TA : Penentuan Harga Pokok Produksi Pada UKM Kerupuk Dengan Menggunakan Metode Activity Based Costing (Studi Kasus Pabrik Kerupuk Liontin).

(1)

Nama : Reno

Nim : 05.41010.0007

Program : S1 (Strata Satu)

Jurusan : Sistem Informasi

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA


(2)

ix

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

2.1 Akutansi Biaya ... 6

2.1.1 Aliran Biaya Dalam Perusahaan Manufaktur . ... 7

2.2 Harga Pokok Produksi ... 8

2.2.1 Biaya Bahan Baku .. ... 10

2.2.2 Biaya Tenaga Kerja ... 13

2.2.3 Biaya Overhead Pabrik ... 16

2.3 Activity Based Costing ... 21

2.3.1 Tujuan Biaya ... 25


(3)

x

2.3.4 Prosedur Pembebanan Biaya Sistem Activity-Based Costing .... 26

2.4 Penelitian Terdahulu ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Gambaran Umum ... 32

3.2 Penerapan ABC ... 33

3.3 Perancangan Sistem ... 38

3.3.1 Data Flow Diagram ... 38

3.3.2 Entity Relationship Diagram(ERD) ... 44

3.3.3 Struktur Database... 46

3.3.4 Desain Input Output ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

4.1 Hasil ... 70

4.1.1 Konfigurasi Software dan Hardware ... 70

4.1.2 Implementasi Sistem ... 71

4.2 Pembahasan ... 94

4.2.1Evaluasi ... 95

4.2.2Diskusi ... 97

BAB V PENUTUP ... 109

5.1 Kesimpulan ... 109

5.2 Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110


(4)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Data Data Kuantitas Bahan Baku yang Dibeli ... 11

Tabel 2.2 Daftar Kegiatan dan Biaya ... 28

Tabel 3.1 Tabel Supplier ... 46

Tabel 3.2 Tabel Bahan Baku ... 47

Tabel 3.3 Tabel Unit ID ... 47

Tabel 3.4 Tabel Detail Unit Set ... 48

Tabel 3.5 Tabel Unit Set ID... 48

Tabel 3.6 Tabel Produk ... 48

Tabel 3.7 Tabel Pembelian ... 49

Tabel 3.8 Tabel Penerimaan barang ... 49

Tabel 3.9 Tabel Overhead ... 50

Tabel 3.10 Tabel Karyawan ... 50

Tabel 3.11 Tabel Aktivitas ... 51

Tabel 3.12 Tabel Golongan ... 51

Tabel 3.13 Tabel Biaya Tenaga Kerja... 52

Tabel 3.14 Tabel Biaya Bahan Baku ... 52

Tabel 3.15 Tabel PO ... 53

Tabel 3.16 Tabel Detail PO ... 53

Tabel 3.17 Tabel Detail Pembelian ... 53

Tabel 3.18 Tabel Detail Penerimaan ... 54

Tabel 3.19 Tabel Permintaan Material ... 54


(5)

xii

Halaman

Tabel 3.21 Tabel BOM... 55

Tabel 3.22 Tabel BOP ... 55

Tabel 3.23 Tabel Detail BOP ... 55

Tabel 3.24 Tabel Costdriver ... 56

Tabel 3.25 Tabel Detail Costdriver ... 56

Tabel 3.26 Tabel Data Produksi ... 57

Tabel 3.27 Tabel Detail Data Produksi ... 57

Tabel 4.1 Data aktivitas Perusahaan Kerupuk Liontin... 97

Tabel 4.2 Data Biaya Utama Perusahan Kerupuk Liontin Periode Februari 2010 ... 98

Tabel 4.3 Pengelompokkan Biaya Overhead pabrik ... 98

Tabel 4.4 Daftar Pemakaian Cost Driver dalam aktivitas ... 98

Tabel 4.5 Alokasi biaya ke overhead ke aktivitas...101

Tabel 4.6 Pengelompokkan aktvitas ke pusat biaya yang homogen(Cost Pool) ...102

Tabel 4.7 Pemakaian Cost driver dalam Cost pool ...102

Tabel 4.8 Tarif Biaya Overhead ...103

Tabel 4.9 Alokasi biaya overhead pabrik ke produk ...103

Tabel 4.10 Harga Pokok Produksi dengan metode sistem ABC ...103

Tabel 4.11 Biaya per Aktivitas ...106

Tabel 4.12 Perbandingan Harga Jual Produk dari Perusahaan dengan Harga Pokok Produksi Metode ABC dalam satuan Kg ...108


(6)

xiii

Halaman

Gambar 2.1 Aliran Biaya Dalam Perusahaan Manufaktur ... 8

Gambar 2.2 Proses Produksi Sederhana ... 9

Gambar 2.3 Biaya Bahan Baku dengan Metode FIFO ... 12

Gambar 2.4 Distribusi Upah Tenaga Kerja Langsung ...16

Gambar 2.5 Alokasi Biaya ke Produk ... 21

Gambar 3.1 Diagram Penerapan Sistem Activity-based Costing ... 34

Gambar 3.2 Data Flow Diagram level context...38

Gambar 3.3 Data Flow Diagaram level 0 ... 39

Gambar 3.4 Data Flow Diagaram Level 1 sub Proses Maintance ... 40

Gambar 3.5 Data Flow Diagaram Level 1 sub Proses Pembelian ... 41

Gambar 3.6 Data Flow Diagaram Level 1 sub Proses Produksi ... 42

Gambar 3.7 Data Flow Diagaram Level 1 sub Proses Pelaporan ... 43

Gambar 3.8 Data Flow Diagaram Level 1 Sub proses penerimaan barang ... 43

Gambar 3.9 Data Flow Diagaram Level 2 sub Proses Perhitungan overhead .. 44

Gambar 3.10 Conceptual Data Model ... 45

Gambar 3.11 Physical Data Model ... 46

Gambar 3.12 Form Login ... 58

Gambar 3.13 Form Master Produksi... 58

Gambar 3.14 Form Master Aktivitas ... 59

Gambar 3.15 Form Master Supplier ... 59

Gambar 3.16 Form Master Bahan Baku ... 60


(7)

xiv

Gambar 3.19 Form Master Karyawan ... 61

Gambar 3.20 Form Master Costdriver ... 62

Gambar 3.21 Form Master Biaya ... 62

Gambar 3.22 Form Permintaan Material ... 63

Gambar 3.23 Form Purchase Order ... 64

Gambar 3.24 Form Penerimaan Barang ... 64

Gambar 3.25 Form Transaksi Pembelian ... 65

Gambar 3.26 Form Tambah User ... 65

Gambar 3.27 Form Ganti Password ... 66

Gambar 3.28 Form Pemakaian costriver ... ...66

Gambar 3.29 Form Pemakaian Costpool ...67

Gambar 3.30 Form Harga Pokok Produksi ... 67

Gambar 3.31 Form Laporan Kelompok Biaya ... 68

Gambar 3.32 Form Laporan Biaya Aktivitas ... 68

Gambar 3.33 Form Laporan Harga Pokok Produksi ... 69

Gambar 4.1 Form Login ... 72

Gambar 4.2 Form Produksi ... 73

Gambar 4.3 Control-tab Input Data Aktivitas ... 74

Gambar 4.4 Control-tab Hapus Data Aktivitas ... 74

Gambar 4.5 Control-tab Ubah Data Aktivitas ... 75

Gambar 4.6 Control-tab Lihat Data Aktivitas ... 76


(8)

xv

Gambar 4.9 Control-tab Lihat Data Supplier ... 78

Gambar 4.10 Form Bahan Baku ... 79

Gambar 4.11 Form Produk ... 79

Gambar 4.12 Form Golongan ... 80

Gambar 4.13 Form Karyawan ... 81

Gambar 4.14 Control-tab Input Data Costdriver ... 82

Gambar 4.15 Control-tab Ubah Data Costdriver ... 82

Gambar 4.16 Control-tab Hapus Data Costdriver ... 83

Gambar 4.17 Control-tab Lihat Data Costdriver ... 84

Gambar 4.18 Control-tab Simpan Biaya ... 84

Gambar 4.19 Control-tab Lihat Data Biaya ... 85

Gambar 4.20 Control-tab Ubah Biaya ... 86

Gambar 4.21 Form Permintaan Material ... 86

Gambar 4.22 Form Purchase Order ... 87

Gambar 4.23 Form Penerimaan Barang ... 88

Gambar 4.24 Form Pencatatan Pembelian ... 89

Gambar 4.25 Form Tambah User ... 89

Gambar 4.26 Form Ganti Password ... 90

Gambar 4.27 Form Pemakaian Costdriver ... 90

Gambar 4.28 Form Pemakaian CostPool ... 91

Gambar 4.29 Form Harga Pokok Produksi ... 92


(9)

xvi

Gambar 4.32 Form Laporan Harga Pokok Produksi ... 93 Gambar 4.33 Laporan Biaya-biaya dalam Aktivitas pada Februari 2010 ...106 Gambar 4.34 Laporan Harga Pokok Produksi pada Februari 2010 ...107


(10)

1

1.1Latar Belakang Masalah

Peranan akuntansi biaya dalam pengambilan keputusan sangat disadari oleh perusahaan. Hal itu, dikarenakan akuntansi biaya dapat membantu kelancaran tugas manajemen khususnya di bidang perencanaan dalam mengambil keputusan yang dibutuhkan secara cepat dan tepat dimana persaingan dalam dunia bisnis yang semakin padat. Akuntansi biaya merupakan akutansi yang membahas tentang penentuan harga pokok dari sesuatu barang yang diproduksi. Tujuan akuntansi biaya adalah untuk pengumpulan dan pelaporan biaya serta untuk pengendalian dan pemgambilan keputusan.

Kesulitan dalam hal pencatatan dan pengelolaan data produksi maupun transaksi keuangan, seperti menghitung harga pokok produksi yang terjadi di dalam perusahaan manufaktur. Harga pokok produksi mencerminkan total biaya yang dikeluarkan, untuk memproduksi satu satuan produk yang dihasilkan, sehingga ketidakakuratan dalam perhitungan harga pokok produksi dapat menimbulkan dampak terhadap harga jual sebuah produk. Apabila harga pokok produksi terlalu tinggi akan mengakibatkan harga jual produk tersebut akan tinggi. Jika harga jual tinggi, perusahaan akan kalah bersaing dengan perusahaan lain. Oleh karena itu, perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan harus dengan tepat dan benar serta akurat.

Perusahaan kerupuk liontin telah berdiri kurang lebih 10 tahun yang perhitungan harga pokok produksi masih menggunakan sistem biaya tradisional.


