Gambaran Pelaksanaan Manajemen Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan.

(1)

GAMBARAN PELAKSANAAN MANAJEMEN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN

SKRIPSI

Oleh:

SITI RAHMAH NIM. 091000001

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

GAMBARAN PELAKSANAAN MANAJEMEN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

SITI RAHMAH NIM. 091000001

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit. Manajemen obat di instalasi farmasi rumah sakit merupakan salah satu aspek yang menentukan untuk suksesnya program pengobatan secara rasional di rumah sakit serta merupakan aspek penting.

Rumah Sakit Haji merupakan salah satu rumah sakit yang ada di Kota Medan. Sejak bulan Desember tahun 2011 Rumah Sakit Haji dikelola oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Instalasi farmasi merupakan salah satu unit yang dimiliki Rumah Sakit Haji yang memberikan pelayanan kesehatan berupa pelayanan kefarmasian yang dipimpin seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis dan lisan dari orang-orang yang akan diamati untuk mengetahui gambaran pelaksanaan manajemen obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan. Informan dalam penelitian ini berjumlah 22 informan dan semuanya dijadikan sampel. Data diperoleh melalui wawancara mendalam kepada informan dengan berpendoman pada panduan wawancara, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan teknik analisis domain tipe sebab akibat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan manajemen obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan belum optimal, terlihat dari instalasi farmasi tidak melaksanakan perencanaan obat, tim perencanaan obat tidak terpadu, tidak memiliki jadwal kegiatan penyusunan rencana kerja operasional, gudang penyimpanan obat belum sesuai dengan persyaratan, sarana penyimpanan obat yang belum lengkap, obat tidak terdistribusi secara teratur karena kekosongan obat sering terjadi, kecepatan dalam menyiapkan obat lama karena pengaturan kerja karyawan belum sesuai dengan beban kerja yang ada, tidak ada tupoksi kerja karyawan dan struktur organisasi yang dimiliki instalasi farmasi belum memenuhi standar.

Disarankan kepada Rumah Sakit Haji Medan untuk melakukan penambahan pegawai terutama di bagian instalasi farmasi. Diharapkan kepada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan untuk melaksanakan perencanaan obat, melakukan pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan pasien, melakukan penyimpanan obat yang sesuai dengan persyaratan kefarmasian serta melakukan pendistribusian obat secara teratur agar manajemen obat dapat terlaksana dengan optimal.


(5)

ABSTRACT

Pharmaceutical Installation of a hospital is a place where all pharmaceutical activities are performed to the need of the hospital. Medicinal management in the pharmaceutical installation of a hospital is one of the aspects which determine the success in rational medical treatment program in the hospital, and it becomes a very important aspect.

Rumah Sakit Haji is one of the hospitals in Medan. Since December 2011, it has been managed by North Sumatera Province Administration. Pharmaceutical installationis one of the units of Rumah Sakit Haji which provides health service in pharmacy, led by a pharmacist and aided by several other pharmacists.

The type of the research was a qualitative study which was aimed to yield descriptive data in the written form of orally from the people who were observed in order to find out the description of medicinal management in the pharmaceutical installation of Rumah Sakit Haji Medan. There were 22 informants in the research and all of them were used as the samples. The data were gathered by conducting in-depth interviews which were guided by interview guidance and analyzed qualitatively by using causal type domain analysis technique.

The result of the research showed that the implementation of medicinal management in the pharmaceutical installation of Rumah Sakit Haji Medan, was not optimal. It could be seen from the facts that the pharmaceutical installation did not carry out medicinal planning, medicinal planning team was not integrated, the team did not have any activity schedule to organize operational work planning, storage for medicines was not in accordance with the requirements, the facility of storage for medicine was not complete, medicines were not equally distributed because lack of medicines often occurred, preparing medicines took a long time since the organization of employees work was not in line with their work load, there was not employees tupoksi, and the organizational structure of the pharmaceutical installation did not meet the standard.

It is recommended that the management of Rumah Sakit Haji Medan, recruit several new employees, especially in the pharmaceutical installation. The management of the pharmaceutical installation of the hospital should implement medicinal planning, carry out medicinal procurement which meet patients need, store medicines according to pharmaceutical requirements, and distribute medicines equally so that medicinal management can be implemented optimally.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Siti Rahmah

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 24 Juni 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jl. Pabrik Tenun No.78 A Sei Putih Tengah

Medan Petisah, Sumatera Utara

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1996-1997 : TK Madrasah Anida Medan 2. 1997-2003 : SDN 060841 Medan

3. 2003-2006 : Pesantren Darul Arafah Medan 4. 2006-2009 : SMA Swasta Darussalam Medan 5. 2009-2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Pelaksanaan Manajemen Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan”, guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Heldy BZ, MPH selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran dan arahan kepada penulis.

3. Ibu Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

4. Ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini. 5. Bapak dr. Fauzi, SKM selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan


(8)

6. Ibu Dr. Juanita, SE., M.Kes selaku dosen Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu yang bermanfaat. 7. Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku dosen Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi.

8. Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak bimbingan dan nasehat selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Para Dosen dan staf di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

10.Kepala Rumah Sakit Haji Medan beserta seluruh stafnya yang telah mengizinkan dan membantu penulis dalam melakukan penelitian.

11.Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan beserta stafnya yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian.

12.Teristimewa untuk kedua orang tuaku, Sugiarto dan Rosmawati Ritonga (almh) yang senantiasa memberikan do’a, kasih sayang dan dukungan kepada penulis selama ini, abang-abang dan kakakku tersayang serta seluruh keluarga yang telah memberikan motivasi selama ini.

13.Sahabat-sahabatku tersayang, Zean, Isja, Fika, Nasrin, Imelda, Khairunnisa, Anggit, Tri, Putri, Sepka, Tria, Dian, Tika, Nur, Vebri, Dahlia, Hurul dan Dika yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

14.Teman-teman angkatan 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya kepada teman-teman dan kakak-kakak di Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang tidak bisa disebutkan satu per satu.


(9)

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dan memberikan semangat serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2013 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit ... 9

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit ... 9

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 10

2.2.1 Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 10

2.2.2 Tugas dan Tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 11

2.2.3 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 12

2.3 Manajemen ... 13

2.3.1 Pengertian Manajemen ... 13

2.3.2 Pentingnya Manajemen ... 16

2.4 Obat ... 17

2.4.1 Pengertian Obat ... 17

2.5 Manajemen Obat ... 19

2.5.1 Pengertian Manajemen Obat ... 19

2.6 Fokus Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 36


(11)

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2 Waktu Penelitian ... 36

3.3 Informan Penelitian ... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 37

3.6 Triangulasi... 38

3.7 Teknik Analisa Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

4.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Haji Medan ... 40

4.1.2 Visi, Misi, Falsafah, Motto dan Tujuan Rumah Sakit Haji Medan ... 42

4.1.3 Sumber Daya Manusia ... 43

4.1.4 Sarana ... 44

4.1.5 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan ... 45

4.2 Karateristik Informan ... 46

4.3 Pelaksanaan Manajemen Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan ... 47

4.3.1 Pernyataan Informan Instalasi Farmasi Tentang Pelaksanaan Perencanaan Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan ... 47

4.3.2 Pernyataan Informan Instalasi Farmasi Tentang Pelaksanaan Pengadaan Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan ... 50

4.3.3 Pernyataan Informan Instalasi Farmasi Tentang Pelaksanaan Penyimpanan Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan ... 54

4.3.4 Pernyataan Informan Instalasi Farmasi Tentang Pelaksanaan Pendistribusian Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan ... 56

