralisasi nitrogen pada budidaya tanaman padi dibandingkan penggunaan Urea, SP-36 dan kapur.


(28)

(29)

14

I. TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah pot ukuran 10 kg, neraca analitik ketelitian 3 desimal, mesin kocok dengan kecepatan 250 goyangan/menit, Spektrofotometri, multi parameter-analyzer, oven, labu takar 100 ml dan 50 ml, labu didih 250 ml, pipet volume 0,1 ml, 0,5 ml, 1 ml, 5 ml, 10 ml, erlenmeyer 100 ml, gelas ukur 50 ml dan 100 ml, alat destilasi, buret digital atau buret mikro (3 desimal), tabung reaksi, kertas saring, spatula, tabung digest, deluter.

Bahan yang dibutuhkan adalah tanah Vertisol dari Sragen Jawa Tengah, padi varietas Inpari 31, Penstabil N, pupuk Urea, SP-36, Kaptan. Bahan kimia yang digunakan (NH4)2SO4, NaOH, Na-tatrat, fenol, Natrium hipoklorit 5%, HCl 25%, fosfat pekat, pewarna P, asam askorbat, H2SO4.

C. Metode Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan menggunakan metode eksperimen yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan perlakuan sebagai berikut:


(30)

15

A = Kontrol B = Urea

C = Urea + penstabil N D = Urea dan SP-36

E = Urea + penstabil N dan SP-36 F = Urea, kapur, SP-36

G = Urea + Penstabil N, kapur dan SP-36

Masing-masing perlakuan diulang 4 kali sehingga terdapat 28 unit perlakuan. Dosis penggunaan pupuk masing - masing perlakuan di tampilkan sebagai berikut :

Tabel 1. Dosis penggunaan pupuk setiap Perlakuan Perlakuan

Kebutuhan Pupuk Setiap Perlakuan (kg/hektar) Urea+

Penstabil Nitrogen

Urea SP-36 KCl Pupuk

kandang Kapur

Kontrol - - 100 75 5.000 -

Urea - 300 - 75 5.000 -

Urea dan SP-36 - 300 100 75 5.000 -

Urea + Penstabil Nitrogen 300 - - 75 5.000 - Urea+ Penstabil Nitrogen dan

SP-36 300 - 100 75 5.000 -

Urea, Kapur, SP-36 - 300 100 75 5.000 500

Urea+ Penstabil Nitrogen

Kapur, SP-36 300 - 100 75 5.000 500

Lay out penelitian terlampir pada Lampiran I dan kebutuhan pupuk setiap perlakuan terlampir pada Lampiran II.


(31)

16

D. Cara Penelitian

Cara penelitian yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut : 1. Persiapan media tanam

Media tanam disiapkan 2 minggu sebelum pindah tanam. Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah sawah sebanyak 5,6 kg dengan pupuk kandang 5.000 kg/Hektar atau 25 gram setiap potnya. Media tersebut dicampur rata di dalam pot (ember). Kemudian untuk perlakuan menggunakan kapur ditambahkan kapur. Setalah itu diberi air hingga rata dalam keadaan macak-macak. Penginkubasian dilakuakn selama 2 minggu dan dijaga agar tanah tetap macak-macak.

2. Pembibitan Tanaman Padi

Pembibitan tanaman padi dimulai dari perendaman benih dan pemeraman. Benih dibibitkan di dalam bak yang berisi tanah Vertisol. Sebelum dilakukan pembibitan di bak sebelumnya dilakukan perendaman dan pemeraman benih. Perendaman benih di lakukan setelah di pilih benih yang bernas kemudian direndam agar air mampu masuk ke dalam benih dengan mudah dan merata sehingga benih mampu berkecambah. Benih direndam selama 24 jam. Setelah direndam selama 24 jam kemudian air di buang dan benih diperam menggunakan tisu yang dibasahi air selama 24 jam. Pemeraman benih dilakukan untuk mempertahankan agar benih tetap hangat, meningkatkan pertumbuhan lembaga, dan menghasilkan perkecambahan yang seragam.


(32)

17

3. Penanaman Tanaman Padi

Penanaman/ pindah tanam dilakukan saat tanaman berumur 16 hari setelah semai. Penanaman dilakukan dengan memilih bibit dengan tinggi maksimal 25 cm dan 3-4 helai daun. Setiap pot nya ditanamani 3 bibit tanaman padi. Setelah 9 HST kemudian dilakukan penjarangan dan disisakan 2 tanaman disetiap potnya. Penjarangan dilakukan dengan cara memilih 2 tanaman yang tumbuh seragam untuk tetap tumbuh di dalam pot.

4. Perawatan 4.1. Penyiraman

Penyiraman dilakukan untuk menjaga kondisi tanah di dalam pot dalam kondisi macak-macak. Tinggi air saat penyiraman adalah 2-3 cm di atas permukaan tanah. Namun, saat memasuki tahap primordia/ pembungaan penyiraman hanya dilakukan setinggi 0,5 - 1 cm di atas permukaan tanah. Hal ini agar tanaman lebih maksimal dalam masa pembungaan.

4.2. Pengendalian gulma, hama dan penyakit

P engendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan secara manual. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di dalam pot percobaan. Pengendalian hama dilakukan dengan mengambil hama yang ada dan membuangnya dari rumah kaca. Sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan menghilangkan bagian tanaman yang terkena penyakit agar tidak menular ke bagian tanaman yang lain.

Dalam pelaksanaannya pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan secara manual. Namun, tanaman padi diserang oleh hama wereng dan


(33)

18

tidak dapat dikendalikan secara manual hingga masa pengiisian bulir. Sehingga dilakukan pengendalian secara teknis yaitu menggunakan insektisida kimia (Matador).

4.3. Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan pupuk kandang, urea, SP-36 dan KCl. Pupuk kandang diberikan pada awal persiapan media. Setelah dilakukan pencampuran pupuk kandang dan tanah yang sudah berada di dalam pot kemudian dilakukan penambahan kapur ke perlakuan yang menggunakan kapur. Pupuk urea diberikan 3 kali yaitu 1/3 dosis saat awal penanaman yaitu 7 HST, 1/3 saat tanaman berumur 30 hari dan 1/3 dosis saat tanaman berumur 45 hari. Sedangkan pupuk SP-36 diberikan 2 hari sebelum tanam. Sedangkan pemberian pupuk KCl diberikan awal penanaman yaitu 7 HST.

E. Parameter Pengamatan

1. Tanah

1.1. pH (power of Hydrogen) Tanah

pH tanah diukur dengan pH meter dan dinyatakan dalam satu desimal. Pengukuran pH setiap pengukuran nitrogen, amonium, nitrat, dan pospat.

1.2. Nitrogen (%)

Pengukuran nitrogen diukur pada waktu tanaman memasuki fase reproduktif yaitu pada fase inisiasi bunga/ primordia (panicle initiation) atau pada umur 45 hari setelah tanam dan setelah panen. Pengukuran nitrogen dilakukan dengan penetapan Nitrogen Kjeldahl.


(34)

19

1.3. Amonium (ppm)

Pengukuran amonium diukur pada waktu tanaman memasuki fase reproduktif yaitu pada fase inisiasi bunga/ primordia (panicle initiation) atau pada umur 45 hari setelah tanam dan setelah panen. Pengukuran amonium dilakukan dengan metode biru indofenol.

1.4. Nitrat (ppm)

Pengukuran amonium diukur pada waktu tanaman memasuki fase reproduktif yaitu pada fase inisiasi bunga/ primordia (panicle initiation) atau pada umur 45 hari setelah tanam. Pengukuran nitrat dilakukan dengan metode UV.

