KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA PARTIKULAT DI UDARA AMBIEN DAERAH URBAN DAN NON URBAN KOTA PADANG PHYSICAL AND CHEMICAL CHARACTERISTICS OF URBAN AND NON-URBAN AMBIENT AIR AT PADANG CITY.

(1)

B. DRAF ARTIKEL PENELITIAN

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA PARTIKULAT DI UDARA

AMBIEN DAERAH URBAN DAN NON URBAN KOTA PADANG

PHYSICAL AND CHEMICAL CHARACTERISTICS OF URBAN AND

NON-URBAN AMBIENT AIR AT PADANG CITY

Yenni Ruslinda1), Hafidawati1), Dewi Fitria1)

1)Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Email: Yenni@ft.unand.ac.id

Abstrak

Konsentrasi partikulat jenis TSP (Total Suspended Particulate), PM10 dan PM2,5 di daerah urban (kawasan

Lubuk Begalung) lebih besar 2 kali dari konsentrasi partikulat di daerah non urban (kawasan Balai Baru), dikarenakan adanya perbedaan aktivitas yang mengemisikan partikulat ke udara ambien. Distribusi ukuran partikulat di udara ambien daerah urban maupun daerah non urban Kota Padang didapatkan komposisi partikel kasar (75-82%) lebih besar dari komposisi partikel halus (18-25%). Namun untuk daerah urban terjadi peningkatan komposisi partikel halus.Komposisi kimia terbesar dari parameter yang dianalisis dalam partikel halus (PM2,5) dan PM10 baik di daerah urban dan non urban adalah senyawa Sulfat, sedangkan

dalam partikel kasar dan TSP komposisi kimia terbesar untuk daerah urban adalah logam Ca dan untuk daerah non urban adalah logam Mg.

Kata kunci: partikulat, udara ambien, daerah urban, daerah non urban

Abstract

TSP (Total Suspended Particulate) of particulate concentration, PM10 dan PM2,5 at urban area (Lubuk

Begalung area) are double of non-urban area (Balai Baru area). These come from different activities that produce particulate to ambient air. For particulate size distribution at ambient air, both for urban and non-urban area, it is found that coarse particles composition (75-82%) is greater than fine particles composition (18-25%). However, at urban area, the fine particles composition is increased. From the analyzed parameter, the greatest chemical composition in fine particles (PM2,5) dan PM10, both at urban and non-urban area, is

sulfate compound. In coarse particles and TSP, the greates chemical composition for urban area is Ca, while for non-urban area is Mg.


(2)

1. PENDAHULUAN

Kegiatan perkotaan yang meliputi kegiatan di sektor pemukiman, transportasi, komersial, industri dan sektor penunjang lainnya merupakan kegiatan yang potensial dalam merubah kualitas udara perkotaan (daerah urban). Semakin berkembangnya suatu kota, semakin besar pula beban pencemaran udara yang di keluarkan ke atmosfer perkotaan. Dari polutan-polutan yang teremisikan tersebut, partikulat (partikel di udara) menjadi polutan yang sangat penting karena dari beberapa studi yang pernah dilakukan menunjukkan meskipun partikulat merupakan bagian terkecil dari total massa polutan yang teremisikan ke atmosfer, tetapi pengaruh-pengaruh yang ditimbulkannya lebih berbahaya dari jenis polutan lainnya. Pengaruh-pengaruh tersebut antara lain membahayakan kesehatan manusia, menurunkan kualitas lingkungan dan mempengaruhi kualitas material. Besarnya pengaruh-pengaruh ini merupakan fungsi dari distribusi ukuran partikel, konsentrasi dan komposisi fisik dan kimia partikulat (Chow, 1995).

Partikulat adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penyebaran partikel-partikel padat dan partikel-partikel-partikel-partikel cair di atmosfer dalam kondisi normal, yang memiliki ukuran lebih besar dari sebuah molekul (± 0,0002 μm) dan kecil dari 500 μm. Partikel dengan rentang ukuran ini memiliki waktu tinggal dalam suspensi dari beberapa detik sampai beberapa bulan. Sumber partikulat di atmosfer dapat berasal dari sumber alami

seperti letusan gunung berapi, kebakaran hutan, semburan air laut (sea spray) dan sumber

antropogenik (akibat aktivitas manusia) seperti kegiatan industri dan transportasi (Hien, 2003).

Karakteristik fisik partikulat yang paling utama adalah ukuran dan distribusinya. Secara umum partikulat berdasarkan ukurannya dibedakan atas dua kelompok, yaitu partikel halus (fine particles, ukuran < 2,5 μm) dan partikel kasar (coarse particles, ukuran > 2,5 μm ). Perbedaan antara partikel halus dan partikel kasar terletak pada sumber, asal pembentukan, mekanisme penyisihan, sifat optiknya, dan komposisi kimianya. Partikel halus dan partikel

kasar ini dikelompokkan ke dalam partikel tersuspensi yang dikenal dengan Total

Suspended Particulate (TSP) yaitu partikel dengan ukuran partikel < 100 μm. Selain itu,

juga dikenal PM10 yaitu partikel dengan ukuran < 10 μm yang berhubungan langsung


(3)

Komposisi kimia merupakan hal yang penting dalam karakteristik kimia partikulat. Untuk masing-masing distribusi ukuran partikulat, komposisi kimia dalam partikulat pun berbeda-beda. Kandungan senyawa kimia utama partikulat halus adalah sulfat, nitrat, amonium, Pb, dan C, yang umumnya berasal dari reaksi fasa gas dan dari proses pembakaran seperti sulfat, nitrat, amonium, karbon, senyawa aromatik dan logam-logam berat seperti Cd, Cu, Zn, Se. Sedangkan kandungan senyawa kimia partikel kasar adalah kandungan logam Fe, Ca, Na, Si, Al serta senyawa Cl (Pakkanen, 2000).

