Pengaruh Berbagai Level Mucuna Bracteata Dalam Pakan Berbasis Limbah Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan Sapi Po (Peranakan Ongole)

   
Pengaruh Berbagai Level Mucuna Bracteata Dalam Pakan Berbasis Limbah Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan Sapi Po
(Peranakan Ongole)
SKRIPSI Oleh:
Rizka Amalia 090306027
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
1   
Universitas Sumatera Utara

2
 
Pengaruh Berbagai Level Mucuna Bracteata Dalam Pakan Berbasis Limbah Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan Sapi Po
(Peranakan Ongole)
SKRIPSI
Oleh: Rizka Amalia 090306027/ILMU PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
   
Universitas Sumatera Utara


 
Judul
Nama NIM Program Studi

3
: Pengaruh berbagai level Mucuna bracteata dalam pakan berbasis limbah perkebunan kelapa sawit terhadap pertumbuhan sapi PO (Peranakan Ongole)
: Rizka Amalia : 090306027 : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. R. Edhy Mirwandhono M.Si Ketua

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

Tanggal ACC :

   

Universitas Sumatera Utara

4
 
ABSTRAK
RIZKA AMALIA: Pengaruh Berbagai Level Mucuna bracteata dalam Pakan Berbasis Limbah Perkebunan terhadap Pertumbuhan Sapi PO (Peranakan Ongole), dibimbing oleh EDHY MIRWANDHONO dan MA’RUF TAFSIN.
Penelitian ini dilaksanakan di PTPN III Kebun Bangun Jl. Asahan Kecamatan Gunung Malela Kabupaten Simalungun, yang berlangsung pada bulan Juli sampai dengan November 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai level Mucuna bracteata pada pakan berbasis limbah perkebunan terhadap pertumbuhan sapi PO jantan. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan bujur sangkar latin (RBSL) dengan 4 perlakuan, yaitu P0 (0% level Mucuna bracteata), P1 (10% level Mucuna bracteata), P2 (20% level Mucuna bracteata), P3 (30% level Mucuna bracteata), dengan rata-rata bobot awal 180,25 + 10,7 kg.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi pakan dalam bahan kering (g/ekor/hari) secara berturut-turut untuk perlakuan P0, P1, P2 dan P3 sebesar (5049; 5327; 5288; dan 5136), rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) sebesar (510,2; 540,5; 556,5; dan 522,2), rataan konversi pakan sebesar (10,07; 10,05; 9,92; dan 9,85). Penambahan Mucuna bracteata tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan serta konversi pakan sapi PO jantan. Kesimpulannya adalah bahwa Mucuna bracteata dapat digunakan sebagai bahan pakan hingga level 30%. Kata Kunci: Mucuna bracteata, penampilan ternak, Sapi PO (Peranakan ongole)
Jantan, hasil samping perkebunan
   
Universitas Sumatera Utara

5
 
ABSTRACT
RIZKA AMALIA: Effect of Various Levels of Mucuna bracteata in Diet Base on Oil Palm by production on the Growth of Male PO (Ongole Crossbred) Cattle, under Supervisor EDHY MIRWANDHONO and MA'RUF TAFSIN.
The research has been conducted in PTPN III Kebun Bangun Asahan Street, Malela Mountain Sub-district, Simalungun Regency, which took place from July to November 2013. This research was aims to determine the effect of various levels of Mucuna bracteata in diet base on oil palm by production on the growth of male PO (Ongole Crossbred) cattle. The design used in this research is a Latin square design (RBSL) with four treatments , the treatment consist of P0 (0% level of Mucuna bracteata) , P1 (10% level of Mucuna bracteata) , P2 (20% level of Mucuna bracteata) , P3 (30% Mucuna bracteata level), with average initial body weight 180,25 + 10,7 kg.
The result of research indicated that the average consumption dry matter for treatment (g/h/d) P0, P1, P2 and P3 were (5049; 5327; 5288; and 5136, respectively), while the average daily gain (g/h/d) P0, P1, P2 and P3 were (510.2; 540.5; 556.5; and 522.2, respectively), while the average feed conversion ratio P0, P1, P2 and P3 were (10.07; 10.05; 9.92; and 9.85, respectively). The addition of Mucuna bracteata not significant different (P>0.05) on dry matter intake, daily gain and feed conversion ratio on Male PO (Ongole Crossbred) Cattle. The conclusion is that Mucuna bracteata can be used as feed material up to the level of 30%. Key Words: Mucuna bracteata, performance, Male PO (Ongole Crossbred)

Cattle, by product.
   
Universitas Sumatera Utara

6
 
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Juni 1992 di Tanjung Kasau. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, putri dari Ayahanda (alm) M.Safii dan Ibunda Siswanti.
Pendidikan yang pernah ditempuh penulis sampai saat ini yaitu, tahun 1997 memasuki SD Islam Dewi Sri Tanjung Kasau dan lulus tahun 2003, pada tahun 2003 melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Air Putih Indrapura dan lulus tahun 2006, kemudian tahun 2006 memasuki SMA Inti Nusantara Tebing Tinggi dan lulus tahun 2009, selanjutnya pada tahun 2009 masuk Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Peternakan melalui jalur UMB.
Kegiatan yang pernah diikuti penulis selama aktif di perkuliahan yaitu, menjadi Sekretaris bidang Pendidikan dan Pelatihan di BKM AL-MUKHLISIN pada tahun 2010-2011, Ketua BKM-RESEARCH FP USU pada tahun 2011-2012 Bendahara Umum organisasi Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP) pada tahun 2011-2012, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi organisasi Himpunan Mahasiswa Program Studi Peternakan pada tahun 20112012, Koordinator Majelis Pekerja Nasional ISMAPETI (Ikatan Mahasiswa Peternakan Indonesia) pada tahun 2012-2014 selanjutnya pada bulan Juni 2012 sampai dengan Agustus 2012 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) Bukit Sentang Pangkalan Brandan, dan yang terakhir melaksanakan penelitian skripsi di PTPN III Kebun Bangun Jl. Asahan Kecamatan Gunung Malela Kabupaten Simalungun.
   