(11)

Sistem biaya tradisional didasarkan pada biaya material langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Sedangkan biaya overhead-nya dialokasikan ke semua unit produk/jasa menyebabkan terjadi adanya ketidakakuratan dalam pembebanan biayanya sehingga mengakibatkan kesalahan penentuan biaya dan pembuatan

keputusan yang mengakibatkan munculnya biaya undercost atau overcost

terhadap produk. Undercost terjadi bila biaya overhead pabrik dibebankan ke

produk terlalu rendah dari biaya yang sebenarnya dikonsumsi untuk menghasilkan produk sehingga laba perusahaan menurun apabila harga jual terlalu rendah.

Sedangkan overcost terjadi bila biaya overhead pabrik dibebankan ke produk

terlalu tinggi dari biaya yang sebenarnya dikonsumsi untuk menghasilkan produk sehingga harga jual produk tinggi meyebabkan perusahaan tidak dapat bersaing.

Untuk dapat melakukan perhitungan harga pokok produksi yang sesuai maka di perlukan suatu sistem untuk menghitung harga pokok produksi dengan

menggunakan suatu metode, yaitu Activity Based Costing. Menurut Mulyadi

(1991), Activity Based Costing merupakan metode penentuan harga pokok

produksi yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok secara cermat bagi kepentingan manajemen, dengan mengukur secara cermat konsumsi sumber daya alam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk. Metode

activity-based costing dipilih dikarenakan merupakan suatu system informasi

biaya yang menempatkan aktivitas sebagai faktor utama timbulnya biaya.

Activity-based costing juga dapat mengukur secara cermat biaya-biaya yang keluar dari setiap aktivitas. Hal ini di sebabkan karena banyaknya pemicu biaya yang digunakan dalam pembebanan biaya overhead. Biaya overhead tidak timbul sebagai akibat dari volume, melainkan karena ada aktivitas yang di lakukan


(12)

sehingga perhitungan biaya berbasis aktivitas lebih sesuai untuk perusahaan telah menerapakan modernisasi dalam proses produksinya. Perbedaan yang paling

mendasar antara metode tradisional dengan metode activity-based costing terletak

pada pemicu biaya (cost driver) yang di gunakan. Dalam sistem activity-based

costing menggunakan cost driver dalam jumlah lebih banyak dibandingkan sistem

tradisional yang hanya menggunakan satu atau dua cost driver berdasarkan unit ,

sehingga hasil perhitungan menggunakan metode activity-based costing lebih

besar dari pada metode tradisioanal.

Penerapan aplikasi Activity Based Costing pada perusahaan dapat

mengkolerasikan biaya dan aktivitas yang terjadi sehingga hasil perhitungan harga pokok produksinya lebih cepat dan tepat.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah pada sistem ini, sebagai berikut : Bagaimana merancang dan membangun perangkat lunak penentuan

harga pokok produksi pada UKM kerupuk dengan metode Activity Based

Costing.

1.3Batasan Masalah

Dalam menyusun tugas akhir ini penulis menyusun beberapa batasan masalah, sebagai berikut :

1. Sistem tidak termasuk pada proses pembayaran dan tidak menangani

penjualan barang.


(13)

3. Tidak membahas akuntansi didalam perusahaan.

1.4Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah

1. Menghasilkan perangkat lunak perhitungan harga pokok produksi dengan

metode Activity-Based Costing agar dapat menghasilkan perhitungan harga

pokok produksi secara cepat dan tepat.

2. Menghasilkan perangkat lunak yang mampu menampilkan biaya-biaya di

setiap aktivitas agar dapat membantu mengambil keputusan apabila manajerial ingin mengurangi biaya yang terjadi.

1.5Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini dibedakan dengan pembagian bab – bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

bab ini dijelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah dan tujuan tugas akhir ini

Bab II : Landasan Teori

bab ini dijelaskan tentang gambaran umum perusahaan kerupuk liontin dan teori yang mendukung pokok pembahasan tugas akhir yang defenisi akutansi biaya, konsep perhitungan harga pokok produksi dan teori

tentang metode Activity-Based Costing (ABC) serta penelitian terdahulu


(14)

Bab III : Metode Penelitian

bab ini dijelaskan tentang tahap-tahap yang dikerjakan dalam penyelesaian Tugas Akhir mulai dari observasi pendahuluan, identifikasi masalah dan tujuan, pengumpulan data, desain ERD, struktur basis data, desain DFD, dan desain antarmuka.

Bab IV : Hasil dan Pembahasan

bab ini dijelaskan tentang hasil dari perangkat lunak yang dibuat, serta pembahasan perangkat lunak yang telah dibuat melalui tahap pembahasan dan diskusi.

Bab V : Penutup

bab ini berisi kesimpulan dan saran untuk perbaikan dari Penentuan Harga Pokok Produksi pada UKM Kerupuk dengan Menggunakan


(15)

6

2.1 Akuntansi Biaya

Akuntansi biaya berasal dari Inggris dan diciptakan oleh para insinyur

industi (industrial engineer) untuk tujuan penghitungan secara akurat kos produk.

Informasi kos produk ini dimanfaatkan untuk dasar pengelolaan kegiatan produksi produk dalam kegiatan manufaktur. Akuntansi biaya ini diciptakan sekitar tahun 1880-1925.

Akuntansi biaya merupakan proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya. (Mulyadi, 1990:6). Obyek kegiatan akuntansi biaya adalah biaya.

Proses akuntansi biaya dapat ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pemakai luar perusahaan. Dalam hal ini proses akuntansi biaya harus memperhatikan karakteristik akuntansi keuangan. Proses akuntansi biaya dapat ditujukan pula untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam perusahaan dan di sini akuntansi biaya harus memperhatikan karakteristik akuntansi manajemen.

Tiga tujuan pokok dari akuntansi biaya antara lain : penentuan harga pokok produk, pengendalian biaya dan pengambilan keputusan khusus. Untuk tujuan penentuan harga pokok produk, akuntansi biaya mencatat, menggolongkan dan meringkas biaya-biaya pembuatan produk atau penyerahan jasa. Biaya yang dikumpulkan dan disajikan adalah biaya yang terjadi di masa lalu atau biaya historis.


(16)

Pengendalian biaya harus didahului dengan penentuan biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk memproduksi satu satuan produk. Jika biaya yang seharusnya ini telah ditetapkan, akuntansi biaya bertugas memantau apakah pengeluaran biaya yang sesunguhnya sesuai dengan biaya yang seharusnya tersebut.

Pengambilan keputusan khusus menyangkut masa yang akan datang. Akuntansi biaya untuk pengambilan keputusan khusus bertugas menyediakan biaya masa yang akan datang. Informasi biaya ini tidak dicatat dalam akuntansi biaya, melainkan hasil dari proses peramalan. Karena keputusan khusus merupakan sebagian besar kegiatan manajemen perusahaan, laporan akuntansi biaya untuk memenuhi tujuan pengambilan keputusan adalah bagian dari akuntansi manajemen.

2.1.1 Aliran Biaya Dalam Perusahaan Manufaktur

Pada akuntansi biaya tidak ditambahkan langkah baru terhadap siklus

akuntansi yang sudah dikenal, maupun menghilangkan prinsip-prinsip dalam akuntansi keuangan (Usry, 2004:97). Akuntansi biaya berkaitan dengan pencatatan dan pengukuran elemen biaya saat sumber daya yang berhubungan mengalir melalui proses produksi. Aliran biaya paralel dengan sumber daya diilustrasikan pada gambar 2.1. Semua biaya manufaktur, tanpa mempedulikan perilaku biaya tetap maupun variabel, mengalir melalui perkiraan barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Hal ini merefleksikan asumsi penyerapan biaya


(17)

Gambar 2.1 Aliran Biaya Dalam Perusahaan Manufaktur

2.2Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi merupakan harga pokok yang dikenakan pada suatu barang akibat dari proses produksi. Menurut Muhadi (2001), harga pokok produksi adalah biaya yang terjadi dalam rangka untuk menghasilkan barang jadi atau produk dalam perusahaan manufaktur. Tujuan perusahaan dalam menghitung atau menentukan harga pokok produksi adalah untuk mengevaluasi kembali harga jual yang telah ditentukan. Komponen untuk menentukan harga pokok produksi adalah biaya produksi yang digolongkan menjadi tiga, yaitu:

a. Biaya bahan baku

b. Biaya tenaga kerja langsung


(18)

Biaya-biaya yang terjadi di bagian pemasaran, bagian administrasi dan dan bagian umum tidak digolongkan sebagai biaya produksi. Karena itu,

biaya-biaya tersebut tidak masuk ke dalam biaya-biaya overhead pabrik.

Proses produksi yang paling sederhana dan mendasar adalah proses penggabungan antara biaya bahan baku, biaya tenaga kerja tak langsung dan

factory overhead. Secara sederhana digambarkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Proses Produksi Sederhana

Pada gambar 2.2, bahan baku, tenaga kerja langsung dan factory

overhead diolah dalam proses produksi dan menghasilkan produk.

Untuk dapat menentukan harga pokok produksi yang tepat dan benar, diperlukan informasi tentang biaya-biaya yang tepat dan benar pula. Rumus perhitungan harga pokok produksi seperti di bawah ini.

HPProduksi = BBB + BTKL+ BOP….……….(2.1) Keterangan :

HPProduksi : Harga Pokok Produksi

BBB : Biaya Bahan Baku

BTKL : Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung

BOP : Biaya Overhead Pabrik

Bahan baku

Tenaga kerja langsung

Fact ory overhead


(19)

2.2.1 Biaya Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor atau dari pengolahan sendiri. Di dalam memperoleh bahan baku, perusahaan tidak hanya mengeluarkan sejumlah harga beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan biaya-biaya pembelian, pergudangan dan biaya perolehan lainnya (Mulyadi, 1990).

Menurut prinsip akuntansi yang lazim, semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkannya dalam keadaan siap diolah merupakan unsur harga pokok bahan baku yang dibeli. Oleh karena itu, harga pokok bahan baku tidak hanya berupa harga yang tercantum dalam faktur pembelian saja. Harga pokok bahan baku terdiri dari harga beli (harga yang tercantum dalam faktur pembelian) ditambah dengan biaya-biaya pembelian dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap diolah.

Harga beli dan angkutan merupakan unsur yang mudah diperhitungkan

sebagai harga pokok bahan baku, sedangkan biaya pesan (order cost), biaya

penerimaan, pembongkaran, asuransi, pergudangan dan biaya akuntansi bahan baku merupakan biaya yang sulit diperhitungkan. Di dalam praktek, pada umumnya harga pokok bahan baku hanya dicatat sebesar harga beli menurut faktur dari pemasok. Hal ini dilakukan karena pembagian biaya pembelian kepada masing-masing jenis bahan baku dalam faktur seringkali memerlukan biaya akuntansi yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan manfaat ketelitian perhitungan harga pokok yang diperoleh. Sebagai akibatnya, biaya-biaya yang


(20)

dikeluarkan untuk memperoleh bahan baku dan untuk menjadikan bahan baku

siap diolah, pada umumnya diperhitungkan sebagai unsur biaya overhead pabrik.

