ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN IMPOR DI INDONESIA PERIODE 1985-2014

(1)

PERIOD 1985-2014 SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

RAMADITYA BAYU PAMUNGKAS 20120430225

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN IMPOR DI INDONESIA PERIODE 1985-2014” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 09 November 2016


(3)

urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (QS. Al-Insyirah 6-8).

Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu dan orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan (Mario Teguh).

People who never make mistakes are those who never try new things (Albert Einsten).


(4)

putus sampai detik ini.

Kakak ku terimakasih karena telah memberikan nasehat serta bimbingan sampai aku dapat menyelesaikan kuliah ku.

Sahabat dan teman ku, Dayah, Bestian, Ardhi, Adi F, Fadil, Oby, Iyan, Mbong, Andri, Sofyan, Adi A, Ervin. Terimakasih atas support yang kalian berikan selama ini. Kalian HEBAT!! Semoga kita bisa menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara dan tidak menjadi pengangguran agar jumlah pengangguran di Indonesia tidak bertambah.


(5)

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Impor di Indonesia periode 1985-2014”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program strata satu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Nano Prawoto, SE., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Dr. Imamudin Yuliadi, SE., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Masyhudi Muqorobin, M.Ec., Ph.D., Akt selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, ikhlas dan selalu menyempatkan waktunya untuk memberikan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(6)

menjalani kuliah ini hingga akhinya mampu mengakhiri studi S1 dengan membanggakan.

7. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan hingga terselesaikannya skripsi ini.

Semoga Allah membalas budi baik semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan yang disebabkan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Yogyakarta, 09 November 2016


(7)

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PNGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. ... L atar Belakang ... 1

B. ... R umusan Masalah ... 6

C. ... T ujuan Penelitian ... 7

D. ... M anfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. ... L andasan Teori ... 8

1... P erdagangan Internasional ... 8

2... T eori Perdagangan Internasional ... 9

3... K ebijakan Perdagangan Internasional ... 16


(8)

6... N ilai Valuta Asing (Kurs) ... 23 7... S

ejarah Perkembangan Nilai Tukar di Indonesia ... 28 8... P

roduk Domestik Bruto (PDB) ... 29 9... M

etode Perhitungan Pendapatan Nasional ... 32 10. ... I nflasi ... 33 11. ... I ndikator Inflasi ... 34 12. ... J

enis Inflasi Menurut Sebabnya ... 35 13. ... I nflasi Berdasarkan Parah Tidaknya ... 36 14. ... D

ampak Inflasi ... 37 B. ... P

enelitian Terdahulu ... 38 C. ... K

erangka Pemikiran ... 39 D. ... H

ipotesis ... 41 BAB III METODE PENELITIAN... 42 A. ... J

enis Penelitian ... 42 B. ... J

enis Data ... 42 C. ... T


(9)

1... V ector Error Correction Model (VECM) ... 44 2... L

angkah-Langkah Analisis Data ... 47 a. ... U

ji Stationeritas Data ... 47 b. ... P

enentuan Lag Optimal ... 48 c. ... U

ji Kointegrasi ... 49 d. ... U

ji kausalitas granger ... 51 e. ... E

stimasi Model Vector Error Correction Model (VECM) ... 52 f. ... U

ji Impulse Response Function (IRF) ... 53 g. ... U

ji Variance decompositions ... 53 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ... 55 A. ... G

ambaran Umum Impor Indonesia ... 55 B. ... G

ambaran Umum Variabel Penelitian ... 56 1... K

urs (Nilai Tukar) ... 56 2... P

DB (Produk Domestik Bruto) ... 57 3... I nflasi ... 58 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61


(10)

2... P enentuan Panjang Lag ... 65 3... U

ji Kointegrasi ... 66 4... P

engujian Stabilitas VECM ... 67 5... U

ji Kausalitas Granger ... 68 B. ... I nterpretasi Hasil Estimasi VECM ... 69 1... H

asil Analisis IRF (Impulse Response Function). ... 75 2... H

asil Analisis VDC (Variance Decomposition) ... 79 BAB VI SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 82 A. ... S

impulan ... 82 B. ... S

aran ... 83 C. ... K

eterbatasan Penelitian ... 84 DAFTAR PUSTAKA


(11)

2.1 Keunggulan Absolut ... 10

2.2 Keunggulan Komparatif ... 11

4.1 Perkembangan Produk Doestik Bruto atas Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) dari Tahun 2012-2014 ... 58

5.1 Hasil Uji ADF Menggunakan Intercept pada Tingkat Level ... 61

5.2 Hasil Uji ADF Menggunakan Intercept pada Tingkat First Difference ... 63

5.3 Pengujian Panjang Lag Menggunakan Nilai LR ... 65

5.4 Hasil Uji Kointegrasi (Johansen’s Cointegration Test) ... 66

5.5 Hasil Uji Stabilitas Estimasi VECM ... 67

5.6 Uji Kausalitas Granger ... 68

5.7 Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model) Jangka Pendek ... 70

5.8 Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model) Jangka Pendek ... 71

5.9 Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model) Jangka Panjang ... 73


(12)

4.1 Perkembangan Impor di Indonesiadari tahun 2005

sampai dengan 2014 (dalam Juta US$) ... 56

4.2 Perkembangan Kurs di Indonesia dari tahun 2005 sampai dengan 2014 (dalam Rupiah) ... 57

4.3 Perkembangan Inflasi di Indonesia dari tahun 2005 sampai dengan 2014 (dalam persen) ... 59

5.1 Hasil Analisis IRF Impor terhadap shock Kurs ... 76

5.2 Hasil Analisis IRF Impor terhadap shock PDB ... 77


(13)

(14)

1985-2014 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia. Alat estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error Correction Model

(VECM) menggunakan bantuan Eviews 7.2.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa dalam jangka pendek variabel kurs (nilai tukar rupiah), Produk Domestik Bruto (PDB), dan inflasi tidak berpengaruh terhadap impor. Sedangkan, variabel impor justru berpengaruh terhadap variabel kurs (nilai tukar rupiah) dan inflasi. Dalam jangka panjang, hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel kurs (nilai tukar rupiah) dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap impor. Sedangkan, variabel Produk Domestik Bruto (PDB) tidak berpengaruh signifikan terhadap impor dalam jangka panjang. Hasil estimasi VECM dalam penelitian ini juga menghasilkan analisis penting, yaitu IRF (Impluse Response Function) dan VDC (Variance Decomposition).


(15)

dependent variable was import while the independent variables were Rupiah currency, Gross Domestic Product (GDP), and inflation. The data used in this research was yearly data during 1985-2014 collected from Central Bureau of Statistic and Bank of Indonesia. The estimation tool used in this research was Vector Error Correction Model (VECM) using Eviews 7.2.

The estimation result showed that within short term, Rupiah currency, Gross Domestic Product (GDP), and inflation did not influence the import. Meanwhile, import influenced Rupiah currency and inflation. In long term, the estimation result shows that Rupiah currency and inflation significantly influenced the import. Gross Domestic Product, in the other hand, did not significantly influence long term import. The estimation result obtained from VECM in this research also showed a crucial analysis that were Impulse Response Function (IRF) and Variance Decomposition (VDC).

Keywords: import, IRF, currency, Gross Domestic Product, inflation, VDC, VECM


(16)

1

A. Latar Belakang

Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan suatu negara dapat mempengaruhi neraca perdagangan negara tersebut, ketidakseimbangan yang terjadi karena impor menyebabkan terjadinya defisit atau surplus neraca perdagangan. Perkembangan impor perlu dikendalikan agar tidak menyebabkan terjadinya dampak negatif pada perekonomian.

Perekonomian global merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas territorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.

Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dalam negeri ke pasar international secara kompetitif, sebaliknya juga akan membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik. Dengan kata lain, globalisasi bisa dikatan sebagai adanya satu era baru di dalam


(17)

perdagangan internasional. Dengan adanya perdagangan internasional, maka akan berpengaruh terhadap komponen-komponen neraca pembayaran.

Defisit neraca pembayaran akan berakibat sistemik terhadap perekonomian dalam suatu negara. Defisit sebagai akibat impor lebih besar daripada ekspor, maka bisa berakibat pada menurunnya kegiatan ekonomi dalam negeri karena konsumen membeli barang bukan buatan dalam negeri, melainkan barang impor. Harga valuta asing yang naik akan berakibat pada barang impor yang menjadi mahal. Hal ini akan berdampak pada kegiatan ekonomi dalam negeri akan terhambat karena kegairahan pegusaha untuk menanamkan modal ke dalam negeri akan menurun.