4.3.5 Pernyataan Informan Instalasi Farmasi Tentang Tupoksi Kerja Karyawan dan Struktur Organisasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan... 57

4.3.6 Pernyataan Informan Pasien Rawat Inap Tentang Pengantaran Obat ke Ruangan Di Rumah Sakit Haji Medan ... 59

4.3.7 Pernyataan Informan Pasien Rawat Inap Tentang Pengantaran Obat yang Kosong ke Ruangan di Rumah Sakit Haji Medan ... 60


(12)

Tentang Waktu Tunggu di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Haji Medan ... 61

4.3.9 Pernyataan Informan Pasien Rawat Jalan Tentang Kekosongan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan ... 62

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Perencanaan Obat ... 66

5.2 Pengadaan Obat ... 70

5.3 Penyimpanan Obat ... 76

5.4 Pendistribusian Obat ... 80

5.5 Tupoksi Kerja dan Strutur Organisasi ... 83

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 91

6.2 Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Data Pegawai Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2012 ... ……….. 43 Tabel 4.2 Data Pegawai Bagian Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2012 ... 43 Tabel 4.3 Karateristik Informan ... 46

Tabel 4.4 Matriks Pernyataan Informan Instalasi Farmasi Tentang Pelaksanaan Perencanaan obat

Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji ... 47 Tabel 4.5 Matriks Pernyataan Informan Instalasi Farmasi

Tentang Pelaksanaan Pengadaan Obat

Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan ... 50 Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan Instalasi Farmasi

Tentang Pelaksanaan Penyimpanan Obat

Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan ... 54 Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan Instalasi Farmasi

Tentang Pelaksanaan Pendistribusian Obat

Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan ... 56 Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan Instalasi Farmasi

Tentang Tupoksi Kerja Karyawan

Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan ... 57 Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan Pasien Rawat Inap

Tentang Pengantaran Obat ke Ruangan

Di Rumah Sakit Haji Medan ... 59 Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan Pasien Rawat Inap


(14)

Ke Ruangan di Rumah Sakit Haji Medan ... 60 Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan Pasien Rawat Jalan

Tentang Waktu Tunggu di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Haji Medan ... 61 Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan Pasien Rawat Jalan

Tentang Kekosongan Obat di Instalasi Farmasi


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian……….... 34 Gambar 5.1 Bagan Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit ……….. .. 70

Gambar 5.2 Bagan Pengadaan Obat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit ……….…… 76 Gambar 5.3 Bagan Penyimpanan Obat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit ……….. ... 80

Gambar 5.4 Bagan Pendistribusian Obat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit ……….. ... 83

Gambar 5.5 Struktur Organisasi Farmasi Rumah Sakit

Haji Medan ………... 89

Gambar 5.6 Struktur Organisasi Farmasi

Rumah Sakit ………... 90


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 : Surat Izin Riset


(17)

ABSTRAK

Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit. Manajemen obat di instalasi farmasi rumah sakit merupakan salah satu aspek yang menentukan untuk suksesnya program pengobatan secara rasional di rumah sakit serta merupakan aspek penting.

Rumah Sakit Haji merupakan salah satu rumah sakit yang ada di Kota Medan. Sejak bulan Desember tahun 2011 Rumah Sakit Haji dikelola oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Instalasi farmasi merupakan salah satu unit yang dimiliki Rumah Sakit Haji yang memberikan pelayanan kesehatan berupa pelayanan kefarmasian yang dipimpin seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis dan lisan dari orang-orang yang akan diamati untuk mengetahui gambaran pelaksanaan manajemen obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan. Informan dalam penelitian ini berjumlah 22 informan dan semuanya dijadikan sampel. Data diperoleh melalui wawancara mendalam kepada informan dengan berpendoman pada panduan wawancara, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan teknik analisis domain tipe sebab akibat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan manajemen obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan belum optimal, terlihat dari instalasi farmasi tidak melaksanakan perencanaan obat, tim perencanaan obat tidak terpadu, tidak memiliki jadwal kegiatan penyusunan rencana kerja operasional, gudang penyimpanan obat belum sesuai dengan persyaratan, sarana penyimpanan obat yang belum lengkap, obat tidak terdistribusi secara teratur karena kekosongan obat sering terjadi, kecepatan dalam menyiapkan obat lama karena pengaturan kerja karyawan belum sesuai dengan beban kerja yang ada, tidak ada tupoksi kerja karyawan dan struktur organisasi yang dimiliki instalasi farmasi belum memenuhi standar.

Disarankan kepada Rumah Sakit Haji Medan untuk melakukan penambahan pegawai terutama di bagian instalasi farmasi. Diharapkan kepada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan untuk melaksanakan perencanaan obat, melakukan pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan pasien, melakukan penyimpanan obat yang sesuai dengan persyaratan kefarmasian serta melakukan pendistribusian obat secara teratur agar manajemen obat dapat terlaksana dengan optimal.


(18)

ABSTRACT

Pharmaceutical Installation of a hospital is a place where all pharmaceutical activities are performed to the need of the hospital. Medicinal management in the pharmaceutical installation of a hospital is one of the aspects which determine the success in rational medical treatment program in the hospital, and it becomes a very important aspect.

Rumah Sakit Haji is one of the hospitals in Medan. Since December 2011, it has been managed by North Sumatera Province Administration. Pharmaceutical installationis one of the units of Rumah Sakit Haji which provides health service in pharmacy, led by a pharmacist and aided by several other pharmacists.

The type of the research was a qualitative study which was aimed to yield descriptive data in the written form of orally from the people who were observed in order to find out the description of medicinal management in the pharmaceutical installation of Rumah Sakit Haji Medan. There were 22 informants in the research and all of them were used as the samples. The data were gathered by conducting in-depth interviews which were guided by interview guidance and analyzed qualitatively by using causal type domain analysis technique.

The result of the research showed that the implementation of medicinal management in the pharmaceutical installation of Rumah Sakit Haji Medan, was not optimal. It could be seen from the facts that the pharmaceutical installation did not carry out medicinal planning, medicinal planning team was not integrated, the team did not have any activity schedule to organize operational work planning, storage for medicines was not in accordance with the requirements, the facility of storage for medicine was not complete, medicines were not equally distributed because lack of medicines often occurred, preparing medicines took a long time since the organization of employees work was not in line with their work load, there was not employees tupoksi, and the organizational structure of the pharmaceutical installation did not meet the standard.

It is recommended that the management of Rumah Sakit Haji Medan, recruit several new employees, especially in the pharmaceutical installation. The management of the pharmaceutical installation of the hospital should implement medicinal planning, carry out medicinal procurement which meet patients need, store medicines according to pharmaceutical requirements, and distribute medicines equally so that medicinal management can be implemented optimally.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi melakukan upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Konsep upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) serta pemulihan kesehatan (rehabilitatif) ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit. Rumah sakit adalah salah satu sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk tenaga pendidikan kesehatan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pedoman organisasi rumah sakit menyatakan bahwa rumah sakit harus melaksanakan beberapa fungsi, satu diantaranya adalah fungsi menyelenggarakan pelayanan penunjang medis yaitu pelayanan kefarmasian.


(20)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit, menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan mempunyai peran penting dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Suatu pelayanan kefarmasian yang baik harus menyelenggarakan suatu sistem jaminan mutu sehingga obat yang didistribusikan terjamin mutu, khasiat, keamanan dan keabsahannya sampai ke tangan konsumen.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit, menyatakan bahwa tujuan pelayanan kefarmasian adalah melangsungkan pelayanan kefarmasian yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat yang sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia, menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi, melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat, menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku, melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan, mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan serta mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.