Karena dalam perode akuntansi seringkali terjadi fluktuasi harga, maka harga beli bahan baku juga berbeda dari pembelian yang satu dengan pembelian yang lain. Oleh karena itu persediaan bahan baku yang ada di gudang mempunyai harga pokok per satuan yang berbeda-beda, meskipun jenisnya sama. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan berbagai macam metode penentuan harga pokok

bahan baku yang dipakai dalam produksi (materials costing method) sebagai

berikut:

a. Metode masuk pertama keluar pertama (First in, First Out)

Untuk menentukan biaya bahan baku dengan anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang pertama masuk dalam gudang, digunakan untuk menentukan harga bahan baku yang pertama kali dipakai.

Contoh perhitungan Biaya Bahan Baku metode FIFO

Persediaan bahan baku A pada tanggal 1 Januari 19X3 terdiri dari: 600 kg @ Rp 2.400 = Rp 1.440.000

400 kg @ Rp 2.500 = Rp 1.000.000

Transaksi pembelian dan pemakaian bahan baku selama bulan Januari 19X3 disajikan dalam tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Data Kuantitas Bahan Baku yang Dibeli

Tgl Transaksi Kuantitas (kg)

Harga beli

per kg Jumlah

6/1 Pemakaian 700 - -

15/1 Pembelian 1.200 Rp 2.750 Rp 3.300.000


(21)

21/1 Pemakaian 1.100 - -

Jumlah pemakaian Rp 4.800.000

Maka, perhitungan biaya bahan baku yang dipakai dalam produksi tampak pada gambar 2.3 di bawah ini.

Persediaan awal 1.000kg Rp 2.440.000

Pembelian 1.700kg 4.800.000

Jumlah bahan baku yang tersedia untuk diolah Rp 7.240.000

Persediaan akhir (dengan FIFO):

400 @Rp 2.750 Rp 1.100.000

500 @Rp 3.000 Rp 1.500.000

Rp 2.600.000

Biaya bahan baku bulan Januari Rp 4.640.000

Gambar 2.3 Biaya Bahan Baku dengan Metode FIFO

b. Metode masuk terakhir keluar pertama (Last In, First Out)

Untuk menentukan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi dengan anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang terakhir masuk dalam persediaan gudang, dipakai untuk menentukan harga pokok bahan baku yang pertama kali dipakai dalam produksi. Cara perhitungan yang dilakukan sama dengan cara perhitungan biaya bahan baku dengan metode FIFO.

c. Metode rata-rata bergerak

Persediaan bahan baku yang ada di gudang dihitung harga pokok rata-ratanya dengan cara membagi total harga pokok dengan jumlah satuannya. Setiap kali terjadi pembelian yang harga pokok per satuannya berbeda dengan harga


(22)

pokok rata-rata persediaan yang ada di gudang, harus dilakukan perhitungan yang baru. Bahan baku yang dipakai dalam proses produksi dihitung harga pokoknya dengan mengalikan jumlah satuan bahan baku yang ada di gudang.

d. Metode biaya standar

Bahan baku yang dibeli dicatat dalam kartu persediaan sebesar harga standar (standard price) yaitu harga taksiran yang mencerminkan harga yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Harga standar merupakan harga yang diperkirakan untuk tahun anggaran tertentu. Pada saat dipakai, bahan baku dibebankan kepada produk pada harga standar tersebut.

e. Metode rata-rata harga pokok pada akhir bulan

Pada tiap akhir bulan dilakukan penghitungan harga pokok rata-rata per satuan tiap jenis persediaan bahan baku yang di gudang. Harga pokok rata-rata per satuan ini kemudian digunakan untuk menghitung harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi enam bulan berikutnya.

2.2.2 Biaya Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut (Mulyadi, 1992). Dalam perusahaan manufaktur, penggolongan kegiatan tenaga kerja dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Penggolongan menurut fungsi pokok dalam organisasi perusahaan

Organisasi dalam perusahaan manufaktur dibagi kedalam tiga fungsi pokok: produksi, pemasaran dan administrasi. Pembagian ini bertujuan untuk


(23)

membedakan biaya tenaga kerja yang merupakan unsur harga pokok produk dari biaya tenaga kerja nonpabrik, yang bukan merupakan unsur harga pokok produk, melainkan unsur biaya usaha. Berikut ini diberikan beberapa contoh biaya tenaga kerja yang termasuk dalam tiap golongan tersebut:

 Biaya tenaga kerja produksi meliputi: gaji karyawan pabrik, biaya

kesejahteraan karyawan pabrik, upah lembur karyawan pabrik, upah mandor pabrik, gaji manajer pabrik.

 Biaya tenaga kerja pemasaran meliputi: upah karyawan pemasaran, biaya

kesejahteraan karyawan pemasaran, biaya komisi pramuniaga, gaji manajer pemasaran.

b. Penggolongan menurut kegiatan departemen-departemen dalam perusahaan

Dalam sutu perusahaan yang terdiri dari beberapa departemen, biaya tenaga kerja digolongkan sesuai departemen tersebut. Contohnya, biaya tenaga kerja bagian personalia. Penggolongan semacam ini dilakukan untuk memudahkan pengendalian terhadap biaya tenaga kerja dalam tiap departemen yang dibentuk dan yang bertanggung jawab adalah masing-masing kepala departemen.

c. Penggolongan menurut jenis pekerjaannya

Dalam suatu departemen, tenaga kerja dapat digolongkan menurut sifat pekerjaannya. Misalnya dalam suatu departemen produksi, tenaga kerja digolongkan sebagai berikut : operator, mandor dan penyelia. Maka biaya tenaga kerja digolongkan menjadi : upah mandor, upah operator dan upah penyelia. Penggolongan biaya tenaga karja semacam ini dilakukan sebagai dasar penetapan diferensiasi upah standar kerja.


(24)

d. Penggolongan menurut hubungan dengan produk

Dalam hubungannya dengan produk, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tak langsung. Tenaga kerja langsung adalah semua karyawan yang secara langsung ikut serta memproduksi produk jadi, yang jasanya dapat diusut secara langsung pada produk, dan yang upahnya merupakan bagian yang besar dalam memproduksi produk upah tenaga kerja langsung diperlakukan sebagai biaya tenaga kerja langsung dan diperhitungkan langsung sebagai unsur biaya produksi. Tenaga kerja yang jasanya tidak secara langsung dapat diusut secara langsung pada produk disebut tenaga kerja tak langsung. Upah tenaga kerja tak langsung disebut

dengan biaya tenaga kerja tak langsung dan merupakan unsur biaya overhead

pabrik. Upah tenaga kerja tak langsung dibebankan pada produk tidak secara

langsung, tetapi melalui tarif biaya overhead pabrik.

Cara perhitungan gaji dan upah karyawan dalam perusahaan adalah mengalikan tarif upah dengan jam kerja karyawan. Dengan demikian, untuk menentukan upah seorang karyawan diperlukan data jumlah jam kerjanya selama periode waktu tertentu.

Contoh perhitungan distribusi Biaya Tenaga Kerja:

Perusahaan XYZ mempunyai dua orang karyawan, karyawan Andi dan karyawan Budi. Berdasarkan kartu hadir minggu pertama bulan April 19X1, bagian pembuat daftar gaji dan upah membuat daftar gaji dan upah untuk periode yang bersangkutan. Menurut kartu hadir, karyawan Andi bekerja selama 40 jam dengan upah Rp.1000/jam dan karyawan Budi selama periode yang sama bekerja 40 jam


(25)

dengan tarif upah Rp.750/jam. Pada gambar 2.4 berikut diajikan distribusi biaya tenaga kerja kedua karyawan tersebut

Distribusi biaya tenaga kerja Karyawan A Karyawan B

Dibebankan sebagai biaya tenaga kerja langsung:

Pesanan #103 Rp.15.000 Rp.15.000

Pesanan #104 20.000 7.500

Dibebankan sebagai biaya overhead pabrik 5.000 5.000

Jumlah upah minggu pertama April 19X1 Rp.40.000 Rp.30.000

PPh yang dipotong oleh perusahaan 15% dari

upah minggu pertama April 19X1 6.000 4.500

jumlah upah bersih yang diterima karyawan Rp.34.000 Rp.25.500

Gambar 2.4 Distribusi Upah Tenaga Kerja Langsung

2.2.3 Biaya Overhead Pabrik

Dalam buku Akuntansi Biaya, halaman 207, Mulyadi menggolongkan

Biaya Overhead Pabrik (BOP) menurut sifatnya menjadi enam golongan berikut

ini :

a. Biaya bahan penolong

Bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut. Misalnya, dalam perusahaan percetakan, yang termasuk bahan baku penolong antara lain: tinta koreksi, perekat dan pita mesin ketik.

b. Biaya reparasi dan pemeliharaan

Biaya reparasi dan pemeliharaan berupa suku cadang (spareparts), biaya habis


(26)

untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan emplasemen, perumahan, bangunan pabrik, mesin-mesin dan ekuipmen, kendaraan perkakas laboratorium dan aktiva tetap lain yang digunakan untuk keperluan pabrik.

c. Biaya tenaga kerja tidak langsung

Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja pabrik yang upahnya tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada produk atau pesanan tertentu. Biaya tenaga kerja tak langsung terdiri dari upah, tunjangan dan biaya kesejahteraan yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tidak langsung teresbut. Tenaga kerja tidak langsung terdiri dari :

1) Karyawan yang bekerja pada departemen pembantu, seperti departemen

pembangkit tenaga listrik, bengkel dan departemen gudang.

2) Karyawan tertentu yang bekerja dalam departemen produksi, seperti

kepala departemen produksi, karyawan administrasi pabrik, mandor.

d. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap

Biaya-biaya dalam kelompok ini antara lain adalah biaya depresiasi emplasemen pabrik, bangunan pabrik, mesin dan ekuipmen, perkakas laboratorium dan aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik.

e. Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu

Biaya-biaya dalam kelompok ini antara lain adalah biaya asuransi gedung, asuransi kendaraan, asuransi karyawan, asuransi mesin dan peralatan.

f. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran

uang tunai.

BOP yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan.


(27)

Ditinjau dari perilaku unsur-unsur BOP dalam hubungannya dengan volume kegiatan, BOP dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

a. Biaya overhead pabrik tetap

BOP yang tidak berubah dalam kisar perubahan volume dalam kegiatan tertentu.

b. Biaya overhead pabrik variabel

BOP yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

c. Biaya overhead pabrik semivariabel

BOP yang berubah tidak sebanding dengan volume kegiatan.