Meningkatnya pertumbuhan perekonomian Kota Padang mengakibatkan semakin pesatnya perkembangan fisik Kota Padang yang diwujudkan dengan penyediaan dan perbaikan berbagai sarana dan prasarana kota untuk mendukung kelancaran aktivitas perkotaan di berbagai bidang seperti perekonomian, sosial, industri, dan transportasi. Peningkatan aktivitas perkotaan ini akan mempengaruhi jumlah dan komposisi kandungan pencemar udara, sehingga akan membawa pengaruh juga terhadap kualitas udara ambien Kota Padang. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan kualitas udara ambien secara kontinu. Namun karena belum adanya stasiun monitoring kualitas udara seperti kota-kota besar lainnya, maka pemantauan kualitas udara dilakukan hanya dari penelitian, yang jumlahnya masih sedikit. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan pemantauan kualitas udara ambien Kota Padang untuk polutan jenis partikulat dengan menganalisis karakteristik fisik dan kimianya berdasarkan perbedaan lokasi/sumber, yaitu daerah urban (daerah dengan banyak dan beragam aktivitas) dan daerah non urban (daerah dengan sedikit aktivitas). Dari data yang diperoleh akan memudahkan untuk mengidentifikasi sumber pencemar, sehingga usaha-usaha dalam pencegahan dan pengendalian kualitas udara dapat dilakukan secara optimal.

2. METODOLOGI

Untuk menentukan karakteristik fisik dan kimia partikulat di udara ambien, terlebih dahulu dilakukan pengambilan sampel (sampling) partikulat di udara ambien. Untuk masing-masing ukuran partikulat alat dan metode sampling yang digunakan berbeda. Dalam

penelitian ini distribusi ukuran partikulat yang diamati adalah Total Suspended Particulate


(4)

Sampler (HVS) yaitu alat standar yang digunakan untuk menentukan atau mengukur

konsentrasi partikel-partikel yang tersuspensi (< 100 m) di udara ambien dengan metoda

gravimetri. Sedangkan untuk partikel halus (PM2,5) dan PM10 alat sampling yang

digunakan adalah Low Volume Sampler (LVS). Prinsip kerja kedua alat ini adalah filtrasi

udara, dengan filter yang digunakan adalah filter fibre glass. Untuk sampling TSP laju alir udara yang digunakan pada HVS adalah 30 – 60 cuft/menit (1,13 – 1,70 m3/menit),

sedangkan untuk sampling PM2,5 atau partikel halus, laju alir udara yang digunakan pada

LVS adalah 3,5 liter/menit dan untuk sampling PM10 laju alir udaranya 20 liter/menit.

Selain sampling partikulat juga dilakukan sampling kondisi meteorologi saat sampling, yang digunakan untuk pengolahan dan analisis data. Data kondisi meteorologi yang diukur pada lokasi sampling adalah temperatur dan kelembapan udara dengan alat

Higrothermometer, tekanan udara dengan barometer, kecepatan angin dengan Anemometer

serta arah angin dengan bendera dan kompas. Pengukuran kondisi meteorologi ini

dilakukan setiap dua jam, untuk mendapatkan hasil pengamatan yang representatif.

Berdasarkan hasil survei lokasi, ditetapkan untuk sampling partikulat di daerah urban dilakukan di kawasan Lubuk Begalung dengan aktivitas yang ada berupa transportasi, komersil, institusi, domestik dan industri. Sampling partikulat di daerah non urban dilakukan di kawasan Balai Baru dengan aktivitas yang ada hanya aktivitas domestik

dengan kepadatan penduduk rendah, sebagai background. Sampling dilakukan 6 kali

untuk tiap lokasi dengan lama sampling per sampel 24 jam kumulatif. Sampling dilakukan pada kondisi normal (tidak ada aktivitas puncak) dan pada hari kering (tidak turuh hujan), sehingga hasil pemantauan mewakili kualitas udara ambien di masing- masing lokasi sampling.

Setelah sampling untuk masing-masing jenis partikulat, dilakukan analisis karakterik fisik berupa konsentrasi dan distribusi ukuran partikel serta analisis kimia berupa penentuan komposisi kimia (kandungan kimia) dalam partikulat. Analisis konsentrasi partikulat menggunakan metode gravimetri, yaitu menimbang filter pada saat sebelum sampling dan setelah sampling. Dari selisih berat tersebut diperoleh berat partikulat yang terkumpul oleh

media filter untuk masing-masing jenis yaitu TSP, PM10 dan PM2,5. Selanjutnya ditentukan

distribusi ukuran partikel dengan menghitung perbandingan konsentrasi PM10 dan PM2,5


(5)

didasarkan atas komposisi partikel halus dan partikel kasar/ Komposisi partikel halus

merupakan perbandingan konsentrasi PM2,5 dalam TSP, sedangkan komposisi partikel

kasar merupakan perbandingan selisih konsentrasi TSP dan PM2,5 dengan konsentrasi TSP.

Parameter kimia yang dianalisis untuk menentukan komposisi kimianya dalam masing-masing jenis partikulat adalah sulfat, nitrat, dan ammonium yang mewakili unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer, dan 10 elemen logam yaitu Na, K, Fe, Al, Si, yang mewakili elemen-elemen yang dihasilkan proses alamiah seperti debu dan garam laut serta Pb, Zn, Mg, Ca, dan Cu yang mewakili elemen-elemen yang dihasilkan akibat aktivitas manusia. Untuk mencairkan partikulat yang telah terkumpul di filter, dilakukan metode ekstraksi. Untuk analisis senyawa sulfat, nitrat dan ammonium, ekstraksi dilakukan dengan melarutkan filter ke dalam aquades dan dilakukan refluks dengan refluxing apparatus selama 90 menit. Terhadap cairan hasil ekstraksi ini, dilakukan analisis sulfat dengan metode Barium Sulfat, analisis nitrat dengan metode Brucine dan analisis ammonium dengan metode Indophenol. Perangkat analisis yang digunakan adalah spektrofotometer. Untuk analisis elemen logam, filter diekstraksi dengan asam nitrat dan dipanaskan di atas hot plate selama 4-6 jam hingga seluruh logam yang terkandung dalam partikulat larut ke dalam larutan asam. Hasil ekstraksi yang didapat selanjutnya di ukur

dengan alat AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) untuk masing-masing elemen logam

yang dianalisis.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik fisik partikulat yang ditinjau dalam penelitian ini adalah konsentrasi dan

distribusi ukuran partikel. Konsentrasi partikulat untuk semua jenis yaitu TSP, PM10 dan

PM2,5 lebih besar di daerah urban (kawasan Lubuk Begalung) daripada daerah non urban

(kawasan Balai Baru). Rata-rata konsentrasi partikulat di daerah urban untuk jenis TSP adalah 245,050 g/m3 , untuk PM10 92,171 g/m3 dan untuk PM2,5 60,798 g/m3. Konsentrasi rata-rata partikulat di daerah non urban berturut-turut untuk jenis TSP, PM10

dan PM2,5 adalah 141,494 g/m3, 45,755 g/m3 dan 25,641 g/m3. Hasil analisis terhadap

konsentrasi dan kontribusi masing-masing jenis partikulat pada daerah urban dan daerah non urban dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.


