Analisis Wacana kumpulan Cerpen BH Karya Emha Ainun Najib

(1)

i

ANALISIS WACANA

KUMPULAN CERPEN "BH" KARYA EMHA AINUN NAJIB

Skripsi

Diajukan kapada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Sosial Islam

Oleh: SAHABUDIN NIM : 102051025614

Di bawah bimbingan:

Dra. Armawati Arbi. M.Si NIP : 150246288

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ii

ANALISIS WACANA

KUMPULAN CERPEN "BH" KARYA EMHA AINUN NAJIB

Oleh: SAHABUDIN NIM : 102051025614

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

iii ABSTRAK

ANALISIS WACANA PADA KUMPULAN CERPEN “BH” KARYA EMHA AINUN NAJIB

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk berdakwah, misalnya berdakwah melalui sastra sebagaimana yang dilakukan Emha Ainun Najib dalam kumpulan cerpennya yang baertajuk “BH”. Judul ini terlihat unik dan mungkin sedikit fulgar, namun di balik semua itu, terdapat pesan yang dapat kita ambil, khususnya pesan-pesan dakwah.

Melihat konteks di atas, kemudian timbul pertanyaan, bagaimana pesan-pesan dakwah yang disampaikan dalam kumpulan cerpen tersebut?.Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis dituntun oleh tiga sub-pertanyaan; (1) Bagaimana wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu dalam Kumpulan Cerpen “BH”?, (2) Bagaimana kognisi pengarang dalam memahami seseorang atau peristiwa tertentu yang dianalisis dalam Kumpulan Cerpen “BH”?, (3) Bagaimana wacana (konteks sosial) yang berkembang dalam masyarakat dengan penggambaran seseorang atau peristiwa tertentu dalam Kumpulan Cerpen “BH”?

Dalam kumpulan cerpennya ini, Emha mengajak para pembacanya untuk menengok dan melihat lebih dalam lautan hikmah yang terjadi dalam kehidupan realitas sosial. Kumpulan cerpen ini bisa disebut buku pemikiran, di mana pembaca di ajak berpikir dan merenungi lebih dalam bagaimana suatu peristiwa itu terjadi dan ada apa di balik kejadian itu?, itulah yang disebut hikmah yang Emha ingin sampaikan melalui cerpennya ini.

Teori Analisi Wacana Teun Van Djik adalah teori yang tepat untuk melihat bagaimana hikmah itu disampaikan. Menurut Van Djik ada tiga dimensi analisis wacana dalam memahami suatu teks, yaitu: analisis teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

Melalui penelitian yang mendalam dan wawancara langsung dengan Emha Ainun Najib dan Penerbit Buku Kompas, akhirnya ketiga pertanyaan di atas dapat terjawab. Dari segi teks dapat dilihat dari sisi tematik, skematik, semantik, sintaksis, stilistik, retoris. Sedangkan dari segi kognisi sosial, khususnya kognisi pengarang dalam memahami suatu peristiwa tertentu, semuanya terjadi secara spontan dibantu oleh kreatifitas pengarang itu sendiri. Sedangkan proses produksi teks sehingga menjadi satu buku dilakukan oleh Penerbit Buku Kompas, dengan mengumpulkan cerepn-cerpen Emha yang dimuat di Kompas dan media lainnya dan cerpen yang dikirim oleh Emha langsung. Kemudian dari segi konteks sosial, karya Emha ini memang bertemakan sosial dan menggambarkan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan keseharian kita. Namun tidak sampai di situ, tapi bagaimana melihat hikmah yang terjadi dari kejadian tersebut.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pesan dakwah yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen “BH “disajikan melalui tiga dimensi analisis wacana; Teks, Kognisi Sosial dan Konteks Sosial.


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang dapat terucapkan pada saat ini kecuali kata syukur dan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan segalanya kepada hambanya ini baik itu berupa keimanan, keislaman dan juga kesehatan yang sangat berguna sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Walaupun penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan karena masih banyak terdapat kekurangan yang tak lain adalah dari kebodohan penulis sendiri.

Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan keharibaan junjungan Nabi Muhammad SAW, penghulu para nabi dan rasul, yang dengan sebab kehadirannya kita bisa bahagia. Semoga Islam yang beliau sebarkan di bumi ini terus disyiarkan oleh pengikutnya hingga kiamat kelak.

Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis tak lupa mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam meyelesaikan pembuatan skripsi ini secara langsung ataupun tidak. Ucapan terima kasih yang tak terhingga ini penulis hanturkan kepada:

1. Bapak Dr. Murodi. MA sebagai Dekan Fakultas Dakwah, Bapak Dr. Arif Subhan. MA sebagai Pudek I Fakultas Dakwah, Drs. H. Mahmud Jalal. MA sebagai Pudek II Fakultas Dakwah dan Bapak Drs. Study Rizal LK. MA sebagai Pudek III Fakultas Dakwah

2. Bapak Drs. Wahidin Saputra M.Ag sebagai Ketua Jurusan KPI, Ibu Dra. Umi Musyarofah. MA sebagai Sekretaris Jurusan KPI, serta segenap staf Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(5)

v

3. Ibu Dra. Armawati Arbi. M.Si sebagai Dosen Pembimbing penulis yang telah memberikan arahannya kepada penulis dalam membuat karya ilmiah ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Faktultas Dakwah yang telah memberikan ilmunya kepada penulis sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis, mudah-mudahan tetap komitmen dalam menjalankan tugas sucinya.

5. Bapak Emha Ainun Najib sebagai narasumber yang telah memberikan keterangan berupa data mengenai cerpennya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar.

6. Forum Kenduri Cinta yang telah membantu mempertemukan penulis dengan Emha Ainun Najib. Terima kasih atas bantuannya. Semoga Kenduri Cinta tetap eksis dalam memberikan ide-ide baru dalam rangka pencerahan masyarakat.

7. Bapak Irwan Suhanda sebagai Staf Redaksi Penerbit Buku Kompas yang sangat kooperatif dalam memberikan data-datanya kepada penulis sehingga penulis dapat menyempurnakan data yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Pimpinan Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Dakwah dan juga Bapak pimpinan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama yang telah memberikan pinjaman bukunya guna melengkapi data yang penulis butuhkan.

9. Ibunda tercinta dan juga ayahanda yang dengan cinta dan pengorbanannya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman baikku Mustopa, Mansur dan Rohmani terima kasih atas dukungan dan semangat yang kalian berikan dan juga teman-temanku yang lain yang selalu ada di saat penulis susah maupun senang.


(6)

vi

11.Rita Fauziah, Mansyur, Lisa dan teman-teman lain seperjuanganku di KPI E. semoga kalian sukses selalu. Persahabatan kita tak akan kulupakan.

12.“Putri Hwang-Koe, makasih atas motivasi dan semangat yang kamu berikan.

Akhirnya penulis hanya dapat berdo’a semoga amal shaleh mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang sebaik-baiknya

Tangerang, 3 Juni 2008


(7)

vii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah telah menghendaki Islam untuk menjadi sebuah risalah universal yang abadi, yaitu sebagai petunjuk Allah untuk semua manusia dari segala bangsa (umat), segala kelas sosial, segala individu dan segala generasi.1

Umat Islam adalah pedukung amanah, untuk meneruskan risalah dengan dakwah; baik sebagai umat kepada umat-umat yang lain, ataupun selaku perseorangan di tempat manapun mereka berada, menurut kemampuan masing-masing.2

Banyak hal yang dapat digunakan sebagai media dakwah, salah satunya adalah dengan cerita, baik berupa cerita yang panjang dan sistematis seperti novel, maupun cerita pendek yang menarik seperti cerpen. Cerpen merupakan sebuah prosa yang dapat dijadikan sebagai media dakwah. Ceritanya yang pendek dan menarik membuat cerpen menjadi sebuah bacaan yang menarik untuk dibaca baik oleh remaja maupun orang dewasa.

Pemanfaatan cerpen sebagai media dakwah kini bukan menjadi hal yang baru, banyak cerpenis-cerpenis muda yang telah sukses membuat pembaca terbawa dengan cerita yang dibuatnya, sehinggga cerpen kerap kali menjadi sebuah bacaan hiburan dan dakwah yang diandalkan dalam media-media cetak, baik koran harian, tabloit, ataupun majalah

Judul dalam cerpen terkadang menjadi bumbu yang dapat memancing pembaca dan membuatnya penasaran, sehinggga ketika melihat judul cerpen tersebut, pembaca

1

Yusuf Al-Qardhawi, Pengantar Kajian Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), Cet. Ke-2, h. 142

2

Mohammad Natsir, Fiqhud Dakwah, (Kakarta: Yayasan Cipta Selecta, 1996), Cet. Ke-10, h. 109


(8)

viii

sudah tergoda untuk membaca cerpen tersebut. Seperti halnya kumpulan cerpen yang dibuat oleh salah seorang tokoh sastra dan budayawan Indonesia Emha Ainun Najib. Kumpulan cerpen-cerpen ini kemudian dirampungkan dalam sebuah buku yang berjudul Kumpulan Cerpen “BH”, orang mungkin akan berpikir hal-hal kotor ketika membaca judul tersebut, padahal ketika dibaca, cerita tersebut berisi gambaran kehidupan sosial masyarakat yang erat dengan hubungannya dengan sesama dan Tuhan, atau dengan istilah lain hablumminallah dan hablumminannas.

Dengan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membuat sebuah skripsi dengan judul “Analisis Wacana Kumpulan Cerpen BH Karya Emha Ainun Najib.” Hal ini berdasarkan atas alasan-alasan berikut:

Pertama, seiring dengan berjalannya waktu, karya-karya sastra seperti cerpen sudah mulai banyak digemari dan digandrungi oleh para penikmatnya, khususnya cerpen-cerpen yang mengangkat sisi-sisi kemanusiaan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, seperti apa yang disajikan oleh Emha dalam kumpulan cerpennya yang berjudul “BH”.

Kedua, walaupun terlihat fulgar, cerpen-cerpen Emha bagi penulis mampu mengurai lautan hikmah dalam tiap laku kemanusiaan kita, lingkungan sekitar kita sesederhana dan sekecil apapun yang sering luput dari perhatian kita dengan senantiasa mengasah kelembutan serta kedalaman rasa dan pikir., setidaknya bagi penulis buku Emha yang satu ini adalah juga buku pemikiran. Apapun yang bisa membuat kita berpikir dan menyadari sesuatu yang berharga dari kehidupan.

B. Pembatasan dan Perumusan masalah 1. Batasan Masalah


(9)

ix

Pembahasan dalam skripsi ini hanya dibatasi 5 judul cerpen dari 15 judul cerpen yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen “BH” karya Emha Ainun Najib. Hal ini dengan alasan bahwa kelima judul tersebut banyak mengandung pesan dakwah dalam isi ceritanya.Kelima judul tersebut adalah:

a. BH

b. Kepala Kampung c. Ambang

d. Podium e. Di Belakangku 2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau

peristiwa tertentu yang terdapat kelima cerpen dari kumpulan cerpen ”BH”? b. Bagaiman kognisi pengarang dalam memahami seseorang atau peristiwa

yang dianalisis dalam kelima cerpen dari kumpulan cerpen ”BH”?

c. Bagaimana wacana (konteks sosial) yang berkembang dalam masyarakat dengan penggambaran seseorang atau peristiwa tertentu dalam kelima cerpen dari kumpulan cerpen ”BH”?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan Pokok Permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu dari kelima cerpen dalam kumpulan cerpen ”BH”.


