MEMBANGUN SISTEM DETEKSI DINI KRISIS UTANG DI INDONESIA BUILDING AN EARLY WARNING SYSTEM OF DEBT CRISIS IN INDONESIA
IN INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
REZA SEPTIA WIJAYA 20130430113
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017
(2)
MEMBANGUN SISTEM DETEKSI DINI KRISIS UTANG DI INDONESIA
BUILDING AN EARLY WARNING SYSTEM OF DEBT CRISIS
IN INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
REZA SEPTIA WIJAYA 20130430113
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017
(3)
i
BUILDING AN EARLY WARNING SYSTEM OF DEBT CRISIS
IN INDONESIA
Diajukan oleh Reza Septia Wijaya
20130430113
Telah disetujui Dosen Pembimbing Pembimbing
Dimas Bagus Wiranatakusuma, SE.,M.Ec 25 Maret 2017 NIK: 19851016201304 143 097
(4)
ii
SKRIPSI
MEMBANGUN SISTEM DETEKSI DINI KRISIS UTANG DI INDONESIA
BUILDING AN EARLY WARNING SYSTEM OF DEBT CRISIS IN
INDONESIA
Diajukan oleh Reza Septia WIjaya
20130430113
Skripsi ini telah Dipertahankan dan Disahkan di depan
Dewan Penguji Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Tanggal 25 Maret 2017 Yang terdiri dari
Dr. Endah Saptutyningsih. SE.,M.Si. Ketua Tim Penguji
Dr. Imamudddin Yuliadi. SE.,M.Si.. Dimas Bagus Wiranatakusuma, SE.,M.Ec. Anggota Tim Penguji Anggota Tim Penguji
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dr. Nano Prawoto, SE., MSi. NIK. 143 016
(5)
iii Dengan ini saya,
Nama : Reza Septia Wijaya
NIM : 20130430113
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “MEMBANGUN SISTEM DETEKSI DINI
KRISIS UTANG DI INDONESIA” tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.
Yogyakarta, 25 Maret 2017
(6)
iv MOTTO
“Berbadan sehat karena rajin olahraga. Berotak cerdas karena rajin belajar. Berakhlak mulia karena rajin ibadah.” (Ridwan Kamil)
“Anak lelaki tak boleh dihiraukan panjang, hidupnya ialah untuk berjuang. Kalau perahunya
telah dikayuhkan ke tengah, dia tak boleh surut meski bagaimana besar gelombang, biarkan
kemudi patah, biarkan layar robek, itu lebih mulia, daripada membalik haluan pulang.” (Buya
Hamka)
“Bila kau tak tahan lelahnya menuntut ilmu, maka kau harus tahan menanggung perihnya kebodohan” – Abu Abdillah Muhammad bin Idris As-Syafi’I Al-Muttalibi Al-Qurashi R.A (Imam As-Syafi’I R.A)
“Menuntut ilmu adalah taqwa, menyampaikan ilmu adalah ibadah, mengulang-ngulang adalah
dzikir, mencari ilmu adalah jihad.” (Imam Al-Ghazali)
“Bermimpilah setinggi langit jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang” (IR.Soekarno)
“Apabila kamu sudah memutuskan menekuni suatu bidang, jadilah orang yang konsisten. Itu adalah kunci keberhasilan yang sebenarnya.” (B.J. Habibie)
(7)
v
Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia dan kemudahan yang telah Engkau berikan. Dengan ungkapan rasa yang sangat bahagia, ku persembahkan skripsi ini kepada:
1. Kepada kedua orang tua ku, saya ucapkan banyak terima kasih atas segalanya yang sudah diberikan selama ini khususnya dalam hal kesabaran dalam membimbing saya dan membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, persembahan ini mungkin hanya sebagian kecil yang bisa saya berikan. Terima kasih selalu mendoakan, memberikan yang terbaik dan selalu mendukung apa yang ingin saya cita-citakan. Semoga saya bisa berguna bagi bangsa dan keluarga khususnya.
(8)
vi INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk membangun sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia periode bulan Januari 2004 hingga bulan Mei 2016. Tulisan ini menggunakan indeks krisis utang untuk menentukan periode krisis sebagai rata-rata tertimbang dari tiga indikator, rasio utang terhadap PDB, rasio ekspor-impor, dan external spread. Dalam hal pemulihan ekonomi, variabel-variabel makroekonomi perlu dipantau. Jadi, kita dapat membenarkan apakah indikator mampu merespon sinyal tepat atau hanya sinyal palsu. Oleh karena itu, tulisan ini berupaya menerapkan model leading indikator sebagai dasar pemulihan ekonomi yang mempengaruhi krisis utang sebagai masalah yang terjadi. Penelitian ini bermaksud menyampaikan penyebab krisis utang yang didasarkan pada perilaku indikator yang diamati.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: krisis utang yang menimpa Indonesia terjadi dalam 4 episode yaitu tahun 2005, 2007, 2008, dan 2013. Komponen penyusunan leading indicator yang dianggap terbaik adalah cadangan devisa dan suku bunga riil. Untuk menghindari terjadinya krisis utang, pemerintah perlu melakukan debt rescheduling, debt swap, dan debt cutting. Saran-saran yang perlu diperhatikan oleh pemerintah terkait variabel diatas yaitu: untuk variabel cadangan devisa, pemerintah perlu memperhatikan tingkat cadangan devisa yaitu dengan mengembangkan ekspor mengurangi jumlah utang. Untuk variabel suku bunga riil, koordinasi secara intensif dengan otoritas fiskal menjadi hal penting. Aspek permintaan seperti kontrol pada permintaan atas aset-aset domestik, perubahan pada suku bunga domestik dan asing yang akan datang.
(9)
vii
This research aimed at building an early warning system of debt crisis in Indonesia from January 2004 to May 2016. The research used debt crisis index to determine crisis period as measured average from three indicators, the ratio of debt towards PDB, export-import ratio, and external spread. In the case of economy recovery, macroeconomy variables needed to be monitored. Therefore, we could judge whether the indicators were able to respon the right signal or it was only a false signal. Because of that, the research only applied leading indicator model as the basic of economy recovery that influenced debt crisis as the existed problem. The research aimed at informing the cause of debt crisis that was based on the behaviour of the observed indicators.
Based on the reasearch conducted, the conclusion was: debt crisis that hit Indonesia occured in 4 episodes those were in 2005, 2007, 2008, and 2013. The arrangement components that were considered good were foreign exchange reserve and real interest rate. In order to avoid debt crisis, the government needed to do debt rescheduling, debt swap, and debt cutting. The suggestions that the government needed to pay attention to were related to the above variables: for foreign exchange reserve, the government needed to pay attention to the rate of foreign exchange reserve by increasing export and decrease the amount of debt. For real interest rate, an intensive coordination with fiscal authority became very important. Demand aspect such as demand on domestic aspects, the change in the coming foreign and domestic interest rate.
(10)
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkah limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya telah memberikan kemudahan dalam penulisan untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan pada baginda Nabi besar Muhammad SAW.
Penyusunan skripsi yang berjudul “MEMBANGUN SISTEM DETEKSI DINI KRISIS
UTANG DI INDONESIA”, ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari segala pihak, maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayah dan Ibu serta saudara-saudaraku yang senantiasa memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi.
2. Bapak Dr. Gunawan Budiyanto selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Bapak Dr. Nano Prawoto SE., M.si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
4. Bapak Dr. Imamuddin Yuliadi SE., M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
5. Bapak Dimas Bagus Wiranatakusuma SE.,M.Ec. yang dengan penuh kesabaran telah membimbing dan memberikan masukan selama proses penyelesaian karya tulis ini yang penuh dengan perjuangan.
