Karakteristik Organoleptik dan Kimia Biskuit Berbahan Baku Tepung Whey untuk Penderita Autis

KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK DAN KIMIA
BISKUIT BERBAHAN BAKU TEPUNG WHEY
UNTUK PENDERITA AUTIS

FITRI M MANIHURUK

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik
Organoleptik dan Kimia Biskuit Berbahan Baku Tepung Whey untuk Penderita
Autis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Fitri M Manihuruk
NIM D14090005

ABSTRAK
FITRI M MANIHURUK. Karakteristik Organoleptik dan Kimia Biskuit Berbahan
Baku Tepung Whey untuk Penderita Autis. Dibimbing oleh ZAKIAH
WULANDARI dan M SRIDURESTA SOENARNO.
Penderita autis memiliki reaksi alergi terhadap makanan yang mengandung
gluten dan kasein sehingga inovasi dalam pengolahan pangan bagi penderita
penting dilakukan. Tepung whey, suatu tepung dari hasil ikutan pembuatan keju,
mengandung protein tinggi dan aman dikonsumsi bagi penderita autis. Tujuan
penelitian ini adalah mengevaluasi karakteristik organoleptik dan kimia biskuit
berbahan baku tepung whey yang berbeda sehingga diperoleh formulasi terbaik
sebagai makanan khusus bagi penderita autis. Formulasi biskuit dengan perbedaan
penambahan tepung whey 5%, 10%, 15%, dan 20% diamati karakteristik
organoleptik dan kimia. Protein kasein dan gluten pada formulasi biskuit terbaik

dianalisis dengan metode SDS-PAGE. Hasil analisis menunjukkan bahwa
penambahan tepung whey berpengaruh terhadap karakteristik organoleptik, kadar
abu, kadar protein, dan kadar asam lemak bebas. Analisis SDS-PAGE
menunjukkan bahwa fraksi protein kasein dan gluten tidak terlihat nyata sejajar
dengan pita standar pada biskuit dengan penambahan tepung whey 5%.
Kata kunci: autis, biskuit, SDS-PAGE, tepung whey

ABSTRACT
FITRI M MANIHURUK. Organoleptic and Chemical Characteristics of Whey
Powder-Based Biscuits for People with Autism. Supervised by ZAKIAH
WULANDARI and M SRIDURESTA SOENARNO.
People with autism have an allergic reaction to foods containing gluten and
casein. Food processing innovation is needed. Whey powder, the byproduct of
cheese, have a high protein but can be consumed by people with autism safely.
The objectives of this research to evaluate organoleptic and chemical
characteristics of different whey powder-based biscuits to obtain the best
formulation as a special food for people with autism. Biscuit formulations with
the different addition of whey powder 5%, 10%, 15%, and 20% was observed
organoleptic and chemical characteristics. Casein and gluten protein of the best
formulation biscuit was analyzed by SDS-PAGE method. The results of this

research showed that the addition of whey powder had a significant difference to
organoleptic characteristics, the content of ash, protein, and free fatty acid. The
SDS-PAGE analysis showed that protein fraction of casein and gluten were not
seen significantly with band protein standard on 5% whey powder-based biscuit.
Keywords: autism, biscuit, SDS-PAGE, whey powder

KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK DAN KIMIA
BISKUIT BERBAHAN BAKU TEPUNG WHEY
UNTUK PENDERITA AUTIS

FITRI M MANIHURUK

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Karakteristik Organoleptik dan Kimia Biskuit Berbahan Baku
Tepung Whey untuk Penderita Autis
Nama
: Fitri M Manihuruk
NIM
: D14090005

Disetujui oleh

Zakiah Wulandari, STP MSi
Pembimbing I

M Sriduresta Soenarno, SPt MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah
pengolahan produk peternakan, dengan judul Karakteristik Organoleptik dan
Kimia Biskuit Berbahan Baku Tepung Whey untuk Penderita Autis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Zakiah Wulandari, STP MSi dan M
Sriduresta Soenarno, SPt MSc selaku dosen pembimbing, Dr Tuti Suryati, SPt
MSi, Ir K Budi Satoto, MS selaku dosen penguji, Bramada Winiar Putra, SPt MSi
selaku panitia sidang, serta Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku dosen pembimbing
akademik. Penulis juga ucapkan terimakasih kepada Dr Ir Rarah RAM, DEA
(Almh) yang telah menginspirasi untuk diadakannya penelitian ini. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak, Laboratorium Genetika Molekuler dan Pemuliaan Ternak, serta Pusat

Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor yang
telah banyak membantu dalam penelitian ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua Manindar
Manihuruk dan Puriska Sihombing, kedua saudara Wanny Setia Manihuruk dan
Roberd Mulyadi Manihuruk yang tiada henti memberikan semangat dan doa.
Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada teman tim penelitian, teman-teman
seperjuangan di Laboratorium Terpadu, dan IPTP 46. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi masyarakat.