1.5. Fosfor (ppm)

Pengukuran fosfor diukur pada waktu tanaman memasuki fase reproduktif yaitu pada fase inisiasi bunga/ primordia (panicle initiation) atau pada umur 45 hari setelah tanam dan setelah panen. Pengukuran fosfor dilakukan dengan penetapan P tersedia metode Olsen dan penetapan fosfat metode biru molibdat.

2. Tanaman

2.1. Variabel Pertumbuhan 2.1.1. Panjang tanaman (cm)

Panjang tanaman diukur pada fase vegetatif. Pengukuran panjang tanaman diukur mulai pada pangkal batang sampai ujung daun dan dinyatakan dalam cm. Pengukuran panjang tanaman dilakukan dengan menggunakan


(35)

20

penggaris/ meteran dalam satuan cm dan dilaksanakan setiap 2 minggu sekali setelah pindah tanam (MST).

2.1.2. Jumlah anakan (batang)

Jumlah anakan dihitung dengan menghitung semua anakan pada tanaman padi dikurangi satu dan dilakukan mulai umur 4 MST dengan interval pengamatan dua minggu sekali. Pengamatan parameter ini dilakukan sampai tanaman padi mencapai anakan maksimum yaitu antara 50-60 hari setelah pindah tanam.

2.2. Variabel Hasil

2.2.1. Berat segar tanaman (gram)

Berat segar tanaman dihitung dengan menimbang seluruh bagian tanaman sampel yang telah dipanen. Penimbangan dilakukan pada umur 93 hari setelah tanam/ 107 setelah sebar.

2.2.2. Berat kering tanaman (gram)

Berat kering tanaman ditentukan dengan menimbang seluruh bagian tanaman sampel yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 60o C selama 72 jam atau beratnya sampai konstan.

2.2.3. Berat segar gabah per tanaman (gram)

Berat basah gabah ditentukan dengan menimbang seluruh bagian biji yang telah dipanen yang dipetik dari malai.


(36)

21

2.2.4. Berat kering gabah per tanaman (gram)

Bobot kering gabah/ tanaman dihitung dengan menimbang berat gabah padi yang telah dikeringkan dipanas matahari selama 3 hari setiap tanaman sampel hingga kadar air sekitar 14%.

2.2.5. Berat kering 1000 butir gabah (gram)

Bobot 1000 butir gabah dihitung dengan cara menimbang 1000 butir gabah yang telah dikeringkan dipanas matahari selama 3 hari.

2.2.6. Persentase gabah hampa (%)

Gabah hampa dihitung dengan cara menghitung jumlah gabah yang kosong dari setiap malai pada tanaman sampel yang telah dihitung jumlahnya, kemudian dibagi dengan jumlah gabah dikali 100% dan dilakukan setelah panen.

2.3. Total Serapan Hara Tanaman

2.3.1. Total Serapan Hara N (gram/tanaman)

Pengukuran serapan Hara N dilakukan dengan metode penetapan N kjeldahl cara pengabuan basah dengan H2SO4. Pengukuran serapan hara N diukur pada waktu tanaman memasuki fase reproduktif yaitu pada fase inisiasi bunga/ primordia (panicle initiation) atau pada umur 30 hari setelah tanam dan setelah panen.

2.3.2. Total serapan Hara P dan K (gram/tanaman)

Pengukuran serapan Hara P dan K dilakukan dengan metode penetapan unsur makro dan mikro total cara pengabuan HNO3 dan HClO4 analisis jaringan tanaman. Pengukuran serapan hara P diukur pada waktu tanaman memasuki fase


(37)

22

reproduktif yaitu pada fase inisiasi bunga/ primordia (panicle initiation) atau pada umur 30 hari setelah tanam dan setelah panen.

F. Analisis Data

Setelah data hasil penelitian diperoleh, analisis data dilakukan dengan pengujian menggunakan sidik ragam (Analisys of variance) pada taraf α 5 %, bila ada beda nyata antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan atau DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf α 5 %. Untuk hasil pengamatan periodik maka dianalisis menggunakan grafik dan histogram.


(38)

23

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian tentang pengaruh penstabil N, pupuk P, dan kapur pada mineralisasi N dalam budidaya padi (Oryza sativa) di tanah Vertisol yang dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2016 di Rumah Kaca Laladon Balai Penelitian Tanah Bogor menghasilkan data pengamatan yang disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.

A. Tanah

1. Karakteristik tanah awal (sebelum percobaan)

Tanah yang digunakan dalam penelitian pengaruh penstabil N, pupuk P, dan kapur pada mineralisasi N dalam budidaya padi (Oryza sativa) termasuk ordo Vertisol. Analisis tanah awal dilakukan sebelum diberi berbagai perlakuan. Analisis tanah awal meliputi pH, P-tersedia (metode Olsen), KTK dengan pengektrak NH4OAc 1M pH 7, N-NH4 (metode Biru Indofenol), NO3-N (metode UV), N-Total (metode Kjeldahl), dan C-Organik dengan penetapan karbon Organik. Hasil analisis tanah awal sebagaimana disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 1. Sifat kimia tanah Vertisol

Parameter Satuan Nominal Kategori

pH H2O - 6,3 Agak masam

P-Tersedia Ppm 16,23 Tinggi

KTK me/100 g tanah 58,71 Sangat tinggi

N-NH4 Ppm 9,09 Tinggi

N-NO3- Ppm 1,43 Sangat rendah

N-Total % 0,04 Sangat rendah


(39)

24

Tanah Vertisol dari Sragen ber-pH agak masam, P-tersedia tinggi, KTK sangat tinggi, NH4- tinggi, NO3- sangat rendah, N-total sangat rendah dan C-organik sedang.

2. Kadar Nitrogen dalam Tanah

Nitrogen merupakan unsur hara yang jumlah sedikit di dalam tanah namun sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan. Nitrogen mempunyai efek paling cepat dan paling menonjol diantara tiga unsur yang diberikan pada pupuk buatan. Nitrogen cenderung meningkatkan pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Pada padi-padian nitrogen memperbesar butiran dan meningkatkan persentase proteinnya (Buckman and Brady, 1982).

Hasil penelitian yang didapatkan bahwa dengan pemberian berbagai perlakuan (A, B, C, D, E, F, G) berpengaruh terhadap kadar nitrogen tanah Vertisol. Nitrogen awal sebelum diberikan perlakuan 0,04% setelah diberi berbagai perlakuan kadar nitrogen bertambah. Pada masa primordia kadar nitrogen tanah didapat untuk semua perlakuan yaitu 0,126% - 0,164%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian berbagai perlakuan dalam penelitian ini mampu meningkatkan kadar nitrogen di dalam tanah.

Perlakuan C memberikan kadar nitrogen di dalam tanah paling banyak saat primordia dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perluan A memberikan kadar nitrogen paling banyak di dalam tanah saat panen. Pada masa panen, nitrogen di dalam tanah antara 0,016 % - 0,02 % untuk semua perlakuan.


(40)

25

Dari hasil penelitian, kadar nitrogen pada saat primordia lebih tinggi daripada saat panen. Hal ini dikarenakan pemupukan ke-3 dilakukan sehari sebelum tanah untuk pengamatan masa primordia. Saat panen kadar N dalam tanah lebih sedikit yang dikarenakan N dalam tanah sudah terserap oleh tanaman. Menurut Duan et al., (2007) nitrogen tanah banyak diserap oleh tanaman untuk membantu pertumbuhan dan pengisian bulir pada tanaman padi. Kebutuhan nitrogen lebih tinggi dibandingkan dengan unsur hara lainnya, unsur nitrogen merupakan faktor pembantas untuk produktivitas tanaman. Tanaman padi membutuhkan unsur nitrogen 3,0–3,4% pada masa primordia. Menurut Sutedjo (2004) pemberian pupuk nitrogen dengan dosis tinggi meningkatkan kadar nitrogen total tanah dan serapan unsur hara nitrogen pada tanaman. Dilihat dari kadar N di dalam tanah saat primordia menunjukkan bahwa tanah sudah menyediakan unsur hara N yang cukup hingga masa pemanenan.

