Pemikiran Emha Ainun Nadjib tentang pendidikan islam

PEMIKIRAN EMHA AINUN NADJIB TENTANG
PENDIDIKAN ISLAM

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Islam (S.Pd.I)

Oleh:
BAHTIAR FAHMI UTOMO
NIM: 1110011000002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

ABSTRAK
Bahtiar Fahmi Utomo (NIM. 1110011000002). Pemikiran Emha Ainun Nadjib
Tentang Pendidikan Islam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pemikiran Emha Ainun Nadjib

Tentang Pendidikan Islam.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi
dan dokumentasi. Teknik yang digunakan ialah wawancara tidak berstruktur
(unstructured interview), pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garisgaris besar permasalahan yang akan ditanyakan. Obserfasi yang peneliti gunakan
ialah obserfasi partisipasi moderat (moderate participation), dalam observasi ini
terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar.
Dokumentasi data-data yang diperlukan adalah buku-buku mengenai Emha Ainun
Nadjib, karya-karya Emha Ainun Nadjib dan berkas-berkas lain yang berkaitan
dengan pemikiran Emha Ainun Nadjib tentang pendidikan Islam.
Teknik analisis isi dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari lapangan
diolah dan dianalisa sesuai dengan jenis data yang terkumpul, yaitu dengan
menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu suatu teknik analisis data dimana
peneliti terlebih dahulu memaparkan semua data yang diperoleh dari hasil wawancara
dan pengamatan kemudian menganalisanya dengan berpedoman kepada sumbersumber yang tertulis.
Hasil penelitian yang ditemukan tentang Pemikiran Emha Ainun Nadjib Tentang
Pendidikan Islam ialah terkait materi pendidikan Islam yaitu, pertama tauhid, kedua
akhlak (Uswatun Khasanah), ketiga penyucian rohani. Dan Emha Ainun Nadjib atau
Cak Nun memberikan pemikirannya terhadap pendidikan Islam melalui kalimat
Beribu Pintu Berruang Satu. Beribu pintu berruang satu adalah sebuah pengadaian

dari suatu metode pendidikan Islam yang diutarakan oleh Emha. Pendidikan Islam
beribu pintu berruang satu, diibaratkan dengan sebuah rumah besar, di rumah besar
itu terdapat ribuan pintu dan ketika kita masuk rumah itu hanya terdapat satu ruangan
besar, tanpa satu kamar pun. Satu ruangan besar diartikan sebagai keilmuan Islam dan
ribuan pintu diartikan berbagai disiplin ilmu keislaman seperti, pintu pertama adalah
ilmu fiqih, pintu kedua adalah ilmu tauhid, pintu ketiga adalah ilmu sejarah, pintu
keempat adalah ilmu mantik, pintu kelima adalah ilmu tasawuf, pintu keenam adalah
ilmu tafsir dan seterusnya.

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur peneliti ucapkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang telah memberikan nikmat iman, nikmat Islam, nikmat kesehatan,
nikmat rezeki dan nikmat kesempatan. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi
yang berjudul Sumbangan Pemikiran Emha Ainun Nadjib Terhadap Pendidikan
Islam. Shalawat teriring salam peneliti aturkan kepada suri tauladan kita baginda
Rasulullah Muhammad SAW, semoga di akhirat kelak mendapatkan syafaatnya,
amin.

Pada kesempatan ini juga peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang berperan penting dalam penyelesaian studi peneliti di Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mereka antara lain adalah sebagai berikut:
1. Dra. Nurlena Rifa’I, M. A, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK), UIN Jakarta, atas asuhan dan kepemimpinannya selama
peneliti menempuh studi di FITK hingga selesai.
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag; dan Marhamah Saleh, Lc, M. A, selaku Ketua
dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, FITK, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, atas bimbingan dan kepemimpinannya selama peneliti menempuh
perkuliahan di Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3. Ahmad Irfan Mufid, M. A, selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah
memberikan bimbingannya selama peneliti menempuh perkuliahan di Jurusan
Pendidikan Agama Islam.
4. Dr. K. H. Akhmad Sodiq, M. Ag, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktunya dalam membimbing dan memberikan ilmunya kepada
peneliti dalam penulisan skripsi dan kehidupan sehari-hari.
5. Emha Ainun Nadjib, yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
mewawancarainya.


v

6. Yudhi Munadi, M. Ag, Selaku Dosen Pembimbing PIQI yang telah meluangkan
waktunya dalam membimbing PIQI peneliti hingga lulus; Dr. Dimyati, M. Ag,
selaku Dosen Pembimbing PPKT yang telah membimbing peneliti bagaimana
menjadi guru hingga lulus ujian PPKT; Iwan Permana Suwarna, M. Pd, selaku
Dosen Praktikum Komputer yang telah membimbing dan memberikan ilmunya
dalam kegiatan praktik komputer, dan para Dosen Jurusan Pendidikan Agama
Islam, FITK, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberikan ilmunya.
7. Orang Tua peneliti, Ibu Tercinta dan Ayah Tercinta yang senantiasa mendo’akan,
membimbing, merawat, mendidik, serta memberikan materi dan moril, sehingga
peneliti dapat menyelesaikan serangkaian pendidikan dari pendidikan dasar
hingga pendidikan tinggi sarjana strata satu. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan kesehatan, umur yang barokah, hidayah dan taufik-Nya serta
diberikan istiqomah dalam menjalankan amal ibadah kepada Allah SWT. Ibu,
Ayah, Ku persembahkan skripsi ini untuk panjenengan.
8. Kepada mba’ku, Amelia Rosyidah yang senantiasa memberikan dukungan materi
dan moril, semoga diberikan Allah rizeki yang halalan toyyiban mubarokah.
9. Kepada teman sekampung, Ainur Rifak, yang senantiasa mendukung dan
mendo’akan dalam pembuatan skripsi ini. Semoga selalu diberikan Allah yang