Bogor, September 2013
Fitri M Manihuruk

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Organoleptik Biskuit
Karakteristik Kimia Biskuit
Penentuan Formulasi Terbaik Biskuit
Analisis Protein Kasein dan Gluten
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
viii
1
1

1
2
2
2
2
2
2
5
5
7
8
9
11
11
12
15

DAFTAR TABEL
1
2

3
4

Perlakuan variasi formulasi biskuit
Karakteristik organoleptik biskuit berbahan baku tepung whey
Karakteristik kimia biskuit berbahan baku tepung whey
Peubah dan nilai dari uji biskuit untuk menentukan skoring dengan
formulasi terbaik
5 Hasil skoring biskuit berdasarkan karakteristik organoleptik dan kimia

3
6
7
9
9

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir pembuatan biskuit
2 Profil SDS-PAGE protein biskuit


3
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Biskuit dengan penambahan tepung whey lebih 50% dari total tepung
2 Biskuit dengan perbedaan penambahan tepung whey
3 Contoh analisis ragam kadar protein biskuit dengan penambahan tepung
whey
4 Form uji rangking biskuit

12
13
13
14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Autisme merupakan gejala fisik yang kompleks akibat gangguan saluran
pencernaan, alergi, daya tahan tubuh yang menurun, dan keracunan logam berat.
Gangguan ini menyebabkan otak mengalami kelainan struktur dan disfungsi yang

berpengaruh negatif terhadap fungsi tubuh (Budhiman et al. 2000). Gangguan
saluran pencernaan timbul akibat tubuh penderita autis tidak mampu mencerna
protein, khususnya kasein dan gluten. Enzim dipeptidylpeptidase IV (DPP-IV),
sebagai pencerna kasein dan gluten, tidak bekerja aktif dan tidak terdapat pada
saluran pencernaan pada sebagian besar penderita. Gangguan pada enzim ini
menyebabkan penumpukan opioid pada otak sehingga penderita kehilangan
kontrol pada dirinya (McCandless 2003).
Pangan yang mengandung kasein (protein susu) dan gluten (protein
gandum) dapat menyebabkan alergi dan menurunkan kesehatan penderita autis
(Winarno dan Widya 2008). Penerapan diet bebas gluten dan kasein secara
bertahap yang diikuti dengan pemilihan makanan yang selektif dapat menjadi
terapi awal untuk penderita autis. Salah satu tahap pemilihan makanan untuk
penderita autis adalah menghindari konsumsi susu dan bahan pangan yang
mengandung susu, tetapi bahan pangan yang memenuhi persyaratan tersebut
masih jarang ditemukan. Hal ini dapat diatasi dengan upaya pemberian produk
olahan susu bebas kasein yaitu whey.
Whey mengandung protein penting dan belum banyak dimanfaatkan secara
optimal (Miller et al. 2007). Pemanfaatannya dapat ditingkatkan dengan cara
mengolah whey menjadi tepung sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pembuatan produk pangan yang bebas kasein. Tepung jagung digunakan sebagai
bahan substitusi tepung terigu pada produk pangan. Tepung jagung mengandung
protein tinggi dan bebas gluten (Richana 2010). Tepung whey bebas kasein dan
tepung jagung bebas gluten diformulasikan untuk memperoleh inovasi olahan
pangan khusus bagi penderita autis, yaitu biskuit. Biskuit mempunyai formulasi
yang mudah divariasikan dengan perubahan komposisi pada bahan penyusunnya
dan sudah dikenal luas oleh masyarakat pada semua golongan umur dan tingkat
sosial.
Formulasi jajanan sehat berupa biskuit yang berbahan dasar tepung whey
dan tepung jagung dikembangkan dan diteliti untuk memenuhi kebutuhan gizi
khusus bagi penderita autis. Penelitian ini mengenai karakteristik organoleptik dan
kimia biskuit berbahan baku tepung whey sehingga diperoleh formulasi terbaik
jajanan sehat bebas kasein dan gluten bagi penderita autis.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakteristik organoleptik dan kimia
biskuit berbahan baku tepung whey. Tujuan berikutnya ialah menentukan
formulasi terbaik biskuit yang memenuhi persyaratan sebagai makanan bagi
penderita autis.