Pada masa primordia semua perlakuan yang diberikan memiliki kadar nitrogen yang sama yaitu pada kategori sedang. Perlakuan A memberikan kadar N paling sedikit dibandingkan dengan perlakuan B, C, D, E, F, G (perlakuan dengan urea). Hal ini dikarenakan perlakuan A tidak diberi pupuk urea sehingga sumber N hanya didapat dari pupuk kandang yang diaplikasikan sebelumnya.

Perbandingan kadar N di dalam tanah pada Tabel 3 menunjukkan bahwa penggunaan penstabil N dengan tanpa penstabil N menunjukkan bahwa perlakuan C memberikan kadar nitrogen 0,2 % lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan B. Perlakuan E memberikan kadar nitrogen sebesar 0,1 % lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan D. Perlakuan G memberikan kadar nitrogen 0,02


(41)

26

% lebih rendah dibandingkan dengan pelakuan F. Perbedaan pengaruh kadar nitrogen di dalam tanah disebabkan karena unsur nitrogen merupakan unsur yang tidak stabil di tanah. Penggunaan penstabil N mampu memberikan kadar N lebih tinggi pada perlakuan C dan E namun, tidak meningkatkan kadar N pada perlakuan G.

Tabel 2. Hasil Analisis kadar nitrogen di dalam Tanah

Perlakuan Kadar N di dalam Tanah (%)

Primordia Panen

A : Kontrol 0,126 0,020

B : Urea 0,137 0,019

C : Urea + Penstabil N 0,164 0,018

D : Urea dan SP-36 0,127 0,019

E : Urea + penstabil N dan SP-36 0,140 0,016

F : Urea, Kapur, SP-36 0,144 0,018

G : Urea + penstabil, Kapur, SP-36 0,141 0,017 Perbandingan kadar N di dalam tanah pada penggunaan penstabil N dengan tanpa penstabil N menunjukkan bahwa perlakuan C memberikan kadar nitrogen 0,05% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan B. Perlakuan E memberikan kadar nitrogen sebesar 0,15 % lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan D. Perlakuan G memberikan kadar Nitrogen 0,06 % lebih rendah dibandingkan dengan pelakuan F. Berbeda saat panen penggunaan penstabil N tidak memberikan kadar N dalam tanah lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa penstabil N.

3. Kadar Amonium dalam Tanah

Ion NH4+ lebih stabil di dalam tanah dibandingkan dengan ion NO3- sebab ion NH4+ dapat diikat dalam tapak jerapan baik pada liat organik maupun


(42)

27

anorganik. Sehingga akan menjadi sangat baik dan menguntungkan dalam mempertahankan N dalam bentuk NH4+. Pemupukan N dengan membenamkan ke dalam tanah atau ke lapisan reduksi pada tanah sawah adalah usaha untuk mengurangi kehilangan N melalui penguapan maupun pencucian (Sugeng, 2005).

Kadar amonium sebelum diberikan perlakuan memiliki kriteria tinggi (9,09 ppm). Saat primordia kadar amonium beberapa perlakuan mengalami peningkatan dan dikriteriakan tinggi hingga sangat tinggi. Namun, perlakuan A memiliki kadar amonium 9,03 ppm hal ini menunjukkan bahwa kadar amonium pada perlakuan A hampir sama dengan tanah sebelum diperlakukan. Saat primordia kadar amonium dalam tanah pada perlakuan B, C, D, E, F, G mengalami penambahan dibandingkan dengan tanah awal. Kadar amonium pada perlakuan A mengalami penurunan saat primordia sebesar 0,008% dari kadar amonium awal. Hasil analisis kadar amonium di dalam tanah disajikan dalam table berikut:

Tabel 3. Hasil Analisis Kadar NH4+ di dalam Tanah

Perlakuan Kadar NH4

+

di dalam Tanah (ppm)

Primordia Panen

A : Kontrol 9,023 16,391

B : Urea 19,670 17,100

C : Urea + Penstabil N 20,037 17,798

D : Urea dan SP-36 26,059 17,094

E : Urea + penstabil N dan SP-36 18,874 16,833

F : Urea, Kapur, SP-36 66,087 16,684

G : Urea + penstabil, Kapur, SP-36 29,508 17,103

Perlakuan C saat primordia memberikan kadar 0,018% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Urea B. Perlakuan C saat panen memberikan kadar 0,04% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Urea B. Perlakuan E


(43)

28

saat primordia memberikan kadar amonium 0,2% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan D. Perlakuan E saat panen memberikan kadar amonium 0,015% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan D. Perlakuan G memberikan kadar amonium 0,025% lebih banyak saat panen namun memberikan kadar amonium 0,5% lebih rendah saat primordia dibandingkan dengan perlakuan F. Dalam hal ini menunjukkan bahwa penstabil N pada perlakuan E kurang memberikan pengaruh terhadap kadar amonium di dalam tanah. Berbeda hal nya dengan perlakuan C yang memberikan kadar amonium lebih banyak dibandingkan perlakuan B.

Kadar amonium pada masa primordia lebih banyak dibandingkan dengan masa panen. Hal ini dikarenakan pupuk urea yang diaplikasian pada 45 HST berubah menjadi amonium. Hal ini didukung oleh penyataan Brady and Well (2008) bahwa pupuk urea yang diaplikasikan akan langsung terhidrolisis dan menghasilkan NH4+ terlarut dan akan ternitrifikasi.

Penggunaan kapur dalam penelitian ini membuktikan bahwa pH yang lebih tinggi mampu meningkatkan aminisasi dan amonifikasi yang akan menghasilkan amonium. Kadar amonium saat primordia pada perlakuan F dan G didapat kadar amonium paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini membuktikan bahwa penambahan kapur dapat meningkatkan pH tanah dan mempercepat aminisasi, amonifikasi dan oksidasi sulfur. Namun, saat panen kadar amonium pada perlakuan F dan G hampir sama dengan perlakuan tanpa penambahan Kapur. Hal ini membuktikan bahwa proses aminisasi, amonifikasi dan oksidasi sulfur karena terjadi penurunan pH tanah.


(44)

29

4. Kadar Nitrat dalam Tanah

Nitrogen nitrat tanah dapat ditambahkan sebagai pupuk atau terbentuk oleh nitrifikasi. Senyawa ammonium yang dilepaskan selama proses amonifikasi selanjutnya dioksidasi secara biologi menjadi nitrat (proses nitrifikasi). Dalam reaksi nitrifikasi mikroorganisme yang berperan adalah mikroorganisme/bakteri autotrof. Mikroorganisme memperoleh energi dari oksidasi garam-garam anorganik. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses nitrifikasi adalah kadar ammonium, populasi mikroorganisme nitrifikasi, reaksi tanah, aerasi tanah, temperatur, dan kadar lengas. Reaksi nitrifikasi akan menurunkan pH tanah, karena melepaskan ion H+ (Sugeng, 2005).