Dengan demikian, sama halnya dengan masalah pengangguran dan inflasi, masalah difisit dalam neraca pembayaran juga memiliki efek yang buruk bagi perekonomian baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Oleh karena itu setiap negara harus menghindari adanya defisit dalam neraca pembayaran. (Sadono Sukirno, 2002).

Salah satu faktor yang sudah dijelaskan di atas adalah defisit dalam neraca pembayaran. Hal ini berarti antara impor lebih besar dari pada ekspor. Komponen dari neraca pardagangan adalah ekspor dan impor. Pencatatan dalam neraca ini bisa defisit atau surplus. Defisit berarti impor lebih besar dari ekspor. Surplus berarti impor lebih kecil dari ekspor. Sedangkan jika antara impor dan ekspor sama, keadaan ini dinamakan balance trade (Dumairy, 1996).


(18)

TABEL 1.1

Impor Indonesia 2005-2014 (Juta US$) (Ribu Ton) (Juta $) 2005 83.664,50 57.700,90 2006 83.808,90 61.065,50 2007 89.935,60 74.473,40 2008 98.664,30 129.197,30 2009 91.354,40 96.829,20 2010 110.701,00 135.663,30 2011 128.221,60 177.435,60 2012 136.283,60 191.689,50 2013 141.109,60 186.628,70 2014 147.734,30 178.178,80

Sumber : Badan Pusat Statistik

Dari tabel di atas impor indonesia terlihat bahwa dari tahun 2005-2014 secara umum meningkat. Walaupun pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 96.829,20 juta Dollar, begitupun juga antara tahun 2012-1014 mengalami penurunan menjadi 178.178,80 juta Dollar. Sedangkan dari tahun 2005-2008 dan 2010-2012 terus mengalami peningkatan.

Fluktuasi nilai impor selama kurun waktu 2005– 2014, telah ikut berpengaruh besar terhadap perekonomian. Dalam kondisi tertentu, impor cenderung berpengaruh positif. Begitu pula ketika terjadi penurunan nilai impor berimplikasi pada terjadinya kelesuan pada perekonomian, khususnya pada sektor produksi.

Untuk keperluan konsumsi barang impor cukup berperan, mengingat negara-negara berkembang termasuk Indonesia belum mampu memenuhi sendiri segala kebutuhannya. Di samping itu impor terkadang jauh lebih efisien daripada


(19)

memproduksi sendiri. Namun setiap negara berusaha untuk mengurangi impor barang konsumsi mereka.

Untuk keperluan produksi, maka impor yang dimaksud adalah impor bahan baku dan barang modal. Kedua jenis barang tersebut berhubungan langsung dengan proses produksi, dimana proses produksi akan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan negatif impor bahan baku dan barang modal berimplikasi pada proses produksi. Produksi barang dalam negeri menurun drastis sehingga menyebabkan inflasi dan pengangguran. Oleh karena itu, dengan perdagangan luar negeri memungkinkan untuk mengimpor mesin-mesin atau alat-alat modern untuk memproduksi kebutuhan dalam negeri. Dari proses ini diharapkan akan meningkatkan produktivitas dan menghasilkan atau memproduksi sendiri barang-barang yang sebelumnya harus diimpor.

Bukan rahasia umum lagi bahwa masayarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat konsumtif, maka untuk memenuhi kebutuhan penduduk, kita harus mengimpor barang dari luar negeri sebab sebagian besar industri dalam negeri tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu produksi dalam negeri masih mengimpor bahan baku dari luar negeri untuk menghasilkan produk untuk di konsumsi maupun untuk di ekspor sebagiannya.

Impor dalam kaitannya terhadap pertumbuhan ekonomi, ketika pertumbuhan ekonomi meningkat maka permintaan dalam negeri meningkat sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maka dilakukan impor dari negara lain, makin


(20)

besar kemungkinan impor maka makin besar pula permintaan akan valuta asing yang menyebabkan kurs valuta asing cenderung meningkat harganya sehingga mata uang domestic melemah terhadap mata uang asing. Karena pembelian barang impor meningkat maka cadangan devisapun berkurang sebab cadangan devisa berfungsi untuk membiayai transaksi luar negeri dan untuk berjaga-jaga, termasuk impor (Nopirin, 1995).

Realisasi impor juga ditentukan oleh kemampuan negara tersebut membiayai impornya. Keynes mengemukakan bahwa besar kecilnya impor lebih dipengaruhi oleh pendapatan negara tersebut. Analisis makro ekonomi menganggap bahwa makin besar pendapatan nasional suatu negara maka semakin besar pula impornya (Herlambang, 2001).

Impor juga sebagai akibat dari meningkatnya inflasi dalam negeri sehingga untuk mengstabilkan harga dalam negeri kita harus mengimpor barang, kebijakan ini dilakukan melalui kebijakan pemerintah bukan melalui mekanisme pasar. Inflasi juga dapat bersumber dari kenaikan harga barang-barang yang diimpor. Inflasi ini akan wujud apabila barang-barang yang diimpor mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan. Inflasi sebagai akibat dari impor juga dapat menumbulkan stagflasi seperti yang terjadi pasca krisis ekonomi, stagflasi menggambarkan dimana kegiatan ekonomi semakin menurun, pengangguran semakin tinggi dan pada waktu yang sama proses kenaikan harga-harga semakin tinggi (Sadono Sukirno, 2004).


(21)

Bagi negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia, maka impor dimaksudkan untuk mendukung proses industrialisasi. Oleh karena itu, impor akan lebih banyak berupa bahan baku untuk industri, mesin-mesin atau barang-barang modal lainnya untuk memproduksi barang-barang tertentu untuk keperluan dalam negeri atau untuk kebutuhan ekspor.

Oleh karena itu, sesuai dengan paparan yang dijelaskan dalam latar belakang diatas, maka penulis mengajukan judul Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Permintaan Impor di Indonesia Tahun 1985- 2014”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh kurs (nilai tukar) terhadap permintaan impor Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

2. Bagaimana pengaruh PDB perkapita terhadap permintaan impor Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

3. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap permintaan impor Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang ?


(22)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh kurs (nilai tukar) terhadap permintaan impor Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh PDB terhadap permintaan impor Indonesia. 3. Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap permintaan impor Indonesia.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah serta keragaman literatur dan referensi pada perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, khususnya literature dan referensi studi tentang permintaan impor Indonesia.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan digunakan sebagai masukan atau bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan yang tepat tentang permintaan impor agar tidak merugikan masyarakat dalam negeri dan memaksimalkan barang atau jasa dalam negeri.


(23)

8 A. Landasan Teori

1. Pengertian Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak yang harus mempunyai kebebasan menentukan apakah dia mau melakukan perdagangan atau tidak. Perdagangan hanya akan terjadi jika tidak ada satu pihak yang memperoleh keuntungan dan tidak ada pihak lain yang dirugikan. Manfaat yang diperoleh dari perdagangan internasional tersebut disebut manfaat perdagangan atau gains from trade.

Pada dasarnya perdagangan internasional merupakan kegiatan yang menyangkut penawaran (ekspor) dan permintaan (impor) antar Negara. Pada saat melakukan ekspor, Negara menerima devisa untuk pembayaran. Devisa inilah yang nantinya digunakan untuk membiayai impor. Ekspor suatu Negara merupakan impor bagi Negara lain, begitu juga sebaliknya (Budiono, 1999).

Dengan berbagai pengecualian, perdagangan internasional dianggap sebagai suatu akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Permintaan (demand) dan penawaran (supply) akan tampak dalam bentuknya yang sudah dikenal serta merupakan suatu interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi konsumen.


(24)

Terdapat beberapa faktor yang menjadi pendorong semua Negara di dunia untuk melakukan perdagangan luar negeri. Dari faktor-faktor tersebut empat yang terpenting dinyatakan di bawah ini:

a. Memperoleh barang yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri b. Mengimpor teknologi yang lebih modern dari negara lain c. Memperluas pasar produk-produk dalam negeri

d. Memperoleh keuntungan dari spesialisai (Sukirno, 2004)

2. Teori Perdagangan Internasional

Konsep-konsep mengenai perdagangan internasional sudah muncul sejak abad ke tujuh belas dan delapan belas yang bermunculan di Eropa.Selama abad ke tujuh belas dan delapan belas, sekelompok pria (para pedagang, banker, pegawai pemerintah, bahkan para filsuf) telah menulis esai dan pamflet mengenai perdagangan internasional yang memunculkan filosofi ekonomi yang disebut merkantilisme. Para penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi sebuah Negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit impor (Salvator, 1997). Selanjutnya muncul beberapa teori mengenai perdagangan internasional diantaranya teori keunggulan absolut, keunnggulan komparatif, teori proporsi faktor produksi, dan teori keunggulan kompetitif.