(10)

x

2. Mengetahui bagaimana kognisi pengarang dalam memehami seseorang atau peristiwa tertentu yang akan dianalisis dari kelima cerpen dalam kumpulan cerpen ”BH”.

3. Memahami bagaimana wacana (konteks sosial) yang berkembang dalam masyarakat dengan penggambaran seseorang atau peristiwa tertentu dari kelima cerpen dalam kumpulan cerpen ”BH”.

D. Metodologi Penelitian

Pada penelitian kali ini digunakan pendekatan analisis wacana (discourse analisis) dengan menggunakan paradigma konstruktifisme yang menyatakan bahwa fakta merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu.3

Dalam hal ini, analisis wacana merupakan salah satu alternatif teknik penelitian untuk memperoleh gambaran isi pesan selain analisis isi kuantitatif. Melalui analisis wacana tidak hanya mengetahui isi pesan yang disampaikan, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Karena analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam analisisnya, analisis wacana lebih bersifat kualitatif, karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori seperti analisis isi kuantitatif. Unsur penting dalam analisis wacana adalah kepaduan (coherence), dan kesatuan (unity) serta penafsiran peneliti.4

Adapun model analisis wacana yang banyak dipakai adalah model Teun A. Van Dijk. Modelnya kerap disebut sebagai kognisi sosial. Istilah ini sebenarnya diadopsi dari pendekatan lapangan psikologi sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan proses

3

Dedy Mulyana, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002), Cet. Ke-1, h. 19

4

Alex Sobur, Analisis Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana dan Framing. (Bandung: PT. Remja Rosda Karya, 2002), Cet. Ke-2, h. 68


(11)

xi

terbentuknya teks. Menurutnya, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari satu praktek produksi yang harus diamati.5

Oleh karena itu, Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Bila digambarkan, maka skema penelitian dan metode yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Skema dan Metode Penelitian Van Dijk6

STRUKTUR METODE

Teks

Menganalisa bagaimana wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu.

Critical Linguistiq - Tematik - Skematik - Semantik - Sintaksis - Stilistik - Retoris Kognisi Sosial

Menganalisa bagaimana kognisi pengarang dalam memahami seseorang atau peristiwa tertentu yang akan dianalissis.

Interview/wawancara

Konteks Sosial

Menganalisa bagaimana wacana (konteks sosial) yang berkembang dalam masyarakat dengan penggambaran seseorang atau peristiwa tertentu .

Studi Pustaka

1. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah cerpen “BH” sebagai salah satu judul sentral yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen karya Emha Ainun Najib dan objek penelitiannya adalah wacana di dalam pesan-pesan dakwah pada cerpen tersebut.

2. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Teks

5

Eriyanto, Analisis Wacana, (yogyakarta: LkiS, 2003), Cet. Ke-3, h. 270

6


(12)

xii

Sebagai metode ilmiah, observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki.7

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi teks yaitu pengamatan untuk menganalisis isi makna pesan yang terdapat di dalamnya, kemudian dilakukan pengamatan dengan sistematis fenomena yang terdapat dalam teks tersebut sebagai objek penelitian yaitu teks cerpen “BH” pada buku kumpulan cepen “BH” karya Emha Ainun Najib.

b. Interview (Wawancara)

Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.8 Penulis melakukan wawancara bebas terpimpin, yaitu pertanyaan yang diajukan, penulis tidak hanya berpedoman pada sistematika pertanyaan yang telah disediakan tetapi juga pemberi data dapat menjawab dengan bebas dan terbuka.

Pada penelitian ini, penulis akan melakukan wawancara dengan Cak Nun, nama yang kita ketahui sebagai nama panggilan akrab Emha Ainun Najib tentang buku kumpulan cerpennya khususnya cerpen yang berjudul “BH” dan bagaiman proses pengambilan judul tersebut.

c. Dokumentasi

Penulis menghimpun data-data dan literatur yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini yang didapat melalui penelitian kepustakaan.

3. Teknik Olah Data

7

Sutrisno, Metodologi Researce, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h. 192

8


(13)

xiii

Untuk penelitian ini, pengolahan data akan disesuaikan dengan kerangka analisis wacana yang dikemukakan oleh Teun Van Dijk, yaitu meneliti dari analisis teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

4. Teknik Analisis Data a. Proses Penafsiran Data

Dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretative yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti.

Dalam tahap ini, penulis akan memperlihatkan data-data yang terdapat dalam data utama yaitu cerpen “BH”, kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan disesuaikan pada kerangka dalam analisis wacana.

b. Penyimpulan hasil penelitian

Dalam tahap ini, kesimpulan yang akan diambil oleh peneliti dengan mendasarkan pada semua data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian.

Pada teknik penulisan penelitian ini, penulis mengacu pada buku pedoman penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terbitan UIN Press tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan penulis terdiri dari lima bab yang disesuiakan dengan pokok permasalahan yang hendak dibahas. Adapun sistematika penulisan secara lengkap adalah sebagai berikut:

BAB I Yaitu pendahuluan yang terdiri atar latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian yang digunakan, dan sistematika penulisan.

BAB II Yaitu Tinjauan teoritis dari cerpen, dan dakwah islamiyah. Berisikan tentang cerpen sebagai media dakwah mencakup pengertian dakwah dan cerpen secara garis besar, membahas bagaimana wacana yang dibangun oleh pengarang, dan juga membahas konsep dan model analisis wacana Van Dijk. BAB

III

Berisikan Profil pengarang cerpen yaitu Emha Ainun Najib, dan gambaran umum dari kumpulan cerpen BH.

BAB IV

Yaitu Analisis cerpen “BH”. Analisis wacana pesan dakwah cerpen “BH” yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen “BH” karya Emha Ainun Najib meliputi gagasan atau ide cerpen dan analisa data. BAB V Bab ini adalah bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran yang membangun demi


(14)

xiv BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Kerangka Teoritis

Dalam kerangka teoritis kali ini, penulis menggunakan teori Agenda Setting. Teori ini ditemukan oleh McComb dan Donald L. Shaw sekitar 1968. Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori peluru yang mengangap media mempunyai kekuatan memengaruhi khalayak. Bedanya teori peluru memfokuskan pada sikap (afektif), pendapat atau bahkan perilaku. Agenda setting memfokuskan pada kesadaran dan pengetahuan (kognitif)9. Teori ini sesuai dengan apa yang Emha Ainun Najib sampaikan dalam kumpulan cerpennya kali ini. Di mana Emha ingin mengajak para pembacanya untuk berpikir dan menyadari betapa berharganya setiap kejadian yang terjadi di sekeliling kita, menyadari betapa banyak hikmah yang dapat kita ambil dari kejadian itu.

Model ini mempunyai asumsi bahwa ada hubungan positif antara penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada persoalan tersebut. Jadi, jika suatu persoalan dianggap penting oleh suatu media, maka persoalan itu akan dianggap penting oleh masyarakat sebaliknya jika persoalan dianggap tidak penting oleh suatu media, maka persoalan itu juga akan dianggap tidak penting oleh masyarakat.

Asumsi dasarnya adalah: To tell what to think about membentuk persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Dasar pemikirannya adalah: di antara berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang lebih banyak mendapat perhatian dari media massa akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya, akan dianggap penting

9

Rahmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta:Kencana, 2007), Cet. Ke-2, h. 220


(15)

xv

dalam suatu periode tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang dapat perhatian dari media massa.10

Stephen W. Littlejohn (1996: 361) mengutip Rogers & Dearing mengatakan bahwa fungsi agenda setting merupakan proses linier yang terdiri dari tiga bagian.

Pertama, Agenda media ini harus disusun oleh awak media. Kedua, agenda media dalam berbagai hal memengaruhi atau berinteraksi dengan Agenda Publik atau naluri publik tentang pentingnya isu, yang nantinya memengaruhi Agenda Kebijakan. Ketiga, Agenda Kebijakan (policy) adalah apa yang dipikirkan oleh para pembuat kebijakan publik dan privat penting atau pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting oleh publik.

Dalam persinya yang paling sederhana dan paling langsung, teori agenda setting meramalkan agenda media memengaruhi agenda public dan pada gilirannya , agenda publik memengaruhi agenda kebijakan.11

Model Agenda Setting12

Variabel Variabel Variabel Variabel Efek Media Massa Antara Efek Lanjutan

- Panjang - Sifat Stimulus - Pengenalan - Persepsi - Penonjolan - Sifat Khalayak - Salience - Aksi - Konflik - Prioritas

10

Jumroni dan Suhaimi, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Press, 2006), Cet. Ke-1, h. 54-55

11

Rahmat Kriyantono, Op. Cit.,h. 221

12

Ibid., h. 222-223


(16)

xvi B. Ruang Lingkup Dakwah

1. Pengertian dan Tujuan Dakwah

Ditinjau dari segi etimologi kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang berbentuk masdar. Sedangkan kata kerjanya (fi’il) adalah yang bererti menyeru, memanggil, mengajak, menjamu.13 Arti dakwah seperti ini sering kali dijumpai dalam ayat-ayat Alqurqn, seperti:

"#

$

%

&'(

)

*, $ -.

/ %

0123$

4

5

6'(78%9

:;

<

#=5

>* ?7%9

6

: '@

6 

A

9

)

#=5 %

>* ?7%9

BC

- D7,

$

E@F

Artinya :

“ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan jalan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan jalan yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah lebih mengetahui antara siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS : An-nahl: 125)

Para pemikir Islam mengemukakan definisi tentang dakwah menurut redaksi dan susunan bahasa mereka masing-masing, diantaranya adalah sebagai berikut :

Menurut M. Isa Anshari dakwah yaitu “ menyampaikan seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia, agar menerima dan mempercyai keyakinan dan hidup Islam”. 14

13

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, ( Jakarta :Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah/penafsiran Alquran, 1973), h. 127

14

Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjau Aspek dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. Ke-1, h. 26


(17)

xvii

Lebih jauh Ki M.A. Mahfoeld mengartikan dakwah yaitu “panggilan yang tujuannya untuk menbangkitkan keinsyafan orang agar kembali ke jalan Allah SWT yang sifatnya adalah ekspansif, memperbesar jumlah orang yang berada di jalan Allah SWT”.15

Senada dengan M. Isa Anshari, A. Hasjmy mengatakan dakwah yaitu “mengjak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syari’at Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri”.16

Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dakwah merupakan suatu kegiatan/usaha untuk mengajak individu maupun golongan agar mengikuti ajaran islam dan merealisasikannya dalam kehidupan yang tercermin melalui sikap dan tingkah laku yang dapat dilakukan dalam berbagi cara dan metode-metode tertentu dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang lebih baik di dunia maupun di akhirat.