(6)

Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di daerah urban lainnya di Kota Padang, yaitu kawasan Pasar Raya tahun 2004, didapatkan adanya peningkatan konsentrasi partikulat di kawasan Lubuk Begalung untuk semua jenis partikulat. Di kawasan Pasar Raya (2004) didapatkan rata-rata konsentrasi TSP 238,609 g/m3, konsentrasi PM10 67,610 g/m3 dan konsentrasi PM2,5 43,231 g/m3 (Ruslinda, 2007). Peningkatan konsentrasi partikulat ini dikarenakan lebih beragamnya aktivitas perkotaan yang ditemukan di kawasan Lubuk Begalung, selain dari aktivitas transportasi dan komersil, kehadiran beberapa industri di sekitar lokasi juga mempengaruhi konsentrasi partikulat.

Tabel 1. Konsentrasi dan Kontribusi Partikulat di Daerah Urban (Kawasan Lubuk Begalung)

Sampel Konsentrasi Partikulat (mg/m

3) Kontribusi Partikulat (%)

TSP PM 10 PM 2,5 PM 10/TSP PM 2,5/TSP PM 2,5 /PM 10

1 261,782 99,534 69,065 38,02 26,38 69,39

2 237,458 84,035 50,441 35,39 21,24 60,02

3 254,287 89,342 56,279 35,13 22,13 62,99

4 255,937 98,462 64,764 38,47 25,30 65,78

5 215,560 87,613 60,077 40,64 27,87 68,57

6 245,274 94,038 64,162 38,34 26,16 68,23

Rata-rata 245,050 92,171 60,798 37,61 24,81 65,96

Tabel 2. Konsentrasi dan Kontribusi Partikulat di Daerah Non Urban (Kawasan Balai Baru)

Sampel Konsentrasi Partikulat (mg/m

3) Kontribusi Partikulat (%)

TSP PM 10 PM 2,5 PM 10/TSP PM 2,5/TSP PM 2,5/PM 10

1 131,729 42,150 26,093 32,00 19,81 61,91

2 153,235 49,284 30,174 32,16 19,69 61,22

3 146,288 47,199 26,166 32,26 17,89 55,44

4 134,725 44,388 20,131 32,95 14,94 45,35

5 140,471 45,168 24,245 32,15 17,26 53,68

6 142,518 46,339 27,034 32,51 18,97 58,34

Rata-rata 141,494 45,755 25,641 32,34 18,09 56,04

Rasio konsentrasi partikulat di daerah urban dengan konsentrasinya di daerah non urban didapatkan untuk TSP adalah 1,73, untuk PM10 2,01 dan untuk PM2,5 2,37. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh perbedaan lokasi terhadap konsentrasi partikulat di udara ambien Kota Padang. Rata-rata konsentrasi partikulat di daerah urban kira- kira 2 kali dari konsentrasinya di daerah non urban. Perbedaan konsentrasi partikulat di daerah


(7)

urban dan daerah non urban disebabkan adanya perbedaan aktivitas yang menghasilkan sumber partikulat di udara ambien. Di derah urban (kawasan Lubuk Begalung) aktivitas yang ada lebih banyak dan lebih bervariasi seperti aktivitas transportasi, komersil, domestik dan industri di sekitar lokasi sampling, sedangkan di daerah non urban (kawasan Balai Baru) aktivitas yang ada hanya dari domestik (pemukiman penduduk) saja, sehingga dapat digunakan sebagai background untuk pencemaran udara di Kota Padang.

Jika dibandingkan dengan baku mutu untuk partikulat di udara ambien berdasarkan PP no. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, maka didapatkan konsentrasi TSP untuk daerah urban (kawasan Lubuk Begalung) telah melewati ambang baku mutu yang

ditetapkan untuk TSP yaitu 230 g/m3, karena pada lokasi tersebut konsentrasi rata-rata

TSP sudah mencapai 245,050 g/m3. Namun untuk konsentrasi TSP di daerah non urban

masih di bawah baku mutu yang ditetapkan. Konsentrasi PM10 dan PM2,5 di daerah urban

dan non urban masih di bawah baku mutu yang ditetapkan. Baku mutu untuk PM10 adalah

150 g/m3 dan untuk PM2,5 65 g/m3. Namun untuk PM2,5 di daerah urban dengan

konsentrasinya 60,798 g/m3, berarti hampir mendekati baku mutu yang ditetapkan. Untuk

itu sudah saatnya di Kota Padang dilakukan pengelolaan terhadap kualitas udara ambien perkotaannya, yaitu dengan pemantauan/monitoring kualitas udara yang rutin dan melakukan pencegahan dan pengendalian pencemaran udara. Pemantauan kualitas udara dapat rutin dilakukan jika di Kota Padang telah ada stasiun monitoring kualitas udara otomatis seperti kota-kota besar lannya di Indonesia. Alat ini dapat mengukur beberapa parameter pencemar yang penting di udara ambien dan hasil pengukuran juga dapat diketahui masyarakat dengan adanya penempatan display di beberapa lokasi yang strategis, sehingga masyarakat juga dapat mengetahui dan memantau kualitas udara dan dapat melakukan antisipasi jika kualitas udara menurun yang berakibat terhadap kesehatan, terutama saluran pernapasan. Perbandingan konsentrasi partikulat yang dihasilkan dalam penelitian ini dengan baku mutu dapat dilihat pada Gambar 1.