Universitas Sumatera Utara

7
 
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Berbagai Level Mucuna bracteata Dalam Pakan Berbasis Limbah Perkebunan Terhadap Pertumbuhan Sapi PO (Peranakan Ongole) Jantan”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak (Alm) Zulfikar Siregar, Edhy Mirwandhono selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ma’ruf Tafsin selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai penetapan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Khusus untuk unit sawit sapi PTPN III kebun bangun, penulis menyampaikan banyak terimakasih atas bantuannya selama penulis penelitian dan mengumpulkan data.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua civitas akademik di Program Studi Ilmu Peternakan Program Studi Peternakan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
   

Universitas Sumatera Utara

8
 
DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ....................................................................................................... i

ABSTRACT....................................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv

DAFTAR TABEL............................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... viii


PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................. 1

Tujuan Penelitian ............................................................................................. Hipotesis Penelitian.......................................................................................... Kegunaaan Penelitian....................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA Mucuna bracteata ............................................................................................. Potensi limbah kelapa sawit dan hasil samping industri kelapa sawit ............. Luas perkebunan kelapa sawit sumatera utara .................................................
Pelepah dan daun kelapa sawit.................................................................... Lumpur sawit............................................................................................... Bungkil inti sawit ........................................................................................ Molases........................................................................................................ Dedak padi................................................................................................... Urea ............................................................................................................ Ultra mineral................................................................................................ Garam .......................................................................................................... Pertambahan Bobot Badan............................................................................... Konsumsi Pakan............................................................................................... Konversi Pakan ................................................................................................ BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... Bahan Penelitian............................................................................................... Alat Penelitian.................................................................................................. Metode Penelitian ............................................................................................ Parameter Penelitian ........................................................................................ Pelaksanaan Penelitian ..................................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan............................................................................................... Pertambahan Bobot Badan...............................................................................

3 3 3
5 11 12 12 13 15 16 17 17 18 19 23 25 26
28 28 28 29 29 30
33 35

   
Universitas Sumatera Utara

9
 

Konversi Pakan ................................................................................................ Rekapitulasi Hasil Penelitian ........................................................................... KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...................................................................................................... Saran ............................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN .....................................................................................................

37 39
40 40 41 44


   
Universitas Sumatera Utara

10
 
DAFTAR TABEL
No. Hal. 1. Komposisi bahan pakan hasil samping perkebunan........................................9 2. Komposisi kimiawi tepung Mucuna bracteata ...............................................10 3. Komposisi kimia bahan pakan ternak berasal dari limbah
kelapa sawit dan hasil samping industri kelapa sawit...................................12 4. Kandungan nilai gizi pelepah dan daun kelapa sawit .....................................13 5. Kandungan nilai gizi lumpur sawit .................................................................15 6. Kandungan nilai gizi molases .........................................................................16 7. Kandungan nilai gizi dedak padi.....................................................................17 8. Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral ........................................19 9. Rataan konsumsi pakan sapi PO jantan dalam bahan kering
selama penelitian (g/ekor/hari) .......................................................................33 10. Analisis keragaman konsumsi pakan sapi PO jantan......................................34 11. Rataan pertambahan bobot badan sapi PO jantan (g/ekor/hari) .....................35 12. Analisis keragaman pertambahan bobot badan sapi PO jantan ......................36 13. Rataan konversi pakan sapi PO selama penelitian..........................................37 14. Analisis keragaman konversi pakan sapi PO selama penelitian .....................38 15. Rekapitulasi hasil penelitian ...........................................................................39
   
Universitas Sumatera Utara

11
  DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal. 1. Formulasi Pakan ....................................................................................... 44 2. Konsumsi pakan sapi PO jantan selama penelitian dalam bahan kering
(kg/ekor/hari) ............................................................................................ 40 3. Rataan konsumsi pakan sapi PO jantan dalam bahan kering selama
penelitian (kg/ekor/hari)............................................................................ 43 4. Analisis keragaman konsumsi pakan sapi PO jantan................................ 43 5. Grafik rataan konsumsi pakan sapi selama penelitian .............................. 44 6. Data bobot badan sapi selama penelitian .................................................. 44 7. Rataan pertambahan bobot badan sapi PO jantan selama penelitian
(kg/ekor/hari) ............................................................................................ 44 9. Analisis keragaman pertambahan bobot badan sapi ................................. 45 10. Grafik rataan pertambahan bobot badan sapi selama penelitian............... 45 11. Rataan konversi pakan sapi selama penelitian.......................................... 46 12. Analisis keragaman konversi pakan sapi selama penelitian ..................... 46 13. Grafik rataan konversi pakan sapi selama penelitian................................ 47 14. Rekapitulasi hasil penelitian ..................................................................... 47
   

Universitas Sumatera Utara

4
 
ABSTRAK
RIZKA AMALIA: Pengaruh Berbagai Level Mucuna bracteata dalam Pakan Berbasis Limbah Perkebunan terhadap Pertumbuhan Sapi PO (Peranakan Ongole), dibimbing oleh EDHY MIRWANDHONO dan MA’RUF TAFSIN.
Penelitian ini dilaksanakan di PTPN III Kebun Bangun Jl. Asahan Kecamatan Gunung Malela Kabupaten Simalungun, yang berlangsung pada bulan Juli sampai dengan November 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai level Mucuna bracteata pada pakan berbasis limbah perkebunan terhadap pertumbuhan sapi PO jantan. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan bujur sangkar latin (RBSL) dengan 4 perlakuan, yaitu P0 (0% level Mucuna bracteata), P1 (10% level Mucuna bracteata), P2 (20% level Mucuna bracteata), P3 (30% level Mucuna bracteata), dengan rata-rata bobot awal 180,25 + 10,7 kg.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi pakan dalam bahan kering (g/ekor/hari) secara berturut-turut untuk perlakuan P0, P1, P2 dan P3 sebesar (5049; 5327; 5288; dan 5136), rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) sebesar (510,2; 540,5; 556,5; dan 522,2), rataan konversi pakan sebesar (10,07; 10,05; 9,92; dan 9,85). Penambahan Mucuna bracteata tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan serta konversi pakan sapi PO jantan. Kesimpulannya adalah bahwa Mucuna bracteata dapat digunakan sebagai bahan pakan hingga level 30%. Kata Kunci: Mucuna bracteata, penampilan ternak, Sapi PO (Peranakan ongole)
Jantan, hasil samping perkebunan
   