(21)

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 tentang kebijakan obat nasional, obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

Menurut Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2008), menyatakan bahwa instalasi farmasi rumah sakit adalah bagian di rumah sakit yang bertanggung jawab penuh dibidang pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit yang di kepalai oleh apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional serta dibantu oleh beberapa tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan.

Kegiatan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit tidak lepas dari kegiatan manajemen obat. Manajemen obat merupakan komponen yang penting dalam pengobatan paliatif, simptomatik, preventif dan kuratif terhadap penyakit serta berbagai kondisi. Manajemen obat mencakup sistem dan proses yang digunakan rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien. Adapun unsur tahapan dalam manajemen obat adalah perencanaan obat, pengadaan obat, penyimpanan obat dan pendistribusian obat serta menjamin kualitas pelayanan yang berhubungan dengan penggunaan obat (Aditama, 2003).


(22)

Manajemen obat di instalasi farmasi rumah sakit merupakan salah satu aspek yang menentukan untuk suksesnya program pengobatan secara rasional di rumah sakit, serta merupakan aspek penting karena ketidakefektifannya dan ketidakefisiennya akan memberi dampak negatif terhadap rumah sakit, seperti biaya operasional rumah sakit dan keberhasilan manajemen obat di suatu rumah sakit secara keseluruhan (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai ketidakefektifannya dan ketidakefisiennya suatu manajemen obat di rumah sakit akan memberi dampak yang negatif terhadap salah satunya biaya operasional rumah sakit karena biaya untuk penyediaan obat merupakan komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit, hal ini mengingat dana kebutuhan obat di rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan. Kondisi ini tentunya harus disikapi dengan sebaik-baiknya karena di banyak negara berkembang belanja obat di rumah sakit dapat menyerap sekitar 40-50% biaya keseluruhan rumah sakit (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Maka saat ini pada tataran global telah dirintis program tata kelola obat yang baik di sektor farmasi. Indonesia termasuk salah satu negara yang berpartisipasi dalam program ini bersama 19 negara lainnya. Pemikiran tentang perlunya tata kelola obat yang baik di sektor farmasi berkembang mengingat banyaknya praktek ilegal di lingkungan kefarmasian mulai dari percobaan klinis, riset dan pengembangan,


(23)

registrasi, pendaftaran, paten, produksi, penetapan harga, pengadaan, seleksi, distribusi, pemalsuan data, keamanan dan transportasi. Maka dari itu pelaksanaan manajemen obat yang efektif dan efesien merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efesisensi dan efektifitas anggaran yang tersedia, mengurangi beban biaya bagi rumah sakit maupun pasien dan meningkatkan cakupan serta mutu pelayanan kefarmasian yang akan bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan rumah sakit (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Rumah Sakit Haji merupakan salah satu rumah sakit yang ada di Kota Medan. Sejak bulan Desember tahun 2011 Rumah Sakit Haji dikelola oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit Haji memiliki beberapa unit-unit dalam pemberian pelayanan kesehatan. Instalasi farmasi merupakan salah satu unit yang memberikan pelayanan kesehatan, berupa pemberian obat bebas atau pemberian obat dengan resep dari dokter, pengolahan obat racikan/campuran, penyimpanan perbekalan berupa obat jadi dan bahan habis pakai serta bahan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan oleh rumah sakit termasuk pasien rawat inap yang ada di rumah sakit atau pasien yang melakukan rawat jalan. Karyawan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan berjumlah 17 orang, yaitu 12 orang di bagian instalasi farmasi, 2 orang di bagian administrasi dan 3 orang di bagian gudang obat.

Penelitian tentang gambaran pelaksanaan manajemen obat di instalasi farmasi rumah sakit telah banyak dilakukan, seperti yang dilakukan oleh Pamungkas (2011), tentang pengendalian intern persediaan obat untuk pasien dinas di Rumah Sakit


(24)

Tingkat II Dr. Soedjono Magelang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa struktur organisasi Rumah Sakit Tingkat II Dr. Soedjono Magelang khususnya bagian instalasi farmasi berbentuk fungsional yang terdiri atas fungsi gudang, fungsi pembelian, fungsi akuntasi dan fungsi bendahara. Penetapan wewenang dan tanggung jawab kepada anggota sudah sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2011), tentang evaluasi proses operasional manajemen obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Banyumanik Semarang. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa perencanaan dibuat sendiri oleh kepala instalasi farmasi rumah sakit dengan menggunakan metode konsumsi, belum ada Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), belum ada pedoman khusus untuk perencanaan, pengadaan obat dengan cara pembelian langsung dari Pedagang Besar Farmasi (PBF), pengadaan tidak terencana, sistem penyimpanan First Expired date First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) dan disusun alphabetis, ditemukan

Turn Over Ratio (TOR) obat rendah, adanya stok mati (5,6%), obat kadaluarsa (5% dan1%), nilai stok akhir obat masih tinggi (45,52%-54,94%), distribusi menggunakan metode kombinasi, persentase obat yang tidak bisa dilayani tinggi dan penggunaan obat cenderung tidak rasional.

Berdasarkan studi pendahuluan dalam bentuk wawancara dengan kepala instalasi farmasi dan kepala gudang farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan didapat bahwa pelaksanaan manajemen obat yang belum optimal, seperti: (1) instalasi farmasi tidak melaksanakan perencanaan obat, tim perencanaan obat tidak terpadu dan tidak memiliki jadwal kegiatan penyusunan rencana kerja operasional


(25)

sehingga ketika melakukan perencanaan obat berdasarkan perintah dari kepala instalasi farmasi; (2) instalasi farmasi dari segi pengadaan obat sering terjadi kekosongan obat, yaitu obat yang dipesan untuk pasien rawat inap dan rawat jalan tidak tersedia sehingga pasien rawat inap dan rawat jalan harus membeli obat ke apotek luar; (3) gudang penyimpanan obat belum sesuai dengan persyaratan kefarmasian rumah sakit seperti ruangan sempit, ventilasi yang belum memadai, jendela yang tidak ada, rak yang masih kurang untuk penyimpanan dan penyusunan obat serta sarana penyimpanan yang belum lengkap; (4) pendistribusian obat yang tidak teratur karena kekosongan obat sering terjadi pada pasien rawat inap dan rawat jalan ; (5) tidak ada tupoksi kerja karyawan, sehingga ketika karyawan melaksanakan kerja tidak sesuai dengan bidang yang dimilikinya; (6) struktur organisasi yang dimiliki oleh instalasi farmasi belum memenuhi standar dan; (7) pengaturan kerja karyawan belum sesuai dengan beban kerja yang ada, terlihat pada jumlah resep yang harus dilayanani rata-rata 250 resep setiap harinya dengan jumlah karyawan 3–5 orang/shiftnya. Dampak dari pelaksanaan manajemen obat yang belum optimal yaitu banyak pasien atau keluarga pasien yang mengeluh terhadap pelayanan di instalasi farmasi seperti, lamanya dalam waktu pelayanan resep sehingga banyak pasien rawat jalan yang mengantri lebih dari setengah jam, pengantaran obat untuk pasien rawat inap lama dan keluhan yang berkaitan dengan instalasi farmasi terhadap ketidaktersediaannya obat-obat yang diresepkan oleh dokter.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Gambaran pelaksanaan manajemen obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan”.