Dakwah bertujuan untuk mengajak kepada syari’at dan menelaahnya dalam persoalan hidup, baik hidup perseorangan, berumah tangga, berjamaah, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dakwah juga dapat memanggil kepada tujuan hidup yang hakiki yakni menyembah Allah.17 Selain dakwah juga bertujuan untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan pengamalan ajaran agama yang dibawa oleh aparat dakwah atau penerang agma (da’i).18 Dengan demikian tujuan dakwah adalah menerapkan ajaran agama Islam kepada setiap insan.

15

Ibid., h. 27

16

A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 87

17

M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya, ( Jakarta : Gema Insani Press, 1999), cet. Ke-1, h. 70

18

M. Arifin, Psikologi Dakwah (suatu pengantar studi). (Jakarta : Bumi Aksara, 1993), cet. Ke-2 , h.3-4


(18)

xviii 2. Media Dakwah

Media merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam aktivitas kehidupan manusia bahkan menurut juru media manusia menjadi sasaran media. Dalam kamus komunikasi pengertian media adalah sarana yang dpergunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya, banyak jumlahnya atau kedua-duanya.

Maka dakwah sebagai bagian dari aktivitas komunikasi sangat memerlukan media agar dapat menunjang proses kegiatan dakwah sehingga tujuan dakwah dapat tercapai.

Berdasarkan pengertian di atas, media dakwah yang dimaksud dapat berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebaginya.

3. Metode Dakwah

Metode dakwah sangat diperlukan dalam proses dakwah guna keberhasilan dakwah Islam, tanpa metode dakwah yang tepat dan sesuai dengan kontekstualnya maka sulit rasanya perkembangan dakwah akan berhasil dengan baik. Terlebih lagi di zaman modern ini sasaran dakwah semakin kompleks dan hiterogen dan pelaksanaan dakwah dituntut secara metodologis agar dapat sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman.metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u (komunikan) untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih saying.19

Metode dakwah dapat diaktualisasikan melalui dakwah yang disampaikan dengan hikmah, mauizhoh hasanah, mujadilah, dengan cara yang baik dan tidak menggunakan paksaan atau kekerasan.

19

Munjir Suparta dan Harjani Helfi, Metode Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2003), cet. Ke-1, h. lih. Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, h. 43


(19)

xix C. Ruang Lingkup Cerpen

1. Pengertian Cerpen

Cerpen (cerita pendek) adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan daripada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu situasi).20

Menurut Jakob Sumarjo, dalam wujud fisiknya cerpen adalah cerita yang pendek. Tapi tentang panjang dan pendeknya orang bisa berdebat. Pendek di sini bisa berarti cerita yang habis dibaca selama sekitar sepuluh menit, atau sekitar setengah jam. Cerita yang dapat dibaca sekali duduk. Atau cerita yang terdiri dari sekitar lima ratus kata bahkan ada yang terdiri dari tiga puluh ribu kata.21

Lebih lanjut Henry Tarigan dalam bukunya prinsip-prinsip dasar sastra mengutip beberapa definisi cerpen antara lain:

Ellwry Sedwick, menyatakan bahwa cerpen adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca.

Nugroho Noto Susanto menyatakan bahwa cerpen adalah cerita yang panjangnya di sekitar lima ribu kata atau tujuh belas halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri.

Ajip Rosidi membiri batasan dan keterangan bahwa cerpen adalah cerita yang pendek dan merupakan suatu kebetulan ide, sebuah cerpen adlah lengkap, bulat dan singkat.22

20

Dep. Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke-1, h. 165

21

Jakob Sumarjo, Seluk Beluk dan Petunjuk Menulis Cerita Pendek

22


(20)

xx

Jadi cerpen merupakan sebuah cerita yang pendek dalam bentuk wujud fiksinya yakni dapat dibaca dalam kurun waktu singkat. Dan memberi arti sebuah cerpen, pada dasarnya mencari tema yang dikandung oleh cerpen tersebut.

Ciri essensial pertama dari cerpen adalah wujud fisiknya, yakni singkat, kedua, sifat naratifnya atau ceritanya. Cerpen harus naratif dan pendek. Dan ciri essensial ketiga, cerpen adalah fiksi, fiksi yang berarti ciptaan atau rekaan (fiktif).23

Meskipun cerpen merupakan fiksi, tapi ia harus berdasarkan realitas yang berarti dapat terjadi seperti itu. Maka salahlah anggapan sementara orang bahwa membaca fiksi (novel atau cerpen) hanyalah membuang waktu.

Orang membaca fiksi berarti orang ikut terjun menghayati pengalaman seseorang. Dalam membaca cerpen atau kita mengidentifikasi diri dengan tokoh cerita sehingga kita sendiri seakan ikut mengalami pengalaman, perubahan, perasaannya.24

2. Unsur-unsur Cerpen

Untuk memahami sebuah karya sastra dibutuhkan seperangkat ilmu yang memadai sebagai bahan pelengkap agar daya apresiasi dapat mencerna dengan baik. Perihal semacam ini sejalan dengan pengertian mengarang yang dikemukakan oleh Cipta Loka Caraka. Mengarang adalah mengungkapkan sesuatu secara jujur tanpa rasa emosionil yang berlebih-lebihan, realitas, dan tidak menghamburkan-hamburkan kata secara tak jelas. Pengungkapan mesti jelas dan teratur, sehingga meyakinkan para pembaca. Maka uraian harus mencerminkan bahwa pengarang sungguh-sungguh dan mengerti atau menghayati apa yang diuraikan itu.25

23

Jakob Sumarjo, Op. Cit., h. 8-9

24

Ibid, h. 9

25


(21)

xxi

Untuk meningkatkan daya apresiasi pembaca dengan baik, maka seseorang pengarang harus mempunyai prinsip-prinsip dalam membuat karangan tersebut. Menurut Jakob Sumardjo ada beberapa unsur (prinsip) dalam cerpen diantaranya:

a. Gagasan, menjadi premis utama cerita atau ide yang akan diuraikan dalam cerita.

b. Alur, sering kali disebut Plot (rangkaian peristiwa sehingga tergambar bagaimana uraian kejadian.

c. Penokohan.

d. Latar atau setting, menjelaskan mengenai dimensi ruang dan waktu. e. Sudut Pandang, merupakan posisi penulis/ pengarang cerita.

f. Gaya, cara khas pengungkapan seseorang. g. Suasana atau rasa.26

D. Cerpen Sebagai Media Dakwah

Dakwah dalam Islam adalah mengajak manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia maupun di akhirat.

Dakwah juga bisa diartikan sebagi sebuah kegiatan komunikasi melalui media cetak. Untuk itu dalam kegiatan dakwah terdapat komponen-komponen komunikasi. Seperti tersirat dalam definisi klasik dari Lasswell “who says what in which channel to whom with what effect”.27 “Who says” adalah da’i, “what”, adalah pesan dakwah, “in which channel”, adalah media dakwah, “to whom” adalah sasaran dakwah dan “with what effect” adalah efek dakwahnya.

26

Ibid. h.15-40

27

Hafied Cangra, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), Cet. Ke-1. h. 78


(22)

xxii

Konsep Islam dan sastra sebenarnya adalah satu kaki dari kaki dakwah yang lainnya. Sebagaimana yang dikatakan para ulama bahwa setiap kita adalah da’i. maka tentu saja kita memposisikan diri sebagia da’i sebelum yang lain.28

Adapun sastra (cerpen) merupakan salah satu cabang seni yang berbeda dengan cabang-cabang seni yang lainnya. Sastra menggunakan bahasa sebagai alat ukurnya. Itulah sebabnya pemahaman bahasa dalam rangka apresiasi sastra merupakan hal yang mutlak. Maka dapat dikatakan sastra merupakan aktualisasi bentuk-bentuk kehidupan. Dengan menggunakan bahasa dari pengalaman seseorang.

Sudah selayaknya sebagai muslim dan muslimah berpikir bagimana menjadikan sastra sebagi sarana dakwah yang bukan saja memberikan pencerahan fikriyah namun juga pencerahan ruhiyah bagi para pembaca.

Dengan cerpen orang tidak merasa didakwahi atau dinasehati. Cerpen juga bisa menasehati dengan menghibur. Cerpen artinya bereaksi terhadap realitas dan orang akan bisa bercermin lewat cerpen.

28


(23)

xxiii

E. Konsep Wacana dan Model Analisis Teun Van Dijk

Istilah wacana sekarang ini dipakai sebagai terjemahan dari perkataan bahasa Inggris discourse, kata discourse inipun berasal dari bahasa Latin diskursus, dis: dari, dalam arah yang berbeda dan currere: lari, sehingga berarti lari kian kemari.

Pemakaian istilah wacana memiliki perbedaan makna, ini dikarenakan perbedaan disiplin ilmu yang memakainya. Bahkan kamus, kalau dianggap merujuk pada referensi yang yang objetif, juga memiliki definisi yang berbeda pula. Dalam salah satu kamus bahasa Inggris terkemuka disebutkan bahwa wacana adalah: komunikasi buah pikiran dalam kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan, konvensi atau percakapan.29

Ismail Muharimin mengartikan wacana sebagai “kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urutan-urutan yang teratur dan semestinya”, dan “komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur”.30 Dari definisi ini, wacana harus mempunyai dua unsur penting, yaitu kesatuan (unity) dan Kepaduan (coherence).

Alex Sobur berupaya merangkum pengertian wacana dari berbagai pendapat, ia memandang wacana sebagai “rangkaian ujar atau rangkaian tidak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kasatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun non segmental bahasa”.31

29

Ibid., h. 71

30

Ismail Muharimin, Menulis Secara Populer, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), h. 26

31


(24)

xxiv

Istilah analisis dalam kamus pintar bahasa Indonesia diartikan sebagia suatu sifat penelitian, penguraian, kupasan. Sedangkan analisa adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan sebenarnya.32

Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini. Aliran-aliran linguistic selama ini membatasi penganalisaannya hanya kepada soal kalimat, dan barulah belakangan ini sebagian ahli memalingkan perhatiannya kepada penganalisaan wacana.33

Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh para ahli, model Van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Hal ini kemungkinan karena Van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga dapat didayagunakan dan dipakai secara praktis.34 Wacana oleh Van Dijk digambarkan memiliki tiga dimensi yaitu: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Ketiga bagian ini adalah bagian yang integral dalam kerangka Van Dijk, untuk itulah Van Dijk menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut dalam satu kesatuan analisis.