Universitas Sumatera Utara

5
 
ABSTRACT
RIZKA AMALIA: Effect of Various Levels of Mucuna bracteata in Diet Base on Oil Palm by production on the Growth of Male PO (Ongole Crossbred) Cattle, under Supervisor EDHY MIRWANDHONO and MA'RUF TAFSIN.
The research has been conducted in PTPN III Kebun Bangun Asahan Street, Malela Mountain Sub-district, Simalungun Regency, which took place from July to November 2013. This research was aims to determine the effect of various levels of Mucuna bracteata in diet base on oil palm by production on the growth of male PO (Ongole Crossbred) cattle. The design used in this research is a Latin square design (RBSL) with four treatments , the treatment consist of P0 (0% level of Mucuna bracteata) , P1 (10% level of Mucuna bracteata) , P2 (20% level of Mucuna bracteata) , P3 (30% Mucuna bracteata level), with average initial body weight 180,25 + 10,7 kg.
The result of research indicated that the average consumption dry matter for treatment (g/h/d) P0, P1, P2 and P3 were (5049; 5327; 5288; and 5136, respectively), while the average daily gain (g/h/d) P0, P1, P2 and P3 were (510.2; 540.5; 556.5; and 522.2, respectively), while the average feed conversion ratio P0, P1, P2 and P3 were (10.07; 10.05; 9.92; and 9.85, respectively). The addition of Mucuna bracteata not significant different (P>0.05) on dry matter intake, daily gain and feed conversion ratio on Male PO (Ongole Crossbred) Cattle. The conclusion is that Mucuna bracteata can be used as feed material up to the level of 30%. Key Words: Mucuna bracteata, performance, Male PO (Ongole Crossbred)
Cattle, by product.
   

Universitas Sumatera Utara

12
 
PENDAHULUAN
Latar Belakang Salah satu alternatif sistem produksi pertanian di Indonesia yang dinilai
memiliki prospek menjanjikan adalah sistem integrasi tanaman-ternak (croplivestock system). Keunggulan sistem ini terletak pada adanya peluang, pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara lokal seperti lahan dan bahan pakan yang inherent dalam sistem serta hubungan komplementer antara tanaman dengan ternak.
Penyediaan hijauan pakan ternak yang berkualitas dan berkelanjutan merupakan aspek yang sangat menentukan dalam menunjang keberhasilan usaha ternak ruminansia. Tanaman pakan ternak yang diberikan kepada ternak biasanya terdiri atas jenis rumput-rumputan dan daun leguminosa (kacang-kacangan), disamping itu ada juga hasil sisa panen (limbah pertanian). Penyediaan hijauan menghadapi kendala karena keterbatasan lahan khusus untuk penanaman hijauan maupun lahan penggembalaan yang cenderung mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Menurut Kasryono dan Syafa’at (2000) sumberdaya alam untuk peternakan berupa padang penggembalaan di Indonesia mengalami penurunan sekitar 30%.
Leguminosa merupakan sumber protein murah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Mucuna bracteata merupakan TPT (tanaman pakan ternak) dari kelompok leguminosa yang sejak tiga tahun terakhir ini banyak digunakan sebagai tanaman penutup tanah (LCC/Legume Cover Crop) di perkebunan karet di Sumatera Utara (Karyudi dan Siagian, 2005).
   
Universitas Sumatera Utara

13
 
Mathews (2007) memaparkan karakteristik Mucuna bracteata sebagai berikut: pertumbuhan sangat cepat, mudah dipelihara, jumlah biji yang dihasilkan rendah, toleran terhadap kekeringan dan naungan, mengandung senyawa kimia allelo sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma, toleran terhadap hama dan penyakit, membutuhkan tenaga kerja dan bahan kimia yang rendah dalam pemeliharaannya, kontrol yang baik dalam mencegah erosi tanah, serta menghasilkan produksi biomassa yang tinggi (pada panen pertama sebanyak 4,4 ton BK/ha, sedangkan pada akhir tahun ketiga dapat mencapai 8-10 ton BK/ha) dengan tambatan hara nitrogen yang tinggi (220 kg/ha), baik dari serasah maupun tambatan nitrogen dari udara melalui nodul yang terdapat di akar. Namun, dari sisi peternakan memiliki kelemahan karena kurang disukai ternak. Menurut Vissoh et al., (2005) penyebabnya adalah adanya senyawa fenolik yang terkandung dalam Mucuna bracteata. Wiafe (2007) juga menyebutkan bahwa Mucuna bracteata memiliki kandungan senyawa fenolik yang tinggi, dengan pengolahan menjadi bentuk tepung (melalui penjemuran dan penggilingan) dan digunakan sebagai campuran pakan,diharapkan ternak akan mengkonsumsinya.
Leguminosa Mucuna bracteata selain memiliki keunggulan, disamping itu tanaman ini memiliki kekurangan yaitu dimana Mucuna bracteata dengan laju pertumbuhan akar relatif cepat pada umur diatas tiga tahun dimana pertumbuhan akar utamanya dapat mencapai 3 meter kedalam tanah dimana sulur Mucuna bracteata dapat melilit kelapa sawit dan menghambat pertumbuhan kelapa sawit (Harsono et al., 2012), salah satu cara mengatasi pertumbuhan Mucuna bracteata yang cepat merambat dan melilit pohon kelapa sawit adalah dengan cara pemangkasan Mucuna bracteata, sehingga hasil pemangkasan tersebut dapat
   
Universitas Sumatera Utara

14

 
dijadikan pakan ternak ruminansia, dengan pemikiran ini maka perlu dilakukan penelitian terhadap pemanfaatan Mucuna Bracteata sebagai pakan sapi serta pemanfaatan hasil samping perkebunan seperti pelepah sawit, bungkil inti sawit dan lumpur sawit. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh level penggunaan Mucuna bracteata dalam pakan berbasis limbah perkebunan terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan sapi PO (Peranakan Ongole) dan konversi pakan selama penelitian. Hipotesis Penelitian
Mucuna bracteata dalam pakan berbasis limbah perkebunan dapat memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan serta konversi pakan sapi peranakan ongole selama penggemukan. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi bagi peneliti dan peternak serta masyarakat pada umumnya, berkenaan dengan pemanfaatan hasil samping perkebunan untuk memudahkan peternak dalam pengadaan pakan.
   