terbaik dan diridhoi menjadi hamba Allah yang ahli syukur.
10. Jama’ah Mihrobul Muhibbin, yang senantiasa memberikan do’anya kepada
peneliti dan mendukung penuh dalam rangka tholabul ilmi di Jakarta. Semoga
selalu diberikan istiqomah dalam menapaki jalan para Wali-Wali Allah SWT.
11. Kepada keluarga Imadu, yang senantiasa mendo’akan peneliti di dalam bacaaanbacaan Istighosahnya, semoga semua keluarga Imadu diberikan istiqomah dalam
ibadahnya.
12. Kepada dulur-dulur kontrakan, Anwar, Indra, Alfis, Mas Wafa, Mas Mahmud,
Abbas, Roaz, yang selalu mendukung dan menyemangati peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.

vi

13. Kepada arek-arek kelas PAI Kelas A 2010, yang selalu menemani suka dan duka
di Fakultas FITK lantai 3.
14. Kepada Fadly Mart Gultom, yang sentiasa memberikan ilmunya dengan senang
hati dan selalu membimbing dalam proses pembuatan skripsi. Semoga Allah
memberikan umur yang barokah, ilmu yang bermanfaat, istiqomah dalam ibadah
serta rizeki yang barokah.
Semoga Allah SWT, menjadikan setiap bantuan materi dan moril yang mereka
berikan kepada peneliti dijadikan amal ibadah, dan diberikan balasan yang berlipatlipat dari Allah SWT. Terakhir, semoga ridho dan rahmat Allah SWT, selalu

menyertai kita. Amin.

Ciputat, 17 November 2014
Peneliti,

Bahtiar Fahmi Utomo

vii

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ....................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN/PENGESAHAN .................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH ...................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................1

B. Identifikasi Masalah ..............................................................................5
C. Pembatasan Masalah .............................................................................6
D. Perumusan Masalah...............................................................................6
E. Tujuan Penelitian...................................................................................6
F. Kegunaan Penelitian ..............................................................................6

BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Kontribusi ...........................................................................8
B. Konsep Pemikiran .................................................................................8
C. Pendidikan Islam .................................................................................10
1. Al-Tarbiyah ....................................................................................10
2. Al-Ta’lim ........................................................................................12
3. Al-Ta’dib ........................................................................................13
D. Landasan Pendidikan Islam .................................................................14
1. Al-Qur’an ......................................................................................15
2. Sunnah ...........................................................................................19
3. Ijtihad ............................................................................................21
E. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam ........................................................22
1. Prinsip Tauhid ...............................................................................23
2. Prinsip Integrasi.............................................................................24

3. Prinsip Keseimbangan ...................................................................25

viii

4. Prinsip Persamaan .........................................................................25
5. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup ................................................25
6. Prinsip Keutamaan ........................................................................26
F. Metode Pendidikan Islam ....................................................................27
G. Tujuan Pendidikan Islam .....................................................................31
H. Kurikulum Pendidikan ........................................................................37

BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................40
B. Metode Penelitian ................................................................................40
C. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................41
1. Wawancara ....................................................................................41
2. Observasi .......................................................................................41
3. Dokumentasi..................................................................................41
D. Teknik Analisis Data ...........................................................................42


BAB IV BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN EMHA AINUN NADJIB
TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
A. Biografi Emha Ainun Nadjib ..............................................................44
B. Pendapat Para Ahli Tentang Emha Ainun Nadjib .............................. 50
C. Pemikiran Emha Ainun Nadjib Tentang Pendidikan Islam ...............51

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................64
B. Saran ....................................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................67
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................71

ix

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, dengan pendidikan manusia bisa menduduki tempat yang paling

tinggi di dunia maupun di akhirat dan sebaliknya tanpa pendidikan
manusia akan menduduki tempat yang rendah, karena itu pendidikan
mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia agar dapat menjadi manusia yang utuh, baik secara jasmani
maupun rohani.
Menurut M. Arifin, “manusia dididik bukan hanya secara jasmani
(lahiriah) saja melainkan juga secara rohani (bathiniah).”1 tetapi yang
terjadi saat ini hal-hal yang bersifat bathiniah masih sering diabaikan di
dalam dunia pendidikan. Contohnya di dalam mengerjakan ibadah shalat
yang lebih ditekankan masih dalam tataran pengetahuan tentang syarat,
rukun, dan hal-hal yang membatalkannya. Sementara aspek rohani shalat
yaitu makna shalat untuk membentuk pribadi muslim yang baik masih
kurang diperhatikan.
Untuk menjadikan manusia yang utuh baik secara jasmani dan rohani
maka yang diperlukan adalah pendidikan Islam, karena pendidikan Islam
merupakan suatu proses yang mengarahkan manusia baik secara jasmani
maupun rohani yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Maka
pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa
manusia kearah kebahagiaan dunia dan akhirat.
Mengingat pentingnya pendidikan Islam bagi terciptanya kondisi

lingkungan dan pendidikan yang harmonis, diperlukan upaya serius untuk
menanamkan nilai-nilai tersebut secara intensif. Karena pada hakikatnya
pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontiniu
dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang
1

M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 12.