(26)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana pelaksanaan manajemen obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan manajemen obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak antara lain:

1. Sebagai bahan masukan bagi manajemen Rumah Sakit Haji Medan agar melaksanakan manajemen obat di instalasi farmasi sesuai dengan pedoman yang berlaku serta meningkatkan pembinaan dan pengawasan agar manajemen obat dapat terlaksanan dengan optimal.

2. Bagi peneliti lain dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman, dijadikan referensi dalam melakukan kajian atau penelitian dengan pokok permasalahan yang sama serta sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan langsung dengan penelitian ini.

3. Sebagai tambahan informasi yang akan memperkaya kajian dalam ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan serta mempunyai peranan yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi melakukan upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang.


(28)

Rumah sakit mempunyai misi yaitu pernyataan mengenai mengapa sebuah rumah sakit didirikan, apa tugasnya dan untuk siapa rumah sakit tersebut melakukan kegiatan. Adapun tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan serta memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Selain tugas yang telah dipaparkan di atas, rumah sakit juga mempunyai fungsi, yaitu: (1) penyelenggaraan pelayanan medik; (2) pelayanan penunjang medik dan non medik; (3) pelayanan dan asuhan keperawatan; (4) pendidikan dan pelatihan; (5) penelitian dan pengembangan; (6) pelayanan rujukan upaya kesehatan; (7) administrasi umum dan keuangan; (8) penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; (9) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna; (10) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan dan; (11) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) 2.2.1 Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, instalasi farmasi merupakan bagian dari rumah sakit yang harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan


(29)

terjangkau yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit, seperti pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi dan bahan habis pakai yang dilakukan dengan cara sistem satu pintu. Adapun yang dimaksud dengan sistem satu pintu adalah rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium pengadaan dan pendistribusian alat kesehatan, sediaan farmasi dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien.

Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit dipimpin oleh seorang apoteker yang memiliki tugas melaksanakan kegiatan kefarmasian, seperti mengawasi pembuatan obat, pengadaan obat, pendistribusian obat/perbekalan farmasi, berperan dalam program pendidikan dan penelitian, pembinaan kesehatan masyarakat melalui pemantauan keamanan, efektifitas, efisiensi biaya dan ketepatan penggunaan obat oleh pasien. Dengan demikian apoteker di rumah sakit dapat membantu tercapainya suatu pengobatan yang aman dan rasional yang berorientasi pada pasien dan bukan hanya berorientasi pada produk (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

2.2.2 Tugas dan Tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit, menyatakan bahwa instalasi farmasi rumah sakit mempunyai tugas yaitu melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal, menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi, melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi dan


(30)

Edukasi), memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi, melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi, mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi, memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit.

Adapun tanggung jawab instalasi farmasi rumah sakit adalah mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik (Amalia, 2004).

2.2.3 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Siregar (2004), instalasi farmasi rumah sakit mempunyai fungsi nonklinik dan fungsi klinik. Fungsi nonklinik adalah fungsi yang dilakukan tidak secara langsung, merupakan bagian terpadu yang berasal dari pelayanan penderita, menjadi tanggung jawab apoteker rumah sakit dan tidak memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain, walaupun semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medik melalui panitia farmasi dan terapi.

Adapun yang termasuk lingkup fungsi farmasi nonklinik adalah perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar serta digunakan di rumah sakit secara keseluruhan. Apabila dalam sistem distribusi rumah sakit apoteker berinteraksi


(31)

dengan dokter, perawat dan penderita, maka distribusi obat yang ada di dalam lingkup fungsi nonklinik ini menjadi fungsi farmasi klinik (Siregar, 2004).

Fungsi klinik adalah fungsi yang dilakukan secara langsung merupakan bagian terpadu dari perawatan penderita, memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain dan secara langsung terlibat dalam pelayanan penderita. Adapun yang termasuk lingkup fungsi farmasi klinik adalah mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program rumah sakit, seperti: (1) pemantauan terapi obat; (2) evaluasi penggunaan obat; (3) penanganan bahan sitotoksik; (4) pelayanan di unit perawatan kritis; (5) pemeliharaan formularium; (6) penelitian; (7) pengendalian infeksi di rumah sakit; (8) sentra informasi obat; (9) pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan; (10) sistem formularium; (11) panitia farmasi dan terapi; (12) sistem pemantauan kesalahan obat; (13) buletin terapi obat; (14) program edukasi bagi apoteker, dokter dan perawat serta; (15) investigasi obat dan unit gawat darurat (Siregar, 2004).

2.3 Manajemen

2.3.1 Pengertian Manajemen

Menurut Anief (2003), pengertian manajemen secara sederhana adalah usaha atau kegiatan yang dilaksanakan secara efesien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan bantuan orang lain. Menurut Herujito (2001), istilah manajemen berasal dari kata kerja to manage berarti control. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan yaitu mengendalikan, menangani dan mengelolah.

Selanjutnya, kata benda “manajemen” atau management dapat mempunyai berbagai

arti, yaitu: (1) sebagai pengelolaan, pengendalian atau penanganan (managing); (2) perlakuan secara terampil untuk menangani sesuatu berupa skillful treatment dan; (3)


(32)

gabungan dari dua pengertian tersebut, yaitu yang berhubungan dengan pengelolaan suatu perusahaan, rumah sakit, rumah tangga atau suatu bentuk kerja sama dalam mencapai suatu tujuan tertentu.

Tiga pengertian itu mendukung kesepakatan anggapan bahwa manajemen dapat dipandang sebagai ilmu dan seni. Manajemen sebagai ilmu, artinya manajemen memenuhi kriteria ilmu dan metode keilmuan yang menekankan kepada konsep-konsep, teori, prinsip dan teknik pengelolaan. Manajemen sebagai seni, artinya kemampuan untuk mengelolah sesuatu itu merupakan seni menciptakan kreatif, hal ini merupakan keterampilan dari seseorang. Dengan kata lain, penerapan ilmu manajemen bersifat seni. Oleh karena itu, manajemen adalah sesuatu yang sangat penting karena ia berkenaan dan berhubungan erat dengan perwujudan atau pencapaian tujuan.

Menurut Seto dkk (2004), manajemen adalah pengambilan keputusan yang dapat diartikan bagaimana pimpinan harus mengambil keputusan untuk menentukan, misalnya pengembangan produk baru, memperluas usaha dengan membuat pabrik baru, membuat strategi pemasaran bahkan dalam menerima ataupun mengeluarkan karyawan, melakukan hubungan dengan mitra bisnisnya serta dengan pelanggan potensial dan berbagai pekerjaan yang lain. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan akan menggunakan bantuan melalui orang lain.

Menurut Hasibuan (2005), ada beberapa definisi manajemen menurut para ahli, yaitu:


(33)

1. Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan menyatakan, manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efesien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2. Harold Koontz dan Cyril O’Donnel menyatakan, manajemen adalah usaha

mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.

3. Andrew F. Sikula menyatakan, manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasi berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efesien.

4. George R. Terry menyatakan, manajemen adalah suaru proses yang berbeda terdiri dari planning, organizing, actuating dan controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber daya lainnya.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1. Manajemen mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

2. Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dengan seni.

3. Manajemen merupakan proses yang sistematik, terkoordinasi, koperatif dan terintegrasi dalam memanfaatkan unsur-unsurnya.

