EVALUASI STRATEGI ALIANSI INSTALASI FARMASI TERHADAP PERWUJUDAN KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT

EVALUASI STRATEGI ALIANSI INSTALASI FARMASI TERHADAP PERWUJUDAN
KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT

TESIS

ANDHIKA SETIAWAN
20111050004

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

EVALUASI STRATEGI ALIANSI INSTALASI FARMASI TERHADAP
PERWUJUDAN KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT

TESIS

ANDHIKA SETIAWAN
20111050004


PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, semua pihak yang dikutip maupun yang
ditunjuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama

: Andhika Setiawan

NIM

: 20111030004

Tanggal


:

Yogyakarta,
Peneliti

Andhika Setiawan

LEMBAR PENGESAHAN
TESIS
EVALUASI STRATEGI ALIANSI INSTALASI FARMASI TERHADAP
PERWUJUDAN KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT
(studi kasus di rumah sakit Permata Husada Group)

Oleh :
ANDHIKA SETIAWAN
20111030004

Telah diseminarkan hasil tesis di hadapan penguji
pada tanggal 29 Desember 2015


Ketua tim penguji: Dr.Nur Hidayah,M.M

. (…………………....)

Dosen Pembimbing Tesis :Prof. Dr. Heru Kurnianto T

(……………………)

Akademisi : dr. Ekorini Listiowati,MMR.

(……………………)

Akademisi : dr. Maria Ulfa, MMR

(…..…..……………)

Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


dr. Erwin Santosa, Sp.A.,M.Kes.

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan hasil karya ilmiahku ini kepada istriku Fitri Suciana,
kedua anakku Azka dan Jendra, keluarga besar dan profesiku

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ―Evaluasi strategi
aliansi instalasi farmasi terhadap perwujudan keunggulan kompetitif rumah sakit”.
Penulisan tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Magister Manajemen Rumah Sakit pada Program Studi Magister
Manajemen Rumah Sakit Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa penulisan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan :
1. Prof.Dr.Heru Kurnianto Tjahjono selaku pembimbing I yang dengan

penuh kesabaran membimbing, memberikan saran dan solusi dalam
penyusunan tesis ini.
2. Dr. Achmad Nurmandi,MSc. Selaku Ketua Program Pasca Sarjana
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. dr.Erwin Santoso,Sp.A selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen
Rumah Sakit.
4. Direktur RS Permata Husada dr. I Putu Cahya Legawa., direktur RS Pelita
Husada dr. Aji, dan direktur RS Purwa Husada dr. Sujoko,M.Kes. yang
telah memberikan ijin penelitian.
5. Seluruh staf pengajar dan administrasi Program Magister Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu dalam
penyusunan tesis ini.
6. Kepala Puskesmas Nglipar II dan rekan rekan yang telah membantu dalam
memberikan dukungan dan semangat.
7. Seluruh responden yang telah membantu penulis selama proses penelitian
8. Istri dan kedua anakku yang telah memberikan semangat tiada henti dan
dukungan moril selama proses penyusunan tesis

9. Orang tua dan saudara-saudaraku yang selalu memberikan perhatian dan
bantuan selama penyusunan tesis.

10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Magister Manajemen Rumah
Sakit yang telah memberikan dukungan.

Penulis menyadari penulisan tesis ini masih belum sempurna, mohon kritik dan
saran yang bersifat membangun.

Yogyakarta, September 2016

Penulis

ABSTRAK
EVALUASI STRATEGI ALIANSI INSTALASI FARMASI TERHADAP
PERWUJUDAN KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT
Setiawan A¹,Tjahjono.K.²

¹RS PKU Muhammadiyah Wonosari,Email:andhikasetiawan85@gmail.com
²Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta

Aliansi strategis didefinisikan sebagai kesepakatan antara dua atau lebih

organisasi untuk kepentingan kerjasama yang berkelanjutan dan menanggung
risiko maupun keuntungan bersama. Pilihan melakukan aliansi pengumpulan
pembiayaan secara kolektif dapat mengurangi ketergantungan pembiayaan rutin
pada produk, mengurangi efek pasar yang fluktuatif, mengurangi terjadinya risiko
permintaan, memperoleh keuntungan bersama, dan mengamankan rantai pasokan.
Aliansi strategis yang dilakukan akan menguntungkan karena dapat menurunkan
pembiayaan untuk melakukan ―produksi” dan meningkatkan nilai tambah rumah
sakit, dengan peningkatan kualitas operasional, meningkatkan inovasi dan
pembelajaran rumah sakit, peningkatan teknologi, berbagi informasi, serta akses
konsultasi
Desain penelitian dengan menggunakan mixed method. Metode kuantitatif
dengan menggunakan kuesioner sebanyak 23 pertanyaan. Sedangkan metode
kualitatif menggunakan teknik in depth interview terhadap manajer dan staf yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan strategi aliansi.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara
evaluasi strategi aliansi dengan keunggulan kompetitif rumah sakit (P
value=0,000) dan dikuatkan dengan hasil in depth-interview dari 2 responden
yang menyatakan bahwa strategi alinasi dapat meningkatkan proses ketersediaan
obat,potongan harga obat dan harga jual obat yang merupakan perwujudan
kompetitif rumah sakit.

Kesimpulan penelitian ini adalah strategi evaluasi aliansi dapat
meningkatkan keunggulan kompetitif di rumah sakit.
Kata kunci:strategi aliansi,keunggulan kompetitif,instalasi farmasi

ABSTRACT
STRATEGIC ALLIANCES EVALUATION AT PHARMACY
INSTALLATION MANIFESTATION IN HOSPITAL COMPETITIF
ADVANTAGE

The strategic alliance is defined as an agreement between two or more
organizations for the benefit of ongoing collaboration and bear the risks and
benefits together. Options alliances collection collective financing to reduce
dependence on the routine financing of products , reduce the effects of the fl
uctuating market , reduce the risk of demand , obtaining mutual benefits , and
securing the supply chain . Strategic alliances that do will benefit because it can
lower the financing to do the " production " and increase the added value of the
hospital , with the improvement of operational quality , increase innovation and
teaching hospitals, upgrading technology , share information, and access to
consultation.
The research design was mixed method . Quantitative methods using

questionnaires as many as 23 questions . While qualitative methods using the
technique of in depth interviews with managers and staff responsible for execution
of strategic alliances.
The results showed that there was positive relationship between the
evaluation of a strategic alliance with a competitive advantage hospital ( P value =
0.000 ) and confirmed by the results in depth- interviews of two respondents
stated that the strategy alliance could increase the availability of drugs , cuts drug
prices and selling prices which is a manifestation of competitive drug hospital.
The conclusion of this study is the evaluation of strategic alliances can
increase competitive advantage in the hospital .
Keywords : strategic alliances , competitive advantage , pharmaceutical
installations

ABSTRAK
EVALUASI STRATEGI ALIANSI INSTALASI FARMASI TERHADAP
PERWUJUDAN KEUNGGULAN KOMPETITIF RUMAH SAKIT
Setiawan A¹,Tjahjono.K.²