1

2

perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia
seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Menurut Samsul Nizar,
“konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan mempunyai
sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara
dinamis, mulai dari kandungan sampai akhir hayatnya.”2
Masalah yang timbul akibat pendidikan Islam yang kurang baik ialah
penurunan moral pada masa moderen ini, di antaranya permusuhan yang
terjadi antar agama, antar ormas-ormas Islam, hamil diluar nikah, tidak
adanya sekat muda-mudi dalam pergaulan (pergaulan bebas), dan lain
sebagainya. Emha Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun selaku
orang yang sangat paham akan keadaan ini selalu mengajak masyarakat
agar

mencintai

kerukunan,

mencintai

kedamaian,

menghindari

perselisihan, mengajak agar di jalan yang lurus, mengkaji berbagai
masalah yang akhirnya menemukan solusi dan mencari persamaan agar
hidup menjadi tenang dan harmonis. Menurut Cak Nun, “kesalahan
pendidikan saat

ini

disebabkan

karena budaya

pendidikan kita

meninggalkan moral dan pengetahuan. Bahwa yang paling prinsip pada
manusia itu ialah moralnya dan akhlaknya, bukan pandai-tidaknya. Di
universitas, sekolah-sekolah lanjutan pada saat ini tidak peduli dengan
semua itu.”3
Semaraknya tokoh idola masyarakat saat ini juga berpengaruh pada
kemajuan perkembangan akhlakul karimah seseorang. Ketika dia
mengidolakan sesuatu maka ia menjadi sesuatu tersebut, terdapat dalam
sebuah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi “Barang siapa yang
menyukai suatu hal maka ia merupakan bagian dari sesuatu itu”. Maka
dalam hal ini haruslah tepat memilih tokoh idola. Misalnya Rasulullah
SAW yang teladannya patut diikuti oleh semua lapisan masyarakat. Begitu
pula tokoh Indonesia yang saat ini melakukan dakwah Islam dan
penyebaran pendidikan Islam melalui beberapa hal. Emha Ainun Nadjib
2
3

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 32.
Emha Ainun Nadjib, Kerajaan Indonesia, (Yogyakarta: Progress, 2006), Cet. II, h. 156.

3

merupakah salah satu tokoh yang perlu kita teladani di dalam menjalani
hidup ini.
Beliau merupakan tokoh Islam yang sangat berpengaruh karena
kedalaman ilmu, kesufiannya, dan juga akhlaknya. Bukti dari kesufiannya
tertulis dalam puisinya Aku Mabuk Allah, sebagai berikut:
Aku Mabuk Allah
aku mabuk Allah
semata-mata Allah
segala-galanya Allah
tak bisa lain lagi
aku mabuk Allah
lainnya tak berhak dimabuki
lainnya palsu, lainnya tiada
nyamuk tak nyamuk
kalau tak mengabarkan Allah
langit tak langit
kalau tak menandakan Allah
debu tak debu
badai tak badai
kalau tak membuktikan Allah
kembang yang mekar
api tak membakar
kalau tak Allah
mabuklah aku mabuk Allah
tak bisa lihat tak bisa dengar
cuma Allah cuma Allah
kalau matahari memancar
siapa sebenarnya yang menyinar
kalau malam legam
siapa hadir di kegelapan
kalau punggung ditikam
siapa merasa kesakitan
mabuklah aku mabuk Allah
kalau jantung berdegup
siapa yang hidup
kalau menetes puisi
siapa yang abadi
Allah semata
Allah semata
lainnya dusta (1986)
Emha Ainun Nadjib juga sangat cakap dalam menyampaikan dakwahnya,
beberapa cara beliau lakukan sebagai sarana dakwah Islam, diantaranya

4

melalui kesenian, menulis buku-buku, menulis puisi, sastra dan lain
sebagainya. Maka tidak heran kalau beliau banyak julukannya, bisa
dijuluki budayawan, guru, kyai, tokoh masyarakat, maupun tokoh
kesenian, dll.
Emha Ainun Nadjib sudah banyak memberikan kontribusi moral, baik
dari segi berpikir, berbuat dan memberi nasehat antar sesama masyarakat
khususnya Islam dan umumnya masyarakat non Islam. Dalam keseniannya
disisipkan nasehat yang mendalam untuk masyarakat Islam maupun non
Islam, dan kalau ditelusuri lebih mendalam lagi keseniannya mengandung
sisi tasawuf yang sangat kental.
Selain tokoh budayawan, beliau juga memiliki jiwa tasawuf yang
kental, hal ini terlihat dari beberapa kegiatan beliau dalam menyebarkan
pendidikan Islam melalui acara-acara rutin yang beliau asuh, “diantaranya
Padhang Mbulan di Jombang Jawa Timur, Obor Ilahi di Malang, BangBang Wetan di Surabaya, Mocopat Syafaat di Yogyakarta, Gambang
Syafaat di Semarang, Kenduri Cinta di Jakarta.”4 Menurut Zainal Ali,
“dalam forum inilah terjadi dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, polapola komunikasi, metode hubungan kultural, pendidikan cara berpikir,
serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.”5 Permasalahan yang
diangkat mulai dari masalah hukum, sosial, moral, tauhid, politik dan lain
sebagainya.
Sebagai umat Rasulullah SAW kita dianjurkan untuk mencintainya,
karena dengan mencintai Rasulullah SAW manusia akan memiliki sebuah
gairah untuk melaksankan perintah-perintah Allah SWT. Dengan
mencintai Rasulullah SAW, kita juga dapat diantar Rasulullah SAW untuk
berjumpa dengan Allah SWT dan alasan yang paling utama kita harus
cinta kepada Rasulullah SAW ialah ketika menjelang wafat kalimat yang
diucapkan ialah ummati ummati ummati, itu menandakan bahwa
Rasulullah SAW sangat mencintai ummatnya (kaum muslim/Islam).
4
5

Emha Ainun Nadjib, Jejak Tinju Pak Kiai, (Jakarta: Kompas, 2008), h. 239.
Zainal Ali, 100 Orang Indonesia Paling Berpengaruh, (Yogyakarta: Narasi, 2009), h. 66.

