didasarkan atas komposisi partikel halus dan partikel kasar Komposisi partikel halus merupakan perbandingan konsentrasi PM
2,5
dalam TSP, sedangkan komposisi partikel kasar merupakan perbandingan selisih konsentrasi TSP dan PM
2,5
dengan konsentrasi TSP.
Parameter kimia yang dianalisis untuk menentukan komposisi kimianya dalam masing- masing jenis partikulat adalah sulfat, nitrat, dan ammonium yang mewakili unsur-unsur
yang terbentuk karena reaksi di atmosfer, dan 10 elemen logam yaitu Na, K, Fe, Al, Si, yang mewakili elemen-elemen yang dihasilkan proses alamiah seperti debu dan garam laut
serta Pb, Zn, Mg, Ca, dan Cu yang mewakili elemen-elemen yang dihasilkan akibat aktivitas manusia. Untuk mencairkan partikulat yang telah terkumpul di filter, dilakukan
metode ekstraksi. Untuk analisis senyawa sulfat, nitrat dan ammonium, ekstraksi dilakukan dengan melarutkan filter ke dalam aquades dan dilakukan refluks dengan refluxing
apparatus selama 90 menit. Terhadap cairan hasil ekstraksi ini, dilakukan analisis sulfat dengan metode Barium Sulfat, analisis nitrat dengan metode Brucine dan analisis
ammonium dengan metode Indophenol. Perangkat analisis yang digunakan adalah spektrofotometer. Untuk analisis elemen logam, filter diekstraksi dengan asam nitrat dan
dipanaskan di atas hot plate selama 4-6 jam hingga seluruh logam yang terkandung dalam partikulat larut ke dalam larutan asam. Hasil ekstraksi yang didapat selanjutnya di ukur
dengan alat AAS Atomic Absorption Spectroscopy untuk masing-masing elemen logam yang dianalisis.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik fisik partikulat yang ditinjau dalam penelitian ini adalah konsentrasi dan distribusi ukuran partikel. Konsentrasi partikulat untuk semua jenis yaitu TSP, PM
10
dan PM
2,5
lebih besar di daerah urban kawasan Lubuk Begalung daripada daerah non urban kawasan Balai Baru. Rata-rata konsentrasi partikulat di daerah urban untuk jenis TSP
adalah 245,050 gm
3
,
untuk PM
10
92,171 gm
3
dan untuk PM
2,5
60,798 gm
3
. Konsentrasi rata-rata partikulat di daerah non urban berturut-turut untuk jenis TSP, PM10
dan PM2,5 adalah 141,494 gm
3
, 45,755 gm
3
dan 25,641 gm
3
. Hasil analisis terhadap konsentrasi dan kontribusi masing-masing jenis partikulat pada daerah urban dan daerah
non urban dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
5
Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di daerah urban lainnya di Kota Padang, yaitu kawasan Pasar Raya tahun 2004, didapatkan adanya peningkatan konsentrasi
partikulat di kawasan Lubuk Begalung untuk semua jenis partikulat. Di kawasan Pasar Raya 2004 didapatkan rata-rata konsentrasi TSP 238,609
gm
3
, konsentrasi PM
10
67,610 gm
3
dan konsentrasi PM
2,5
43,231 gm
3
Ruslinda, 2007. Peningkatan konsentrasi partikulat ini dikarenakan lebih beragamnya aktivitas perkotaan yang
ditemukan di kawasan Lubuk Begalung, selain dari aktivitas transportasi dan komersil, kehadiran beberapa industri di sekitar lokasi juga mempengaruhi konsentrasi partikulat.