¹RS PKU Muhammadiyah Wonosari,Email:andhikasetiawan85@gmail.com
²Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

Aliansi strategis didefinisikan sebagai kesepakatan antara dua atau lebih
organisasi untuk kepentingan kerjasama yang berkelanjutan dan menanggung
risiko maupun keuntungan bersama. Pilihan melakukan aliansi pengumpulan
pembiayaan secara kolektif dapat mengurangi ketergantungan pembiayaan rutin
pada produk, mengurangi efek pasar yang fluktuatif, mengurangi terjadinya risiko
permintaan, memperoleh keuntungan bersama, dan mengamankan rantai pasokan.
Aliansi strategis yang dilakukan akan menguntungkan karena dapat menurunkan
pembiayaan untuk melakukan “produksi” dan meningkatkan nilai tambah rumah
sakit, dengan peningkatan kualitas operasional, meningkatkan inovasi dan
pembelajaran rumah sakit, peningkatan teknologi, berbagi informasi, serta akses
konsultasi
Desain penelitian dengan menggunakan mixed method. Metode kuantitatif
dengan menggunakan kuesioner sebanyak 23 pertanyaan. Sedangkan metode
kualitatif menggunakan teknik in depth interview terhadap manajer dan staf yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan strategi aliansi.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara
evaluasi strategi aliansi dengan keunggulan kompetitif rumah sakit (P
value=0,000) dan dikuatkan dengan hasil in depth-interview dari 2 responden

yang menyatakan bahwa strategi alinasi dapat meningkatkan proses ketersediaan
obat,potongan harga obat dan harga jual obat yang merupakan perwujudan
kompetitif rumah sakit.
Kesimpulan penelitian ini adalah strategi evaluasi aliansi dapat
meningkatkan keunggulan kompetitif di rumah sakit.
Kata kunci:strategi aliansi,keunggulan kompetitif,instalasi farmasi

ABSTRACT
STRATEGIC ALLIANCES EVALUATION AT PHARMACY
INSTALLATION MANIFESTATION IN HOSPITAL COMPETITIF
ADVANTAGE

The strategic alliance is defined as an agreement between two or more
organizations for the benefit of ongoing collaboration and bear the risks and
benefits together. Options alliances collection collective financing to reduce
dependence on the routine financing of products , reduce the effects of the fl
uctuating market , reduce the risk of demand , obtaining mutual benefits , and
securing the supply chain . Strategic alliances that do will benefit because it can
lower the financing to do the " production " and increase the added value of the
hospital , with the improvement of operational quality , increase innovation and
teaching hospitals, upgrading technology , share information, and access to
consultation.
The research design was mixed method . Quantitative methods using
questionnaires as many as 23 questions . While qualitative methods using the
technique of in depth interviews with managers and staff responsible for execution
of strategic alliances.
The results showed that there was positive relationship between the
evaluation of a strategic alliance with a competitive advantage hospital ( P value =
0.000 ) and confirmed by the results in depth- interviews of two respondents
stated that the strategy alliance could increase the availability of drugs , cuts drug
prices and selling prices which is a manifestation of competitive drug hospital.
The conclusion of this study is the evaluation of strategic alliances can
increase competitive advantage in the hospital .
Keywords : strategic alliances , competitive advantage , pharmaceutical
installations

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Industri pelayanan kesehatan merupakan salah satu industri yang sangat
dinamis sejak memasuki abad kedua puluh satu. Dinamika perubahan tidak hanya
berlangsung di lingkungan eksternal, tetapi juga lingkungan internal sehingga rumah
sakit harus mempertimbangkan persaingan dan kompetisi. Faktor-faktor lingkungan
eksternal memiliki dampak bagi Chief Executive officer (CEO) dan staf–stafnya
(Ayuningtyas, 2011). Para pemegang kendali rumah sakit memiliki peran strategis
sekaligus memiliki tanggung jawab yang berat untuk dapat tetap berdaya saing tinggi.
Karena mengingat persaingan secara alamiah terjadi, strategi yang diputuskan oleh
para manajer puncak akan sangat memengaruhi performa rumah sakit.
Dalam era persaingan industri kesehatan (rumah sakit) yang sangat dinamis,
keunggulan kompetitif suatu rumah sakit akan menjadikan institusi tersebut memiliki
eksistensi di mata masyarakat. Gambaran mengenai makna keunggulan kompetitf
adalah ketika perusahaan (rumah sakit) mampu menyampaikan manfaat seperti
pesaing-pesaingnya, tetapi dengan biaya/cost lebih rendah (cost advantage)
dibandingkan menyampaikan manfaat melebihi dari produk yang berkompetisi
dengannya (differentiation advantage). Keunggulan kompetitif memungkinkan

2

menjadikan suatu perusahaan menciptakan nilai superior (superior value) bagi
customer-nya dan keuntungan superior bagi perusahaan itu sendiri (Himawan 2011).
Di banyak negara telah terjadi peningkatan tekanan pada sistem kesehatan dan
situaasi penurunan pertumbuhan kemampuan pembiayaan kesehatan (OECD; 2011)
sehingga menimbulkan situasi yang mengharuskan penyedia pelayanan kesehatan
untuk meningkatkan kemampuan efisiensi mereka, tetapi tanpa mengorbankan
kepuasan pelanggan (pelanggan tetap pada level kepuasan yang sama dalam hal
pelayanan yang diberikan). Untuk menjadi efisien dan tetap memuaskan pelanggan
(bernilai) diperlukan inovasi termasuk dengan menerapkan teknologi baru, strategi
dan struktur organisasi, fasilitas, dan kerjasama yang baru (Porter, 2006).
Untuk mencapai level kinerja, level kompetitif, atau pelayanan yang
diinginkan, rumah sakit kadang belum memiliki sumber dayanya sendiri (Boex et.al
2001). Untuk mengatasi hal tersebut, rumah sakit sebagai suatu organisasi perlu
untuk berkolaborasi dengan entitas organisasi lain yang bertujuan untuk: 1).
mengurangi risiko biaya, risiko perkembangan teknologi, dan juga penetrasi pasar; 2).
mencapai skala ekonomi dalam proses produksi; 3). mengurangi waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan komersialisasi produk baru; dan 4). mempromosikan
pembelajaran bersama-sama (Tidd et.al 2005).
Keunggulan kompetitif rumah sakit dibuat secara simultan dan direksional di
mana manajer puncak dan pemilik organisasi menentukan arah strategis untuk
mencapainya. Salah satu bentuk strategis yang penting adalah dengan menjalin relasi
dengan industri lain sebagaimana diungkapkan oleh Sculs dan Johnson, yaitu dengan