Universitas Sumatera Utara

 
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Mucuna bracteata Sebagai Pakan Ternak Mucuna bracteata

15

Gambar 1. Tanaman Mucuna Bracteata Sumber : jurnal penelitian loka sei putih, 2008 Legum yang berasal dari india ini termasuk tanaman jenis baru yang masuk ke Indonesia, untuk digunakan sebagai tanaman penutup tanah di areal perkebunan karena Mucuna bracteata memiliki kelebihan dibandingkan dengan tanaman penutup tanah lainnya. Legum ini merupakan kelompok legum perennial atau tahunan, tumbuh menjalar diatas permukaan tanah, merambat ke arah kiri pada ajir atau tanaman lainnya, daunya beranak daun tiga helai, berbentuk bulat telur, asimetris, belah ketupat dan ujungnya tumpul, bagian bawah daun membulat, tulang daun menjari, permukaan daun halus bila diraba, tidak berbulu, warna daun lebih gelap dibandingkan dengan Mucuna pruriens. Selama ini tanaman yang ditanam dikebun percobaan, belum mampu menghasilkan bunga dan buah (Purwanto, 2011).
   
Universitas Sumatera Utara

16
 

Mucuna bracteata memiliki perakaran tunggang yang berwarna putih kecoklatan dan memiliki bintil akar berwarna merah muda segar dan sangat banyak, pada nodul dewasa terdapat leghaemoglobin yaitu hemoprotein monomerik yang terdapat pada bintil akar leguminosa yang terinfeksi oleh bakteri Rhizobium. Laju pertumbuhan akar relatif cepat pada umur diatas tiga tahun dimana pertumbuhan akar utamanya dapat mencapai 3 meter ke dalam tanah (Harsono et al., 2012).
Tanaman Mucuna bracteata dapat tumbuh di berbagai daerah baik dataran tinggi maupun dataran rendah, tetapi untuk dapat melakukan pertumbuhan generatif atau berbunga tanaman ini memerlukan ketinggian di atas 1000 m dpl, jika berada di bawah 1000 m dpl maka pertumbuhan akan jagur tetapi tidak dapat terjadi pembentukan bunga (Harahap dan Subronto, 2004).
Mucuna bracteata memiliki daun trifoliat berwarna hijau gelap dengan ukuran 15x10 cm. Helaian daun akan menutup apabila suhu lingkungan terlalu tinggi (termonasti), sehingga sangat efisien dalam mengurangi penguapan permukaan. Karangan bunga berbentuk seperti buah anggur dengan panjang 10-30 cm, terdiri dari 40-100 hiasan bunga berwarna hitam keunguan. Ketebalan vegetasi Mucuna bracteata dapat mencapai 40-100 cm dari permukaan tanah. Pada kultur teknis yang standar, laju penutupan kacangan pada masa awal penanaman dapat mencapai 2-3 m2 per bulan. Penutupan areal secara sempurna dicapai saat memasuki tahun ke-2 dengan ketebalan vegetasi berkisar 40-100 cm dan biomassa berkisar antara 9-12 ton bobot kering per ha (Harahap et al., 2008).
   
Universitas Sumatera Utara

17
 
Mathews (2007) Mucuna bracteata dari sisi peternakan memiliki kelemahan karena kurang disukai ternak. Menurut Vissoh et al., (2005) penyebabnya adalah adanya senyawa fenolik yang terkandung dalam Mucuna bracteata.
Wiafe (2007) juga menyebutkan bahwa Mucuna Bracteata memiliki kandungan senyawa fenolik yang tinggi. Diharapkan dengan pengolahan menjadi bentuk tepung (melalui penjemuran dan penggilingan) dan digunakan sebagai campuran pakan, diharapkan ternak akan mengkonsumsinya. Disamping aspek produksi dan nilai nutrisi TPT (tanaman pakan ternak) yang dikonsumsi oleh ternak, kecernaan pakan tersebut juga perlu mendapat perhatian. Produksi dan nilai gizi TPT (tanaman pakan ternak) yang baik tanpa didukung oleh kecernaan yang tinggi, tidak akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ternak yang mengkonsumsinya. Kecernaan merupakan bagian zat makanan yang tidak diekskresikan dalam feses. Anggorodi (1990) mengatakan bahwa pada dasarnya tingkat kecernaan adalah suatu upaya untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang diserap oleh saluran pencernaan. Hal ini juga didukung oleh MCdonald et al., (2002) yang menyatakan bahwa selisih antara zat makanan yang dikandung dalam bahan makanan dengan zat makanan yang ada di dalam feses merupakan bagian yang dicerna.
Leguminosa merupakan sumber protein murah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Mucuna bracteata merupakan TPT (tanaman pakan ternak) dari kelompok leguminosa yang sejak tiga tahun terakhir ini banyak digunakan sebagai tanaman penutup tanah (LCC/Legume Cover Crop) di perkebunan karet di Sumatera Utara (Karyudi dan Siagian, 2005).
   