(8)

Gambar 1. Perbandingan Konsentrasi Partikulat di Udara Ambien Kota Padang dangan Baku Mutu

Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat kontribusi masing-masing jenis partikulat yaitu kontribusi

PM10 dalam TSP, kontribusi PM2,5 dalam TSP, dan konsentrasi PM2,5 dalam PM10. Dari

hasil penelitian ini didapatkan kontribusi PM10 dan PM2,5 dalam TSP lebih besar pada

sampling di daerah urban. Ini berarti kehadiran pencemar partikulat jenis PM10 dan PM2,5

di daerah urban lebih besar dibandingkan daerah non urban. Kontribusi PM10 dalam TSP

di daerah urban sebesar 38% dan untuk PM2,5 25%, sedangkan kontribusi PM10 dalam

TSP di daerah non urban sebesar 32% dan kontribusi PM2,5 dalam TSP sebesar 18%.

Kontribusi PM10 dan PM2,5 dalam TSP dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kontribusi PM10 dan PM2,5 dalam TSP di Udara Ambien

Kota Padang

Dari tabel-tabel tersebut juga dapat dilihat kontribusi PM2,5 dalam PM10. Dari hasil

pengolahan data didapatkan kontribusi PM2,5 dalam PM10 pada daerah urban sebesar 66%


(9)

PM2,5. Besarnya kontribusi PM10 dan PM2,5 di daerah urban dikarenakan aktivitas

perkotaan seperti transportasi, komersil dan industri lebih banyak mengemisikan jenis

partikel ini ke udara ambien dibandingkan daerah background. Kehadiran PM10 dan PM2,5

di udara ambien berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama kesehatan saluran pernapasan (Hien, 2003). Sesuai dengan data Dinas Kesehatan Kota Padang, selama 10 tahun terakhir penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) di Kota Padang menduduki rangking teratas dalam 10 penyakit terbanyak. Hal ini diduga juga ada kaitannya dengan kualitas udara perkotaan yang menurun, yang dapat dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut.

Dalam penelitian ini didapatkan kontribusi partikel kasar baik di daerah urban maupun daerah non urban lebih besar dibandingkan kontribusi partikel halus. Kontribusi partikel kasar sebesar 75-82% dan kontribusi partikel halus 18-25% dari massa total TSP. Sebagai perbandingan, hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh NAPS (National Air Pollution Surveilance) network di 14 daerah urban di Kolumbia

yang dilakukan secara simultan dari tahun 1986 hingga 1994, dimana dari penelitian ini diperoleh kontribusi partikel kasar pada TSP adalah sekitar 75% dari massa total TSP (Pakkanen, 2000).

Di daerah urban terjadi peningkatan kontribusi partikel halus. Kontribusi partikel halus di udara ambien daerah urban (kawasan Lubuk Begalung) sekitar seperempat dari partikel tersuspensi yang melayang-layang di udara (25%), sedangkan kontribusi partikel halus di daerah non urban hampir seperlima dari partikel tersuspensi (18%). Ini menunjukkan besarnya kehadiran partikel halus di daerah urban dikarenakan aktivitas antropogenik yang berlangsung di sekitar lokasi cukup banyak dan bervariasi, seperti aktivitas transportasi yang cukup padat, serta aktivitas komersil dan industri. Aktivitas ini akan mengemisikan partikel halus ke udara ambien. Sebaliknya pada daerah non urban besarnya kehadiran partikel kasar diduga lebih diakibatkan proses alamiah, seperti partikel yang terbawa oleh angin. Gambar 3 memperlihatkan distribusi partikulat di udara ambien Kota Padang.


(10)

Gambar 3. Distribusi Ukuran Partikulat di Udara Ambien Kota Padang

Bila dibandingkan dengan penelitian terdahulu di kawasan Pasar Raya Padang dimana kontribusi rata-rata partikel halus dan partikel kasar dalam TSP masing-masing adalah sebesar 18% dan 82% (Hafidawati, 2007), sedangkan di kawasan Lubuk Begalung kontribusi partikel halus sebesar 25% dan kontribusi partikel kasar sebesar 75%, maka terlihat adanya peningkatan kontribusi partikel halus dalam TSP pada penelitian di kawasan Lubuk Begalung ini. Hal ini dikarenakan aktivitas di sekitar lokasi yang mengemisikan partikulat lebih beragam, diantaranya kegiatan transportasi, industri, institusi, dan komersil.

Gambar 4 sampai Gambar 6 berturut-turut memperlihatkan komposisi kimia dalam

partikulat jenis TSP, PM10 dan PM2,5 di udara ambien daerah urban dan non urban kota

Padang. Komposisi kimia terbesar hingga terkecil dalam TSP di udara ambien daerah urban berturut-turut adalah Ca, Na, Sulfat, Mg, Fe, Zn, Si, Nitrat, Al, K, Ammonium, Pb dan Cu, dan di daerah non urban adalah Mg, Sulfat, Na, Ammonium, Nitrat, Ca, Fe, Al, Cu, K, Si, Zn dan Pb. Dengan demikian didapatkan pada


(11)

Gambar 4. Komposisi Kimia dalam TSP di Udara Ambien Kota Padang

Gambar 5. Komposisi Kimia dalam PM10 di Udara Ambien Kota Padang


(12)

berasal dari aktivitas industri yang ada di sekitar lokasi, yaitu industri semen dan karet. Untuk daerah non urban keberadaan Mg diduga karena adanya pengaruh transpor elemen tersebut dari daerah pantai. Partikel Mg dalam ukuran besar biasanya berasal dari

semburan air laut (sea spray) (Hien, 2003).

Komposisi kimia dalam PM10 dan PM2,5 lebih didominasi oleh partikel Sulfat baik di

daerah urban maupun daerah non urban. Partikel Sulfat diduga berasal dari aktivitas

industri dan transportasi di sekitar lokasi yang mengemisikan gas SO2 ke udara ambien.

Gas SO2 ini mengalami proses transformasi di atmosfer menjadi partikel Sulfat.

Komposisi kimia dalam PM10 di daerah urban dari yang terbesar hingga terkecil adalah

Sulfat, Na, Ca, Mg, Fe, Al, Ammonium, Zn, Nitrat, K, Si, Pb, dan Cu, sedangkan di daerah non urban adalah Sulfat, Na, Ammonium, Mg, Ca, Al, Nitrat, Fe, Cu, Zn, K, Si, dan Pb.

Komposisi kimia dalam PM2,5 dari yang terbesar hingga terkecil di daerah urban adalah

Sulfat, Ammonium, Na, Zn, Ca, Fe, Mg, Al, K, Nitrat, Si, Pb, dan Cu, serta di daerah non urban adalah Sulfat, Ammonium, Na, Al, Ca, Fe, Mg, K, Nitrat, Si, Pb, Cu, dan Zn.