3

industri farmasi dan alat kesehatan untuk menekan biaya dan mendapatkan real time
logistic serta membangun kemitraan dengan industri asuransi kesehatan mengingat
kecenderungan pembiayaan kesehatan semakin meningkat.
Di lain sisi lain, tinjauan yang dilakukan oleh Hidayatillah di rumah sakit
Islam Klaten menyatakan bahwa pengeluaran dan pendapatan terbesar obat adalah
pada instalasi farmasi. Untuk itu, jika masalah perbekalan obat tidak dikelola secara
cermat dan penuh tanggung jawab, diprediksikan bahwa pendapatan rumah sakit akan
mengalami penurunan. Dengan demikian diperlukan strategi pengembangan
pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Klaten melalui faktor
internal dan eksternal yang ada. Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa instalasi
farmasi merupakan salah business unit yang strategis yang layak diangkat menjadi
keunggulan kompetitif apabila dikelola dengan optimal.
Aliansi strategis didefinisikan sebagai kesepakatan antara dua atau lebih
organisasi untuk kepentingan kerjasama yang berkelanjutan dan menanggung risiko
maupun keuntungan bersama (Zajac, D‟Aunno, dan Burns, 2006).
Thompson dan Strickland (2012) mengungkapkan bahwa model menjalankan
perusahaan di masa lalu adalah sebagian besar berkembang sendiri, mereka percaya
bahwa akan berhasil atau dapat berdiri sendiri, dapat berkembang dengan
menggunakan sumber dayanya sendiri dan dengan caranya sendiri, kemudian akan
berhasil di dalam pasar yang mereka bentuk sendiri. Namun saat ini, bahkan
perusahaan besar (meskipun mereka telah sukses dan memiliki dukungan finansial
yang kuat) telah menyimpulkan bahwa berdiri sendiri tidak selalu menjadi strategi

4

yang bagus dan menjanjikan keuntungan ekonomi. Ketika perusahaan perlu untuk
menguatkan posisi kompetitif, faktor diferensiasi, melakukan peningkatan efisiensi,
atau menguatkan posisi tawarnya, rute tercepat dan paling efektif adalah melalui
kerjasama dengan perusahaan lain yang memiliki tujuan yang mirip dan kemampuan
tambahan yang serupa juga. Selain itu, kerja sama akan memberikan fleksibilitas
lebih pada sumber daya perusahaan atau tujuan yang senantiasa berubah.
Rumah sakit yang dalam era ini terlibat secara langsung di dalam persaingan
industri kesehatan memiliki pilihan untuk melakukan aliansi strategis dengan rumah
sakit lain atau institusi lain untuk meningkatkan daya saingnya, baik dengan
melakukan aliansi rantai nilai maupun aliansi pengumpulan pembiayaan (Zajac,
D‟Aunno, dan Burns, 2006). Pilihan melakukan aliansi pengumpulan pembiayaan
secara kolektif dapat mengurangi ketergantungan pembiayaan rutin pada produk
manufaktur, mengurangi efek pasar yang fluktuatif, mengurangi terjadinya risiko
permintaan, memperoleh keuntungan bersama, dan mengamankan rantai pasokan
(Schneller & Smeltzer, 2006; Zajac et al., 2006). Aliansi strategis yang dilakukan
akan menguntungkan karena dapat menurunkan pembiayaan untuk melakukan
―produksi” dan meningkatkan nilai tambah rumah sakit, dengan peningkatan kualitas
operasional, meningkatkan inovasi dan pembelajaran rumah sakit, peningkatan
teknologi, berbagi informasi, serta akses konsultasi (Burns & Lee, 2008)
Rumah sakit Permata Husada, merupakan rumah sakit umum, milik swasta
yang berlokasi di Kabupaten Bantul. Rumah Sakit Permata Husada merupakan salah
satu rumah sakit, bersama dua rumah sakit lainnya yang bernaung dalam payung

5

organisasi (grup) yang sama. Potensi untuk melakukan aliansi sangatlah besar,
terutama dalam melakukan aliansi di bidang pelayanan kefarmasian. Dengan melihat
potensi pelayanan kefarmasian yang besar tapi belum diiringi dengan evaluasi strategi
aliansi kefarmasian yang optimal, peneliti meyakini bahwa diperlukan penelitian
lebih lanjut mengenai evaluasi strategi aliansi yang telah berjalan sekaligus untuk
mengetahui juga apakah perspektif pengelola terhadap aliansi stratejik instalasi
farmasi akan memengaruhi keoptimalan maupun ketidakoptimalan strategi tersebut.

B. PERUMUSAN MASALAH
Rumah Sakit Permata Husada merupakan satu bagian dari dua rumah sakit lainnya
yang tergabung di dalam grup rumah sakit memiliki potensi yang besar di dalam
dalam pelayanan kefarmasian. Persaingan pelayanan rumah sakit di era saat ini
semakin ketat dan pengelola membutuhkan strategi jitu salah satunya di dalam
pelayanan kefarmasian untuk mencapai keunggulan kompetitif rumah sakit.
Rumah Sakit Permata Husada telah melakukan pengelolaan instalasi farmasi
sebagai bentuk strategi aliansi dalam grup rumah sakit. Namun sayangnya evaluasi
terhadap pelaksanaan strategi tersebut belum pernah dilakukan. Dari hal ini peneliti
tertarik untuk mendalami evaluasi terhadap pelaksanaan strategi aliansi instalasi
farmasi pada ketiga grup Rumah Sakit Permata Husada bahwa apakah strategi
tersebut telah mewujudkan keunggulan kompetitif Rumah Sakit Permata Husada atau
tidak.

6

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh strategi aliansi di instalasi farmasi Rumah Sakit Permata
Husada.
Tujuan Khusus Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan strategi aliansi instalasi dalam mencapai
keunggulan kompetitif instalasi farmasi pada tingkat manajer korporasi, manajer
puncak, sampai staf yang terlibat dalam strategi aliansi.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Memberikan gambaran komprehensif tentang perpektif manajer puncak dan
manajer korporasi terhadap strategi aliansi di instalasi farmasi untuk mencapai
keunggulan kompetitif.
2. Menjadi dasar evaluasi peningkatan kualitas strategi aliansi yang telah berjalan
sebelumnya.

