ANALISIS PENGARUH PENDIDIKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN RASIO GINI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2010-2015
ANALISIS PENGARUH PENDIDIKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN RASIO GINI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2010-2015
ANALYSIS AFFECT OF EDUCATION ECONOMIC GROWTH AND GINI RATIO TO OPEN UNEMPLOYMENT IN SPECIAL REGION OF
YOGYAKARTA IN 2010-2015
Oleh
LUTHFI QADRUNNADA 20130430277
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
(2)
(3)
ANALISIS PENGARUH PENDIDIKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN RASIO GINI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2010-2015
ANALYSIS AFFECT OF EDUCATION ECONOMIC GROWTH AND GINI RATIO TO OPEN UNEMPLOYMENT IN SPECIAL REGION OF
YOGYAKARTA IN 2010-2015
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
LUTHFI QADRUNNADA 20130430277
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
(4)
PERNYATAAN Dengan ini saya,
Nama : Luthfi Qadrunnada Nomor Mahasiswa : 20130430277
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS PENGARUH PENDIDIKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN RASIO GINI TERHADAP
PENGANGGURAN TERBUKA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2010-2015” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut
dibatalkan.
Yogyakarta, 19 Maret 2017
(5)
MOTTO
Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (Aristoteles)
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagaipenolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Qs-Al-Baqarah: 153) “Maka apabila engkau telah usai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk
urusan yang lain” (Qs-Al-Insyirah: 7)
“Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki,tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai”
(6)
PERSEMBAHAN
Untuk kedua orangtua tercinta Ibu Sumiyati dan Bapak Widiyanto yang senantiasa memberikan dukungan hingga menghantarkan sampai dititik ini
dengan penuh doa
Almamater tercinta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Untuk Dosen pembimbingku yang senantiasa memberikan saran serta masukan dan bimbingan selama proses penyelesaian skripsi ini.
Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Teman-teman seperjuangan mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2013
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
HALAMAN PERNYATAAN...iv
HALAMAN MOTTO...v
HALAMAN PERSEMBAHAN...vi
INTISARI...vii
ABSTRACT...viii
KATA PENGANTAR...ix
DAFTAR ISI...xii
DAFTAR TABEL...xv
DAFTAR GAMBAR...xvi
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Batasan Masalah...12
C. Rumusan Masalah Penelitian...12
D. Tujuan Penelitian...13
E. Manfaat Penelitian...14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...15
A. Landasan Teori...15
1. Pengangguran...15
2. Teori-Teori Pengangguran...17
3. Jenis-Jenis Pengangguran...21
4. Akibat Buruknya Pengangguran...26
B. Pendidikan...28
1. Teori-Teori Pendidikan...29
(8)
C. Pertumbuhan Ekonomi...32
1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi...32
2. Proses Pertumbuhan Ekonomi...33
3. Ciri-Ciri Pertumbuhan Ekonomi...36
4. Teori Pertumbuhan Ekonomi...37
5. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran...41
D. Rasio Gini (Ketimpangan Pendapatan)...42
E. Hasil Penelitian Terdahulu...44
F. Hipotesis...46
G. Model Penelitian...47
BAB III METODE PENELITIAN...48
A. Objek Penelitian...48
B. Jenis dan Sumber Data...48
C. Teknik Pengumpulan Data...48
D. Variabel dan Definisi Operasional...49
1. Variabel Penelitian...49
2. Definisi Operasional...49
E. Metode Analisis...51
F. Uji Kualitas Data...55
1. Desteksi Multikolinearitas...55
2. Desteksi Autokorelasi...56
3. Heteroskedasitas...57
4. Deteksi Normalitas...58
G. Uji Hipotesis...59
1. Uji Koefisien Determinan (R-square)...59
2. Uji F-Statistik...60
3. Uji t-Statistik (Uji Parsial)...61
4. Pengambilan Keputusan...61
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN...63
(9)
B. Tingkat Pengangguran Terbuka...65
C. Pendidikan...66
D. Pertumbuhan Ekonomi...67
E. Rasio Gini...68
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...70
A. Uji Kualitas Instrumen dan Data...70
1. Uji Heteroskedasitas...70
2. Uji Multikolinearitas...71
B. Pemilihan Metode Pengujian Data Panel...72
1. Uji Chow (Uji Likehood)...73
2. Uji Hausman...74
C. Uji Statistik...78
1. Koefisien Determinasi (R2)...78
2. Uji Signifikan Variabel Serempak (Uji F)...78
3. Uji t-statistik...79
BAB VI KESIMPULAN SARAN DAN KETERBATASAN PENELETIAN...85
A. Kesimpulan...85
B. Saran...86
C. Keterbatasan Penelitian...87
DAFTAR PUSTAKA...88
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Angka pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta menurut
wilayah dan jenis kelamin periode Februari 2013-Agustus 2015 ... 4
Tabeli4.1Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kabupaten/Kota se-DIY, 2010-2015 ... 65
Tabel 4.1 Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/Kota se-DIY, 2010-2015 ... 66
Tabel 4.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota se-DIY, 2010-2015 .... 68
Tabel 4.4 Rasio Gini Menurut Kabupaten/Kota se-DIY, 2010-2015 ... 69
Tabel 5.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 71
Tabel 5.2 Hasil Multikolinearitas ... 72
Tabel 5.3 Hasil Uji Chow ... 73
Tabel 5.4 Hasil Uji Hausman ... 74
Tabel 5.5 Hasil Regresi Data Panel Menggunakan Fixed Effect Model ... 75
Tabel 5. 6 Uji t ... 79
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar1.1 PDRB menurut lapangan usaha ADHB dan ADHK serta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Isti mewa Yogyakarta periode tahun 2011-2015 7
Gambar 1.1 Perkembangan AMH penduduk Yogyakarta tahun 2010-2013 ... 9
Gambar 1.2 Perkembangan Rasio Gini DIY dan Nasional ... 10
Gambar 2.1 Kurva Lorenz ... 43
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir ... 47
(12)
SKRIPSI
ANALISISPENGARI]HPENDIDIKANPERTUMBUHANEKONoMI
DAI\I RASIO CNqT TERHADAP TINGKAT PENGAIIGGURAN
TERBI]KAoruan-nagISTIMEWAYoGYAKARTATAHUN20IG20I5
ANALYS$AFFECToFEDUCATIhNECuNhMICGR0WTHANDGINI
,"
.NE-iiO
iO
Oiri
UNEMPLOYME
IN SPECIAL REGION OFYOGYAXARTA IN 201 0.201 5
Diajukan Oleh
LUTIIFI QADRITNNADA
20130430277
Skripsi ini Disahkan di dePan
Ekonomi dan Bisnis
DewanPenguji
Dr. Lilieq Setiadti. M.$i
Anggota Tim Penguji
Yang tr
(13)
ABSTRACT
The purpose of this study is to see the extent of the influence of education, economic growth nd the gini ratio againt the open unemployment rte in Yogyakarta the period of 2010-2015. Type data used in this research is a from secondary data is data the panel are taken according to the district/city in the whole area Special Region of Yogyakarta.
Methods of data analysis which used in this research is to use the panel which data analysis model of fixed effect model (FEM). The results of the analysis of panel data model shows that the independent variable is positive and influential gini ratio was not signifiant. While the variable levels of education and economic growth are both negative and significant effect againts the open unemployment rate in he Special Region of Yogyakarta the period 2010-2015.
Keywords: Open unemployment rate (TPT), level of education (PNDS), economic growth (PE) ratio and gini (GINI )
(14)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi pada hakekatnya merupakan serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam memperluas kesempatan kerja dan mengarahkan pembagian pendapatan kerja secara merata. Dalam pembagunan ekonomi Indonesia, kesempatan kerja masih menjadi permasalahan utama. Hal ini terjadi karena adanya ketimpangan dalam mendapatkannya. Pokok dari permasalahan ini berawal dari kesenjangan antara pertumbuha jumlah angkatan kerja disalah satu pihak dan kemajuan berbagai sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja pihak lain.
Pembangunan ekonomi yang bertujuan antara lain pencapain pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menjaga kestabilan harga dengan memperhatikan tingkat inflasi, mengentaskan kemiskinan, menjaga keseimbangan pembayaran, pendistribusian pendapatan yang adil dan merata serta mengatasi masalah pengangguran. Maka dalam rangka untuk mencapai tujuan tersebut, negara meluncurkan berbagai kebijakan misalnya kebijakan fiskal, kebijakan moneter, kebijakan non moneter dan sebagainya.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dimana dalam pengelompokan negara berdasarkan taraf kesejahteraan masyarakat dimana salah satu permasalahan yang dihadapi oleh negara berkembang adalah masalah pengangguran. Pengangguran merupakan suatu masalah yang kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah untuk dipahami. Jika
(15)
pengangguran tidak segera diatasi maka dikhawatirkan akan menimbulkan kerawanan sosial serta berpotensi mengakibatkan kemiskinan (BPS, 2007).
Dalam pembangunan ekonomi negara-negara berkembang, pengangguran yang semakin bertambah jumlahnya merupakan masalah yang lebih rumit dan lebih serius dari pada masalah perubahan dalam distribusi pendapatan yang kurang menguntungkan penduduk yang berpendapatan rendah. Keadaan di negara-negara berkembang dalam beberapa dasawarsa ini menunjukkan bahwa pembangunan yang telah tercipta tidak sanggup mengadakan kesempatan kerja yang lebih cepat dari pada pertambahan penduduk yang berlaku. Oleh karenanya, masalah pengangguran yang mereka hadapi dari tahun ke tahun semakin lama semakin bertambah serius. Lebih prihatin lagi dibeberapa negara miskin bukan saja jumlah pengangguran menjadi bertambah besar, tetapi juga proporsi mereka dari keseluruhan tenaga kerja semakin bertambah tinggi (Sukirno, 1985).