(11)
ix
pihak yang telah memberikan motivasi, dukungan, bantuan, kemudahan, dan semangat dalam proses penyelesaian karya tulis (skripsi) ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semua bantuan yang diberikan kepada penulis semoga mendapat karunia dari Allah SWT. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dan pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk kedalaman karya tulis dengan topik ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Yogyakarta, 25 Maret 2017
(12)
x
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... i
HALAMAN PENGESAHAN ...ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
INTISARI ... vi
ABSTRACT ...vii
KATA PENGANTAR ...vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ...xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Tujuan Penelitian ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Landasan Teori... 12
1. Teori keynesian utang publik ... 12
2. Post keynesian utang publik... 13
3. Teori debt overhang dan laffer curve ... 13
4. Teori dual-analysis-gap ... 14
B. Landasan Konsep ... 15
1. Definisi krisis utang ... 15
2. Krisis utang dalam arti luas... 16
3. Krisis utang menurut IMF ... 17
4. Definisi krisis utang secara komprehensif ... 17
5. Leading indicators ... 18
6. Penelitian terdahulu ... 19
7. Kerangka pemikiran ... 26
8. Hipotesis ... 32
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
A. Objek Penelitian ... 34
B. Jenis Data dan Sumber Data ... 34
C. Definisi Operasional ... 35
D. Metode Penelitian ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
A. Analisis Pendekatan Sinyal ... 46
B. Event Yang Terjadi Dalam Perekonomian Indonesia Selama Periode Krisis ... 48
1. Krisis mini 2005 ... 48
2. Krisis keuangan 2008 ... 51
(13)
xi
2. Kinerja variabel tingkat pertumbuhan PDB ... 61
3. Kinerja variabel tingkat pertumbuhan ekspor ... 62
4. Kinerja variabel pembayaran bunga utang ... 63
5. Kinerja variabel suku bunga riil ... 64
6. Kinerja variabel cadangan devisa ... 65
D. Implikasi Kebijakan Penanganan Krisis Utang Di Indonesia ... 66
BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 73
C. Keterbatasan Penelitian ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
(14)
xii
DAFTAR
TABEL
2.1 Variabel yang Digunakan dalam Penelitian ... 30
3.1 Kontigensi Realisasi Krisis dan Model Prediksi (Sinyal) ... 43
4.1 Periode Krisis Utang di Indonesia 2004M01-2016M05 ... 48
(15)
xiii
1.1 Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
selama Periode Tahun 2008 Hingga 2015 ... 3
1.2 Posisi Surat Berharga Negara (SBN) Menurut Kepemilikan Bukan Penduduk (Bank Asing) Periode Tahun 2010 Hingga 2014 (dalam Milliar RP) ... 4
1.3 Jumlah Rasio Utang Terhadap PDB Periode Tahun 2009 Hingga 2013 ... 5
1.4 Posisi Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia Periode 2010 Hingga 2015 (dalam juta USD) ... 6
1.5 Posisi Utang luar Negeri Indonesia Sektor Swasta Periode 2005 Hingga 2015 (dalam juta USD) ... 7
2.1 Kerangka Pemikiran... 29
3.1 Jumlah Utang Selama Periode 2006 Hingga 2016 ... 35
4.1 Indeks Krisis Utang (IKU) dan Batas Ambang Maksimum (threshold) ... 47
4.2 Pergerakan Variabel Tingkat Inflasi ... 60
4.3 Pergerakan Variabel Tingkat Pertumbuhan PDB ... 61
4.4 Pergerakan Variabel Tingkat Pertumbuhan Ekspor ... 62
4.5 Pergerakan Variabel Pembayaran Bunga Utang ... 63
4.6 Pergerakan Variabel Suku Bunga Riil ... 64
(16)
ii
SKRIPSI
MEMBANGUN SISTEM DETEKSI DINI KRISIS UTANG DI INDONESIA
BUILDING AN EARLY WARNING SYSTEM OF DEBT CRISIS IN
INDONESIA
Diajukan oleh Reza Septia WIjaya
20130430113
Skripsi ini telah Dipertahankan dan Disahkan di depan
Dewan Penguji Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Tanggal 25 Maret 2017 Yang terdiri dari
Dr. Endah Saptutyningsih. SE.,M.Si. Ketua Tim Penguji
Dr. Imamudddin Yuliadi. SE.,M.Si.. Dimas Bagus Wiranatakusuma, SE.,M.Ec. Anggota Tim Penguji Anggota Tim Penguji
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dr. Nano Prawoto, SE., MSi. NIK. 143 016
(17)
vi
Penelitian ini bertujuan untuk membangun sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia periode bulan Januari 2004 hingga bulan Mei 2016. Tulisan ini menggunakan indeks krisis utang untuk menentukan periode krisis sebagai rata-rata tertimbang dari tiga indikator, rasio utang terhadap PDB, rasio ekspor-impor, dan external spread. Dalam hal pemulihan ekonomi, variabel-variabel makroekonomi perlu dipantau. Jadi, kita dapat membenarkan apakah indikator mampu merespon sinyal tepat atau hanya sinyal palsu. Oleh karena itu, tulisan ini berupaya menerapkan model leading indikator sebagai dasar pemulihan ekonomi yang mempengaruhi krisis utang sebagai masalah yang terjadi. Penelitian ini bermaksud menyampaikan penyebab krisis utang yang didasarkan pada perilaku indikator yang diamati.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: krisis utang yang menimpa Indonesia terjadi dalam 4 episode yaitu tahun 2005, 2007, 2008, dan 2013. Komponen penyusunan leading indicator yang dianggap terbaik adalah cadangan devisa dan suku bunga riil. Untuk menghindari terjadinya krisis utang, pemerintah perlu melakukan debt rescheduling, debt swap, dan debt cutting. Saran-saran yang perlu diperhatikan oleh pemerintah terkait variabel diatas yaitu: untuk variabel cadangan devisa, pemerintah perlu memperhatikan tingkat cadangan devisa yaitu dengan mengembangkan ekspor mengurangi jumlah utang. Untuk variabel suku bunga riil, koordinasi secara intensif dengan otoritas fiskal menjadi hal penting. Aspek permintaan seperti kontrol pada permintaan atas aset-aset domestik, perubahan pada suku bunga domestik dan asing yang akan datang.
(18)
vii ABSTRACT
This research aimed at building an early warning system of debt crisis in Indonesia from January 2004 to May 2016. The research used debt crisis index to determine crisis period as measured average from three indicators, the ratio of debt towards PDB, export-import ratio, and external spread. In the case of economy recovery, macroeconomy variables needed to be monitored. Therefore, we could judge whether the indicators were able to respon the right signal or it was only a false signal. Because of that, the research only applied leading indicator model as the basic of economy recovery that influenced debt crisis as the existed problem. The research aimed at informing the cause of debt crisis that was based on the behaviour of the observed indicators.
Based on the reasearch conducted, the conclusion was: debt crisis that hit Indonesia occured in 4 episodes those were in 2005, 2007, 2008, and 2013. The arrangement components that were considered good were foreign exchange reserve and real interest rate. In order to avoid debt crisis, the government needed to do debt rescheduling, debt swap, and debt cutting. The suggestions that the government needed to pay attention to were related to the above variables: for foreign exchange reserve, the government needed to pay attention to the rate of foreign exchange reserve by increasing export and decrease the amount of debt. For real interest rate, an intensive coordination with fiscal authority became very important. Demand aspect such as demand on domestic aspects, the change in the coming foreign and domestic interest rate.
(19)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia ini mengalami krisis yang didorong oleh sistem keuangan mereka yang kurang dikembangkan, votalitas kebijakan makroekonomi, sektor perbankan yang lemah, ketergantungan yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis tersebut memiliki efek pada guncangan ekonomi. Salah satunya adalah masalah krisis utang yang menjadi kekhawatiran pasar keuangan internasional dan pembuat kebijakan ekonomi. Pada tahun 1980, krisis utang melanda negara Polandia yang diakibatkan karena dampak negatif krisis utang dunia ketiga. Banyak bank di Eropa Barat menarik dananya dari bank di Eropa Timur. Pada tahun 1982, krisis utang melanda Meksiko yang diakibatkan capital outflow yang massive ke Amerika Serikat, kemudian di treatments dengan hutang dari Amerika serikat, IMF, BIS. Krisis ini juga menyebabkan Argentina, Brazil, dan Venezuela masuk dalam lingkaran krisis. Pada tahun 1998, krisis utang terjadi di negara Korea yang sebabnya sama dengan krisis asia tenggara karena kebijakan utang yang tidak transparan. Pada tahun 1999, krisis keuangan terjadi di negara Brazil dan Argentina dikarenakan kegagalan IMF menerapkan liberalisasi, yaitu kebijakan makro yang mengaitkan mata uang terhadap US (Pagging system) tidak stabil sehingga membuat bangkrut dan default. Dan yang terbaru pada tahun 2012, terjadi krisis di zona Euro, yaitu krisis utang yang melanda Yunani dikarenakan negara tersebut mengalami kondisi
(20)
2
gagal bayar. Hal ini terjadi karena tidak adanya kontrol yang ketat dari pemerintah terhadap alokasi penggunaan utang luar negeri di negara tersebut. Dalam peraturan
Maastricht Treaty ( Undang-Undang Dasar Anggota Uni Eropa) menyatakan bahwa defisit APBN negara-negara UE dibatasi yaitu maksimum 3 persen dari PDB (Produk domestik bruto) nya. Namun, defisit APBN Yunani mencapai 13,6 persen dari PDB melebihi batas ketentuan yang sudah ditetapkan. Defisit APBN yang dialami Yunani selanjutnya dibiayai dari dana obligasi pemerintah sehingga menyebabkan rasio utang luar negeri Yunani terhadap PDB membengkak yang mencapai 172 persen dari PDB per Juni 2011. Padahal ketentuan yang tercantum dalam Maastricht Treaty menyatakan bahwa negara-negara UE harus memiliki total utang luar negeri maksimum 60 persen dari PDB nya. (Quẻrẻ dan Boone, 2010).
Indonesia harus mengambil pelajaran penting dari krisis-krisis yang sudah pernah terjadi, karena Indonesia juga pernah mengalami kejadian serupa pada tahun 1998 yaitu krisis moneter dimana utang luar negeri pemerintah meningkat cukup tinggi. Krisis ini dipicu merosotnya nilai mata uang domestik dikarenakan penurunan nilai ekspor yang mengakibatkan defisit neraca berjalan. Pembiayaan defisit neraca berjalan ini dilakukan dengan melakukan pinjaman jangka pendek. Akumulasi investasi ini sangat berbahaya bagi perekonomian domestik karena bisa menyebabkan arus balik (Satya, 2016). Hingga saat ini, Indonesia tidak bisa terlepas dari utang karena untuk menuju tahap kemapanan ekonomi membutuhkan anggaran dalam jumlah yang besar untuk mewujudkan program nawa cita tersebut. Sehingga, kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara Indonesia (APBN) Indonesia selalu
(21)
mengalami budget deficit, yakni menurut Rahardja dan Manurung (2004) budget deficit adalah anggaran yang memang direncakan untuk defisit karena pengeluaran pemerintah yang direncanakan lebih besar dari pada penerimaan pemerintah (G>T) untuk memenuhi tujuan bernegara. Oleh karena itu, dalam sistem anggaran defisit yang dianut Indonesia saat ini untuk menutupi sumber pembiayaan defisit anggaran pendapatan belanja negara (APBN) Indonesia ditutupi baik dari pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri yang antara lain merupakan pinjaman negara. Adapun realisasi defisit anggaran yang dialami Indonesia selama periode 2008 hingga 2015 dapat dilihat pada gambar 1.1.
GAMBAR 1.1
Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia Selama Periode Tahun 2008 Hingga 2015
Gambar 1.1 menunjukkan bahwa realisasi defisit APBN selama periode 2008 hingga 2015 menunjukkan trend yang cenderung meningkat.
Surat Utang Negara merupakan salahsatu instrument sebagai sumber utama pembiayaan anggaran yang berasal dari utang, yang sebagian besar berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang termasuk jenis Surat Utang Negara.
4121
88619
46846 84399
153301
211673 226692
298495
0 100000 200000 300000 400000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(22)
4
Sementara itu, sumber pembiayaan luar negeri ditetapkan sebagai pelengkap. Di dalam Surat Berharga Negara ini kita dapat melihat data posisi kepemilikan asing pada gambar 1.2.