E. KEASLIAN PENELITIAN
1. Pada tesis yang ditulis oleh Budi Mulyono, Program Studi Magister
Manajemen Jurusan Ilmu-ilmu sosial dengan judul Aliansi Strategik Instalasi
Laboratorium Klinik RSUP DR .Sardjito dengan Bagian Patologi Klinik
FKUGM (pilihan strategi menghadapi Future Competitif Landscape
Pelayanan Laboratorium Klinik). Subjek penelitian tersebut adalah subjek

7

instalasi laboratorum klinik yang beraliansi dengan laboratorium patologi
klinik UGM. Penelitian itu dilakukan dengan titik tekan analisis potensi
masing masing organisasi. Pada penelitian yang akan dilaksanakan di RS
Permata Husada akan meninjau pandangan manajer dari level korporasi
hingga level instalasi dalam mengelola instalasi farmasi dan melakukan
tinjauan mendalam tentang pandangan mereka mengenai aliansi strategis
instalasi farmasi pada rumah sakit yang berbasis pengelolaan grup.
2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lawton R. Burns dan J.Andrew Lee yang
berjudul Hospital purchasing alliances: Utilization, services, and Performance
tahun 2008 mengemukakan bahwa aliansi pembiayaan keperluan operasional
umum di rumah sakit banyak keuntungannya dan banyak bernilai kompetitif
terhadap pelayanan kesehatan rumah sakit. Metode yang digunakan adalah
survey penggunaan aliansi strategi di Amerika dan analisis tentang performa
aliansi pembiayaannya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada
penelitian yang akan dilaksanakan memfokuskan pada instalasi farmasi dan
mencoba menggali secara studi kasus keuntungan kompetitif yang didapatkan.
3. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hartani Himawan dengan judul Analisis
Keunggulan Kompetitif Poliklinik Gigi dan Mulut RS Husada Jakarta tahun
2011 dilakukan analisis keunggulan kompetitif pada pelayanan kesehatan di
poliklinik gigi dan mulut. Penelitian ini

dilakukan dengan titik tekan pada

faktor yang memengaruhi keunggulan kompetitif yang dapat dijadikan aset
oleh poliklinik gigi mulut di rumah sakit tersebut.

8

4. Pada penelitian Jessica Winata dan Devi yang berjudul Analisa Pengaruh
Aliansi Stratejik Terhadap Keunggulan Bersaing dan Kinerja Perusahaan,
dilakukan analisis pengaruh aliansi stratejik terhadap keunggulan kompetitif
sebuah perusahaan di Surabaya dengan menggunakan 2 indikator variabel
aliansi stratejik (relational capital dan conflict management) dan 5 indikator
keunggulan kompetitif (harga, kualitas, pengiriman yang dapat diandalkan,
inovasi, dan time to market). Perbedaan dengan penelitian ini adalah indikator
aliansi stratejik yang berbeda, sampel berasal bukan dari industri rumah sakit
serta analisis yang digunakan adalah SEM (Structural Equation Modelling).

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TELAAH PUSTAKA
Menurut Craven dan Piercy (2006; hal 202 – 204) aliansi strategis merupakan
kerjasama antara dua perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuan strategis bagi
kepentingan perusahaan atau organisasi. Aliansi strategis telah lama digaungkan oleh
para pakar, seperti menurut Naisbitt, dalam bukunya yang berjudul Global Paradox
(1995) berikut kutipannya:
”Kompetisi dan kerjasama sudah seperti yin dan yang dalam pasar global,
mereka selalu berusaha mencari keseimbangan dan selalu berubah.”
“Anda salah kalau berpikir dapat menciptakan bisnis global dengan cara
bekerja sendiri,” ujar Jack Welch, CEO General Electric ketika berbicara dengan
Harvard Bussiness School pada 1987 lalu.
Memang perkembangan pasar global yang semakin terintegrasi, membuat
setiap perusahaan harus selalu memikirkan strategi baru untuk meningkatkan
kinerjanya. Bersamaan dengan itulah kata „aliansi strategis” mulai dikenal di dalam
praktek manajemen. ”Dalam dunia yang bebas ini, setiap perusahaan harus berpikir
dalam rangka kerjasama dengan perusahaan lain jika dia benar-benar ingin
memenangkan persaingan,” kata chairman Sony, Akio Morita.

10

Pada perkembangannya definisi aliansi strategis menjadi lebih tajam dan
terarah seperti yang diungkapkan oleh Sulisworo ( 2009) adalah sebagai berikut:
Aliansi Strategis adalah hubungan antara dua atau lebih kelompok untuk
mencapai satu tujuan yang disepakati bersama ataupun untuk memenuhi bisnis kritis
tertentu yang dibutuhkan masing-masing organisasi secara independen. Aliansi
strategis pada umumnya terjadi pada rentang waktu tertentu, selain itu pihak yang
melakukan aliansi bukanlah pesaing secara langsung, tetapi memiliki kesamaan
produk atau layanan yang ditujukan untuk target pasar yang sama.
Beberapa alasan dikemukakam dalam bentuk aliansi strategis adalah sebagai
berikut: (1) mempertahankan kedudukan di pasar; (2) mengisi kekosongan pasar; (3)
memasuki pasar baru; (4) efisiensi biaya; (5) mengurangi potensi ancaman dalam
berkompetisi.
Wheeleen dan hunger (2000; hal: 125-129) mengatakan bahwa suatu aliansi
strategis merupakan kemitraan dari dua atau lebih perusahaan perusahaan maupun
unit–unit bisnis untuk mencapai tujuan–tujuan yang secara strategis signifikan, yang
saling menguntungkan satu dengan lainnya .Aliansi perusahaan-perusahaan maupun
unit-unit bisnis menjadi suatu fakta hidup pada bisnis modern. Beberapa aliansi hanya
berjangka pendek, sedangkan lainnya lebih lama bahkan menjadi suatu merger.
Perusahaan-perusahaan atau unit-unit bisnis membentuk aliansi dengan
beberapa alasan, yang antara lain (1) mendapatkan kapabilitas teknologi maupun
manufaktur; (2) mendapatkan akses pada suatu pasar spesifik; (3) mereduksi resiko
keuangan; (4) mereduksi resiko politik; (5) mencapai dan memastikan keunggulan

11

bersaing. Lebih lanjut dikatakan bahwa perjanjian kerjasama antara perusahaan
perusahaan atau unit unit bisnis memiliki kekuatan dan keeratan yang kuat sepanjang
rangkaian dari lemah dan jauh hingga kepada kuat dan erat. Tipe aliansi mulai dari
konsorsium jasa kepada joint venture dan perjanjian lisensi kepada kemitraan rantai
nilai.
A.1. Keuntungan Melakukan Strategi Aliansi Perusahaan
Dalam era ekonomi dewasa ini, strategi aliansi perusahaan memungkinkan
perusahaan meningkatkan keunggulan bersaing bisnisnya melalui akses kepada
sumber daya partner atau rekanan. Akses ini dapat mencakup aspek pemasaran,
teknologi, modal, dan sumber daya manusia. Pembentukan tim bersama dengan
perusahaan lain akan menambahkan sumber daya dan kapabilitas yang saling
melengkapi (komplementer) sehingga perusahaan mampu untuk tumbuh dan
memperluas usahanya secara lebih cepat dan efisien. Khususnya pada perusahaan
yang tumbuh dengan pesat, relatif akan berat untuk memperluas sumber daya teknis
dan operasional. Dalam proses operasionalnya, suatu perusahaan membutuhkan
pengematan waktu dan peningkatan produktivitas dengan tanpa mengembangkan unit
usaha secara individual; melalui ini perusahaan dapat tetap fokus pada inovasi dan
bisnis inti organisasi. Perusahaan yang tumbuh pesat dipastikan harus melakukan
aliansi strategis untuk memperoleh benefit dan saluran distribusi, pemasaran, reputasi
merek dari para pemain bisnis yang lebih baik. Manfaat yang diperoleh dengan
melakukan aliansi strategis, menurut Susworo (2009) adalah:

12

1. Memungkinkan partner untuk berkonsentrasi pada aktivitas terbaik yang sessuai
dengan kapabilitasnya.
2. Mendapat pembelajaran dari mitra dan pengembangan kompetensi yang
memungkinkan untuk memperluas akses pasar.
3. Memperoleh kecukupan sumber daya dan kompetensi yang sesuai agar organisasi
dapat hidup (eksistensi).
Dan menurut Suswono juga aliansi strategis pada umunya digunakan oleh
perusahaan untuk:
1. Mengurangi biaya melalui skala ekonomi dan peningkatan pengetahuan.
2. Meningkatkan akses pada teknologi baru.
3. Melakkan perbaikan posisi terhadap pesaing.
4. Memasuki pasar baru.
5. Mengurangi waktu siklus produk.
6. Memperbaiki usaha-usaha riset dan pengembangan.
7. Memperbaiki kualitas produk dan jasa.
Menurut irawan (2010) bentuk aliansi antar perusahaan biasanya memiliki empat
kemungkinan. Bentuk pertama adalah aliansi dalam bentuk co-marketing. Ini adalah
aliansi antara 2 perusahaan untuk mendapatkan keuntungan melalui aktivitas
pemasaran bersama.salah satu yang paling popular adalah bentuk co-branding.
Perusahaan mengajak perusahaan lain yang kemungkinan besar memiliki komplemen
dengan produknya untuk dipasarkan bersama. Dalam hal ini, salah satu perusahaan

13

mendapatkan manfaatnya karena mendapatkan akses ke pelanggan perusahaan
aliansinya, Mereka juga mendapatkan keuntungan dalam hal membangun citra merek.
Bentuk kedua adalah aliansi dengan para-channel atau saluran distribusinya.
Dalam hal ini, perusahaan berupaya menyatukan dua keunggulan yang berbeda dalam
value chainnya. Salah satu perusahaan mungkin unggul dalam pelayanan atau pihak
produsen memiliki teknologi terdepan tetapi tidak memiliki akses terhadap pasar.
Dengan demikian, mereka perlu untuk melakukan aliansi dengan para channel untuk
mendapatkan akses terhadap pasar yang mau dibidik.
Bentuk ketiga kerjasama produksi atau yang biasa disebut maklon.
Perusahaan yang satu, memiliki R&D dan kemampuan pengembangan produk yang
baik tetapi tidak memiliki kompetensi dalam memproduksinya atau perusahaan yang
satu memiliki akses pasar, tetapi tidak memilki pabrik untuk memproduksi
produknya. Dengan demikian, kedua perusahaan mampu menjalin aliansi karena
masing-masing pihak membutuhkan. Tren ini juga semakin meningkat dari waku ke
waktu. Perusahaan kemudian menjadi lebih kompetitif karena mereka fokus kepada
core competence mereka masing-masing. Mereka masing-masing memiliki
spesialisasi dalam rantai penambahan nilai.
Bentuk Keempat adalah joint venture. Ini adalah bentuk bentuk aliansi yang
melibatkan komitmen jangka panjang dan ekuitas. Kedua Perusahaan kemudian
menjadi sebuah entitas baru. Oleh karena itu, dengan melakukan joint venture,
mereka berharap dapat mencapai kesuksesan yang lebih cepat dan bertahan dalam
jagka panjang. Melihat hal ini aliansi perusahaan jelas dapat digunakan sebagai suatu

14

opsi strategi perusahaan baik masa kini dan di masa mendatang dengan
memanfaatkan efek positif dari aliansi perusahaan.
Menurut Zajac, D’Aunno, dan Burns, 2006, terdapat dua macam bentuk konsep
di dalam strategi aliansi, yaitu Pooling alliances dan value – chain Alliances, pada
kenyataannya hari ini literatur pada buku –buku manajemen institusi kesehatan
menjelaskan aliansi terfokus kepada aliansi jual-beli (trading alliances), di mana
anggota dari aliansi berkontribusi ntuk memenuhi ketersediaan sumber daya yang
dibutuhkan oleh anggota aliansi. Sebagai contoh tersmasuk kepada:
1. Aliansi dokter-rumah sakit (Dynan, Bazzoli, dan Burns, 1997; Maddison,
2004; Ceullar dan Gertler, 2006),
2. Joint-Venture antara dokter-rumah sakit (Shortell & Zajac,1988; zajac,
Golden & Shortell, 1991).
3. Jejaring rumah sakit non kepemilikan (non-ownership based Hospital)
(bazzoli, Shortell,Dubbs, Chan& Kralovec,1999).

A.2. Aliansi dan Kontribusi dari Teori Biaya Transaksi Ekonomis
Teori biaya transaksi menyarankan bahwa aliansi strategis mungkin merupakan suatu
bentuk yang optimal dari struktur penguasaan dalam situasi tertentu. Ketika pasar
maupun internalisasi tidak dapat meminimalkan biaya produksi dan biaya transaksi,
aliansi menawarkan suatu alternatif yang bernilai. Ketika pemasok dan dari suatu
produk yang spesifik melakukan tindakan oportunisme dapat meningkatkan biaya dan

15

ketika biaya produksi meningkat kolaborasi dapat menurunkan baik biaya transaksi
maupun biaya produksi (Dussauge dan Garrette 1999, hal: 37-38).
Dengan demikian, biaya transaksi ekonomis memberikan bingkai kerja yang
kuat

dalam

mengidentifikasi

permasalalahan-permasalahan

tersebut

yang

menyebabkan aliansi lebih efisien dibandingkan jika berpaling ke pasar atau
penginternalisasian biaya. Dalam pemikiran ini, aliansi dipandang sebagai suatu
mekanisme pengoptimalan yang diasumsikan bahwa ketika perusahaan melakukan
kolaborasi, hanya dengan tujuan meminimalkan biaya. Akan tetapi, banyak aliansi
lebih memiliki aspek strategis tidak adanya permasalahan biaya semata, aliansi dapat
juga bertujuan untuk mencapai keunggulan bersaing perusahaan. Oleh karena itu,
aliansi tidak hanya sebagai alat ekonomi tetapi juga sebagai strategi yang bertujuan
untuk melampaui para kompetitor.
Suatu padangan strategis terhadap aliansi: The Eclectic theory of International
Production.
Teori ini mengemukakan bahwa suatu perusahaan dapat meningkatkan secara
Internasional jika perusahaan tersebut dapat menarik tiga jenis keunggulan:
keunggulan ownwership-specific (ownership-specific advantage), keunggulan yang
dapat diinternalisasi (internalization advantage), dan keunggulan berkenaan dengan
lokalisasi (localization advantage). Ownership –specific advantage (O-type
advantage) merupakan keunggulan yang dibangun secara domestik. Keunggulan ini
didapat dari kepemilikan dari sumber daya eksklusif seperti pengetahuan
pengalaman, merek, dan lainnya (Dussage dan Garratte: 1999, hal : 39).