Tujuan utama dari usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, juga mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran serta menyediakan kesempatan kerja yang luas agar mampu meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat. Kemakmuran tersebut dapat dilihat dari indikator pengukur prestasi kegiatan ekonomi yaitu : 1) Pendapatan Nasional, 2) Penggunaan Tenaga kerja dan pengangguran, 3) Tingkat Inflasi dan 4) Neraca perdagangan dan neraca pembayaran (Sukirno, 2001).
Pengangguran yang terselubung disaerah pedesaan dan perkotaan merupakan sebagian akibat dari kurangnya tersedianya lapangan pekerjaan yang produktif penuh. Indonesia masih dihadapan pada dilema kondisi ekonomi yang mengalami ketidakseimbangan internal dan keseimbangan eksternal. Ketidakseimbangan internal terjadi karena adanya indikator bahwa
(16)
tingkat output nasional maupun tingkat kesempatan kerja di Indonesia tidak mencapai kesempatan kerja penuh (Boediono, 1993).
Akibat adanya pengangguran, banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhin kebutuhan dasar seperti sandang, papan dan pangan. Keadaan tersebut mengakibatkan sebagian masyarakat Indonesia hidup dengan kondisi miskin dan melarat. Dampak selanjutnya dapat menimbulkan masalah sosial seperti kriminalitas, prostitusi, meningkatnya jumlah pengemis dan gelandangan, putus sekolah, anak jalanan dan lain-lain. Berbagai masalah sosial tersebut merupakan penyakit masyarakat yang merusak sendi-sendi kehidupan sosial, moralitas dan merendahkan martabat manusia.
Masalah pengangguran memang selalu menjadi persoalan yang perlu dipecahkan dalam perekonomian negara Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin betambah setiap tahunnya berakibat bertambahhnya pula angkatan kerja dan tentunya memberikan makna bahwa jumlah orang yang mencari pekerjaan semakin meningkat, seiring dengan demikin maka jumlah tenaga kerja juga akan meningkat.
Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan. BPS mendefinisikan bahwa penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas, sedang bekerja adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit satu jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Penduduk usia kerja tersebut terbagi dalam angkatan kerja yang mencakup bekerja dan mencari kerja serta bukan angkatan kerja terdiri dari sekolah, mengurus rumah tangga.
(17)
Berikut ini disajikan data tentang angka pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta menurut wilayah dan jenis kelamin periode Februari 2013-Agustus 2015.
TABEL 1. 1
Angka Pengangguran Terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Wilayah dan Jenis Kelamin Periode Februari 2013-Agustus 2015
Tahun Nasional DIY Perempuan Laki-Laki Desa Kota 2013 Februari 5,29 % 3,73% 4,37% 3,22% 2,47% 4,45%
Agustus 6,25% 3,24% 2,81% 3,59% 2,04% 3,93% 2014 Februari 5,7% 2,16% 1,6% 2,67% 1,24% 2,68%
Agustus 5,9% 3,33% 2,65% 3,88% 2,17% 4%
2015 Februari 5,8% 4,07% 2,59% 5,23% 0,95% 5,3% Agustus 6,1% 4,07% 2,53% 3,89% 1,74% 5,2%
Sumber : BPS D.I. Yogyakarta Februari 2012-Agustus 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari Februari 2013-Agustus 2015 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka di perkotaan lebih besar dibandingan dengan daerah pedasaan. Tingkat pengangguran terbuka di perkotaan Agustus 2015 sebesar 5,2 persen, jika dibandingkan dengan Agustus 2014 sebesar 4 persen mengalami penurunan 1,2 poin hal tersebut dipengaruhi karena beragamnya lapangan pekerjaan serta meningkatnya pusat perekonomian sehingga angkatan kerja baru lebih cenderung mencari pekerjaan, pindah atau nomaden di perkotaan sehingga angka pengangguran lebih terlihat kuantitatifnya. Tingkat pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2015 di pedesaan sebesar 1,74 persen jika dibandingkan dengan pada Agustus 2014 sebesar 2,17 persen mengalami penurunan 0,43 poin. Hal ini kemungkinan disebabkan karena penduduk dipedesaan tidak terlalu selektif dalam memilih suatu pekerjaan, sehingga akan melakukan kegiatan apa saja walaupun hanya sebagai pekerja keluarga, pekerja bebas ataupun bekerja sebagai petani dengan memaksimalkan lahan yang tersedia dan sebagian masih bertahan dipedasaan dengan berusaha mencari pekerjaan dengan cara melaju ke perkotaan, apalagi
(18)
dengan kemudahan akses transportasi dan semakin baiknya kondisi infrastruktur fasilitas seperti jalan raya. Tingkat Pengangguran terbuka Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2015 menurut jenis kelamin laki-laki sebesar 3,89 persen masih lebih tingga jika dibandingkan perempuan sebesar 2,53 persen, karena laki-laki sebagai kepala keluarga khusunya di usia angkatan kerja lebih produktif dalam upaya mendapatkan status bekerja guna memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh terhadap tingkat pengangguran di suatu daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di sutau daerah diharapkan semakin tinggi pula kesempatan berkembang bagi perusahaan dan pencimptaan lapangan kerja bagi masyarakat yang membutuhkan. Selain itu pertumbuhan ekonomi melalui PDRB yang meningkat diharapkan mampu menyerap tenaga kerja di daerah tersebut, karena dengan kenaikan PDRB kemungkinan dapat meningkatkan kapasitas produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan PDRB suatu wilayah dapat dikaitkan dengan tingginya jumlah pengangguran pada wilayah tersebut, karena dengan angka pengangguran yang rendah dapat mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang baik.
Berikut ini disajikan data PDRB menurut lapangan usaha ADHB (Atas Dasar Harga Berlaku) dan ADHK (Atas Dasar Harga Konstan) serta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta periode tahun 2011-2015:
(19)
Sumber: BPS Provinsi DIY
GAMBAR 1. 1
PDRB Menurut Lapangan Usaha ADHB (Atas Dasar Harga Berlaku) dan ADHK (Atas Dasar Harga Konstan) serta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta Periode Tahun
2011-2015
Dari gambar diatas dijelaskan bahwa PDRB di Daerah Istimewa Yogyakarta dari tahun 2011-2015 dengan melihat presentase pertumbuhannya cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013 tejadi peningkatan PDRB yang paling tinggi yakni sebesar 5,47 persen sementara itu pertumbuhan yang paling rendah terjadi pada tahun 2015 dengan presentase sebesar 4,94 persen.
Namun kenyataannya pertumbuhan PDRB yang diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru ternyata masih terbatas dalam penyerapan tenaga kerja sehingga pengangguran masih cenderung meningkat. Perhatian pemerintah terhadap nasib pekerja sebenarnya bukan hal yanng baru, banyak kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk perbaikan nasib pekerja, antara lain K3, Jamsostek dan upah minimum. Namun pada kenyataanya pelaksanaan peraturan ini banyak mengalami hambatan baik ketidakperdulian
2011 2012 2013 2014 2015
ADHK 68049874 71702449 75627450 79532277 83461574 ADHB 71369985 77247861 84924543 92829330 101396117
PE 5,21 5,37 5,47 5,16 4,94
1 5 25
1 2 3 4 5
0 20000000 40000000 60000000 80000000 100000000 120000000
PDRB Menurut Lapangan Usaha ADHB
dan ADHK Serta Pertumbuhan Ekonomi
DIY
ADHK ADHB PE
(20)
maupun ketidakmampuan pengusaha, hal ini terbukti dari banyaknya kasus pemogokan buruh yang menuntut haknya.
Jumlah tingkat pengangguran serta angkatan kerja menunjukkan banyaknya jumlah penduduk yang harus diikutsertakan dalam proses pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika proses pembangunan harus mampu melibatkan seluruh angkatan kerja mak dari itu jumlah angkatan kerja yang besar itu dapat menjadi beban bagi pembangunan ekonomi.
Di era sekarang ini, pendidikan diposisikan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja serta mencerminkan tingkat kepandaian atau pencapaian pendidikan formal karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang makan diharapkan semakin tinggi pula kemampuan kerja dan produktivitas dalam bekerja karena program akhir pendidikan adalah teraihnya pekerjaan yang kita harapkan.
Dalam UUD 1945 pasal 28C yang telah diamandemen disebutkan bahwa : “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” . Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan bahwa besarnya porsi anggaran pendidikan adalah 20 persen dari total APBN. Ini mengimplikasikan bahwa komitmen bangsa ini untuk menempatkan pendidikan sebagai salah satu komponen sumber daya pengetahuan, sehingga dipahami bahwa pengetahuan akan menjadi pembangkit kemajuan ekonomi. (BPS,2012).
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan diharapkan mampu mengurangi jumlah pengangguran dengan asumsi tersedianya lapangan kerja yang formal. Karena pada umumnya bekerja di bidang perkotaan atau pekerjaan yang bergengsi
(21)
membutuhkan orang-orang atau tenaga kerja berkualitas, profesional dan sehat agar mampu melaksanakan tugas-tugas secara efektif dan efisien.
Sumber: BPS Provinsi DIY
GAMBAR 1. 2
Perkembangan AMH Penduduk Yogyakarta Tahun 2010-2013
Salah satu indikator pendidikan dapat kita lihat dari Angka Melek Huruf (AMH). Perkembangan AMH penduduk Yogyakarta tahun 2010-2013 mencerminkan kecenderungan meningkat. Dapat dilihat bahwa AMH pada tahun 2013 di Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai angka sebear 92,86 persen, artinta 92,86 persen proporsi penduduk yang berusia 15 tahun ke atas telah mampu dan mengerti baca-tulis.
Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan masalah perbedaan pendapatan antara individu yang paling kaya dengan individu yang paling miskin. Semakin besar jurang pendapatan maka semakin besar pula variasi dalam distribusi pendapatan. Maka disini peran pemerintah diperlukan dalam menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan, sehingga ketika pertumbuhan ekonomi meningkat, maka kesejahteraan masyarakat akan distribusi pendapatannya pun juga dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat.
90,84
91,49
92,02
92,86
2010 2011 2012 2013
ANGKA MELEK HURUF DIY
(22)
Ketimpangan distribusi pendapatan penduduk biasanya sering diukur dengan menggunakan indikator Rasio Gini. Berikut ini disajikan data Rasio Gini Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015.
Sumber : BPS Provinsi DIY
Gambar 1. 3
Perkembangan Rasio Gini DIY dan Nasional
Pada gambar diatas dijelaskan bahwa Rasio Gini di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami fluktuasi. Ketimpangan pendapatan paling tinggi antara tahun 2010-2015 terjadi pada tahun 2013 dengan rasio sebesar 0,44 namun masih dikategorikan sebagai ketimpangan sedang. Namun secara umum rasio gini nasional dengan rasio gini Daerah Istimewa Yogyakarta dikatakan masih relatif tinggi. Artinya ketimpangan pendapatan di Daerah Istimewa Yogyakarta lebih tinggi daripada ketimpangan yang dihitung secara nasional.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja paling besar adalah sektor pertanian kemudian disusul sektor jasa dan lainnya. Sektor yang paling potensial dikembangkan yaitu pariwisata, perdagangan dan usaha kecil menengah. Pengangguran di Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi problematika sosial yang cukup serius
0,41
0,4
0,43
0,44
0,42
0,4
0,38
0,41 0,41 0,41 0,41 0,41
2010 2011 2012 2013 2014 2015
(23)
karena karakter pengangguran didaerah tersebut menyangkut sebagian tenaga-tenaga profesional dengan tingkat pendidikan tinggi.
Masalah pengangguran penting untuk dianalisa karena pengangguran ini akan menimbulkan gejolak sosial politik yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi suatu daerah bahkan suatu negara. Pengangguran dapat menurunkan daya beli masyarakat, karena orang yang menganggur berarti tidak berpenghasilan dan bekerja tidak penuh. Penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan pendidikan terdadap pengangguran telah banyak dilakukan, namun penelitian ini tetap penting dilakukan karena pengangguran perlu diperhatikan mengingat dampaknya yang sangat luas bagi perekonomian, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu, dengan berbagai gambaran di atas, maka penulis ingin meneliti mengenai keadaan pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, pendidikan dan pengangguran di Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis memilih judul sebagai berikut: Analisis Pengaruh Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Rasio Gini Terhadap Tingkat Pengangguran Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010-2015.
B. Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan oleh penulis agar penelitian ini tetap terarah dan terfokus, maka penulis membatasi penelitian ini pada, tingkat pendidikan yang dapat dilihat dari angka melek huruf (AMH) penduduk yang berusia 15 tahun keatas, laju pertumbuhan ekonomi serta rasio gini setiap kabupaten atau kota terhadap tingkat penganggutan terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta.
(24)
C. Rumusan Masalah Penelitian
Masalah pengangguran yang tentunya masih menjadi masalah utama dalam perekonomian suatu daerah di Indonesia termasuk Yogyakarta. Pemerintah telah berupaya serta memberikan berbagai macam kebijakan untuk mengatasi permasalahan terebut. Dikaitkan dengan kondisi Kabupaten atau Kota Daerah Istimewa Yogyakarta, permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana sifat dan signifikansi variabel pendidikan, laju pertumbuhan ekonomi dan rasio gini terhadap pengangguran di Kabupaten dan Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan demikian peneliti mencoba melihat:
1. Bagaimana pengaruh pendidikan terhadap tingkat pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015
2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi tehadap tingkat penganggurn terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015
3. Bagaimana pengaruh rasio gini terhadap tingkat pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam penyusunan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah variabel pendidikan berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta periode tahun 2010-2015.
2. Untuk mengetahui apakah variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta periode tahun 2010-2015.
3. Untuk mengetahui apakah variabel rasio gini berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta periode tahun 2010-2015.
(25)
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagi Pemerintah dan Lembaga Terkait Provinsi DIY
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi ataupun masukan terhadap pemerintah serta bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam mengatasi pengangguran di Yogyakarta.
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan tentang cara penulisan karya ilmiah yang baik serta menerapkan teori-teori yang telah diperoleh selama proses kuliah yang nantinya digunakan sebagai bekal terjun ke masyarakat.
3. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan bacaan ataupun sumber refrensi bagi pembaca dan memberikan informasi tentang pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya dapat digunakan perbaandingan bagi peneliti selanjutnya dalam mengadakan penelitian yang sejenis.
4. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dpat menjadi sumber pengetahuan tentang keadaan tingkat pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta.
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Pengangguran
a. Pengertian Pengangguran
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam indikator ketenagakerjaan, pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja namun sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja.
Menurut Sukirno (1994), pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang termasuk dalam angkatan kerja ingin memperoleh pekerjaan akan tetapi belum mendapatkannya. Seseorang yang tidak bekerja namun tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai pengangguran. Fator utama yang menyebabkan terjadinya pengangguran adalah kurangnya pengeluaran agregat. Pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan maksud memperoleh keuntungan, akan tetapi keuntungan tersebut akan diperoleh apabila pengusaha tersebut dapat menjual barang dan jasa yang mereka produksi. Semakin besar permintaan, semakin besar pula barang dan jasa yang mereka wujudkan. Kenaikan produksi yang dilakukan akan menambah penggunaan tenaga kerja.
(27)
Pengangguran merupakan masalah makroekonomi yang mempengaruhi kelangsungan hidup manusia secara langsung. Bagi kebanyakan orang kehilangan suatu pekerjaan merupakan penurunan suatu standar kehidupan. Jadi tidak mengejutkan apabila pengangguran menjadi topik yang sering diperbincangkan dalam perdebatan poltik oleh para politisi yang seringkali mengkaji bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu terciptanya lapangan pekerjaan (Mankiw,2000).
Untuk mengukur tingkat pengangguran suatu wilayah bisa diperoleh melalui dua pendekatan :
a. Pendekatan Angkatan Kerja (Labour force approach)
Besar kecilnya tingkat pengangguran dapat dihitung berdasarkan presentase dan perbandingan jumlah antara orang yang menganggur dan jumlah angkatan kerja.
Pengangguran= �ℎ �� � � �� �� �
�ℎ � � � � �� � � %
b. Pendekatan pemanfaatan tenaga kerja (Labour utilization approach)
1) Bekerja penuh (employed) adalah orang-orang yang bekerja penuh atau jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu.
2) Setengah menganggur (underemployed) adalah mereka yang bekerja namun belum dimanfaatkan penuh atau jam kerjanya dalam seminggu kurang dari 35 jam.
(28)
2. Teori-teori Pengangguran
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang Toeri-Teori Pengangguran di Indonesia yaitu :
a. Teori Klasik
Teori Klasik menjelaskan pandangan bahwa pengangguran dapat dicegah melalui sisi penawaran dan mekanisme harga di pasar bebas supaya menjamin terciptanya permintaan yang akan menyerap semua penawaran. Menurut pandangan klasik, pengangguran terjadi karena mis-alokasi sumber daya yang bersifat sementara karena kemudian dapat diatasi dengan mekanisme harga (Gilarso. 2004).
Jadi dalam Teori Klasik jika terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja maka upah akan turun dan hal tersebut mengakibatkan produksi perusahaan menjadi turun. Sehingga permintaan tenaga akan terus meningkat karena perusahaan mampu melakukan perluasan produksi akibat keuntungan yang diperoleh dari rendahnya biaya tadi. Peningkatan tenaga kerja selanjutnya mampu menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada di pasar, apabila harga relatif stabil (Tohar. 2000).
b. Teori Keynes
Dalam menanggapi masalah pengangguran Teori Keynes mengatakan hal yang berlawanan dengan Teori Klasik, menurut Teori Keynes sesungguhnya masalah pengangguran terjadi akibat permintaan agregat yang rendah. Sehingga terhambatnya pertumbuhan ekonomi
(29)
bukan disebabkan oleh rendahnya produksi akan tetapi rendahnya konsumsi. Menurut Keynes, hal ini tidak dapat dilimpahkan ke mekanisme pasar bebas. Ketika tenaga kerja meningkat, upah akan turun hal ini akan merugikan bukan menguntungkan, karena penurunan upah berarti menurunkan daya beli masyarakat terhadap barang-barang. Akhirnya produsen akan mengalami kerugian dan tidak dapat menyerap tenaga kerja.