(25)

a. Teori Keunggulan Absolut

Teori keunggulan absolut dicetuskan pertama kali oleh Adam Smith. Menurut Adam Smith perdagangan dua negara didasarkan kepada keunggulan absolut (absolute advantage), yaitu jika sebuah negara lebih efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah kmoditi, namun kurang efisien disbanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dan memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut (Salvator, 1997). Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dengan cara yang paling efisien. Output yang diproduksi pun akan menjadi meningkat.

Sebagai ilustrasi, Tabel 2.1 menggambarkan dua negara yaitu Amerika Serikat dengan Inggris yang memproduksi dua komoditi yaitu kain dan gandum, sebagai berikut:

Tabel 2.1 Keunggulan Absolut

Amerika Serikat Inggris

Gandum (karung/jam kerja) 6 1

Kain (meter/jam kerja) 4 5

Sumber: Salvator, 1997

Tabel 2.1 memperlihatkan bahwa satu jam kerja di Amerika Serikat menghasilkan enam karung gandum namun Inggris hanya dapat menghasilkan satu karung, di Inggris, dan hanya empat meter di


(26)

Amerika Serikat. Artinya bahwa Amerika Serikat lebih efisien memproduksi gandum (memiliki keunggulan absolut) dibandingkan Inggris, sedangkan dalam produksi kain Inggris lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) dibanding Amerika Serikat.

b. Teori Keunggulan Komparatif’

Menurut David Ricardo yang ditulis bukunya Principle of Political Economy and Taxation tahun 1817 (Salvator, 1997), meskipun suatu negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut) dengan negara lain dalam memproduksi dua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara tersebut harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini adalah komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian komparatif).

Tabel 2.2

Keunggulan Komparatif

Amerika Serikat Inggris

Gandum (karung/jam kerja) 6 1

Kain (meter/jam kerja) 4 2

Sumber: Salvator, 1997

Dalam Tabel 2.2 terlihat kedua negara yaitu Amerika Serikat dan Inggris menghasilkan dua komoditi yaitu gandum dan kain, disini Amerika Serikat memiliki keunggulan absolut baik dalam produksi


(27)

kain maupun gandum. Dalam keadaan ini, untuk menunjukkan bahwa kedua negara dapat memperoleh keuntungan, misalnya bahwa Amerika Serikat dapat menukarkan 6G (gandum) dengan 6K (kain), Amerika Serikat kemudian akan memperoleh keuntungan sebesar 2K (atau menghemat 1/2 jam kerja) karena Amerika Serikat hanya dapat menukar 6G dengan 4K di dalam negeri. Untuk melihat bahwa Inggris juga memperoleh keuntungan, 6G yang diterima Inggris dari Amerika akan memerlukan enam jam untuk memproduksinya di dalam negri. Namun Inggris dapat menggunakan enam jam ini untuk memproduksi 12K, dan hanya menyerahkan 6K untuk memperoleh 6G dari Amerika. Dengan demikian, Inggris akan memperoleh keuntungan sebesar 6K atau dapat menghemat tiga jam kerja.

c. Teori Modern: Proporsi Faktor Produksi

Teori Faktor Proporsi (factor proportion) dari Heckscher ohlim disebut juga teori modern. Dasar pemikirannya adalah bahwa perdagangan internasional semisal antara dua negara terjadi karena adanya opportunity cost yang berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan antara ongkos negara tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal, tanah, dan bahan baku) yang dimiliki kedua negara tersbut. Struktur perdagangan luar negeri suatu negara tergantung pada faktor

endowment dan faktor intensity kemudian teknologi, sehingga suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan ekspor barang-barang


(28)

yang input (atau faktor produksi) utamanya tidak dimiliki negara tersebut (atau jumlahnya terbatas).

Teori Heckscher-Ohlin atau teori kelimpahan faktor dapat diekspresikan ke dalam dua buah teorema yang saling berhubungan, yakni teorema Heckscher-Ohlin, sebuahn negara akan mengekspor komoditi yang padat faktor produksi yang ketersediaannya di negara tersebut melimpah dan murah, di sisi lain negara tersebut akan mengimpor komoditi yang padat dengan faktor produksi yang di negaranya merupakan faktor produksi yang langka dan mahal. Menurut teorema penyamaan harga faktor produksi, perdagangan internasional cenderung menyamakan harga-harga, baik secara relative maupun secara absolut, dari berbagai faktor produksi homogeny di antara negara-negara yang terlibat dalam hubungan dagang.

Keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O), yang dimilikinya juga karena adanya produksi atau bantuan fasilits dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya.Keunggulan ini sifatnya lebih dinamis dengan perubahan-perubahan, misalnya teknologi dan SDM yang sangat cepat.


(29)

d. Teori Keunggulsn Kompetitif

Menurut Michael E. Porter (1990) The Competitive Advantage of Nation adalah tentang tidak adanya kerelasi langsung antara dua faktor poduksi (sumber daya alam yang tinggi dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara untuk dimanfaatkan menjadi data saing dalam perdagangan. Banyak negara di dunia ini yang jumlah tenaga kerjanya sangat besar secara proporsional dengan luar negri tetapi terbelakang dalam daya saing internasional.Begitu juga tingkat upah yang relatif murah daripada negara lainnya, begitu pula berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja dan berprestasi.Hasil akhir Porter menyebutkan peranan pemerinntah sangat mendukung selain faktor produksi. Porter mengungkapkan bahwa ada empat atribut utama yang menentukan mengapa industri tertentu dalam suatu negara dapat mencapai sukses internasional, keempat atribut itu meliputi:

1) Kondisi faktor produksi

2) Kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri 3) Eksistensi industri pendukung

4) Kondisi persaingan strategi dan struktur perusahaan dalam negeri

Negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya didukung oleh kondisi faktor yang baik, permintaan dan tuntutan mutu


(30)

dalam negeri yang tinggi, indsutri hulu atau hilir yang maju dan persaingan domestic yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh 1/2 atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut saling berinteraksi positif dalam negara yang sukses. Di samping keempat atribut di atas, peran pemerintah juga merupakan variabel yang cukup signifikan.

e. Teori Perdagangan dengan Permintaan dan Penawaran

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional adalah karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran suatu negara. Perbedaan ini terjadi karena: (a) tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam negara tersebut tidak mendukunng, seperti letak geografis dan kandungan buminya, dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien.

Dasar pemikiran teori permintaan dan teori penawaran pada perdagangan internasional adalah bahwa antara dua negara terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran.Misalnya, di Indonesia permintaan terhadap barang X (kain) sedikit, sedangkan permintaan barang X di Amerika Serikat banyak. Indonesia akan menjual sisa X, setelah dikurangi jumlah yang dikonsumsi di pasar domestic, ke Amerika Serikat. Sebaliknya, permintaan terhadap Y (televisi) di Indonesia lebih besar daripada di Amerika Serikat, maka


(31)

Amerika Serikat akan mengekspor sebagian televise yang diproduksinya (Tambunan, 2000).

Permintaan ini berbeda misalnya, karena perbedaan pendapatan dan selera masyarakat.Sedangkan penawaran berbeda, misalnya karena perbedaan di dalam jumlah dan kualitas faktor-faktor produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas (Nopirin, 1999).

3. Kebijakan Perdagangan Internasional

Menurut nopirin (1999), kebijakan perdagangan internasional adalah tindakan atai kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan internasional. Instrument kebijakan internasional adalah:

a. Kebijakan perdagangan internasional

Meliputi tindakan peerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) dari neraca pembayaran internasional, khususnya tetang ekspor dan impor barang atau jasa.Misalnya adalah tariff terhadap impor, bilateral trade agreement dan lainnya.

b. Kebijakan pembayaran internasional

Meliputi tindakan terhadap rekening modal (capital account) dalam neraca pembayaran internasional. Contohnya adalah pengawasan terhadap lalu lintas devisa (exchange control) atau pengaturan lalu lintas jangka panjang.


(32)

c. Kebijakan bantuan luar negeri

Tindakan atau kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan (grants), pinjaman (loans), bantuan yang bertujuan untuk membantu rehabilitasi serta pembangunan dan bantuan militer terhadap negara lain.

