28 � = 0,86
8
−1000 1+12,7
8 0,5
2 3
−1 −0,16
2.17
2.8 Faktor Kotoran
Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran
pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan
penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran R
f
yang menjadi ukuran dalam tahanan termal.
Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel
pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor.
Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan.
Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan
sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki
sirip, persamaan sebelumnya menjadi :
1 UA
s
=
1 U
i
A
i
=
1 U
o
A
o
=
R =
1 h
i
A
i
+
R
f,i
A
i
+
ln D
o
D
i
2 kL
+
R
f,o
A
o
+
1 h
o
A
o
2.18
A
i
= D
i
L dan A
o
= D
o
L adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.
R
f,i
dan R
f,o
adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.
Universitas Sumatera Utara
29 Tabel 2.2 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida
Fluid R
r
, m
2
,
o
CW Distiled water,
sea water, river water, boiler
feedwater: Below 50
o
C Above 50
o
C 0,0001
0,0002
Fuel oil 0,0009
Steam oil free 0,0001
Refrigerants liquid
0,0002 Refrigerants
vapor 0,0004
Alcohol vapors 0,0001
air 0,0004
Sumber : Cengel
2.9 Metode LMTD Evaluasi performansi thermal sebuah alat penukar kalor pada keadaan
tunak steady
Persamaan perpindahan panas lokal melalui elemen ds dari sebuah apk. Jika T
h
dan T
c
adalah suhu kedua fluida yang berada di elemen da dari permukaan APK maka laju perpindahan panas diantara kedua fluida melalui
elemen ds dituliskan dengan rumus dq = U dA T
h
- T
c
2.19 U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh anatara kedua fluida Wm
2 o
C
2.9.1 Metode LMTD Aliran pararel sejajar
Laju perpindahan panas pada fluida panas sama dengan laju perpindahan panas pada fluida dingin. Artinya perpindahan panas antara
kedua fluida di dalam APK sama besarnya baik ditinjau dari fluida panas atau pun dari fluida dingin. Pernyataan tersebut secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut dq
= ṁ
h
Cp
h
-dT
h
= ṁ
c
Cp
c
dt
c
2.20 dimana : ṁ
h
= laju aliran massa fluida panas kgs
Universitas Sumatera Utara
30 ṁ
c
= laju aliran massa fluida dingin kgs Cp
h
= panas jenis fluida panas Jkg K Cp
c
= panas jenis fluida dingin Jkg K Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa dT
h
0 dan dT
c
dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : dT
h
= -
q ṁ
; dTc =
q ṁ
2.21 persamaan diatas diturunkan sebagai berikut :
dT
h
– dTc = d T
h
– T
c
= -
q ṁ
-
q ṁ
2.22 dimana :
q ṁ
=
1 ṁ
dan
q ṁ
=
1 ṁ
2.23 Maka setelah disubstitusikan persamaan 2.17 ke 2.16, maka akan
didapatkan: d T
h
– T
c
= -dq
1 ṁ
+
1 ṁ
2.24 dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.18, maka didapat:
d T
h
– T
c
= -U dA T
h
- T
c
1 ṁ
+
1 ṁ
2.25 selanjutnya persamaan 2.19 disederhanakan menjadi berikut:
d Th – Tc
Th − Tc
= - U dA
1 ṁ
+
1 ṁ
2.26 Dengan mengintegralkan persamaan 2.20 dan menganggap bahwa U
dan
1 ṁ
+
1 ṁ
adalah konstan dan batas integral ditunjukan pada gambar distribusi suhu maka didapatkan:
d Th – Tc
Th − Tc
= −
1 ṁ
+
1 ṁ
� 2.27
Maka hasil dari integral persamaan 2.21 didapat: ln T
ho
– T
co
– ln T
hi
– T
ci
= - U A
1 ṁ
+
1 ṁ
2.28 ln
Tho – Tco
Thi – Tci
= - U A
1 ṁ
+
1 ṁ
2.29 Berdasarkan neraca entalpi bahwa laju pindahan panas q :
Q = ṁ
h
Cp
h
T
hi
– T
ho
= ṁ
c
Cp
c
T
co
– T
ci
2.30 ṁ
h
Cp
h
=
Q −
; ṁ
c
Cp
c
=
Q −
2.31
Universitas Sumatera Utara
31 dengan mensubstitusikan persamaan 2.25 ke 2.23 maka didapatkan
ln
Tho – Tco
Thi – Tci
= - U A
− Q
+
− Q
2.32 q = U A
− −
−
− −
2.33 Dimana berdasarkan gambar dari distribusi suhu :
∆Ta = −
2.34 ∆Tb=
− 2.35
Jadi : q = U A
∆T −∆T
∆Tb ∆T
atau q = U A
∆T −∆T
∆Ta ∆T
2.36
2.9.2 Metode LMTD untuk aliran berlawanan
Variasi dari temperature fluida dingin dan fluida panas pada APK dengan arah aliran berlawanan ditunjukan pada gambar dibawah ini. Pada
kasus ini fluida dingin dan panas mengalir pada arah yang berlawanan. Temperatur keluaran fluida dingin dapat melebihi temperatur keluaran fluida
panas, namun hal seperti ini jarang dijumpai. Normalnya temperatur keluaran fluida dingin tidak melebihi temperatur keluaran fluida panas karena hal ini
tidak sesuai dengan pernyataan hokum kedua dari temodinamika.