5

Secara logika, jika Rasulullah SAW selaku hamba yang paling dicintai
Allah SWT mencintai ummatnya, sudah pasti kita juga harus
mencintainya. Kalau kita tidak mencintai Rasulullah SAW kita termasuk
manusia yang rugi. Begitulah Cak Nun mengajari kita supaya terus
mencintai Rasulullah dimanapun berada. Rasa cinta inilah yang mulai
memudar di hati kaum muslim, khususnya orang Indonesia. Maka dari itu,
menurut Prayogi, “Cak Nun mengajak jama’ahnya agar selalu bershalawat
kepada Rasulullah SAW supaya timbul benih-benih cinta kepada
Rasulullah SAW di dalam hati dan membangun dialektika dunia, akhirat,
langit dan bumi.”6
Menurut Prayogi, “shalawat merupakan bentuk jamak dari kata shalat
yang berarti doa atau seruan kepada Allah SWT. Shalawat bukan ibadah
mahdhoh dan tidak menjadi bagian dari kewajiban manusia kepada Allah
SWT. Shalawat “hanya” semacam cara untuk mengungkapkan cinta yang
dalam kepada Rasulullah Muhammad SAW.”7
Dengan demikian pemikiran pendidikan Islam Emha Ainun Nadjib
yang tertuang, tersebar dalam pengajian umum, nasehat, pesan dan tulisantulisannya adalah sebuah sisi menarik yang harus mampu dikemukakan
dalam skripsi ini. Oleh sebab itu saya sangat termotivasi dan merasa
tertantang melakukan sebuah penelitian tentang “ Pemikiran Emha Ainun
Nadjib Tentang Pendidikan Islam”.

B. Identifikasi Masalah
1. Pendidikan yang bersifat bathiniah masih sering diabaikan di dalam
dunia pendidikan Islam, karena masih sibuk dengan persoalan lahiriah.
2. Masyarakat yang memiliki moral atau akhlakul karimah sangat
menurun,

karena

kurangnya

ilmu

agama

dan

kurangnya

mempraktikkan ilmu itu.

6

Prayogi R. Saputra, Spiritual Journey Pemikiran & Permenungan EMHA Ainun Nadjib
(Jakarta: Kompas, 2012), h. 76.
7
Ibid, h.75.

6

3. Pengaruh kualitas tokoh dalam perkembangan atau kemajuan suatu
masyarakat.
4. Banyaknya tayangan di televisi mampu mengalihkan persepsi
masyarakat untuk mengidolakan sosok artis atau aktor yang penuh
dengan keglamoran.
5. Sudah jarang sekali masyarakat yang menjunjung tinggi aturan-aturan
Islam, karena mereka lebih mementingkan persoalan lahiriah
katimbang bathiniah.

C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini akan dibatasi dengan meneliti tentang pemikiran Emha
Ainun Nadjib tentang pendidikan Islam.

D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pemikiran
Emha Ainun Nadjib tentang pendidikan Islam?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemikiran
Emha Ainun Nadjib tentang pendidikan Islam.

F. Kegunaan Penelitian
Kegunaan diadakannya penelitian ini ialah agar masyarakat umum,
jama’ah kenduri cinta dan mahasiswa/i memperoleh ilmu dari penelitian
ini, antara lain:
1.

Masyarakat Umum
a)

Masyarakat umum dapat mengenal Islam lebih baik.

b) Masyarakat umum juga mendapatkan ketenangan batin.
c)
2.

Masyarakat umum mengerti akan pentingnya pendidikan Islam.

Jama’ah Kenduri Cinta (di asuh oleh Cak Nun)

7

a)

Jama’ah Kenduri Cinta memperoleh ilmu mengenai pendidikan
Islam.

b) Jama’ah Kenduri Cinta lebih mengetahui proses pendidikan Islam
yang terjadi di Indonesia.
c)

Jama’ah Kenduri Cinta tidak lagi taklid mengenai pendidikan
Islam.

3.

Mahasiswa/i
a)

Mahasiswa/i mengerti akan pentingnya pendidikan Islam.

b) Mahasiswa/i mendapatkan wawasan tentang realita pendidikan
Islam di Indonesia.
c)

Mahasiswa/i terjalin hubungan yang harmonis tanpa adanya
pertengkaran.

d) Mahasiswa/i menjunjung tinggi nilai-nilai agama.
e)

Mahasiswa/i mampu menerapkan aturan-aturan yang sudah
ditetapkan oleh Allah SWT.

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Pemikiran
Konsep adalah pemilihan dari sekumpul kegiatan dan pemutusan
selanjutnya terhadap apa yang harus dilakukan, kapan dan oleh siapa. Konsep
yang baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi masa yang akan
datang. Dalam konsep yang hasil keputusannya akan dilaksanakan.
Kebutuhan akan adanya konsep pada kenyataan meningkat, dimana tingkatan
tersebut memiliki dampak potensial terhadap pelaksanaannya suatu kegiatan
ataupun acara. Konsep pemikiran dapat dipahami sebagai yang dimaksud
dengan kalimat “apa yang ada didalam diri mereka”.1
Pemikiran merupakan hasil dari metode berpikir. Oleh karena itu
pemikiran menyangkut suatu wujud batin (ada dalam diri manusia) yang
sangat eksistensial seperti kejayaan, keruntuhan atau yang akan terjadi di
masa depan.
Pemikiran mempengaruhi kehidupan, itu merupakan dalil yang diterima
secara umum, jika tidak tentu hancurlah semua pertikaian ideology, termasuk
pertikaian agama. Manusia bertikai semuanya dan terlibat dalam peperangan,
antara lain karena pandangan mereka tentang ideology atau agama mereka
begitu penting. Sehingga harus diterima orang lain dengan keyakinan bahwa
hal itu akan membawa perubahan menuju kehidupan yang lebih baik, dan jika
pertikaian itu dapat berlangsung dalam kerangka pandangan kemutlakan
seperti yang tercermin dalam “mati syahid dalam membela agama”. Maka
gambaran tentang betapa pentingnya “apa yang ada dalam diri mereka”.
Termasuk pemikiran menjadi sangat jelas dan tegas. Manusia lahir dengan
kemampuan yang sama untuk meraih pengetahuan. Hanya dengan
pemupukan

1

kemampuan

inilah

manusia

berbeda-beda,

Handoko Hani, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1986), h. 77.