GAMBAR 1.2
Posisi Surat Berharga Negara (SBN) Menurut Kepemilikan Bukan Penduduk (Bank Asing) Periode Tahun 2010 Hingga 2014 (dalam Milliar RP)
Gambar 1.2 menunjukkan bahwa kepemilikan asing mengalami trend yang terus meningkat dari tahun ke tahun selama periode 2010 hingga 2014 (kecuali pada tahun 2012 yang mengalami penurunan). Data ini mengindikasikan bahwa ketergantungan pemerintah terhadap pihak asing semakin meningkat dalam rangka menutupi pendanaan defisit anggaran yang terjadi. Porsi kepemilikan asing yang terus meningkat perlu diwaspadai karena dapat mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya porsi kepemilikan asing berdampak pada jumlah utang luar negeri pemerintah yang semakin besar. Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan atas penerbitan SBN dan kepemilikan asing terhadap SBN agar tidak memicu semakin besarnya jumlah utang luar negeri pemerintah karena dikhawatirkan di masa mendatang , pemerintah akan terjerat ke dalam krisis utang yang akan menimbulkan
8234
16556 15360 20108
33400
0 10000 20000 30000 40000
2010 2011 2012 2013 2014
(23)
shock (goncangan) terhadap stabilitas keuangan dan menghantam sendi-sendi perekonomian Indonesia.
Sumber :Bank Indonesia (2013)
GAMBAR 1.3
Jumlah Ratio Utang Terhadap PDB Periode Tahun 2009 Hingga 2013
Jumlah ratio utang terhadap PDB adalah indikator untuk menilai sehat atau tidak sehatnya posisi utang dalam suatu negara. Dari indikator ini, Indonesia boleh dikatakan relatif aman karena trend indikator periode 2009-2013 rasio utang terhadap PDB masih dibawah 60 persen meskipun trend selama lima tahun terakhir cenderung meningkat. Dari indikator tersebut, bisa dikatakan pemerintah dapat mengelola utang dengan baik. Akan tetapi, jika dilihat dari indikator lainnya, pengelolaan utang tidak sepenuhnya aman. Berikut ini adalah posisi utang luar negeri pemerintah dan menurut jenis utang yang terangkum dalam gambar 1.4.
(24)
6
GAMBAR 1.4
Posisi Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia Periode 2010 Hingga 2015 (dalam juta USD)
Gambar 1.4 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2010 hingga 2015, posisi utang luar negeri pemerintah menunjukkan trend yang terus meningkat. Indikator ini mengindikasikan bahwa kondisi keuangan pemerintah semakin menunjukkan ketergantungan yang semakin besar terhadap pembiayaan dari negara-negara kreditor (Pihak Asing). Jika ketergantungan yang semakin kuat berlanjut dalam periode waktu yang lama, maka tidak menutup kemungkinan dimasa yang akan datang pemerintah akan terjerat krisis utang.
106860 112427 116187 114294 123806
137746
0 50000 100000 150000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
(25)
GAMBAR 1.5
Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Sektor Swasta Periode 2005 Hingga 2015 (dalam juta USD)
Gambar 1.5 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2005 hingga 2015 posisi utang luar negeri Indonesia swasta menunjukkan trend yang terus meningkat. Bahkan, pada tahun 2015 posisi utang luar negeri Indonesia sektor swasta mencapai nilai tertinggi yaitu 167.731 juta USD. Peningkatan tajam utang luar negeri sektor swasta tanpa diiringi peningkatan produktivitas sektor riil dalam negeri saat ini, perlu diwaspadai dan dimonitor dengan ketat untuk menghindari berulangnya krisis ekonomi 1997. (Patillo et al dalam Riyadi, 2012) Karena dalam jangka panjang dikhawatirkan sektor swasta akan mengalami ketidakmampuan membayar utang luar negeri tersebut yang akan berdampak pada guncangan perekenomian.
Krisis utang adalah ketika sebuah negara mengalami kegagalan dalam membayar kewajiban eksternal (utang luar negeri). Tapi ini tidak terjadi dalam waktu yang singkat karena ada banyak tanda-tanda peringatan. Krisis utang disebabkan oleh faktor-faktor umum, seperti perkembangan ekonomi makro yang kurang menguntungkan, memburuknya kondisi pembiayaan eksternal (misalnya penurunan
54321 56813 60565 68480 73606 83789
106732 126245
142561 164035 167731
0 100000 200000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(26)
8
tiba-tiba dalam arus modal atau meningkat tajamnya biaya) atau peningkatan tingkat penghindaran resiko investor internasional. (Ciarlone dan Trebeschi, 2005)
Ciarlone dan Trebeschi (2005) mendefinisikan krisis utang terjadi ketika peristiwa-peristiwa atau kondisi berikut terjadi: pertama, ketika negara menyatakan moratorium pembayaran utang; kedua, ketika negara mengalami default pada pembayaran pokok dan / atau bunga pada kewajiban eksternal yang jumahnya lebih besar dari 5 persen rasio total utang selama setahun; ketiga, ketika negara memiliki tunggakan pembayaran bunga utang dan / atau modal kepada kewajiban eksternal terhadap negara kreditor dan komersial lebih dari 5 persen dari total utang eksternal selama setahun; keempat, ketika negara telah menandatangani sebuah restrukturisasi atau perjanjian rescheduling dengan negara kreditor atau komersial; kelima, ketika negara menerima bantuan dari IMF, itu dianggap signifikan jika melebihi 100 persen dari kuotanya.
Berdasarkan studi sebelumnya, krisis utang dipengaruhi oleh indikator-indikator variabel makroekonomi, diantaranya: 1. Menurut Srimaneerungroj (2013) Pembayaran bunga utang terhadap PDB merupakan salahsatu variabel terbaik dalam penelitian karena mampu menggambarkan krisis utang . 2. Menurut Riyadi (2012) cadangan devisa merupakan salahsatu variabel terbaik dalam penelitian. 3. Menurut Cirlaone dan Trebeschi (2005) tingkat pertumbuhan ekspor merupakan salahsatu variabel terbaik dalam penelitian yang dapat menjelaskan periode krisis utang terutama dalam mengukur beban utang eksternal dan kemampuan menghasilkan mata uang asing dari negara. 4. Menurut Akbar (2015) indikator inflasi, tingkat
(27)
pertumbuhan PDB, dan suku bunga riil adalah beberapa variabel penting yang banyak digunakan dalam literatur sistem peringatan dini.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, perlu adanya Early Warning System (Sistem deteksi dini) yang dapat menandai kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Terdapat dua fungsi dalam Early Warning System. Yang pertama adalah mengantisipasi terjadinya krisis utang dan yang kedua mengantisipasi adanya dampak akibat krisis utang. Fungsi pertama adalah sebagai alat pertimbangan pemerintah untuk mengambil kebijakan-kebijakan antisipatif agar krisis dapat dihindari. Fungsi kedua adalah dalam pasca krisis Early Warning System berperan sebagai dasar pertimbangan merumuskan dan melaksanakan kebijakan penanggulangan agar krisis tidak menyebar. Sehubungan dengan itu, maka penulis tertarik untuk mengambil penelian dengan judul “MEMBANGUN SISTEM DETEKSI DINI KRISIS UTANG DI INDONESIA”
B. Batasan Masalah
Krisis keuangan terbagi menjadi 3, yaitu krisis perbankan, krisis nilai tukar, dan krisis utang. Agar pembahasan tidak menyimpang dari yang diharapkan maka peneliti membatasi pembahasan dalam penelitian ini, yaitu terfokus pada krisis utang.
C. Rumusan Masalah
Default atau kondisi gagal bayar yang dialami suatu negara akan menyebabkan kerugian dalam seluruh sistem. Sehingga negara tersebut meningkatkan dananya untuk membayar kewajiban eksternal yang luar biasa.
(28)
10
Dengan demikian fase boom ekonomi akan terjadi ketika pasar obligasi pemerintah melewati ambang batas dan suku bunga melebihi ambang batas tertentu. Semakin tinggi negara mengalami default maka semakin besar kontribusi terhadap resiko sistemik. Karena resiko sistemik terjadi akibat efek domino dari ekonomi shock dan kegagalan dalam pengelolaan struktur keuangan negara. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk membangun sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan ekonomi yang tepat supaya terhindari dari krisis utang yang mungkin saja akan melanda Indonesia pada waktu mendatang.
Dalam penelitian ini penulis menitikberatkan pentingnya suatu sistem deteksi dini terhadap krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara membuat indeks krisis utang di Indonesia ?
2. Apa saja indikator-indikator yang dapat menjadi leading indicators terjadinya krisis utang di Indonesia ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk menentukan indeks krisis utang di Indonesia.
2. Untuk menentukan indikator-indikator yang dapat menjadi leading indicators
(29)
a. Apakah tingkat pertumbuhan ekspor dapat menjadi leading indicators ? b. Apakah cadangan devisa dapat menjadi leading indicators ?
c. Apakah pembayaran bunga utang dapat menjadi leading indicarors ? d. Apakah tingkat pertumbuhan PDB dapat menjadi leading indicators ? e. Apakah suku bunga riil dapat menjadi leading indicators ?
E. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagi pengambil keputusan terutama Pemerintah atau Bank Indonesia dapat menjadi masukkan untuk segera merancang dan mengimplementasikan kebijakan ekonomi yang tepat dalam rangka memperkuat perekonomian dari sektor fiskal. Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat sasaran untuk mengantisipasi krisis utang yang mungkin terjadi dimasa mendatang. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah bisa secara tepat menggunakan sistem deteksi dini untuk mengantisipasi krisis utang di Indonesia.
(30)
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Konsep penelitian ini dilakukan untuk membangun sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia. Tujuannya untuk mencegah kemungkinan terjadinya krisis utang yang melanda Indonesia pada waktu mendatang. Dasar teori dan konsep dalam penelitian ini adalah variabel yang saling berkaitan antara variabel utang pemerintah dan variabel-variabel makroekonomi lainnya, diantaranya:
1. Teori Keynesian utang publik
Keynes berpandangan bahwa meningkatnya utang publik melalui beberapa pengaruh akan menaikkan pendapatan nasional. Hal itu dikaitkan dengan defisit pembiayaan dan pemerintah yang berwenang meminjam untuk semua tujuan. Sehingga permintaan efektif dalam ekonomi meningkat, lalu mengakibatkan peningkatan pekerjaan dan output. Ia tidak menarik setiap pemisah antara pengeluaran produktif dan tidak produktif seperti klasik. Menurut Keynes konsumsi adalah sesuatu yang diinginkan sebagai pinjaman untuk investasi di barang produktif karena pengeluaran konsumsi diinduksi investasi akan meningkat.