1. Teks

Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur dari teks. Van Dijk melihat suatu teks terdiri dari beberapa struktur atau tingkatan yang masing bagian saling mendukung. Ia membaginya kedalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro, yaitu makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topic atau tema yang diangkat oleh suatu teks. Kedua, super struktur, yaitu: kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan. Dan ketiga struktur mikro, yaitu makna

32

Hamis ST, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Pustaka Dua, 2000), cet. Ke-1, h. 34

33

A. Hamid Lubis, Analisis Wacana Pragmatis, (Bandung: Angkasa,1993), cet. Ke-1, h. 12

34


(25)

xxv

wacan yang dapat diamati dari suatu teks yakni; kata, kalimat, proposisi dan gaya yang dipakai dari suatu teks.35

2. Kognisi Sosial

Dalam dimensi ini, menerangkan bagaimana teks diproduksi oleh pembuat teks, cara memandang suatu realitas social yang melahirkan teks tertentu. Analisis kognisi sosial menekankan bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan, dianalisis dan ditafsirkan kemudian ditampilkan dalam suatu model dalam memori. Proses terbentuknya teks yang demikian ini, tidak hanya bermakna mengetahui proses terbentuknya teks, pada tahap ini pula dimasukkan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu wacana tertentu.

3. Konteks Sosial

Konteks sosial adalah bagian dari wacana yang berkembang di masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi oleh masyarakat.

Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Konteks sangat penting dalam menentukan makna dari suati ajaran.

Dalam kerangka Van Djik, penelitian terhadap bagaimana wacana diproduksi dalam masyarakat sangat diperlukan, sehingga dalam hal ini dapat dilihat mengenai teks yang dihubungkan lebih jauh dengan strukrur sosial dan pengetahuan yang berkembang atas suatu wacana.

35


(26)

xxvi BAB III

PROFIL DAN GAMBARAN UMUM

A. Profil Emha Ainun Najib 1. Latar Belakang Keluarga

Muhammad Ainun Najib adalah wong Jombang. Muhammad disingkat menjadi inisial M.H. yang pada akhirnya menjadi Emha.36 Ia adalah anak desa. Tepatnya desa santri. Dari desa ia banyak mendapatkan pengalaman dan pelajaran tentang kasederhanaan, kebersahajaan, kewajaran, dan kearifan hidup. Karena pelajaran besar itulah Emha menganggap bahwa peran sosial bukan sebagai karir. Melainkan sebagai kewajiban dan fungsi sosial yang mampu memberi makan kepada masyarakat. Karena pelajaran besar itu pulalah, Emha tetap bertahan untuk hidup sederhana. Dikatakan bertahan, karena secara ekonomis ia sesungguhnya mampu menyesuaikan diri dengan gaya hidup kelas menengah yang borjuistic. Setiap hari ia masih makan di warung di pinggir jalan. Sampai-sampai ia sakit karena kurang gizi.

Peraih bintang Medal of Islamic Excellence 2005 dari The Moslem News

(Inggris)37 yang juga dikenal dengan sapaan Cak Nun ini lahir pada hari Rabu Legi 27 Mei 1953 di Menturo, sumobito, Jombang, Jawa Timur. Menturo adalah pusat budaya dan tradisi yang cukup penting bagi pengembaraan panjang Emha, baik dari dimensi sosial, intelektual, kultural, maupun spiritual.38

36

Ian Leonard Betts, Jalan Sunyi Emha (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, Juni 2006), h. 1

37

Ibid., h. xi.

38

Emha Ainun Najib(Muhammad AinunNajib), Sedang Tuhan pun Cemburu, Refleksi Sepanjang Jalan, (Yogyakarta: SIPRESS, Januari 1995), Cet. Ke-3, h. 305


(27)

xxvii

Emha adalah anak keempat dari lima belas bersaudara.39 Ayahnya bernama Muhammad Abdul Latif, seorang kiai terpandang di desa Menturo, Sumobito, Jombang, Jawa Timur. Sedangkan ibunya bernama Chalimah.40 Dari kedua orang tuanya inilah yang sangat berpengaruh dalam pembentukan watak intelektual maupun prilaku kehidupan sehari-sehari, terutama dalam bidang kesantrian Emha kecil.

Kepribadian Emha yang sangat kritis terhadap ketimpangan-ketimpangan apapun yang terjadi di sekitarnya sudah tampak sejak ia masih anak-anak. Guru SD-nya pun pernah merasakan kekritisan prilaku Emha ketika ia masih duduk sebagai siswa SD. “Suatu ketika, Emha terlambat masuk sekolah. Resikonya ia dihukum gurunya: berdiri di depan kelas sampai seluruh pelajaran selesai. Emha konsekuen dengan aturan sekolah itu. Baginya aturan itu harus dijunjung tinggi oleh siapapun. Maka ketika pada suatu hari gurunya pun terlambat mengajar, Enha pun secara konsekuen menerapkan aturan itu. Ia menghukum sang guru untuk memikul sepedanya keliling halaman sekolah! Tentu saja, sang guru merasa dilecehkan. Ia tersinggung berat. Ia marah. Ujungnya Emha keluar dari SD itu, yang dianggap telah menerapkan aturan yang tidak adil”.41 Potongan kenangan masa silam itu hanyalah ilustrasi kecil dari daya kritis dan “kenakalan” Emha yang mendorongnya untuk selalu menggugat ketidakadilan. Tak peduli siapa pelakunya. Di depan Emha, semua sama. Termasuk ayah dan bundanya.

“Masih dalam rangkaian masa kecil Emha, suatu ketika ibunya memasak makanan yang mewah. Tapi makanan itu hanya terbatas bagi keluarganya. Tidak bisa dibagikan kepada para tetangganya yang hanya sehari-hari hanya makan thiwul (nasi gaplek) atau nasi jagung. Emha protes keras. Makanan yang siap disantap diobrak-abriknya. Baginya, tidak etis makan makanan yang mewah di tengah orang-orang yang kesulitan makan. Lebih baik memasak makanan yang sederhana tapi bisa dinikmati banyak orang. Protes ini dipahami ayah dan ibu Emha. Bahkan mereka menganggap sikap kritis dan “kenakalan” itu sebagai hal wajar dan wajib dikembangkan.

Boleh dikatakan maqam referensi pemahaman Islam yang dimiliki Emha sampai sekarang adalah diperoleh dari kedua orang tuanya di mana ia dilahirkan. Dari beberapa

39

Ian Leonard Betts, Op. Cit., h.1

40

Emha Ainun Najib(Muhammad Ainun Najib), Op. Cit., h. 303

41


(28)

xxviii

kisah di atas juga dapat ditelusuri mengenai pembentukan kepribadian Emha, ketika ia tumbuh dan berkembang dalam asuhan dan kasih sayang kedua orang tuanya. Tentang sosok kedua orang tuanya Emha mengungkapkan:

“Ayah saya adalah seorang petani dan kiai yang mempunyai sebuah surau, tetapi dia adalah pemimpin masyarakat, tempat bertanya dan mengadu orang desa untuk berbagai masalah yang mereka hadapi. Begitu pula ibu saya. Semua masalah yang tidak dapat mereka pecahkan mereka ajukan ke orang tua saya untuk dipecahkan. Bahkan ketika saya masih dalam buaian., dan kemudian menjadi anak kecil, saya sering kali dibawa ibu mengunjungi para tetangga untuk menanyakan apa yang mereka masak, apakah mereka menyekolahkan anak-anak mereka sekolah,dan banyak masalah lain. Pengalaman ini membentuk kesadaran dan sikap sosial saya, dan nilia-nilai kami didasarkan agama karena ajaran kunci Islam menolong sesama manusia dari kemiskinan dan membuat mereka mampu berfungsi sebagai manusia seutuhnya”.42

Berbagai macam peristiwa dan pengalaman yang ia dapatkan dalam keluarga ikut memperoses sikap sosial Emha. Apalagi jika Emha melihat bagaimana ibunya berusaha menangani permasalahan yang dialami ibu-ibu lain di desanya, terutama masalah ekonomi. Akan pengorbanan ibunya itu Emha menuliskan:

“Ibu saya menjual barang-barang seperti TV, mebel, sepeda motor, dan lain-lain secara kredit karena ia kasihan kepada mereka. Padahal sebenarnya ia miskin. Ia hanya mempunyai sepasang pakaian, kain batik, dan kerudung. Jangan heran kalau ia terbelit hutang. Tetapi kenaifannya dalam pengelolaan merupakan suatu yang luhur bagi kami, anak-anaknya.”43

Keadilan menjadi titik kunci baginya. Artinya, keadilan menjadi titik pusat dalam dalam setiap aktualisasi peran sosial Emha. Atas nama keadilan pula, Emha merasa wajib menggedor-gedor langit.”…saya tidak bisa asyik sendiri di kamar. Tekun beribadah merayu Tuhan agar saya masuk syurga sendirian, sementara ketidakadilan bagai hujan lebat menikam bumi…”44

42

Ian Leonard Betts, Op. Cit., h. 7

43

Ibid. h 7

44


(29)

xxix

Kalau mau, sesungguhnya Emha punya paspor untuk memasuki lingkaran kekuasaan. Tetapi ia tetap bertahan sebagai orang pinggiran. Emha tetap bertahan di kemah Yogya yang jauh dari hiruk-pikuk perebutan kekuasaan lokal, nasional, maupun glogal.

2. Latar Belakang Pendidikan

Riwayat pendidikan Emha boleh dikatakan kurang indah. Spintas, Emha menempuh jenjang pendidikan formal akademiknya dengan langkah sempoyongan, bahkan juga agak kacau. Dia mengenyam pendidikan SD di Jombang (1965) dan SMP Muhammadiyah di Yogyakarta (1968).45

Sempat masuk pondok modern (P.M) Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur tapi kemudian dikeluarkan karena melakukan demo atas ketidakadilan Qismul Amn

pada awal 1968 atau pertengahan tahun ketiga studinya. Tapi Emha tidak merasa dendam atas kejadian itu. Ia malah menuliskan:

“Saya mensyukuri hikmah dari pengadilan subyektif itu. Bahkan penghargaan saya terhadap Gontor sama sekali tidak pernah menurun. Sejak itu saya sangat rakus dengan metode bersikap , sangat keras, bahkan kejam kepada diri sendiri dan menyeleksi cita-cita menjadi hanya sebiji bekerja keras sampai terakhir hidup saya.”46

Selama di P.M. Darussalam Gontor, Emha mendapatkan setruman pendidikan

war’i. Baju hanya satu, tidak punya kasur apalagi pillow. Dalam soal kepemimpinan dan pergaulan, memang sejak di P.M. Darussalam Gontor telah terlihat pada dirinya bakat-bakat tersebut. Mas Kurdi ( salah seorang staf redaksi Harian Surya yang menjadi

shohibul hamim sewaktu di P.M. Darussalam Gontor, berkomentar: “…Mas Emha

45

Data diakses pada 16 April 2007 dari www. Padhangmbulan.com

46

Emha (Muhammad) Ainun Najib, Melihat Dunia dari Secangkir Teh (Ponorogo: Warta Mingguan Darusalam Pos, 2002), h. 36


(30)

xxx

memang sejak dulu memiliki kepribadian menarik dan ngangeni baik itu di kamar, di kelas, dan di kelompok olah raga, khususnya sepak bola…”47

Drop-out dari Pondok Pesantren Modern (P.M) Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur, ia melanjutkan studinya ke SMA 1 Muhammadiyah Yogyakarta. Setelah menjadi alumni SMA 1 Yogyakarta tersebut Emha mencoba menambah ilmu pengetahuannya dan memilih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Tapi ia tidak suka berlama-lama di sana. 48

Salah satu hal yang menarik dan patut mendapat perhatian dari latar belakang pendidikan Emha di sini adalah ia tumbuh di Nahdhatul Ulama (NU) sedangkan secara akademis banyak belajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Dari sini dapat ditelusuri mengenai pembentukan pemikiran Emha yang menerima kedua organisasi tersebut sebagia kekuatan umat Islam Indonesia.