8

ada

yang

9

menggunakannya untuk spekulasi-spekulasi dan belajar, dan ada pula yang
mengarahkannya hanya untuk meraih suatu kehidupan yang praktis.2
Problem utama dalam pemikiran Islam di dunia modern saat ini, adalah
kesulitan dalam merespon tuntutan realitas zaman ketika berhadapan dengan
dunia modernitas. Dalam hal ini pemikiran Islam haruslah berwatak ganda,
satu sisi pemikiran Islam sebagai perwujudan hukum Tuhan, pemikiran Islam
harus bersifat akomodatif terhadap tuntutan perkembangan. Watak yang
pertama menuntutnya untuk menjadikan tata dalam kehidupan masyarakat,
sedangkan watak yang kedua menuntutnya untuk dapat mempengaruhi
masyarakat untuk tidak ketinggalan zaman. Apabila kedua watak ganda ini
tidak dijalankan secara tepat dalam pemikiran Islam ini, maka akan jatuh
pada dua kondisi. Pertama, akan menjadi hukum pemikiran yang dianggap
kuno, kaku, dan akan ditinggalkan masyarakatnya. Ini terjadi apabila
pemikiran Islam terlalu memegang sifat kekokohannya dan juga anti dalam
segala perubahan. Kedua, akan kehilangan jati dirinya sebagai hukum Tuhan,
ini terjadi apabila pemikiran Islam yang berkaitan dengan hukum Tuhan yang
dilakukan masyarakat terlalu bersemangat dalam menerima segala perubahan
disegala bidang.3
Al-Qur’an adalah sumber pemikiran, al-Qur’an merupakan sumber
inspirasi yang tak habis-habisnya dalam pertumbuhan ilmu-ilmu akal. Corak
penafsiran al-Qur’an telah mempengaruhi berbagai corak penafsiran alQur’an. Untuk memahami serta mengetahui al-Qur’an secara benar, ulama
dan para pemikir berhasil dalam membangun dan mengembangkan sebuah
ilmu khusus yang disebut “Ulum al-Qur’an”.
B. Pendidikan Islam
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada
term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term
yang populer digunakam dalam praktek pendidikan Islam ialah term al2

Mulyadi Kartanegara, Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Jendela, 2003), h. 7-8.
Taufiq Abdullah, et al., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Pemikiran dan Peradaban,
(Jakarta: PT. Ikhtiar Baru, 2003), h. 3.
3

10

tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan.
Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan
pendidikan Islam.4
Kendatipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga term tersebut
memiliki kesamaan makna. Namun secara esensial, setiap term memiliki
perbedaan, baik secara tekstual maupun kontekstual. Untuk itu, perlu
dikemukakan uraian dan analisis terhadap ketiga term pendidikan Islam
tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri dari beberapa pendapat para
ahli pendidikan Islam.
1. Al-Tarbiyah
Konsep “tarbiyah” merupakan salah satu konsep pendidikan Islam
yang penting. Perkataan “tarbiyah” berasal dari bahasa Arab yang dipetik
dari fi’il (kata kerja) seperti berikut :
1) Rabba- yarbu, yang berarti tumbuh bertambah, berkembang
2) Rabbi- yarba, yang berarti menjadi lebih besar, menjadi lebih dewasa
3) Rabba- yarubbu, yang berarti memperbaiki, mengatur, mengurus dan
mendidik, menguasai dan memimpin, menjaga dan memilihara.5
Melalui pengertian tersebut, konsep tarbiyah merupakan proses
mendidik manusia dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia
ke arah yang lebih sempurna. Ia bukan saja dilihat proses mendidik saja
tetapi merangkumi proses mengurus dan mengatur supaya perjalanan
kehidupan berjalan dengan lancar. Penggunaan kata tarbiyah, secara
bahasa juga banyak digunakan oleh masyarakat Arab untuk makhluk hidup
selain manusia (hewan dan tumbuhan) yang membawa maksud
memelihara, dan menernak.
Al Jauhari mengatakan bahwa tarbiyah dan beberapa bentuk lainnya
secara makna memiliki arti memberi makan, memelihara; yakni dari akar
kata ghadza atau ghadzaw yang mengacu kepada segala sesuatu yang
4

Ahmad Syalabi, Tarikh al-Tarbiyat al-Islamiyat, (Kairo: al-Kasyaf, 1954), h. 213.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010), Cet. lX, h. 29.
5