16

Internalization advantage (I-type advantage) diciptakan ketika perusahaan
tersebut telah diposisikan baik untuk mengelola keunggulan O-nya dibanding
perusahaan lokal lainnya. Keunggulan–keunggulan tersebut dapat ditransfer,
misalnya melalui lisensi atau dengan menyewa aset-asetnya. Sedangkan keunggulan
lokalisasi (L- type advantage) didapat ketika perusahaan telah dapat mengelola
keunggulan O dan I—nya secara simultan dan memutuskan untuk mengekspor atau
membentuk perwakilan negara yang dipilih.

A.3. Jenis-jenis aliansi strategis
Dussauge dan Garratte (1999, hal: 47-67) mengutarakan ada dua kelompok besar dari
jenis-jenis aliansi strategis. Adapun keduanya yakni: kemitraan antar perusahaan
yang tidak berkompetisi dan aliansi antara pesaing. Kemitraan antar non-competitor
dibagi ke dalam beberapa jenis aliansi yang antara lain: opsi-opsi pertumbuhan dan
ekspansi, joint ventures internasional, kemitraan vertikal, dan perjanjian-perjanjian
antar industri.
Aliansi strategis antara pesaing dibagi ke dalam beberapa jenis aliansi.
Adapun jenis-jenis aliansi termasuk ke dalam kelompok ini antara lain: shared-supply
alliances, quasi-concentrtation alliances, dan complementary alliances.
Share–supply alliances merupakan suatu aliansi antar perusahaan yang saling
berkompetisi dalam memproduksi suatu barang yang spesifik yang dibutuhkan oleh
masing–masing perusahaan dan kemudian perusahaan tersebut menjadi pesaing di
pasar.

17

Quasi-concentration alliances adalah suatu kerjasama aliansi antara
perusahaan yang dimulai dengan pengembangan produk, memproduksi barang dan
akhirnya bekerjasama dalam memasarkan produknya. Persaingan terbuka akan dapat
dieliminasi dan menurunan tingkat rivalitas antar perusahaan yang melakukan aliansi
strategis.
Complementary alliances merupakan kerjasama aliansi strategis antara dua
perusahaan ataupun lebih dimana suatu perusahaan memproduksi suatu barang dan
pendistribusiannya dilakukan oleh perusahaan yang lain yang sudah memiliki
jaringan yang baik.

A.4. Bingkai Kerja Aliansi Strategis
Suatu bingkai atau rangka kerja di butuhkan di dalam menjelaskan aliansi strategis.
Hal ini dibutuhkan karena tidak banyak literatur untuk mengasimilasi berbagai
perspektif yang ada guna suatu pengorganisasian bingai kerja (Yoshino dan rangan :
1995 hal 17). Para praktisi bersandarkan kepada literatur yang sedikit ini dalam
mengaplikasinyakn aliansi strategis. Tujuan–tujuan strategi korporasi merupakan
tujuan-tujuan multidimensional yang terkadang kontradiktif. Tindakan–tindakan
didiktekan oleh suatu tujuan strategi dengan menekan tujuan-tujuan yang sering kali
menghasilkan sukses terbatas. Para manajer tersebut juga membutuhkan suatu
bingkai kerja untuk menolong mereka dalam mensortir saran-saran dalam mengelola
aliansi strategis.

18

Menurut Yoshino dan Rangan, suatu bingkai kerja guna mengorganisasikan
literatur aliansi strategis harus memenuhi tiga kriteria. Pertama, bingkai kerja tersebut
haruslah meliputi seluruh jenis aliansi (hubungan pemasok, kooperasi, interindustri,
aliansi tidak dengan pesaing (non-rival) dalam suatu industri, dan hubungan dengan
pesaing langsung). Kedua, bingkai kerja haruslah merupakan titik tolak definisi
aliansi yakni kerjasama antara 2 atau lebih perusahaan yang berbagi pengawasan dan
kontribusi yang berkelanjutan oleh seluruh mitra .ketiga, bingkai kerja tersebut harus
memfasilitasi identifikasi dan pengenalan pentingnya isu–isu penting manajemen dari
tiap tipe-tipe aliansi.
Tujuan dari bingkai kerja adalah sederhana, yakni suatu perusahaan yang
mencari aliansi haruslah mempertimbangkan dua dimensi manajerial – kooperasi dan
kompetisi atau secara lebih umum, kooperasi dan konflik. Tugas-tugas dalam
mengelola aliansi ialah untuk mengoptimalisasi kedua dimensi ini. Penekanan pada
kedua dimensi bervariasi antara tiap-tiap perusahaan mitra dan luasan organisasi yang
dibutuhkan usaha-usaha kooperatif agar menghasilkan. Suatu manajemen aliansi yang
sukses dihasilkan dari pengelolaan interaksi antara perusahaan dan kompetisi dengan
memproritaskan tujuan tujuan strategis perusahaan.
Tujuan–tujuan tersebut di atas atau tujuan–tujuan strategis, berada pada empat
kategori luas. Di antaranya positif dan berhubungan dengan punguatan keefektifan
perusahaan, dua lagi defensive dan diarahkan kepada pencegahan kehilangan
keefektifan .suatu perusahaan harus memasukkan lebih lagi dari aktifitas-aktifitas
kooperasi dibandingkan membiarkan hal tersebut, jika tidak, akan tidak berguna

19

untuk melakukan suatu aliansi, Tujuan strategis pertama adalah memperluas
kompetensi–kompetensi melalui pembelajaran dari pihak mitranya. Pembelajaran
merupakan suatu tujuan eksplisit, jika tidak implisit, dari tujuan strategis setiap
perusahaan yang berusaha mengelola posisi kompetitifnya. Keinginan belajar
mngarahkan pada inovasi proses dan produk.
Pada sisi defensif suatu perusahaan bermitra harus mngelola flexibilitas
strategis. Suatu aliansi tidak boleh melakukan operasi yang tumpang tindih antara
satu perusahaan mitra dengan yang lainnya. Para manajer sangat memahami
kebutuhan untuk mengelola risiko-risiko stratetegis yang berbeda, dengan tetap
membuka

pilihan–pilihan mereka

dan membuat

pilihan–pilihan baru jika

memungkinkan. Pengelolaan fleksibilitas merupakan hal yang sangat penting dalam
usaha-usaha inter-organisasional. Aliansi-aliansi, yang mengikat dalam satu dunia
yang cepat berubah, dapat mengarahkan opsi-opsi strategis para manajer.
Pertimbangan eksplisit dan fleksibiltas sebagai suatu tujuan strategis dapat mereduksi
kemungkinan suatu perusahaan berpikir secara kacau.
Akhirnya perusahaan harus menjaga kompetensi inti atau keunggulan
strategisnya yang dipelajari oleh mitranya, Dapat diargumentasikan bahwa
keunggulan

strategis

suatu

perusahaan

di

dapat

dari

pengetahuan

dan

pembelajarannya. Perusahaan–perusahaan bersandar kepada pengetahuan mereka
pada bidang-bidang riset dan pengembangan manufacturing, pemasaran, dan areaarea sukses lainnya. Pengetahuan–pengetahuan tersebut biasanya dipatenkan dan
dirahasiakan .untuk menjaga hubungan antar perusahaan dari pengungkapan