Tabel 4. Hasil Analisis Kadar NO3- di dalam Tanah

Perlakuan Kadar NO3

di dalam Tanah (ppm)

Primordia Panen

A : Kontrol 0,59 4,88

B : Urea 0,33 9,08

C : Urea + Penstabil N 1,78 18,01

D : Urea dan SP-36 0,70 29,08

E : Urea + penstabil N dan SP-36 0,49 13,22

F : Urea, Kapur, SP-36 2,42 5,99

G : Urea + penstabil, Kapur, SP-36 0,48 5,70

Hasil pengamatan kadar nitrat dalam tanah menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan yang diaplikasikan memberikan perbedaan. Kadar nitrat awal sebelum diaplikasikan perlakuan memiliki kriteria sangat rendah (1,43 ppm). Pada masa primordia perlakuan C dan F mengalami penambahan kadar nitrat dibandingkan dengan kadar nitrat awal tanah. Sedangkan perlakuan B, D, E, dan G mengalami penurunan kadar nitrat dibandingan dengan kadar nitrat awal tanah. Sedangkan pada saat pemanenan kadar nitrat untuk semua perlakuan yang sudah


(45)

30

diaplikasikan menunjukkan penambahan kadar nitrat dibandingkan pada masa primordia dan tanah awal.

Saat primordia perlakuan A memberikan kadar nitrat lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan C, D, F. Perlakuan C memberikan kadar nitrat 4,4% lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan Urea B. Perlakuan E memberikan kadar nitrat sebesar 0,3% lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan D. Perlakuan G memberikan kadar nitrat 0,8 % lebih sedikit dibandingkan dengan pelakuan F.

Perbandingan penggunaan Urea dan tanpa menggunakan Urea didapat bahwa saat panen perlakuan A memberikan kadar nitrat paling sedikit dibandingkan dengan perlakuan B, C, D, E, F, G. Sedangkan perbandingan penggunaan penstabil N dan tidak menggunakan penstabil N saat panen didapat perbandingan bahwa perlakuan C memberikan kadar nitrat 0,059% lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan B. Perlakuan E memberikan kadar nitrat sebesar 0,15% lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan D. Begitupun dengan G memberikan kadar nitrat 0,063% lebih sedikit dibandingkan dengan pelakuan F.

Dari uraian kadar nitrat tanah di atas menunjukkan bahwa kadar nitrat di dalam tanah tidak stabil ketersediannya pada semua perlakuan yang sudah diaplikasikan. Hal ini dikarenakan Nitrat cepat tersedia bagi tanaman dan mikroorganisme. Organisme juga menggunakan NH4+ di bawah kondisi aerob. Nitrat sangat mobil di dalam tanah. Bergerak bebas dengan air tanah, sehingga tercuci groundwater dan erosi ke badan – badan air sehingga terjadi pengkayaan (euterifikasi). Dalam penelitian ini nitrat hilang melalui denitrifikasi dalam bentuk


(46)

31

N2O, NO, dan N2 ke atmosfer (Sugeng, 2005). Hal ini wadah/ pot untuk budidaya tidak dibuat lubang untuk dreinase air.

5. Kadar Fosfor dalam Tanah

Unsur P tersedia dalam tanah berasal dari apatit, pupuk dan bahan organik yang akan membentuk senyawa unsur-unsur lain di dalan tanah. Sebagian besar senyawa P tidak tersedia bagi tanaman dikarenakan senyawa yang tidak larut. Bentuk senyawa ini selanjutnya disebut bentuk terfiksasi. Senyawa seperti kalsium fosfat dan oktakalsium fosfat relatif tersedia bagi tanaman. Sumber P lain yang tersedia bagi tanaman adalah dari dekomposisi bahan organik, humus, mikroba dan bentuk-bentuk hidup lainnya (Sugeng, 2005).

Hasil pengamatan fosfor dalam tanah kadar fosfor pada masa primordia untuk semua perlakuan memiliki kriteria sangat rendah (0,02–0,18). Begitupun penggunaan Urea (perlakuan B, C, D, E, F, G) kriterianya tidak berbeda dengan perlakuan tanpa penggunaan Urea (perlakuan A) yaitu sangat rendah. Hal ini disebabkan pada saat primordia tanaman padi menyerap P untuk pembentukan biji atau buah. Apabila dihitung berdasarkan serapan P per hari pada fase generatif tanaman menyerap unsur P 16 kali lebih banyak dibandingkan pada fase vegetatif.

Menurut Tisdale et al., (1956) penambahan pupuk P ke dalam tanah meningkatkan P dalam larutan tanah. Hal ini terlihat pada perlakuan B dan C yang tidak diberi pupuk SP-36, kadar P dalam tanah lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan dengan pemberian pupuk SP-36 (perlakuan A, D, E, F, G).


(47)

32

Tabel 5. Hasil Analisis Kadar P2O5 di dalam Tanah

Perlakuan Kadar P2O5 di dalam Tanah

Primordia Panen

A : Kontrol 0,06 4,49

B : Urea 0,02 6,87

C : Urea + Penstabil N 0,03 5,05

D : Urea dan SP-36 0,17 5,53

E : Urea + penstabil N dan SP-36 0,07 5,13

F : Urea, Kapur, SP-36 0,18 5,82

G : Urea + penstabil, Kapur, SP-36 0,08 4,68

Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar fosfor pada masa pemanenan memiliki kadar yang berbeda-beda antar perlakuan. Perlakuan A dan G memiliki kriteria P sangat rendah (4,9 ppm dan 4,6 ppm). Perlakuan B, C, D, E, F memberikan kadar fosfor dalam kriteria rendah (6,8 ppm; 5 ppm; 5,3 ppm; 5,13 ppm; 5,82 ppm) Hal ini dimungkinkan karena penyerapan unsur P pada tanah oleh tanaman.

Saat primordia perlakuan C memberikan kadar P 0,15% lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan B. Pada perlakuan E hanya memberikan kadar fosfor 0,6% lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan D. Begitu juga dengan perlakuan G yang memberikan kadar fosfor 0,5% lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan F. Perlakuan C saat panen memberikan kadar fosfor 0,26% lebih rendah dibandingkan kadar fosfor perlakuan B. Perlakuan E saat panen memberikan kadar fosfat 0,07% lebih rendah dibandingkan perlakuan D. Pada perlakuan G memberikan kadar fosfor 0,2% lebih rendah dibandingkan pada perlakuan F. Secara umum pada masa primordia dan panen pemberian penstabil N pada pupuk urea ( perlakuan C, E, G) memberikan kadar P yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan tanpa penstabil N (perlakuan B, D, F). Hal ini


(48)

33

dimungkinkan karena pada masa panen penyerapan P oleh tanaman sudah maksimal sedangkan pada saat primordia tanaman menyerap unsur P belum maksimal karena masih dalam fase generatif. Hal ini didukung pendapat oleh Baber (1984) bahwa P dibutuhkan sangat sedikit saat awal pertumbuhan khususnya untuk perkembangan perakaran tanaman selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan bagian di atas tanah.

Secara umum kadar fosfat dalam tanah saat panen mengalami peningkatan dari masa primordia. Peningkatan kadar fosfat saat panen disebabkan oleh aktivitas tanaman. proses metabolisme perakaran yang mengeluarkan eksudat berupa asam-asam organik dan menyebabkan daerah sekitar perakaran menjadi masam sehingga menstimulasi kelarutan pupuk fosfat dalam tanah (Balai Penelitian Tanah, 2012).

6. pH tanah

Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion Hidrogen (H+) didalam tanah. Semakin tinggi kadar ion H+ didalam tanah maka tanah akan semakin masan. Sebaliknya apabila semakin tinggi kadar OH- daripada H+ maka tanah akan semakin alkalis. Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bersifat netral (Yulianti, 2007).