Dari analisis komposisi kimia partikulat tersebut juga didapatkan untuk semua jenis

partikulat (TSP, PM10 dan PM2,5) komposisi semua parameter yang dianalisis lebih besar

di daerah urban dibandingkan daerah non urban kecuali untuk Ammonium dan Cu. Hal ini dikarenakan sumber partikulat yang menghasilkan semua parameter yang dianalisis (kecuali Ammonium dan Cu) lebih banyak di daerah urban dibandingkan daerah non urban, sedangkan untuk Ammonium dan Cu keberadaannya lebih banyak di daerah non urban, diduga dihasilkan oleh dekomposisi senyawa organik akibat aktivitas pertanian, peternakan, buangan domestik dan pembakaran sampah di sekitar lokasi.

Khusus untuk partikel Pb, baku mutunya di udara ambien dalam TSP sudah ditetapkan

dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999, yaitu sebesar 2 g/m3. Dari penelitian ini

didapatkan konsentrasi Pb dalam TSP terbesar adalah untuk daerah urban (kawasan Lubuk

Begalung), yaitu 0,648 g/m3, berarti konsentrasi ini belum melewati baku mutu yang

ditetapkan pemerintah. Namun bila dibandingkan dengan standar internasional, yakni

standar World Health Organization (WHO) sebesar 0,5 g/m3 (Tanner, 2002), maka


(13)

perlu dilakukan usaha untuk mengurangi keberadaan partikel timbal di udara ambien, yang diduga paling besar berasal dari aktivitas transportasi dengan salah satunya adalah menyukseskan program pemerintah dalam pemakaian bensin non timbal.

Dari hasil pengolahan data terhadap komposisi kimia dalam partikel jenis TSP, PM10 dan

PM2,5 ini juga dapat dihasilkan komposisi kimia pada partikel halus dan partikel kasar. Komposisi kimia dalam partikel halus dari yang terbesar hingga terkecil di daerah urban adalah Sulfat, Ammonium, Na, Zn, Ca, Fe, Mg, Al, K, Nitrat, Si, Pb, dan Cu, sedangkan komposisi kimia dalam partikel kasar adalah Ca, Na, Mg, Sulfat, Fe, Si, Zn, Nitrat, K, Al, Pb, Ammonium dan Cu. Di daerah non urban, komposisi kimia dalam partikel halus dari yang terbesar hingga terkecil adalah Sulfat, Ammonium, Na, Al, Ca, Fe, Mg, K, Nitrat, Si, Pb, Cu, dan Zn, serta dalam partikel kasar adalah Mg, Na, Nitrat, Sulfat, Fe, Ca, Cu, K, Si, Ammonium, Al, Zn dan Pb. Gambar 7 dan Gambar 8 memperlihatkan komposisi kimia dalam partikel halus dan partikel kasar di udara ambien daerah urban dan non urban Kota Padang.

Komposisi terbesar dari elemen kimia yang dianalisis dalam penelitian ini untuk partikel halus adalah Sulfat dan untuk partikel kasar di daerah urban adalah Ca dan daerah non urban adalah Mg. Komposisi Sulfat pada partikel halus berkisar antara 11-12%. Ini menunjukkan jika Sulfat lebih cenderung berada pada partikel halus. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Tanner, 2002) menyatakan sulfat lebih stabil berada pada

partikel halus dalam bentuk Ammonium Sulfat. Komposisi Ca pada partikel kasar di daerah urban sebesar 15%, yang keberadaannya pada daerah urban ini diduga berasal dari aktivitas industri semen dan erosi batu kapur yang berada di sekitar lokasi. Untuk daerah non urban, partikel kasarnya di dominasi oleh elemen Mg, yang diduga berasal dari


(14)

Gambar 7. Komposisi Kimia Partikel Halus dan Partikel Kasar di Daerah Urban

Gambar 8. Komposisi Kimia Partikel Halus dan Partikel Kasar di Daerah Non Urban Jika dibandingkan dengan penelitian di daerah urban lainnya di Kota Padang, yaitu di Kawasan Pasar Raya, didapatkan komposisi kimia terbesar dalam partikel halus adalah Sulfat (Ruslinda, 2008) dan dalam partikel kasar adalah logam Na (Ruslinda, 2005). Hal ini berarti di daerah urban kota Padang pada partikel halus didominasi oleh partikel Sulfat, sedangkan pada partikel kasar terdapat perbedaan, dimana pada kawasan Lubuk Begalung logam Ca yang lebih dominan. Ini dikarenakan adanya perbedaan sumber emisi partikulat. Keberadaan Na di kawasan Pasar Raya merupakan emisi dari semburan air laut (sea spray) yang berjarak hanya sekitar 1 Km, sedangkan keberadaan Ca di kawasan Lubuk Begalung diduga berasal dari aktivitas industri semen di sekitar lokasi.

Karakteristik komponen anorganik yang berasal dari berbagai sumber dapat dijadikan sebagai penentu sumber yang mengemisinya. Menurut Pakkanen (2000), pembagian


(15)

komponen kimia anorganik berdasarkan sumber asalnya terdiri atas unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer, elemen-elemen yang dihasilkan proses alamiah seperti debu dan garam laut serta elemen-elemen yang dihasilkan akibat aktivitas manusia (kegiatan antropogenik). Dalam penelitian ini unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer diwakili oleh parameter Sulfat, Nitrat dan Ammonium, elemen-elemen yang dihasilkan proses alamiah seperti debu dan garam laut diwakili oleh elemen logam Na, K, Fe, Al, Si, serta elemen-elemen yang dihasilkan akibat aktivitas manusia diwakili oleh elemem logam Pb, Zn, Mg, Ca, dan Cu. Komposisi kimia berdasarkan sumber asalnya dalam partikel halus dan partikel kasar ditampilkan pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9. Komposisi Kimia Berdasarkan Sumber Asalnya dalam Partikel Halus

Gambar 10. Komposisi Kimia Berdasarkan Sumber Asalnya dalam Partikel Halus Dari gambar-gambar tersebut didapatkan untuk partikel halus baik pada daerah urban dan daerah non urban, komposisi terbesarnya merupakan unsur-unsur yang terbentuk karena