Keynes menganjurkan adanya campur tangan pemerintah dalam mempertahankan tingkat permintaan agregat agar sektor pariwisata dapat menciptakan lapangan pekerjaan (Soesastro, dkk, 2005). Perlu dicermati bahwa pemerintah hanya bertugas untuk menjaga tingkat permintaan agregat, sementara penyedia lapangan kerja adalah sektor wisata. Hal ini memiliki tujuan mempertahankan pendapatan masyarakat agar daya beli masyarakat terjaga. Sehingga tidak memperparah resesi serta diharapkan mampu mengatasi pengangguran akibat resesi.
c. Teori Kependudukan dari Malthus
Teori Malthus menjelaskan bahwa pertumbuhan penduduk cenderung melampaui pertumbuhan persediaan makanan. Dalam dia punya esai yang orisinal, Malthus menyuguhkan idenya dalam bentuk yag cukup kaku. Dia mengatakan penduduk cenderung tumbuh secara “deret ukur” (misalnya, dalam lambang 1, 2, 4, 8, 16 dan seterusnya) sedangkan persediaan makanan cenderug tumbuh secara “deret hitung”
(30)
(misalnya, dalam deret 1,2 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan seterusnya). Dalam karyanya yang terbit belakangan, Malthus menekankan lagi tesisnya, namun tidak sekaku semula, hanya saja dia berkata bahwa penduduk cenderung tumbuh secata tidak terbatas hingga mencapai bata persediaan makanan. Dari kedua uraian tersebut Malthus menyimpulkan bahwa kuantitas manusia akan terjerumus ke dalam kemiskinan kelaparan. Dalam janngka panjang tidak ada kemajuann teknologi yang mampuu mengalihkan keadaan karena kenaikan supply makanan terbatas sedangkan “pertumbuhan penduduk tak terbatas, dan bumi tak mampu memprodusir makanan untung menjaga kelangsungan hidup manusia”.
Apabila ditelaah lebih dalam toeri Malthus ini yang menyatakan penduduk cederung bertumbuh secara tak terbatas hingga mencapai batas persediaan makanan, dalam hal ini menimbulkan manusia saling bersaing dalam menjamin kelangsungan hidupnya dengan cara mencari sumber makanan, dengan persaingan ini maka akan ada sebagian manusia yang tersisih serta tidak mampu lagi memperoleh bahan makanan. Pada masyarakat modern diartikan bahwa semakin pesatnya jumlah penduduk akan menghassilkan tenaga kerja yang semakin banyak pula, namun hal ini tidak diimbangi dengan kesempatan kerja yang ada. Karena jumlah kesempatan yang sedikit itulah maka manussia saling bersaing dalam memperoleh pekerjaan dan yang tersisih dalam persaingan tersebut menjadi golongan penganggur.
(31)
d. Teori Sosiologi Ekonomi No-Marxian
Berawal dari analisis Marx pada awal abad 20 tentang struktur dan proses ekonomi yang dapat dibayangkan sebagai sistem kapitalisme kompetitif. Industri kapitalis yang ada pada zaman itu tergolong masih kecil dan belum ada satupun yang memegang perekonomian dan mengendalikan pasar. Namun Marx yakin pada suatu saat apabila kapitalisme sudah muncul dengan demikian pesatnya maka akan memunculkan kompetisi antar industri yang menjadi semakin pesat dan kemudian menghasilkan sistem monopoli dari industri yang paling kuat dalam persaingan tersebut. Dengan munculnya monopoli modal ini maka akan ada satu perusahaaan besar yang akan mengendalikan perusahaan-perusahaan lain dalam perekonomian kapitalis.
Dalam pengembangan analisis Marx yang dianut oleh para penganut Marxian yang baru ini konsep “kelas buruh “ tidak mendeskripsikan sekelompok orang atau sekelompok pekerjaan tertentu, tetapi lebih merupakan pembelian dan penjualan tenaga kerja. Para tenaga kerja tidak mempunyai alat produksi sama sekali sehingga segolongan orang terpaksa menjual tenaga mereka kepada sebagian kecil orang yang mempunyai alat produksi.
Dari uraian diatas maka dapat kita telaah lagi bahwa dengan adanya pergantian antara sistem kapitalis kompetitif menjadi kearah sistem kapitalis monopoli, maka akan terdapat sebagian perusahaan
(32)
yang masih tidak mampu bersaing dan menjadi terpuruk. Apabila semua proses produksi dan pemasaran semua terpengaruh oleh sebuah perusahaan raksasa saja, maka akan mengakibatkan perusahaan kecil menjadi sangat sulit dan hal pamasaran, bisa saja perusahaan kecil tersebut mengalami kebangkrutan dan tidak lagi mampu menggaji pekerjanya. Setelah perusahaan tersebut tidak mampu baroperasi lagi, maka para pekerja yang semula bekerja dalam perusahaan tersebut menjadi tidak mempunyai pekerjaan lagi. Kemudian akhirnya pekerja tersebut menjadi pengangguran.
3. Jenis-Jenis Pengangguran
a. Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya
Berdasarkan penyebabnya pengangguran dapat dibagi empat kelompok (Sukirno, 1994) :
1) Pengangguran Normal atau Friksional
Apabila dalam suatu ekonomi terdapat pengangguran sebanyak dua atau tiga persen dari jumlah tenaga kerja maka ekonomi itu sudah dipandang sebagai mencapai kesempatan kerja penuh. Pengangguran sebanyak dua atau tiga persen tersebut dinamakan pengangguran normal atau pengangguran friksional. Para penganggur ini tidak ada pekerjaan bukan karena tidak dapat memperoleh kerja, tetapi karena sedang mencari kerja lain yang lebih baik. Dalam perekonomian yang berkembang pesat, pengangguran adalah rendah dan pekerjaan mudah diperoleh.
(33)
Sebaliknya pengusaha susah memperoleh pekerja, akibatnya pengusaha menawarkan gaji yang lebih tinggi. Hal ini akan mendorong para pekerja untuk meninggalkan pekerjaanya yang lama dan mencari pekerjaan baru yang lebih tinggi gajinya atau lebih sesuai dengan keahliannya. Dalam proses mencari kerja baru ini untuk sementara para pekerja tersebut tergolong sebagai penganggur. Mereka inilah yang digolongkan sebagai pengangguran normal.
2) Penggangguran Siklikal
Perekonomian tidak selalu berkembang dengan teguh. Adakalanya permintaan agregat lebih tinggi, dan ini mendorong pengusaha menaikkan produksi. Lebih banyak pekerja baru digunakan dan pengangguran berkurang. Akan tetapi pada masa lainnya permintaan agregat menurun dengan banyaknya. Misalnya, di negara-negara produsen bahan mentah pertanian, penurunan ini mungkin disebabkan kemerosotan harga-harga komoditas. Kemunduran ini menimbulkan efek kepada perusahaan-perusahaan lain yang berhubungan, yang juga akan mengalami kemerosotan dalam permintaan terhadap produksinya. Kemerosotan permintaan agregat ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan mengurangi pekerja atau menutup perusahaanya, sehingga pengangguran akan bertambah. Pengangguran dengan wujud tersebut dinamakan pengangguran siklikal.
(34)
3) Pengangguran Struktural
Tidak semua industri dan perusahaan dalam perekonomian akan terus berkembang maju, sebagiannya akan mengalami kemunduran. Kemerosotan ini ditimbulkan oleh salah satu atau beberapa faktor berikut: wujudnya barang baru yang lebih baik, kemajuan teknologi mengurangi permintaan ke atas barang tersebut, biaya pengeluaran sudah sangat tinggi dan tidak mampu bersaing, dan ekspor produksi industri itu sangat menurun oleh karena persaingan yang lebih serius dari negara-negara lain. Kemerosotan itu akan menyebabkan kegiatan produksi dalam industri tersebut menurun, dan sebagian pekerja terpaksa diberhentikan dan menjadi penganggur. Pengangguran yang wujud digolongkan sebagai pengangguran struktural. Dinamakan demikian karena disebabkan oleh perubahan struktur kegiatan ekonomi.
4) Pengangguran Teknologi
Pengangguran dapat pula ditimbulkan oleh adanya penggantian tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahan kimia. Racun ilalang dan rumput misalnya, telah mengurangi penggunaan tenaga kerja untuk membersihkan perkebunan, sawah dan lahan pertanian lain. Begitu juga mesin telah mengurangi kebutuhan tenaga kerja untuk membuat lubang, memotong rumput, membersihkan kawasan, dan memungut hasil. Sedangkan di
(35)
pabrik-pabrik, ada kalanya robot telah menggantikan kerja-kerja manusia. Pengangguran yang ditimbulkan oleh penggunaan mesin dan kemajuan teknologi lainnya dinamakan pengangguran teknologi.
b. Penggangguran Berdasarkan Cirinya
Berdasarkan cirinya, Pengangguran dibagi menjadi empat kelompok (Sukirno, 1994):
1) Pengangguran Terbuka
Pengangguran ini tercipta sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. Sebagai akibatnya dalam perekonomian semakin banyak jumlah tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan. Efek dari keadaan ini di dalam suatu jangka masa yang cukup panjang mereka tidak melakukan suatu pekerjaan. Jadi mereka menganggur secara nyata dan separuh waktu, dan oleh karenanya dinamakan pengangguran terbuka. Pengangguran terbuka dapat pula wujud sebagai akibat dari kegiatan ekonomi yang menurun, dari kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga kerja, atau sebagai akibat dari kemunduran perkembangan suatu industri.
2) Pengangguran Tersembunyi
Pengangguran ini terutama wujud di sektor pertanian atau jasa. Setiap kegiatan ekonomi memerlukan tenaga kerja, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan tergantung pada banyak faktor, faktor
(36)
yang perlu dipertimbangkan adalah besar kecilnya perusahaan, jenis kegiatan perusahaan, mesin yang digunakan (apakah intensif buruh atau intensif modal) dan tingkat produksi yang dicapai. Pada negara berkembang seringkali didapati bahwa jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi adalah lebih banyak dari yang sebenarnya diperlukan supaya ia dapat menjalankan kegiatannya dengan efisien. Kelebihan tenaga kerja yang digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi. Contoh-contohnya ialah pelayan restoran yang lebih banyak dari yang diperlukan dan keluarga petani dengan anggota keluarga yang besar yang mengerjakan luas tanah yang sangat kecil.