Perbandingan perlakuan A dengan perlakuan yang diberikan Urea tidak berbeda karena semua pH saat primordia dalam keadaan netral (6,6 – 6,9). Penggunaan SP-36 dalam perlakuan Urea dan SP-36; Urea + penstabil N, SP-36; Urea, SP-36 dan Kapur; Urea + penstabil N, SP-36, Kapur memiliki pH netral.


(49)

34

Perlakuan dengan penggunaan Kapur memiliki pH netral (6,8 -6,9). Nilai pH bukan hanya menunjukkan keadaan tanah masam atau alkalis namun juga menunjukkan tentang sifat-sifat tanah yang lain seperti ketersediaan fosfor, status kation – kation basa, status kation atau unsur beracun, dsb. Secara umum tanah mineral memiliki pH optimum 6,5 (Notohasiprawiro, 1998). Pada penelitian ini tanah vertisol merupakan tanah mineral dan memiliki pH awal sebesar 6,3.

Saat pemanenan pH tanah berubah menjadi keadaan agak masam (6,3 – 6,4) untuk semua perlakuan. Pada perlakuan A pH mendekati pH awal tanah sebelum diberi pupuk. Pada perlakuan yang ditambahkan dengan kapur pH nya lebih tinggi daripada perlakuan yang lain namun tetap dalam keadaan netral. Saat panen pH mengalami penurunan. Penurunan pH ini disebabkan oleh pengurangan pengairan yang dilakukan. Sehingga kandungan H+ dalam tanah semakin meningkat dan kandungan OH- dalam tanah semakin berkurang (Yuliani, 2007).

Menurut Duxbury et al., (2000) perubahan pH tanah sekitar 6 hingga 7,5 mempunyai pengaruh langsung yang cukup kecil pada akar tanaman atau


(50)

35

mikroorganisme tanah. Dalam variasi pH tersebut sebagian besar unsur hara tanaman dalam kondisi tersedia. Sehingga dalam penelitian ini keadaan tanah yang telah diukur mampu menunjang pertumbuhan tanaman dengan baik hal ini dikarenakan pH tanah dari awal sebelum diberi berbagai perlakuan 6,3 hingga yang paling tinggi merupakan saat primordia yaitu 6,9.

pH tanah sangat penting dalam menentukan aktivitas dan dominasi mikroorganisme dalam hubungannya dengan proses-proses yang sangat erat hubungannya dengan mikroorganisme seperti siklus hara (nitrifikasi, denitrifikasi, dll), penyakit tanaman, dekomposisi dan sintesa senyawa kimia organik dan transport gas ke atmosfes oleh mikroba seperti metan dan CH4. Variasi nilai pH optimum untuk sebagian mikroorganisme tanah adalah 5 – 8. Nilai pH di atas 8, ion NH4+ yang ada akan cepat berubah menjadi gas NH3, yang dapat hilang dari tanah dan juga menghambat aktiitas bakteri pengoksidasi NO2-. Nilai pH di bawah 5,5 bakteri nitrifikasi sangat berkurang pada sebagian besar tanah (Sugeng, 2005). Pada pH yang berkisar 6,3 hingga 6,9 dalam penelitian ini membuktikan bahwa sebagian besar mikroorganime tanah bekerja secara optimum.

Aktivitas H+ dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bahan induk tanah, pengendapan, vegetasi alam, pertumbuhan tanaman, kedalaman tanah, dan pupuk nitogen (N). Dalam penelitian ini aktivitas H+ dipengaruhi oleh pertumbuhan tanaman, pupuk nitrogen, dan penggenangan. Tanah berubah menjadi masam jika ditanami atau untuk aktivitas pertanian, sebab basa-basa akan hilang (ikut terpanen) (Sugeng, 2005). Hal ini sejalan dalam penelitian ini bahwa pH tanah saat primordia dalam keadaan Netral sedangkan saat pemanenan pH


(51)

36

berubah menjadi agak masam. Tidak semua perlakuan berubah menjadi agak masam ada beberapa perlakuan yang tetap dalam keadaan netral. Perlakuan yang berubah menjadi agak masam adalah perlakuan A, C, dan D. Untuk perlakuan B, F, dan G memang belum menjadi agak masam namun, jika dibandingkan dengan saat primordia pH tanah saat pemanenan menurun dan mendekati keadaan agak masam. Pada perlakuan E pH tanah tidak mengalami penurunan (menjadi masak) hal ini disebabkan karena pada perlakuan E diserang oleh penyakit (Lampiran 5) sehingga unsur-unsur hara dalam tanah tidak terserap dengan baik oleh tanaman.

Menurut sugeng (2005) pupuk NH4+ dosis tinggi pada tanah agak masam dapat menurunkan 1unit pH dalam 3 hinga 4 minggu yang dikarenakan oleh reaksi nitrifikasi. Pemupukan Urea paling besar memberikan gejolak perubahan pH yaitu mula- mula (1- 2 minggu) meingkatkan pH lebih dari 1 unit, lalu diikuti penurunan pH secara drastis. Hal ini sejalan dalam penelitian ini bahwa pemupukan Urea memberikan gejolak pada perubahan pH. Pada Gambar 6 terlihat pada masa primordia pH mengalami kenaikan secara drastis kemudian saat panen pH mengalami penurunan.

Pengaruh penggenangan adalah meningkatkan pH tanah masam dan menurunkan pH tanah-tanah alkalis. Tanpa melihat pH tanah awal, pH tanah tergenang akan bervariasi sebagian besar antara 6,5 hingga 7,2 untuk satu bulan setelah penggenangan dan hingga kering (Sugeng, 2002). Dalam penelitian ini pH setelah digenangi tanah menjadi netral untuk semua perlakuan (masa primordia). Pada masa primordia pH perlakuan A dalam keadaan netral. Hal ini dikarenakan


(52)

37

tanah dilakukan penggenaan (kondisi macak-macak). Menurut Yulianti (2007) tanah yang bersifat netral disebabkan oleh kandungan H+ sama dengan OH-.

B. Variabel Pertumbuhan

1. Panjang tanaman

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses kehidupan dan perkembangbiakan suatu spesies yang berjalan secara terus menerus sepanjang daur hidup yang bergantung pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon dan substransi pertumbuhan lain serta lingkungan yang mendukung. Panjang tanaman merupakan salah satu indikator pertumbuhan maupun parameter yang digunkan untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan merupakan parameter yang mudah dilihat dan pengukuran dilakukan tanpa merusak tanaman sempel. Rerata pertumbuhan panjang tanaman padi tersaji dalam Tabel 7.

Tabel 6. Rerata pertumbuhan panjang tanaman padi Perlakuan

Panjang tanaman padi pada umur

2 4 6 8

...MST (cm)...

A : Kontrol 46,7 76,8 100,7 102,0 d

B : Urea 44,8 75,8 102,9 107,1 dc

C : Urea + Penstabil N 44,5 75,0 107,2 115,4 a

D : Urea dan SP-36 45,8 74,5 105,2 117,9 a

E : Urea + penstabil N dan SP-36 47,1 76,4 106,7 114,0 ab F : Urea, Kapur, SP-36 47,1 76,4 104,5 108,9 bc G : Urea + penstabil, Kapur, SP-36 46,6 76,7 108,3 114,3 ab

Prob 0,7 0,8 0,08 0,0007

Keterangan : Angka yang ada pada tabel dengan notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata dan notasi huruf yang berbeda, berbeda nyata berdasarkan sidik ragam 5% yang dilanjutkan dengan uji Duncan.


(53)

38

Hasil pengamatan panjang tanaman berdasarkan uji jarak berganda Duncan dalam Tabel 3 terhadap panjang tanaman bahwa perlakuan A, B, C, D, E, F, G berpengaruh pada umur 8 MST. Namun hasil uji sidik ragam pada umur tanaman 2, 4 dan 6 MST terhadap panjang tanaman menunjukkan bahwa perlakuan A, B, C, D, E, F, G tidak berpengaruh nyata.

Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap panjang tanaman pada umur 2, 4, dan 6 MST memberikan respon yang sama. Hal ini disebabkan karena pemberian pupuk K dan pupuk kandang yang sama pada semua perlakuan. Menurut Sugeng (2005) fungsi kalium erat hubungannya dengan metabolisme tanaman dari beberapa proses yang terjadi di dalam tanaman. Kalium sangat penting dalam proses fotosintesis. Apabila kekurangan K maka proses fotosintesis akan menurun, akan tetapi respirasi tanaman akan meningkat. Hal ini menyebabkan banyak karbohidrat yang ada dalam jaringan tanaman tersebut digunakan untuk mendapatkan energi untuk aktivitas-aktivitasnya sehingga pembentukan bagian-bagian tanaman akan berkurang yang akhirnya pertumbuhan dan produksi tanaman berkurang.

Hasil sidik ragam terhadap panjang tanaman pada umur 8 MST menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Rerata dan hasil uji jarak berganda Duncan dalam Tabel 7 terhadap panjang tanaman menunjukkan bahwa perlakuan C, D, E, F, G berpengaruh lebih baik dibandingkan dengan perlakuan A. Pengaruh aplikasi Urea dan SP-36 (perlakuan D) menghasilkan panjang tanaman paling tinggi meskipun


(54)

39

tidak berbeda nyata dengan pengaruh Urea + penstabil N (C), Urea + penstabil N dan SP-36 (E); dan Urea + penstabil N, Kapur, dan SP-36 (G).

Pemupukan Urea dan SP-36 mampu meningkatkan pertumbuhan panjang tanaman dengan baik. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan unsur esensial tersedia dengan seimbang di dalam tanah sehingga menunjang pertumbuhan tanaman secara optimal. Unsur hara paling banyak dibutuhkan tanaman secara umum adalah N baru diikuti P2O5, K2O, Mg dan S.

Penggunaan penstabil N pada pupuk Urea mampu meningkatkan pertumbuhan panjang tanaman padi. Hal ini terlihat pada Tabel 7 bahwa perlakuan C memiliki panjang tanaman lebih besar dibandingkan dengan perlakuan B. Perlakuan G yang memiliki panjang tanaman lebih besar dibandingkan dengan perlakuan F. Namun, berbeda dengan perlakuan E yang memiliki panjang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan D.

Hasil pengamatan pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini:


(55)

40

Pada Gambar 3 terlihat pertumbuhan tinggi tanaman padi yang diukur selama 2 minggu sekali setelah tanam. Pada minggu ke- 2 setelah tanam hingga 6 minggu setelah tanam terjadi peningkatan tinggi tanaman yang pada seluruh pengaruh perlakuan. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan tanaman padi memasuki fase pertumbuhan dipercepat dimana kebutuhan air dan hara cukup banyak. Pemupukan pada umur 7 dan 30 Hari setelah tanaman serta penambahan pupuk kandang memberikan suplai hara bagi tanaman padi sehingga padi tumbuh dengan baik. Pengaruh perlakuan A mengalami pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan perlakuan yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan serapan unsur N pada perlakuan A lebih kecil dibandingkan perlakuan lain.

Menurut Santoso (2004) tanaman padi memerlukan nitrogen dalam jumlah yang besar pada fase vegatatif. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman padi yang dipupuk dengan Urea (sumber nitrogen) pertumbuhannya lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang tidak dipupuk dengan Urea. Hal ini ditunjukkan pada pertumbuhan panjang tanaman pada minggu ke – 8 setelah tanam. Perlakuan A memiliki pertumbuhan panjang tanaman paling pendek dibandingkan dengan perlakuan lain meskipun berbeda tidak nyata dengan pemberian Urea (B). kenyataannya ini menunjukkan bahwa unsur hara pada pengaruh perlakuan A kurang memenuhi untuk perkembangan tanaman. Hal ini disebabkan unsur hara yang diserap oleh tanaman tidak cukup. Menurut Poerwowidodo (1992) kekurangan N akan menyebabkan pembelahan sel terhambat dan akibatnya menyusutkan pertumbuhan. Nitrogen juga berpengaruh terhadap ketersediaan fosfor bagi tanaman (berpengaruh secara biologis dan


(56)

41

kimiawi). Kekurangan pasok P menjadikan tanaman tidak tumbuh maksimal atau potensial hasilnya tidak maksimal atau tidak mampu melengkapi proses reproduktif normal. Sedangkan kekurangan kalium menyebabkan karbohidrat melarut dan mengurangi penyusunan gula, asam amino, sintesis pati dan glikogen terhenti.

Menurut Simanungkalit (2006) fosfor berfungsi untuk merangsang pertumbuhan tunas dan anakan. Penggunaan Urea yang diimbangi dengan SP-36 mampu meningkatkan kuantitas pertumbuhan panjang tanaman padi. Namun, pada perlakuan D, E, G berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan Sulfur dan penstabil N yang dilapisi pada pupuk Urea kurang maksimal terhadap kehilangan Nitrogen yang terjadi didalam tanah (Khan, 2015).

2. Jumlah anakan

Berdasarkan hasil uji sidik ragam yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan yang diaplikasikan memberikan respon yang sama terhadap jumlah anakan tanaman padi.

Penggunaan pupuk urea yang diimbangi dengan pemupukan SP-36 (perlakuan D, E, F, G) responnya sama dengan perlakuan yang hanya dipupuk urea saja (perlakuan B dan C) pada tanaman berumur 4, 6, dan 8 MST. Penambahan penstabil N pada pupuk urea (C, E, G) tidak memberikan perbedaan nyata dibandingkan dengan perlakuan yang tidak menggunakan penstabil N (B, D, F) pada umur tanaman 4, 6, dan 8 MST. Penambahan kapur pada pemupukan urea dan urea yang ditambah dengan penstabil N responnya sama pada tanaman


(57)

42

yang berumur 4, 6, dan 8 MST. Dengan demikian, pemberian Penstabil N ke urea, dan kombinasi pemberian SP-36 dan kapur tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan padi. Hal ini dimungkinkan jumlah unsur hara di dalam tanah sudah tersedia dalam pertumbuhan anakan padi. Rerata dan hasil uji sidik ragam pertumbuhan anakan disajikan dalam Tabel 8 berikut:

Tabel 7. Rerata pertumbuhan anakan tanaman padi Perlakuan

Jumlah anakan tanaman padi pada umur

4 6 8

...MST (batang)...

A : Kontrol 6,6 12,5 9,3

B : Urea 6,5 12,0 10,8

C : Urea + Penstabil N 6,6 12,1 11,0

D : Urea dan SP-36 5,8 11,5 10,1

E : Urea + penstabil N dan SP-36 6,5 13,1 12,3

F : Urea, Kapur, SP-36 7,0 12,8 11,1

G : Urea + penstabil, Kapur, SP-36 5,6 10,8 10,0

Prob 0,6 0,4 0,09

Keterangan : Angka yang ada pada tabel menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan sidik ragam 5%

Unsur nitrogen dan fosfor diperlukan tanaman dalam fase vegetatif. Penggunaan Urea, dan penggunaan SP-36 tidak memberikan respon yang berbeda terhadap jumlah produktif anakan tanaman padi. Namun dengan penggunaan Urea dan/atau pengimbangan penggunaan SP-36 jumlah anakan produktif terbentuk lebih banyak daripada tanpa penggunaan Urea (A). Hal ini dibuktikan oleh pendapat Sarwono Hardjowigeno (1987) bahwa unsur N dan P harus diperhatikan ketersediaannya untuk penyerapan unsur hara yang seimbang oleh tanaman. Nitrogen berfungsi untuk memacu pertumbuhan vegetatif sedangkan fosfor berfungsi untuk memacu pertumbuhan generatif.