BOP juga digolongkan menurut hubungannya dengan departemen lain. Jika disamping memiliki departemen produksi, perusahaan juga mempunyai departemen-departemen pembantu (misalnya, departemen bengkel, departemen

gudang), BOP digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu: biaya overhead pabrik

langsung departemen (BOP yang terjadi dalam departemen tertentu dan

manfaatnya hanya dinikmati oleh departemen tersebut) dan biaya overhead pabrik

tidak langsung departemen yaitu BOP yang manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen.

Dalam menentukan BOP tidak dilakukan sembarangan. Pembebanan BOP atas dasar biaya yang sesungguhnya terjadi seringkali mengakibatkan berubah-ubahnya harga pokok per satuan produk yang dihasilkan dari bulan yang satu ke bulan yang lain. Hal ini akan berakibat pada penyajian harga pokok persediaan dalam neraca dan besar kecilnya laba atau rugi yang dihasilkan oleh laporan rugi laba, sehingga mempengaruhi keputusan-keputusan tertentu yang dilakukan oleh manajemen. Sebenarnya harga pokok produksi per satuan tidak harus sama dari


(28)

bulan ke bulan. Kenaikan harga bahan baku, kenaikan tarif dasar listrik akan mempengaruhi harga pokok produksi per satuan pada bulan kenaikan tersebut. Naik turunnya harga pokok produksi per satuan tidaklah dikehendaki bilamana penyebabnya adalah karena terjadinya ketidakefisienan, biaya yang tidak normal dan turunnya kegiatan produksi yang sifatnya sementara. Apabila BOP yang sesungguhnya dibebankan kepada produk, maka harga pokok produksi per satuan mungkin akan berfluktuasi.

Untuk itu dilakukan penentuan tarif BOP yang dilaksanakan melalui tiga tahapan berikut:

a. Menyusun anggaran biaya overhead pabrik

Yang harus diperhatikan disini adalah tingkat kegiatan (kapasitas) yang akan

digunakan sebagai dasar penaksiran biaya overhead pabrik. Ada tiga macam

kapasitas yang dipakai sebagai dasar pembuatan anggaran biaya overhead

pabrik: kapasitas praktis, kapasitas normal (kemampuan perusahaan untuk memproduksi dan menjual produknya dalam jangka panjang) dan kapasitas sesungguhnya yang diharapkan (kapasitas sesungguhnya yang diperkirakan akan dapat dicapai dalam tahun yang akan datang). Penentuan kapasita praktis dan kapasitas normal dapat dilakukan dengan lebih dulu menetukan kapasitas teoritis, yaitu volume produksi maksimum yang dapat dihasilkan oleh pabrik.

b. Memilih dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dasar pembebanan

yang dipakai adalah: harus diperhatikan jenis biaya overhead pabrik yang


(29)

sifat-sifat biaya overhead pabrik yang dominan tersebut dan eratnya hubungan sifat-sifat tersebut dengan dasar pembebanan yang akan dipakai. Ada berbagai macam dasar yang dapat dipakai untuk membebankan biaya

overhead pabrik kepada produk, di antaranya adalah: satuan produk, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, jam tenaga kerja langsung, jam mesin.

c. Menghitung tarif biaya overhead

Berikut diberikan rumus untuk setiap dasar penghitungan biaya overhead

pabrik:

1) Satuan produk

Taksiran biaya overhead pabrik

= tarif BOP per satuan

Taksiran jumlah satuan produk yang dihasilkan………(2.2)

Contoh :

Taksiran BOP selama 1 tahun anggaran Rp. 2.000.000

Taksiran jumlah produk yang akan dihasilkan

Selama tahun anggaran tersebut 4000 unit

Tarif BOP sebesar : (Rp.2000.000 : 4000 unit) = Rp.500 per satuan produk

2) Biaya bahan baku

Taksiran biaya overhead pabrik

X100% = persentase BOP dari biaya BB dipakai Taksiran biaya bahan baku yang dipakai………..(2.3)

3) Biaya tenaga kerja

Taksiran biaya overhead pabrik

x100% = persentase BOP dari biaya TKL Taksiran biaya tenaga kerja langsung………...(2.4)


(30)

4) Jam tenaga kerja langsung

Taksiran biaya overhead pabrik

= tarif BOP per jam tenaga kerja langsung

Taksiran jam tenaga kerja langsung………..(2.5)

5) Jam mesin

Taksiran biaya overhead pabrik

= tarif BOP per jam kerja mesin

Taksiran jam kerja mesin……….….(2.6)

2.3 Activity Based Costing

Activity-based cost sistem atau yang biasa disebut dengan ABC sistem

merupakan sistem informasi biaya yang menyediakan informasi lengkap tentang aktivitas untuk memungkinkan personel perusahaan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas (Mulyadi, 1993:25). Dalam buku Akuntansi Manajemen (1997), halaman 97, Lane K. Anderson dan Harol mendefinisikan ABC sebagai suatu sistem akuntansi yang memfokus pada aktivitas yang dilakukan untuk memproduksi suatu produk. Aktivitas menjadi titik akumulasi biaya yang fundamental. Biaya ditelusuri ke aktivitas, dan aktivitas ditelururi ke produk berdasarkan pemakaian aktivitas dari setiap produk. Hubungan untuk mengalokasikan biaya ke produk dinyatakan pada gambar 2.5 di bawah ini.


(31)

Dalam buku Akuntansi Manajemen (1997), halaman 244, Don R. Hansen dan Maryanne M. Mowen mendefinisikan sistem ABC sebagai : suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas dan kemudian ke produk. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode

ABC merupakan metode kalkulasi biaya dimana biaya overhead pabrik tidak

dibebankan secara merata pada semua produk. Secara garis besar, ABC didefinisikan sebagai suatu sistem penetapan biaya pokok dimana banyak

kumpulan biaya overhead dialokasikan dengan mempergunakan dasar yang dapat

mencakup satu atau lebih faktor yang terkait dengan volume. Dibandingkan dengan sistem akuntansi biaya tradisional, ABC dapat mewakili satu aplikasi pelacakan biaya yang menyeluruh. Di dalam ABC yang ditelusuri bukan hanya

bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik saja tetapi semua biaya yang

mempunyai kaitan dengan unit-unit penghasil output. Asumsi yang mendasari

ABC sangat berbeda dengan asumsi akuntansi biaya tradisional. Akuntansi biaya tradisional mengasumsikan bahwa produk menimbulkan biaya sedangkan ABC mengasumsikan bahwa kegiatan menimbulkan biaya dan produk menciptakan

permintaan untuk kegiatan. Pada ABC sistem, biaya overhead dilacak secara

akurat pada setiap aktivitas yang dikerjakan untuk tiap produk.

Pada konsep ini, dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya

disebut dengan kendara biaya (cost driver). ABC mengidentifikasikan berbagai

aktivitas, biaya aktivitas dan pengendara biaya pada seluruh tingkatan yang berbeda pada suatu lingkungan produksi. ABC membagi kedalam empat tingkatan

masing-masing, yaitu satuan (unit), batch atau group, produk dan fasilitas


(32)

1. Tingkatan unit

Biaya pada tingkatan unit adalah biaya yang akan bertambah besar jika produksi ditingkatkan. Biaya ini merupakan satu-satunya biaya yang dialokasikan secara akurat pada setiap unit sebanding dengan volumenya. Contohnya adalah biaya listrik. Jika mesin menggunakan listrik dalam memproduksi produk dan biaya tenaga kerja inspeksi jika setiap unit memerlukan inspeksi. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung juga termasuk kedalam biaya tingkatan unit, namun tidak termasuk dalam biaya overhead.

2. Tingkatan batch

Biaya tingkatan batch adalah biaya yang timbul karena disebabkan oleh

jumlah batch produk yang diproduksi. Sebab aktivitas yang terjadi berulang

setiap satu batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk ke

dalam kelompok ini adalah aktivitas setup,aktivitas penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan

3. Tingkatan produk

Biaya pada tingkatan produk adalah semua biaya yang timbul karena digunakan jumlah yang berbeda-beda dari produk yang diproduksi. Atau aktivitas yang dibebankan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh pabrik meliputi perbaikan dan perawatan alat / mesin.

4. Tingkatan fasilitas

Biaya tingkat fasilitas meliputi : biaya untuk menopang kapasitas pada suatu tempat perusahaan. Contohnya biaya sewa, depresiasi, pajak properti dan asuransi bangunan.


(33)

Keempat tingkatan di atas merupakan pengelompokkan dalam sistem activity-based costing(ABC) yang sering di sebut dengan product driven activity. Dalam ABC ada 2 kelompok secara umum, yaitu : product driven activity dan customer driven activity. Product driven activity adalah aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan merancang dan memproduksi suatu produk. sedangakan costomer driven activity adalah aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan penawaran, pelayanan serta dukungan terhadap pelanggan atau pasar perusahaan.

ABC sistem mengendalikan biaya melalui penyediaan informasi tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya. Dasar pikiran yang melandasi sistem informasi biaya ini adalah “biaya ada penyebabnya, dan penyebab biaya

dapat dikelola (cost is caused, and the causes of cost can be managed)”. Hasil

yang diperoleh dari pengelolaan terhadap aktivitas adalah improvement terhadap

aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk/jasa bagi

customer, sehingga akibatnya manfaat produk / jasa bagi customer semakin meningkat dan biaya untuk menghasilkan produk jasa tersebut semakin berkurang.

Beberapa keunggulan sistem activity-based costing (ABC) dalam penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut:

 Biaya produk yang lebih realistic, khususnya pada industri manufaktur

teknologi tinggi dimana biaya overhead merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya

 Semakin banyak overhead yang ditelusuri ke produk. Dalam pabrik modern ,


(34)

biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri.

 Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya

bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas.

 Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian dari sifat riil dari perilaku biaya

dan membantu mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk.

 Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang

modern dengan menggunakan banyak pemicu biaya, banyak dari pemicu biaya tersebut adalah berbasis transaksi dari pada berbasis volume produk.

 Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari

biaya produk variabel jangka panjang yang relevan terhadap pemgambilan keputusan yang strategik.

 Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses,

pelanggan, area tanggung jawab manajerial dan juga biaya produk.

2.3.1 Tujuan Biaya

Konsep penting lainnya untuk mengerti tentang sistem biaya

Activity-Based Costing (ABC) adalah tujuan biaya. Tujuan biaya didefinisikan sebagai “item” akhir dimana semua biaya terakumulasi. Tujuan biaya final berupa akumulasi biaya untuk mentransfer barang atau jasa kepada konsumen di luar perusahaan.