Analisis Keynesian tentang teori fungsional keuangan berpendangan bahwa ukuran mutlak utang nasional dan besar pembayaran bunga merupakan beban masyarakat secara keseluruhan. Beban ini juga memberikan pentingnya keuntungan
(31)
tertentu pinjaman umum. Efek ekonomi utang publik harus dinilai dalam sifat pengeluaran utang dan dalam hal mendapatkan potensi penghasilan. Teori modern memberikan pentingnya beban bersih utang publik. Teori ini lebih lanjut menyatakan bahwa aliran tambahan pendapatan yang dihasilkan oleh peningkatan utang dibiayai pembayaran pajak untuk melayani utang tersebut. Terkadang pengangguran dan peningkatan utang publik berkontribusi terhadap arus modal untuk negara maupun sebaliknya. Selain itu, teori modern juga menyatakan bahwa pinjaman umum mempromosikan pengembangan sumber-sumber yang lebih dan lebih dilembagakan tabungan seperti bank, saham, pasar modal dan perusahaan asuransi. Masyarakat luas juga dapat berinvestasi dalam obligasi pemerintah, karena pertumbuhan utang publik tabungan mereka. J. M. Buchanan berpendapat teori modern utang publik sebagai "Ortodoks baru", yang menurutnya didasarkan pada tiga asumsi dasar: 1) penciptaan utang publik tidak melibatkan setiap pengalihan beban nyata yang utama bagi generasi masa depan. 2) analogi antara utang swasta dan utang publik salah dan 3) ada perbedaan tajam dan penting antara utang dalam negeri dan utang luar negeri.
2. Post Keynesian utang publik
Teori-teori pasca Keynesian utang publik berpendapat bahwa besarnya peningkatan utang publik dan negara yang maju akan melalui fase inflasi dan harga naik. Pengeluaran pemerintah juga meningkat pada tingkat yang cepat dan bebas. Teori-teori baru utang publik masih menimbulkan kontroversi apakah utang publik adalah sebuah beban dan bagaimana mengukur beban utang publik. Prinsip-prinsip umum utang publik M. Buchanan (1958) menantang pandangan teori modern, utang
(32)
14
publik bukan beban pada ekonomi dan tidak peduli ketika pembayaran tidak bisa bergeser ke generasi masa depan. Kemudian J. E. Meade dan R. A. Musgrave, juga sepakat untuk ide Buchanan. Buchanan telah mencoba untuk membuktikan bahwa dalam kasus yang paling umum adalah: 1) beban nyata utang publik bergeser ke generasi masa depan. 2) analisis antara utang publik dan utang swasta yang mempunyai fundamental bagus dan 3) utang luar negeri dan utang dalam negeri yang pada dasarnya setara.
3. Teori debt overhang & laffer curve
Teori yang menjelaskan bahwa tingkat akumulasi ULN yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara dikemukakan oleh beberapa teori, yaitu:
a. Teori debt overhang menggambarkan bahwa semakin besar akumulasi utang suatu negara, maka akan semakin menurun kemampuan membayar kembali utang tersebut.
b. Laffer curve menggambarkan efek akumulasi utang terhadap pertumbuhan PDB. Menurut teori ini, utang memang diperlukan pada tingkat yang wajar dan penambahan utang akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sampai pada suatu titik atau limit tertentu.
4. Teori dual-analysis-gap
Teori ini menjelaskan saving gap yang mencerminkan jumlah dana yang diperlukan untuk melengkapi kekurangan tabungan dalam negeri,dan exchange gap
(33)
yang mencerminkan besarnya tambahan modal (devisa) yang diperlukan diluar kemampuan negara yang diperoleh dari hasil ekspornya.
B. Landasan Konsep
1. Definisi krisis utang
Krisis utang didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya default. Fernandez et al (2012) dalam Jedidi (2013) memberikan definisi konsep krisis utang menurut
Standard & poor’s (S & P). S & P mendefinisikan krisis utang ketika negara debitur tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran dan tidak mampu memenuhi pengembalian pokok dan bunga pada saat jatuh tempo. S & P mempertimbangkan bahwa: 1) obligasi mata uang lokal, utang luar negeri pemerintah akan dianggap
default ketika pembayaran utang mengalami jatuh tempo atau ketika ada pertukaran utang di bawah kondisi yang kurang menguntungkan. 2) untuk pinjaman bank, ketika pembayaran layanan utang tidak dilakukan pada tanggal jatuh tempo pembayaran atau ketika reschedule dari bunga yang diterima dari kreditor dibawah kondisi yang lebih menguntungkan daripada isu-isu yang asli.
Krisis utang dapat terjadi jika sebuah negara mengalami ketidakmampuan membayar atau bangkrut (Manasse et al., 2009). Perbedaan teoritis antara gagasan
tentang “illiquidity”dan “kebangkrutan” relatif sederhana: peminjam yang tidak mampu membayar sama dengan tidak memiliki uang tunai untuk memenuhi kewajibannya bahkan untuk membayar utang di masa depan, sedangkan peminjam yang bangkrut tidak mampu membayar utang pada saat jatuh tempo yang diberikan pada pendapatan masa depan. Kreditor di katakan bangkrut jika nilai sekarang dari
(34)
16
pendapatan masa depan lebih besar atau sama dengan saham utang saat ini. Dengan kata lain, illiquidity adalah ketidakmampuan sementara untuk membayar utang sementara solvabilitas dijamin dalam jangka panjang. Akibatnya, likuiditas mengukur seperti rasio utang jangka pendek untuk cadangan atau M2 disertakan dalam analisis kelayakan kredit dari peminjam.
2. Krisis utang dalam arti luas
Peter (2002) dalam Jedidi (2013) mendefinisikan krisis utang sebagai perubahan dalam tingkat tunggakan utang dan jumlah yang di reschedule. Dengan kata lain, itu mendefinisikan ambang default dalam hal peningkatan dalam saham tunggakan. Negara kreditor dalam ekonomi muncul dianggap berada dalam default
pada utang luar negeri jika tiga kondisi berikut ini terpenuhi:
a. Peningkatan stok total jangka panjang tunggakan utang ( yaitu bunga dan pokoknya) untuk kreditor resmi dan pribadi adalah lebih dari 2 persen dari total utang eksternal.
b. Jumlah utang jangka panjang di reschedule setiap tahunnya melebihi 2,5 persen dari total utang eksternal.
c. Jika kondisi kedua terpenuhi, tapi pada saat yang sama saham total tunggakan berkurang lebih dari jumlah total yang di reschedule, maka negara dianggap tidak berada dalam default, yaitu pengurangan pembayaran tunggakan kurang dari jumlah utang yang di reschedule. Kondisi terakhir ini menghindari pengklasifikasian sebagai defaulter (melalaikan kewajiban), negara yang
(35)
telah membayar sebagian dari utang, tetapi persediaan tunggakan masih di atas ambang batas tetap dalam definisi.
3. Krisis utang menurut IMF
Manasse, et al., (2003) mendefinisikan sebuah negara yang termasuk dalam krisis utang ketika diklasifikasikan sebagai default oleh Standar & Poor’s atau jika
menerima besar pinjaman dari IMF dan pinjaman tersebut melebihi 100 persen dari
kuota. Menurut Standar & Poor’s kondisi default terjadi jika pemerintah gagal membayar utang atau bunga dari kewajiban eksternal pada saat jatuh tempo, termasuk exchange offers, debt equity swaps (pertukaran utang dengan saham), dan
buy backs for cash.
4. Definisi krisis utang secara komprehensif
Definisi di atas adalah disesuaikan hanya untuk negara-negara yang memiliki akses pasar dan dapat menerbitkan obligasi internasional. Tapi itu tidak terjadi bagi banyak negara berpenghasilan rendah. Dalam konteks ini, Kraay dan Nehru (2004) termasuk dalam definisi mereka, perjanjian dengan negara-negara tertentu untuk memperhitungan struktur utang negara berpenghasilan rendah. Menurut penulis ini, krisis utang ditetapkan jika setidaknya salahsatu dari tiga peristiwa berikut terjadi. Pertama, jumlah tunggakan pembayaran pokok dan bunga lebih besar dari 5 persen dari saham utang negara. Kedua, negara menerima utang dalam bentuk penjadwalan ulang atau pengurangan dari kreditur bilateral Paris Club. Ketiga, negara menerima pinjaman dana lebih dari 50 persen dari IMF untuk memungkinkan penyesuaian neraca pembayaran.
(36)
18
Definisi krisis utang menurut Macfadden et al., (1985), Hajivassiliou (1989,1994) mencakup tiga unsur. Memang, negara menghadapi masalah pembayaran utang pada tahun tertentu jika salah satu dari tiga kondisi terjadi: 1) negara melakukan reschedule utang dengan kreditor pribadi atau pejabat; 2) ketika dukungan keuangan dari IMF melebihi 125 persen dari kuota negara; 3) tunggakan pada bunga dan pokoknya melebihi 0,1 persen dan 1 persen masing-masing dari total utang eksternal.
McFadden (1985) dan Hajivassiliou (1989) menentukan model krisis utang yang mana permintaan pinjaman eksternal tergantung pada cadangan devisa yang bersih, saldo rekening dan layanan utang. Model ini menyarankan bahwa reschedule
terjadi ketika permintaan kredit baru di negara-negara miskin dan berkembang melampaui pasokan kredit baru di negara maju. Jadi, jika kurva dari penawaran dan permintaan berpotongan di bawah tingkat suku bunga, suatu negara bisa meminjam untuk layanan utang. Para penulis mencatat bahwa kebiasaan pembayaran utang sebelumnya merupakan determinan penting sebenarnya perilaku peminjam.
5. Leading indicators
Leading Economic Indicator (LEI) adalah sejumlah indikator ekonomi yang berfungsi untuk memprediksi keadaan ekonomi di masa yang akan datang. Tujuan
leading indicator yaitu untuk mengantisipasi keadaan ekonomi di masa yang akan datang dengan cara melihat pergerakan leading indicators yang mengawali pergerakan keadaan ekonomi. Leading indicators sangat popular dalam mendeteksi siklus perekonomian. Dalam penyusunannya leading indicators memerlukan data
(37)
dengan frekuensi yang tinggi, umumnya berupa data bulanan dengan frekuensi dan time series yang panjang. Oleh karena itu, penggunaannya masih sangat terbatas untuk penelitian yang dilakukan di negara berkembang. Hal ini disebabkan karena ketersediaan data di negara berkembang pada umumnya masih belum terdokumentasi dengan baik.