Gambar 2.22 distribusi suhu APK aliran berlawanan Sumber : Output Autocad 2007, Juni 2015
Universitas Sumatera Utara
32 Untuk temperatur masuk dan keluar fluida yang telah ditetapkan, harga dari
LMTD untuk APK aliran berlawanan lebih besar dibandingkan dengan APK aliran sejajar dan untuk luasan pun APK aliran berlawanan lebih kecil
dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terlebih dahulu kita menentukan persamaan LMTD untuk aliran
berlawanan berikut.
dq = ṁ
h
Cp
h
-dT
h
= ṁ
c
Cp
c
-dt
c
2.37 pada persamaan 2.31 dapat dilihat bahwa nilai dari dT
h
dan dt
c
adalah negatif hal ini berbeda dengan APK aliran sejajar maka dengan perbedaan
tersebut dapat kita lihat bahwa: dT
h
= -
ṁ
; dTc =-
ṁ
2.38 persamaan 2.32 kemudian diturunkan menjadi:
dT
h
– dTc = d T
h
– T
c
= -
ṁ
-
ṁ
2.39 dimana berdasarkan persamaan 2.17 yang kemudian disubstitusikan ke
persamaan 2.33, maka didapat: d T
h
– T
c
= -d q
1 ṁ
−
1 ṁ
2.40 dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.34, didapat:
dT
h
– T
c
=- U dA T
h
- T
c
1 ṁ
−
1 ṁ
2.41
d Th – Tc
Th − Tc
= - U dA
1 ṁ
−
1 ṁ
2.42 Menurut neraca entalpi pada persamaan 2.23 dan 2.24 kemudian
mengintegralkan persamaan 2.34 dengan menganggap U dan
1 ṁ
−
1 ṁ
adalah konstan serta batas atas dan bawah yang ditunjukan pada gambar distribusi suhu APK aliran berlawanan maka didapat:
d Th – Tc
Th − Tc
= −
1 ṁ
+
1 ṁ
� 2.43
Maka hasil integral dari persamaan 2.37 didapat:
Universitas Sumatera Utara
33 ln T
ho
– T
ci
– ln T
hi
– T
co
= - U A
1 ṁ
−
1 ṁ
2.44 ln
Tho – Tci
Thi – Tco
= - U A
1 ṁ
−
1 ṁ
2.45 kemudian persamaan 2.39 diturunkan sehingga didapat:
ln
Tho – Tci
Thi – Tco
= -U A
− Q
−
− Q
2.46 dengan mensubstitusikan persamaan 13 ke 28 maka didapat:
Q = U A
− −
−
− −
2.47 Berdasarkan gambar distribusi suhu:
∆Ta = −
2.48 ∆Tb =
− 2.49
Jadi : q = U A
∆T −∆T
∆Tb ∆T
atau q =U A
∆T −∆T
∆Ta ∆T
2.50 Berdasarkan penurunan rumus yang telah dibahas sebelumnya maka
didapat: LMTD = =
∆T −∆T
∆Tb ∆T
=
∆T −∆T
∆Ta ∆T
2.51 Untuk aliran sejajar : ∆Ta =
− ;
∆Tb = −
2.52 Untuk aliran berlawanan : ∆Ta =
− ;
∆Tb = −
2.53 Catatan:
Analisis diatas dibuat berdasarkan hipotesa berikut : 1. Panas jenis fluida dianggap konstan saat melewati APK. Dalam
perhitungan praktis dicari panas jenis fluida pada suhu rata-rata didalam APK. Hal ini tidak jauh beda dengan kondisi sebenarnya.
2. Koefisien perpindahan panas menyeluruh U dianggap konstan untuk sepanjang permukaan APK.
3. Jika ∆Ta tidak berbeda lebih dari 50 dari ∆Tb, maka LMTD
dapat ∆TRL dapat diganti dengan ∆Tr aritmetik. Kesalahannya
hanya dibawah 1. 4.