(16)

manusia/antropogenik (6-21%) dan elemen yang dihasilkan dari proses alamiah seperti debu dan garam laut (4-15%). Partikel Sulfat, Nitrat dan Ammonium merupakan unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer. Keberadaan sulfat dan nitrat di atmosfer tergantung pada laju proses kimia yang mengubah oksida sulfur dan nitrogen menjadi

asam, dan mengubah asam menjadi partikel . Sedangkan keberadaan Ammonium dalam

partikel, akibat bereaksinya gas amonia dengan droplet air dan membentuk senyawa

ammonium (NH4) yang biasanya dijumpai dalam aerosol atmosferik. Gas amonia sebagian

besar dihasilkan dari proses biologis, seperti kotoran manusia dan hewan, proses amonifikasi humus yang diemisikan dari tanah dan proses industri. Senyawa-senyawa ini memberikan kontribusi terbesar terhadap asiditas atmosferik, sedangkan deposisinya dapat memberikan dampak terhadap asiditas badan air dan mempengaruhi kualitas material (Pakkanen, 2000)

Pada umumnya senyawa sulfat dan nitrat pada partikel halus terbentuk dari reaksi fasa gas antara amonia (NH3) dan asam sulfat (H2SO4) atau asam nitrat (HNO3). Reaksi pembentukan partikel halus sulfat dan nitrat adalah:

H2SO4(g) + 2NH3(g) → (NH4)2SO4 (s) (1)

HNO3(g) + NH3(g)  NH4NO3(s) (2)

Dari reaksi di atas terlihat, untuk menetralisir satu mol sulfat dibutuhkan dua mol gas

amonia, oleh sebab itu amonium di atmosfer akan lebih cenderung bereaksi dengan H2SO4

daripada dengan HNO3. Reaksi antara sulfat dan amonia merupakan reaksi yang reversible

sementara reaksi antara nitrat dan amonium merupakan reaksi yang irreversible. Dengan

kata lain sulfat stabil dalam bentuk amonium sulfat, sementara nitrat kurang stabil dalam bentuk amonium nitrat. Dengan pengaruh, temperatur amonium nitrat akan terurai lagi menjadi asam nitrat dan amonia, kemudian asam nitrat akan bereaksi dengan crustal material untuk daerah daratan dan dengan sea spray material untuk daerah pantai membentuk partikel kasar nitrat (Tanner, 2002).

Dalam penelitian ini komposisi terbesar dalam partikel kasar terdiri dari elemen-elemen yang dihasilkan karena aktivitas manusia dan karena proses alamiah. Di daerah urban Kota Padang sangat terlihat jelas perbedaan antara komposisi kedua elemen ini dengan komposisi unsur-unsur yang terbentuk karena adanya reaksi di atmosfer, sementara di daerah non urban perbedaan tidak begitu jelas. Besarnya komposisi elemen-elemen yang


(17)

dihasilkan karena aktivitas manusia di daerah urban dikarenakan tingginya konsentrasi Ca di sekitar lokasi. Keberadaan Ca ini diduga dari aktivitas industri semen, yang sebagian bahan bakunya merupakan batu kapur dan dari erosi batu kapur yang tertiup angin di sekitar lokasi. Untuk komposisi elemen-elemen yang dihasilkan dari proses alamiah di daerah urban, kontribusi terbesar adalah dari partikel Na, yang diduga berasal dari transpor polutan dari daerah pantai (sea spray). Hal ini juga sesuai dengan literatur, dimana kandungan senyawa kimia partikel kasar umumnya adalah logam Fe, Ca, Na, Si, Al serta senyawa Cl (Pakkanen, 2000).

4. KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi partikulat baik jenis TSP, PM10 dan PM2,5 di

daerah urban (kawasan Lubuk Begalung) lebih besar 2 kali dari konsentrasi partikulat di daerah non urban (kawasan Balai Baru), dikarenakan adanya perbedaan aktivitas yang mengemisikan partikulat ke udara ambien. Dibandingkan dengan baku mutu udara ambien (PP no. 41 tahun 1999) konsentrasi TSP di daerah urban sudah melewati nilai baku mutu yang ditetapkan, namun untuk partikulat jenis PM10 dan PM2,5 konsentrasinya masih

dibawah baku mutu. Distribusi ukuran partikel di udara ambien daerah urban maupun daerah non urban Kota padang didapatkan komposisi partikel kasar (75-82%) lebih besar dari komposisi partikel halus (18-25%). Untuk daerah urban didapatkan adanya peningkatan komposisi partikel halus. Komposisi kimia terbesar dari parameter yang

dianalisis dalam partikel halus (PM2,5) dan PM10 baik di daerah urban maupun non urban

adalah senyawa Sulfat. Keberadaan Sulfat pada partikel halus dikarenakan terjadinya

transformasi gas SO2 di atmosfer menjadi partikel Sulfat. Dalam partikel kasar dan TSP,

komposisi kimia terbesar untuk daerah urban adalah logam Ca dan untuk daerah non urban adalah logam Mg. Keberadaan logam Ca di daerah urban dikarenakan adanya aktivitas industri dan transportasi di sekitar lokasi, sedangkan logam Mg di daerah non urban

berasal dari transpor polutan dari daerah pantai (sea spray). Berdasarkan sumber asalnya,

komposisi unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer merupakan komposisi terbesar dalam partikel halus, sedangkan dalam partikel kasar komposisi terbesar berasal dari elemen-elemen yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan dari proses alamiah. Perbedaan ini sangat jelas terlihat pada komposisi partikulat di daerah urban.


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Chow J. C., (1995). Measurement Methods to Determine Compliance with Ambient

Air Quality Standards for Suspended Particles, Journal of. Air&Waste Management Associationvol. 45.

Hafidawati, Ruslinda, Y., Malwina, Z., (2007). Analisis Konsentrasi dan Karakteristik

Kimia Total Suspended Particulate (TSP) di Udara Ambien Daerah Urban Kota Padang (Studi Kasus: Kawasan Pasar Raya Padang), Jurnal Dampakvol.4 no. 1. Hien et al., (2003). Source of PM10 in Hanoi and Implications for Air Quality

Management http://www. Cleanainet. Org/baq2003/1496/articles 58117 resource

1.doc.