6. Penelitian terdahulu
Terdapat begitu banyak penelitian yang dilakukan dari waktu ke waktu untuk membangun sebuah sistem peringatan dini di berbagai negara mengenai kemungkinan terjadinya krisis utang.
a. Cirlaone dan trebeschi (2005) penelitian ini berfokus pada terjadinya jenis tertentu krisis keuangan. Dalam literaturnya meneliti tentang sistem peringatan dini untuk krisis utang. Yang berkisar dari standar langsung untuk kesulitan melayani utang. Indikator ini digunakan untuk mengevalasi serangkaian periode krisis utang tahun 1980 – 2002 oleh sampel yang relatif besar berkembang di pasar ditandai dengan siginifikan akses ke pasar modal internasional. Langkah selanjutnya adalah untuk menentukan faktor-faktor ekonomi makro yang menyebabkan krisis utang. Penelitian ini menggunakan pendekatan klasik binomial logit dengan variabel-variabel nya (pembayaran bunga utang eksternal yang ditingkatkan untuk cadangan internasional, tingkat keterbukaan untuk perdagangan internasional, tingkat pertumbuhan ekspor, rasio total utang eksternal dan jangka pendek utang terhadap PDB, rasio cadangan devisa untuk total utang eksternal) yang menjelaskan periode krisis utang terutama dalam mengukur beban utang eksternal dan kemampuan menghasilkan mata uang
(38)
20
asing dari negara. Dalam kesimpulannya bahwa EWS yang ideal harus mampu mengintegrasikan dua aspek. Dalam hal ini, informasi yang tepat waktu pada variabel ekonomi makro yang relevan dibutuhkan bersamaan dengan data pasar yang dapat diandalkan dan kuat. Dengan data ekonomi makro yang banyak dan satu set yang lebih luas dari negara-negara yang mempunyai data keuangan yang lengkap, lebih lanjut penelitian dapat dilakukan dengan tujuan untuk lebih mengintegrasikan dua aspek EWS untuk krisis utang.
b. Fuertes dan Kalotychou (2007) meneliti suatu model EWS dengan judul “Optimal design of early warning system for sovereign debt crises” di negara-negara OECD dengan cara mengeksplorasi hubungan antara EWS dengan fungsi objektif pembuat keputusan. Dua komponen dalam penelitian tersebut yaitu: 1) adanya unsur preferensi pembuat keputusan (dirumuskan dalam bentuk loss function dan risk-aversion parameter) yang digabungkan ke dalam pengujian optimal dari classifier dan penilaian dari peramalan sampel. 2) penelitian ini berupaya menginvestigasi kombinasi peramalan yang dilakukan. Pendekatan penelitian ini menggunakan dengan logit M dan logit R, K-Clustering, dan pendekatan ketiga menggunakan kombinasi keduanya. Adapun hasil penelitian ini merumuskan bahwa preferensi pembuat keputusan mempengaruhi pemilihan dari metodologi peramalan dan pengujian optimalnya. LOGIT-M menunjukkan non-parametric (clustering) dan judgmental (LOGIT-R) classifier dengan menghasilkan false alarms yang lebih sedikit. Lebih lanjut, ditemukan bahwa dua classifier menguasai LOGIT-M dalam kehilangan kegagalan yang lebih sedikit.
(39)
Untuk keperluan pembentukan early warning system yang akurat, maka dalam penelitian ini dilakukan pemilihan variabel-variabel terbaik. Pemilihan variabel tersebut didasarkan pada pendekatan LOGIT-M dan K-Clustering sehingga diperoleh 10 variabel terpilih, yaitu sebagai berikut:
1) Votalitas pertumbuhan ekspor dan rasio neraca perdagangan terhadap PDB (menjadi sinyal bagi aktivitas ekonomi eksternal).
2) Rasio total utang luar negeri tehadap PDB, rasio official debt terhadap total debt, dan rasio kredit IMF terhadap ekspor (menjadi sinyal bagi aktivitas
external credit exposure).
3) Credit to private sector/PDB, pertumbuhan PDB, votalitas pertumbuhan PDB, dan nilai tukar riil (menjadi sinyal untuk menggambarkan kondisi domestik).
4) Trade / PDB (menjadi sinyal mata rantai perekonomian global).
c. Riyadi (2012) dalam penelitiannya memperoleh 6 kandidat yang menjadi leading indicators dan 8 kandidat coincident indicators dalam rangka penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Penyusunan
composite leading debt index dilakukan secara trial and error dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat hingga diperoleh bentuk
leading debt index yang terbaik dalam memprediksi beban utang luar negeri Indonesia pada periode waktu mendatang. Sama halnya dengan penyusunan
(40)
22
mengombinasian berbagai kemungkinan variabel kandidat hingga diperoleh bentuk
coincident debt index yang terbaik dalam menggambarkan beban utang luar negeri Indonesia pada periode saat ini. Komponen penyusunan leading debt index yang dianggap terbaik adalah variabel suku bunga LIBOR (54%), laju inflasi jepang (42%), dan variabel M2/Cadangan Devisa (2%) serta nominal effective exchange rate
(2%), sedangkan komponen penyusunan coincident debt index terbaik adalah interest rate spread (59%), suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di bank umum (23%), suku bunga pinjaman untuk modal kerja (rupiah) berjangka 6 bulan di bank umum (10%) dan SBI 1 bulan (8%). Melalui penggunaan instrumen Leading Debt Index kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia dapat diprediksi 11 bulan sebelumnya. Dengan demikian, untuk menghindari terjadinya krisis utang pemerintah dapat melakukan debt rescheduling, debt swap dan debt cutting. Sedangkan dalam penggunaan instrument lagging debt index memberikan sinyal bahwa dampak krisis utang di Indonesia akan menimbulkan efek dalam kurun waktu 13 bulan pasca terjadinya krisis tersebut. Dalam rangka meredam shock yang dialami masyarakat akibat dampak krisis utang yang terjadi maka pemerintah mengimplementasikan kebijakan berupa penyaluran dana bantuan sosial agar tingkat kesejahteraan tetap terjaga.
d. Jedidi (2013) memprediksi krisis utang dari 60 negara di 5 benua (Afrika, Asia, Amerika Latin, Amerika Utara dan Oceania) selama periode 1973 hingga 2010. Tujuannya membangun indeks terjadinya krisis agregat. Penelitian ini menggunakan panel logit model dan variabel makro ekonomi dan keuangan yang berbeda untuk
(41)
mengembangkan EWS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa utang pemerintah pusat bruto / PDB, total utang eksternal kotor / PDB, valuta cadangan asing, dan impor PDB mewakili indikator paling konsisten dalam menentukan peringatan awal krisis utang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PCA adalah alat yang berguna untuk menjelaskan karakteristik ekonomi dari negara-negara yang mengalami masalah serius. Berdasarkan PCA, penelitian ini dibangun dengan indeks komposit keuangan dan ekonomi makro. Indeks ini dikelompokkan dalam kerangka tunggal regresi dan didasarkan pada sejumlah variabel dan memerlukan prosedur penting dalam 3 langkah.
e. Srimaneerungroj (2013) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menciptakan sistem peringatan dini logit (EWS) dalam upaya untuk mencegah dampak dari krisis utang yang dapat berpotensi terjadi di masa yang akan datang. Model yang digunakan adalah model logit, model akan diletakkan untuk menggunakan studi kasus di Thailand,dan akan digunakan untuk memprediksi apakah krisis yang akan terjadi pada tahun berikutnya, berdasarkan ramalan data set. Penelitian ini akan mencoba untuk menganalisis ambang atau skenario di mana krisis utang mungkin atau sangat mungkin terjadi. Dengan kata lain, karya ini berusaha untuk menumpahkan cahaya padamasa depan Thailand dalam krisis utang yang mungkin terjadi di masa depan. Hasil kekuatan prediksi cukup tinggi, meramalkan krisis dengan tingkat kebenaran 93,1 persen dari waktu untuk set data yang digunakan. Variabel terbaik yang dipilih adalah utang eksternal terhadap PDB, saldo rekening, utang pemerintah, serta bunga yang dibayar pada utang luar negeri.
(42)
24
f. Lukkezen, Romagosa, & Hugo (2014) mengatakan terjadinya krisis utang memerlukan dua elemen: negara yang rentan terhadap krisis utang dan kejutan negatif tak terduga yang memicu krisis. Berdasarkan pengalaman krisis baru, dan menurut berbagai komponen sistem indikator (SEI) terdiri dari tiga kategori utama: guncangan internal, guncangan eksternal, dan guncangan perbankan. Guncangan internal berkaitan dengan kejadian tak terduga dalam perekonomian domestik, seperti isu-isu politik (misalnya kemerosotan PDB dibuat oleh kerusuhan politik atau perang sipil), bencana alam (pemerintah memerlukan pengeluaran yang tak terduga) atau kejadian negatif fiskal (tiba-tiba pengurangan pendapatan pemerintah) atau peningkatan pengeluaran publik, sebagai contoh diciptakan oleh kebutuhan untuk membiayai dana pensiun dalam kesulitan.Guncangan eksternal internasional adalah kejadian tak terduga yang secara langsung mempengaruhi negara tertentu, misalnya: tiba-tiba penurunan permintaan ekspor, pengiriman uang, efek langsung dari resesi global atau tiba-tiba berhentinya arus modal asing. Akhirnya, kategori ketiga yaitu guncangan perbankan termasuk krisis perbankan nasional dan krisis internasional yang menyebar ke sistem keuangan lokal. Indikator peringatan dini SEI mengidentifikasi memicu peristiwa restrukturisasi utang saling terkait.
