Unit analisis Tahap Pengolahan Data

29

2. Pengumpulan Data adalah mengumpulkan data meliputi data primer

dan sekunder. Data primer yang dibutuhkan yaitu data Peta Penggunaan Lahan dan jaringan sungai yang di peroleh berdasarkan dari Citra Quickbird Kecamatan Bantul dan data Peta NDVI yang dibuat dari dari Citra Aster. Serta penyebaran kuesioner angket mengena perilaku individu terhadap penyakit leptospirosis. Data sekunder yang dibutuhkan yaitu data Peta tekstur tanah Kecamatan Bantul dan data lokasi tempat pembuangan sampah. Untuk data penderita penyakit leptospirosis di dapatkan dari dinas Kesehatan Kabupaten Bantul.

1.7.3. Unit analisis

Penelitian ini akan mengkaji mengenai pola persebaran penyakit leptospirosis di Kecamatan Bantul. Cakupan daerah penelitian meliputi Kecamatan Bantul yang terdiri dari lima Desa. Unit pemetaan pada penelitian ini adalah Desa. Untuk unit analisis pada penelitian ini adalah satuan lahan dimana didapatkan dari hasil tumpang susun dari beberapa parameter yang digunakan dalam penelitian ini.

1.7.4. Tahap Pengolahan Data

1. Pembuatan Peta Dasar Peta dasar didalam penelitian ini merupakan peta yang diturunkan dari Peta RBI Kabupaten Bantul skala 1:25.000. Informasi yang didapat yaitu batas administrasi kecamatan dan kelurahan, toponimi, jaringan jalan. Informasi yang didapat yaitu dengan cara mendigitasi secara on- screen, peta dasar ini yang selanjutnya digunakan sabagai pembatasan daerah penelitian. 2. Mengubah data register menjadi data spasial Pengubahan data ini dilakukan pada data lokasi penderita penyakit leptospirosis. Langkah yang dilakukan yaitu dengan cara melakukan pengeplotan titik-titik lokasi penderita leptospirosis dengan 30 menggunakan GPS. Hasil penginputan tersebut kemudian ditampalkan pada peta dasar Kecamatan Bantul. Hasilnya yaitu peta persebaran penyakit leptospirosis di Kecamatan Bantul. Data ini kemudian digunakan untuk tahap analisis pola persebaran penyakit leptospirosis. 3. Interpretasi Citra Quickbird Interpretasi menggunakan citra Quickbird dilakukan untuk menginterpretasi penggunaan lahan dan mengklasifikasikannya berdasarkan klasifikasi yang dipakai sesuai dengan tingkat informasi yang ingin dicapai. Deliniasi dan klasifikasi penggunaan lahan untuk membedakan lahan permukiman dengan lahan non permukiman. Ekstraksi data Quickbird ini dilakukan untuk mendapatkan faktor lingkungan berupa penggunaan lahan dan jaringan sungai. Untuk mendapatkan data penggunaan lahan dan jaringan sungai dilakukan dengan cara interpretasi sacar visual dengan melakukan digitasi on- screen menggunakan software ArcGis 10.2. Interpretasi yang dilakukan akan mudah apabila memperhatikan 9 kunci interpretasi dalam mengenali suatu obyek. 4. Interpretasi Penggunaan Lahan Perkembangbiakan penyakit leptospirosis sangat berpengaruh terhadap kondisi lingkungan sekitar, misalnya banyak genangan, permukiman padat dan tidak teratur. Permukiman yang kumuh dan tidak teratur merupakan tempat tinggal tikus dan disitulah akan banyak terjadi penyebaran penyakit secara cepat karena adanya host, agent serta lingkungan yang mendukung. Permukiman dengan kepadatan tinggi akan mempunyai resiko terkena penyakit leptospirosis yang tinggi dibanding permukiman yang teratur. Tabel 1. 