4. Manajemen baru dapat ditetapkan jika ada dua orang atau lebih melakukan kerja sama dalam suatu organisasi.


(34)

6. Manajemen terdiri dari beberapa fungsi.

7. Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. 2.3.2Pentingnya Manajemen

Menurut Hasibuan (2005), pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas fisik, pengetahuan, waktu dan perhatian, sedangkan kebutuhannya tidak terbatas. Usaha memenuhi kebutuhan dan terbatasnya kemampuan dalam melakukan pekerjaan mendorong manusia membagi pekerjaan, tugas dan tanggung jawab, maka terbentuklah kerja sama dan keterkaitan formal dalam suatu organisasi. Dalam organisasi pekerjaan yang berat dan sulit akan dapat diselesaikan dengan baik serta tujuan yang diinginkan tercapai. Pada dasarnya manajemen itu penting, sebab:

1. Pekerjaan itu berat dan sulit untuk dikerjakan sendiri sehingga diperlukan pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab dalam penyelesaiannya.

2. Perusahaan akan dapat berhasil baik, jika manjemen diiterapkan dengan baik. 3. Manajemen yang baik akan meningkatkan daya guna dan hasil guna semua

potensi yang dimiliki.

4. Manajemen yang baik akan mengurangi pemborosan-pemborosan.

5. Manajemen menetapkan tujuan dan usaha untuk mewujudkan dengan memanfaatkan unsur-unsurnya dalam proses manajemen tersebut.

6. Manajemn perlu untuk kemajuan dan pertumbuhan.

7. Manajemen mengakibatkan pencapaian tujuan secara teratur. 8. Manajemen merupakan suatu pedoman pikiran dan tindakan.


(35)

Manajemen selalu terdapat dan sangat penting untuk mengatur semua kegiatan dalam rumah tangga, sekolah, rumah sakit, koperasi, yayasan-yayasan, pemerintahan dan lain sebagainya. Dengan manajemen yang baik, maka pembinaan kerja sama akan serasi dan harmonis, saling menghormati dan mencintai sehingga tujuan optimal akan tercapai. Begitu pentingnya peranan manajemen dalam kehidupan manusia mengharuskan kita mempelajari, menghayati dan menerapkannya demi hari esok yang lebih baik.

2.3 Obat

2.3.1Pengertian Obat

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Menurut Trisnantoro (2003), obat merupakan barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang sakit. Pentingnya obat dalam pelayanan kesehatan memberikan konsekuensi yang besar pula dalam anggaran obat.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 tentang kebijakan obat nasional, obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang pedoman teknis pengadaan obat publik dan


(36)

perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar, obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan atau pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi termasuk produk biologi.

Menurut Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tentang materi pelatihan manajemen kefarmasian di instalasi farmasi kabupaten/kota, obat merupakan komponen yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Dalam upaya pelayanan kesehatan ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif dan bermutu merupakan sasaran yang harus dicapai. Hal ini berada dalam lingkup pelayanan kefarmasian sebagai salah satu pilar yang menopang pelayanan kesehatan paripurna.

Menurut Anief (2003), obat dibedakan atas 7 golongan, yaitu:

1. Obat tradisional, yaitu obat yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, mineral dan sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang usaha pengobatannya berdasarkan pengalaman.

2. Obat jadi, yaitu obat dalam kemasan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan F.I (Farmakope Indonesia) atau buku lain.

3. Obat paten, yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama orang yang membuat obat tersebut atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.


(37)

4. Obat baru, yaitu obat yang terdiri dari zat yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, misalnya: lapisan, pengisi, pelarut serta pembantu atau komponen lain yang belum dikenal khasiat dan keamanannya.

5. Obat esensial, yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang meliputi diagnosa, prifilaksi terapi dan rehabilitasi.

6. Obat generik berlogo, yaitu obat yang tercantum dalam DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional) dan mutunya terjamin, karena produksi sesuai dengan persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan diuji ulang oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan.

7. Obat wajib apotek, yaitu obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek.

2.5 Manajemen Obat

2.5.1 Pengertian Manajemen Obat

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit, menyatakan bahwa fungsi instalasi farmasi adalah memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit, merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal, mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku, memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit, menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku, menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian, mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan


(38)

di rumah sakit serta menyediakan obat bagi pasien rawat jalan maupun rawat inap. Aspek penting dari fungsi ini adalah upaya menilai efektivitas dan keamanan obat yang diberikan serta interakasinya dengan modulasi pengobatan yang lain. Manajemen obat merupakan komponen yang penting dalam pengobatan paliatif, simptomatik, preventif dan kuratif terhadap penyakit serta berbagai kondisi. Manajemen obat mencakup sistem dan proses yang digunakan rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien.

Manajemen obat di instalasi farmasi rumah sakit merupakan salah satu aspek penting, karena ketidakefisiennya akan memberi dampak negatif terhadap biaya operasional rumah sakit karena ketersediaan obat setiap saat menjadi tuntutan pelayanan kesehatan, maka pengelolaan yang efesien sangat menentukan keberhasilan manajemen obat di suatu rumah sakit secara keseluruhan. Tujuan manajemen obat adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien, dengan demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki/potensial yang untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Ketidakcukupan obat-obatan disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat menentukan adalah faktor perencanaan/perhitungan perkiraan kebutuhan obat yang belum tepat, belum efektif dan kurang efisien. Permintaan/pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat juga merupakan suatu aspek penting dimana


(39)

permintaan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan obat yang ada agar tidak terjadi suatu kelebihan atau kekurangan obat di instalasi farmasi rumah sakit. Kelebihan obat atau kekosongan obat tertentu dapat terjadi karena manajemen obat yang tidak akurat dan pemakaian obat yang tidak rasional. Agar hal-hal tersebut tidak terjadi maka manajemen obat di instalasi farmasi rumah sakit perlu dilakukan sesuai yang ditetapkan dan diharapkan, dimana dalam manajemen obat harus memperhatikan perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Adapun pengertian perencanaan obat, pengadaan obat, penyimpanan obat dan pendistribusian obat di rumah sakit menurut Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan tahun 1990, yaitu:

1. Perencanaan Obat

Perencanaan obat adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan menentukan jumlah obat dalam rangka pengadaan. Adapaun tujuan perencanaan obat adalah untuk mendapatkan:

a. Jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai kebutuhan. b. Menghindari terjadinya kekosongan obat.

c. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional. d. Meningkatkan efesiensi penggunaan obat.

Kegiatan pokok dalam perencanaan obat adalah sebagai berikut: 1) Seleksi/perkiraan kebutuhan.


(40)

b) Menentukan jumlah obat yang akan dibeli.

2) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.

2. Pengadaan Obat

Pengadaan obat adalah suatu proses untuk pengadaan obat yang dibutuhkan di unit pelayanan farmasi. Adapun tujuan dari pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang tepat dengan mutu yang tinggi serta dapat diperoleh pada waktu yang tepat.

Kegiatan dalam pengadaan obat, yaitu: a. Memilih metode pengadaan.

b. Memilih pemasok.

c. Menyiapkan dokumen kontrak. d. Memantau status pesanan.

e. Penerimaan dan pemeriksaan obat (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1990).

3. Penyimpanan Obat

Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan pengamanan dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman. Adapun tujuan dari penyimpanan obat adalah:

a. Memelihara mutu obat.

b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab. c. Menjaga kelangsungan persediaan.


(41)

Kegiatan penyimpanan obat adalah sebagai berikut: 1) Pengaturan tata ruang dan penyususnan stok obat. 2) Pengamatan mutu obat.

3) Pencatatan stok obat (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1990).