Setelah menempuh pendidikan formal, Emha lebih memilih belajar nonformal di Malioboro. Malioboro adalah jalan induk Yogyakarta yang sekarang merupakan pusat industri turisme di sana.49 Emha langsung jatuh cinta kepada kota Gudeg ini. Bahkan Yogya menjadi ibukota hati dan ibukota budayanya yang kedua sesudah Jombang. Emha pun memmbentur-benturkan dirinya dalam realitas hidup yang sesungguhnya di Yogya. Ia pantang menyerah menghadapi kesusahan-kesusahan hidup yang ia dapatkan dalam periode ini. 50

Semua pengalaman itulah yang kemudian membantu memacu Emha untuk menegakkan tekad untuk berguru pada alam: gurunya siapa saja, kampusnya di mana

47

Ibid., h. xiii

48

Emha (Muhammad) Ainun Najib, Op. Cit., h. 307

49

Ian Leonard Betts, Op. Cit., h.1

50


(31)

xxxi

saja, kurikulum atau mata kuliahnya apa saja. Pendeknya, situasi darurat yang melingkari kehidupannya telah mengantarkan Emha menjadi ia yang sekarang ini.

Lima tahun (1970-1975) Emha belajar sastra. Ia hidup menggelandang di Malioboro, yogyakarta. Semenjak akhir tahun 60-an bergabung dengan kelompok penulis muda Persada Studi Klub (PSK), di bawah asuhan maha guru yang dikaguminya Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius yang popular dengan sebutan Presiden Penyair Malioboro Yogyakarta dan sangat mempengaruhi perjalanannya.51 Emha sendiri memberi gelar dengan istilah “…Raja Penyair Malioboro, Umbu Landu Paranggi…”.52 Di PSK, Emha makin menyadari potensi kepenyairan dan kepenulisannya dan dari sini pula pengembaraan sosial, intelektual, kultural, maupun spiritual berlanjut.

Pada tahun 1970-an, Emha, PSK, dan teman-temannya mengisi kehidupan sastra. Pada awalnya di sekitar lingkungan sendiri; diskusi di antara sesama penyair, cerpenis, penulis, atau wartawan yang hampir setiap minggu diadakan di kantor surat kabar Pelopor Yogya. Sesekali kegiatan melebar dan menjelajah kampung dan kampus. Beberapa nama berkibar bersama Emha, seperti Linus, Yudhistira Adgi Nugraha, Iman Budhi Santosa, Suwarno Pragolapati, Bambang Indra Basuki (alm), Bambang Darto, dan Saiff Bakham.53

Kegelisahan untuk senantiasa menawarkan alternatif nilai, menjadikan Emha seorang manusia yang selalu tidak kerasan untuk menetap dalam suatu kamapanan institusi. Ia singgah dari suatu institusi untuk kemudian ditinggalkannya. Ia pernah menjadi pengasuh Ruang Sastra di Harian Masa Kini, Yogyakarta (1970). Kemudian

51

Ibid., h. 1

52

Agus Ahmad Safei, Ensiklopedi pemikiran Emha Ainun Najib, Wasiat Pengembara (Yogyakarta: Tinta, Oktober 2002), h.xiii

53


(32)

xxxii

menjadi wartawan/Redaktur di Harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976), sebelum manjadi pemimpin Teater Dinasti (yogyakarta), ia pernah menjadi Sekretaris Dewan Kesenian Yogyakarta. Pernah didhapuk jadi Fungsionaris Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan pemimpin grup musik Kiai Kanjeng hingga kini. Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media.54

Bagai udara, ayah dari vokalis grup band Letto (Neo) ini terus beredar. Singgah di berbagai ruang dan peristiwa. Mengikuti berbagi festival dan lokakarya puisi dan teater. Di antaranya mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), Internasional Writing Program di Universitas Lowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional

(Internasional Poetry Festival) di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte II

di Berlin Barat, Jerman.55 untuk menumbuhkan potensial rakyat. Bersama Grup Musik Kiai Kanjeng, Cak Nun rata-rata 10-15 kali per bulan berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, dengan acara missal yang ummnya dilakukan di area luar gedung.56

Aktivitas dakwah Emha adalah aktivitas bergumulan dengan masyarakat bawah, melalui forum-forum silaturahmi seperti:

1. Padhang Bulan 2. Mocopat Syafaat 3. Kenduri Cinta 4. Gambang Syafaat 3. Karya-Karya Emha

Apaun yang pernah Emha capai di masa silam adalah suatu yang harus kita capai di masa yang akan datang. Meskipun tentu saja membutuhkan

54

Emha, Sedang Tuhan pun Cemburu, Refleksi Sepanjang Jalan, op. cit., h. 307

55

Ian Leonard Betts, op. cit., h. 9

56


(33)

xxxiii

reformulasi karya-karyanya menggambarkan Indonesia lewat mata orang Jawa Timur. Adaun karya-karyanya sebagai berikut:

A. Buku dan Berbagai Tulisan a. 99 Untuk Tuhanku

b. Melihat Dunia dari Secangkir Teh c. Cahaya Maha Cahaya

d. Hikmah Puasa, Mudik Dunia Akhirat e. Kafir Liberal

f. Kiai Kocar-kocir

g. Mati Ketawa Cara Repotnasi, Menyorong Rembulan h. Sedang Tuhan pun Cemburu, Refleksi Sepanjang Jalan i. Kumpulan Cerpen “BH”

B. Album Kaset Maupun VCD/DVD a. Konser Kenduri Cinta Vol. 1 dan 2 b. Menyorong Rembulan

c. Perahu Nuh

d. Allah Merasa Heran e. Wirid Padang Bulan

C. Gambaran Umum Buku Kumpulan Cerpen “BH”

Nama Emha Ainun Najib dalam Jagad kepenulisan kita sudah tidak asing lagi. Ratusan kolom dan belasan buku telah lahir dari tangannya, termasuk sejumlah feature yang ditulisnya untuk media massa. Namun, dari sekian banyak tulisannya, orang mungkin akan mencatat bahwa karya Emha di bidang penulisan cerpen jauh lebih sedikit dibanding puisi atau esai-esainya, meski tak kalah fenomenal, cerpen-cerpen


(34)

xxxiv

yang ditulisnya merentang dari tahun 1977 sampai 1982, masa-masa awal ketika Emha baru memulai kariernya sebagai penulis. Segenggam cerpen itu, yang kini telah terbit dalam antologi tunggal BH (2005), menunjukkan dengan jernih bagaimana Emha berevolusi menjadi penulis yang benar-benar matang dalam mengolah kata-kata. Apa yang terbayang pertama kali ketika bersentuhan dengan cerpen-cerpen Emha? Pembaca setidaknya akan menemukan satu ciri khas yang menjadi latar mengapa cerpen-cerpen itu terlihat memikat, yakni kegemaran Emha untuk bersikap “realis”. Emha tak muluk-muluk mengusung tema besar, melainkan kerap kali berangkat dari satu kejadian remeh di sekelilingnya. Peristiwa dalam cerpen Emha begitu berperan dalam membangun struktur cerita, sekaligus menopang logika yang membuat cerita itu mudah dicerna dan kerap tak terduga.

Selama ini kita lebih akrab dengan esai-esai sosial budayanya Emha, puisi-puisinya, naskah drama, dan novel. Di dunia seni panggung Emha dikenal dengan Kiai Kanjengnya serta suaranya diakrabi lewat forum pengajian-pengajian dan sarasehan yang membahas berbagai dimensi kehidupan. Namun dalam dunia cerpen, hal ini sering luput dari perhatian kita. Harus diakui bahwa untuk soal ini Emha kurang begitu produktif. Dan buku ini adalah sebentuk usaha gigih penerbit Kompas intuk menghimpun ceceran-ceceran cerpen karya Emha yang ditulisnya 1979-1982 yang tersebar di berbagai media massa. Usaha penerbit Kompas tersebut patut dipuji sehingga memungkinkan kita untuk turut dapat menikmati karya cerpen-cerpen Emha dalam satu buku kumpulan cerpen yang diberi judul ”BH”Emha ini.

Apa yang dikisahkan Emha dalam buku ini bukanlah semata-mata perihal BH melulu. Kumpulan cerpen ini memuat 15 judul cepen. Cerpen BH hanyalah salah satunya. Apa yang menarik dari cerpen-cerpen Emha? Karakter khas tulisan Emha


(35)

xxxv

adalah sederhana, bersahaja dan mengalir. Kesederhanaan bahasanya sangat terkait dalam lingkungan wong cilik, masyarakat yang selama ini sangat dekat dengan kehidupannya. Sebagaimana yang selalu disuarakannya dalam bentuk-bentuk produk fakir yang lain-lain, Emha tetaplah Emha yang konsisten menyuarakan berbagai soal kemanusian sehari-hari. Membikin peristiwa yang keseharian itu untuk ditafakuri sehingga kita jadi tambah mengerti sesuatu setiap menghadapi sepenggal peristiwa. Ia mengajarkan agar jangan meremehkan peristiwa keseharian sekecil atau sesederhana apapun. Intinya lewat kumpulan cerpen ‘BH’ Emha mengajak kita berpikir bahwa setiap kejadian keseharian sesederhana apapun merupakan sebuah peristiwa kemanusiaan yang mengandung hikmah yang amat berharga. Seorang pemikir sepatutnya sensitive terhadap perisrtiwa apapun dalam hidupnya. Karena papun sepatutnya menjadi hikmah, tanpa perlu banyak membebek pada deretan kutipan-kutipan bijak atau argumen-argumen ilmiah para pemikir yang kesannya ‘complicated’. Akan tetapi menjadikan pengalaman kesehariannya sendiri sebagai ladang dialektika dan sarana menemukan sesuatu dengan mengempiriskannya sendiri. Sederhana saja kok, kadang kita sendiri yang bikin asumsi harus rumit, karena pengen terkesan elit.

Apa yang dilakukan Emha pada cerpen-cerpennya seperti mengajak ngobrol atau berdialektika, merenungi setiap peristiwa atau kejadian dalam cerita yang terkesan sangat dekat, akrab, intim dengan diri pembaca seperti halnya peristiwanya sendiri. Emha sangat bersahaja mengolah peristiwa keseharian menjadi sebuah kisah bernuansa reflektif/perenungan. Ia sangat fasih membawa pembaca kepada dialog batiniah. Hal ini sebagai bukti bahwa Emha sangat mendalami suasana batin tokoh-tokoh dalam cerpennya. Dari peristiwa menangis, cerita pelacur, romantika persuami istrian,


(36)

xxxvi

kewanitaam, eksistensi diri, keresahn hidup, pergulatan batiniah/pikir, hingga urusan BH dapat dijadikan bahan kontemplasi.