∆TRL atau LMTD dapat juga dihitung dengan menggunakan grafik sebgai fungsi ∆Ta dan ∆Tb
Universitas Sumatera Utara
34 5. APK aliran berlawanan lebih efektif dibandingkan APK aliran
sejajar. Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai luas APK aliran
sejajar yang lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal ini dapat dibuktikan dengan menganggap bahwa koefisien pindahan panas
menyeluruh konstan nilai dari panas jenis fluida yang digunakan dan suhu masukkan dan keluaran kedua fluida baik fluida dingin maupun panas
dianggap sama. Sebagai contoh temperatur fluida panas masuk dan keluaran berturut-turut adalah 180
o
C dan 100
o
C sedangkan temperatur fluida dingin masuk dan keluar berturut-turut adalah 40
o
C dan 80
o
C, maka dapat dilihat bahwa:
�
= =
∆ ∆
Dengan menghitung dari nilai dari masing-masing � ∆
pada setiap aliran maka didapat:
� ∆ � ∆
= 1
� �
=
∆ ∆
� �
=
78,31 61,67
� �
= 1,27 Maka didapat perbandingannya yaitu:
A
as
= 1,27 A
ab
dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa luas apk yang dibutuhkan untuk kondisi yang sama namun konfigurasi yang berbeda maka
harga luas yang didapat pun berbeda. Dari perhitungan diatas didapat harga luas APK aliran berlawan jauh lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran
sejajar. Untuk beberapa aliran, LMTD atau
∆ perlu dikoreksi dengan
mengalikannya dengan faktor koreksi F. aliran menyilang dalam hal ini yang perlu dikalikan dengan factor koreksi f. sehingga untuk rumus perpindahan
panas yang terjadi di dalam APK menjadi: Q = U A F
∆ 2.54
Universitas Sumatera Utara
35 Dimana harga F didapat melalui grafik fungsi P dan R:
P =
− −
; R =
− −
=
ṁ ṁ
2.55 Dimana:
Ti = suhu fluida masuk cangkang To= suhu fluida keluar cangkang
ti = suhu fluida masuk tabung to= suhu fluida keluar tabung
2.10 Metode NTU
Metode perhitungan dengan LMTD dapat digunakan bila keempat suhu dari 2 fluida diketahui, yaitu fluida masuk fluida panas dan dingin, suhu fluida keluar
fluida panas dan dingin. Tetapi sering dalam persoalan APK yang diketahui suhu fluida panas dan dingin yang masuk. Maka dari itu digunakan metode NTU
yang diperkenalkan oleh Nusselt. Dalam hal ini diperkenalkan notasi dari keefektifan APK yang didefinisikan
sebagai berikut: Perpindahan laju pindahan panas real dengan perpindahan panas maksimum
secara teori dapat terjadi dengan kondisi fluida masuk sama ke dalam APL fluida, kapasitas, suhu sama
Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: E =
2.56
Gambar 2.23 distribusi suhu pada APK sejajar Sumber : Output Autocad 2007, Juni 2015
Universitas Sumatera Utara
36 Gambar 2.24
∆Tmax saat Tco mendekati Thi Sumber : Output Autocad 2007, Juni 2015
Gambar 2.25 ∆Tmax saat Tho mendekati Tci
Sumber : Output Autocad 2007, Juni 2015 Dalam APK aliran seja
jar, ∆Tmax tidak pernah tercapai. ∆Tmax tercapai untuk aliran berlawanan, dimana pada gambar B Tco mendekati Thi dan untuk gambar
C Tho mendekati Tci. Kemudian perkalian antara laju aliran massa dengan panas jenis disebut kapasitas panas yang dinotasikan dengan C.