Pakkanen, Tuomo et all., (2000). Atmospheric Particulate Matter In Urban

Environments, A Contribution to Subproject SATURN.

http://aix.meng.auth.gr/saturn/annualrep00/ Pakkanen.PDF.

Ruslinda, Y., Hafidawati, Gusmira, (2005). Analisis Kandungan Partikel Logam di

Udara Ambien Kawasan Pasar Raya Padang, Jurnal Dampakvol.2 no. 2.

Ruslinda, Y., Hafidawati, Roza, N.N., (2008). Konsentrasi dan Karakteristik Particulate

Matter 2,5 µm (PM2,5) di Udara Ambien Kawasan Pasar Raya Padang, Jurnal Dampakvol. 5 no. 1.


(1)

perlu dilakukan usaha untuk mengurangi keberadaan partikel timbal di udara ambien, yang diduga paling besar berasal dari aktivitas transportasi dengan salah satunya adalah menyukseskan program pemerintah dalam pemakaian bensin non timbal.

Dari hasil pengolahan data terhadap komposisi kimia dalam partikel jenis TSP, PM10 dan PM2,5 ini juga dapat dihasilkan komposisi kimia pada partikel halus dan partikel kasar. Komposisi kimia dalam partikel halus dari yang terbesar hingga terkecil di daerah urban adalah Sulfat, Ammonium, Na, Zn, Ca, Fe, Mg, Al, K, Nitrat, Si, Pb, dan Cu, sedangkan komposisi kimia dalam partikel kasar adalah Ca, Na, Mg, Sulfat, Fe, Si, Zn, Nitrat, K, Al, Pb, Ammonium dan Cu. Di daerah non urban, komposisi kimia dalam partikel halus dari yang terbesar hingga terkecil adalah Sulfat, Ammonium, Na, Al, Ca, Fe, Mg, K, Nitrat, Si, Pb, Cu, dan Zn, serta dalam partikel kasar adalah Mg, Na, Nitrat, Sulfat, Fe, Ca, Cu, K, Si, Ammonium, Al, Zn dan Pb. Gambar 7 dan Gambar 8 memperlihatkan komposisi kimia dalam partikel halus dan partikel kasar di udara ambien daerah urban dan non urban Kota Padang.

Komposisi terbesar dari elemen kimia yang dianalisis dalam penelitian ini untuk partikel halus adalah Sulfat dan untuk partikel kasar di daerah urban adalah Ca dan daerah non urban adalah Mg. Komposisi Sulfat pada partikel halus berkisar antara 11-12%. Ini menunjukkan jika Sulfat lebih cenderung berada pada partikel halus. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Tanner, 2002) menyatakan sulfat lebih stabil berada pada partikel halus dalam bentuk Ammonium Sulfat. Komposisi Ca pada partikel kasar di daerah urban sebesar 15%, yang keberadaannya pada daerah urban ini diduga berasal dari aktivitas industri semen dan erosi batu kapur yang berada di sekitar lokasi. Untuk daerah non urban, partikel kasarnya di dominasi oleh elemen Mg, yang diduga berasal dari transpor polutan dari pantai (sea apray) dan debu jalanan.


(2)

Gambar 7. Komposisi Kimia Partikel Halus dan Partikel Kasar di Daerah Urban

Gambar 8. Komposisi Kimia Partikel Halus dan Partikel Kasar di Daerah Non Urban

Jika dibandingkan dengan penelitian di daerah urban lainnya di Kota Padang, yaitu di Kawasan Pasar Raya, didapatkan komposisi kimia terbesar dalam partikel halus adalah Sulfat (Ruslinda, 2008) dan dalam partikel kasar adalah logam Na (Ruslinda, 2005). Hal ini berarti di daerah urban kota Padang pada partikel halus didominasi oleh partikel Sulfat, sedangkan pada partikel kasar terdapat perbedaan, dimana pada kawasan Lubuk Begalung logam Ca yang lebih dominan. Ini dikarenakan adanya perbedaan sumber emisi partikulat. Keberadaan Na di kawasan Pasar Raya merupakan emisi dari semburan air laut (sea spray) yang berjarak hanya sekitar 1 Km, sedangkan keberadaan Ca di kawasan Lubuk Begalung diduga berasal dari aktivitas industri semen di sekitar lokasi.

Karakteristik komponen anorganik yang berasal dari berbagai sumber dapat dijadikan sebagai penentu sumber yang mengemisinya. Menurut Pakkanen (2000), pembagian


(3)

komponen kimia anorganik berdasarkan sumber asalnya terdiri atas unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer, elemen-elemen yang dihasilkan proses alamiah seperti debu dan garam laut serta elemen-elemen yang dihasilkan akibat aktivitas manusia (kegiatan antropogenik). Dalam penelitian ini unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer diwakili oleh parameter Sulfat, Nitrat dan Ammonium, elemen-elemen yang dihasilkan proses alamiah seperti debu dan garam laut diwakili oleh elemen logam Na, K, Fe, Al, Si, serta elemen-elemen yang dihasilkan akibat aktivitas manusia diwakili oleh elemem logam Pb, Zn, Mg, Ca, dan Cu. Komposisi kimia berdasarkan sumber asalnya dalam partikel halus dan partikel kasar ditampilkan pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9. Komposisi Kimia Berdasarkan Sumber Asalnya dalam Partikel Halus

Gambar 10. Komposisi Kimia Berdasarkan Sumber Asalnya dalam Partikel Halus

Dari gambar-gambar tersebut didapatkan untuk partikel halus baik pada daerah urban dan daerah non urban, komposisi terbesarnya merupakan unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer dengan komposisi berkisar 18-19%, sedangkan komposisi terbesar dalam partikel kasar merupakan elemen yang dihasilkan dari aktivitas


(4)

manusia/antropogenik (6-21%) dan elemen yang dihasilkan dari proses alamiah seperti debu dan garam laut (4-15%). Partikel Sulfat, Nitrat dan Ammonium merupakan unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer. Keberadaan sulfat dan nitrat di atmosfer tergantung pada laju proses kimia yang mengubah oksida sulfur dan nitrogen menjadi asam, dan mengubah asam menjadi partikel . Sedangkan keberadaan Ammonium dalam partikel, akibat bereaksinya gas amonia dengan droplet air dan membentuk senyawa ammonium (NH4) yang biasanya dijumpai dalam aerosol atmosferik. Gas amonia sebagian

besar dihasilkan dari proses biologis, seperti kotoran manusia dan hewan, proses amonifikasi humus yang diemisikan dari tanah dan proses industri. Senyawa-senyawa ini memberikan kontribusi terbesar terhadap asiditas atmosferik, sedangkan deposisinya dapat memberikan dampak terhadap asiditas badan air dan mempengaruhi kualitas material (Pakkanen, 2000)