Universitas Sumatera Utara

18
 

Berdasarkan pengaruhnya terhadap kesuburan tanah ternyata Mucuna

bracteata memenuhi syarat sebagai penutup tanah yang ideal. Tanaman ini


menghasilkan bahan organik yang tinggi dan akan sangat bermanfaat jika ditanam

di daerah yang sering mengalami kekeringan dan pada areal yang rendah

kandungan organiknya. Nilai nutrisi dalam jumlah yang dihasilkan pada naungan

sebanyak 8,7 ton (setara dengan 263 kg NPKMg dengan 75-83% N) dan di daerah

terbuka sebanyak 19.6 ton (setara dengan 531 kg NPKMg dengan 75-83% N) jika

dibandingkan dengan Pueraria japonica hanya menghasilkan 4,8 ton yang (setara

dengan 173 kg NPKMg). Kandungan C, total P, K tukar dan KTK dalam tanah

yang ditumbuhi Mucuna bracteata meningkat sangat tajam dibandingkan dengan

lahan yang ditumbuhi gulma (Subronto dan Harahap, 2002).

Tabel 1. Komposisi bahan pakan hasil samping perkebunan

No Bahan pakan

Jenis Analisa

BK LK SK PK ABU Ca P KA

1 Mucuna (karet)

94.96 3.84 10.74 19.06 6.25 - - 5.04

2 Mucuna (sawit)

94.94 4.59 11.44 18.37 6.76 - - 5.06

3 Setaria

86.58 1.71 34.98 12.50 11.8 - - 14.42

4 Rumput raja

89.07 3.58 34.04 13.67 11.9 - - 10.93

5 BIS

90.32 11.66 16.45 21,11 4.35 - - 9.68

6 Pelepah

92.42 4.28 35.04 6.83 5.28 - - 7.58

7 Pangkal sawit

93.6 4.69 36.29 5.14 6.24 - - 6.40

Sumber: Hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan ternak, FakultasPertanian USU 2012

Mucuna bracteata yang digunakan sebagai campuran pakan ternak dalam

penelitian kecernaan adalah berupa tepung kasar. Tepung Mucuna bracteata

diperoleh melalui proses penjemuran hingga kering matahari dan dilanjutkan

dengan penggilingan sebanyak dua kali. Tepung Mucuna bracteata tersebut

dianalisis dengan komposisi kimiawi seperti dicantumkan dalam Tabel 3.

Kandungan bahan kering tepung Mucuna bracteata sebesar 90,72% dan nitrogen

2,89%.

   
Universitas Sumatera Utara

19
 

Tabel 2. Komposisi kimiawi tepung Mucuna bracteata

Komposisi kimiawi

% Bahan kering

Bahan kering

90,72

Bahan organik

81,44

Nitrogen

2,89

Protein Kasar

18,04

Serat Kasar

32,88

Lemak Kasar

1,62

Beta-N

28,20

NDF

71,11

ADF

52,29

Total senyawa fenolik

1,51

Tannin

1,05

Energi kasar (K.Kal/kg BK)

3.899,00

Sumber : jurnal penelitian loka sei putih, 2008.

Leguminosa Mucuna bracteata menunjukkan pertumbuhan yang baik

dengan produksi dan nilai nutrisi yang relatif tinggi. Palatabilitas Mucuna

bracteata sebanding dengan Stylosanthes, dimana konsumsi bahan kering masing-

masing sebesar 150,3 vs 162,4 g/ekor/hari. Konsumsi dan kecernaan ransum

(kecuali kecernaan nitrogen) relatif sama pada semua taraf pemberian tepung

Mucuna bracteata. Retensi nitrogen tertinggi diperoleh pada taraf 30% pemberian

tepung Mucuna bracteata yakni sebesar 56,95% dengan kecernaan nitrogen

sejumlah 73,74%. Pemberian tepung Mucuna bracteata dapat direkomendasikan

hingga taraf 30% untuk menggantikan rumput dilihat dari konsumsi, kecernaan

dan retensi nitrogen. Perlu dilakukan evaluasi pemberian Mucuna bracteata dalam

bentuk segar sebagai pakan kambing dalam jangka waktu yang lebih lama

(feeding trial) untuk mengetahui pengaruh kandungan senyawa fenolik terhadap

pertumbuhan ternak (Sirait, 2008).

   
Universitas Sumatera Utara

20
 
Potensi Limbah Kelapa Sawit dan Hasil Samping Industri Kelapa Sawit Selain vegetasi alam yang diperoleh dari hijauan antara tanaman (HAT)
sumber pakan berasal dari limbah kelapa sawit yang dapat digunakan adalah pelepah dan daun kelapa sawit sedangkan dari pabrik pengolahan kelapa sawit berpotensi menghasilkan bungkil inti sawit, lumpur sawit (solid) dan serabut buah sawit. Hasil samping dan limbah kelapa sawit ini cukup melimpah sepanjang tahun, namun sebagai pakan ternak sapi belum banyak digunakan secara maksimal dan komersial sampai saat ini.
Menurut Dwiyanto (2002) potensi sumber daya alam seperti yang terdapat pada lahan antara tanaman kelapa sawit dan limbah hasil pengolahan pabrik kelapa sawit masih cukup berpeluang untuk dimanfaatkan secara intensif sebagai sumber pakan ternak. Setiap 1000 kg tandan buah segar dapat dihasilkan minyak sawit 250 kg serta hasil samping 294 kg lumpur sawit, 35 kg bungkil inti sawit dan 180 kg serat perasan buah sawit (Jalaludin et al., 1991). Potensi limbah kelapa sawit tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak setelah diproses dan diformulasikan (Siregar, 2004).
   