4. Hambatan Perdagangan Internasional (Hambatan Impor) Penghambat impor (import barriers) adalah langkah-langkah pemerintah dalam perpajakan atau peratiran-peraturan impor yang mengurangi kebebasan perdagangan luar negeri. Penghambat impor biasanya dibedakan menjadi atas dua jenis, yaitu:

a. Tariff

Tariff adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara. Dilihat dari aspek asal komoditi, ada dua macam tariff, yaitu (Salvatore, 1997):

1) Tariff impor, yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain.

2) Tariff ekspor, yakni pajak untuk suatu komoditi yang dieskpor.

Sementara bila ditinnjau dari mekanisme perhitungannya, ada tiga jenis tariff, yaitu:


(33)

1) Tariff ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor.

2) Tariff spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor.

3) Tariff campuran adalah gabungan antara tariff ad valorem

dengan tariff spesifik. b. Penghambat bukan tariff

Salah satu bentuk hambatan bukan tariff adalah kuota.Kuota adalah pembatasan secara langsung jumlah fisik terhadap barang yang msuk (kuota impor) dan keluar (kuota ekspor).Pemberlakuan kuota impor memberikan dampak-dampak terhadap konsumsi dan produksi seperti yang ditimbulkan oleh penerapan tariff impor yang setara. Penyesuaian terhadap setiap pergeseran dalam kurva permintaan atau kurva penawaran sehubungan dengan adanya kuota impor akan terjadi pada harga-harga domestik. Sedangkan jika yang diberlakukan adalah tariff impor, maka penyesuaian tersebut akan terjadi pada kuantitas impor. Secara umum, kuota impor itu lebih menghambat daripada tariff yang setara.Kuota impor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah sebagai barang perdagangan penting serta di bawah suatu pengawasan badan internasional.

Berbagai macam restriksi atau hambatan nontariff itu telah menggantikan peranan tariff di masa sebelumnnya, ini merupakan


(34)

ancaman bagi kelangsungan dan perkembangan perdagangan internasional yang bebas.

5. Impor

Impor adalah arus kebalikan dari ekspor yaitu barang dan jasa luar negeri yang masuk ke dalam suatu negara. Ketika ekspor dapat meningkatkan pendapatan nasional, impor bertindak sebaliknya. Impor merupakan pembelian dan pemasukan barang dari luar negeri ke dalam perekonomian suatu negara.

Aliran barang impor dapat menimbulkan aliran keluar atau bocoran dari aliran pegeluaran sektor rumah tangga ke sektor perusahaan yang pada akhirnya menurunkan pendapatan nasional yang mungkin dapat dicapai (Sukirno, 2001:2003). Impor ditentukan oleh kesanggupan atau kemampuan dalam ,menghasilkan barang-barang yang bersaing dengan buatan luar negeri. Nilai impor tergantung dari nilai tingkat pendapatan nasional negara tersebut, semakin tinggi pendapatan nasional, maka imporpun semakin tinggi sebagai akibatnya banyak kebocoran dalam pendapatan nasional.

Menurut Amir (1999) impor merupakan suatu kegiatan memasukkan barang-barang dari luar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah kedalam perdaran dalam masyarakat yang dibayar dengan mempergunakan valuta asing.

a. DampakImpor


(35)

a) Meningkatkan kesejahteraan konsumen. Dengan adanya impor barang-barang konsumsi, masyarakat Indonesia bisa menggunakan barang yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri.

b) Meningkatkan industri dalam negeri. Dengan adanya impor, negara mendapatkan kesempatan untuk mengimpor barang-barang modal,baik yang berupa mesin industri maupun bahan baku yang memungkinkan kita untuk mengembangkan suatu industri.

c) Ahli teknologi. Dengan adanya impor memungkinkan terjadinya alih teknologi. Secara bertahap Negara mencoba mengembangkan teknologi modern untuk mengurangi ketertinggalan suatu negara dengan negara yang sudah maju.

2) Dampak negatif

a) Menciptakan persaingan bagi industridalam negeri selain akan mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan industri dalam negeri melalui impor barang-barang modal, namun bisa terjadi sebaliknya, industrikita tidak berkembang karena menghadapi pesaing-pesaing di luar negeri.


(36)

b) Menciptakan pengangguran. Dengan mengimpor barang dari luar negeri berarti negara tidak mempunyai kesempatan untuk memproduksi barang-barang tersebut. Sama artinya negara telah kehilangan kesempatan untuk membuka lapangan pekerjaan yang tercipta dari proses memproduksi barang tersebut. c) Konsumerisme. Konsumsi berlebihan terutama untuk

barang-barang mewah merupakan salah satu dampak yang dapat diciptakan dari adanya kegiatan impor barang.

b. Teori Permintaan Impor

Impor merupakan masuknya barang dari luar negeri yang pada dasarnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bagi barang yang belum diproduksi atau belum cukup diproduksi di dalam negeri. Dari tahun ketahun komposisi impor mengalami pergeseran sehingga pada akhirnya mempunyai bobot yang besar pada bahan baku, bahan penolong dan bahan modal. Namun demikian banyak terdapat barang-barang yang tidak diperlukan atau membahayakan kepentingan umum, karena itu perlu dilakukan mekanisme pengaturan barang impor sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan nasional. Secara umum arah yang ditempuh dalam menetapkan mekanisme barang impor adalah untuk menjaga keseimbangan, menjaga kelancaran arus lalu lintas barang, mengendalikan permintaan impor


(37)

dalam usaha pendayagunaan devisa menunjang usaha dan industri dalam negeri serta meningkatkan mutu produksi dalam negeri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor suatu negara (Syamsurizal Tan, 1990) yaitu:

1) Harga impor relatif terhadap harga domestik, importir akan mengimpor suatu produk pada saat haga relatif impor lebih murah dibandingkan dengan harga produk domestik. Perbedaan harga antara impor relatif dan domestik sangat erat kaitannya dengan keuntungan faktor internal seperti rendahnya inflasi negara importir dan faktor internal seperti rendahnya inflasi negara importir dan faktor eksternal seperti kenaikan pendapatan negara importir.

2) PDB negara pengimpor, dalam teori dasar perdagangan internasional dinyatakan bahwa impor merupakan fungsi dari pendapatan. Pendapatan disini bisa juga PDB, Semakin besar pendapatan menyebabkan impor semakin meningkat. Mekanisme seperti ini dapat dijelaskan dengan 2 lajur yaitu : a) Kenaikan PDB menyebabkan meningkatnya tabungan

domestik yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan barang-barang modal atau bahan mentah sebagai input dalam proses produksi. Biasanya pada negara sedang berkembang terdapat kelangkaan baik


(38)

berupa barang modal maupun bahan mentah, sehingga harus impor.

b) Pada umumnya di negara sedang berkembang, kenaikan PDB yang menyebabkan meningkatnya kesejahteraan tetapi diikuti pula oleh perubahan selera yang semakin menggemari produk impor. Menggunakan produk impor memberikan simbol tersendiri bagi seorang konsumen, sehingga secara tidak langsung impor meningkat sejalan dengan peningkatan PDB.

6. Nilai Valuta Asing (Kurs)

Menurut Adiningsih, dkk (1998), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, nilai tukar rupiah terhadap Euro, dan lain sebagainya.

Kurs merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun di pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi portofolio. Terdepresiasinya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar Amerika memiliki pengaruh yang negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).


(39)

Menurut Mohamad Samsul (2006), perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap hargasaham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif. Misalnya, perusahaan yang berorientasi impor, depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika yang tajam akan berdampak negatif terhadap harga saham perusahaan. Sementara itu, perusahaan yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika. Ini berarti harga saham yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursa Efek Indonesia (BEI), sementara perusahaan yang terkena dampak positif akan mengalami kenaikan harga sahamnya. Selanjutnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga akan terkena dampak negatif atau positif tergantung pada kelompok yang dominan dampaknya.

Kurs mata uang menunjukkan harga mata uang apabila ditukarkan dengan mata uang lain. Penentuan nilai kurs mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain ditentukan sebagai mana halnya barang yaitu oleh permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Hukum ini juga berlaku untuk kurs rupiah, jika demand akan rupiah lebih banyak daripada suplainya maka kurs rupiah ini akan terapresiasi, demikian pula sebaliknya. Apresiasi atau depresiasi akan terjadi apabila negara menganut kebijakan nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) sehingga nilai tukar akan ditentukan oleh mekanisme pasar (Kuncoro, 2001).


(40)

a. Penentuan Nilai Tukar

Ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993):

1) Faktor Fundamental

Faktor fundamental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar dan intervensi bank sentral.