Negara-negara dengan SEI “bendera merah” harus menjadi fokus utama dari perhatian ketika
evaluasi konsekuensi dari kejutan negative yang tak terduga. Semakin tinggi nilai SEI, semakin besar kemungkinan kejutan tertentu akan menjadi peristiwa krisis. Indikator penelitian ini adalah indikator untuk negara berkembang namun ketersediaan data menjadi masalah dalam kebutuhan analisis. Data yang dipakai yaitu tingkat PDB nominal yang nyata, dan penarikan pembayaran utang tetapi
(43)
ukuran sampel berfokus pada votalitas makroekonomi. Hasil penelitian indikator memiliki nilai berikut : 55 persen untuk Argentina, 45 persen untuk Turki, 25 persen untuk Brasil, dan 10 persen untuk Afrika selatan. Hasil ini menunjukkan kerentanan masalah utang di Argentina dan Turki, dan Brasil memiliki beberapa resiko mendekati hal tersebut. Mekanismenya Argentina dan Turki akan menerima bendera merah dan Brazil menerima bendera kuning. Kemudian setelah peristiwa tersebut, kerentanan utang harus dikaji di dua negara yang masuk kategori tersebut.
g. Wahyudi (2014) mengembangkan pendekatan ekonometrika dengan model logit. Dalam hasil penelitiannya terhadap terjadinya krisis mata uang di Indonesia tahun 1996-2009 yaitu, variabel harga minyak dunia signifikan berpengaruh terhadap probabilitas terjadinya krisis dengan menggunakan nilai ambang batas (arbitrary threeshold) sebesar 1,5 kali standar deviasi di atas nilai tengah ISP. Sementara, variabel tingkat inflasi siginifikan berpengaruh terhadap probabilitas terjadinya krisis dengan menggunakan nilai ambang batas (arbitrary threshold) sebesar 1kali standar deviasi di atas nilai tengah ISP. Nilai indeks yang digunakan (ISP) mampu mengindentifikasi beberapa periode krisis mata uang yang terjadi di Indonesia. Diantaranya adalah tahun 1996-1997 dan periode 2005 dengan menggunakan ambang batas 1,5 kali standar deviasi diatas nilai tengah ISP. Namun, ketika menggunakan ambang batas 1 kali standar deviasi diatas nilai tengah ISP, periode yang teridentifikasi adalah tahun 1996-1999, 2005-2006, serta periode tahun 2008. 8. Boonman, Jacobs, & Kuper (2013) telah melakukan penelitian dengan judul
Sovereign Debt Crises In Latin America: A Market Pressure Approach periode tahun 1870-2012. Untuk mendapatkan indikator yang optimal dan nilai ambang batas yang
(44)
26
optimal maka digunakan kurva karakteristik operasi receiver (ROC). Untuk menghitung indeks krisis utang menggunakan 3 indikator, yaitu rasio utang terhadap PDB, tingkat bunga eksternal, dan rasio antara ekspor-impor. Penelitian ini menggunakan 2 aplikasi: 1) menyelidiki hubungan antara krisis utang dan siklus bisnis di Amerika latin. 2) membangun sebuah indeks yang serupa untuk 5 negara-negara Eropa.
7. Kerangka pemikiran
Dari berbagai literatur yang ada, penelitian ini mendefinisikan krisis utang adalah ketika sebuah negara tidak mampu melunasi bunga dan kewajiban utama sehingga menyebabkan kondisi gagal bayar. Kondisi utang di Indonesia menimbulkan rasa kekhawatiran mengenai kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Kondisi tersebut diantaranya dapat di lihat dari defisit anggaran, utang pemerintah, utang swasta, dan rasio utang terhadap PDB yang mengalami trend
meningkat tiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan indeks terjadinya krisis utang di Indonesia dan membangun suatu sistem deteksi dini yang dapat mengukur kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia secara akurat. Untuk menentukan alat deteksi dini tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan
leading indicators. Sehingga nantinya ditemukan variabel-variabel ekonomi yang dapat mendeteksi krisis utang di Indonesia.
Menurut Akbar (2015) untuk kebanyakan negara berkembang, dasar sumber dana layanan utang adalah valuta asing yang dihasilkan oleh ekspor barang dan jasa. Oleh karena itu, penelitian ini mempertimbangkan tingkat pertumbuhan ekspor
(45)
sebagai indikator untuk mendeteksi krisis utang. Hal ini juga masuk akal untuk mengasumsikan bahwa tingkat tinggi ekspor membuat kemungkinan bahwa negara memiliki besar tunggakan utang atau perlu untuk reschedule atau restrukturisasi utang mereka. Dengan kata lain, tingkat pertumbuhan ekspor barang dan jasa yang tinggi akan meningkatkan pendapatan devisa dan cadangan untuk memenuhi kewajiban utang.
Menurut Akbar (2015) Indikator cadangan devisa mengukur sejauh mana tersedia untuk layanan utang. Misalnya dalam masa krisis, saham dari cadangan umumnya memburuk karena keseimbangan pembayaran yang lemah. Rasio yang lebih rendah dari cadangan terhadap PDB merupakan indikasi bahwa negara mungkin menemukan kesulitan untuk layanan utang.
Indikator pembayaran bunga utang luar negeri. Pembayaran total bunga adalah jumlah bunga yang sebenarnya dibayarkan dalam mata uang, barang, atau layanan utang jangka panjang, bunga yang dibayarkan utang jangka pendek, dan biaya kepada IMF. Ketika sebuah negara memiliki porsi yang relatif tinggi pembayaran bunga relatif terhadap ekspor, sebagian besar pendapatan ekspor akan dialokasikan untuk pembayaran utang, mengurangi posisi keuangan negara. (Akbar, 2015)
Indikator inflasi, tingkat pertumbuhan PDB, dan suku bunga riil adalah beberapa variabel penting yang banyak digunakan dalam literatur sistem peringatan dini. Jika inflasi hadir, maka bagian dari amortisasi pinjaman akan ditransfer dalam bentuk bunga. Ada saluran lain di mana inflasi dapat mempengaruhi ketersediaan valuta asing. Karena harga dalam negeri meningkat pada saat inflasi tinggi maka
(46)
28
akan mengurangi daya saing negara sehingga secara bersamaan mengurangi ekspor. Cadangan asing apabila habis akan mengakibatkan tunggakan utang besar atau
reschedule atau restrukturisasi utang. Berkaitan dengan pertumbuhan PDB, asumsi yang mendasari untuk menyertakan variabel ini adalah bahwa dalam massa pertumbuhan PDB yang kuat,perluasan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri bisa meningkatkan permintaan agregat. Dalam situasi ini, pasokan ekspor barang dan jasa akan berpotensi meningkat, sedangkan impor mengalami penurunan.
The current account dan keseimbangan posisi pembayaran yang kuat akan bermanfaat untuk kemampuan negara untuk layanan utang. Untuk tingkat suku bunga yang nyata, ini menunjukkan sejauh mana negara rentan terhadap kenaikan tingkat suku bunga yang dibebankan oleh kreditor pribadi, terutama bank. Pada saat positif, tingkat suku bunga nyata akan tinggi. Hal itu mengakibatkan peningkatan kewajiban pembayaran. Dalam kasus tersebut akan memaksa negara debitur untuk
(47)
Berdasarkan alur pemikiran seperti yang diuraikan diatas, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:
GAMBAR 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber pembiayaan
eksternal cenderung meningkat
Posisi utang pemerintah cenderung meningkat
Posisi utang swasta cenderung meningkat
Menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya krisis utang di Indonesia pada periode wktu yang akan datang
Indeks
Membangun Early Warning System (EWS) krisis utang
Tingkat pertumbuh an ekspor
(-)
Cadangan Devisa (-)
Pembayara n bunga utang (-)
Tingkat Pertumbuh
an PDB (-) Tingkat inflasi (+)
Suku bunga riil (+) Karakteristik krisis utang
(48)
30
Tabel 2.1
Variabel Yang Digunakan Dalam Penelitian
NO VARIABEL REFERENSI
1 Tingkat pertumbuhan ekspor
Penelitian Cirlaone & Trebeschi (2005), dengan judul
designing an early warning system for debt crisis. 2 Cadangan devisa Penelitian Riyadi (2012), dengan judul Early warning
system krisis utang di Indonesia : Pendekatan Business cycle theory.
3 Pembayaran bunga utang
Penelitian Srimaneerungroj (2013), dengan judul
Predicting debt crises : A case study of Thailand.
4 Tingkat Inflasi Penelitian Akbar (2015), dengan judul Understanding
Indonesia’s external debt crisis : A penalized logistic regression approach.
5 Tingkat
pertumbuhan PDB
Penelitian A.-M.Fuertes & E.Kalotychou (2007), dengan judul optimal design of early warning systems for sovereign debt crises
6 Suku bunga riil Penelitian Akbar (2015), dengan judul Understanding
Indonesia’s external debt crisis : A penalized logistic
regression approach.
Sumber : Berbagai Sumber
a. Tingkat pertumbuhan ekspor yang tinggi akan meningkatkan pendapatan cadangan devisa untuk memenuhi kewajiban utang. Maka tingkat pertumbuhan ekspor berpengaruh negatif terhadap krisis utang.
b. Cadangan devisa mengukur sejauh mana tersedia layanan utang. Ketika cadangan devisa menurun karena keseimbangan pembayaran yang lemah maka itu merupakan indikasi bahwa negara akan menemukan kesulitan untuk layanan utang, namun semakin tinggi cadangan devisa meningkat layanan utang akan semakin baik . Maka cadangan devisa berpengaruh negatif terhadap krisis utang.
(49)
c. Ketika sebuah negara memiliki porsi yang relatif tinggi pembayaran bunga utang luar negeri terhadap ekspor, maka besar pendapatan ekspor akan dialokasikan untuk pembayaran utang, mengurangi posisi keuangan negara. Maka ketika pembayaran bunga utang luar negeri tinggi berpengaruh negatif terhadap krisis utang.
d. Ketika inflasi meningkat maka akan mengurangi daya saing negara sehingga secara bersamaan mengurangi ekspor. Dengan demikian inflasi dapat mempengaruhi ketersediaan valuta asing. Apabila cadangan asing habis akan mengakibatkan tunggakan utang besar atau reschedule / restrukturisasi utang. Maka tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap krisis utang.
e. Massa tingkat pertumbuhan PDB yang kuat akan menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri bisa meningkatkan permintaan agregat. Dalam situasi ini, pasokan ekspor barang dan jasa akan berpotensi meningkat, sedangkan impor akan mengalami penurunan. Sehingga tingkat pertumbuhan PDB berpengaruh negatif terhadap krisis utang karena keseimbangan posisi pembayaran yang kuat akan bermanfaat terhadap kemampuan negara untuk layanan utang.
f. Untuk tingkat suku bunga riil, ini menunjukkan sejauh mana negara rentan terhadap kenaikan tingkat suku bunga yang dibebankan oleh kreditor, terutama bank. Pada saat positif, tingkat suku bunga riil akan tinggi. Hal ini menyebabkan peningkatan kewajiban pembayaran. Dalam kasus tersebut akan memaksa negara debitur untuk reschedule utangnya.