3) Pengangguran Musiman
Pengangguran ini terutama terdapat di sektor pertanian dan perikanan. Pada musim hujan penyadap karet dan nelayan tidak dapat melakukan pekerjaan mereka dan terpaksa menganggur. Pada musim kemarau pula para petani tidak dapat mengerjakan tanahnya. Disamping itu pada umumnya para petani tidak begitu aktif di antara waktu sesudah menanam dan sesudah menuai. Apabila dalam masa tersebut para penyadap karet, nelayan dan petani tidak melakukan pekerjaan lain maka mereka terpaksa menganggur. Pengangguran seperti ini digolongkan sebagai pengangguran bermusim.
(37)
Pada negara-negara berkembang migrasi dari desa ke kota sangat pesat. Sebagai akibatnya tidak semua orang yang pindah ke kota dapat memperoleh pekerjaan dengan mudah. Sebagian terpaksa menjadi penganggur sepenuh waktu. Disamping itu ada pula yang tidak menganggur, tetapi tidak pula bekerja sepenuh waktu, dan jam kerja mereka adalah jauh lebih rendah dari yang normal. Mereka mungkin hanya bekerja satu hingga dua hari seminggu, atau satu hingga empat jam sehari. Pekerja-pekerja yang mempunyai masa kerja seperti yang dijelaskan ini digolongkan sebagai setengah menganggur (underemployed). Dan jenis penganggurannya dinamakan underemployment.
4. Akibat Buruknya Pengangguran
Beberapa akibat buruk dari pengangguran dibedakan kepada dua aspek (Sukirno,2000) dimana dua aspek tersebut yaitu :
a. Akibat buruk terhadap kegiatan perekonomian
Tingkat pengangguran yang relatif tinggi tidak memungkinkan masyarakat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tangguh. Hal ini dapat dengan jelas dilihat dari berbagai akibat buruk yang bersifat ekonomi yang ditimbulkan oleh masalah pengangguran. Akibat-akibat buruk tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Pengangguran menyebabkan tidak memaksimalkan tingkat kemakmuran yang mungkin dicapainya.
(38)
2) Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang. Pengangguran diakibatkan oleh tingkat kegiatan ekonomi yang rendah, dan dalam kegiatan ekonomi yang rendah pendapatan pajak pemerintah semakin sedikit.
3) Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Pengangguran menimbulkan dua akibat buruk kepada kegiatan sektor swasta. Yang pertama, pengangguran tenaga buruh diikuti pula oleh kelebihan kapasitas mesin-mesin perusahaan. Kedua, pengangguran yang diakibatkan oleh keuntungan kelesuan kegiatan perusahaan yang rendah menyebabkan berkurangnya keinginan untuk melakukan investasi.
b. Akibat buruknya terhadap individu dan masyarakat
Pengangguran akan mempengaruhi kehidupan individu dan kestabilan sosial dalam masyarakat. Beberapa keburukan sosial yang diakibatkan oleh pengangguran adalah :
1. Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan pendapatan.
2. Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan keterampilan. Keterampilan dalam mengerjakan suatu pekerjaan hanya dapat dipertahankan apabila keterampilan tersebut digunakan dalam praktek.
(39)
3. Pengangguran dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial dan politik. Kegiatan ekonomi yang lesu dan pengangguran yang tinggi dapat menimbulkan rasa tidak puas masyarakat terhadap pemerintah.
B. Pendidikan
Menurut (Todaro. 2004) bahwa permintaan pendidikan dipengaruhi oleh dua hal, pertama harapan seorang siswa yang lebih terdidik untuk mendapatkan pekerjaan yanng lebih layak pada era modern dimana dimasa yang akan datang bagi siswa itu sendiri ataupun keluarganya serta biaya pendidikan baik bersifat langsung ataupun tidak langsung akan ditanggung oleh siswa dan keluarganya. Yang kedua, dari sisi penawaran jumlah sekolah di tingkat sekolah dasar, menengah, dan universitas lebih banyak ditemukan oleh prosses politik yang sering tidak berkaitan dengan kriteria ekonomi.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan upaya peningkatan kualitas pengembangan aktivitas dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Pendidikan merupakan sarana untuk mengembangkan kecerdasan, kemampuan serta ketrampilan, melalui pendidikan yang lebih baik. Kemampuan dasar yang diperoleh dalam proses pembelajaran adalah kemampuan baca tulis. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan baca tulis adalah angka melek huruf. Angka melek huruf dihitung dari perbandingan penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis terhadap seluruh penduduk berusi 15 tahun. (BPS Prov. DIY)
(40)
1. Teori-Teori Pendidikan a. Teori Modal Manusia
Pendidikan tersebut termasuk kedalam salah satu investasi pada bidang sumber daya manusia, yang mana investasi tersebut dinamakan dengan Human Capital (teori modal manusia). Investasi pendidikan merupakan kegiatan yang dapat dinilai stok manusia, dimana nilai stok manusia setelah mengikuti pendidikan dengan berbagai jenis dan bentuk pendidikan diharapkan dapat meningkatkan berbagai bentuk nilai berupa peningkatan penghasilan individu, peningkatan produktivitas kerja, dan peningkatan nilai rasional (social benefit) individu dibandingkan dengan sebelum mengecap pendidikan.
Teori modal manusia menjelaskan proses dimana pendidikan memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Teori ini mendominasi literatur pembangunan ekonomi dan pendidikan pada pasca perang dunia kedua sampai pada tahun 70-an. Termasuk para pelopornya adalah pemenang hadian Nobel ilmu ekonomi Gary Becker dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, Edward Denison dan Theodore Schultz, juga pemenang hadiah nobel ekonomi atas penelitiannya tentang masalah ini. Argumen yang disampaikan pendukung teori ini adalah manusia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan lamanya waktu sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding yang pendidikannya lebih rendah. Apabila upah mencerminkan
(41)
produktivitas, maka semakin banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, semakin tinggi produktivitas dan hasilnya ekonomi nasional akan bertumbuh lebih tinggi.
b. Teori Alokasi atau Persaingan
Pada tahun 70-an, teori Human Capital mendapat kritik tajam. Argumen yang disampaikan adalah tingkat pendidikan tidak selalu sesuai dengan kualitas pekerjaan, sehingga orang yang berpendidikan tinggi ataupun rendah tidak berbeda produktivitasnya dalam menangani pekerjaan yang sama. Juga ditekankan bahwa dalam ekonomi modern sekarang ini, angkatan kerja yang berkeahlian tinggi tidak begitu dibutuhkan lagi karena perkembangan teknologi yang sangat cepat dan proses produksi yang semakin dapat disederhanakan. Dengan demikian, orang berpendidikan rendah tetapi mendapat pelatihan (yang memakan periode jauh lebih pendek dan sifatnya non formal) akan memiliki produktivitas relatif sama dengan orang berpendidikan tinggi dan formal. Argumen ini diformalkan dalam suatu teori yang dikenal dengan teori alokasi atau persaingan status yang mendapat dukungan dari Meyer (1977) dan Collins (1979).
Teori persaingan status ini memperlakukan pendidikan sebagai suatu lembaga sosial yang salah satu fungsinya mengalokasikan personil secara sosial menurut strata pendidikan. Keinginan mencapai status lebih tinggi menggiring orang untuk mengambil pendidikan lebih tinggi. Meskipun orang-orang berpendidikan tinggi memiliki
(42)
proporsi lebih tinggi dalam pendapatan nasional, tetapi peningkatan proporsi orang yang bependidikan lebih tinggi dalam suatu bangsa tidak akan secara otomatis meningkatkan ekspansi ataupun pertumbuhan ekonomi.
2. Hubungan Pendidikan Dengan Pengangguran
Pendidikan diposisikan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada. Dengan kata lain, tujuan akhir program dari pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan adalah teraihnya lapangan kerja yang diharapkan. Atau setidaknya setelah lulus dapat bekerja di sektor formal yang memiliki nilai gengsi yang lebih tinggi di bandingkan dengan sektor informal.
Lapangan pekerjaan merupakan indikator penting tingkat
kesejahteraan masyarakat dan sekaligus menjadi indikator keberhasilan
penyelenggaraan "pendidikan". Maka merembaknya isu pengangguran
terdidik menjadi sinyal yang cukup mengganggu bagi perencana pendidikan
di negara-negara berkembang.
Dengan demikian jika proses perjalanan pendidikan sepanjang masa ditinjau secara menyeluruh, maka dapat dilihat kenyataan bahwa kemajuan dalam pendidikan beriringan dengan kemajuan ekonomi secara bersamaan. Peserta didik yang menamatkan sekolah diharapkan sanggup melakukan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan dunia pekerjaan. Semakin tinggi
(43)
pendidikannya, maka semakin besar kesempatannya untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
C. Pertumbuhan Ekonomi
1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sadono Sukirno (2008) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembagan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Dengan demikian untuk menentukan laju pertumbuhan ekonomi yang perlu dicapai perlu dihitung adalah pendapatan nasional rill menurut harga tetap yaitu harga berlaku ditahun dasar yang dipilih. Sehingga dapat dikatakan pertumbuhan ekonomi mangukur prestasi dari perkembangan perekonomian suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya pertumbuhan domestik regional bruto per kapita (PDRB per kapita). Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 1994).
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam struktur ekonominya. Menurut Boediono, (1992:9)
(44)
pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output perkapita dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi disini meliputi 3 aspek yaitu :
a. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu. b. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output
perkapita, dalam hal ini ada 2 aspek penting yaitu output total dan jumlah penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi jumlah penduduk.
c. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka panjang. Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang cukup lama (5 tahun) mengalami kenaikan output.