Universitas Sumatera Utara

21
 

Tabel 3. Komposisi kimia bahan pakan ternak berasal dari limbah kelapa sawit dan hasil samping industri kelapa sawit

Komposisi kimia

Bungkil Lumpur inti sawit sawit

pelepah sawit

Bahan Kering (%) 88-93

84-92

85-90

Protein kasar (%) 16-18

12-15

4-5

Serat kasar (%)

13-17

12-17

38-40

Lemak kasar (%) 2-3,5

12-14

2-3

BETN (%)

52-58

40-46

39-82

Abu (%)

3-4,4

19-23

3,2-3,6

GE (Mkal/kg)

4,1-4,3 3,8-4,1

4,8

ME (Mkal/kg)

2,8-3

2,9-3,1

2,5-2,7

Sumber : Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak FP USU (2005)

Daun sawit
86-87 13-15 21,5 3-3,4 46,5 3,8-4,2 5-5,5 3,16

Serat buah KS
86-92 4-5,8 42-48 3-5,8 29-40 6-9 4-4,6 1,8-2,2

Luas Perkebunan Kelapa Sawit Sumatera Utara

Kabupaten Simalungun memiliki luas perkebunan kelapa sawit 102.692,66

Ha, maka daya tampung ternak sapi adalah 102.692,66 Ha x 10 ekor =1.026.926,6

ekor, sedangkan Provinsi Sumatera Utara memiliki luas perkebunan kelapa sawit

1.000.258,58 Ha, maka Provinsi Sumatera Utara dapat menampung 1.000.258,58

Ha x 10 ekor = 10.002.585,8 ekor, Indonesia memiliki 8 juta Ha kebun kelapa

sawit, berarti Indonesia dapat mengembangkan ternak sapi (menampung) 8 juta

Ha x 10 ekor/Ha = 80 juta ekor sapi per tahun (Bappeda Simalungun, 2007).

Pelepah dan Daun Kelapa Sawit

Daun kelapa sawit merupakan limbah padat perkebunan kelapa sawit,

dimana keberadaanya cukup melimpah sepanjang tahun di Indonesia khususnya

Sumatera Utara. Dilihat dari kandungan protein kasarnya, daun kelapa sawit

setara dengan mutu hijauan (Prayitno dan Darmoko, 1994).

Pelepah dan daun sawit dapat dimanfaatkan sepenuhnya sebagai bahan

penganti hijauan dan sumber serat. Pemanfaatannya maksimal 30% dari konsumsi

bahan kering. Pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan digiling,

dapat diberikan dalam bentuk pellet (Wan Zahari et al., 2003). Selanjutnya

dikatakan untuk meningkatkan nilai nutrisi dan biologis pelepah melalui

   
Universitas Sumatera Utara

22
 

pembuatan silase dengan memanfaatkan urea atau molases belum memberikan

hasil yang signifikan, tetapi nilai nutrisi cenderung meningkat. Untuk

meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah dapat dilakukan dengan

menambah produk ikutan pengolahan buah kelapa sawit.

Daun kelapa sawit bila dilihat dari kandungan protein kasarnya maka bisa

dijadikan sebagai sumber protein dalam makanan ternak maupun sebagai

pengganti sumber protein yang harganya relatif mahal. Menurut Sutardi (1980),

kandungan serat kasarnya cukup besar sehingga mempengaruhi kecernaan bahan

pakan.

Tabel 4. Kandungan nilai gizi pelepah dan daun kelapa sawit

Kandungan zat

Kadar zat

BK PK LK SK Minyak TDN

93,4b 6,5a 4,47a 32,55a 14,43b 56,00a

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)

b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU 2005

Dari analisis kimia dinyatakan bahwa daun kelapa sawit tersusun dari 7%

serat dan 22% karbohidrat yang dapat larut dalam bahan kering. Ini juga

menunjukan bahwa daun kelapa sawit dapat juga diawetkan sebagai silase dan

diindikasikan bahwa kecernaan bahan kering akan bertambah 45% dari hasil

silase daun kelapa sawit segar (Hasan and Ishada, 1991).

Lumpur Sawit (Palm Sludge = Solid)

Lumpur sawit merupakan limbah padat dari buah kelapa sawit. Bahan

buangan ini banyak dijumpai di pabrik pengolahan. Lumpur sawit yang selama

ini terbuang begitu saja dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Limbah

   
Universitas Sumatera Utara

23
 
ini pada saat ini tidak memilki nilai ekonomis akan berubah menjadi sumber daya yang cukup potensial dimasa yang akan datang (Tobing dan Lubis, 1988).
Lumpur sawit merupakan hasil ikutan proses pengolahan CPO, yang produksinya dalam bentuk semi padat. Kandungan proteinnya bervariasi sekitar 11-14% dan lemaknya relatif tinggi. Lumpur sawit juga merupakan sumber energi dan mineral (Batubara et al., 2003).
Lumpur sawit merupakan limbah padat dari buah kelapa sawit. Bahan buangan ini banyak dijumpai di pabrik pengolahan. Dari peneliti-peneliti terdahulu menunjukkan bahwa lumpur sawit yang selama ini terbuang begitu saja dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak (Utomo et al., 1988).
Lumpur sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses ekstraksi minyak. Untuk setiap ton hasil akhir minyak sawit akan dihasilkan antara 2-3 ton lumpur sawit. Sebagai komponen terbesar dalam bahan ini adalah air 95%, padatan 4-5% dan minyak sebesar 0,5-1%. Lumpur sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Sebagai bahan pakan ternak, lumpur sawit ini dapat diberikan langsung atau setelah mendapat perlakuan. Lumpur sawit ini tanpa perlakuan dapat diberikan kepada ruminansia sebesar 50% konsentrat (Hutagalung dan Jalaludin, 1982) dan dapat diberikan pada pakan beberapa ternak antara lain sapi dan babi. Pada ternak ruminansia, bahan ini dapat diberikan sebanyak 25-30% (Devendra, 1977).
Lumpur sawit digunakan sebagai sumber energi dan mineral dalam ransum karena kandungan lemak yang relatif tinggi, sedangkan proteinnya sekitar 12-15%. Kendala penggunaan lumpur sawit sebagai pakan ternak adalah tingginya kandungan air dan abu sehingga tidak dapat digunakan sebagai pakan
   
Universitas Sumatera Utara

24
 

tunggal dan harus disertai dengan pakan yang bersumber dari produk samping

lainnya.