4. Pendistribusian Obat

Distribusi obat adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi pesanan atau permintaan unit-unit pelayanan kesehatan. Adapun tujuan dari pendistribusian obat, yaitu:

a. Terlaksananya penyebaran obat secara merata dan teratur dan dapat diperoleh pada saat dibutuhkan.

b. Terjaminnya mutu dan keabsahan obat secara ketepatan, kerasionalan dan efisiensi penggunaan obat (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1990).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit, pengertian perencanaan obat, pengadaan obat, penyimpanan obat dan pendistribusian obat adalah sebagai berikut:

1) Perencanaan Obat

Perencanaan obat merupakan proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan untuk menentukan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan jumlah, jenis dan waktu yang tepat serta dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran,


(42)

untuk menghindari kekosongaan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan, antara lain: konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Adapun pedoman perencanaan obat adalah sebagai berikut:

a. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku.

b. Data catatan medik. c. Anggaran yang tersedia. d. Penetapan prioritas. e. Siklus penyakit. f. Sisa persediaan.

g. Data pemakaian periode yang lalu. h. Rencana pengembangan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanan obat adalah: 1. Pola penyakit.

2. Kemampuan/daya beli masyarakat.

3. Budaya masyarakat (kebiasaan masyarakat setempat). 4. Pola penggunaan obat yang lalu.

Menurut Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2008), menyatakan bahwa tahapan perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi adalah:


(43)

a. Pemilihan

Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit. Adapun kriteria pemilihan kebutuhan obat yang baik seperti: (1) jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari kesamaan jenis; (2) hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal dan; (3) apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

b. Kompilasi Penggunaan

Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Adapun informasi yang didapat dari kompilasi penggunaan perbekalan farmasi adalah jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing unit pelayanan, persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total penggunaan setahun seluruh unit pelayanan dan penggunaan rata-rata untuk setiap perbekalan farmasi.

c. Perhitungan Kebutuhan

Perhitungan kebutuhan dalam perencanaan dapat dilakukan melalui beberapa metode, yaitu: (1) metode konsumsi adalah perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data riel konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Beberapa hal yang


(44)

harus diperhatikan dalam rangka mengitung jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan seperti pengumpulan dan penegelolaan data, analisa data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi dan penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi dana; (2) metode epidemiologi adalah perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan pola penyakit dan perkiraan kenaikan kunjungan waktu tunggu. Adapun langkah-langkah dalam metode epidemiologi adalah menentukan jumlah pasien yang akan dilayani, menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit, menyediakan fomularium/standar/pedoman perbekalan farmasi, menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi dan penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia dan; (3) kombinasi metode konsumsi dan metode epidemiologi.

d. Evaluasi Perencanaan

Adapun cara/teknik evaluasi yang dapat dilakukan yaitu: (1) analisa nilai ABC yaitu untuk evaluasi aspek ekonomi; (2) pertimbangan/kriteria VEN yaitu untuk evaluasi aspek medik/terapi; (3) kombinasi ABC dan VEN serta; (4) revisi daftar perbekalan farmasi.

2) Pengadaan Obat

Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhann yang telah direncanakan dan disetujui yang bertujuan agar tersedianya sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan, melalui:


(45)

Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk mndapatkan perbekalan farmasi. Proses pembelian mepunyai beberapa langkah yang baku dan merupakan siklus yang berjalan terus menerus sesuai dengan kegiatan rumah sakit. Ada 4 metode pada proses pembelian, yaitu:

a. Tender terbuka, yaitu berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar dan sesuai denga kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga metode ini lebih menguntungkan. Untuk pelaksanaannya memerlukan staf yang kuat, waktu yang lama serta perhatian penuh.

b. Tender terbatas/lelang tertutup, yaitu hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat jejak yang baik. Harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan lelang terbuka.

c. Tawar menawar, yaitu dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu.

d. Langsung, yaitu pembelian jumlah kecil dan perlu segera tersedia. Harga tetentu relatif agak lebih mahal.

2. Produksi/pembuatan sediaan farmasi.

Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

3. Sumbangan/hibah.

Pada prinsipnya pengadaan obat dari sumbangan/hibah, mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi regular. Perbekalan farmasi yang tersisa


(46)

dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan di saat situasi normal (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Pada proses pengadaan obat ada 3 elemen penting yang harus diperhatikan, yaitu:

1) Pengadaan harus dilakukaan secara teliti karena apabila tidak teliti dapat menjadikan biaya tinggi.

2) Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja sangat penting untuk menjaga agar pelaksanaan pengadaan terjamin mutu (misalnya persyaratan masa kadaluarsa, sertifikat analisa/standar mutu harus mempunyai Material Safety Data Sheet

(MSDS), untuk bahan berbahaya dan alat kesehatan harus mempunyai

certificate of origin, waktu dan kelancaran bagi semua pihak dan lain-lain. 3) Order pemesanan agar barang cepat sesuai macam, waktu dan tempat. Untuk

beberapa jenis obat seperti bahan aktif yang mempunyai masa kadaluarsa relatif pendek harus diperhatikan waktu pengadaannya. Untuk itu harus dihindari pengadaan dalam jumlah besar (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah:

a. Instalasi farmasi hanya membeli sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang telah memiliki izin edar atau nomor registrasi.


(47)

b. Mutu sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat dipertanggungjawabkan. c. Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari jalur resmi, yaitu

pedagang besar farmasi, industri farmasi dan apotek lain.

d. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi seperti faktur dan lain-lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

3) Penyimpanan Obat

Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan dan memelihara dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang aman dan dapat menjamin mutunya, yaitu:

a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya. b. Dibedakan menurut suhunya dan kestabilannya. c. Mudah tidaknya meledak/terbakar.

d. Tahan/tidaknya terhadap cahaya.

e. Disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin. f. Ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.

Hal – hal yang harus dilakukan dalam penyimpanan obat, yaitu: 1. Pemeriksaan organoleptik.

2. Pemeriksaan kesesuaian antara surat pesanan dan faktur.

3. Kegiatan administrasi penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. 4. Menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada tempat yang dapat


(48)

lemari khusus untuk narkotika dan psikotropik) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

Prosedur tetap penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, yaitu: a. Memeriksa kesesuaiaan nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan

kesehatan yang tertera pada faktur, kondisi fisik serta tanggal kadaluarsa. b. Memberi paraf dan stempel pada faktur penerimaan barang.

c. Menulis tanggal kadaluarsa sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada kartu stok.

d. Menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada rak yang sesuai secara alfabetis menurut bentuk sediaan dan memperhatikan sistem FIFO (First In First Out) maupun FEFO (First Expired First Out).

e. Memasukkan bahan baku obat ke dalam wadah yang sesuai member etiket yang memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.

f. Menyimpan bahan obat pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin stabilitasnya pada rak secara alfabetis.

g. Mengisi kartu stok setiap penambahan dan pengambilan.

h. Menjumlahkan setiap penerimaan dan pengeluaran pada akhir bulan.

i. Menyimpan secara terpisah dan mendokumentasikan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang rusak/kadaluarsa untuk ditindaklanjuti (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

4) Pendistribusian Obat

Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan


(49)

rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan, yaitu: a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.

b. Metode sentralisasi atau desentralisasi.

c. Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

Distribusi obat di instalasi farmasi rumah sakit dilakukan untuk melayani: 1. Pasien Rawat Jalan

Pasien/keluarga pasien langsung menerima obat dari instalasi farmasi sesuai dengan resep yang ditulis oleh dokter. Keadaan ini memungkinkan diadakannya konseling pada pasien/keluarga pasien.