(58)

43

Persamaan pengaruh masing-masing perlakuan terhadap jumlah anakan disebabkan oleh pemberian pupuk kadang pada masing-masing perlakuan dengan jumlah dan waktu yang sama. Secara umum kandungan hara pupuk kandang lebih rendah daripada pupuk kimia. Kandungan bahan organik yang tinggi dalam pupuk kandang sangat penting untuk memperbaiki kondisi tanah. Penambahan bahan organik akan memperbaiki sifat kimia tanah antara lain KTK, kandungan bahan organik, serta kandungan unsur hara N, P, dan S. Pupuk kandang juga menjadi fasilitator dalam penyerapan unsur nitrogen (N) yang sangat penting bagi tanaman (Murbandono, 1989).

Hasil pengaruh perlakuan terhadap jumlah anakan tanaman dapat dilihat pada gambar 4 berikut:

Gambar 3. Rerata Jumlah Anakan Tanaman Padi

Unsur nitrogen dan fosfor banyak diperlukan tanaman pada fase vegetatif terutama dalam pembentukan anakan produktif. Unsur N dan P terkandung dalam pupuk Urea dan SP-36. Menurut Sanchez (2009) pembentukan anakan pada padi berhubungan dengan nitrogen di dalam tanaman. Meskipun dalam uji sidik ragam


(59)

44

jumlah anakan tidak menunjukkan perbedaan respon antar perlakuan namun, dilihat dari grafik menunjukkan adanya pembentukan jumlah anakan yang maksimal pada perlakuan penggunaan Urea dan tau yang diimbangi dengan SP-36.

Pada perlakuan A jumlah anakan produktif berkurang 0,34% dari jumlah anakan yang muncul. Sedangkan penggunaan Urea dan atau pengimbangan penggunaan pupuk SP-36 hanya berkurang sekitar 0,6 – 0,15% dari jumlah anakan yang muncul. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan Urea lebih efektif dalam pembentukan anakan produktif karena penyerapan hara nitrogen yang maksimal akan mempengaruhi penyerapan hara fosfor dalam jumlah yang seimbang.

C. Variabel Hasil

Hasil tanaman padi merupakan indikator suatu tanaman dalam berproduksi dan dapat dimanfaatkan oleh lingkungan dan manusia untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Komponen hasil dalam budidaya padi terdiri dari beberapa bagian yaitu gabah, jerami, dan akar. Gabah biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dijadikan beras untuk konsumsi. Jerami dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ataupun sebagai sumber bahan organik untuk tanah. Sedangkan akar biasanya tidak dipanen namun dapat dijadikan sebagai sumber bahan organik untuk tanah. Komponen hasil yang dimaksud dalam penelitin ini terdiri dari gabah dan jerami.


(60)

45

1. Berat segar tanaman

Berat segar tanaman merupakan berat jerami tanpa buah yang ditimbang setelah panen. Berat segar tanaman mempresentasikan produktivitas padi. Hasil uji sidik ragam terhadap berat segar tanaman (Tabel 9) menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang sama.

Penggunaan urea yang diimbangi dengan pupuk SP-36 dan yang tidak diimbangi pupuk SP-36 tidak menunjukkan perbedaan. Hal ini dilihat pada Tabel 9 bahwa pada perlakuan B dan C (perlakuan tanpa penggunaan SP-36) dengan perlakuan D, E, F, G berdasarkan hasil uji sidik ragam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Rerata dan hasil uji sidik ragam berat segar tanaman disajikan dalam Tabel 9 berikut:

Tabel 8. Rerata berat segar tanaman

Perlakuan Berat Segar Tanaman (gram)

A : Kontrol 157,3

B : Urea 234,6

C : Urea + Penstabil N 219,4

D : Urea dan SP-36 220,5

E : Urea + penstabil N dan SP-36 198,7

F : Urea, Kapur, SP-36 237,7

G : Urea + penstabil, Kapur, SP-36 217,8

Prob 0,0697

Keterangan : Angka yang ada pada tabel menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan sidik ragam 5%.

Dari penelitian ini penggunaan penstabil N tidak berpengaruh nyata terhadap besar segar tanaman padi. Sebagaimana tercantum dalam Tabel 9 bahwa perlakuan B, D, F (perlakuan tanpa penggunaan penstabil N) dibandingkan perlakuan C, E, G (perlakuan dengan penstabil N) memberikan respon yang sama terhadap berat segar tanaman. Penggunaan kapur pada perlakuan F dan G tidak


(61)

46

menunjukkan perbedaan nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kapur pada urea yang ditambah dengan penstabil N dan urea yang tidak ditambah dengan penstabil N tidak berbeda responnya terhadap berat segar tanaman (Tabel 9).

Dilihat dari hasil sidik ragam berat segar tanaman tidak memiliki perbedaan respon namun, apabila dibandingkan berat segar tanaman yang tidak menggunakan pupuk Urea jauh lebih kecil 0,2% - 0,5% dari perlakuan dengan Urea. Hal ini membuktikan bahwa dengan penggunaan pupuk Urea mampu mendapatkan biomassa hasil fotosintesis lebih banyak (Gardner dkk., 1991). Penggunaan pupuk Urea saja ataupun dengan pupuk SP-36 tidak hasil berat segar tanaman hampir sama. Namun pada perlakuan Urea + penstabil N dan SP-36 memiliki berat segar yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan perlakuan dengan pupuk Urea dan SP-36 yang lain. Hal ini disebabkan perlakuan Urea + penstabil N dan SP-36 terserang penyakit saat fase generatif sehingga berat biomassa tanaman tidak maksimal (Lampiran 5).

2. Berat kering tanaman

Berat kering tanaman merupakan akumulasi dari berbagai cadangan makanan seperti protein, karbohidrat dan lipida (lemak) serta akumulasi fotosintat yang berada ditanaman. Menurut Gardner dkk (1991) berat basah dan berat kering mempresentasikan penimbunan karbohidrat pada tanaman.

Hasil uji sidik ragam terhadap berat kering tanaman menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang berbeda


(62)

47

nyata. Rerata dan hasil uji jarak berganda duncan berat kering tanaman dapat dilihat pada Tabel 10 berikut:

Tabel 9. Rerata berat kering tanaman

Perlakuan Berat Kering Tanaman (gram)

A : Kontrol 40,0 b

B : Urea 63,4 a

C : Urea + Penstabil N 64,9 a

D : Urea dan SP-36 62,5 a

E : Urea + penstabil N dan SP-36 61,5 a

F : Urea, Kapur, SP-36 65,8 a

G : Urea + penstabil, Kapur, SP-36 58,9 a

Prob 0,0027

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada tiap kolom menunjukkan pengaruh berbeda nyata.

Hasil uji jarak berganda duncan dalam Tabel 10 terhadap berat kering tanaman padi menunjukkan bahwa perlakuan B, C, D, E, F, dan G berpengaruh nyata lebih baik dari pada perlakuan A. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan unsur N pada perlakuan A hanya dari pupuk kandang tanpa diberikan sumber N dari pupuk anorganik (Urea) sehingga N di dalam tanah pada perlakuan A tersedia dalam jumlah yang sedikit. Beberapan pengaruh Nitrogen terhadap pertumbuhan tanaman dengan menjadikan tanaman berwarna hijau, meningkatkan pertumbuhan daun dan batang (Poerwowidodo, 1992). Sehingga menyebabkan tanaman tidak tumbuh secara optimal karena hara makro yang tersedia hanya sedikit. Hasil suatu tanaman ditentukan oleh kegiatan yang berlangsung di dalam sel dan jaringan tanaman. Pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi akan menyebabkan berat kering tanaman lebih besar (Gayuh dan Oetami, 2009). Rendahnya berat kering pada tanaman pengaruh perlakuan A menunjukkan adanya suatu hambatan proses


(63)

48

metabolime tanaman yang diakibatkan oleh kurangnya hara essensial yang tersedia di dalam tanah.