11

tumbuh seperti anak-anak, tanaman dan sebagainya. Tentu saja dari makna
tersebut dan didasarkan pada penjelasan lainnya memberikan pengertian
bahwa istilah tersebut mencakup pada segala hal yang bisa ditumbuhkan,
dipelihara dan dikembangkan tidak hanya terbatas pada manusia, padahal
seperti yang telah ditunjukkan al-Attas bahwa pendidikan dalam arti Islam
adalah sesuatu yang khusus untuk manusia. Menurut Muhammad
Jamaludin al-Qisimi bahwa al-tarbiyah adalah proses penyampaian
sesuatu batas kesempurnaan yang dilakukan secara tahap demi tahap.
Menurut Al-Asfahani, al-tarbiyah adalah proses menumbuhkan sesuatu
tarhadap yang dilakukan sedikit sesuai batas kesempurnaan.
Berdasarkan pengertian diatas, kata tarbiyah diperuntukan khusus
bagi manusia yang mempunyai potensi rohani, sedangkan pengertian
tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya mempunyai arti pemeliharaan
dan memenuhi segala yang dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab
eksistensinya. Pada tarbiyah, titik tekannya adalah difokuskan pada
bimbingan anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan
dasarnya serta dapat berkembang secara sempurna. Yaitu pengembangan
ilmu dalam diri manusia dan pemupukan akhlak yakni pengamalan ilmu
yang benar dalam mendidik pribadi
2. Al-Ta’lim
Secara bahasa, ta’lim merupakan bentuk masdar dari kata ‘allama
yu’allimu-ta’liman, yang berarti pengajaran. Sedangkan menurut istilah
kata ta’lim adalah merujuk kepada pengajaran yang bersifat pemberian
atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan. Istilah alta’lim menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal di banding
dengan al-tarbiyah maupun al-ta’dib, misalnya mengartikan al-ta’lim
sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu
tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.6

6

262.

Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim Juz VII, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.), h.

12

Abdul Fattah Jalal, mendifinisikan ta’lim sebagai proses pemberian
pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman
amanah, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala
kotoran dan menjadikan diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang
memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala apa
yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya. 7 Jadi, menurut
definisi Abdul Fattah Jalal, ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman
perilaku yang baik. Selain itu menurut definisi ini juga, ta’lim merupakan
suatu proses yang terus menerus diusahakan manusia semenjak dilahirkan.
Sebab manusia dilahirkan tidak mengetahui sesuatu apapun.
Dalam ta’lim, titik tekannya adalah pada penyampaian ilmu
pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggungjawab dan
penanaman amanah kepada anak. Oleh karena itu ta’lim disini mencakup
aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang
dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik
3. Al-Ta’dib
Secara bahasa, ta’dib merupakan bentuk masdar dari kata addabayuaddibu-ta’diban yang berarti mengajrakan sopan santun. Sedangkan
menurut istilah ta’dib dapat diartikan sebagai proses mendidik yang
memfokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi
pekerti pelajar. Menurut Sayed Muhammad An-Naquib Al-Attas, kata
ta’dib adalah penegenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur
ditanamkan kepada menusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa. Sehingga membimbing
kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam
tatanan wujud dan keberadaannya. Dalam definisi ini, ta’dib mencakup
unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran (al-ta’lim) dan pengasuhan
anak yang baik ( al-tarbiyah). Oleh sebab itu, menurut Sayed Muhammad
7

Abdul Fattah Jalal, Azaz-Azaz Pendidikan Islam, Terj. Harry Noer Ali, (Bandung: CV.
Diponegoro, 1988), h. 29-30.

13

An-Naquib Al-Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam
Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah
istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam.
Titik tekannya ta’dib adalah pada penguasaan ilmu yang benar dalam
diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang
baik. Dengan demikian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam
konteks Islam inheren dalam konotasi tarbiyah, ta’lim dan ta’dib yang
harus diketahui secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung
makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta
lingkungan yang dalam hubungan dengan Tuhan saling berkaitan satu
sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup
pendidikan Islam; formal, informal dan nonformal.
Dengan pemaparan ketiga konsep di atas, maka terlihatlah bahwa
konsep Ta’lim, Tarbiyah dan Ta’dib dapat digunakan secara bersama-sama
untuk pendidikan Islam. Dan dari ketiga istilah itu, istilah yang populer
dipakai orang adalah tarbiyah, karena menurut Athiyah Al-Abrasyi kata
at-tarbiyah (‫ )التربية‬adalah term yang mencakup keseluruhan kegiatan
pendidikan, yakni upaya yang mempersiapkan individu untuk kehidupan
yang lebih sempurna etika, sistimatis dalam berpikir, memiliki ketajaman
intuisi, giat dalam berkreasi, memiliki toleransi pada yang lain,
berkompetensi dalam mengungkap bahasa lisan dan tulisan, serta memiliki
beberapa keterampilan Sedangkan istilah yang lain merupakan bagian
kegiatan tarbiyah. Dengan demikian maka istilah pendidikan Islam disebut
Tarbiyah Islamiyah.

C. Landasan Pendidikan Islam
Islam memandang dan memposisikan sendi-sendi keilmuan atau ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai sesuatu yang utama. Ia merangkul Iptek
sedemikian rupa sehingga menganggap suci dan disamakan derajatnya

14

dengan jihad bagi orang-orang yang berilmu dan yang mencari ilmu.8 Dalam
konteks ini Allah SWT. Berfirman:
              ...
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Mujadilah: 11)
Bahkan, dalam konsepsi Islam mencari ilmu (belajar) adalah keharusan
bagi setiap Muslim tanpa terkecuali. Hal ini tidak lepas dari tujuan Allah
SWT. Menciptakan manusia, yaitu pendidikan penyerahan diri secara ikhlas
kepada Sang Khalik yang mengarah pada tercapainya kebahagiaan hidup di
dunia maupun di akhirat. Seperti dalam firman-Nya:
      
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.(QS. Al-Dzariyat: 56)
Atas dasar itu, pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan
pendidikan dalam Islam haruslah sejalan dengan pandangan hidup Muslim,
yaitu al-Qur’an yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat universal dan
sunnah sebagai penjabaran al-Qur’an. Dalam hal ini, Ahmad D. Marimba
mengatakan bahwa yang menjadi landasan atau dasar pendidikan diibaratkan
sebagai sebuah bangunan sehingga isi al-Qur’an dan hadis menjadi
fondasinya. Sebab, keduannya menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap
berdirinya pendidikan. Sejalan dengan yang dikemukakan Ahmad D.
Marimba, Abdurrahman an Nahlawi menegaskan bahwa keberadaan sumber
dan landasan pendidikan Islam haruslah sama dengan sumber Islam, yaitu alQur’an, Sunnah,9 dan juga pendapat para sahabat dan ulama’ (ijtihad).
8

Haryanto Al-Fandi, Desain Pembelajaran Yang Demokratis & Humanis, (Jakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), Cet. I, h. 130.
9
Abdurrahman an Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), h. 28.