Tabel 5. Kandungan nilai gizi lumpur sawit

Kandungan zat Abu PK LK SK TDN

Kadar zat
13,9a 13,2b 13,0b 17,8b 79,0b

Sumber :a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)

b.Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU 2005

Bungkil Inti Sawit (Palm Kernel Cake)

Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstraksi inti sawit. Limbah

ini dapat diperoleh dengan proses kimia dan mekanik. Walaupun kandungan

proteinnya baik, namun karena kandungan serat kasarnya tinggi dan

palatabilitasnya rendah, kurang sesuai dengan ternak unggas (monogastrik) dan

lebih sering diberikan kepada ternak ruminansia seperti sapi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ransum yang komponen utamanya bungkil inti sawit dapat

diperbaiki daya cerna, serat kasar dan palatabilitasnya dengan molases

(Hutagalung, 1978).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ransum yang komponen utamanya

bungkil inti sawit dapat diperbaiki daya cernanya, serat kasarnya dan

palatabilitasnya dengan menggunakan molases (Hutagalung, 1978) dan Silitonga

(1993) menyatakan bahwa semakin tinggi persentase bungkil inti sawit dalam

ransum maka kenaikan berat badan perhari semakin besar, namun demikian

pemberian yang optimal dari bungkil inti sawit ialah 1,5% dari berat badan ternak

untuk mempengaruhi pertumbuhan ternak sapi.

   
Universitas Sumatera Utara

25
 

Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil lain,

namun demikian masih banyak dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan

asam amino esensialnya cukup lengkap, keseimbangan kalsium dan fosfornya

cukup baik (Lubis, 1993).

Molases

Molases atau tetes tebu adalah hasil ikutan pengolahan tebu menjadi gula,

berupa cairan kental dan berwarna hitam. Disamping harganya murah, kandungan

zat gizi karbohidrat, protein dan mineralnya cukup tinggi dan juga digunakan

untuk pakan ternak walaupun sifatnya hanya sebagai pendukung. Kelebihan lain

dari tetes tebu terletak pada aroma dan rasanya. Oleh karena itu, apabila dicampur

ransum maka akan bisa memperbaiki aroma dan rasa ransum. Tetes tebu juga bisa

dijadikan media pembuatan protein sel tunggal yang juga pernah populer sebagai

salah satu alternatif pakan ternak. Protein sel tunggal dihasilkan oleh

mikroorganisme seperti bakteri, jamur, ragi, alga yang ditumbuhkan pada tetes

tebu sebagai substrat (Widayati dan Widalestari, 1996).

Tabel 6. Kandungan nilai gizi molases

Kandungan

Kadar zat (%)

BK 67,50

PK 3,40

TDN

81,00

LK 0,08

SK 0,38

Kalsium

1,50

Phospor

0,02

Digestible Energy

2,50 MCal/kg

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU 2005

   
Universitas Sumatera Utara

26
 

Dedak Padi Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras

dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil

ikutan dari penumbukan padi (Parakkasi, 1995). Sedangkan menurut Rasyaf

(1992), dedak merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi

beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, tapi tercampur dengan

bagian penutup beras. Hal inilah yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya

kandungan serat kasar dedak. Bila dilihat dari asal-usul pengolahan gabah

menjadi beras, wajar bila kandungan serat kasar yang dikandungnya tinggi.

Tabel 7. Kandungan nilai gizi dedak padi
Uraian Bahan kering Protein kasar Serat kasar Lemak kasar TDN Sumber : Tillman et al., (1991)
Bahan Pakan Pelengkap

Nilai Gizi (%) 89,1 13,8 8,0 8,2 64,3

Urea

Urea dengan molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak

ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan

yang diakibatkan dibanding biuret (Ernawati, 1995).

Urea ditambahkan kedalam ransum ruminansia dengan kadar yang

berbeda-beda ternyata dirombak menjadi protein oleh mikroorganisme rumen.

Sejumlah protein dan urea dalam ransum nampaknya mempertinggi daya cerna

selulosa dalam hijauan. Selain meningkatkan kualitas hijauan, urea juga dapat

sebagai pengganti protein butir-butiran. Urea dapat digunakan untuk memenuhi

   
Universitas Sumatera Utara

27
 
kebutuhan protein untuk pertumbuhan pada produksi pada ternak ruminansia (Basir, 1990).
Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi di dalam sistem pencernaan ruminansia. Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi protein kasar dan daya cerna. Urea yang diberikan pada ruminansia akan melengkapi sebagian dari kebutuhan protein dan lemak, karena lemak tersebut disintesis menjadi protein oleh mikroorganisme dalam rumen (Anggorodi, 1984).
Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna. Penggunaan urea dalam ransum ternak ruminansia sebanyak 4,5% dari pemberian konsentrat belum menunjukkan gejala keracunan. Namun apabila urea diberikan terlalu banyak atau berlebihan akan menyebabkan kenaikan pH rumen dan serum darah yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme terhambat (Utomo, 1991). Ultra Mineral
Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil, namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan darah dan pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme (Lebdosoekojo, 1991).
   
Universitas Sumatera Utara

28
 

Tabel 8. Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral

Kandungan zat

Kadar zat

Kalsium karbonat

50,00

Phospor

25,00

Mangan

0,35

Iodium

0,20

Kalium

0,10

Cuprum

0,15

Sodium Klorida

23,05

Besi 0,80

Zn 0,20

Mg 0,15

Sumber : Eka Farma (2008)

Garam

Garam diperlukan oleh sapi sebagai perangsang menambah nafsu makan.

Garam juga sebagai unsur yang dibutuhkan dalam kelancaran pekerjaan faal tubuh

(Sumoprastowo, 1993). Menurut Pardede dan Asmira (1997), garam yang

dimaksud adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral

juga berfungsi meningkatkan palatabilitas.

Pada umumnya bahan pakan yang digunakan untuk ternak tidak cukup

mengandung Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum. Hampir

semua bahan makanan nabati mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil

dibandingkan bahan makanan hewani. Oleh karena itu, bahan pakan ruminansia

(termasuk hijauan) perlu penambahan suplemen Na dan Cl dalam bentuk garam

dapur yang diberikan secara adlibitum (Parakkasi, 1995).