Tabel 1. Konsentrasi dan Kontribusi Partikulat di Daerah Urban Kawasan Lubuk Begalung
Sampel Konsentrasi Partikulat mgm
3
Kontribusi Partikulat TSP
PM 10 PM 2,5
PM 10TSP PM 2,5TSP PM 2,5 PM 10
1 261,782
99,534 69,065
38,02 26,38
69,39 2
237,458 84,035
50,441 35,39
21,24 60,02
3 254,287
89,342 56,279
35,13 22,13
62,99 4
255,937 98,462
64,764 38,47
25,30 65,78
5 215,560
87,613 60,077
40,64 27,87
68,57 6
245,274 94,038
64,162 38,34
26,16 68,23
Rata-rata 245,050
92,171 60,798
37,61 24,81
65,96
Tabel 2. Konsentrasi dan Kontribusi Partikulat di Daerah Non Urban Kawasan Balai Baru
Sampel Konsentrasi Partikulat mgm
3
Kontribusi Partikulat TSP
PM 10 PM 2,5
PM 10TSP PM 2,5TSP PM 2,5PM 10
1 131,729
42,150 26,093
32,00 19,81
61,91 2
153,235 49,284
30,174 32,16
19,69 61,22
3 146,288
47,199 26,166
32,26 17,89
55,44 4
134,725 44,388
20,131 32,95
14,94 45,35
5 140,471
45,168 24,245
32,15 17,26
53,68 6
142,518 46,339
27,034 32,51
18,97 58,34
Rata-rata 141,494
45,755 25,641
32,34 18,09
56,04
Rasio konsentrasi partikulat di daerah urban dengan konsentrasinya di daerah non urban didapatkan untuk TSP adalah 1,73, untuk PM
10
2,01 dan untuk PM
2,5
2,37. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh perbedaan lokasi terhadap konsentrasi partikulat
di udara ambien Kota Padang. Rata-rata konsentrasi partikulat di daerah urban kira- kira 2 kali dari konsentrasinya di daerah non urban. Perbedaan konsentrasi partikulat di daerah
6
urban dan daerah non urban disebabkan adanya perbedaan aktivitas yang menghasilkan sumber partikulat di udara ambien. Di derah urban kawasan Lubuk Begalung aktivitas
yang ada lebih banyak dan lebih bervariasi seperti aktivitas transportasi, komersil, domestik dan industri di sekitar lokasi sampling, sedangkan di daerah non urban kawasan
Balai Baru aktivitas yang ada hanya dari domestik pemukiman penduduk saja, sehingga dapat digunakan sebagai background untuk pencemaran udara di Kota Padang.
Jika dibandingkan dengan baku mutu untuk partikulat di udara ambien berdasarkan PP no. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, maka didapatkan konsentrasi TSP
untuk daerah urban kawasan Lubuk Begalung telah melewati ambang baku mutu yang ditetapkan untuk TSP yaitu 230
gm
3
, karena pada lokasi tersebut konsentrasi rata-rata TSP sudah mencapai 245,050
gm
3
. Namun untuk konsentrasi TSP di daerah non urban masih di bawah baku mutu yang ditetapkan. Konsentrasi PM
10
dan PM
2,5
di daerah urban dan non urban masih di bawah baku mutu yang ditetapkan. Baku mutu untuk PM
10
adalah 150
gm
3
dan untuk PM
2,5
65 gm
3
. Namun untuk PM
2,5
di daerah urban dengan konsentrasinya 60,798
gm
3
, berarti hampir mendekati baku mutu yang ditetapkan. Untuk itu sudah saatnya di Kota Padang dilakukan pengelolaan terhadap kualitas udara ambien
perkotaannya, yaitu dengan pemantauanmonitoring kualitas udara yang rutin dan melakukan pencegahan dan pengendalian pencemaran udara. Pemantauan kualitas udara
dapat rutin dilakukan jika di Kota Padang telah ada stasiun monitoring kualitas udara otomatis seperti kota-kota besar lannya di Indonesia. Alat ini dapat mengukur beberapa
parameter pencemar yang penting di udara ambien dan hasil pengukuran juga dapat diketahui masyarakat dengan adanya penempatan display di beberapa lokasi yang strategis,
sehingga masyarakat juga dapat mengetahui dan memantau kualitas udara dan dapat melakukan antisipasi jika kualitas udara menurun yang berakibat terhadap kesehatan,
terutama saluran pernapasan. Perbandingan konsentrasi partikulat yang dihasilkan dalam penelitian ini dengan baku mutu dapat dilihat pada Gambar 1.