2) Faktor Teknis

Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran devisa pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valuta asing akan terapresiasi, sebaliknya apabila ada kekurangan permintaan, sementara penawaran tetap maka nilai tukar valuta asing akan terdepresiasi. 3) Sentimen Pasar

Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik atau atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.

b. Sistem Kurs Mata Uang

Menurut Kuncoro (2001), ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu:


(41)

1) Sistem kurs mengambang (floating exchange rate)

Sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :

a) Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan bank sentral/otoritas moneter. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memani pulasi kurs.

b) Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valuta asing untuk mempengaruhi pergerakan kurs.

c. Sistem kurs tertambat (pegged exchange rate).

Dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai tukar mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama “Menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai tukar mata uang tersebut


(42)

bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.

d. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs).

Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai tukar mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam.

e. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies).

Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda.


(43)

f.Sistem kurs tetap (fixed exchange rate).

Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.

7. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia Menurut Ana Ocktaviana (2007), sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu:

a. Sistem kurs tetap (1970 - 1978)

Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar kurs resmi Rp. 250/dolar Amerika sementara kurs uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.

b. Sistem mengambang terkendali (1978 - Juli 1997)

Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan padasistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini, bank Indonesia menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread


(44)

tertentu. Bank Indonesia hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau bawah dari spread.

c. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997 - sekarang)

Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US dolar semakin melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi bank Indonesia terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.

8. Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan didalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu.

Didalam suatu perekonomian, di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, barang dan jasa diproduksikan bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi juga oleh penduduk negara lain. Perusahaan multinasional beroperasi di berbagai negara dan membantu menaikkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh


(45)

negara-negara tersebut. Perusahaan multinasional tersebut menyediakan modal, teknologi dan tenaga ahli kepada negara di mana perusahaan itu beroperasi. Operasinya membantu menambah barang dan jasa yang diproduksikan di dalam negara, menambah penggunaan tenaga kerja dan pendapatan dan sering sekali juga membantu menambah ekspor. Operasi mereka merupakan bahagian yang cukup penting dalam kegiatan ekonomi sesuatu negara dan nilai produksi yang disumbangkannya perlu dihitung dalam pendapatan nasional.

Dengan demikian, Produk Domestik Bruto atau dalam istilah Inggrisnya Gross Domestic Product (GDP), adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warganegara negara tersebut dan negara asing.

Menurut Biro Pusat Statistik (BPS, 2007) penetapan Gross Domestic Product(GDP) dapat dilakukan dari tiga sudut pandang, yaitu:

a. Sudut pandang produksi

GDP merupakan jumlah nilai produksi netto dari barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dibagi menjadi sembilan kelompok usaha, yaitu: sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air, sektor; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; sektor lembaga keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa.


(46)

b.Sudut pandang pendapatan,

GDP merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh berbagai faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dan dalam jangka waktu tertentu.

c. Sudut pandang pengeluaran

GDP merupakan jumlah pengeluaran rumah tangga lembaga swasta yang tidak mencari untung dan pengeluaran pemerintah sebagai konsumen pengeluaran untuk pembentukan modal tetap serta perubahan stok dan ekspor netto di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.

Output atau pendapatan nasional merupakan ukuran paling komprehensif dari tingkat aktivitas ekonomi suatu Negara (Lipsey, 1996). Salah satu ukuran yang lazim digunakan untuk output adalah Gross Domestic Product(GDP). GDP dapat dilihat sebagai perekonomian total dari setiap orang di dalam perekonomian atau sebagai pengeluaran total pada output barang dan jasaperekonomian (Mankiw, 2000). Output ini dinyatakan dalam satuan mata uang (rupiah) sebagai jumlah dari total keluaran barang dan jasa dikalikan dengan harga per unitnya. Jumlah total tersebut sering disebut sebagai output nominal, yang dapat berubah karena perubahan baik jumlah fisik maupun perubahan harga terhadapperiode dasarnya. Untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tersebut karena perubahan fisik saja, maka nilai output diukur tidak pada harga sekarang tetapi pada harga yang berlaku pada periode dasar yang dipilih. Jumlah total


(47)

ini disebut sebagai output riil. Perubahan persentase dari output riil disebut sebagai pertumbuhan ekonomi.

9. Metode Perhitungan Pendapatan Nasional a. Metode Produksi

Metode produksi ini digunakan untuk menentukan besarnya pendapatan nasional dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor-sektor produktif . Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan produksi sering dinamakan / disebut sebagai produk domestik bruto = PDB.

b. Metode Pendapatan

Metode ini menjumlahkan semua pendapatan dari faktor-faktor produksi dalam perekonomian, yaitu manusia (Tenaga Kerja), modal, tanah dan skill. Bila tenaga kerja menghasilkan upah (wages = W), modal menghasilkan bunga (interest= I), tanah menghasilkan sewa (rent= R), dan skill atau entrepreneurshipsmenghasilkan profit (profit= P). Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan pendapatan sering dinamakan sebagai pendapatan nasional (PN = national income= NI).

c. Metode Pengeluaran/Penggunaan

Metode ini mencoba menghitung pendapatan nasional dengan cara menjumlahkan semua pengeluaran, baik yang dilakukan oleh rumah tangga konsumen (C), rumah tangga swasta / produsen (I), rumah tangga pemerintah (G), dan export netto (X-M).


(48)

Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan pengeluaran sering dinamakan sebagai produk nasional bruto = PNB (gross national product= GNP).

10. Inflasi

Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing teori ini menyatakan aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing bukan teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga. Teori tersebut diantaranya yaitu:

a. Teori Kuantitas

Menurut teori ini inflasi terjadi karena adanya penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang giral atau kartal) tanpa diimbangi oleh penambahan arus barang dan jasa serta harapan msyarakat mengenai kenaikan harga dimasa akan datang (Boediono,1985).

b. Teori Keynes

Menurut teori ini adalah inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi, menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (Boedinono,1985).


(49)

c. Teori Strukturalis

Teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi. Karena struktur pertambahan produksi barang-barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya, adalah kenaikan harga-harga lain, sehingga terjadi inflasi.

11. Indikator Inflasi

Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu (Pratama,2008). Diantaranya yaitu:

a. Indeks harga konsumen (consumer price index atau CPI).

Indeks harga konsumen atau disingkat IHK adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen, setiap jenis barang ditentukan suatu timbangan atau bobot tetap yang proporsional terhadap kepentingan relatif dalam anggaran pengeluaran konsumen.

b. Indeks harga perdagangan besar (whosale proce index)

Jika IHK melihat dari sisi konsumen, maka Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen (producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada berbagai tingkat produksi.


(50)

c. Indeks harga implicit (Gnp Deflator)

Indeks harga implicit (Gnp Deflator) adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan atau rasio antara GNP nominal dan GNP rill dikalikan dengan 100. GNP Rill adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan di dalam perekonomian, yang diperoleh ketika output dinilai dengan menggunakan harga tahun dasar (base year). d. Alternative dari indeks harga implicit

Mungkin saja terjadi, pada saat ingin menghitung inflasi dengan menggunakan IHI tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki data IHI. Hal ini bisa datasi. Sebab prinsip dasar perhitungan inflasi berdasarkan deflator PDB (GDP deflator) adalah membandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan rill. Selisih keduanya merupakan tingkat inflasi.

12. Jenis Inflasi Menurut Sebabnya

Diihat dari faktor penyebab timbulnya, inflasi dapat dibedakan ke dalam tiga macam (Pratama,2008) yaitu:

a. Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)

Inflasi tarikan perimntaan atau disebut juga inflasi sisi permintaan (demand-side inflation) atau inflasi karena guncangan permintaan (demand-shock inflation) adalah inflasi yang terjad sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan agregat (AD) yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat.


(51)

b. Inflasi dorongan biaya (cost-pust inflation)

Inflasi dorongan biaya atau juga sering disebut inflasi sisi penawaran (supply-side inflation) atau inflasi karena gunjangan penawaran (supply-shock inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi, yang menyebabkan perusahaan mengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar.

13. Inflasi Berdasarkan Parah Tidaknya

Berdasarkan parah tidaknya inflasi dibedakan menjadi 4 macam diantaranya:

a. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun) b. Inflasi sedang (antara 10-30% setahun) c. Inflasi berat (antara 30-100% setahun) d. Hiperinflasi (di atas 100% setahun)

Inflasi yang tinggi tidaklah baik karena sangat menyengsarakan masyarakat dalam suatu negara. Sebaiknya inflasi yang terlalu rendah juga sangat merugikan negara, maka daitu itu kondisi inflasi yang wajarlah yang dapat memberikan keadaan positif bagi perekonomian suatu negara. Inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang akibat naiknya tingkat harga. Inflasi berpengaruh besar terhadap produksi maupun ekspor dan impor. Inflasi menyebabkan turunnya produksi, terutama produksi barang yang akan diekspor. Turunnya produksi ini disebabkan


(52)

karena biaya produksi akan meningkat sehingga harga pokok dari hasil yang diporduksi juga meningkat.