(35)

Tujuan biaya final dapat berupa produk atau jasa pelayanan yang disediakan oleh sebuah perusahaan untuk konsumen. Pada sistem manufacturing, tujuan biaya dapat berupa produk jadi atau proses manfakturing.

2.3.2 Kendara Biaya (Cost Driver)

Kendara biaya (cost driver) atau pemicu biaya didefenisikan sebagai faktor yang digunakan untuk mengukur bagaimana biaya terjadi atau dapat dikatakan sebagai cara untuk membebankan biaya pada aktivitas atau produk. Secara praktis, pemicu biaya menunjukkan dimana biaya harus dibebankan dana seberapa besar biayanya.

Pemicu biaya adalah penyebab terjadinya biaya sedangkan aktivitas adalah merupakan dampak yang ditimbulkannya. Dalam sistem biaya activity-based costing digunakan beberapa macam pemicu biaya dan sedangkan pada sistem biaya tradisional hanya menggunakan satu pemicu biaya tertentu sebagai basis.

2.3.3 Kelompok Biaya ( Cost Pool)

Definisi kelompok biaya (cost pool) adalah sekelompok biaya yang memiliki karakteristik yang sama. Karakteristik ini berkaitan dengan tolak ukur aktivitas yang sama, untuk maksud pembebanan biaya ke produk.

2.3.4 Prosedur Pembebanan Biaya Sistem Activity-Based Costing(ABC)

Sistem biaya activity-based costing merupakan suatu sistem biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas dan kemudian ke produk yang dihasilkan. dalam sistem biaya ABC juga di kenal adanya prosedur pembebanan


(36)

biaya aktivitas kepada produk berdasarkan aktivitas-aktivitas yang di komsumsi oleh produk yang dihasilkan tersebut. Tahap yang dimiliki oleh sistem ABC tersebut dalam analisisnya dibagi 2 tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Prosedur Tahap I

Pada tahap pertama dilakukan pembebanan biaya pemakaian sumber daya kepada aktivitas-aktivitas yang menggunakannya. Dalam kalkulasi biaya berdasarkan sistem activity-based costing (ABC) tahap pertama, biaya overhead dibagi kedalam kelompok biaya yang homogen. Suatu kelompok biaya yang homogen merupakan suatu kumpulan dari biaya overhead, yaitu variasi biaya yang dapat dijelaskan oleh pemicu biaya (cost driver). Aktivitas overhead yang homogen apabila mereka mempunyai konsumsi yang sama untuk semua produk.

2. Prosedur Tahap II

Pada tahap kedua ini, biaya setiap kelompok biaya (cost pool) ditelusuri ke produk. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok yang dihitung pada tahap pertama dan dikalikan dengan sejumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap produk. Tolak ukur ini merupakan kuantitas pemicu biaya yang digunakan oleh setiap produk. Dengan demikian overhead yang dibebankan setiap kelompok biaya ke produk dihitung sebagai berikut:

Overhead yang dibebankan = Tarif kelompok x Jumlah konsumsi pemicu biaya…………(2.7)

Contoh Kasus Activity Based Costing

Diasumsikan bahwa suatu perusahaan memproduksi suatu produk dan mempunyai daftar kegiatan dan biaya sebagai berikut :


(37)

Pada tahap pertama metode ABC, empat kegiatan pada tabel di atas akan

diklasifikasikan menurut tingkatan unit, batch, produk dan fasilitas. Dalam kasus

ini pengujian produk dan pemasukan cetakan masuk dalam tingkat unit.

Sedangkan penyetelan batch dan penanganan lot wafer masuk dalam tingkat unit

batch. Dengan menggunakan data di atas, kelompok biaya adalah sebagai berikut:

Kelompok tingkat unit Tingkat batch

Pengujian produk Rp.275.000 Penyetelan batch Rp.120.000

Pemasukan cetakan Rp.225.000 Penanganan lot wafer Rp. 90.000

Total Rp.500.000 Total Rp.210.000

Tabel 2.2 Daftar Kegiatan dan Biaya

Setelah dilakukan identifikasi kelompok biaya sejenis dan menentukan biayanya, dapat dibebankan biaya kelompok ke produk dimana hasil perhitungannya disebut tarif kelompok. Untuk melakukannya, tarif kelompok harus dihitung berdasarkan penggerak aktivitas. Pengujian produk dan pemasukan

cetakan pendorong kegiatannya adalah jumlah cetakan yang diasumsikan

kapasitasnya adalah 200. Penyetelan batch dan penanganan lot wafer pendorong

kegiatannya adalah jumlah batch yang diasumsikan kapasitasnya adalah 400.

Hasil perhitungan dari tarif kelompok adalah sebagai berikut :

No. Nama Kegiatan Biaya

1. Pengujian produk 275.000

2. Pemasukan cetakan 225.000

3. Penyetelan batch 120.000


(38)

Kelompok tingkat unit Kelompok tingkat batch

Tarif = Rp.500.000/200 Tarif = Rp.210.000/400

= Rp.2500 per cetakan = Rp. 525 per batch

Dengan perhitungan tarif kelompok, tahap pertama perhitungan biaya berdasar kegiatan telah selesai. Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok

overhead ditelusuri ke produk. Hal ini dilakukan dengan tarif kelompok yang dihitung pada tahap pertama dan ukuran jumlah sumber daya yang dikonsumsi setiap produk. Hasil dari perhitungan ini adalah sebagai berikut :

Biaya overhead

Kelompok tingkat unit

(Rp.2500 x 200) Rp.500.000

Kelompok tingkat batch

(Rp.525 x 400) Rp.210.000

Total overhead yang dibebankan Rp.710.000

Dengan demikian, telah diperoleh biaya overhead yang dibebankan dari proses

penelusuran kegiatan.

2.4 Penelitian Terdahulu

Berbagai hasil riset yang menjadi referensi yang menyangkut implementasi atau penerapan Activity Based Costing System antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan Narayanan dan Sarkar (1999) memiliki tujuan untuk

mengetahui apakah perusahaan mengambil keputusan yang tepat terhadap produk, harga, dan pelanggan yang tidak menguntungkan. Studi ini dilakukan pada berbagai perusahaan manufaktur. Penelitian ini menghasilkan temuan


(39)

yang mendukung kemanfatan dari Activity Based costing. Perusahan mampu mengambil keputusan yang tepat terhadap jenis dan harga produk

2. Kennedy dan Graves (2001) bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perubahan kinerja setelah mengadopsi Activity Based Costing System, mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja antara perusahaan yang mengadopsi dan yang tidak mengadopsi Activity Based Costing Sytem, mengetahui apakah implementasi Activity Based Costing System mempengaruhi nilai perusahaan. Studi ini dilakukan pada berbagai perusahaan yang telah go public. Hasil temuannya yaitu kinerja perusahaan setelah mengadopsi Activity Based Costing System mengalami kenaikan yang signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya profit perusahaan. Kenaikan ini juga dibarengi dengan semakin tingginya nilai kapitalisasi pasar (saham) perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan yang mengadopsi Activity Based Costing System nilai kapitalisasi pasarnya berbeda lebih dari 27 persen diatas perusahaan yang tidak mengadopsi Activity Based Costing System

3. Swenson (1995) melakukan penelitian untuk mengetahui apakah Activity Based Costing System digunakan untuk kepentingan strategis lain. Hasil riset terkait dengan kepentingan untuk penentuan biaya produk 24% untuk product sourcing decision, 72% untuk pricing dan mix product decision, dan 36% untuk pemasaran. Terkait dengan kepentingan operational 92% untuk keputusan perbaikan proses, 48% untuk desain produk, dan 28% untuk mengukur kinerja.

4. Haryanti (2004) menerapkan Activity Based Costing System pada RSUD Kab. Wonogiri. Pertama kali yang dilakukan adalah menganalisis system biaya tradisional yang selama ini ditetapkan di rumah sakit, kemudian dari data tersebut peneliti menghitung biaya rawat inap dengan menggunakan Activity Based Costing System. Hasil penelitiannya menunjukkan terjadinya undercosting dan overcosting pada perhitungan biaya rawat inap pada system biaya tradisional


(40)

5. Needy (2000) menerapkan Activity Based Costing System pada beberapa perusahaan kecil telah memberikan kontribusi pada meningkatnya profitabilitas perusahaan dengan membantu perusahaan dalam penetapan suatu harga yang lebih konsisten dan kompetitif dalam jumlah produksi yang

berskala besar seperti layaknya suatu perusahaan besar yang

mengimplementasikan sistem ABC.

Dalam tugas akhir ini, penulis melakukan penerapan sistem ABC pada UKM kerupuk dengan studi kasus pada pabrik kerupuk liontin. Dengan tujuan untuk memperoleh harga pokok produksi yang akan dipakai manejerial untuk mengambil keputusan dalam menentukan harga jual yang dapat bersaingan dalam dunia usaha yang ada.


(41)

32

3.1Gambaran Umum

Perusahaan Pabrik Kerupuk Liontin mengalami kesulitan perhitungan harga pokok produksi terhadap masing-masing produk. Hal tersebut dikarenakan perhitungan tradisional yang masih diterapkan, dalam perhitungan tradisional pembagian overhead yang terjadi dibagi rata dengan total jumlah produk yang di bebankan secara merata kepada masing-masing produk.

Aktivitas produksi yang terjadi dalam perusahaan antara lain aktivitas penanganan bahan baku, persiapan dan pencampuran, pencetakan, pengukusan, pengeringan, penanganan barang jadi, pemeliharaan, inspeksi dan QC, setup mesin, serta pengembangan produk. Aktivitas penanganan bahan baku adalah aktivitas yang berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan untuk penanganan bahan baku yang di kirim dari supplier. Aktivitas persiapan dan pencampuran adalah aktivitas yang berhubungan dengan biaya overhead yang timbul saat menyiapkan bahan baku sampe pencampuran bahan menjadi adonan. Aktivitas pencetakan adalaha aktivitas yang berhubungan dengan biaya overhead yang timbul saat adoanan dicetak menjadi kerupuk batangan. Aktivitas pengukusan adalah aktivitas yang berhubungan dengan biaya overhead yang timbul saat kegiatan pengukusan kerupuk. Aktivitas pemotongan adalah aktivitas yang biaya overhead timbul saat krupuk yang batangan dipotong. Aktivitas pengeringan merupakan aktivitas yang biaya timbul waktu kerupuk yang udah dipotong tersebut dikeringkan. Aktivitas penaganan barang jadi adalah aktivitas yang


(42)

penyebab terjadi biaya saat dilakukannya packing dan penyimpan barang. Aktivitas pemeliharaan dalah aktivitas yang timbulnya biaya berasal dari aset yang ada perusahaan. Aktivitas setup mesin adalah aktivitas yang berhubungan dengan timbulnya biaya saat penyetelaan mesin atau setup mesin. Aktivitas pengembangan produk merupakan aktivitas yang timbulnya biaya berdasarkan kegiatan yang dilakukan demi perkembangan produk perusahaan.