Cerpen-cerpen Emha mengajak kita untuk mampu mengurai lautan hikmah dalam tiap laku kemanusiaan kita, lingkungan sekitar kita sesederhana dan sekecil apapun yang sering luput dari perhatian kita dengan senantiasa mengasah kelembutan serta kedalaman rasa dan pikir. Sungguh, setidaknya buku Emha yang satu ini adalah buku pemikiran. Apapun yang bisa membuat kita berpikir dan menyadari sesuatu yang berharga.


(37)

xxxvii BAB IV

ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH

PADA KUMPULAN CERPEN “BH” KARYA EMHA AINUNNAJIB

A. Analisis Cerpen-Cerpen Pada Kumpulan Cerpen “BH”

Nama Ainun Najib dalam jagad kepenulisan kita sudah tidak asing lagi. Ratusan kolom dan belasan buku lahir dari tangannya, orang mungkin akan mencatat bahwa karya Emha di bidang penulisan cerpen jauh lebih sedikit disbanding puisi atau esai-esainya, meski tak kalah fenomenal. Cerpen-cerpen yang ditulisnya merentang dari tahun 1977-1982, masa-masa awal ketika Emha baru memulai karirnya sebagai penulis. Segenggam cerpen itu yang yang kini telah terbit dalam antalogi tunggal “BH” (2005), menunjukan dengan jernih sebagaimanaEmha berevolusi menjadi penulis yang benar-benar matang dalam mengolah kata-kata. Dan segenggam cerpen ini terdiri 15 judul cerpen, namun penulis hanya mengambil 5 judul saja, yang penulis anggap di dalamnya terdapat pesan-pesan dakwah. Kelima judul tersebut adalah: BH, Ambang, Kepala Kampung, Podium dan Di belakangku.

Cerpen yang menjadi tajuk kumpulan ini, “BH”, mengisahkan sebuah dramatik yang khas bagaimana dua orang yang saling mencintai memahami arti cinta lebih dari sekedar seks atau hubungan intim di atas ranjang, melainkan ketulusan dan kepandaian memelihara batas, walaupun ada kesempatan buat “aku” untuk melakukan hal yang dilarang Allah SWT. Hal ini mengingatkan kita bagaimana Nabi Yusuf a.s, yang dapat mengendalikan hawa nafsunya untuk tidak mengindahkan ajakan Siti Zulaiqo untuk berhubungan intim dengannya. Hal ini tidak lain karena pertolongan dan hidayah dari Allah SWT.


(38)

xxxviii

Kepandaian Emha dalam menyelami pergumulan batin para tokoh cerpennya dituangkan dalam sebuah cerpen yang berjudul Ambang, yang menuturkan pengalaman ambang seorang lelaki yang berhadapan dengan kematian. Sang lelaki dengan tanpa gentar menggugat Tuhan dan mempertanyakan mengapa ia harus mati. Dialog-dialog yang panjang dalam cerpen ini mencerminkan betapa serius dan mendalam Emha menghayati batin sang tokoh. Pergulatan-pergulatan batin itu dituturkan dengan cara yang mengejutkan dan sering meledak-ledak.

Sedangkan dalam judul kepala kampung, dikisahkan seorang pemimpin atau kepala kampung yang dihadapkan oleh persoalan di mana ia harus berhadapan oleh sekelompok masyarakat yang berusaha menentang kepemimpinannya. Dan hal ini sering terjadi di lingkungan sekitar kita.

Kemudian dalam judul Podium dikisahkan seorang manusia biasa yang kemudian Allah berikan keajaiban atau karomah kepanya dengan tiba-tiba, sehingga menjadi seorang yang disegani di masyarakat. Dengan kata lain seorang abangan menjadi priayai atau orang biasa menjadi kiai. Kemudian Gus Nur, sosok Kiai yang diceritakan dalam cerita ini mempunyai seorang asisten yang selalu membantunya, yang kemudian menjadi “Aku” dalam cerita ini.

Dan dalam judul Di belakangku, dikisahkan seseorang yang menanyakan eksistensi dan keberadaan Tuhan dalam dirinya. Setelah melalui proses pergolakan dalam hatinya akhirnya, Ia menemukan bahwa keberadaan Tuhan itu sangat dekat, seolah-olah ketika kita memandang ke depan berarti Tuhan ada berlawanan arah dengan pandangan Kita, artinya kita tidak dapat melihat Tuhan tapi Tuhan itu ada dan sangat dekat dengan kita.


(39)

xxxix

Sesuai dengan kerangka analisis wacana yang digunakan Teun A. Van Djik, yaitu dengan cara analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Namun sebelum memasuki analisis data, terlebih dahulu penulis memaparkan temuan data yang diperoleh dengan cara mengambil data-data yang berkaitan dengan hal-hal yang akan diteliti pada cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen “BH” yang mengandung pesan-pesan dakwah. Cerpen tersebut adalah: (1). BH, (2). Ambang, (3). Kepala Kampung, (4). Podium, (5). Di belakangku.

1. Kerangka Data Analisis Teks

Dalam analisis teks, penulis memfokuskan pada strategi wacana serta teknik yang dipakai untuk menggambarkan peristiwa tertentu, dengan cara menguraikan struktur kebahasaan secara makro, super struktur dan mikro, yang terdiri dari elemen tematik, skematik, semantik, sintaksis, stilistik dan retoris.

a. Tematik

Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks.57 Hal yang diamati dalam elemen ini adalah tema atau topik apa yang disampaikan penulis melalui cerpennya. Kata tema kerap disandingkan dengan apa yang disebut topik yaitu menunjukkan informasi yang paling penting atau inti pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator dalam hal ini penulis cerpen.58 Pada pesan dakwah dalam Kumpulan Cerpen “BH”, ditemukan beberapa tema besar, yaitu:

1) Akidah 2) Ibadah

57

Eriyanto, Analisis Wacana, (yogyakarta : LkiS, 2001), Ct. Ke-2, h. 229

58

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analaisis Wacana semiotic dan Framing, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-2, h. 75


(40)

xl 3) Akhlak

4) Tarikh

Berikut penjabaran dari tema-tema yang terdapat pada masing-masing judul cerpen:

Tabel 2

Kerangka Data Analisis Teks Tematik

Tema/Topik Sub-tema Temuan

Akidah Kecintaan dan

kerinduan bertemu Tuhan

GHidupku diisi oleh idaman terhadap-Mu, persis seperti pemuda yang mengidamkan istrinya. (Ambang)

GLebih dari sekedar kesepian, Tuhan. Lebih dari sekedar kekosongan. Telah kutata perasaanku, telah kupusatkan pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan telah kuberikan sikap terhadap-Mu, lebih dari selayaknya mampu kuberikan oleh seorang makhluk kepada Tuhannya. GDi ujung dosa terbesar yang pernah

kulakukan, telah kutemukan hasrat cintaku yang terbesar pula terhadap Tuhanku. (Ambang)

Kebesaran Allah dan Kerasulan Muhammad SAW

G Sedangkan selama ini Tuhan itu Maha Besar, Maha Tinggi, Maha Kasih, bahkan ada keadaan di mana Tuhan itu marah atau murka. (Di belakangku) G “Tapi saya ini bukan Nabi, “ia

menegaskan. Nabi kita tetap Muhammad SAW dan Tuhan kita tetap Allah SWT!” (Podium)


(41)

xli Ibadah

Tawakkal

Dzikir

Shalat

G Aku lebih dari sekedar pasrah. Tuhan. Aku memberimu kebebasan dalam permintaan kecil yang tak menguntungkanku sendiri. Adakah sikap tertinggi dari sikap kepasrahanku terhadap-Mu yang harus dimiliki oleh seorang manusia? (Ambang)

G Segalanya niscaya kembali kepada-Nya. Juga kebanggaan yang bisa menggelincirkan. (podium)

G Kita memang harus menyebut Tuhan dengan kata-kata, karena untuk beromong-omong tentang Tuhan antara kita, kita harus memakai kata-kata. (Di belakangku)

G Alhamdulillah Niken peka menangkap isi perasaan dari gerakku itu…(BH) G “Audzubillahiminasyaithonirrojim”,

dengan agak tegang kulewati ayat demi ayat…(BH)

G Aku menambah jumlah sembahyangku dan di mana-mana tak pernah henti memohon tambahan kekuatan agar

mampu menghadapi dan

memenangkan kenyataan yang menggelisahkan ini. (Kepala Kampung)

G Kalian tidak boleh melalaikan sembahyang dan rukun Islam lainnya…(Podium)

G Mana Samiran?, cepat ia mulai tobat dan sembahyang….(podium)


(42)

xlii Akhlak

Tarikh

Do’a

Memohon Ampun/Tobat

Pemaaf

Kunjungan

Rasulullah ke Ta’if

G Aku berlindung kepada Allah yang Maha Bijak semoga mereka segara dianugerahi mata yang jernih di otak mereka....(Kepala Kampung).

G Aku tak pernah membayangkan. Sejauh keinsyafanku atas segala wajah dan kotor dan dosa hidupku..(Ambang) G Mas mau memaafkan Aku?“Kenapa tidak? Tuhanpun Maha Pemaaf”.(BH) G Seperti Nabi Muhammad ketika

berkunjung ke Ta’if, beliau dilempari baru hingga luka-luka, namun beliau berdo’a: Tuhan ampunilah mereka, sebab mereka tidak mengerti apa yang mereka kerjakan. (Kepala Kampung) G Seperti Nabi Muhammad ketika

berkunjung ke Ta’if, beliau dilempari batu hingga luka-luka, namun beliau berdo’a: Tuhan ampunilah mereka karena mereka tidak mengerti apa yang mereka kerjakan. (Kepala Kampung)

Dari tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa pesan-pesan yang terdapat dalam kelima judul cerpen dari kumpulan cerpen “BH” yang telah disebutkan di atas ternyata memiliki tema-tema yang telah diklasifikasikan. Meskipun ada pesan dakwah yang sama mencakup tema-tema yang berbeda. Seperti pesan dakwah yang terdapat pada judul “Kepala Kampung”( mencakup tema pemaaf dan peristiwa besar).