14. Dampak Inflasi

Inflasi yang terjadi didalam suatu perekonomian memiliki beberapa dampak atau akibat yaitu sebaga berikut:

a. Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dan anggota masyarakat, sebab redistribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan rill satu orang meningkat, tetapi pendapatan rill orang lainnya jatuh.

b. Inflasi dapat menyebabkan penurunan di dalam efisiensi ekonomi (economic efficiecy).

c. Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan didalam output dan kesempatan kerja (employment).

d. Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil (unstable environment).

Adapun dampak inflasi terhadap individu dan masyarakat yaitu: a. Memperburuk distribusi pendapatan

Pada masa inflasi, nilai harta tetap seperti tanah atau bangunan mengalami kenaikan yang lebih cepat daripada pendapatan, sedangkan masyarakat berpendapatan rendah yang biasanya tidak memiliki harta tetap tersebut akan mengalami kemerosotan nilai pendapatan rillnya.


(53)

b. Pendapatan rill merosot

Sebagian besar tenaga kerja memiliki pendapatan nominal yang nilainya tetap. Dalam usaha inflasi kenaikan harga barang-barang akan membuat pendapatan rill masyarakat menjadi turun.

B. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riris Septiana dan Drs. Nugroho SBM, MSP (2010), yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor Indonesia dari cina tahun 1985-2009 menyimpulkan bahwa PDB, cadangan devisa, kurs, tingkat suku bunga dan investasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impor Indonesia dari Cina.

Penelitian Yanuar Rachmansyah Djoko Waluyo (2004) yang menganalisis pengaruh cadangan devisa, penanaman modal asing (PMA), penanaman modal dalam negeri (PMDN), produk domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga riil dalam negeri, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar terhadap impor bahan baku Indonesia pada sektor perindustrian. Alat analisis yang digunakan adalah OLS linear berganda. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah secara umum faktor yang stabil dan signifikan dalam mempengaruhi impor bahan baku untuk sektor industri Indonesia adalah kemampuan memiliki cadangan devisa, penanaman modal dalam negeri dan nilai tukar rupiah terhadap dollar.

Hengki Kurniyawan (2013), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa Produksi Beras dalam jangka pendek dan jangka panjang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan impor beras di Indonesia. Produk Domestik Bruto dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap impor beras di Indonesia


(54)

sedangkan dalam jangka panjang Produk Domestik Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor beras di Indonesia.

Made Adiel Pradipta dan I Wayan Yogi Swara (2015) mengemukakan bahwa tingginya impor non-migas Indonesia yang mendominasi total impor pertahunnya membawa dampak positif dan negatif bagi perekonomian. Semakin tinggi impor non-migas pertahunnya membawa dampak melemahnya industri domestik maupun sektor pertanian dikarenakan ketidak mampuan dalam persaingan harga terhadap produk luar negri. Namun disisi lain dengan adanya impor non-migas pemerintah mampu menyediakan barang-barang untuk menyokong kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara serempak dan parsial antara cadangan devisa, produk domestik bruto, kurs dollar Amerika dan inflasi terhadap impor non-migas kurun waktu waktu 1985-2012. Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dan secara serempak cadangan devisa, produk domestik bruto, kurs dollar Amerika dan inflasi signifikan terhadap impor non-migas kurun waktu waktu 1985-2012. Secara parsial variabel cadangan devisa dan produk domestik bruto memiliki pengaruh positif dan signifikan, sedangkan kurs dollar Amerika memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan, sementara inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap impor non-migas kurun waktu 1985-2012.

Adlin Iman (2013) menyimpulkan dalam penelitianya bahwa secara parsial pengeluaran konsumsi berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor barang konsumsi di Indonesia, tingkat kurs Rp/US$ berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap impor barang konsumsi di Indonesia, pendapatan nasional


(55)

Indonesia berpengaruh positif terhadap impor barang konsumsi di Indonesia dan secara bersama-sama pengeluaran konsumsi, tingkat kurs dan pendapatan nasional Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap impor barang konsumsi di Indonesia secara bersama-sama sebesar 93,68 %.

Penelitian Hadi Cahyono (2010) tentang pengaruh kurs rupiah tehadap dollar, produk domestik bruto (harga konstan), tingkat inflasi, dan cadangan devisa terhadap impor Indonesia dari Amerika Serikat dengan model regresi OLS linear berganda. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kurs rupiah terhadap dollar dan cadangan devisa memiliki pengaruh terhadap impor Indonesia dari Amerika Serikat.

C. Kerangka Pemikiran

Maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi impor beras di Indonesia. Secara matematis kerangka pemikiran ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

GAMBAR 2.1 Kerangka pemikiran

IMPOR

KURS

PDB

INFLASI


(56)

D. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan yang sifatnya masih sementara. Setelah ditentukan hipotesis maka diadakan pengujian tentang kebenarannya dengan menggunakan data empiris dari hasil penelitian (Hasan, 2002). Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis membuat suatu hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Diduga kurs berpengaruh positif terhadap impor Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1985-2014. 2. Diduga PDB berpengaruh negatif terhadap impor Indonesia dalam

jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1985-2014. 3. Diduga Inflasi berpengaruh Positif terhadap impor Indonesia dalam

jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1985-2014.


(57)

42 A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan analisis yang berupa angka-angka sehingga dapat diukur dan dihitung dengan menggunakan alat bantu matematika atau statistik. Disamping menggunakan metode kuantitaif penelitian ini juga menggunakan metode VECM (Vector Error Correction Model), dengan menggunakan 3 (tiga) variabel pengukuran, yaitu Kurs, Produk Domestik Bruto (PDB), dan Inflasi.

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah jenis data yang diperoleh secara tidak lansung atau dengan kata lain, data sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber-sumber yang sudah dikumpulkan oleh pihak-pihak tertentu seperti dokumentasi, publikasi, karya ilmiah, ataupun catatan khusus dari dinas atau lembaga, dan pihak-pihak tertentu yang berhubungan dengan penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat, dan realistis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode studi pustaka, yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, buku referesi, maupun jurnal-jurnal ekonomi. Data yang digunakan adalah data time series adalah data runtut waktu (time series)


(58)

yang merupakan data yang dikumpulkan, dicatat atau diobservasi sepanjang waktu secara beruntutan dengan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. D. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian

Definisi operasional adalah penentuan konstrak sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukakn replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik (Irdriantoro dan Supomo,1999). Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat (dependen) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Impor,

2. Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen. Variabel bebasnya adalah Kurs, Produk Domestik Bruto (PDB), dan Inflasi.

3. Impor adalah arus kebalikan dari ekspor yaitu barang dan jasa luar negeri yang masuk ke dalam suatu negara.

4. Kurs adalah harga mata uang rupiah terhadap mata uang dollar atau mata uang Internasional..

5. Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan nilai barang dan jasa suatu negara (Indonesia) yang diproduksi dalam periode satu tahun.


(59)

6. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.

E. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah Vector Auto Regressive (VAR)/ Vector Error Correction Model (VECM). Proses analisis VAR dan VECM dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah uji unit roots test yang bertujuan untuk mengetahui data stasioner atau tidak. Setelah data dinyatakan stasioner, langkah selanjutnya adalah pengujian kointegrasi. Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan analisis yang digunakan dalam penelitian, jika data terkointegrasi maka analisis yang baik digunakan adalah VECM. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan perangkat lunak “ Eviews 7.2” untuk menganalisis data yang telah dihimpun.

1. Vector Error Correction Model (VECM)

Metode VECM (Vector Error Correction Model) pertama kali dipopulerkan oleh Engle dan Granger untuk mengkoreksi disequilibrium jangka pendek terhadap jangka panjangnya. Metode ini digunakan di dalam model VAR non struktural ketika data time series tidak stasioner pada tingkat level, namun terkointegrasi. Adanya kointegrasi pada model VECM membuat model VECM disebut sebagai VAR yang terestriksi.

Model VECM meretriksi hubungan perilaku jangka panjang antar variabel yang ada agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasi tetapi tetap membiarkan adanya perubahan-perubahan dinamis di dalam jangka


(60)

pendek. Terminologi kointegrasi ini disebut sebagai korelasi kesalahan (error correction) karena jika terjadi deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian parsial jangka pendek (Widarjono: 2007).