15

1. Al-Qur’an
Secara etimologis, al-Qur’an berarti bacaan dan secara terminologis
al-Qur’an adalah firman-firman Allah SWT yang telah diwahyukan
kepada nabi Muhammad SAW, dengan perantara malaikat Jibril a.s.
dalam konsepsi Islam, al-Qur’an merupakan sumber ajaran (hukum) yang
pertama dan yang paling utama. Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber
ajaran dalam Islam diantaranya dapat dilihat dari kandungan firman Allah
dalam QS. Ali Imran: 138, yang berbunyi:
      
(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan
petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.(QS. Ali
Imran: 138)
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad saw untuk seluruh umat manusia. Al-Qur’an
merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman hidup (way
of life) kaum Muslim. Didalamnya memuat panduan-panduan hidup
terlengkap yang dijelaskan secara ilmiah. Lahirnya ilmu pengetahuan
dalam Islam diyakini tidak terlepas dari kandungan yang ada dalam
pengetahuan ilmiah dalam Islam bersumber dari struktur keilmuan yang
terdapat dalam al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah kitab petunjuk (huda) yang bila dipelajari akan
membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman
berbagai problem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan akan
menjadikan pikiran, rasa, dan ketentraman

hidup

pribadi dan

10

masyarakat. Sebagai kitab petunjuk yang berkaitan dengan segala aspek
kehidupan manusia termasuk aspek pendidikan, tidak sulit untuk
menemukan prinsip dasar pendidikan dalam ajarannya. Sebab, sejatinya
al-Qur’an merupakan asas dari teori pendidikan. Semua ayat yang ada
10

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h. 13.

16

didalamnya merupakan ayat-ayat pedidikan, tidak hanya terbatas pada
ayat-ayat yang diasumsikan sebagai ayat pendidiakn saja. Dengan
demikian jelaslah bahwa al-Qur’an merupakan fondasi atau dasar
pendidikan Islam karena di dalamnya memuat sejumlah penjelasan yang
mempunyai nilai penting dalam pengembangan pendidikan Islam.
Dalam konteks ini, Delier Noer mengatakan bahwa al-Qur’an dan
Hadis bukan saja sebagai sumber pemikiran agama, melainkan juga
pemikiran tentang pendidikan, sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya.11
Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik itu
pendidikan

kemasyarakatan

(sosial),

moral

(akhlak),

spiritual

(keruhanian), material (kejasmanian), dan alam semesta. Ia merupakan
pedoman normatif-teoritis bagi pelaksanaan pendidikan Islam. Zakiah
Daradjat menegaskan bahwa di dalam al-Qur’an terdapat ajaran yang
berisikan prinsip-prinsip

yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha

pendidikan.12
Di antara prinsip yang berkenaan dengan kegiatan pendidikan dalam
al-Qur’an dapat dilihat bagaimana Luqman al-Hakim dalam memberikan
pendidikan yang mendasar kepada putranya. Kemudian, memberikan
contoh dan menunjukkan perbuatannya lewat pengamalan dan sikap
mental yang dilakukannya sehari-hari dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT.13 Di antara wasiat pendidikan monumental yang
dicontohkan Luqman al-Hakim lewat materi bil lisan dan dilakukannya
lewat bil amal terlebih dahulu adalah sebagai berikut:
a. Jangan sekali-kali menyekutukan Allah SWT
b. Berbuat baiklah kepada orangtua
c. Jangan menikuti seruan syirik, ingatlah bahwa manusia itu pasti mati
d. Hendaklah kita tetap merasa diawasi oleh Allah SWT
e. Hendaklah selalu mendirikan sholat
11

Delier Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Cakrawala Pemikiran
Pendidikan Islam, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2004), h. 53.
12
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet. IV, h. 20.
13
Ibid., h. 21.

17

f. Kerjakan selalu yang baik dan tingalkan perbuatan keji
g. Jangan suka menyombongkan diri
h. Sederhanalah dalam berpergian, dan
i. Rendahkanlah suaramu
Hal ini jelas tersirat dalam firman Allah SWT QS. Lukman (31) :1319 sebagai berikut:
              

           



             
                

             
                 
          

      

 

       

              

        

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar"(13). Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu(14).
Dan
jika
keduanya
memaksamu
untuk
mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang
yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu,