2. Pasien Rawat Inap

Ada 4 sistem pendistribusian pada pasien rawat inap, yaitu: 1) Resep perorangan (Individual Prescription)

Sistem ini memungkinkan semua resep dokter dapat dianalisis langsung oleh apoteker dan terjalin kerja sama antara dokter, apoteker, perawat dan pasien. Keuntungan dari sistem ini adalah resep dapat dikaji lebih dahulu oleh apoteker, ada interaksi antara apoteker, dokter dan perawat dan adanya legalisasian persediaan. Adapun kelemahan sistem ini adalah bila obat berlebih maka pasien harus membayarnya dan obat dapat terlambat ke pasien.


(50)

Pada sistem ini perbekalan farmasi diberikan kepada masing-masing unit perawatan sebagai persediaan. Sistem ini memungkinkan perbekalan farmasi tersedia bila diperlukan. Misalnya untuk persediaan obat-obat emergensi. Keuntungan dari sistem ini adalah obat yang dibutuhkan cepat tersedia, meniadakan obat yang return, pasien tidak harus membayar obat yang lebih dan tidak perlu tenaga yang banyak. Adapun kelemahan sistem ini adalah sering terjadi kesalahan, seperti: kesalahan peracikan oleh perawat atau adanya kesalahan penulisan etiket, persediaan obat di ruangan harus banyak dan kemungkinan kehilangan dan kerusakan obat lebih besar. 3) One Day Dose Dispensing

Didefinisikan sebagai obat-obatan yang diminta, disiapkan, digunakan dan dibayar dalam dosis perhari yang berisi obat dalam jumlah yang telah ditetapkan untuk satu hari pemakaian. Sistem ini melibatkan kerjasama antara dokter, apoteker dan perawat. Keuntungan dari sistem ini adalah pasien hanya membayar obat yang dipakai, tidak ada kelebihan obat atau alat yang tidak dipakai di ruangan perawat, menciptakan pengawasan ganda oleh apoteker dan perawat, kerusakan dan kehilangan obat hampir tidak ada. 4) Kombinasi dari beberapa sistem pendistribusian

Semua sistem diatas dapat dilakukan dengan cara sentralisasi dan desentralisasi. Adapun arti sentralisasi adalah semua obat dari farmasi pusat, sedangkan pengertian desentralisasi adalah adanya pelayanan farmasi/depo farmasi. Sistem distribusi obat harus menjamin obat yang tepat diberikan


(51)

kepada pasien yang tepat, dosis yang tepat dan jumlah yang tepat dan kemasan yang menjamin mutu obat (Pamungkas, 2011).

Menurut Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2010), menyatakan bahwa dalam melakukan suatu manajemen obat diperlukan koordinasi dan keterpaduan sehingga pembentukan tim manajemen obat merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan manajemen obat.

2.6 Fokus Penelitian


(52)

Gambar 2.1 Fokus Penelitian

Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan defenisi fokus penelitian sebagai berikut:

1. Perencanaan obat merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menyeleksi obat dan perbekalan kesehatan yang bertujuan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat agar terjamin serta terpenuhinya kriteria yang tepat, seperti: jenis, jumlah, waktu dan efesien di instalasi farmasi.

2. Pengadaan obat merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan, mutu obat terjamin dengan baik dan obat dapat diperoleh pada saat diperlukan dengan cepat dan tepat waktu di instalasi farmasi.

3. Penyimpanan obat merupakan kegiatan pengamanan dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman di instalasi farmasi.

Perencanaan Obat

Pengadaan Obat

Pendistribusian Obat Penyimpanan Obat Manajemen Obat Di Instalasi


(53)

4. Pendistribusian obat merupakan kegiatan mengeluarkan dan mengirim obat yang berdaya guna dan berhasil guna dengan merata, teratur, tepat jenis dan jumlah, serta dapat diperoleh bagi yang membutuhkannya pada saat diperlukan, menjamin kesinambungan penyaluran/penyerahan, mempertahankan mutu, menjaga ketelitian pencatatan agar persediaan jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari kekosongan obat, menumpuknya persediaan dan mempertahankan tingkat persediaan obat dan menimalkan kehilangan, kerusakan dan kadarluarsa di instalasi farmasi.

5. Manajemen obat merupakan suatu sistem dan proses yang digunakan rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien, salah satu aspek penting karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap biaya operasional rumah sakit. Proses penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki/potensial yang untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien. Manajemen obat di instalasi farmasi rumah sakit terdiri dari perencanaan obat, pengadaan obat, penyimpanan obat dan pendistribusian obat.


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis dan lisan dari orang-orang yang akan diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moeloeng, 2000). Penelitian ini dipilih untuk menggambarkan pelaksanaan manajemen obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan. Adapun pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa masih kurang baik pelaksanaan manajemen obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan.

3.2.2Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada Bulan Oktober-Desember Tahun 2012.

3.3 Informan Penelitian

Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan tehnik Purposive Sampling, yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang mengetahui permasalahan dengan jelas, mampu mengemukakan pendapat secara baik dan benar, dapat dipercaya untuk dapat menjadi sumber data yang baik serta bersedia dan mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu pelaksanaan manajemen obat di instalasi farmasi rumah sakit terkait, berjumlah 22


(55)

informan, yang terdiri dari 1 informan kepala instalasi farmasi, 1 informan kepala gudang obat, 10 informan pasien rawat inap dan 10 informan pasien rawat jalan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan dua sumber data, yaitu:

1. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan dengan berpendoman pada panduan wawancara dengan probing

(pendalaman pertanyaan) yang telah dipersiapkan dan observasi langsung. 2. Data sekunder diperoleh dari data inventarisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Haji Medan.

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini adalah manajemen obat yang meliputi perencanaan obat, pengadaan obat, penyimpanan obat dan pendistribusian obat: 1. Perencanaan obat merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menyeleksi

obat dan perbekalan kesehatan yang bertujuan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat agar terjamin terpenuhinya kriteria yang tepat, seperti: jenis, jumlah, waktu dan efesien di instalasi farmasi.

2. Pengadaan obat merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan, mutu obat terjamin dengan baik dan obat dapat diperoleh pada saat diperlukan dengan cepat dan tepat waktu di instalasi farmasi.


(56)

3. Penyimpanan obat merupakan kegiatan pengamanan dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman di instalasi farmasi. 4. Pendistribusian obat merupakan kegiatan mengeluarkan dan mengirim obat

yang berdaya guna dan berhasil guna dengan merata, teratur, tepat jenis dan jumlah, serta dapat diperoleh bagi yang membutuhkannya pada saat diperlukan, menjamin kesinambungan penyaluran/penyerahan, mempertahankan mutu, menjaga ketelitian pencatatan, agar persediaan jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari kekosongan obat, menumpuknya persediaan dan mempertahankan tingkat persediaan obat dan menimalkan kehilangan, kerusakan dan kadarluarsa di instalasi farmasi.

5. Manajemen obat merupakan suatu sistem dan proses yang digunakan rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien, salah satu aspek penting karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap biaya opernasional rumah sakit. Proses penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki/potensial yang untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien. Manajemen obat di instalasi farmasi rumah sakit terdiri dari perencanaan obat, pengadaan obat, penyimpanan obat dan pendistribusian obat.

3.6 Triangulasi

Adapun triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yaitu dengan membandingkan dan mengecek informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda dalam metode kualitatif yang dilakukan dengan a) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara; b)


(57)

membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan yang dikatakan secara pribadi; c) membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu; d) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain serta; e) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Hasil dari perbandingan yang diharapkan adalah berupa kesamaan atau alasan-alasan terjadinya perbedaan (Moeloeng dan Bardiansyah dalam Bungin, 2001).