VECM merupakan suatu model analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkah laku jangka pendek dari suatu variabel terhadap jangka panjangnya akibat adanya shock permanen (Kostov dan Lingard, 2000). Analisis VECM juga dapat digunakan untuk mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner (non stasioner) dan regresi lancung spurious regresion) dalam analisis ekonometrika (Insukindro, 1992). Namun demikian, Gujarati (2003) berpendapat bahwa VECM ini dinilai kurang cocok jika digunakan dalam menganalisis suatu kebijakan. Hal ini dikarenakan analisis VECM yang atheoritic dan terlalu menekan pada forecasting atau peramalan dari suatu model ekonometrika.

Dari hasi pengujian Uji stasioneritas, uji kointegrasi, uji penentuan lag, uji kasualitas granger, impulse response function (IRF) dan Uji

Variance Decomposition diperoleh keseimbangan baru, sebagai berikut: ΔZt = τ1ΔZt-1+ τ2ΔZt-1 + ... + τt-1ΔZt = 1+1+ ПZt-1 + µ + ᴨt’ t = 1, ..., T ... (3.1)

Dimana :

ΔZt : Impor

τ : Parameter diduga Пt : vektor impuls


(61)

Ada beberapa keuntungan dari persamaan dalam model koreksi kesalahan atau VECM sebagai berikut (Gujarati, 2003):

a. Mampu melihat lebih banyak variabel yang menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang.

b. Mampu mengkaji konsisten tidaknya model empirik dengan teori ekonometrika.

c. Mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner (nonstasionary) dan regresi lancung (spurious regression).

Namun di sisi lain menurut Gujarati (2003) terdapat beberapa kelemahan terhadap model persamaan VECM, yaitu:

a. Model VECM merupakan model yang atheoritic atau tidak berdasarkan teori.

b. Penekakanan pada model VECM terletak pada forecasting atau peramalan sehingga model ini kurang cocok untuk digunakan dalam menganalisis kebijakan.

c. Permasalahan besar dalam model persamaan VECM adalah pemilihan lag lenght atau panjang lag yang tepat. Karena semakin panjang lag, maka akan menambah jumlah parameter yang akan bermasalah pada degree of freedom.

d. Variabel yang tergabung pada model VECM harus stasioner. Jika tidak stasioner maka perlu dilakukan transformasi data, misalnya melalui first difference.


(62)

e. Sering ditemui kesulitan dalam mengintrepretasikan tiap koefisien pada estimasi model VECM, sehingga sebagian besar peneliti melakukan interpretasi pada estimasi fungsi impluse response

dan variance decomposition. 2. Langkah-Langkah Analisis Data

a. Uji Stationeritas Data

Uji Stasioneritas data merupakan syarat penting bagi analisis data time series untuk menghindari regresi lancung (sporious regression). Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji stasioneritas pada data atau disebut juga stationary stochastic prosess. Dalam penelitian ini uji stasioneritas data menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada derajat yang sama (level atau different) hingga diperoleh suatu data yang stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya (Enders, 1995). Data dikatakan stasioner bila memenuhi tiga syarat, yaitu rata-rata dan variannya konstan sepanjang waktu, serta kovarian antar data hanya tergantung pada (lag) (Widarjono, 2007).

Gujarati (2003) menjelaskan bentuk persamaan uji stasioneritas dengan analisis ADF dalam persamaan berikut:

ΔFt= α0+ Ft-1+ Σ Ft-i+1 + ɛt ... (3.2)

Di mana:


(63)

α0 = Intersep

= Variabel yang diuji stationeritasnya

p = Panjang lag yang digunakan

ɛt = error term

Dalam persamaan tersebut diketahui bahwa hipotesis nol (H0) menunjukkan adanya unit root dan hipotesis satu (H1) menunjukkan tidak ada unit root. Jika dalam uji stasioneritas ini menunjukkan nilai ADFstatistik lebih besar dari Mackinnon Critical Value, maka dapat diketahui bahwa data tersebut stasioner karena tidak mengandung unit root. Sebaliknya jika nilai ADFstatistik lebih kecil dari Mackinnon critical value, maka dapat diketahui data tersebut tidak stasioner pada derajat level. Dengan demikian harus dilakukan uji ADF dalam bentuk

first difference. Jika data belum juga stasioner kemudian dilanjutkan pada differensiasi ketiga, yakni pada 2nd difference untuk memperoleh data yang stasioner pada derajat yang sama.

b. Penentuan Lag Optimal

Salah satu permasalahan yang terjadi dalam uji stasioneritas adalah lag optimal. Haris (1995) menjelaskan bahwa jika lag yang digunakan dalam uji stasioneritas terlalu sedikit, maka residual dari regresi tidak akan menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat mengestimasi actual error secara tepat. Akibatnya dan

standar kesalahan tidak diestimasi dengan baik. Namun jika memasukkan terlalu banyak lag maka mengurangi kemampuan untuk


(64)

menolak H0 karena tambahan parameter yang terlalu banyak akan mengurangi degress off freedom.

Selanjutnya untuk mengetahui lag optimal dalam uji stasioneritas maka digunakan kriteria-kriteria berikut ini:

Akaike Information Criterion (AIC) : -2 ( + 2 (k + T) ... (3.3)

Schwarz Information Criterion (SIC) : -2 ( + k ... (3.4)

Hannan-Quinn (HQ) : -2 ( + 2k log ( ) ...(3.5) Dimana :

1 : Jumlah Observasi

k : Parameter yang diestimasi

Penentuan jumlah lag ditentukan pada kriteria informasi yang direkomendasikan oleh Final Prediction Error (FPE), Aike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), dan Hannan-Quinn (HQ). Dimana hasil dalam uji panjang lag (Lag Length) ditentukan dengan jumlah bintang terbanyak yang direkomendasi dari masing-masing kriteria uji lag length.

c. Uji Kointegrasi

Tes kointegrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi Johansen. Tes kointegrasi ini dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya hubungan jangka panjang dan jangka pendek antar variabel. Terdapat beberapa keunggulan menggunakan pengujian kointegrasi dengan teknik Johansen. Pertama, menguji kointegrasi


(1)

Hasil Analisis VDC Impor terhadap variabel penelitian

Setelah menganalisis perilaku dinamis memalui Impluse Response, selanjutnya akan dilihat karakteristik model melalui variance decomposition. Variance Decomposition digunakan untuk menyusun forecast error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari diri sendiri maupun shock dari variabel lain untuk melihat pengaruh relatif variabel penelitian terhadap variabel lainnya. Prosedur variance decomposition yaitu dengan mengukur presentase kejutan-kejutan atas masing-masing variabel. Variance Decomposition Model digunakan untuk memberikan penjelasan secara rinci mengenai bagaimana perubahan satu variabel yang dipengaruhi oleh perubahan variabel lainnya. Perubahan yang terjadi dalam variabel ditunjukkan dengan adanya perubahan error variance. Hasil uji Variance Decoomposition dapat dilihat pada tabel 11 sebagai berikut:

TABEL 11

Hasil Analisis VDC Impor Variance Decomposition of D(IMPOR):

Period S.E D(IMPOR) D(KURS) D(PDB) D(INFLASI) 1 0.078863 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.082969 90.86516 3.035969 3.773313 2.325561 3 0.096423 82.44813 8.689644 5.869048 2.993175 4 0.113528 62.37430 14.39345 4.436138 18.79612 5 0.129865 47.81306 21.46035 13.17940 17.54720 6 0.132358 47.93981 21.76455 13.30078 16.99485 7 0.143960 46.69545 19.74393 17.84347 15.71715 8 0.146253 46.63684 19.93184 17.30375 16.12757 9 0.148517 45.99887 21.07684 17.07216 15.85213 10 0.155130 47.77326 21.64125 15.90442 14.68107 Sumber: Eviews 7.2 (diolah).

Dari tabel 11 di atas, dapat dijelaskan bahwa pada periode pertama, impor sangat dipengaruhi oleh shock impor itu sendiri sebesar 100 persen. Sementara itu, pada periode pertama, variabel kurs, PDB, dan inflasi belum memberikan pengaruh terhadap impor. Seterusnya, mulai dari periode 1 hingga periode ke-10, proporsi shock impor itu sendiri masih besar. Akan tetapi, shock impor memberikan proporsi pengaruh yang turun sedikit demi sedikit terhadap impor itu sendiri dari periode ke-1 sampai periode ke-10.