7
Gambar 1. Perbandingan Konsentrasi Partikulat di Udara Ambien Kota Padang dangan Baku Mutu
Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat kontribusi masing-masing jenis partikulat yaitu kontribusi PM
10
dalam TSP, kontribusi PM
2,5
dalam TSP, dan konsentrasi PM
2,5
dalam PM
10
. Dari hasil penelitian ini didapatkan kontribusi PM
10
dan PM
2,5
dalam TSP lebih besar pada sampling di daerah urban. Ini berarti kehadiran pencemar partikulat jenis PM
10
dan PM
2,5
di daerah urban lebih besar dibandingkan daerah non urban. Kontribusi PM
10
dalam TSP di daerah urban sebesar 38 dan untuk PM
2,5
25, sedangkan kontribusi PM
10
dalam TSP di daerah non urban sebesar 32 dan kontribusi PM
2,5
dalam TSP sebesar 18. Kontribusi PM
10
dan PM
2,5
dalam TSP dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kontribusi PM
10
dan PM
2,5
dalam TSP di Udara Ambien Kota Padang
Dari tabel-tabel tersebut juga dapat dilihat kontribusi PM
2,5
dalam PM
10
. Dari hasil pengolahan data didapatkan kontribusi PM
2,5
dalam PM
10
pada daerah urban sebesar 66 dan di daerah non urban sebesar 56. Hal ini berarti lebih dari separuh PM
10
terdiri dari
8
PM
2,5
. Besarnya kontribusi PM
10
dan PM
2,5
di daerah urban dikarenakan aktivitas perkotaan seperti transportasi, komersil dan industri lebih banyak mengemisikan jenis
partikel ini ke udara ambien dibandingkan daerah background. Kehadiran PM
10
dan PM
2,5
di udara ambien berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama kesehatan saluran pernapasan Hien, 2003. Sesuai dengan data Dinas Kesehatan Kota Padang,
selama 10 tahun terakhir penyakit ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Kota Padang menduduki rangking teratas dalam 10 penyakit terbanyak. Hal ini diduga juga ada
kaitannya dengan kualitas udara perkotaan yang menurun, yang dapat dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut.
Dalam penelitian ini didapatkan kontribusi partikel kasar baik di daerah urban maupun daerah non urban lebih besar dibandingkan kontribusi partikel halus. Kontribusi partikel
kasar sebesar 75-82 dan kontribusi partikel halus 18-25 dari massa total TSP. Sebagai perbandingan, hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh NAPS National Air Pollution Surveilance network di 14 daerah urban di Kolumbia yang dilakukan secara simultan dari tahun 1986 hingga 1994, dimana dari penelitian ini
diperoleh kontribusi partikel kasar pada TSP adalah sekitar 75 dari massa total TSP Pakkanen, 2000.
Di daerah urban terjadi peningkatan kontribusi partikel halus. Kontribusi partikel halus di udara ambien daerah urban kawasan Lubuk Begalung sekitar seperempat dari partikel
tersuspensi yang melayang-layang di udara 25, sedangkan kontribusi partikel halus di daerah non urban hampir seperlima dari partikel tersuspensi 18. Ini menunjukkan
besarnya kehadiran partikel halus di daerah urban dikarenakan aktivitas antropogenik yang berlangsung di sekitar lokasi cukup banyak dan bervariasi, seperti aktivitas transportasi
yang cukup padat, serta aktivitas komersil dan industri. Aktivitas ini akan mengemisikan partikel halus ke udara ambien. Sebaliknya pada daerah non urban besarnya kehadiran
partikel kasar diduga lebih diakibatkan proses alamiah, seperti partikel yang terbawa oleh angin. Gambar 3 memperlihatkan distribusi partikulat di udara ambien Kota Padang.
9
Gambar 3. Distribusi Ukuran Partikulat di Udara Ambien Kota Padang
Bila dibandingkan dengan penelitian terdahulu di kawasan Pasar Raya Padang dimana kontribusi rata-rata partikel halus dan partikel kasar dalam TSP masing-masing adalah
sebesar 18 dan 82 Hafidawati, 2007, sedangkan di kawasan Lubuk Begalung kontribusi partikel halus sebesar 25 dan kontribusi partikel kasar sebesar 75, maka
terlihat adanya peningkatan kontribusi partikel halus dalam TSP pada penelitian di kawasan Lubuk Begalung ini. Hal ini dikarenakan aktivitas di sekitar lokasi yang
mengemisikan partikulat lebih beragam, diantaranya kegiatan transportasi, industri, institusi, dan komersil.