Variabel yang dianalisis adalah variabel yang berhubungan dengan biaya overhead yang terjadi dalam proses produksi. Dengan menganalisis biaya overhead, pembagian biaya overhead ke produk sesuai dengan kapasitas pemakaian biaya yang terjadi. Dalam mendukung analisa biaya overhead dalam menghitung harga pokok produksi, maka diterapkanlah metode activity-based costing untuk perhitungan harga pokok produksi dengan tujuan untuk agar penetapan atau pembagian biaya overhead yang dipakai oleh setiap produk dalam produksi sesuai dengan penggunaannya.

3.2Penerapan ABC

Berdasarkan gambaran umum diatas, maka aplikasi tugas akhir ini

merupakan penerapan activity-based costing sistem pada UKM kerupuk dengan

studi kasus Pabrik Kerupuk Liontin. Gambar 3.1 adalah gambar diagram Penerapan Sistem Activity Based Costing sebagai alat untuk memperoleh hasil perhitungan harga pokok produksi yang lebih tepat dan cepat. Sehingga, mempermudah pimpinan perusahaan dapat menentukan strategi perusahaan untuk kemajuan perusahaan dan kelangsungan hidup produk maupun perusahaan.


(43)

Gambar 3.1. Diagram Penerapan Sistem Activity-based Costing

Dalam diagram di atas, terdapat tiga proses secara garis besar dalam menghitung harga pokok produksi yaitu proses perhitungan biaya bahan baku, proses perhitungan biaya tenaga, dan perhitungan biaya overhead. Dalam perhitungan biaya overhead terdapat beberapa proses merupakan penerapan

metode activity-based costing. Porses-proses tersebut antara lain :

1. Proses identifikasi dan pembebanan biaya ke aktivitas.

biaya-biaya yang ada di dalam UKM kerupuk liontin antara lain :

 Biaya penerangan

 Biaya listrik

 Biaya penerimaan bahan


(44)

 Biaya pemeliharan mesin dan gedung

 Biaya penyusutan mesin

 Biaya asuransi

 Biaya inspeksi dan quality control

 Biaya set up

 Biaya pengembangan produk

 Biaya penyusutan gedung

 Biaya pendistribusian bahan

 Biaya tenaga kerja tidak langsung

Dari beberapa aktivitas di atas, akan digolongkan ke berbagai aktivitas diantaranya:

a. Aktivitas penanganan bahan baku yaitu biaya tenaga kerja tidak langsung,

biaya penerangan, biaya penerimaan bahan dan biaya pendistribusian bahan.

b. Aktivitas persiapan dan pencampuran yaitu biaya tenaga kerja tidak

langsung, biaya Penerangan, dan biaya listrik.

c. Aktivitas pencetakan yaitu biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya

Penerangan, dan biaya listrik

d. Aktivitas pengukusan yaitu biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya

Penerangan, dan biaya listrik

e. Aktivitas pemotongan yaitu biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya

Penerangan, dan biaya listrik

f. Aktivitas pengeringan yaitu biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya


(45)

g. Aktivitas penaganan barang jadi yaitu biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya Penerangan, dan biaya pengepakan.

h. Aktivitas pemeliharaan yaitu biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya

penerangan, biaya pemeliharaan mesin dan gedung, biaya penyusutan mesin, biaya asuransi, penyusutan gedung.

i. Aktivitas inspeksi dan QC yaitu biaya tenaga kerja langsung, biaya

inspeksi&QC.

j. Aktivitas setup mesin yaitu biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya

setup.

k. Aktivitas pengembangan produk yaitu biaya tenaga kerja tidak langsung

dan biaya pengembangan produk.

Dari biaya-biaya yang dikelompokan ke dalam aktivitas, aktivitas yang memiliki biaya yang sama akan diidentifikasikan ke dalam costdrivernya masing-masing. Didalam UKM kerupuk liontin terdapat beberapa costdriver antara lain :

 Luas tempat digunakan oleh biaya penerangan

 Jam mesin digunakan oleh biaya lisrik

 Jumlah pegawai digunakan oleh biaya tenaga kerja tidak langsung.

Dari costdriver tersebut biaya-biaya yang ada dibagi ke dalam aktivitas sesuai dengan pemakaiannya.

2. Proses pengelompokkan aktivitas yang homogen.

pada langkah ini aktivitas-aktivitas yang susah ada dikelompokkan menjadi kelompok yang lebih homogen yaitu:


(46)

 unit level yaitu aktivitas persiapan dana pencampuran, aktivitas pencetakan, aktivitas pengukusan, aktivitas pemotongan, aktivitas pengeringan, aktivitas penanganan barang jadi dan aktivitas inspeksi & QC.

 bacth level yaitu aktivitas penangana bahan dan aktivitas setup mesin.

 produk level yaitu aktivitas pengembangan produk.

 facility level yaitu aktivitas pemeliharaan.

3. Proses perhitungan tarif kelompok.

ada langkah ini aktivitas yang udah di kelompokan menjadi homogen itu tersebut dijumlahkan dan total nilai costpoolnya berdasarkan nilai costdrivernya antara lain :

 Unit level menggunakan costdriver jam mesin dalam total jumlah

costpoolnya

 Bacth level menggunakan costdriver jumlah setup dalam jumlah total

costpoolnya

 Produk level menggunakan jenis produk yang berhubungan pada proses

perhitungan sebagai total costpoolnya.

 Facility level , total costpool berdasarkan jumlah produk yang di produksi

yang berhubungan dengan perhitungan.

4. Proses pembebanan biaya ke produk.

Pada langkah ini dicari total biaya overhead dari produk masing-masing yang diperoleh dari perkalian antara jumlah pemakaian costpool kelompok dengan tarif costpool kelompok yang sesuai.


(47)

3.3Perancangan Sistem

Dalam pengerjaan Tugas Akhir ini, penulis menggunakan Data Flow Diagram dan Diagram Relasi Entitas sebagai alat bantu dalam perancangan

penerapan sistem activity-based costing ini. Sistem ini dibangun dalam bentuk

desktop dengan menggunakan bahaasa pemograman Visual Basic .NET 2005.

3.3.1 Data Flow Diagram

Data Flow Diagram level context pada gambar 3.2 menunjukan secara

umum desain implemntasi sistem activity-based costing. Pada level context ini

terdapat beberapa entitas yang langsung berhubungan atau berinteraksi dengan sistem, yaitu : entitas PPC, entitas Gudang, entitas personalia, entitas pembelian, entitas supplier, dan entitas pimpinan.

Req uest Laporan nota retur beli

order pembelian bb

data s upllier

nota pembelian barang pes anan order pembelian

data g olongan Data Karyawan

Material req uest

PR(pur chase_req ues tion)

laporan pembelian Laporan HPProduks i data biaya(overhead)

Bill of M ater ial(BOM ) Data produks i

Info Aktivitas

HPProduks i

Laporan penerimaan barang

Laporan stoc k bb

0

sistem ac tivity based cos ting

+ PPC Personalia Gudang Pembelian Pimpinan supllier


(48)

Data Flow Diagram level 0 merupakan proses pendetailan sistem untuk memudahkan seorang pengembang dalam pembangunan dan pengembangan

sistem. Pada level 0, proses sistem activity-based costing dipecah menjadi lima

bagian proses utama. Lima proses tersebut adalah proses maintenance, proses pembelian, proses produksi, proses laporan, dan proses penerimaan barang. Gambar 3.3 adalah gambar data flow diagram level 0 implementasi sistem

activity-based costing.

info data g olongan info data karyawan

[Req uest Laporan]

info data pembelian update harga perolehan

info hasil produksi info data overhead

info barang retur i nfo penerimaan barang data penerimaan barang

nota pembelian

[nota retur beli] info order pembelian

update stock info bahan baku

info pembelian data pembelian

info data supllier

[order pembeli an bb] [nota pembelian]

[barang pesanan] [Laporan s tock bb] [Laporan penerimaan barang ]

[order pembelian]

[data supllier] info cost driver

info data produksi info data aktivitas

info bahan baku

input data g olongan input data karyawan

[data g olong an] [Data Karyawan]

data c ost driver cost driver hasi l produks i

pengurangan quantity

[Materi al req uest]

[PR(purchase_requestion)]

info hpproduksi data hpproduksi

input data produk

data produk

input data bahan baku data overhead info bahan baku

data BOM

[HPProduksi]

data bahan baku

[laporan pembelian] [data bi aya(overhead)]

[Laporan HPProduksi] input data produksi

[Data produksi]

Data Bil l Of Material(BOM)

[Bill of Material(BOM)]

Data order pembelian

Data Suppli er

Data aktivitas [Info Aktivitas] Personal ia Pembelian Gudang PPC Pimpinan 1 Maintance + 1 Karyawan 3 supllier

5 Akti vitas

2 Pembelian + 3 Produksi + 4 Laporan + 6 PO 7 BOM

4 data produksi 9 Bahan baku

10 overhead

11 produk

12 hpproduksi

12 hpproduksi 16 cost driver

17 Gol ongan

supllier supl lier 5 penerimaan barang + 18 pembelian 19 penerimaan barang

19 penerimaan barang


(49)

Pada Data Flow Diagram level 1 sub proses maintenance dipecah lagi menjadi sembilan sub proses yang lebih detail. sembilan proses tersebut adalah

maintenance bahan baku, maintenance supplier, maintenance bill of material

(BOM), maintenance biaya overhead, maintenance aktivitas, maintenance produksi, maintenance produk, maintenance karyawan, dan maintenance golongan. Gambar 3.4 adalah gambar data flow diagram level 1 dari sub proses

maintenance dalam implementasi sistem activity-base costing.