4 Kriteria pola permukiman Pola tidak teratur Sebagian rumah saja yang menghadap ke jalan, luas kapling, bentuk rumah tidak seragam. Pola teratur Hampir semua rumah menghadap ke jalan, luas kapling rumah dan bentuk rumah relative seragam. Sumber: Ditjen Cipta Karya, Dep.PU th, 1979 31 Tabel 1. 5 Skoring penggunaan lahan Penggunaan lahan Skor Permukiman tidak teratur 3 Permukiman teratur, Sawah irigasi, air tawar 2 Gudang, tanah berbatu, air laut, empang, hutan, hutan rawa, belukar, pasir darat, rawa, kebun, tegalan, sawah tadah hujan 1 Sumber: Sunaryo, 2009 5. Peta Kerapatan Vegetasi Tingkat kerapatan vegetasi berpengaruh terhadap keberadaan reservoir tikus. Vegetasi di sekitar permukiman dengan kerapatan sedang merupakan tempat untuk bersembunyi atau sarang tikus. Vegetasi dengan kerapatan tinggi seperti hutan, semak belukar, sawah sebenarnya tempat yang banyak di jumpai tikus, namun peran tikus sawah dan tikus hutan dalam menularkan Leptospirosis kepada manusia lebih rendah dibandingkan dengan tikus rumah atau tikus got Ristiyanto,2006 dalam Sunaryo,2008. Tabel 1. 6 Skoring Kerapatan Vegetasi Vegetasi Skor Vegetasi Jarang sedang 3 Vegetasi Rapat 2 Tidak adaVegetasi 1 Sumber: Sunaryo, 2009 6. Peta Jaringan Sungai Beberapa penelitian yang menyatakan bahwa banjir merupakan faktor resiko leptospirosis. Barcellos 2001, Roger et all 2004 bahwa konsentrasi kasus penyakit leptospirosis lebih dominan pada daerah banjir. Pada saat terjadi banjir tikus-tikus keluar dari sarangnya dan akan mencemari genangan air dengan air kencing. Jarak permukiman 32 yang kurang dari 50 m dari sungai akan berpotensi terkena penyakit leptospirosis lebih tinggi dari pada yang lebih dari 300 m Sunaryo. Tabel 1. 7 Skoring Buffer Sungai Buffer Sungai Skor 50 m 3 50 – 300 m 2 300 m 1 Sumber: Sunaryo, 2009 7. Peta Tekstur Tanah Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap keberadaan genangan air di suatu lokasi. Tekstur tanah lempung clay merupakan tekstur tanah dengan tingkat permaebilitas daya resapan air yang rendah, sehingga dapat menahan keberadaan banjir atau genangan air yang lebih lama dibandingkan tekstur tanah debuan dan pasiran. Keberadaan genangan air yang bertahan lama merupakan wahana terjadinya penularan leptospirosis baik melalui air genangan yang terkontaminasi bakteri maupun bagian tanah yang becek Sunaryo, 2009. Tabel 1. 8 Skoring Tekstur Tanah Tekstur Tanah Skor Tekstur Lempung 3 Tekstur Debu 2 Tekstur Pasiran 1 Sumber: Sunaryo, 2009 8. Peta Lokasi Tempat Pembuangan sampah Sementara Tikus senang berkeliaran di tempat sampah untuk mencari makanan. Jarak rumah yang dekat dengan tempat pengumpulan sampah mengakibatkan tikus dapat masuk ke rumah dan kencing di sembarang tempat. Jarak rumah yang kurang dari 500 m dari tempat pengumpulan sampah menunjukkan kasus leptospirosis lebih besar dibanding yang 33 lebih dari 500 m. Jarak rumah yang kurang dari 750 m dari tempat sampah juga menunjukkan kasus leptospirosis lebih besar dibanding yang lebih dari 750 m Dwi Sarwani S R, 2005 Tabel 1. 9 Skoring Buffer Tempat Sampah Buffer Tempat Sampah Skor 500 m 3 500 – 750 m 2 750 m 1 Sumber: Dwi Sarwani S R, 2005

1.7.5. Tahap Survey lapangan