3.7 Teknik Analisa Data

Untuk menganalisis pelaksanaan manajemen obat di Intalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan dilakukan analisis secara kualitatif berdasarkan keterangan serta alasan yang dinyatakan oleh informan dengan menggunakan teknik analisis domain

(domain analysis) tipe sebab akibat, yaitu menjelaskan secara utuh tentang objek penelitian berdasarkan jawaban dan keterangan yang diperoleh dari informan (Bungin, 2001), selanjutnya disajikan dan dibahas berdasarkan teori yang terkait dan dilakukan pengambilan kesimpulan.


(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Haji Medan

Pada awal tahun 1960, mulai terdengar suara dari kalangan umat Islam di Sumatera Utara khususnya di Kotamadya Medan yang menginginkan rumah sakit yang benar-benar bernafaskan Islam, hal ini disebabkan karena rumah sakit yang telah ada dirasakan belum mampu membawakan misi Islam secara menyeluruh. Sementara itu beberapa rumah sakit yang membawakan misi dari agama lain sudah lebih dulu ada di Kota Medan.

Pada musim haji tahun 1990, terjadi musibah terowongan Mina yang banyak menimbulkan korban jemaah haji Indonesia, merupakan kebetulan sekali gagasan dan pelaksanaan pembangunan rumah sakit ini sejalan pula dengan niat pemerintah untuk membangun Rumah Sakit Haji di empat embarkasi calon jemaah haji Indonesia. Gagasan untuk mendirikan sebuah rumah sakit yang bernafaskan Islam dicetuskan oleh Bapak Gubernur Propinsi Sumatera Utara (Raja Inal Siregar) pada kegiatan Safari Ramadhan 1410 Hijriah, setelah mengadakan studi perbandingn ke beberapa Daerah Tingkat I di Indonesia, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Oleh sebab itu rencana membangun rumah sakit yang bernafaskan Islam di Sumatera Utara yang pada waktu itu sedang dalam proses, segera mendapat persetujuan dan dukungan nyata dari pemerintah pusat yakni berupa penyaluran bantuan Garuda Indonesia, Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, bantuan-bantuan dari tiap Pembangunan Daerah Tingkat II seluruh Sumatera Utara, instansi-instansi


(59)

pemerintah dan swasta serta dukungan masyarakat melalui infaq para jemaah haji dan infaq pegawai negeri yang beragama Islam.

Pada tanggal 28 Februari 1991 di Jakarta, Bapak Presiden Republik Indonesia (Soeharto) menandatangani prasasti untuk keempat Rumah Sakit Haji, yakni Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang dan Medan. Melalui Surat Keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Utara No. 445.05/712, pada tanggal 7 Maret 1991 dibentuk panitia pembangunan Rumah Sakit Haji Medan dan akhirnya diletakkan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Haji Medan oleh Bapak Menteri Agama Republik Indonesia (H. Munawir Sjadzali) dan pada tanggal 11 Maret 1991 oleh Bapak Gubernur Provinsi Sumatera Utara (Raja Inal Siregar) berlokasi di jalan Rumah Sakit Haji Estate.

Pada tanggal 4 Juni 1992, Bapak Presiden Republik Indonesia (Soeharto) meresmikan Rumah Sakit Haji Medan. Secara operasional Rumah Sakit Haji Medan dibuka pada tanggal 15 Juni 1992 untuk kegiatan poliklinik, disamping itu juga memberikan pelayanan bagi jamaah haji yang baru tiba dari Arab Saudi. Pada tanggal 1 Juli 1992 secara penuh Rumah Sakit Haji Medan mempunyai tipe setara dengan tipe B dengan kapasitas 139 tempat tidur Rumah Sakit Haji Medan.

Pada 3 Juni 1998 dibentuk Yayasan Rumah Sakit Haji Medan dengan ketua umum Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Pada tanggal 1 Juni 2001 telah mendapat sertifikat dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Rumah Sakit Haji Medan telah mendapat status akreditasi tingkat dasar meliputi pelayanan gawat darurat, pelayanan medik, pelayanan rekam medik, pelayanan keperawatan, pelayanan administrasi manajemen. Rumah Sakit Haji


(60)

Medan saat ini telah mempunyai 250 tempat tidur untuk rawat inap hampir dua kali lipat sewaktu diresmikan. Demikian juga peralatan medis dan non medis telah di perbaharui untuk mengikuti perkembangan teknologi kedokteran. Sumber daya manusia seperti tenaga dokter spesialis, para medis dan non medis di Rumah Sakit Haji Medan sudah cukup memadai. Pada bulan Desember tahun 2011 Rumah Sakit Haji Medan dikelola oleh pemeritah Provinsi Sumatera Utara.

4.1.2 Visi, Misi, Falsafah, Motto dan Tujuan Rumah Sakit Haji Medan

Visi Rumah Sakit Haji Medan adalah mewujudkan Rumah Sakit Haji Medan sebagai rumah sakit yang bernafaskan Islam dalam semua kegiatannya di Sumatera Utara. Adapun misi Rumah Sakit Haji Medan, yaitu:

1. Pelayanan kesehatan yang islami, profesional dan bermutu dengan tetap peduli terhadap kaum du’afa.

2. Melaksanakan dakwah islamiah dalam setiap kegiatannya.

3. Sebagai sarana untuk menimba ilmu bagi calon cendikiawan muslim.

Motto Rumah Sakit Haji Medan adalah bekerja sebagai ibadah dalam pelayanan dan istiqomah dalam pendirian. Adapun falsafah Rumah Sakit Haji Medan merupakan perwujudan dari iman, amal shaleh dan ibadah kepada Allah SWT. Selain visi, misi dan motto, Rumah Sakit Haji Medan juga memiliki tujuan, yaitu:

1. Melaksanakan pengabdian masyarakat dalam rangka ibadah dan amal shaleh dan ikhlas, sekaligus sebagai dukungan konkrit untuk mensukseskan sistem kesehatan nasional melalui penyediaan sarana rumah sakit yang memenuhi syarat medis, teknis, berkualitas dan mengikuti perkembangan Ilmu


(1)

2. Bagaimana pelaksanaan perencanaan obat yang dilakukan oleh instalasi farmasi?

3. Apakah instalasi farmasi melakukan pengadaan obat?

4. Bagaimana pelaksanaan pengadaan obat yang dilakukan oleh instalasi farmasi?

5. Bagaimana pelaksanaan penyimpanan obat yang dilakukan oleh instalasi farmasi?

6. Bagaimana pelaksanaan pendistribusian obat yang dilakukan oleh instalasi farmasi?

C. Pertanyaan untuk Pasien Rawat Inap

1. Bagaimana pengantaran obat ke ruangan anda cepat/lama? 2. Apakah pengantaran obat ke ruangan pernah mengalami

kekosongan obat?

3. Apakah sering terjadinya kekosongan obat? (jika pernah)

D. Pertanyaan untuk Pasien Rawat Jalan

1. Bagaimana tentang waktu tunggu di apotek instalasi farmasi cepat/lama?

2. Apakah obat yang dipesan/diresepkan pernah mengalami kekosongan obat?


(2)

(3)

(4)

Gambar: Apotek Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan dan Ruang Tunggu Pasien Rawat Jalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan


(5)

Gambar: Ruang Penyimpanan Obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan dan Ruang Penyimpanan Obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan


(6)