2. Proses Pertumbuhan Ekonomi
Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonmi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumber daya alamnya, sumber daya manusia, modal, usaha, teknologi dan sebagainya.
(45)
a. Faktor Ekonomi
Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Beberapa faktor ekonomi tersebut diantaranya:
1) Sumber Alam
Faktor produksi kedua adalah tanah. Tanah yang dapat ditanami merupakan faktor yang paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam yang penting antara lain minyak-minyak gas, hutan air dan bahan-bahan mineral lainnya.
2) Akumulasi Modal
Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa pengurangan konsumsi, yang mungkin berlangsung selama beberapa puluh tahun. Pembentukan modal dan investasi ini sebenarnya sangat dibutuhkan untuk kemajuan cepat dibidang ekonomi.
(46)
3) Organisasi
Organisasi bersifat melengkapi dan membantu meningkatkan produktivitasnya.
4) Kemajuan Teknologi
Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor paling penting di dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu berkaitan dengan perubahan di dalam metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru.
5) Pembagian Kerja dan Skala Produksi
Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktivitas. Keduanya membawa kearah ekonomi produksi skala besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri.
b. Faktor Non-Ekonomi
Faktor nonekonomi bersama-sama saling mempengaruhi kemajuan perekonomian. Oleh karena itu, faktor nonekonomi juga memiliki arti penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor nonekonomi diantaranya :
(47)
1. Faktor Sosial
Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kekuatan faktor ini menghasilkan perubahan pandangan, harapan, struktur dan nilai-nilai sosial.
2. Faktor Sumber Daya Manusia
Kualitas input tenaga kerja, atau sumber daya manusia merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan ekonomi.
3. Faktor Politik dan Administratif
Struktur politik dan administrasi yang lemah merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang. Administrasi yang kuat, efisien, dan tidak korup, dengan demikian amat penting bagi pertumbuhan ekonomi.
3. Ciri-Ciri Pertumbuhan Ekonomi
Menurut (Sukirno, 1994) ada enam ciri-ciri pertumbuhan yang muncul dalam analisis yang didasarkan pada produk nasional dan komponennya, dimana ciri-ciri tersebut seringkali terikat satu sama lain. Keenam ciri tersebut yaitu:
a. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat dzn produk perkapita yang tinggi.
b. Peningkatan produktifitas yang ditandai dengan meningkatnya laju produk perkapita.
(48)
c. Laju perubahan struktural yang tinggi yang mencakup kegiatan pertanian ke non pertanian, dari industtri ke jasa dan peralihan usaha-usaha perseorangan menjadi perusaha-usahaan yang beerbadan hukum serta perubahan status kerja buruh.
d. Semakin tingginya tingkat urbanisasi. e. Ekspansi dari negara lain.
f. Peningkatan arus barang, modal dan orang antar bangsa.
4. Teori Pertumbuhan Ekonomi a. Teori Adam Smith
Smith mengemukakan beberapa pandangan mengenai beberapa faktor yang penting peranannya dalam pertumbuhan ekonomi. Pandangannya yang pertama adalah peranan sistem pasar bebas, Smith berpendapat bahwa sistem mekanisme pasar akan mewujudkan kegiatan ekonomi yang efisien dan pertumbuhan ekonomi yang tangguh. Kedua perluasan pasar perusahaan-perusahaan melakukan kegiatan memproduksi dengan tujuan untuk menjualnya kepada masyarakat dan mencari untung. Ketiga spesialisasi dan kemajuan teknologi, perluasan pasar dan perluasan ekonomi yang digalakkannya, akan memungkinkan dilakukan spesialisasi dalam kegiatan ekonomi. Seterusnya spesialisasi dan perluasaan kegiatan ekonomi akan menggalakkan perkembangan teknologi dan produktivitas meningkat. Kenaikan produktivitas akan menaikkan pendapatan pekerja dan kenaikan ini akan memperluas pasaran.
(49)
b. Teori Malthus dan Ricardo
Tidak semua ahli ekonomi Klasik mempunyai pendapat yang positif mengenai prospek jangka panjang pertumbuhan ekonomi. Malthus dan Ricardo berpendapat bahwa proses pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan kembali ke tingkat subsisten. Jumlah penduduk atau tenaga kerja adalah berlebihan apabila dibandingkan dengan faktor produksi yang lain, pertambahan penduduk akan menurunkan produksi per kapita dan taraf kemakmuran masyarakat. Maka, pertambahan penduduk yang terus berlaku tanpa diikuti pertambahan sumber-sumber daya yang lain akan menyebabkan kemakmuran masyarakat mundur kembali ke tingkat subsisten.
c. Teori Schumpeter
Pada permulaan abad ini berkembang pula suatu pemikiran baru mengenai sumber dari pertumbuhan ekonomi dan sebabnya konjungtur berlaku. Schumpeter menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi secara terus menerus tetapi mengalami keadaan dimana adakalanya berkembang dan mengalami kemunduran. Konjungtur tersebut disebabkan oleh kegiatan para pengusaha (enterpreneur) melakukan inovasi atau pembaruan dalam kegiatan mereka menghasilkan barang dan jasa. Untuk mewujudkan inovasi yang seperti ini investasi akan dilakukan, dan pertambahan investasi ini akan meningkatkan kegiatan ekonomi.
(50)
d. Teori Harrod-Domar
Teori ini pada dasarnya melengkapi analisis Keynes mengenai penentuan tingkat kegiatan ekonomi. Untuk menunjukkan hubungan diantara analisis keynes dengan teori harrod-domar. Teori Keynes pada hakikatnya menentukan dan menerangkan bahwa perbelanjaan agregat akan meningkatkan kegiatan perekonomian. Dikembangkan oleh Keynes menunjukkan bagaimana konsumsi rumah tangga dan investasi perusahaan akan menentukan tingkat pendapatan nasional. Analisis harrod-domar bahwa “sebagai akibat investasi yang dilakukan tersebut pada masa berikutnya kapasitas barang-barang modal dalam perekonomian akan bertambah. Seterusnya teori harrod-domar dianalisis keadaan yang perlu wujud agar pada masa berikutnya barang-barang modal yang tersedia tersebut akan sepenuhnya digunakan. Sebagai jawaban tersebut menurut harrod-domar agar seluruh barang modal yang tersedia digunakan sepenuhnya, permintaan agregat haruslah bertambah sebanyak kenaikan kapasitas barang-barang modal yang terwujud sebagai akibat dari investasi di masa lalu”.
e. Teori Solow
Menurut Solow, keseimbangan yang peka antara Gw (laju pertumbuhan terjamin) dan Gn (laju pertumbuhan alamiah) tersebut timbul dari asumsi pokok mengenai proporsi produksi yang dianggap tetap, suatu keadaan yang memungkinkan untuk mengganti buruh dengan modal. Jika asumsi itu dilepaskan, keseimbangan tajam antara Gw (laju pertumbuhan terjamin) dan Gn (laju pertumbuhan alamiah)
(51)
juga lenyap bersamanya. Oleh karena itu Solow membangun model pertumbuhan jangka panjang tanpa asumsi proporsi produksi yang tetap. Dengan asumsi tersebut, Solow menunjukan dalam modelnya bahwa dengan koefisien teknik yang bersifat variabel, rasio modal buruh akan cenderung menyesuaikan dirinya, dalam perjalanan waktu, ke arah rasio keseimbangan.
Untuk mengetahui maju tidaknya suatu perekonomian diperlukan adanya suatu alat pengukur yang tepat. Alat pengukur pertumbuhan perekonomian ada beberapa macam diantaranya:
1) Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto merupakan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar.
2) Produk Domestik Bruto per Kapita (Pendapatan per Kapita)
Produk Domestik Bruto per Kapita merupakan jumlah PDB nasional dibagi jumlah penduduk atau dapat disebut sebagai PDB rata-rata atau PDB per kepala.
3) Pendapatan per Jam Kerja
Pendapatan per jam kerja merupakan upah atau pendapatan yang dihasilkan per jam kerja. Biasanya suatu negara yang mempunyai tingkat pendapatan atau upah per jam kerja lebih tinggi daripada di negara lain, boleh dikatakan negara yang bersangkutan lebih maju daripada negara yang satunya.
(52)
5. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran dapat dijelaskan dengan hukum Okun (Okun’s law), diambil dari nama Arthur Okun, ekonom yang pertama kali mempelajarinya (Demburg,1985:53). Yang menyatakan adanya pengaruh empiris antara pengangguran dengan
output dalam siklus bisnis. Hasil stud i empirisnya menunjukan bahwa penambahan 1 (satu) point pengangguran akan mengurangi GDP ( Gross Domestik Product) sebesar 2 persen. Ini berarti terdapat pengaruh yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran dan juga sebaliknya pengangguran terhadap pertumbuhan ekonomi. Penurunan pengangguran memperlihatkan ketidakmerataan. Hal ini mengakibatkan konsekuensi distribusional.
Pengangguran berhubungan juga dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, ketersediaan lapangan kerja berhubungan dengan investasi, sedangkan investasi didapat dari akumulasi tabungan, tabungan adalah sisa dari pendapatan yang tidak dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan nasional, maka semakin besarlah harapan untuk pembukaan kapasitas produksi baru yang tentu saja akan menyerap tenaga kerja baru.