(43)

xliii

Elemen ini menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disususn dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Skematik memiliki dua kategori besar yaitu Summary terdiri dari judul dan lead dan story. Berikut penjabarannya:

Tabel 3

Kerangka Data Analisis Teks Skematik

Hal yang diamati Temuan 1). Summary

a). Judul

Pada buku Kumpulan Cerpen “BH” terdapat 15 judul, namun hanya lima judul yang digunakan yang sesuai dengan apa yang diceritakaan yaitu: (1) BH, (2) Ambang, (3) Kepala Kampung, (4) Di belakangku, (5) Podium b). Lead(teras berita)

pada umumnya sebagai ringkasan apa yang dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara ringkas59

Dari pesan-pesan dakwah yang terdapat dalam kelima judul cerpen di atas ditemukaan lead, karena bentuknya cerita jadi ada kalimat sebelum sampai pada isi pesan-pesan dakwah tersebut. Berikut penjabarannya:

“Hanya karena akhirnya sempat sedikit berkeringat saja maka ia akan merasa segar. Tetapi wajahnya tetap sangat pucat, rambutnya kusust, seluruh tubuhnya kuyu dan berantakan, sedang kedua matanya begitu letihnya sehingga hampa seluruh cahayanya. Mata orang yang dikalahkan!”. (Ambang)

“Sudah selayaknya orang seperti aku ini menduduki jabatan sebagai kepala kampung. Dan sudah sepatutnya pula kalau para rakyatku dengan senang hati memberikan separo dari kekayaan kampung, misalnya sawah, kepadaku.” (Kepala Kampung)

“Sekarang tugasku yang penting adalah menjadi muadzin keliling. Beredar tiap hari Jumat dari mesjid kampung ini ke kampung itu, dan masjid sana sedang menunggu giliran berikutnya. Nooriman Dutawaskita, yang

59


(44)

xliv

memberiku tugas, selalu juga bertindak sebagai khatib di mesjid-mesjid itu.pada minggu-minggu terakhir ini bahwa ada tugas lain: Gus Nooriman (demikian orang-orang kampung memanggilnya) memberi pengajian, dan aku mengawalimya dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran.” (Podium)

“”Benar lho, Mas, jangan melihat ke sini dulu!” kata Niken Lestari. Suaranya lentik dan manja. Dia sibuk mengenakan pakaian khususnya. Longdress, BH ukuran 34, sungut, eye-shadow dan beberapa cat muka.” (BH) “Akhirnya terjadi kisahnya yang konyol ini ketika dating seseorang, entah siapa ia, yang mengemukakan kepadaku bahwa Tuhan itu sesungguhnya berada di belakangku.”(Di belakangku)

2). Story, merupakan isi secara keseluruhan. Elemen ini berisi situasi dan proses jalannya peristiwa dan disertai dengan

komentar yang

ditampilkan dalam teks.

Data yang ditemukan dalam elemen story adalah bahwa hampir setiap pesan dakwah berbentuk isi dari yang hendak diceritakan.dan dari setiap pesan dakwah yang terdapat dalam kelima judul cerpen di atas yang di awali latar belakang karena bersifat kronologis. Sedangkan untuk komentar terdapat di beberapa pesan yang diceritakan.

Pada tabel tersebut terlihat bahwa pada pesan-pesan tersebut disesuaikan dengan apa yang hendak diceritakan. Karena cerpen adalah sebuah cerita, jadi ada rangkaian kalimat yang mengantarkan kepada isi pesan-pesan dakwah tersebut. Sementara untuk story, ada pesan dakwah yang sifatnya komentar.


(45)

xlv

Elemen ini berisi makna yang ingin ditentukan dalam teks. Terdiri dari latar, detil, dan maksud.

Tabel 4

Kerangka Data Analisis Teks Semantik

Hal yang diamati Temuan

1). Latar yaitu untuk menyediakan latar belakang hendak kemana suatu teks itu dibawa

Kelima judul cerpen di atas memiliki latar yang cukup jelas, yaitu menggambarkan kejadian sehari-hari yang sering terjadi di lingkungan sosial kita. Dan kejadian tersebut sering luput dari perhatian kita.

2). Detil Adapun untuk detil, ada bebrapa kalimat yang disampaikan secara detil, namun ada juga yang disampaikan secara kiasan. Contohnya sebagai berikut: ”Benar lho, Mas, jangan melihat ke sini dulu!” kata Niken Lestari. Suaranya lentik dan manja. Dia sibuk mengenakan pakaian khususnya. Longdress, BH ukuran 34, sungut, eye-shadow dan beberapa cat muka.” (BH)

“Hanya karena akhirnya sempat sedikit berkeringat saja maka ia akan merasa segar. Tetapi wajahnya tetap sangat pucat, rambutnya kusust, seluruh tubuhnya kuyu dan berantakan, sedang kedua matanya begitu letihnya sehingga hampa seluruh cahayanya. Mata orang yang dikalahkan!”. (Ambang)

3). Maksud yaitu untuk melihat apakah teks itu disampaikan secara eksplisit ataukah tidak60

Maksud dari pesan-pesan yang terdapat dalam kelima judul cerpen ini adalah penyampaian nilai-nilai Islam atau dakwah secara universal kepada para pembaca dan juga memberikan corak atau ciri khas pengarang yang juga berperan sebagai da’I yaitu Emha Ainun Najib.

60


(46)

xlvi

Tabel di atas menunjukkan adanya latar yang cukup jelas dalam setiap pesan dakwah yang terdpat dalam buku kumpulan cerpen “BH”.artinya, penceritaan dalam teks sesuai dengan alur cerita atau plot yang disesuaikan juga dalam konteks masyarakat, yakni dengan adanya latar belakang masalah tersebut dan harus bertindak seperti apa dan bagimana. Tentunya ada pencapaian maksud dari setiap pesan dakwah dalam kumpulan cerpen “BH” tersebut., yakni penyampain pesan dakwah tersebut kepada pembaca untuk dijadikan sebagai cerminan dari I’tibar dalam menjalani kehidupan ini.

d. Sintaksis

Dijelaskan bagaimana pendapat yang disampaikan berkaitan dengan bentuk kalimat, koherensi dan kata ganti yang dipilih. Berikut penjabarannya:


(47)

xlvii Tabel 5

Kerangka Data Analisis Teks Sintaksis Hal yang diteliti Temuan

1). Bentuk kalimat Dari sebagian besar pesan-pesan dakwah yang diampaikan menggunakan kalimat aktif. Namun ada beberapa yang menggunakan kalaimat pasif. Disamping itu ada juga bentuk kalimat langsung dan tidak langsung. Contohnya sebagai berukut:

G Aku membolak-balik al-Quran…(BH)

G Aku menambah jumlah sembahyangku…(Kepala Kampung)

G ….Beliau dilempari batu hingga luka-luka...(Kepala Kampung)

G ….Dari keikhlasannya dari yang ditakdirkan Tuhan baginya…(BH)

G Jangna takut sesungguhnya Tuhan bersama kita, kata Nabi (Kepala Kampung)

G Bapak mengatakan Tuhan itu tidak mungkin lebih dari satu (Di belakangku)

2). Koherensi,

adalah pertalian antar kata, proposisi atau kaliamat. Ini dapat ditampilkan melalui hubungan sebab-akibat, bisa juga sebagai penjelas.

Beberapa pesan yang tedapat koherensi kata penghubung:

G Maha adil Tuhan, karena terhadap orang macam Niken ini, ia lebih memberikan kemurahan.(BH) G Tapi tak mustahil ia bisa memperoleh kebahagiaan

yang lebih tinggi darinya, dari keikhlasaannya dari

yang ditakdirkan Tuhan baginya. (BH)

G Aku menambah jumlah sembahyangku dan di mana-mana tak pernah henti memohon tambahan kekuatan

agar menghadpai dan memenangkan kenyataan yang menggelisahkan ini. (Kepala Kampung)


(48)

xlviii

beliau dilempari batu hingga luka-luka, namun

beliau berdo’a: Tuhan ampunilah mereka, sebab mereka tidak mengeri apa yang mereka kerjakan. (Kepala Kampung)

G Jangan takut, sesungguhnya Tuhan bersama kita, kata Nabi. Dan adalah contoh yang kini kurencanakan, yakni pembasmian tikus-tikus itu, tiada lain adalah mencontoh perbuatan luhur dan perkasa Nabi. (Kepala Kampung)

G Aku tak pernah menbayangkan, sejauh keinsyafanku atas segala wajah dan kotor dan dosa hidupku (Ambang)

G Segalanya niscaya kembali kepada-Nya, juga setiap kebanggaan yang dapat menggelincirkan. (Podium) G Mana Samiraan? Cepat ia mulai berdobat dan mulai

sembahyang. Jangan suka mencopet lagi dan curi tebu di kebun atau ketela di telaga. (Podium)

G “Sunyi dan rasa takut akan mempertemukan lebih cepat dengan Allah!. Kata Gus Nur (Podium)

G kita memang harus menyebut nama Tuhan dengan kata-kata, karena untuk beromong-omong tentang Tuhan antara kita, kita harus memakai kata-kata (Di belakangku).

3). Kata Ganti, ada yang merupakan penggantiaan ataau sikap resmi dari komunikator semata-mat dan yang merupakan representasi dari sikap bersama komunitas tertentu.61

Untuk kata ganti yang dipakai dalam pesan-pesan dakwah tersebut adalah: Aku, Ia, Kita.

61


(49)

xlix

Dari tabel di atas, kita ketahuai bahwa bentuk kalimat yang dipakai dalam pesan-pesan dakwah dalaam kumpulan cerpen “BH” adalah kalimat aktif, pasif, langsung dan tidak langsung. Kemudian adanya koherensi antar kalimat, sehingga tidak terdapat kejanggalan dalam setiap pertautan antar kalimat yang terdapat dalam pesan-pesan tersebut. Dan kata ganti sebagai penggantian dimaksudkan agar tidaka ada pemborosan dalam setiap kata dalam kalimat yang digunakan.

e. Stilistik

Mengungkapkan bagaimana pilihan kata yang digunakan dalam penyampian suatu teks. Pusat perhatian stilistik adalah style yaitu gaya bahasa. Gaya bahasa pada pesan-pesan dakwah dalam kumpulan cerpen “BH” mencakup majas. Berikut penjabarannya:

Tabel 6

Kerangka Data Analisis Teks Stilistik

Hal yang diamati Temuan

Majas, adalah susunan kata yang terjadi karena persaan yang tumbuh atau hidup dalam hati penulis, dan sengaja atau tidak menimbulkan perasaan tertentu dalam hati.62

1). Repetisi,

pengulangan beberapa

G Lebih dari sekedar kesepian, Tuhan. Lebih dari sekedar kekosongan, telah kutata perasaanku, telah

62

Suparni, Bahasa dan Sastra Indonesia, (Bandung: Ganesa Exact, 1988), Cet. Ke-1, h. 13

63

Bambang Tutuko, Diktat Gaya Bahasa, SMK Makarya Jakarta. Cet Ke-1, h. 1

64


(50)

l

kali, untuk

mempertegas.

2). Metafora, adalah suatu cara mengatakan atau melukiskan sesuatu dengan

memeperbandingkannya dengan sesuatu yang lain.63

3). Klimaks, adalah

suatu cara

mengungkapkan suatu ide atau keadaan dengan mengurutkan dari tingkat yang lebih rendah menuju ke tingkat yang lebih tinggi.64

kupusatkan pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan

telah kuberikan sikap terhadap-Mu…(Ambang) G Tapi tak mustahil ia bisa memperoleh kebahagiaan

yang lebih dari dirinya sendiri, dari keikhlasan dari

yang ditakdirkan Tuhan baginya. (BH).

G “Bukan aku yang bertanya itu. Tapi kebisuan-Mu”.