Pengaruh penggunaan penstabil N berdasarkan uji jarak berganda duncan memberikan pengaruh yang sama terhadap berat kering tanaman. Meskipun pada perlakuan C memiliki berat kering yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan B namun tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda duncan.

Berdasarkan rerata berat kering pada Tabel 10 menunjukkan bahwa pengaruh pemberian kombinasi pemupukan Urea, SP-36, pemberian Kapur dan penstabil N terhadap berat kering tanaman padi relatif sama. Hal ini disebabkan oleh keadaan air yang berada dalam zona perakaran yang berfungsi sebagai pelarut unsur hara yang akan diserap oleh tanaman melalui akar, yang kemudian ditranslokasikan keseluruh bagian tanaman sebagai zat pelarut air dan kalium berpengaruh terhadap pembentukan dinding sel. Kemampuan tanaman dalam menyimpan air dapat terlihat dari berat kering tanaman. pertumbuhan vegetatif yang baik akan memberikan bobot segar yang tinggi diikuti oleh kandungan air yang rendah dan diperoleh berat kering yang tinggi (Gardner, dkk., 1991).

3. Berat segar gabah/tanaman

Berat segar gabah digunakan untuk mengetahui seberapa besar nutrisi dan air yang di serap oleh gabah. Secara biologis biji merupakan suatu bakal biji yang masak, yang dindingnya mmbentuk testa (kulit biji). Pada biji rumput-rumputan menyimpan tepung dan protein di dalam endosperma dan minyak di dalam kotiledon. Protein serealia umumnya bertipe prolamin (larut dalam alkohol).


(64)

49

Promalin tidak mengandung lisin dan triptofan. Biji juga mungkin mengandung alkaloid, fenol, dan lakton yang bertindak sebagai penghambat perkecambahan (mekanisme dormansi).

Pada Tabel 11 hasil uji sidik ragam terhadap berat segar gabah berbeda nyata. Perlakuan B, C, D, E, F, G memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan A. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian urea lebih berpengaruh terhadap berat segar gabah pada setiap tanaman dari pada tanaman yang tidak diberikan urea.

Tabel 10. Rerata berat segar gabah

Perlakuan Berat Segar Gabah/ Tanaman

(gram)

A : Kontrol 48,5 b

B : Urea 73,5 a

C : Urea + Penstabil N 75,5 a

D : Urea dan SP-36 78,3 a

E : Urea + penstabil N dan SP-36 66,4 a

F : Urea, Kapur, SP-36 73,0 a

G : Urea + penstabil, Kapur, SP-36 70,3 a

Prob 0,0082

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada tiap kolom menunjukkan pengaruh berbeda nyata.

Penambahan penstabil N pada urea (perlakuan C, E, G) jika dibandingkan dengan perlakuan tidak menggunakan penambahan penstabil N (perlakuan B, D, F) dari hasil uji jarak berganda duncan memberikan respon yang sama terhadap berat segar gabah. Penambahan kapur pada penggunaan penstabil N dan tanpa penggunaan penstabil N (perlakuan F dan G) tidak berbeda pengaruhnya terhadap berat segar gabah tanaman.


(65)

50

Pertumbuhan vegetatif tanaman dipengaruhi oleh kegiatan fisiologis tanaman yang akan mendorong perpenjangan dan perbesaran sel. Kegiatan fisiologis tanaman yang berhubungan dengan berat segar adalah fotosintesis. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pupuk Urea meningkatkan fotosintesis tanaman dibandingkan dengan perlakuan tanpa penggunaan Urea. Namun tidak sama dalam penggunaan SP-36. Penggunaan SP-36 dan Urea dibandingkan dengan penggunaan Urea saja memiliki berat segar gabah yang responnya sama. Pada penggunaan Urea dan SP-36 memiliki berat segat yang lebih banyak dibandingkan dengan pelakuan lainnya. Peningkatan laju fotosintesis akan meningkatkan laju pembentukan karbohidrat dan zat makanan lain (Prawiranata and Tjondronegoro, 1988). Berat segar suatu tanaman dipengaruhi oleh status air. Status air sutau jaringan atau keseluruhan tubuh tanaman dapat berubah seiring pertambahan umur tanaman dan pengaruh lingkungan yang tidak tentu. Menurut Benyamin (2001) berat segar tanaman terdiri dari 80-90 % air dan sisinya adalah berat kering.

Penggunaan Urea, SP-36, dan Kapur memiliki respon yang sama terhadap berat segar gabah. Hal ini disebabkan bahwa tanah Vertisol yang digunakan memiliki KTK yang sangat tinggi. KTK berguna sebagai pengarbsorsi, pengikat dan penukar kation yang dapat mempertahankan ketersediaan unsur hara dalam zona perakaran tanaman (Sarwono Hardjowigeno, 1987)


(1)

77

Lampiran 5. Kriteria Penilaian hsil analisis Tanah

Parameter Tanah Nilai

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5

N (%) <0,1 0,1-0,2 0,21-0,5 0,75 >0,75

P2O5 Olsen <5 5-10 11-15 16-25 >25

KTK (me/100 g tanah <5 5-16 17-24 25-40 >40

NH4 2 2 3 8 21

N03 1 2 4 10 20

Sangat

masam Masam

Agak

masam Netral

Agak

alkalis Alkalis pH H2O <4,5 4,5-5,5 5,5-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 >8,5


(2)

Dokumentasi 5. Pemupukan

Dokumentasi 1. Pembibitan Padi Dokumentasi 2. Inkubasi tanah Vertisol

Dokumentasi 4. Pengukuran panjang tanaman

Dokumentasi 3. Penanaman


(3)

79

Dokumentasi 7. Gabah yang terserang wereng

Dokumentasi 8. Tanaman yang terserang penyakit blas

Dokumentasi 9. Penambahan asam sulfat untuk analisis Nitrogen

Dokumentasi 10. Pengukuran pH

Dokumentasi 12. Destruksi Dokumentasi 11. Pengenceran dengan


(4)

63 Dokumentasi 13. Jerami perlakuan

Kontrol

Dokumentasi 14. Jerami perlakuan Urea

Dokumentasi 15. Jerami perlakuan Urea + Penstabil N

Dokumentasi 16. Jerami perlakuan Urea dan SP-36


(5)

64

Dokumentasi 17. Jerami perlakuan Urea + Penstabil N dan SP-36

Dokumentasi 19. Jerami perlakuan Urea + Penstabil N, SP-36, dan Kapur

Dokumentasi 20. Gabah Perlakuan Kontrol

Dokumentasi 21. Gabah perlakuan

urea Dokumentasi 22. Gabah perlakuan urea + Penstabil N Dokumentasi 18. Jerami perlakuan


(6)

Dokumentasi 23. Gabah perlakuan

Urea dan SP-36 Dokumentasi 24. Gabah perlakuan urea + penstabil N, dan SP-36

Dokumentasi 25. Gabah perlakuan urea, SP-36, Kapur

Dokumentasi 26. Gabah perlakuan urea + penstabil N, SP-36, Kapur