2
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup pembuatan biskuit berbahan baku tepung whey dan
substitusi tepung jagung. Penggunaan tepung whey yaitu 5%, 10%, 15% dan 20%
dari total tepung yang digunakan pada formulasi biskuit. Pengujian yang
dilakukan meliputi uji karakteristik organoleptik dan kimia biskuit, sehingga
diperoleh formulasi biskuit terbaik yang bebas kasein dan gluten.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai Juni 2013. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Organoleptik, Bagian
Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler,
Fakultas Peternakan, dan Pusat Penelitian dan Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Bahan
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan biskuit ini adalah tepung
whey “Tillamook” dan tepung jagung ”Maizenaku”. Bahan lain sebagai bahan
penunjang antara lain kuning telur, margarin, dan gula halus.
Bahan kimia yang digunakan untuk analisis protein kasein dan gluten adalah
akrilamid, HCl, sodium dodecyl sulfate (SDS), tetrametiletilendiamin (TEMED),
amonium persulfat (APS), akuades, tris base, glisin, coomassie brilliant blue R250, methanol, asam asetat, dan standar protein Ladder.

Alat
Peralatan utama yang digunakan terdiri atas peralatan untuk pembuatan
biskuit antara lain oven, mixer, cetakan biskuit, timbangan, baskom, loyang, dan
sendok. Selain itu dibutuhkan peralatan untuk analisis protein kasein dan gluten
terdiri atas perangkat alat elektroforesis, tabung Eppendorf, mikropipet, pipet,
gelas piala, gelas ukur, waterbath, dan termometer.

Prosedur
Penelitian ini diawali dengan pembuatan biskuit dengan persentase
penambahan tepung whey berbeda. Biskuit yang dihasilkan dianalisis melalui uji
karakteristik organoleptik dan kimia untuk mengetahui pengaruh perbedaan
penambahan tepung whey terhadap karakteristik biskuit yang dihasilkan sehingga
diperoleh formulasi terbaik. Kandungan protein kasein dan gluten pada biskuit

3
formulasi terbaik selanjutnya dianalisis dengan metode sodium dodesyl sulfatepolycrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) yang sebelumnya dilakukan
pengendapan protein terlebih dahulu.
Pembuatan Biskuit dengan Persentase Penambahan Tepung Whey Berbeda
Biskuit dibuat dengan penambahan tepung whey dan tepung jagung dengan
persentase berbeda dari jumlah tepung. Acuan formulasi biskuit yang digunakan
berdasarkan formulasi dari FAO (1991) dapat dilihat pada Tabel 1. Diagram alir
pembuatan biskuit disajikan pada Gambar 1.
Tabel 1 Perlakuan variasi formulasi biskuit
Bahan (gram)

Biskuit A
(5% WP)

Tepung whey
Tepung jagung
Margarin
Gula halus
Kuning telur

7.2
136.8
60.0
36.0
60.0

Biskuit B
(10% WP)

Biskuit C
(15% WP)

14.4
129.6
60.0
36.0
60.0

21.0
122.4
60.0
36.0
60.0

Biskuit D
(20%WP)
28.8
115.2
60.0
36.0
60.0

Sumber : Modifikasi FAO (1991)

Margarin dan gula halus
Pengadukan dalam mixer berkecepatan tinggi (t=10 menit)
Kuning telur
Pengadukan dalam mixer berkecepatan rendah (t = 3 menit)
Tepung whey dan tepung jagung
Pengadukan dalam mixer berkecepatan rendah
Pencetakan adonan dengan alat pencetak
biskuit
Biskuit basah
Pemanggangan pada oven (T = 150 °C, t = 20 menit)
Biskuit kering
Gambar 1 Diagram alir pembuatan biskuit
Sumber: Modifikasi Herminiati (2005)