20

informasi–informasi penting tersebut maka proteksi terhadap kompetensi inti
perusahaan haruslah diperlakukan sebagai suatu tujuan strategis yang eksplisit.
Bingkai kerja ini bertitik berat pada dua hal yang biasanya dibahas terpisah
oleh literatur lainnya, yakni sifat alamiah perusahaan mitra dan aktifitas kooperatif.
Sifat alamiah perusahaan mitra umumnya menentukan aspek kompetitif, sifat alamiah
aktifitas kerjasama, dan aspek kooperatif dari hubungan. Dengan mempertimbangkan
kooperasi dan kompetisi secara simultan di dalam bingkai kerja ini menangkap esensi
dari dilema dalam menjalankan alianasi strategis.
Dalam tiap kerjasama, perusahaan–perusahaan lebih senang dengan hal pembagian
―kue―, tetapi hal lain yang lebih serius dalam bentuk konflik ialah bahwa perusahaan
mungkin merupakan atau menganggap rival di pasar. Analisis ini mempertimbangkan
kedua faktor yang inheren dalam kolaborasi, yakni potensi potensi konflik taktis dan
strategis.
Faktor perluasan interaksi organisasi bukan merupakan suatu frekuansi
interaksi antara mitra tetapi merupakan suatu hubungan dari suatu jumlah isu-isu
yang saling berhubungan. Hal ini mengaktegorikan intensitas interaksi, suatu jumlah
area-area fungsional dalam tiap perusahaan yang terlibat di dalam interaksi, levellevel organisasi yang dibatasi dalam interaksi dengan mitra, sejauh mana interaksi
dirutinkan, dan jenis informasi yang harus dipertukarkan dengan mitra. Dengan kata
lain, hal tersebut merupakan cakupan interaksi keseluruhan dari perusahaan yang
berkolaborasi .Dengan mngambil nilai tinggi rendah, potensi konflik, dan interaksi

21

kooperatif, menghasilkan empat tipe aliansi strategis yang Yoshino dan Rangan sebut
dengan precompetitive, noncompetitive,precompetitive, dan competitive.
A.4.a.Procompetitive
Aliansi precompetitive secara umum merupakan hubungan inter-industri, hubungan
rantai pasokan vertikal antar manufaktur dengan pemasok atau distributornya.pada
aliansi tipe ini perusahaan–perusahaan yang beraliansi cenderung untuk tidak
bersaing satu dengan yang lainnya dengan tingkat rivalitas dan interaksi yang rendah,
tujuan–tujuan strategis dalam hal melindungi kompetensi initi dan pembelajaran,
bukan merupakan tujauan utama atau hal yang sangat krusial, melainkan lebih kepada
mengelola fleksibilitas strategi dan penambahan nilai.
A.4.b. Noncompetitive
Pada tipe ini aliansi cenderung menjadi hubungan intra-industri di antara perusahaan–
perusahaan yang tidak berkompetisi, dalam artian perusahaan perusahaan yang
beraliansi bisa saja berada dalam satu industri tetap mereka bekerjasama untuk
membuat satu produk untuk dijual bersama-sama.tingkat interaksi pada keadaan ini
sangat tinggi dan pembelajaran juga sangat tinggi.
A.4.c. Competitive
Aliansi yang mirip dengan aliansi noncompetitive ialah aliansi competitive, akan
tetapi pada aliansi ini yang menjadi mitra adalah perusahaan yang menajdi pesaing
langsung. Pada kondisi ini meskipun pesaing langsung, perusahaan memilih untuk
beraliasi pada suatu geografis tertentu saja. Kerjasama semacam ini membutuhkan

22

kooperasi yang intens,meski merupakan pesaing langsung, oleh karena itu tingkat
konflik yang dapat menjadi kerjasama semcam ini snagat tinggi.
A.4.d. Precompetitive
Pada aliansi ini, perusahaan-perusahaan yang beraliansi merupakan perusahaan–
perusahaan dari industri yang sama sekali berbeda yang bekerja pada aktivitas–
aktivitas yang sangat terdefinisikan secara baik seperti pada pengembangan
teknologi-teknologi baru. Para perusahaan–perusahanan yang beraliansi baik
memiliki teknologi dari produk baru hasil kerjsasama tersebut atau cara–cara
memasarkan menghadapi atau mengembangkan produk produk baru yang akan
dipasarkan secara bebas. Dari pemaparan diatas bahwa yang penting untuk
diperhatikan ialah interaksi dan kecenderungan konflik yang dapat terjadi. Kedua hal
tersebut dapat menentukan solusi untk penanggulangannya melalui pengukuran
keduanya. Dengan memahami tipologi aliansi akan dapat dicarikan solusi untuk
setiap masalah aliansi yang terjadi.

A.5. Pengukuran Aliansi Strategis
Dengan melihat pemaparan di atas maka dapat dibangun suatu konstruksi alat ukur
bagi aliansi strategis. Beberapa hal yang perlu dilihat dalam melakukan penelitian
tentang aliansi strategis antara lain adalah motivasi dilakukan aliansi strategis, alasanalasan pemilihan partner, dan performa dari aliansi itu sendiri.
Gibbs dan Humphries (2009; 146) mengemukakan bahwa terdapat tiga hal
yang dapat dilihat dalam mengevaluasi atau mengukur suatu performa kemitraan. Hal

23

itu disebut sebagai „super partnership success factors‟. Adapun ketiga faktor-faktor
sukses super tersebut antara lain ialah; collaborative innovative, partnership quality,
dan value chain.
Collaborative

innovation

merupakan

kondisi

yang

mendeskripsikan

keefektifan hubungan dan memungkinkan kemitraan menjadi inovatif dan dapat
merespons kesempatan–kesempatan. Collaborative innovation memiliki empat
komponen utama antara lain kemampuan beradaptasi, inovasi, komunikasi, dan
kerjasama.
Partnership quality merupakan kualitas dari pertukaran hubungan, termasuk
di dalamnya komitmen dan kepercayaan. Lebih lanjut lagi Gibbs dan Humphries
mengatakan bahwa ini merupakan dasar dari produktifitas kemitraan itu sendiri.
Partnership quality bukan merupakan kontributor pasif bagi aliansi strategis, tetapi
secara langsung mempengaruhi faktor-faktor penting aliansi strategis.
Value chain merupakan efisiensi kemitraan untuk menciptakan dan
menangkap nilai potensial yang ditawarkan kemitraan tersebut. Kemampuan
perusahaan untuk mangkap nilai total –revitalisasi nilai – dalam bentuk manfaat bagi
pelanggan dan juga profitabilitas perusahaan merupakan tujuan terpenting dari suatu
kemitraan atau aliansi, Penciptaan nilai ini memiliki beberapa faktor pembentuk
antara lain; manajemen konflik, sinergi, pembentukan nilai, efisiensi proses.