D. Rasio Gini (Ketimpangan Pendapatan)
Ketimpangan distribusi pendapatan ini umumnya merupakan salah satu inti permasalahan dalam negara-negara berkembang. Distribusi pendapatan perseorangan sendiri merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para ekonom untuk menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap
(53)
individu atau rumah tangga (Todaro & Smith, 2004). Pada tingkat ketimpangan yang maksimum, kekayaan dimiliki oleh satu orang saja, dan tingkat kemiskinan akan semakin tinggi.
Perhitungan Rasio Gini awal mulanya berasal dari upaya pengukuran luas suatu kurva (yang kemudian dinamakan Kurva Lorenz) yang menggambarkan distribusi pendapatan untuk seluruh kelompok pengeluaran. Secara ilustrasi, luas Kurva Lorenz merupakan luas daerah di bawah garis diagonal yang dibatasi dengan kurva pada suatu persegi empat. Perbandingan atau rasio antara luas daerah Kurva Lorenz dengan luas daerah di bawah garis diagonal dapat diperoleh nilai Rasio Gini. Secara Matematis, untuk menghitung Rasio Gini dapat mengguanakan persamaan berikut :
Rasio Gini = − ∑ i i+ i−1
= ... (2) Keterangan :
P1 = Persentase penduduk pada kelas pengeluaran ke-i Q1 = Persentase kumulatif jumlah pengeluaran kelas ke-i k = Jumlah kelas pengeluaran yang dibentuk
Penghitungan dengan menggunakan indeks gini memiliki rasio antara 0 dan 1. Bila indeks gini sama dengan 0 berarti terjadi distribusi pendapatan yang sempurna merata karena setiap golongan penduduk menerima bagian pendapatan yang sama. Akan tetapi, apabila indeks gini sama dengan 1 maka terjadi ketimpangan distribusi pendapatan sempurna karena seluruh pendapatan hanya dinikmati oleh satu orang saja.
(54)
Sumber : Todaro, 2006
GAMBAR 2. 1 Kurva Lorenz
Kurva Lorenz adalah kurva yang menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduknya secara kumulatif dan diperkenalkan pertama kali oleh Max Otto Lorenz di tahun. Semakin jauh jarak kurva Lorenz dari garis diagonal, maka semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya. Sisi vertikalnya menggambarkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi horisontalnya menggambarkan persentase kumulatif populasi.
E. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Zulhanafi dan Syofyan (2013) dalam penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Dan Tingkat Pengangguran, peneliti menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi, investasi, pengeluaran pemerintah, upah, inflasi untuk mengetahui tingkat pengangguran di Indonesia secara parsial. Dengan metode regresi linear
0 20 40 60 80 100 120
0 20 40 60 80 100 120
cumul a ti v e pe rce nt a g e of income
Cumulative percentage of population
Kurva Lorenz
(55)
dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi, produktivitas, investasi, pengeluaran pemerintah dan upah berpengaruh signifikan terhadap pengangguran di Indonesia. Sedangkan variabel inflasi tidak berpengaruh terhadap pengangguran di Indonesia.
2. Fatihin (2015), dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Penduduk, Dan Pendidikan Terhadap Pengangguran Terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta peneliti ini menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, dan pendidikan untuk mengetahui mengetahui pengangguran di Yogyakarta secara parsial. Dengan metode regresi panel dapat disimpulkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan pendidikan berpengaruh signifikan terhadap pengangguran di Yogyakarta.
3. Ariefka (2014) meneliti tentang analisis inflasi, GDP, pertumbuhan penduduk dan upah terhadap tingkat pengangguran di Indonesia tahun 1990-2010. Mengemukakan hasil analisa regresi bahwa secara bersamaan variabel independen ini memiliki pengaruhsignifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia. Diketahui bahwa nilai R-Squared sebesar 0,736 yang berarti sebesar 73,6% tingkat pengangguran dipengaruhi oleh inflasi, pertumbuhan penduduk, upah serta GDP, sedangkan 26,4 persen sisanya dijelaskan oleh variabel diluar penelitian ini.
4. Widiyati (2016) meneliti tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka Di Kota-Kota Provinsi Jawa Tengah. Peneliti menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi,
(56)
beban/tanggungan penduduk, upah minimum kota, dan inflasi terhadap pengaruh pengangguran terbuka di kota-kota Jawa Tengah. Berdasarkan hasil regresi panel dapat disimpulkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan, beban tanggungan penduduk berpengaruh positif dan signifikan, upah minimum kota berpengaruh negatif dan signifikan dan inflasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka di kota-kota Provinsi Jawa Tengah.
5. Prasetyo (2015) meneliti tentang Analisis Fakttor Penentu Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 1991-2013. Peneliti menggunakan variabel inflasi, PDRB, dan Upah Minimum terhadap pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah. Berdaarkan hasil regresi linear berganda dapat disimpulkan pengaruh nilai PDRB terhadap tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah sebesar 7%. Tingkat upah minimum berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah dengan nilai sebesar 75% dan pengaruh inflasi terhadap tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah sebesar 7%. Secara bersama-sama ketiga variabel tersebut memiliki nilai R2 sebesar 90,9% dan sisanya diluar variabel yang tidak dikaji dalam penelitian ini.
6. Firdaus (2015), meneliti tentang Fakor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka Di Provinsi Jawa Tengah. Peneliti ini menggunaka variabel PDRB, Jumlah Penduduk, Upah Minimum dan Tingkat Inflasi terhadap tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan haril regresi panel dengan menggunakan pendekatan
(57)
fixed effect dijelaskan bahwa vaiabel PDRB berhubungan negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka, jumlah penduduk berhubungan positif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Sementara itu variabel inflasi dan UMK berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Nilai R-square sebesar 0,906 yang berarti 90,06 persen variabel pengangguran terbuka dapat dijelaskan oleh variabel independen dan sisanya 9,94 persen dijelaskan diluar variabel tersebut.
F. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan jawaban sementara yang kebenarannya masih harus diuji, atau simpulan yang diambil berdasarkan teori dalam kajian pustaka. Dalam penelitain ini peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Perubahan indikator variabel tingkat pendidikan diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Perubahan indikator variabel pertumbuhan ekonomi diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Perubahan indikator variabel rasio gini diduga berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran terbuka yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta.
(58)
G. Model Penelitian
Atas dasar pemikiran dan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai berbagai hubungan antara variabel independen ( Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio Gini) dengan variabel dependen (Tingkat Pengangguran Terbuka), sebagaimana dijelaskan diatas dan disesuaikan dengan kondisi yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta dari tahun 2010-2015 maka faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya tingkat pengangguran terbuka di 5 kabupaten/kota (Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulonprogo, Kota Jogja, Kabupaten Bantul) dapat digambarkan dengan mengembangkan model sebagai berikut:
GAMBAR 2. 2 Kerangka Berfikir Pendidikan (-)
Pertumbuhan Ekonomi (-)
Rasio Gini (+)
Tingkat Pengangguran
(59)
(60)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Objek Penelitian
Obyek penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan,pertumbuhan ekonomi dan rasio gini di lima kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta periode tahun 2010-2015 sebagai variabel bebas (X).Selain itu peneliti juga menggunakan data tingkat pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2010-2015 sebagai variabel terikat (Y).
B. Jenis dan Sumber Data
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu berupa
time series dan cross section data atau data panel. Data sekunder merupakan data yang disajikan dan atau dipakai oleh lembaga atau badan yang bukan pengolahnya. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi D.I. Yogyakarta.
C. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini dikumpulkan oleh penulis dengan menggunakan metode library research atau kepustakaan yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan ilmiah, artikel, jurnal, majalah, laporan-laporan penelitian ilmiah yang berhubungan dengan topic penelitian. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan melakukan pencatatan secara langsung berupa data time series dan croos
(61)
section dari tahun 2010 sampai dengan 2015 yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS).
D. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
Dalam sebuah penelitian menggunakan metode kuantitatif, variabel merupakan dasar dari pembahasan. Menurut Martono (2011) variabel merupakan unsur yang memiliki lebih dari satu nilai atau merupakan suatu unsur yang bervariasi.
2. Definisi Operasional
Definisi opeasional memuat definisi variabel penelitian serta satuan alat ukur yang dipakai dalam variabel penelitian. Dalam penelitian ini definisi operasional masing-masing variabOel yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabelIndependen (Martono, 2011). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengangguran terbuka yaitu jumlah tingkat penduduk yang sedang mencari pekerjaan, atau mereka yang mempersiapkan usaha, atau mereka yang tidak mereka yang tidak mencari pekerjaan karena tidak mungkin mendapat pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan namun belum mulai bekerja dan dalam waktu yang bersamaan mereka tidak bekerja. TPT
(62)
memberikan indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk kedalam kelompok pengangguran. Variabel ini menggunakan satuan persen.
b. Variabel Independen
Menurut Martono dalam Arsono (2014) Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi dan menghasilkan akibat pada variabel lain. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Variabel Pendidikan (PND)
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data angka melek huruf (AMH) pada penduduk yang berusia 15 tahun ke atas pada 5 kabupaten atau kota di Provinsi DIY dengan menggunakan satuan persen dalam periode 2010-2015.
2) Variabel Rasio Gini (GINI)
Variabel gini merupakan indeks ketimpangan pendapatan antar penduduk di lima kabupaten atau kota di Provinsi DIY. Suatu indeks pada umumnya tidak memiliki satuan ukuran.
3) Variabel Laju Pertumbuhan Ekonomi
Variabel dalam penelitian ini adalah perubahan berupa peningkatan ataupun penurunan aktivitas perekonomian domestik yang ditunjukkan dengan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB). Variabel ini menggunakan satuan persen.