Gambar 4 sampai Gambar 6 berturut-turut memperlihatkan komposisi kimia dalam partikulat jenis TSP, PM
10
dan PM
2,5
di udara ambien daerah urban dan non urban kota Padang. Komposisi kimia terbesar hingga terkecil dalam TSP di udara ambien daerah
urban berturut-turut adalah Ca, Na, Sulfat, Mg, Fe, Zn, Si, Nitrat, Al, K, Ammonium, Pb dan Cu, dan di daerah non urban adalah Mg, Sulfat, Na, Ammonium, Nitrat, Ca, Fe, Al,
Cu, K, Si, Zn dan Pb. Dengan demikian didapatkan pada
10
Gambar 4. Komposisi Kimia dalam TSP di Udara Ambien Kota Padang
Gambar 5. Komposisi Kimia dalam PM
10
di Udara Ambien Kota Padang
Gambar 6. Komposisi Kimia dalam PM
2,5
di Udara Ambien Kota Padang daerah urban komposisi terbesar dalam TSP adalah partikel Ca, sedangkan pada daerah
non urban partikel Mg yang lebih dominan. Besarnya komposisi Ca di daerah urban diduga 11
berasal dari aktivitas industri yang ada di sekitar lokasi, yaitu industri semen dan karet. Untuk daerah non urban keberadaan Mg diduga karena adanya pengaruh transpor elemen
tersebut dari daerah pantai. Partikel Mg dalam ukuran besar biasanya berasal dari semburan air laut sea spray Hien, 2003.
Komposisi kimia dalam PM
10
dan PM
2,5
lebih didominasi oleh partikel Sulfat baik di daerah urban maupun daerah non urban. Partikel Sulfat diduga berasal dari aktivitas
industri dan transportasi di sekitar lokasi yang mengemisikan gas SO
2
ke udara ambien. Gas SO
2
ini mengalami proses transformasi di atmosfer menjadi partikel Sulfat. Komposisi kimia dalam PM
10
di daerah urban dari yang terbesar hingga terkecil adalah Sulfat, Na, Ca, Mg, Fe, Al, Ammonium, Zn, Nitrat, K, Si, Pb, dan Cu, sedangkan di daerah
non urban adalah Sulfat, Na, Ammonium, Mg, Ca, Al, Nitrat, Fe, Cu, Zn, K, Si, dan Pb. Komposisi kimia dalam PM
2,5
dari yang terbesar hingga terkecil di daerah urban adalah Sulfat, Ammonium, Na, Zn, Ca, Fe, Mg, Al, K, Nitrat, Si, Pb, dan Cu, serta di daerah non
urban adalah Sulfat, Ammonium, Na, Al, Ca, Fe, Mg, K, Nitrat, Si, Pb, Cu, dan Zn.
Dari analisis komposisi kimia partikulat tersebut juga didapatkan untuk semua jenis partikulat TSP, PM
10
dan PM
2,5
komposisi semua parameter yang dianalisis lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah non urban kecuali untuk Ammonium dan Cu. Hal ini
dikarenakan sumber partikulat yang menghasilkan semua parameter yang dianalisis kecuali Ammonium dan Cu lebih banyak di daerah urban dibandingkan daerah non
urban, sedangkan untuk Ammonium dan Cu keberadaannya lebih banyak di daerah non urban, diduga dihasilkan oleh dekomposisi senyawa organik akibat aktivitas pertanian,
peternakan, buangan domestik dan pembakaran sampah di sekitar lokasi.
Khusus untuk partikel Pb, baku mutunya di udara ambien dalam TSP sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999, yaitu sebesar 2
gm
3
. Dari penelitian ini
didapatkan konsentrasi Pb dalam TSP terbesar adalah untuk daerah urban kawasan Lubuk Begalung, yaitu 0,648
gm
3
, berarti konsentrasi ini belum melewati baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Namun bila dibandingkan dengan standar internasional, yakni
standar World Health Organization WHO sebesar 0,5 gm
3
Tanner, 2002, maka konsentrasi Pb pada TSP di daerah urban telah melewati standar internasional. Untuk itu
12
perlu dilakukan usaha untuk mengurangi keberadaan partikel timbal di udara ambien, yang diduga paling besar berasal dari aktivitas transportasi dengan salah satunya adalah
menyukseskan program pemerintah dalam pemakaian bensin non timbal.