(50)
32
8. Hipotesis
a. Variabel tingkat pertumbuhan ekspor diduga memiliki kemampuan sebagai leading indicators untuk mendeteksi krisis utang di Indonesia. Ketika tingkat pertumbuhan ekspor (+) kondisi utang membaik dan ketika tingkat pertumbuhan ekspor (-) kondisi utang memburuk.
b. Variabel cadangan devisa diduga memiliki kemampuan sebagai leading indicators untuk mendeteksi krisis utang di Indonesia. Ketika Posisi Cadangan devisa (+) kondisi utang membaik dan ketika cadangan devisa (-) kondisi utang memburuk,
c. Variabel pembayaran bunga utang diduga memiliki kemampuan sebagai
leading indicators untuk mendeteksi krisis utang di Indonesia. Ketika pembayaran bunga utang (+) kondisi utang membaik dan ketika pembayaran bunga utang (-) kondisi utang memburuk.
d. Variabel tingkat inflasi diduga memiliki kemampuan sebagai leading indicators untuk mendeteksi krisis utang di Indonesia. Ketika tingkat inflasi (+) kondisi utang memburuk dan ketika tingkat inflasi (-) kondisi utang membaik.
e. Variabel tingkat pertumbuhan PDB diduga memiliki kemampuan sebagai
leading indicators untuk mendeteksi krisis utang di Indonesia. Ketika tingkat pertumbuhan PDB (+) kondisi utang membaik dan ketika tingkat pertumbuhan PDB (-) kondisi utang memburuk.
(51)
f. Variabel suku bunga riil diduga memiliki kemampuan sebagai leading indicators untuk mendeteksi krisis utang di Indonesia. Ketika suku bunga riil (+) kondisi utang memburuk dan ketika suku bunga riil (-) kondisi utang membaik.
(52)
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah krisis utang di Indonesia pada tahun 2004M01 hingga 2016M05. Subjek penelitian yang dipakai adalah rasio utang
terhadap PDB, rasio ekspor-impor, external spread, tingkat pertumbuhan ekspor,
cadangan devisa, pembayaran bunga utang, tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan
PDB, Suku bunga riil. Variabel ekonomi ini digunakan sebagai reference series
karena mampu memberikan penilaian tepat atas tingkat solvabilitas suatu negara,
sehingga dapat menggambarkan tingkat indebtness suatu negara.
B. Jenis Data dan Sumber Data
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan pada data penelitian berupa angka-angka. Berdasarkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia dengan tujuan bukan untuk penelitian yang sedang dilakukan tetapi data dikumpulkan untuk tujuan lain. Data sekunder didapatkan pada buku, literatur, jurnal, dokumen maupun dari berbagai lembaga seperti organisasi, badan pusat statistika, perusahaan, dan kantor pemerintahan yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan ini. Data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data time series bulanan dari tahun 2004M01
hingga 2016M05. Pemilihan periode yang digunakan didasarkan pada keadaan ekonomi Indonesia setelah krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008
(53)
karena pada tahun tersebut juga jumlah utang di Indonesia mengalami trend
peningkatan hingga saat ini. Pada tahun 2004 jumlah utang diangka Rp. 1298 triliun dan ditahun 2016 jumlah utang meningkat hingga Rp. 3438 triliun.
GAMBAR 3.1
Jumlah Utang Selama Periode 2006 Hingga 2016 Data pada penelitian ini diperoleh dari lembaga publikasi data yaitu:
1. Bank Indonesia (BI).
2. Badan Pusat Statistika (BPS).
3. Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
C. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini menggunakan variabel yang dapat menggambarkan krisis utang di Indonesia yang berlandaskan pada penelitian terdahulu dan teori yang umum dipakai untuk meneliti krisis utang yaitu:
1298 1311.7 1302.2 1389.4 1636.7 1590.7 1682 1809
1978 2375.5 2608.8
3165.1 3438.3
0 1000 2000 3000 4000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
(54)
36
1. Rasio ekspor dan impor adalah perbandingan antara total nilai ekspor dan impor barang dan jasa pada kurun waktu tertentu, dinyatakan dalam persentasi. Rumus mencari rasio ekspor dan impor adalah:
2. External spread, external spread (tingkat suku bunga bank) adalah untuk menentukan besarnya pendapatan pokok suatu bank yang dilihat dari selisih antara suku bunga domestik (BI Rate) dan suku bunga eksternal (LIBOR) . Rumus mencari external spread adalah:
3. Inflasi, inflasi adalah perubahan dari indeks Harga Konsumen (IHK). Inflasi dalam penelitian ini dihitung secara tahunan (y-o-y), yaitu perubahan antara IHK pada suatu periode terhadap IHK pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penghitungan perubahan IHK (y-o-y) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
: IHK periode bulan ke-t.
(55)
inilah yang disebut inflasi (jika perubahannya positif atau meningkat) atau deflasi (jika perubahannya negatif atau menurun).
4. Suku Bunga Riil, suku bunga merupakan tingkat tambahan nilai yang ditetapkan oleh lembaga keuangan. Terdapat dua macam suku bunga yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga riil didapat dari pengurangan antara suku bunga nominal dikurangi inflasi. Hasil pengurangan ini lah suku bunga riil dan menjadi alasan menggunakan variabel ini karena dapat mengindikasikan seberapa besar tingkat suku bunga yang sebenarnya pada perekonomian.
5. Posisi cadangan devisa, cadangan devisa merupakan posisi aktiva luar negeri pemerintah dan bank-bank devisa yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Data posisi cadangan devisa diambil dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) BI. Rumus mencari cadangan devisa yaitu:
.
(56)
38
6. Pembayaran bunga utang, besarnya pembayaran bunga utang telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan utang yang sebelumnya telah ditandatangani maupun yang baru ditandatangani dan tentunya berdasarkan pula pada utang-utang luar negeri yang masih belum dilunasi oleh negara. Data pembayaran bunga utang diambil dari laporan kemenkeu RI. Rumus untuk menghitung pembayaran bunga utang yaitu:
PBU DN = Pembayaran bunga utang dalam negeri. PBU LN = Pembayaran bunga utang luar negeri.
7. Debt to GDP Ratio adalah rasio total utang luar negeri terhadap Produk Domestik (PDB) suatu negara. Rasio utang terhadap PDB ini didapat dari pembagian antara jumlah utang dibagi PDB. Hasil pembagian inilah rasio utang terhadap PDB dan variabel ini dipilih karena dapat mengetahui seberapa besar jumlah utang disuatu negara. Rumus mencari rasio utang terhadap PDB yaitu:
8. PDB riil, PDB yang digunakan adalah PDB atas dasar harga konstan 2000 menurut pengeluaran (dalam miliar Rp) dengan proxy IPI. PDB diugunakan sebagai variabel karena dapat mempresentasikan keadaan perekonomian
(57)
secara menyeluruh dan riil dengan ketentuan harga pada tahun dasar yang telah ditentukan. Rumus mencari PDB:
9. Tingkat pertumbuhan ekspor, ekspor adalah aktivitas perdagangan internasional yang dapat mendorong suatu negara menjadi bertumbuh untuk kemajuan perekonomian bangsa. Ekspor merupakan jumlah barang dan jasa yang dijual oleh suatu negara ke negara lain, termasuk barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada tahun tertentu. Pertumbuhan ekspor dihitung dari persentase kenaikan total ekspor pada periode sebelumnya.
Keterangan:
= Total ekspor periode m.
= Total ekspor periode sebelumnya.
Semua variabel yang digunakan merupakan data dalam bentuk bulanan pada periode tahun 2004M01 hingga 2016M05.
D. Metode Penelitian
1. Model nonparametik dengan pendekatan sinyal (signal approach)
Model ini dikembangkan oleh Kaminsky et al., (1998) untuk memantau sekumpulan indikator ekonomi atau keuangan yang akan memberikan sinyal yang
(58)
40
berbeda dan sistematis apabila akan terjadi krisis atau sering disebut dengan model pendekatan sinyal (signal approach model). Sinyal tersebut akan terlihat ketika indikator-indikator yang digunakan melampaui ambang batas yang dapat menyebabkan krisis. Dalam penelitian ini ambang batas tiap indikator dihitung dari nilai rata-rata dan 1.3 (satu) standar deviasi. Indikator-indikator ekonomi yang telah dihitung dalam suatu indeks komposit digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya krisis dalam periode waktu sampai 24 bulan ke depan.
2. Menentukan periode krisis utang
Pada bagian ini, khusus pada krisis utang terlebih dahulu akan digambarkan definisi yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan krisis utang dengan menggunakan indeks krisis utang (IKU) yang menunjukkan perhitungan besarnya nilai indeks. Berdasarkan Boonman et al., (2013), definisi indeks krisis utang yaitu rata-rata tertimbang dari tiga indikator, rasio utang terhadap PDB (disimbolkan dengan a) , Rasio ekspor dan impor (b) dan external spread (c), dengan standar deviasi 1.3 , 1.7 , 2.0 maka indeks krisis utang (IKU) didefinisikan:
………..(1)
: Indeks komposit utang.
: Rasio utang terhadap PDB.
(59)
: External spread.
: Standar deviasi.
: Suku bunga domestik.
: Suku bunga eksternal.