(63)
E. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode dengan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif yang digunakan mengguanakan metode analisis regresi data panel. Menurut Basuki dan Yuliadi (2015) data panel adalah gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross section). Menurut Widarjono dalam Basuki dan Yuliadi (2015) menggunakan data panel dalam penelitian mempunyai beberapa keuntungan yaitu. Pertama, data panel yang merupakan gabungan antara time series dan
cross section mempunyai degree of freedom yang lebih besar karena data yang tersedia lebih banyak. Kedua, menggunakan data panel dapat mengatasi masalah yang muncul karena penghilangan variabel (omitted-variable).
Sedangkan menurut Wibisono dalam Basuki dan Yuliadi (2015) keunggulan menggunakan data panel yaitu pertam, mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit dengan mengizinkan variabel spesifik individu. Kedua, mampu mengontrol heterogenitas sehingga data panel dapat membangun model yang lebih kompleks. Ketiga, data panel yang memuat cross section yang berulang-ulang (time series) sehingga cocok untuk study of dynamic adjustment. Keempat, banyaknya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informatif, variatif dan kolinieritas (multiko) antara data semakin berkurang dan derajat kebebasan (degree of freedom/df) lebih tinggi sehingga hasil lebih efisien. Kelima, data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model prilaku yang kompleks. Dan keenam, data panel dapat meminimalkan bias yang mungkin terjadi karena agregasi individu.
(64)
Analisis regresi dalam penelitian ini diolah menggunakan program
Eviews 7.0 dengan bentuk persamaan sebagai berikut :
Yi = β1 it + β2X2 it + β3X3 it + β4X4 it + εit ... (3) i = 1, 2, . . . N, t = 1, 2, . . . T
Dimana:
Y= variabel dependen
β = koefisien regresi
i = cross-section
t = waktu / time series
t = Data Panel
ε = error term
Model dalam penelitian ini penulis modifikasi disesuaikan dengan ketersediaan data di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sehingga diperoleh persamaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
TPTit = β1i + β2 PND it + β3 PE it + β4 GINI it + εit ... (4)
Dimana:
TPT : tingkat pengangguran terbuka di Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2010-2015
PND : angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas di Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2010-2015
(1)
__________ (2012).
Dasar-Dasar Ekonometrika.
Jakarta: Salemba Empat
Insukindro. (2003).
Model Ekonometrika Dasar.
Yogyakarta: Fakultas Ekonomi
UGM.
Mankiw, Gregory N. 2000.
Teori Ekonomi Makro
, Seri Terjemahan, Jakarta: Erlangga
Prasetyo, Nurdiansyah Rifan. 2015. “
Analisis Faktor Penentu Pengangguran Terbuka
Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1991-2013
”
. Universitas Negeri Semarang.
Sari, Anggun Kembar., 2005. “Analisis Pengaruh
Tingkat Pendidikan, Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Pengangguran Terdidik di Sumatera Barat”.
Jurnal
Ekonomi Pembangunan
. Universitas Negeri Padang.
Sukirno, Sadono. 1982.
Ekonomi Pembangunan
. Bima Grafika
______________. 1985.
Pengantar Teori Mikroekonomi
. Lembaga Penerbit FEUI.
Jakarta
______________. 1994.
Pengantar Teori Ekonomi
. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
______________ 2008.
Makroekonomi Teori Pengantar
Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Todaro, Michael P, 2000.
Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga
2, alih bahasa oleh
Haris Minandar. Penerbit Erlangga Jakarta.
Todaro, Michael P., and Stephen C. Smith Alih Bahasa.
Pembangunan
Ekonomi
.(2006).
Widiyati, Reni. 2016. “
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Pengangguran Terbuka Di Kota-Kota Provinsi Jawa Tengah
”. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Zulhanafi, Hasdi Aimon, dan Efrizal Syofyan. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Produktivitas Dan Tingkat Pengangguran Di Indonesia.
Jurnal
Kajian Ekonomi
.
(2)
LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Panel Penelitian
KABUPATEN
TAHUN
TPT
(%)
PND
(%)
PE
(%)
GINI
Kulonprogo
2010
4.18
90.69
3.06
0.26
2011
3.03
92
4.23
0.38
2012
3.04
92.72
4.37
0.4
2013
2.85
93.1
4.87
0.33
2014
2.88
93.42
4.37
0.37
2015
3.72
93.74
3.87
0.38
Bantul
2010
5.24
91.03
4.97
0.25
2011
3.8
91.23
5.07
0.3
2012
3.6
92.19
5.33
0.24
2013
3.36
92.81
5.46
0.25
2014
3.33
93.11
5.15
0.24
2015
4.07
93.41
4.84
0.24
G.Kidul
2010
4.04
84.66
4.15
0.25
2011
2.23
84.94
4.52
0.3
2012
1.38
84.97
4.84
0.31
2013
1.69
85.22
4.97
0.32
2014
1.61
85.47
4.54
0.3
2015
2.9
85.72
4.11
0.29
Sleman
2010
7.17
92.61
4.49
0.37
2011
5.25
93.94
5.42
0.41
2012
5.42
94.53
5.79
0.44
2013
3.38
98.03
5.89
0.38
2014
4.21
98.31
5.41
0.37
2015
5.04
98.59
4.93
0.44
Kota Jogja
2010
7.41
98
4.46
0.27
2011
5.57
98
5.84
0.26
2012
5.03
98.08
5.4
0.27
2013
6.57
98.5
5.47
0.44
2014
6.35
98.87
5.3
0.42
(3)
Lampiran 2: Model Regresi Data Panel
Dependent Variable: TPT? Method: Pooled Least Squares Date: 01/12/17 Time: 13:07 Sample: 2010 2015
Included observations: 6 Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 30
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 35.49928 7.700693 4.609882 0.0001
PND? -0.279847 0.086389 -3.239401 0.0038
PE? -1.247201 0.263054 -4.741230 0.0001
GINI? 2.143711 2.285569 0.937933 0.3585
Fixed Effects (Cross)
_KP—C -1.907403
_BTL—C 0.093077
_GK—C -4.351184
_SLMN--C 2.220994
_YK—C 3.944516
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.905505 Mean dependent var 4.129000
Adjusted R-squared 0.875439 S.D. dependent var 1.593507
S.E. of regression 0.562400 Akaike info criterion 1.909970
Sum squared resid 6.958452 Schwarz criterion 2.283623
Log likelihood -20.64955 Hannan-Quinn criter. 2.029505
F-statistic 30.11681 Durbin-Watson stat 2.101305
(4)
Lampiran 3: Pemilihan Model
Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests Pool: PANEL
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 24.113233 (4,22) 0.0000
Cross-section Chi-square 50.504197 4 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: TPT?
Method: Panel Least Squares Date: 01/12/17 Time: 13:08 Sample: 2010 2015
Included observations: 6 Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 30
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -18.13417 4.507496 -4.023114 0.0004
PND? 0.261098 0.058785 4.441600 0.0001
PE? -0.330974 0.399283 -0.828920 0.4147
GINI? -1.150491 3.499091 -0.328797 0.7449
R-squared 0.491220 Mean dependent var 4.129000
Adjusted R-squared 0.432515 S.D. dependent var 1.593507
S.E. of regression 1.200414 Akaike info criterion 3.326777
Sum squared resid 37.46587 Schwarz criterion 3.513603
Log likelihood -45.90165 Hannan-Quinn criter. 3.386544
F-statistic 8.367553 Durbin-Watson stat 0.876435
(5)
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: PANEL
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 50.598768 3 0.0000
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
PND? -0.279847 0.147681 0.004940 0.0000
PE? -1.247201 -1.051570 0.011068 0.0629
GINI? 2.143711 0.565231 0.795430 0.0768
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: TPT?
Method: Panel Least Squares Date: 01/12/17 Time: 13:08 Sample: 2010 2015
Included observations: 6 Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 30
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 35.49928 7.700693 4.609882 0.0001
PND? -0.279847 0.086389 -3.239401 0.0038
PE? -1.247201 0.263054 -4.741230 0.0001
GINI? 2.143711 2.285569 0.937933 0.3585
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.905505 Mean dependent var 4.129000
Adjusted R-squared 0.875439 S.D. dependent var 1.593507
S.E. of regression 0.562400 Akaike info criterion 1.909970
Sum squared resid 6.958452 Schwarz criterion 2.283623
Log likelihood -20.64955 Hannan-Quinn criter. 2.029505
F-statistic 30.11681 Durbin-Watson stat 2.101305
(6)
Lampiran 4: Uji Asumsi Klasik
UJI MULTIKOLINEARITAS
GINI PE PND
GINI 1
0.18282139115 44705
0.43521854227 01339 PE
0.18282139115
44705 1
0.48562380887 04876 PND
0.43521854227 01339
0.48562380887
04876 1
UJI HETEROSKEDASITAS
Dependent Variable: RESID? Method: Pooled Least Squares Date: 01/12/17 Time: 13:11 Sample: 2010 2015
Included observations: 6 Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 30
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 6.727911 4.291975 1.567556 0.1313
PND? -0.060348 0.048149 -1.253361 0.2232
PE? -0.153738 0.146613 -1.048596 0.3057
GINI? -0.105588 1.273860 -0.082889 0.9347
Fixed Effects (Cross)
_KP--C -0.087039
_BTL--C -0.028577
_GK--C -0.372720
_SLMN--C -0.073889
_YK--C 0.562225
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.391443 Mean dependent var 0.336972
Adjusted R-squared 0.197811 S.D. dependent var 0.349973
S.E. of regression 0.313453 Akaike info criterion 0.740843
Sum squared resid 2.161561 Schwarz criterion 1.114496
Log likelihood -3.112652 Hannan-Quinn criter. 0.860378
F-statistic 2.021584 Durbin-Watson stat 2.671621