[data supllier ]

[input data g olong an] [data g olong an]

[D ata Karyawan]

[input data kar yawan]

[input data pr oduk] [data pr oduk]

[input data bahan baku]

[data overhead] [data bahan baku]

[input data produks i] [D ata Bil l Of M aterial( BOM ) ]

[D ata Supplier]

[D ata aktivitas] [data biaya( overhead)] [Bill of Material( BOM )]

[D ata produksi] [Info Aktivitas] Pembelian 1.2 Maintance supplier PPC 1.5 Maintance aktivitas 1.6 M aintance

pr oduks i 1.3

maintance bill of materi al

( BOM)

1.4 M aintance biaya

overhead

5 Aktivitas

3 supllier

7 BOM

4 data pr oduksi 9 Bahan baku

1.1 maintance bahan baku 10 overhead 1.7 M aintance Produk 11 produk Per sonalia

1 Karyawan 17 Golongan

1.8 maitanc e karayawan

1.9 maintance

g olong an supllier


(50)

Pada Data Flow Diagram level 1 subproses pembelian dibagi menjadi enam subproses. Keenam proses tersebut adalah permintaan material, Permintaan pembelian, membuat purchase order, pencatatan transaksi pembelian, update harga perolehan, membuat nota retur. Gambar 3.5 adalah gambar data flow

diagram level 1 subproses pembelian dalam impelementasi sistem activity-base

costing.

info data pembeli an [update harg a perolehan] [info barang retur]

[nota pembel ian] [nota retur beli] [info data supllier]

[data pembeli an] [order pembeli an]

[order pembelian bb]

[info bahan baku] [D ata order pembelian]

info permi ntaan material [PR(purchase_req uestion)]

data permintaan material

[Materi al req ues t] 3 supl lier

2.1 permintaan materi al yang

limi t Pembeli an Gudang 13 permintaan material 2.2 permintaan pembelian 2.3 membuat purchase order 6 PO

9 Bahan baku supl li er

2.4 pencatatan transaksi pembelian 18 pembelian 2.5 membuat nota retur penerimaan barang 19 penerimaan barang 2.6 update harga perolehan


(51)

Pada Data Flow Diagram level 1 subproses produksi dibagi menjadi lima subproses. Kelima proses tersebut adalah perhitungan bahan baku, perhitungan overhead, mencatat hasil produksi, perhitungan biaya tenaga kerja, perhitungan biaya tenaga kerja dan perhitungan HPProduksi (harga pokok produksi). Gambar 3.6 adalah gambar data flow diagram level 1 subproses produksi dalam

implementasi sistem activity-base costing.

data biaya tenaga kerja info data produksi

[info data golongan] [info data karyawan]

[info hasil produks i] [info data overhead]

[info cost driver]

info data produksi info data produksi

[info data produksi] info data akti vitas info data akti vitas

[info data aktivitas]

[data cost driver]

[cos t driver]

i nfo BOP data BOP

info biaya bahan baku data biaya bahan baku

[hasil produksi] [pengurangan quantity]

[data hpproduksi]

[info bahan baku]

[data BOM] [HPProduksi] PPC 3.3 perhitungan HPProduksi 5 Aktivitas 3.1 perhitungan

bahan baku 7 BOM

4 data produksi 9 Bahan baku

8 bi aya tenaga kerja 3.2 perhitungan overhead + 11 produk 12 hpproduksi 3.4 mencatat hasil produksi 14 bi aya bahan baku

15 BOP

16 cost driver 10 overhead 3.5 Perhi tungan Biaya tenaga kerja 1 Karyawan 17 Golongan

Gambar 3.6. Data Flow Diagaram Level 1 Subproses Produksi

Pada Data Flow Diagram level 1 subproses laporan dibagi menjadi dua subproses. Kedua proses tersebut adalah laporan harga pokok produksi dan laporan pembelian. Gambar 3.7 adalah gambar data flow diagram level 1


(52)

request laporan request laporan

[Request Laporan]

[info pembeli an] [info hpproduksi ]

[Laporan HPProduksi ]

[laporan pembeli an] Pimpinan 4.2 Laporan harga pokok produksi 4.3 l aporan pembel i an 12 hpproduksi

18 pembel i an

Gambar 3.7. Data Flow Diagaram Level 1 Subproses Pelaporan

Pada Data Flow Diagram level 1 subproses penerimaan barang dibagi menjadi empat subproses. Keempat proses tersebut adalah pengecekan barang, update stock gudang, laporan stock bahan baku, laporan penerimaan. Gambar 3.8 adalah gambar data flow diagram level 1 subproses penerimaan barang dalam

implementasi sistem activity-base costing.

[data penerimaan barang]

[info penerimaan barang] [nota pembelian]

info penerimaan barang info penerimaan barang [barang pesanan]

[nota pembelian]

[Laporan penerimaan barang]

[info order pembelian]

[info bahan baku]

[Laporan stoc k bb]

[update stock] Gudang

9 Bahan baku

5.1 update stoc k

gudang 5.2 laporan stock bahan baku 5.3 laporan penerimaan 6 PO 5.4 pengecekan barang Pembelian

19 penerimaan barang


(53)

Pada Data Flow Diagram level 2 proses perhitungan overhead dibagi menjadi 5 subproses. Kelima proses tersebut adalah identifikasi aktivitas, menentukan cost driver, pembebanan biaya ke aktivitas, pengelompokan aktivitas yang homogen, dan overhead yang dibebankan ke produk. Gambar 3.9 adalah gambar data flow diagram level 2 subproses perhitungan overhead.

[info data overhead] [info cost driver]

[info data aktivitas]

aktivitas sejenis biaya beban aktitas

akti vitas

[data BOP] [data cost driver]

[cos t driver]

14 BOP

PPC 15 cost dri ver

3.2.1 menentukan

cost dri ver

3.2.5 overhead yang di bebankan ke

produk 3.2.2 identifikasi akti vitas 3.2.3 pembebanan

bi aya ke akti vitas

3.2.4 pengelompokan

aktifitas yang homogen

info data akti vitas 9 overhead

Gambar 3.9. Data Flow Diagaram Level 2 Subproses Perhitungan overhead

3.3.2 Entity Relationship Diagram (ERD) atau Diagram Relasi Entitas

a. Conceptual Data Model

Sebuah Conceptual Data Model (CDM), merupakan gambaran dari

struktur logik dari sebuah basis data. Pada CDM terdapat relasi antara tabel yang

satu dengan tabel yang lain. Relasi tersebut antara lain : one to one, one to many

dan many to many. Jika CDM di-generate, akan menghasilkan Physical Data Model (PDM). CDM seperti ditunjukkan pada gambar 3.10


(54)

Biaya Tenaga K erja mempunyai memilki memiliki detail penerimaan det ail_bop mempunyai memiliki mempunyai BO M

detail costdriver memiliki

memiliki

memilki memiliki

det ail unit set det ail pemakaian bahan baku

memiliki

detial data produksi det ail permintaan

detail pembelian detail po memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki Karyawan i d_karyawan nama_karyawan alamat hire_date no_ktp j eni s_kelamin status j abatan no_hp tel p status _kerj a keterang an_karyawan divi si suplli er

i d_s upll ier nama_s upl ier alamat_supll ier tel pon_suplier handphone contact_person keterang an Aktivitas kode_akti vitas nama_akti vitas keterang an_aktivitas costpool PO id_po tang g al_po

data produksi Id_produksi tang g al_produks i

Bahan baku i d_bahanbaku nama_bahanbaku j eni s stoc k_bahanbaku harga_perolehan reorder_stock overhead id_overhead nama_overhead harga_overhead tang g al_pembayaran

produk id_produk nama_produk stock_produk permintaan material i d_permintaan tang g al_permintaan bagi an

bi aya bahan baku id_biayabahanbaku pemakian_bahan harga cost driver id_costdriver nama_costdriver keterang an_cos tdriver

Golongan id_g olongan nama_g olongan tipe_g olongan Gaji_pokok tarif_lembur tarif_borong an tarif_borong an_extra tarif_harian pembel ian id_pembelian tang g al_pembeli an no_faktur total_pembeli an

penerimaan barang id_penerimaan no_suratjalan tang g al_penerimaan peng irim BOP id_bop nilai unit_i d id_unit deskripsi_unit

unit set id id_unitset base_unit deskripsi

Gambar 3.10. Conceptual Data Model

b. Physical Data Model

Physical Data Model (PDM) merupakan hasil generate dari Conceptual Data Model (CDM). PDM merupakan representasi fisik dari database. Karena disini tipe data dari elemen-elemen data sudah dimunculkan. Satu catatan, jika

relasi antar tabel pada CDM adalah many-to-many, pada PDM akan menghasilkan

tabel baru untuk menampung kedua integrity constraint dari kedua tabel. Gambar


(55)

ID_KARYAWAN = ID_KARYAWAN ID_PRODUKSI = ID_PRODUKSI

ID_SUPLLIER = ID_SUPLLIER ID_PO = ID_PO

ID_PERMINTAAN = ID_PERMINTAAN

ID_BAHANBAKU = ID_BAHANBAKU ID_PENERIMAAN = ID_PENERIMAAN

ID_BOP = ID_BOP ID_OVERHEAD = ID_OVERHEAD KODE_AKTIVITAS = KODE_AKTIVITAS

ID_PRODUK = ID_PRODUK ID_PRODUK = ID_PRODUK

KODE_AKTIVITAS = KODE_AKTIVITAS ID_BAHANBAKU = ID_BAHANBAKU

ID_PRODUK = ID_PRODUK ID_BAHANBAKU = ID_BAHANBAKU

KODE_AKTIVITAS = KODE_AKTIVITAS

ID_COSTDRIVER = ID_COSTDRIVER ID_UNIT = ID_UNIT

ID_UNITSET = ID_UNITSET

ID_UNITSET = ID_UNITSET ID_UNIT = ID_UNIT

ID_UNITSET = ID_UNITSET ID_UNIT = ID_UNIT

ID_PRODUKSI = ID_PRODUKSI

ID_OVERHEAD = ID_OVERHEAD

ID_PRODUK = ID_PRODUK ID_PRODUKSI = ID_PRODUKSI

ID_BAHANBAKU = ID_BAHANBAKU ID_PERMINTAAN = ID_PERMINTAAN

ID_BAHANBAKU = ID_BAHANBAKU ID_PEMBELIAN = ID_PEMBELIAN

ID_BAHANBAKU = ID_BAHANBAKU ID_PO = ID_PO ID_SUPLLIER = ID_SUPLLIER

ID_SUPLLIER = ID_SUPLLIER

KODE_AKTIVITAS = KODE_AKTIVITAS

ID_COSTDRIVER = ID_COSTDRIVER ID_PENERIMAAN = ID_PENERIMAAN

ID_GOLONGAN = ID_GOLONGAN

KARYAWAN I D_KARY AWA N varchar(20) NAMA_KARYAW AN varchar(50) ALA MAT varchar(50) HIRE datetime NO_K TP varchar(20) JENIS_KELAMI N varchar(20) STAT US varchar(20) JAB ATAN varchar(30) NO_HP varchar(12) TELP varchar(12) KETE RANG AN_KARYAW AN varchar(100) I D_G O LO NGAN varchar(10) STAT US_KERJA varchar(50) DIVIS I varchar(50) SUPLLI ER

I D_SUPLLI ER varchar(10) NAMA_SUPLI ER varchar(50) ALA MAT_SUP LLI ER varchar(50) TELPON_SUP LI ER varchar(12) CONTACT_PERSONvarchar(50) HANDPHO NE varchar(12) KETE RANG AN varchar(150)