Untuk membangun indeks krisis utang (IKU) kita perlu memilih indikator, bobot dan threeshold sama dengan pembangunan indeks tekanan pasar asing untuk krisis mata uang atau indeks tekanan pasar uang untuk krisis perbankan. Perekonomian dikatakan krisis jika IKU melebihi rata-ratanya ditambah dengan standar deviasi yang ditentukan, katakanlah sebesar m. Dalam penelitian yang dilakukan kali ini besarnya m ditentukan sama dengan 1,3 mengacu pada penelitian sebelumnya Gunadi et al., (2013) dan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestano et al., (2003). Jika IKU merupakan rata-rata dari indeks IKU dan IKU menunjukkan standar deviasi dari indeks IKU-nya, maka secara formal dikatakan krisis utang (debt crisis) jika didefinisikan dengan
{
………...……… (2)
3. Menentukan indikator yang mempunyai peran penting terjadinya krisis
Seperti yang pernah dilakukan Boonman et al., (2013), negara rentan terhadap krisis utang apabila tingginya rasio utang terhadap PDB dan masalah ekonomi lainnya, maka membangun model yang mampu memprediksi krisis
(60)
42
seharusnya memasukkan berbagai indikator ekonomi yang luas. Sebagian besar penelitian, mmasukkan berbagai indikator ekonomi seperti yang pernah dilakukan oleh Kaminsky et al., (1998), Kusuma (2009) dan Boonman et al., (2013). Indikator yang digunakan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Pendekatan “sinyal!” untuk mengukur kinerja indikator
Setelah indikator yang digunakan untuk memprediksi krisis ditentukan, sekarang akan dilakukan penentuan sinyal terjadinya krisis dari indikator di atas. Masing-masing indikator indikator akan dianalisis secara terpisah dengan pendekatan
univariate untuk memprediksi terjadinya krisis. Masing-masing indikator akan
dilihat apakah mengalami deviasi dari perilaku “normal” melebihi pagu ketentuannya
(beyond the treshold). Jika indikator melewati batas pagu ketentuannya maka dikatakan ada isu sinyal (to issue a signal) terjadinya krisis. Definisi sinyal, seperti yang dilakukan oleh Heun dan Schlink (2004), yaitu sebagai berikut. Jika X dinotasikan untuk menunjukkan vektor ke-14 indikator di atas, maka Xt, j adalah nilai indikator j pada periode t. Sehingga, sinyal untuk indikator j didefinisikan dengan
{
(1)
119
Tahun cadangan devisa (juta USD) threshold 1.3 threshold 1.7 threshold 2.0
2010M05 74587 116016.398 128346.9481 137594.8607
2010M06 76321 116016.398 128346.9481 137594.8607
2010M07 78794 116016.398 128346.9481 137594.8607
2010M08 81317 116016.398 128346.9481 137594.8607
2010M09 86551 116016.398 128346.9481 137594.8607
2010M10 91799 116016.398 128346.9481 137594.8607
2010M11 92759 116016.398 128346.9481 137594.8607
2010M12 96206.85 116016.398 128346.9481 137594.8607
2011M01 95331.56 116016.398 128346.9481 137594.8607
2011M02 99618.83 116016.398 128346.9481 137594.8607
2011M03 105709.08 116016.398 128346.9481 137594.8607
2011M04 113814.19 116016.398 128346.9481 137594.8607
2011M05 118108.84 116016.398 128346.9481 137594.8607
2011M06 119654.75 116016.398 128346.9481 137594.8607
2011M07 122670.95 116016.398 128346.9481 137594.8607
2011M08 124637.75 116016.398 128346.9481 137594.8607
2011M09 114502.4 116016.398 128346.9481 137594.8607
2011M10 113961.76 116016.398 128346.9481 137594.8607
2011M11 111315.94 116016.398 128346.9481 137594.8607
2011M12 110122.84 116016.398 128346.9481 137594.8607
2012M01 111990.49 116016.398 128346.9481 137594.8607
2012M02 112219.56 116016.398 128346.9481 137594.8607
2012M03 110493.27 116016.398 128346.9481 137594.8607
2012M04 116413.02 116016.398 128346.9481 137594.8607
2012M05 111528.07 116016.398 128346.9481 137594.8607
2012M06 106502.39 116016.398 128346.9481 137594.8607
2012M07 106558.99 116016.398 128346.9481 137594.8607
2012M08 108990.39 116016.398 128346.9481 137594.8607
2012M09 110172.24 116016.398 128346.9481 137594.8607
2012M10 110297.16 116016.398 128346.9481 137594.8607
2012M11 111285.11 116016.398 128346.9481 137594.8607
2012M12 112781.22 116016.398 128346.9481 137594.8607
2013M01 108779.95 116016.398 128346.9481 137594.8607
2013M02 105182.65 116016.398 128346.9481 137594.8607
2013M03 104799.86 116016.398 128346.9481 137594.8607
2013M04 107268.5 116016.398 128346.9481 137594.8607
2013M05 105148.52 116016.398 128346.9481 137594.8607
2013M06 98095.1 116016.398 128346.9481 137594.8607
(2)
120
Tahun cadangan devisa (juta USD) threshold 1.3 threshold 1.7 threshold 2.0
2013M08 92997.09 116016.398 128346.9481 137594.8607
2013M09 95675.33 116016.398 128346.9481 137594.8607
2013M10 96995.68 116016.398 128346.9481 137594.8607
2013M11 96960.15 116016.398 128346.9481 137594.8607
2013M12 99387 116016.398 128346.9481 137594.8607
2014M01 100651 116016.398 128346.9481 137594.8607
2014M02 102741 116016.398 128346.9481 137594.8607
2014M03 102592 116016.398 128346.9481 137594.8607
2014M04 105563 116016.398 128346.9481 137594.8607
2014M05 107048 116016.398 128346.9481 137594.8607
2014M06 107678 116016.398 128346.9481 137594.8607
2014M07 110542 116016.398 128346.9481 137594.8607
2014M08 111224 116016.398 128346.9481 137594.8607
2014M09 111164 116016.398 128346.9481 137594.8607
2014M10 111973 116016.398 128346.9481 137594.8607
2014M11 111144 116016.398 128346.9481 137594.8607
2014M12 111862 116016.398 128346.9481 137594.8607
2015M01 114250 116016.398 128346.9481 137594.8607
2015M02 115527 116016.398 128346.9481 137594.8607
2015M03 111554 116016.398 128346.9481 137594.8607
2015M04 110867 116016.398 128346.9481 137594.8607
2015M05 110771 116016.398 128346.9481 137594.8607
2015M06 108030 116016.398 128346.9481 137594.8607
2015M07 107553 116016.398 128346.9481 137594.8607
2015M08 105346 116016.398 128346.9481 137594.8607
2015M09 101720 116016.398 128346.9481 137594.8607
2015M10 100712 116016.398 128346.9481 137594.8607
2015M11 100240 116016.398 128346.9481 137594.8607
2015M12 105931.03 116016.398 128346.9481 137594.8607
2016M01 102133.89 116016.398 128346.9481 137594.8607
2016M02 104543.72 116016.398 128346.9481 137594.8607
2016M03 107542.58 116016.398 128346.9481 137594.8607
2016M04 107710.73 116016.398 128346.9481 137594.8607
(3)
121 L am pi ra n 11 : G am ba r I nde ks K ri si s U ta ng L am pi ra n 12 : g am ba r v ari abe l-v ari abe l le adi ng i ndi c a tor T ing ka t I nfl as i -1
5 -10 -5 0 5 10 15 20 25
2004M02 2004M08 2005M02 2005M08 2006M02 2006M08 2007M02 2007M08 2008M02 2008M08 2009M02 2009M08 2010M02 2010M08 2011M02 2011M08 2012M02 2012M08 2013M02 2013M08 2014M02 2014M08 2015M02 2015M08 2016M02 IKU th res h o ld 2 .0 th res h o ld 1 .7 th res h o ld 1 .3 -0 .0 1 -0 .0 0 5 0 0 .0 0 5 0 .0 1 0 .0 1 5 0 .0 2 0 .0 2 5 0 .0 3 0 .0 3 5 2004M02 2004M08 2005M02 2005M08 2006M02 2006M08 2007M02 2007M08 2008M02 2008M08 2009M02 2009M08 2010M02 2010M08 2011M02 2011M08 2012M02 2012M08 2013M02 2013M08 2014M02 2014M08 2015M02 2015M08 2016M02 T in g k at in flas i th res h o ld 1 .3 th res h o ld 1 .7 th res h o ld 2 .0
(4)
122
P
D
B
(P
rox
y
IP
I)
T
ing
ka
t P
ert
um
buha
n
E
ks
por
0 50
1
0
0
1
5
0
2
0
0
2004M02 2004M08 2005M02 2005M08 2006M02 2006M08 2007M02 2007M08 2008M02 2008M08 2009M02 2009M08 2010M02 2010M08 2011M02 2011M08 2012M02 2012M08 2013M02 2013M08 2014M02 2014M08 2015M02 2015M08 2016M02
PD
B
(Pr
o
x
y
IPI
)
th
res
h
o
ld
1
.3
th
res
h
o
ld
1
.7
th
res
h
o
ld
2
.0
-0
.2
5 -0.2
-0
.1
5 -0.1
-0
.0
5 0
0
.0
5 0.1
0
.1
5 0.2
0
.2
5 0.3
2004M02 2004M08 2005M02 2005M08 2006M02 2006M08 2007M02 2007M08 2008M02 2008M08 2009M02 2009M08 2010M02 2010M08 2011M02 2011M08 2012M02 2012M08 2013M02 2013M08 2014M02 2014M08 2015M02 2015M08 2016M02
Pe
rt
u
mb
u
h
an
ek
sp
o
r
th
res
h
o
ld
1
.3
th
res
h
o
ld
1
.7
th
res
h
o
ld
2
(5)
123
P
em
ba
ya
ra
n
B
un
g
a U
ta
ng
S
uku B
un
g
a R
iil
0 5 10 15 20
2004M02 2004M08 2005M02 2005M08 2006M02 2006M08 2007M02 2007M08 2008M02 2008M08 2009M02 2009M08 2010M02 2010M08 2011M02 2011M08 2012M02 2012M08 2013M02 2013M08 2014M02 2014M08 2015M02 2015M08 2016M02
p
embay
ar
an
b
u
n
g
a
u
tan
g
th
res
h
o
ld
1
.3
th
res
h
o
ld
1
.7
th
res
h
o
ld
2
.0
0
0
.0
2
0
.0
4
0
.0
6
0
.0
8 0.1
0
.1
2
0
.1
4
2004M02 2004M08 2005M02 2005M08 2006M02 2006M08 2007M02 2007M08 2008M02 2008M08 2009M02 2009M08 2010M02 2010M08 2011M02 2011M08 2012M02 2012M08 2013M02 2013M08 2014M02 2014M08 2015M02 2015M08 2016M02
Su
k
u
b
u
n
g
a
rii
l
th
res
h
o
ld
1
.3
th
res
h
o
ld
1
.7
th
res
h
o
ld
2
(6)
124
Ca
da
ng
an D
ev
is
a
0
2
0
0
0
0
4
0
0
0
0
6
0
0
0
0
8
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
2
0
0
0
0
1
4
0
0
0
0
1
6
0
0
0
0
2004M02 2004M08 2005M02 2005M08 2006M02 2006M08 2007M02 2007M08 2008M02 2008M08 2009M02 2009M08 2010M02 2010M08 2011M02 2011M08 2012M02 2012M08 2013M02 2013M08 2014M02 2014M08 2015M02 2015M08 2016M02
cad
an
g
an
d
ev
is
a
(ju
ta
USD
)
th
res
h
o
ld
1
.3
th
res
h
o
ld
1
.7
th
res
h
o
ld
2