A.6. Keunggulan Kompetitif

24

Menurut Porter (1998), sebuah perusahaan dikatakan memiliki keunggulan
kompetitif, apabila perusahaan tersebut memiliki keuntungan di atas rata-rata
kompetitornya dalam jangka waktu yang cukup lama. Porter bahkan membagi
keunggulan kompetitif ini menjadi dua jenis, yaitu (1). Cost Advantage, ketika
perusahaan menawarkan produk yang sama dengan harga yang lebih rendah dari
pesaingnya. (2) Differentiation advantage, ketika perusahaan menawarkan produk
yang berbeda (lebih bermutu dan berfungsi lebih) pada harga yang lebih tinggi.
Menurut Barney, (2007) nilai ekonomis dan keunggulan kompetitif sebuah
organisasi ekonomi terletak kepada kepemilikan dan pemanfaatan secara efektif
sumber daya organisasi yang mampu menambah nilai (valuable), bersifat jarang
dimiliki (rare/scarce/unique), sulit ditiru (imperfectly immitable/hard to copy), dan
tidak tergantikan oleh sumber daya lain (non-substitable) dan keunggulan bersaing
dapat muncul pada perusahaan ketika tindakan-tindakannya di dalam industri atau
pasar menciptakan nilai ekonomi dan ketika sedikit perusahaan pesaing melakukan
tindakan yang sama, keunggulan kompetitif ditandai dengan penjualan keuntungan
yang lebih tinggi dari pesaing atau perusahaan dapat mempertahankan pelanggan yag
lebih banyak dalam sebuah pangsa pasar. Apabila sebuah perusahaan memiliki
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan maka akan sulit bagi pesaing untuk meniru
atau menyamai (Barney 2001)
Menurut Douglas dan Ryman (2003), keunggulan kompetitif dapat dicapai
melalui strategi kompetensi, yaitu organisasi harus dapat memilih dan dan
menggunakan kemampuan internalnya dan sumber daya yang dapat menciptakan

25

nilai tambah bagi pelanggan. Selain itu, keunggulan kompetitif juga dapat dicapai
melalui strategi aliansi yang memungkinkan kombinasi lintas organisasi. Hal ini
sesuai yang dikemukakan oleh Zuckerman et.al (2005) bahwa kerjasama terintegrasi
antara rumah sakit, industri pelayanan jasa, para tenaga profesional, dan perusahaan
asuransi dapat dapat dibentuk dengan tujuan memperkuat posisi masing-masing di
pangsa pasar dengan cara mengombinasikan kapabilitas masing-masing sehingga
dapat menciptakan keunggulan kompetitif.
A.6.a. Sumber Daya, Kapabilitas, dan Kompetensi Inti
a. Sumber Daya
Berdasarkan Resource Based View (RBV) untuk mengembangkan keunggulan
kompetitif sebuah perusahaan harus mempunyai sumber daya dan kapabilitas yang
lebih unggul dari pesaingnya. Sumber daya dan kapabilitas yang lebih unggul
digunakan untuk menciptakan sebuah kompetensi yang berbeda. Tanpa sumber daya
dan kapabilitas yang lebih unggul dari pesaingnya maka keunggulan kompetitif akan
mudah ditiru Porter (1998)
Menurut Porter (1998), sumber daya adalah aset khusus perusahaan yang
berguna untuk menciptakan keunggulan biaya maupun keunggulan diferensiasi
produk. Sumber daya ini meliputi hak paten, trademark ,proprietary know-how,
pelanggan yang sudah ada, reputasi perusahaan, dan merek. Sumber daya adalah
input atau faktor elemen yang digunakan perusahaan untuk melaksanakan
aktivitasnya dan merupakan suatu unit dasar.
b. Kapasitas

26

Berbeda dengan sumber daya kapasitas berkembang dari kombinasi dan koordinasi
berbagai sumber daya. Menurut Prahalad dan Hamel ( 1990 ), kapabilitas organisasi
merupakan sesuatu yang tidak bisa digantikan dan bisa meningkat seiring dengan
penggunaannya karena sifatnya dinamis. Kapabilitas tidak hanya gabungan dari
berbagai sumber daya tetapi berasal dari koordinasi dan kerjasama antar berbagai
elemen sumber daya.
Menurut Barney (1991), kapabilitas organisasi secara konstan dibentuk oleh
pembelajaran organisasi dan hal ini sumber dari keunggulan khusus dan
berkelanjutan dari sebuah organisasi. Perbedaan utama antara sumber daya dan
kapabilitas adalah sumber daya bersifat bebas, sederhana, dan statis, sedangkan
kapabilitas bersifat kompleks, kolektif, dan dinamis. Sifat dari sumber daya yang
bebas dan sederhana menjadikan mudah untuk diidentifikasi, sedangkan kapabilitas
yang komplek dan dinamis sulit untuk diidentifikasi. Kapabilitas muncul melalui
interaksi yang kompleks antar berbagai sumber daya.
Menurut Rowe et.al. (1995), elemen kunci dalam penilaian kapabilitas perusahaan
adalah mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan. Empat faktor yang menjadi
acauan dalam menilai profil kapasitas perusahaan adalah faktor manajerial, faktor
persaingan, faktor finansial, dan faktor teknologi. Profil kapabilitas yang lengkap
akan menunjukkan kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki dan kekuatan yang
harus dikembangakan. Kapabilitas ini membantu manajer dalam menilai posisi
perusahaan dan menentukan apa yang menjadi kompetensi inti dari perusahaan.

27

c. Kompetensi Inti.
Prahalad dan hamel (1990) menyatakan bahwa kapabilitas merupakan
kompetensi inti bila dapat dijadikan landasan untuk memasuki pasar produk baru.
Kompetensi inti didefinisikan sebagai kemampuan organisasi yang unik dalam
menawarkan nilai kepada pelanggannnya. Pada dasarnya kompetensi inti merupakan
sesuatu yang dilakukan perusahaan yang bernilai stratejik. Dengan demikian
kompetensi inti adalah nilai utama sebuah organisasi dalam menciptakan kapabilitas
dan keahlian melalui berbagai macam garis produksi.
Menurut Thompson dan strickland 2012 keunggulan kompetitif didapatkan
ketika perusahaan mampu untuk menyajikan kebutuhan konsumen dengan lebih
efektif dan efisien yang bernilai lebih tinggi, dengan biaya yang lebih rendah apabila
dibandingkan yang dilakukan oleh perusahaan lainnya. Melayani pelanggan dengan
cara yang lebih efektif dapat diartikan menjadi kemampuan untuk meraih harga yang
lebih tinggi dari suatu produk/layanan sehingga akan meningkatkan keuntungan
perusahaan. Sedangkan melayani pelanggan dengan biaya efektif dapat diartikan
dengan kemampuan untuk menarik biaya yang lebih rendah dan mampu mencapai
penjualan yang lebih tinggi