(2)

Selanjutnya periode ke-2 variabel kurs memberikan kontribusi sebesar 3,03 persen dan seterusnya memberikan peningkatan sampai periode ke-6. Pada periode ke-7 shock kurs terhadap impor mengalami penurunan dengan besar shock 19,74 persen. Pada periode ke-8 sampai dengan periode ke-10 kontribusi shock kurs terhadap impor kembali mengalami peningkatan dengan besar shock 21,64 persen pada periode ke-10.

Hasil analisis VDC pada periode ke-2 variabel PDB telah memberikan kontribusi pada impor sebesar 3,77 persen. Kontribusi PDB terhadap impor meningkat pada perode ke-3 dengan besar shock 5,86 persen. Akan tetapi pada periode ke-4 kontribusi PDB terhadap impor kembali turun dengan besar shock 4,43 persen. Pada periode ke-5 kontirbusi PDB terhadap impor kembali mengalami peningkatan sampai dengan periode ke-7 dengan besar shock 17,84 persen pada periode ke-7. Namun shock PDB terhadap impor kembali turun pada periode ke-8 sampai periode ke-10 dengan besar shock 15,90 persen pada periode ke-10.

Hasil analisis VDC pada periode ke-2 variabel inflasi telah memberikan kontribusi pada impor sebesar 2,32 persen dan mengalami peningkatan sampai periode ke-4 dengan besar shock 18,76 persen pada periode ke-4. Pada periode ke-5 kontribusi inflasi terhadap impor terus menurun sampai dengan periode ke-7 dengan besar shock 15,71 persen pada periode ke-7. Kontribusi shock inflasi terhadap impor kembali naik pada peridoe ke-8 dengan besar shock 16,12 persen dan periode ke-8 sampai periode ke-10 mengalami penurunan, dengan besar shock 14,68 persen pada periode ke-10.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi impor di Indonesia periode 1985-2014 dengan pendekatan Vector Error Correction Model (VECM) didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam jangka pendek, variabel independen (kurs, PDB, dan inflasi) tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (impor). Karena pada jangka pendek variable kurs, PDB, dan inflasi belum menunjukkan pengaruh terhadap permintaan impor. Akan tetapi, variabel dependen yang dalam penelitian ini adalah impor pada lag 1 menunjukkan pengaruh signifikan terhadap variabel independen (kurs dan inflasi). Variabel impor berpengaruh signifikan dan positif terhadap kurs artinya, jika permintaan impor semakin banyak maka akan menyebabkan depresiasi terhadap kurs.


(3)

Sedangkan menunjukkan pengaruh signifikan dan negatif terhadap inflasi. Artinya, jika terjadi inflasi maka akan mengakibatkan depresasi terhadap kurs dan mengakibatkan harga semakin mahal maka jumlah permintaan impor juga akan semakin berkurang untuk menekan pengeluaran pemerintah.

2. Dalam jangka panjang, kurs berpengaruh signifikan dan positif terhadap impor di Indonesia dikarenakan kemungkinan sedang terjadi inflasi di Negara asal impor sehingga sehingga harga barang yang di impor juga akan naik. Sedangkan inflasi berpengaruh signifikan dan negatif terhadap impor di Indonesia karena jika terjadi inflasi maka akan mengakibatkan depresasi terhadap kurs dan mengakibatkan harga semakin mahal maka jumlah permintaan impor juga akan semakin berkurang untuk menekan pengeluaran pemerintah . Variabel PDB tidak berpengaruh dalam jangka panjang.

3. Berdasarkan hasil analisis IRF, dapat disimpulkan bahwa respon impor terhadap shock kurs pada periode ke-1 sampai periode ke-5 adalah negatif. Kemudian positif pada periode ke-6 dan negatif pada periode ke-7 sampai dengan periode ke-10.Hasil analisis IRF menunjukkan bahwa respon impor terhadap PDB pada periode ke-1 sampai dengan periode ke-3 adalah positif. Kemudian negatif pada periode ke-4 dan ke-5. Pada periode ke-6 dan ke-7 respon impor terhadap PDB kembali menunjukkan positif akan tetapi kembali negatif para periode ke-8 sampai dengan periode ke-10. Hasil analisis IRF menunjukkan respon impor terhadap inflasi pada periode ke-1 adalah positif. Pada periode ke-2 sampai periode ke-5 menunjukkan respon negatif. Pada periode ke-6 respon impor terhadap inflasi kembali menunjukkan hasil positif namun kembali turun menjadi negatif pada periode ke-7 sampai periode ke-10. 4. Berdasarkan hasil analisis VDC (Variance Decomposition), variabel impor itu

sendiri, kurs, PDB, dan inflasi masing-masing memberikan kontribusi yang bervariasi terhadap impor di Indonesia. Kontribusi tertinggi terhadap impor di Indonesia, yaitu impor itu sendiri yang memberikan kontribusi hingga di akhir periode sebesar 47,77 persen.


(4)

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor di Indonesia periode 1985-2014, maka rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Melihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa inflasi dan kurs berpengaruh terhadap impor maka pemerintah harus menjaga kestabilan harga barang dalam negeri agar harga barang dalam negeri tidak kalah bersaing dengan barang impor.

2. Untuk pengusaha dalam negeri agar meningkatkan kualitas barang dalam negeri supaya masyarakat tidak beralih ke produk impor.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Sri dkk, 1998, Perangkat Analisis dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia, Jakarta: P.T. Bursa Efek Jakarta.

Amir, M.S., 1999, Ekspor Impor Teori & Penerapannya, Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia, Berbagai Tahun, Yogyakarta.

Boediono, 1985, Demand For Money In Indonesia 1975 – 1984, Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. XXI.

Boediono, 1999, Teori Pertumbuhan Ekonomi, BPFE, Yogyakarta. Dumairy, 1996, Perekonomian indonesia, Erlangga, Jakarta.

Enders, W., 1995, Applied Econometric Time Series, John Wiley and Sons: New York.

Gurjarati, Damodar N., 2003, Basic Econometrics, Fourth Edition, Mc Gaw-Hill, New York.

Harris Charles, 1995, Time-Saver Standards for Landscape Arcitecture, Susan Potter, Jerman.

Hasan, M., Iqbal, 2002, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Bogor.

Herlambang, T., 2001, Ekonomi Makro: Teori, Analisa, dan Kebijakan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi 1, Cetakan Pertama BPFE, Yogyakarta. Insukindro, 1992,"Pembentukan Model dalam Penelitian Ekonomi", Jurnal Ekonomi

dan Bisnis Indonesia, No. 1 Tahun VII, Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajat, 2001, Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi, UPP-AMP YKPN, Yogyakarta.

Kostov, Philip dan John Lingard, 2000, Regime Switching Vector Error Corection Model (VECM), Analysis of UK Meat.

Madura, Jeff, 1993, Financial Management, Florida University Express.

Mankiw, N. Greorgy, 2000, Teori Makro Ekonomi, Edisi Keempat, Alih Bahasa : Imam Nurmawam, Erlangga, Jakarta.


(6)

Na Ocktavia, (2007), “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/ US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta”. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Nopirin. 1995. Ekonomi Moneter, buku I, Edisi ke-5, BPFE, Yogyakarta. Nopirin, 1999, Ekonomi Internasional, Edisi Ketiga, BPFE UGM, Yogyakarta. Porter, Michael E., (1990), Competitive Advantage Of Nations, NewYork:

WordPress.

Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro: Suatu Pengantar, Lembaga Penerbit FE UI, 2008.

Sadono Sukirno, (2004), Pengantar Teori Makroekonomi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Salvatore, 1997, Ekonomi Internasional, Erlangga, Jakarta.

Sitinjak, E.L.M., dan Widuri Kurniasari, 2003, “Indikator-indikator Pasar Saham dan Pasar Uang yang Saling Berkaitan ditinjau dari Pasar Saham Sedang Bullish dan Bearish”, Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis, vol.3 no.3 September. Sukirno, Sadono, 2002, Ekonomi Pembangunan Proses Masalah dan Dasar

Kebijaksanaan, UI-Press, Jakarta.

Sukirno, Sadono, 2002, Teori Mikro Ekonomi, Cetakan Keempat Belas, Rajawali Press: Jakarta.

Sukirno, Sadono, 2004, Makro Ekonomi Teori Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.

Syamsurizal, Tan,1990, Esensi Ekonomi Internasional, Ghalia, Jakarta.

Tambunan, Tulus T.H, (2000), Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting, Salemba Empat, Jakarta.

Widarjono, Agus, 2007, Ekonometrika, Teori dan Aplikasi, Yogyakarta, Ekonesia Fakultas Ekonomi UII.

Winarno, W. W., 2015, Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews, Edisi Keempat, Cetakan Pertama, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.