18

Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan(15).
(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit
atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
mengetahui(16). Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal
yang diwajibkan (oleh Allah)(17). Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri(18).
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai(19). (QS.
Luqman: 13-19)
Al-Qur’an

sebagai

kerangka

dasar

pemikiran

Islam,

telah

memberikan banyak ispirasi pendidikan yang perlu dikembangkan baik
secara filosofis maupun konseptual keilmuan. Ia adalah sumber nilai
kehidupan

manusia

dalam

berbagai

aspeknya

yang

telah

memperkanalkan dan mengajarkan manusia untuk selelu berfikir
sehingga ia harus dijadikan sebagai fondasi ideal pendidikan Islam.14
Atas dasar itu, pendidikan yang baik menurut Islam adalah pendidikan
yang sesuai dan sejalan dengan nilai yang terkandng pada la-Qur’an.
Sebab, sistem pendidikan yang disusun berdasarkan nilai-nilai al-Qur’an
merupakan suatu sistem transformasi nilai-nilai al-Qur’an itu sendiri.
Selain itu, dengan berpedang kepada nilai-nilai yang terjkandung dalan
al-Qur’an maka akan dapat dirumuskan pendidikan yang sesuai sengan
jiwa al-Qur’an. Jadi, pendidikan tidak hanya sekedar proses transfer
pengetahuan dari satu orang ke orang lain saja, tetapi juga sebagai proses
transformasi nilai Qur’ani dan pembentukan karakter Islami dalam segal
aspek.
2. Sunnah

14

Tedi Priatna, Pondasi dan Fungsi Pendidikan Islam, dalam Cakrawala Pendidikan Islam,
(Jakarta: Mimbar Pustaka, 2004), h. 289.

19

Setelah al-Qur’an, pendidikan Islam juga menjadikan sunnah sebagi
dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah, sunnah berarti jalan,
metode, dan program. Sementara, secara istilah sunnah adalah perkara
yang dijelaskan melalui sanad yang shahih baik itu berupa perkataan,
perbuatan, atau sifat Nabi Muhammad SAW.15 Umat Islam menyepakati
bahwa sunnah merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an.
Bahkan, sunnah (hadis) bisa berdiri sebagai sumber ajaran. Hal ini
didasarkan kepada perintah normative untuk menaati nabi SAW di dalam
al-Qur’an. Untuk itulah sifat otoritatif pribadi Nabi SAW tidak terlepas
dari keyakinan bahwa pribadi nabi merupakan representasi dari wahyu
Allah SWT. Nabi juga menyebutkan bahwa al-Qur’an dan sunnah adalah
warisannya yang paling agung. Dengan demikian, bagi manusia yang
bersedia memegang teguh keduanya tidak mungkin tersesat selamanya.
Rasulullah SAW bersabda,
‫ه س نة ن ب يه‬

‫ك ت‬: ‫ت رك ت ف ي كم أمري ن ل ن ت ض لوا م ت م س ك تم ب م‬

“Telah kutinggalkan dua perkara bagi kamu yang kamu tidak mungkin
tersesat selamanya apabila kamu berpegang teguh kepada keduanya.
Dua perkara itu adalah al-Kitab (Al-Qur’an) dan sunnah rasulullah…”
(HR. Imam Malik)
Sunnah yang merupakan perwujudan perkataan dan ketetapan
Rasulullah SAW merupakan kerangka acuan bagi pengembangan
kehidupan umat Islam, termasuk dalam bidang pendidikan. Dalam
pandangan Muhaimin, konsep dasar pendidikan Islam yang dicetuskan
Nabi SAW secara garis besarnya memiliki corak sebagai berikut:
a. Disampaikan sebagai rahmatallil’alamin yang ruang lingkupnya
tidak hanya sebatas manusia, tetapi juga kepada makhluk biotik dan
abiotik lainya (QS. Al-Anbiya’: 107)

15

Abdurrahman an Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung:
Diponegoro, 1992), h. 31.

20

b. Disampaikan secara universal, mencakup kehidupan apapun yang
berguna untuk kegembiraan dan peringatan bagi umat manusia (QS.
Saba’: 28)
c. Apa yang disampaikan merupakan kebenaran mutlak (QS. AlBaqarah: 119) dan keontetikan kebenaran itu terjadi (QS. Al-Hijr: 9)
d. Kehadiran nabi sebagai evaluator yang mampu mengawasi dan terus
bertanggung jawab terhadap aktivitas pendidikan (QS. Al-Syura’:
48, QS. Al-Ahzab: 45, dan QS. Shad:8)
e. Perilaku nabi SAW tercermin sebagai uswatun khasanah, yaitu
sebagai seorang figur yang semua tindak tanduknya menjadi teladan
(QS. Al-Ahzab: 22) karena perilakunya terkontrol oleh Allah (QS.
Al-Najm: 3-4) sehingga hampir tidak pernah melakukan kesalahan.
f. Masalah teknis praktis dalam masalah pendidikan Islam diserahkan
pebuh kepada umatnya diantaranya adalah mengutus Mushab bin
Umar dan Umi

Maktum

untuk

mengajar

beberapa orang

pengikutnya.16
Bagi dunia pendidikan, sunnah memeliki dua faedah yang sangat
besar. Peratama, menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat
dalam al-Qur’an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat di
dalamnya. Kedua, menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan
Rasulullah SAW bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan
kedalam jiwa yang dilakukannya.17
3.

Ijtihad
Selain al-Qur’an dan sunnah, ijtihad juga dapat dijadikan sebagai
landasan pendidikan Islam. Kata ijtihad berasal dari kata jahada, yang
arti

devinisinya

berarti

pencurahan

segala

kemampuan

untuk

memperoleh suatu dari berbagai urusan. Menurut Abu Hamid Hakim,
ijtihad adalah upaya yang sungguh-sungguh dalam memperoleh hokum
16

Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Teoritis dan Kerangka Dasar Oprasi
onalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 147.
17
Abdurrahman an Nahlawi, op. cit., h. 47.

21

syara’ berupa konsep yang operasional melalui metode istimbath dari alQur’an dan sunnah.18 Menurut syara’, ijtihad berarti berpikir dengan
sungguh-sungguh dan semaksimal mungkin untuk mengetahui syara’
dengan jalan dzanni.19 Ijtihad bagi umat Islam adalah sebuah k