Dari hasil pengolahan data terhadap komposisi kimia dalam partikel jenis TSP, PM
10
dan PM
2,5
ini juga dapat dihasilkan komposisi kimia pada partikel halus dan partikel kasar. Komposisi kimia dalam partikel halus dari yang terbesar hingga terkecil di daerah urban
adalah Sulfat, Ammonium, Na, Zn, Ca, Fe, Mg, Al, K, Nitrat, Si, Pb, dan Cu, sedangkan komposisi kimia dalam partikel kasar adalah Ca, Na, Mg, Sulfat, Fe, Si, Zn, Nitrat, K, Al,
Pb, Ammonium dan Cu. Di daerah non urban, komposisi kimia dalam partikel halus dari yang terbesar hingga terkecil adalah Sulfat, Ammonium, Na, Al, Ca, Fe, Mg, K, Nitrat, Si,
Pb, Cu, dan Zn, serta dalam partikel kasar adalah Mg, Na, Nitrat, Sulfat, Fe, Ca, Cu, K, Si, Ammonium, Al, Zn dan Pb. Gambar 7 dan Gambar 8 memperlihatkan komposisi kimia
dalam partikel halus dan partikel kasar di udara ambien daerah urban dan non urban Kota Padang.
Komposisi terbesar dari elemen kimia yang dianalisis dalam penelitian ini untuk partikel halus adalah Sulfat dan untuk partikel kasar di daerah urban adalah Ca dan daerah non
urban adalah Mg. Komposisi Sulfat pada partikel halus berkisar antara 11-12. Ini menunjukkan jika Sulfat lebih cenderung berada pada partikel halus. Sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Tanner, 2002
menyatakan sulfat lebih stabil berada pada partikel halus dalam bentuk Ammonium Sulfat. Komposisi Ca pada partikel kasar di
daerah urban sebesar 15, yang keberadaannya pada daerah urban ini diduga berasal dari aktivitas industri semen dan erosi batu kapur yang berada di sekitar lokasi. Untuk daerah
non urban, partikel kasarnya di dominasi oleh elemen Mg, yang diduga berasal dari transpor polutan dari pantai sea apray dan debu jalanan.
13
Gambar 7. Komposisi Kimia Partikel Halus dan Partikel Kasar di Daerah Urban
Gambar 8. Komposisi Kimia Partikel Halus dan Partikel Kasar di Daerah Non Urban
Jika dibandingkan dengan penelitian di daerah urban lainnya di Kota Padang, yaitu di Kawasan Pasar Raya, didapatkan komposisi kimia terbesar dalam partikel halus adalah
Sulfat Ruslinda, 2008 dan dalam partikel kasar adalah logam Na Ruslinda, 2005. Hal ini berarti di daerah urban kota Padang pada partikel halus didominasi oleh partikel Sulfat,
sedangkan pada partikel kasar terdapat perbedaan, dimana pada kawasan Lubuk Begalung logam Ca yang lebih dominan. Ini dikarenakan adanya perbedaan sumber emisi partikulat.
Keberadaan Na di kawasan Pasar Raya merupakan emisi dari semburan air laut sea spray yang berjarak hanya sekitar 1 Km, sedangkan keberadaan Ca di kawasan Lubuk Begalung
diduga berasal dari aktivitas industri semen di sekitar lokasi.