Bisu bagai gunung es….(Ambang)

G “Demi Allah yang Maha Jeli akan setiap kebenaran, kami semua tunduk dan patuh di bawah telapak tangan Bapak yang teramat bijak….(Kepala Kampung)

G Telah kutata perasaanku, telah kupusatkan pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan telah kuberikan sikap terhadap-M, lebih dari selayaknya mampu diberikan oleh seseorang makhlik kepada Tuhannya. (Ambang)

Dari tabel di atas, terdapat tiga jenis majas yang terkandung dalam kalimat yang terdapat pada pesan-pesan dakwah kumpulan cerpen “BH” yaitu repetisi (pengulangan), metafora (perbandingan) dan klimaks (meningkat),. Majas-majas itu sendiri lahir dari rasa yang tumbuh dalam hati penulis cerpen.


(51)

li

Dalam retoris, hal yang diamati adalah bagaimana dan dengan cara apa penekanan terhadap kalimat-kalimat dalam teks dilakukan. Elemen yang berkaitan adalah grafis dan metafora. Berikut penjabarannya:

Tabel 7

Kerangka Data Analisis Teks Retoris

Hal yang diamati Temuan

1). Grafis, elemen ini dapat dimunculkan dalam bentuk foto, gambar atau tabel untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin dimunculkan.

2). Metafora,

mengandung kiasan, ungkapan sehari-hari, ayat-ayat al-Quran, kesemuanya digunakan untuk memperkuat pesan dakwah.

Dalam buku kumpulan cepen “BH” terdapat gambar yang berupa cover dari buku tersebut yang menampilkan foto seorang wanita yang sedang menangis yang merupakan gambaran singkat dari isi buku tersebut. Selain pada cover, terdapat juga gambar pada setiap halaman depan dari setiap judul cerpen yang mengilustrasikan judul-judul tersebut . Dan dilihat dari isinya ada beberapa kalimat yang menggunakan tanda petik atau baca lainnya khususnya kalimat yang mengandung pesan dakwah.

G Aku membolak-balik al-Quran. Kupilih surat An-Nur, tentang Tuhan adalah cahaya. Bagi langit dan bumi cahaya itu menyala sebelum dinyalakan…(BH)

G Jangan takut, sesungguhnya Tuhan bersama kita, kata Nabi. (Kepala Kampung)

G Aku tak pernah membayangkan, sejauah keinsyafanku

atas segala wajah dan kotor dan dosa hidupku.(Ambang)

Dari tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa yang mencakup elemen retoris adalah diantara grafis dan metafora. Grafis itu sendiri ditunjukkan dengan adanya gambar pada cover buku dan pada setiap halaman pertama dari setiap judul cerpen.


(52)

lii

Selain itu terdapat juga tanda petik dan tulisan yang bercetak miring dalam isi cerpen tersebut. Sedangkan untuk elemen metafora ditunjukkan pada ungkapan sehari-hari, makna kiasan dan beberapa kalimat yang diambil dari Hadits Nabi yang terdapat pada judul BH, Kepala Kampung dan Ambang.

2. Kerangka Data Kognisi Sosial

Pada tingkat kognisi sosial, peneliti akan menganalisa bagaimana Emha Ainun Najib sebagai penulis dalam memahami keadaan atau peristiwa tertentu yang akan diteliti. Hal inipun akan berkaitan dengan pembentukan teks, juga bagaimana buku kumpulan cerpen “BH” berperan dalam penyampaian pesan-pesan dakwah melalui cerita atau kalimat di dalamnya.

Pada cerita-cerita yang mengandung pesan dakwah pada kumpulan cerpen “BH” tersebut, Emha Ainun Najib sebagai penulis dalam buku ini merupakan sososk utama yang berperan dalam terbentuknya teks cerita. Meskipun ide awal daripada penulisan cerita-cerita tersebut merupakan pengalaman pribadi atau melihat konteks masyarakat saat ini.

Di sinilah yang akan penulis teliti yaitu dalam rangka penulisan cerita-cerita yang berawal dari pengalaman pribadi atau peristiwa aktual yang terjadi pada masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan kognisi pengarang dalam upaya memahami karakter atau peristiwa yang terjadi. Sehingga cerpen-cerpen tersebut memiliki nilai sebuah cerita yang baik dan pesan-pesan yang akan disampaikan oleh pengarang dapat pula dipahami oleh pembaca.


(53)

liii

Dalam konteks sosial, penulis akan menganalisa bagaimana konteks social yang terjadi yang kemudian melatarbelakangi terbentuknya teks atau cerita yang digagas oleh Emha Ainun Najib.

Dalam cerita-cerita Kumpulan cerpen “BH”, ditemukan beberapa gejala yang berkaitan persoalan kehidupan yang biasa terjadi. Pada judul “Kepala Kampung”, seorang pemimpin yang menghadapi tantangan dari pihak yang tidak suka dengan kepemimpinannya, namun dengan bijaksana ia sikapi persoalan itu dengan menyarahkan semuanya kepada Allah SWT dan meminta pertolongan-Nya dengan memperbanyak sholat dan do’a. sebagaimana dikutip dalam kalimat:

Aku menambah jumlah sembahyangku dan di mana-man tak henti memohon tambahan kekuatan agar mampu menghadapi dan memenangkan kenyataan yang menggelisahkan ini…..(Kepala Kampung)

Pada judul “Ambang” juga tergambar bagaimana seseorang yang dihadapkan oleh kematian, dengan secara tidak gentar menggugat Tuhan tentang mengapa ia harus mati, namun di dalam keambangannya itu ia teringat akan dosa-dosa yang pernah ia lakukan dan ketinggian hasrat cintanya kepada Tuhan. Di sini tergambar bagaimana pergolakan psikologi tokoh dalam cerpen tersebut terjadi.

Sebagaiman dikutip dalam kalimat:

Di ujung dosa besar yang pernah kulakukan, telah kutemukan hasrat cintaku yang terbesar pula terhadap Tuhanku. Maka telah kutumpahkan segalanya….(Ambang)

Selain itu ditemukan pula gejala psikologi yang menggambarkan bagfaimana tokoh dalam cerpen ini mengalami kejolak kerinduan yang sangat besar kepada Tuhannya. Terdapat pada kalimat:

Hidupku diisi oleh idaman terhadap-Mu, persis seperti pemuda yang yang mengidamkan bakal istrinya (Ambang)


(1)

karya sastra tersebut. Seperti berbagai macam hikmah yang tersirat dalam Buku Kumpulan Cerpen “BH” Karya Emha Ainun Najib.


(2)

HASIL WAWANCARA

Nasasumber : Emha Ainun Najib Waktu : Jum’at 16 Mei 2008

Tempat : TIM (Taman Ismail Marjuki)

T : Apa visi, misi, dan tujuan dari peluncuran buku Kumpulan Cerpen “BH”?

J : Dulu saya rajin menulis dan masih sempat menulis cerpen. Sebelum masyarakat menjadwal saya melalui problem-problem dan undangan yang saya diminta terlibat. Sejak itu saya tidak punya waktu untuk konsentrasi sebagai penulis.

T : Apa yang mendasari terpilihnya judul-judul dalam kumpulan cerpen ini?

J : Setiap situasi kreatif memberi nuansa penulisnya sehingga ia menentukan judulnya dari nuansa itu.

T : Bagaimana proses produksi teks dalam memahami peristiwa tertentu dari cerpen-cerpen yang Cak Nun tulis dalam kumpulan cerpen-cerpen ini?

J : Semua spontan saja, refleksi biasa dari pengalaman sehari-hari, sama saja pada setiap manusia, hanya saja kebetulan bentuk refleksi saya berupa cerpen. Itupun saya sama sekali bukan penulis cerpen yang baik, karena tidak pernah cukup konsenterasi di bidang itu.


(3)

J : Idem nomer 2, judul selalu spontan, tiap hari selama puluhan tahun saya spontan dituntut kasi judul, nama bayi, nam forum, nama grup musik dan macam-macam lagi yang jumlahnya sudah puluhan ribu dan tidak terdokumentasi dengan baik. T : Dari kelma judul tersebut, didominasi oleh komunikasi yang terjadi di dalam diri

(intra personal), mengapa demikian?

J : mungkin karena waktu itu perenungan pribadi masih ada peluang cukup luas. Sekarangpun sebenarnya mekanisme internal seperti itu menjadi tradisi otomatis, Cuma saya seleksi hanya sebatas tema-tema yang menyangkut nasib ummat manusia secar makro, sehingga diri saya sendiri sama sekali hampir tak terpikirkan. T : menurut Cak Nun, bagaimana peran dunia sastra khususnya cerpen dalam dakwah

Islam di era tekhnologi sekarang ini?

J : Sastra tidak perlu dibebani terlalu berat-berat. Pemerintah yang dibayar dan institusi-institusi Islam yang begitu besar-besar sudah banyak dan lebih rasional untuk dituntut.

Mengetahui

Interviewee Interviewed

Sahabudin Emha Ainun Najib


(4)

HASIL WAWANCARA

Nasasumber : Emha Ainun Najib Waktu : Jum’at 16 Mei 2008

Tempat : TIM (Taman Ismail Marjuki)

T : Apa visi, misi, dan tujuan dari peluncuran buku Kumpulan Cerpen “BH”?

J : Dulu saya rajin menulis dan masih sempat menulis cerpen. Sebelum masyarakat menjadwal saya melalui problem-problem dan undangan yang saya diminta terlibat. Sejak itu saya tidak punya waktu untuk konsentrasi sebagai penulis.

T : Apa yang mendasari terpilihnya judul-judul dalam kumpulan cerpen ini?

J : Setiap situasi kreatif memberi nuansa penulisnya sehingga ia menentukan judulnya dari nuansa itu.

T : Bagaimana proses produksi teks dalam memahami peristiwa tertentu dari cerpen-cerpen yang Cak Nun tulis dalam kumpulan cerpen-cerpen ini?

J : Semua spontan saja, refleksi biasa dari pengalaman sehari-hari, sama saja pada setiap manusia, hanya saja kebetulan bentuk refleksi saya berupa cerpen. Itupun saya sama sekali bukan penulis cerpen yang baik, karena tidak pernah cukup konsenterasi di bidang itu.

T : Apa gagasan utam dari judul : BH, Kepala Kampung, Ambang, Podium, dan Di belakangku?


(5)

T : Dari kelma judul tersebut, didominasi oleh komunikasi yang terjadi di dalam diri (intra personal), mengapa demikian?

J : mungkin karena waktu itu perenungan pribadi masih ada peluang cukup luas. Sekarangpun sebenarnya mekanisme internal seperti itu menjadi tradisi otomatis, Cuma saya seleksi hanya sebatas tema-tema yang menyangkut nasib ummat manusia secar makro, sehingga diri saya sendiri sama sekali hampir tak terpikirkan. T : menurut Cak Nun, bagaimana peran dunia sastra khususnya cerpen dalam dakwah

Islam di era tekhnologi sekarang ini?

J : Sastra tidak perlu dibebani terlalu berat-berat. Pemerintah yang dibayar dan institusi-institusi Islam yang begitu besar-besar sudah banyak dan lebih rasional untuk dituntut.

Mengetahui

Interviewee Interviewed

Sahabudin Emha Ainun Najib


(6)