4
Uji Karakteristik Organoleptik (Soekarto dan Hubeis 1992)
Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rangking dengan peubah uji
adalah kehalusan dalam mulut, kemudahan ditelan, kerenyahan di mulut, dan
kemudahan melarut dalam mulut. Uji ini dilakukan terhadap 10 orang panelis
semi terlatih oleh mahasiswa S1 Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.
Hasil uji karakteristik organoleptik selanjutnya dilakukan skoring untuk
menentukan formulasi terbaiknya. Form uji rangking biskuit terdapat pada
Lampiran 4.
Uji Karakteristik Kimia (BSN 1992 dan BSN 2011)
Uji karakteristik kimia yang dilakukan adalah analisis kadar air (BSN 2011),
kadar abu (BSN 1992), kadar protein (BSN 2011), kadar lemak (BSN 1992),
karbohidrat (BSN 1992), dan kadar asam lemak bebas (BSN 2011). Hasil uji
karakteristik kimia selanjutnya dilakukan skoring untuk menentukan formulasi
terbaiknya yang mengacu pada BSN (1992) dan BSN (2011).
Pengendapan Protein (Sanchez 2001)
Pengendapan protein dilakukan setelah memperoleh formulasi biskuit
terbaik hasil uji karakteristik organoleptik dan kimia. Pengendapan protein
dilakukan dengan menggunakan 100% trichloroacetic acid (TCA), 500 gram
TCA dalam 350 mililiter H2O.
Sebanyak lima gram sampel dilarutkan dalam lima mililiter akuades. TCA
500 µL kemudian ditambahkan dalam satu mililiter sampel tersebut. Pengendapan
ini dilakukan untuk memperoleh protein murni yang terbebas dari zat pengotor.
Analisis Protein Kasein dan Gluten (Fahmi 2010)
Analisis protein kasein dan gluten dilakukan dengan teknik penentuan berat
molekul protein melalui metode sodium dodesyl sulfate-polycrylamide gel
electrophoresis (SDS-PAGE). SDS-PAGE dilakukan dengan menggunakan gel
akrilamid dengan konsentrasi separating gel 15% dan stacking gel 5%. Tahapan
yang harus dilakukan adalah 1) pembuatan separating gel; 2) pembuatan stacking
gel; 3) preparasi dan injeksi sampel; 4) running SDS-PAGE; 5) pewarnaan gel; 6)
destaining gel; dan 7) penentuan berat molekul protein-protein yang terpisahkan.
Berat molekul standar protein kasein 25-35 kDa (Hurley 2010). Berat
molekul standar protein gluten terdiri atas berat masa molekul kecil atau LMM
(Low Molecular Mass) 36-38 kDa dan 42-44 kDa serta berat masa molekul besar
atau HMM (High Molecular Mass) 64-70 kDa dan 95-136 kDa (Jakubauskiene
dan Juodeikiene 2005).
Rancangan dan Prosedur Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan untuk mengolah data hasil penelitian
ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat kali ulangan (Steel dan
Torrie 1995). Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah taraf
penambahan tepung whey yang berbeda, yaitu biskuit A (5% tepung whey),
biskuit B (10% tepung whey), biskuit C (15% tepung whey), dan biskuit D (20%
tepung whey). Model matematika yang digunakan adalah

5
Yij = μ + Pi + εij
Keterangan :
Yij = Variabel respon akibat perlakuan penambahan tepung whey pada taraf ke-i (5%, 10%, 15%,
dan 20%) dan ulangan ke-j (1, 2, 3, dan 4)
µ = Nilai tengah umum
Pi = Pengaruh penambahan tepung whey pada taraf ke-i (5%, 10%, 15%, dan 20%)
εij = Pengaruh galat percobaan pada penambahan tepung whey pada taraf ke-i (5%, 10%, 15%,
dan 20%) dalam ulangan ke-j (1, 2, 3, dan 4)
i = Penambahan tepung whey 5%, 10%, 15%, dan 20%
j = Ulangan ke-1, 2, 3, dan 4

Data hasil uji karakteristik kimia dianalisis dengan analysis of variance
(ANOVA) (Steel dan Torrie 1995). Jika analisis menunjukkan perlakuan berbeda
nyata terhadap peubah yang diamati maka dilakukan uji perbandingan berganda
menggunakan uji Tukey.
Data hasil uji karakteristik organoleptik dianalisis dengan uji statistik
nonparametrik, Kruskal-Wallis (Steel dan Torrie 1995). Jika analisis menunjukkan
perlakuan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Formulasi biskuit menghasilkan perbandingan tepung whey dan tepung
jagung pada pembuatan biskuit. Formulasi biskuit yang diperoleh adalah
persentase penambahan tepung whey 5%, 10%, 15%, dan 20% dari total tepung
(Tabel 1).
Penambahan tepung whey ini dilakukan sampai 20% dari total tepung
karena pada taraf yang lebih tinggi akan menghasilkan biskuit dengan rasa asam
yang tinggi dan warna coklat yang lebih gelap (Lampiran 1) sehingga mengurangi
tingkat penerimaan biskuit tersebut. Walzem (1999) menyatakan bahwa tingkat
penggunaan whey pada produk bakery yang umum sekitar 2%-4% dari berat
tepung. Selain itu, bahan dasar whey dapat meningkatkan dan membantu
pencoklatan lapisan luar pada produk biskuit.

Karakteristik Organoleptik Biskuit
Uji karakteristik organoleptik yang dilakukan adalah uji rangking dengan
peubah kehalusan dalam mulut, kemudahan ditelan, kerenyahan di mulut, dan
kemudahan melarut dalam mulut. Hasil uji rangking biskuit dengan perbedaan
penambahan tepung whey disajikan pada Tabel 2.
Hasil analisis Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung
whey pada persentase yang berbeda berpengaruh nyata pada karakteristik
organoleptik kehalusan dalam mulut (P