Pada umumnya senyawa sulfat dan nitrat pada partikel halus terbentuk dari reaksi fasa gas antara amonia (NH3) dan asam sulfat (H2SO4) atau asam nitrat (HNO3). Reaksi

pembentukan partikel halus sulfat dan nitrat adalah:

H2SO4(g) + 2NH3(g) → (NH4)2SO4 (s) (1)

HNO3(g) + NH3(g)  NH4NO3(s) (2)

Dari reaksi di atas terlihat, untuk menetralisir satu mol sulfat dibutuhkan dua mol gas amonia, oleh sebab itu amonium di atmosfer akan lebih cenderung bereaksi dengan H2SO4

daripada dengan HNO3. Reaksi antara sulfat dan amonia merupakan reaksi yang reversible

sementara reaksi antara nitrat dan amonium merupakan reaksi yang irreversible. Dengan kata lain sulfat stabil dalam bentuk amonium sulfat, sementara nitrat kurang stabil dalam bentuk amonium nitrat. Dengan pengaruh, temperatur amonium nitrat akan terurai lagi menjadi asam nitrat dan amonia, kemudian asam nitrat akan bereaksi dengan crustal material untuk daerah daratan dan dengan sea spray material untuk daerah pantai membentuk partikel kasar nitrat (Tanner, 2002).

Dalam penelitian ini komposisi terbesar dalam partikel kasar terdiri dari elemen-elemen yang dihasilkan karena aktivitas manusia dan karena proses alamiah. Di daerah urban Kota Padang sangat terlihat jelas perbedaan antara komposisi kedua elemen ini dengan komposisi unsur-unsur yang terbentuk karena adanya reaksi di atmosfer, sementara di daerah non urban perbedaan tidak begitu jelas. Besarnya komposisi elemen-elemen yang


(5)

dihasilkan karena aktivitas manusia di daerah urban dikarenakan tingginya konsentrasi Ca di sekitar lokasi. Keberadaan Ca ini diduga dari aktivitas industri semen, yang sebagian bahan bakunya merupakan batu kapur dan dari erosi batu kapur yang tertiup angin di sekitar lokasi. Untuk komposisi elemen-elemen yang dihasilkan dari proses alamiah di daerah urban, kontribusi terbesar adalah dari partikel Na, yang diduga berasal dari transpor polutan dari daerah pantai (sea spray). Hal ini juga sesuai dengan literatur, dimana kandungan senyawa kimia partikel kasar umumnya adalah logam Fe, Ca, Na, Si, Al serta senyawa Cl (Pakkanen, 2000).

4. KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi partikulat baik jenis TSP, PM10 dan PM2,5 di daerah urban (kawasan Lubuk Begalung) lebih besar 2 kali dari konsentrasi partikulat di daerah non urban (kawasan Balai Baru), dikarenakan adanya perbedaan aktivitas yang mengemisikan partikulat ke udara ambien. Dibandingkan dengan baku mutu udara ambien (PP no. 41 tahun 1999) konsentrasi TSP di daerah urban sudah melewati nilai baku mutu yang ditetapkan, namun untuk partikulat jenis PM10 dan PM2,5 konsentrasinya masih dibawah baku mutu. Distribusi ukuran partikel di udara ambien daerah urban maupun daerah non urban Kota padang didapatkan komposisi partikel kasar (75-82%) lebih besar dari komposisi partikel halus (18-25%). Untuk daerah urban didapatkan adanya peningkatan komposisi partikel halus. Komposisi kimia terbesar dari parameter yang dianalisis dalam partikel halus (PM2,5) dan PM10 baik di daerah urban maupun non urban adalah senyawa Sulfat. Keberadaan Sulfat pada partikel halus dikarenakan terjadinya transformasi gas SO2 di atmosfer menjadi partikel Sulfat. Dalam partikel kasar dan TSP, komposisi kimia terbesar untuk daerah urban adalah logam Ca dan untuk daerah non urban adalah logam Mg. Keberadaan logam Ca di daerah urban dikarenakan adanya aktivitas industri dan transportasi di sekitar lokasi, sedangkan logam Mg di daerah non urban berasal dari transpor polutan dari daerah pantai (sea spray). Berdasarkan sumber asalnya, komposisi unsur-unsur yang terbentuk karena reaksi di atmosfer merupakan komposisi terbesar dalam partikel halus, sedangkan dalam partikel kasar komposisi terbesar berasal dari elemen-elemen yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan dari proses alamiah. Perbedaan ini sangat jelas terlihat pada komposisi partikulat di daerah urban.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Chow J. C., (1995). Measurement Methods to Determine Compliance with Ambient Air Quality Standards for Suspended Particles, Journal of. Air&Waste Management Association vol. 45.

Hafidawati, Ruslinda, Y., Malwina, Z., (2007). Analisis Konsentrasi dan Karakteristik Kimia Total Suspended Particulate (TSP) di Udara Ambien Daerah Urban Kota Padang (Studi Kasus: Kawasan Pasar Raya Padang), Jurnal Dampak vol.4 no. 1. Hien et al., (2003). Source of PM10 in Hanoi and Implications for Air Quality

Management http://www . Cleanainet. Org/baq2003/1496/articles 58117 resource 1.doc .

Pakkanen, Tuomo et all., (2000). Atmospheric Particulate Matter In Urban

Environments, A Contribution to Subproject SATURN.

http://aix.meng.auth.gr/saturn/annualrep00/ Pakkanen.PDF.

Ruslinda, Y., Hafidawati, Gusmira, (2005). Analisis Kandungan Partikel Logam di Udara Ambien Kawasan Pasar Raya Padang, Jurnal Dampak vol.2 no. 2.

Ruslinda, Y., Hafidawati, Roza, N.N., (2008). Konsentrasi dan Karakteristik Particulate Matter 2,5 µm (PM2,5) di Udara Ambien Kawasan Pasar Raya Padang, Jurnal Dampak vol. 5 no. 1.