C = ṁ.C
p
2.57 Untuk kapasitas fluida panas dituliskan:
ṁ
h
. C
ph
= C
h
2.58 dan untuk kapasitas fluida dingin dituliskan:
ṁ
c
. C
pc
= C
c
2.59 perpindahan panas maksimum yang terjadi berdasarkan teori dihitung dengan
menggunakan rumus q
max
= ṁ.C
p
min Thi-Tci 2.60
Maka berdasarkan persamaan yang telah kita tuliskan keefektifan APK menjadi:
Universitas Sumatera Utara
37 E =
ṁ −
ṁ −
dan E =
ṁ −
ṁ −
2.61 Bila
ṁ.C
p
min = ṁ
h
.C
ph
, maka keefektifan E menjadi, E =
− −
2.62 Bila
ṁ.C
p
min = ṁ
c
.C
pc
, maka keefektifan E menjadi, E =
− −
2.63 Sehingga dengan mengetahui keefektifan E dari APK, maka kita dapatkan laju
pindahan panas Q, q = E C
min
T
hi
-T
ci
dimana C
min
= ṁ Cpmin
2.64
Pada saat kita membahas metode perhitungan APK dengan metode LMTD, kita mendapatkan persamaan yaitu:
ln
Tho – Tco
Thi – Tci
= - U a
1 ṁ
−
1 ṁ
2.65
dimana C
h
= ṁ
dan C
c
= ṁ
maka didapatkan
ln
Tho – Tco
Thi – Tci
= - U a
1 Ch
−
1 Cc
2.66
Tho – Tco
Thi – Tci
=
− U a
1 C h
−
1 C c
2.67 Sebelumnya telah diketahui bahwa,
dq = U dA T
h
- T
c
2.68 berdasarkan neraca entalpi bahwa dq adalah:
dT
h
= -
Q ṁ
; dTc =
Q ṁ
2.69 q =
ṁ
h
Cp
h
T
hi
– T
ho
= ṁ
c
Cp
c
T
co
– T
ci
2.70 Dengan mensubstitusikan C
h
dan C
c
maka didapatkan, C
h
T
hi
– T
ho
= C
c
T
co
– T
ci
2.71 Tco = Tci +
Ch Cc
T
hi
– T
ho
2.72
Universitas Sumatera Utara
38 Persamaan diatas diselesaikan dengan manipulasi matematika, dimana
pada ruas kiri dan kanan masing-masing ditambahkan Tho-Tho dan Thi-Thi. maka didapatkan,
Tco + Tho - Tho = Tci + Thi –Thi +
Ch Cc
T
hi
– T
ho
2.73 Dengan menyusun kembali persamaan diatas maka didapatkan,
-Tho – Tco + Tho = - Thi – Tci+ Thi +
Ch Cc
T
hi
– T
ho
2.74 -Tho
– Tco = - Thi – Tci + Thi –Tho +
Ch Cc
T
hi
– T
ho
2.75 Dengan membagi persamaan diatas dengan -Thi
– Tci maka didapatkan,
Tho – Tco
Thi – Tci
= 1 –
Thi –Tho
Thi – Tci
−
Ch Cc
Thi – Tho
Thi – Tci
2.76 Dimana E bila Ch = C
min
=
Thi –Tho
Thi – Tci
Exp − 1 + = 1 – E -
Ch Cc
E 2.77
Exp − 1 + = 1 – E 1 +
Ch Cc
2.78 Maka nilai E didapatkan,
E =
1 −exp − 1+
1+
C h C c
2.79 Sedangkan untuk Cc = Cmin, nilai dari E dengan cara yang sama
seperti penurunan sebelumnya maka didapatkan, E =
1 −exp − 1+
1+
C c C h
2.80 Maka dapat disimpulkan untuk nilai E dari aliran sejajar yaitu :
E =
1 −exp − 1+
1+
2.81 Keefektifan dari sebuah alat penukar kalor memiliki hubungan
dengan bilangan tanpa dimensi yaitu UaC
min
dimana bilangan tanpa dimensi itu disebut dengan NTU atau Number of Tranfer Unit, bilangan ini dituliskan
sebagai berikut, NTU =
=
ṁ
2.82
Universitas Sumatera Utara
39 Perbandingan dari kapasitas panas atau CminCmax juga memiliki
hubungan dalam penentuan nilai efektifitas dari ebuah alat penukar kalor. Perbandingan kapasitas panas dapat dituliskan sebagai berikut,
c = 2.83
Dapat dituliskan juga bahwa efetifitas dari sebuah alat penukar kalor merupakan fungsi dari NTU dan c dari sebuah alat penukar kalor atau dapat
juga dituliskan sebagai berikut, E = fungsi
ṁ
, = fungsi NTU,c
2.84 Adapun hubungan antara alat efektifitas alat penukar kalor dengan
fungsi NTU dan c dapat kita lihat pada table dibawah ini. Tabel 2.3 hubungan efektifitas dengan NTU dan c
Sumber : cengel Dengan melihat hubungan antara efektifitas sebagai fungsi dari NTU dan
c, nilai dari efektifitas dapat ditentukan melalui grafik yang menunjukan hubungan tersebut. Adapun beberapa grafik efektifitas dari beberapa alat
penukar kalor dpat dilihat dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
40 Gambar 2.26 grafik efektifitas untuk aliran sejajar [10]
Sumber :cengel
Gambar 2.27 grafik efektifitas untuk aliran berlawanan [10] Sumber :cengel
Universitas Sumatera Utara
41
2.11 Program Ansys 14.5