Sapi Peranakan Ongole (PO)

Konsumsi daging sapi mencapai 19% dari jumlah konsumsi daging

Nasional (Dirjen Peternakan, 2009). Konsumsi daging sapi cenderung meningkat

dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 mencapai 4,1 kg/kapita/tahun meningkat

menjadi 5,1 kg/kapita/tahun pada tahun 2007. Peningkatan konsumsi daging ini

tidak diimbangi dengan peningkatan populasi ternak (ketidakseimbangan antara

   
Universitas Sumatera Utara

29
 
supply dan demand), sehingga diseimbangkan dengan impor daging sapi setiap tahun yang terus meningkat sekitar 360 ribu ton pada tahun 2004 menjadi 650 ribu ton pada tahun 2008 (Luthan, 2009).
Faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak sedangkan faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Seekor ternak tidak akan menunjukan penampilan yang baik apabila tidak di dukung oleh lingkungan yang baik dimana ternak itu hidup. Sebaliknya lingkungan yang baik tidak menjamin penampilan apabila ternak tidak memiliki mutu genetik yang baik (Hardjosubroto, 1994). Pertumbuhan Ternak Sapi
Pertumbuhan pada hewan merupakan suatu fenomena universal yang bermula dari telur yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan menjadi dewasa. Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dengan pertumbuhan bobot badan tiap hari, tiap minggu dan tiap waktu lainnya (Tillman et al.,1991).
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringanjaringan pembangun seperti urat daging, tulang, otak, jantung dan semua jaringan tubuh (kecuali jaringan lemak) serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan zatzat mineral sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).
   
Universitas Sumatera Utara

30
 
Integrasi Sapi dengan Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Dirjen Peternakan (2009), secara garis besar integrasi terkait
dengan sistem produksi ternak dibagi menjadi dua sistem yaitu : 1) sistem produksi berbasis ternak (solely livestock production system) yaitu sekitar 90% bahan pakan dihasilkan dari on-farm-nya, sedangkan penghasilan kegiatan non peternakan kurang dari 10%, 2) sistem campuran (mix farming system) yaitu ternak memanfaatkan pakan dari hasil sisa tanaman.
Menurut Handaka et al., (2009) sistem integrasi tanaman-ternak adalah salah satu sistem pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan ternak dalam satu kegiatan usaha tani. Keterkaitan tersebut merupakan suatu faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan petani dan pertumbuhan ekonomi wilayah secara berkelanjutan.
Chaniago (2009) melaporkan bahwa keuntungan integrasi sapi dengan kelapa sawit adalah diperolehnya output tambahan yaitu lebih banyak produksi TBS (tandan buah segar) dan Crude Palm oil (CPO) akibat pupuk organik penghematan biaya pembuatan kolam limbah pabrik kelapa sawit, penghematan biaya transportasi TBS (tandan buah segar), penghematan biaya pupuk karena mempergunakan pupuk organik sendiri, penghematan pembuatan dan pemeliharaan jalan, pertambahan bobot hidup sapi dengan biaya murah karena pakan limbah yang murah dan kebersihan lingkungan.
Peternakan sapi disekitar perkebunan kelapa sawit dimulai dengan sistem penggembalaan bebas untuk memanfaatkan ketersediaan hijauan antara tanaman (HAT) dan gulma dibagian bawah tanaman kelapa sawit. Awaludin dan Masurni (2004) melaporkan bahwa pada tahun 2002 terdapat 214 perkebunan kelapa sawit
   
Universitas Sumatera Utara

31
 
di Malaysia telah melaksanakan sistem integrasi dengan 127.589 ekor sapi dalam program pengendalian hama terpadu pada kebun kelapa sawit. Hasilnya usaha penggemukan sapi dapat menekan perkembangan gulma sampai 77% sehingga dapat menghemat biaya pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit.
Pada kebun kelapa sawit umur 1-2 tahun tanaman ground cover produksinya dapat mencapai 5,5-9,5 ton BK/Ha dan produksi hijauan saat umur 37 tahun perluasan area adalah 500 kg/ekor/tahun dan satu ekor sapi membutuhkan hijauan 2,3-3% bobot badannya, sedangkan sapi berumur 1-2 tahun membutuhkan 3 Ha luasan tanaman kelapa sawit untuk penggembalaannya (Hanafi, 2011).
Di Indonesia, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Sentang Langkat tidak menganjurkan sistem penggembalaan pada integrasi sapi dengan kelapa sawit namun dengan sistem intensif (dikandangkan). Hal ini dikarenakan ternak sapi menganggu pertanaman kelapa sawit seperti pengerasan tanah, kemungkinan sapi memakan pelepah muda tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan, disamping itu produktifitas sapi relatif rendah karena kurang terkendalinya kualitas dan kuantitas pakan (Siahaan et al., 2009). Pakan Sapi
Pakan adalah semua bahan pakan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat, lemak, protein, mineral dan air (Parakkasi, 1995).
Ternak ruminansia harus mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari bobot badanya setiap hari dan konsentratnya sekitar 1,5-2% dari jumlah tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu, hijauan dan
   
Universitas Sumatera Utara

32
 
sejenisnya terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak ruminansia (Piliang, 1997).
Pemberian pakan terhadap ternak sapi potong harus dilakukan secara kontiniu sepanjang waktu, jika tidak diberikan sepanjang waktu dapat menimbulkan guncangan terhadap sapi-sapi tersebut sehingga pertumbuhannya terganggu. Pertumbuhan sapi-sapi yang dipelihara di daerah tropis sering mengalami pertambahan bobot badan yang sangat cepat, namun pada saat musim kemarau pertumbuhan dan pertambahan bobot badannya menurun akibatnya pertumbuhan terhambat. Sapi yang sudah dewasa berat badannya menurun/kurus, fertilitasnya menurun dan persentase karkasnya juga sangat rendah (AAK, 1991). Pertambahan Berat Badan
Pertumbuhan dinyatakan dengan pengukuran kenaikan berat badan dengan melakukan penimbangan berulang-ulang yang dinyatakan dengan pertambahan berat badan tiap hari, tiap minggu atau ukuran waktu lain (Tillman et al., 1993). Parakkasi (1995) menyatakan bahwa hewan yang mempunyai sifat dan kapasitas konsumsi yang lebih tinggi, produksinya pun akan relatif lebih tinggi dibanding dengan hewan yang sejenis dengan kapasitas sifat konsumsi yang rendah. Parakk