Karakteristik komponen anorganik yang berasal dari berbagai sumber dapat dijadikan sebagai penentu sumber yang mengemisinya. Menurut Pakkanen 2000, pembagian
14
komponen kimia anorganik berdasarkan sumber asalnya terdiri atas unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer, elemen-elemen yang dihasilkan proses alamiah seperti
debu dan garam laut serta elemen-elemen yang dihasilkan akibat aktivitas manusia kegiatan antropogenik. Dalam penelitian ini unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di
atmosfer diwakili oleh parameter Sulfat, Nitrat dan Ammonium, elemen-elemen yang dihasilkan proses alamiah seperti debu dan garam laut diwakili oleh elemen logam Na, K,
Fe, Al, Si, serta elemen-elemen yang dihasilkan akibat aktivitas manusia diwakili oleh elemem logam Pb, Zn, Mg, Ca, dan Cu. Komposisi kimia berdasarkan sumber asalnya
dalam partikel halus dan partikel kasar ditampilkan pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Gambar 9. Komposisi Kimia Berdasarkan Sumber Asalnya dalam Partikel Halus
Gambar 10. Komposisi Kimia Berdasarkan Sumber Asalnya dalam Partikel Halus Dari gambar-gambar tersebut didapatkan untuk partikel halus baik pada daerah urban dan
daerah non urban, komposisi terbesarnya merupakan unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer dengan komposisi berkisar 18-19, sedangkan komposisi terbesar
dalam partikel kasar merupakan elemen yang dihasilkan dari aktivitas
15
manusiaantropogenik 6-21 dan elemen yang dihasilkan dari proses alamiah seperti debu dan garam laut 4-15. Partikel Sulfat, Nitrat dan Ammonium merupakan unsur-
unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer. Keberadaan sulfat dan nitrat di atmosfer tergantung pada laju proses kimia yang mengubah oksida sulfur dan nitrogen menjadi
asam, dan mengubah asam menjadi partikel . Sedangkan keberadaan Ammonium dalam
partikel, akibat bereaksinya gas amonia dengan droplet air dan membentuk senyawa ammonium NH
4
yang biasanya dijumpai dalam aerosol atmosferik. Gas amonia sebagian besar dihasilkan dari proses biologis, seperti kotoran manusia dan hewan, proses
amonifikasi humus yang diemisikan dari tanah dan proses industri. Senyawa-senyawa ini memberikan kontribusi terbesar terhadap asiditas atmosferik, sedangkan deposisinya dapat
memberikan dampak terhadap asiditas badan air dan mempengaruhi kualitas material Pakkanen, 2000
Pada umumnya senyawa sulfat dan nitrat pada partikel halus terbentuk dari reaksi fasa gas antara amonia NH
3
dan asam sulfat H
2
SO
4
atau asam nitrat HNO
3
. Reaksi pembentukan partikel halus sulfat dan nitrat adalah:
H
2
SO
4 g
+ 2NH
3 g
→ NH
4 2
SO
4 s
1 HNO
3 g
+ NH
3 g
NH
4
NO
3 s
2 Dari reaksi di atas terlihat, untuk menetralisir satu mol sulfat dibutuhkan dua mol gas
amonia, oleh sebab itu amonium di atmosfer akan lebih cenderung bereaksi dengan H
2
SO
4
daripada dengan HNO
3
. Reaksi antara sulfat dan amonia merupakan reaksi yang reversible sementara reaksi antara nitrat dan amonium merupakan reaksi yang irreversible. Dengan
kata lain sulfat stabil dalam bentuk amonium sulfat, sementara nitrat kurang stabil dalam bentuk amonium nitrat. Dengan pengaruh, temperatur amonium nitrat akan terurai lagi
menjadi asam nitrat dan amonia, kemudian asam nitrat akan bereaksi dengan crustal material untuk daerah daratan dan dengan sea spray material untuk daerah pantai
membentuk partikel kasar nitrat Tanner, 2002.
Dalam penelitian ini komposisi terbesar dalam partikel kasar terdiri dari elemen-elemen yang dihasilkan karena aktivitas manusia dan karena proses alamiah. Di daerah urban Kota
Padang sangat terlihat jelas perbedaan antara komposisi kedua elemen ini dengan komposisi unsur-unsur yang terbentuk karena adanya reaksi di atmosfer, sementara di
daerah non urban perbedaan tidak begitu jelas. Besarnya komposisi elemen-elemen yang 16
dihasilkan karena aktivitas manusia di daerah urban dikarenakan tingginya konsentrasi Ca di sekitar lokasi. Keberadaan Ca ini diduga dari aktivitas industri semen, yang sebagian
bahan bakunya merupakan batu kapur dan dari erosi batu kapur yang tertiup angin di sekitar lokasi. Untuk komposisi elemen-elemen yang dihasilkan dari proses alamiah di
daerah urban, kontribusi terbesar adalah dari partikel Na, yang diduga berasal dari transpor polutan dari daerah pantai sea spray. Hal ini juga sesuai dengan literatur, dimana
kandungan senyawa kimia partikel kasar umumnya adalah logam Fe, Ca, Na, Si, Al serta senyawa Cl Pakkanen, 2000.
4. KESIMPULAN