AKTI VI TAS KO DE_AKTI VIT AS varchar(20) NAMA_AKTI VIT AS varchar(50) KETE RANG AN_AKTI VITA S varchar(50) CO STPOO L varchar(50) PO

I D_PO varchar(10) TANG GAL_PO datetime I D_SUPLLI ER varchar(10) I D_PERMI NTAA Nvarchar(10)

DATA _PRO DUK SI I D_PRODUKSI varchar(10) TANG GAL_PRO DUKSI datetime

BAHAN_BAKU I D_BAHANBAKU varchar(10) NAMA_BAHANB AKU varchar(50) JENIS varchar(50) STO CK_BAHANBAKU int REO RDER_STO CK int HARG A_PERO LEHAN int I D_UNI T varchar(20) I D_UNI TSET varchar(20)

O VERHE AD I D_OVERHEAD varchar(10) NAMA_O VERHEAD varchar(50) HARGA_OVERHEA D int TANGG AL_PEMBA YARAN datetime KO DE_AKTI VITAS varchar(20) I D_COSTDRIVER varchar(10)

PRODUK I D_PRO DUK varchar(10) NAMA_PRO DUK varchar(50) STOCK_PRO DUKint I D_UNI T varchar(20) I D_UNI TSET varchar(20) PERMI NTAAN_MATERI AL

I D_PERMI NTAA Nvarchar(10) TANG GAL datetime BAG I AN varchar(20)

BIAYA_B AHAN_BAKU I D_BIAYABAHANBAKU varchar(10) I D_PRO DUKSI varchar(10) I D_BAHA NBAKU varchar(10) I D_PRO DUK varchar(10) PEMAKI AN_BAHAN int HARGA int

COST_DRI VER I D_CO STDRIVER varchar(10) NAMA_COSTDRI VER varchar(50) KETERANG AN_CO STDRIVER varchar(100)

GO LONG AN I D_G O LO NGAN varchar(10) NAMA_G O LONG AN varchar(50) GAJI _PO K OK int TARI F_LEMBUR int TIPE_GO LONG AN varchar(50) TARI F_B O RO NGAN int TARI F_B O RO NGAN_EX TRAint TARI F_HARIA N int PEMBELIA N

I D_PEMBE LIAN varchar(10) TANG G AL_PEMBELI AN datetime I D_SUPLLI ER varchar(10) I D_PENERIMAA N varchar(10) NO_F AKTUR varchar(30) TOTAL_PEMBE LIAN int

PENE RIMAAN_BARA NG I D_PENERIMAA N varchar(10) TANG G AL_PENERIMAAN datetime NO _S URATJALAN varchar(20) PENG I RIM varchar(50) I D_PO varchar(10) I D_SUPLLI ER varchar(10)

BOP I D_BO P varchar(10) TO TAL int I D_OVERHEAD varchar(10) KO DE_AKTI VIT ASvarchar(20) UNIT_I D I D_UNI T varchar(20) DESK RIPS I_UNITvarchar(50)

UNI T_SE T_I D I D_UNI TSETvarchar(20) DESK RIPS I varchar(50) BASE _UNI T varchar(20) DETA IL_PO

ID_PO varchar(10) ID_BAHA NBAKUvarchar(10) JUMLAH int HARGA int

DETA IL_PEMBELIAN I D_PEMBE LIAN varchar(10) I D_BAHANBAKUvarchar(10) JUMLAH int HARG A int

DETA IL_PERMI NTAAN ID_PERMI NTAA N varchar(10) ID_BAHA NBAKU varchar(10) MINIMAL_PERMINTAAN int

DETI AL_DATA_PRODUKS I I D_PRODUKSI varchar(10) I D_PRODUK varchar(10) JUMLAH < undefined>

DETA IL_UNI T_SET I D_UNI T varchar(20) I D_UNI TSET varchar(20) NI LAI _KONVE RSIint

DETA IL_CO STDRI VER I D_CO STDRIVE R varchar(10) KO DE_AKTI VIT AS varchar(20) PERI O DE varchar[50] KAPA SITA S_PEMAK AIAN int BO M

I D_PRODUK varchar(10) I D_BAHANBAKU varchar(10)

JUMLAH_P EMAKAI ANint DETA IL_BO P ID_PRO DUK varchar(10) ID_BOP varchar(10) ID_O VERHEAD varchar(10) KO DE_AKTI VIT AS varchar(20) UNI T_LEVEL int BACT H_LE VEL int PRO DUK _LEV EL int FACI LI TY_LEVEL int OVERHE AD_PE RUNI TI DETA IL_PENERIMAAN

I D_PENE RIMAAN varchar(10) I D_BAHA NBAKU varchar(10) JUMLAH_YD_DITERIMA int

BI AYA_T ENAG A_K ERJA ID_BIAYA_TENAG AKERJA varchar[10] ID_PRO DUKSI varchar(10) ID_KARY AWA N varchar(20) TANGG AL datetime TO TAL_BIAYA int

Gambar 3.11 Physical Data Model

3.3.3 Struktur Database

Tabel-tabel yang digunakan dalam sistem ini adalah :

1. Nama table : Supplier

Fungsi : Menyimpan data supplier.

Tabel 3.1 Tabel Supplier

Nama Kolom Tipe Data Panjang Ket.

ID_Supplier Varchar 10 PK

Nama_Supplier Varchar 50 --

Alamat_Supplier Varchar 50 --

Telpon_Supplier Varchar 12 --


(56)

Nama Kolom Tipe Data Panjang Ket.

Contact Person Varchar 50 --

Keterangan Varchar 100 --

TglEdit Datetime 8 --

2. Nama table : Bahan Baku

Fungsi : Menyimpan data bahan baku.

Tabel 3.2 Tabel Bahan Baku

Nama Kolom Tipe Data Panjang Ket.

ID_Bahanbaku Varchar 10 PK

Nama_Bahanbaku Varchar 50 --

Jenis Varchar 50 --

Stock_Bahanbaku Int -- --

Reoder_Stock Int -- --

Harga_perolehan Int -- --

ID_Unit Varchar 20 FK

ID_UnitSet Varchar 20 FK

3. Nama table : Unit ID

Fungsi : Menyimpan data unit.

Tabel 3.3 Tabel Unit ID

Nama Kolom Tipe Data Panjang Ket.

ID_Unit Varchar 20 PK


(57)

4. Nama table : Detail Unit Set

Fungsi : Menyimpan data konversi unit.

Tabel 3.4 Tabel Detail Unit Set

Nama Kolom Tipe Data Panjang Ket.

ID_Unit Varchar 20 PK,FK

ID_UnitSet Varchar 20 PK,FK

Nilai_konversi Int -- --

5. Nama table : Unit Set ID

Fungsi : Menyimpan data unit set untuk kode set unit.

Tabel 3.5 Tabel Unit Set ID

Nama Kolom Tipe Data Panjang Ket.

ID_UnitSet Varchar 20 PK

Base_unit Varchar 20 --

Deskripsi_UnitSet Varchar 50 --

6. Nama table : Produk

Fungsi : Menyimpan data Produk.

Tabel 3.6 Tabel Produk

Nama Kolom Tipe Data Panjang Ket.

ID_Produk Varchar 10 PK

Nama_Produk Varchar 50 --

Stock_Produk Int -- --


(1)

 Biaya penerangan = 700/12000 x 1.100.000 = Rp. 64.167  Biaya listrik = 285/1537 x 2.200.000 = Rp. 407.938 Total biaya aktivitas pencetakan = Rp. 543.534

Adapun hasil perhitungan biaya-biaya aktivitas dari aplikasi memperlihatkan hasil yang sama dengan perhitungan yang ada di atas, sebagai berikut:

Gambar 4.33 Laporan biaya-biaya dalam aktivitas pada Februari 2010

Aplikasi ini menghasilkan laporan biaya-biaya dalam aktivitas yang terjadi pada setiap bulan sehingga manager dapat memperhatikan biaya-biaya yang terjadi dengan tujuan untuk pengendalian biaya yang dapat digunakan untuk melakukan cost reduction apabila harga pokok produksi terlalu tinggi dan dapat menelusuri biaya aktivitas serta mengurutkan dari aktivitas yang menimbulkan biaya terkecil sampai dengan biaya terbesar.


(2)

106

Tabel 4.11 Biaya per Aktivitas

Aktivitas Total Biaya Persentase

Pemeliharan 8.269.643 54

Penanganan bahan 1.274.285 8,3

Penanganan barang jadi 1.185.238 7,7

Pengeringan 875.064 5,7

Setup mesin 648.810 4,2

Pengembangan produk 623.810 4.1

Pemotongan 558.644 3,6

Pengukusan 544.330 3,5

Pencetakan 543.534 3,5

Inspeksi dan QC 523.810 3,4

Persiapan & pencampuran 352.832 2

Total 15.400.000 100

Dari tabel 4.11 dapat dilihat aktivitas yang memberikan biaya paling besar dan paling kecil. Manager dapat mengetahui informasi tentang penyebab timbulnya biaya melalui penelusuran aktivitas. Biaya hanya dapat dikurangi secara signifikan melalui pengelolaan terhadap aktivitas. Biaya juga dapat diperkirakan dengan perencanaan aktivitas yang menjadi timbulnya biaya. Untuk melakukan pengurangan biaya, manager membutuhkan fakta tentang adanya dua golongan aktivitas, yaitu aktivitas yang memicu terciptanya nilai tambah biaya(value-added activities) dan aktivitas yang memicu biaya yang tidak produktif(value-added activities). Manager dapat melakukan identifikasi non-value-added activies yang di pilih sebagai target pengurangan atau penghilangan. Berdasarkan pemicu biaya dan nilai pemicu biaya yang dikonsumsi oleh non-value-added activies yang bersangkutan, manager dapat memperkirakan target cost reduction yang akan di peroleh dari rencana pengurangan atau penghilangan non-value-added activies tersebut. sebagai contoh dari biaya aktivitas pemeliharaan di temukana persentase 54% dari total seluruh biaya overead yang


(3)

ada sebanyak RP. 15.400.000 menghasilkan total biaya aktivitas pemeliharaan sebesar RP.8.269.643, perhitungan biaya aktivitas pemeliharaan sebagai berikut:

 Biaya T.K tidak langsung = 1/21 x 500.000 = Rp. 23.810  Biaya penerangan = 500/12000 x 1.100.000 = Rp. 45.833  Biaya pemeliharaan mesin dan gedung = Rp. 1.800.000

 Biaya penyusutan mesin = Rp 2.000.000

 Biaya asuransi = Rp. 2.000.000

 Biaya penyusutan gedung = Rp. 2.400.000

Untuk membandingkan laporan harga pokok produksi dari aplikasi apakah sudah sesuai dengan hasil yang diinginkan seperti dalam perhitungan manual pada tabel 4.10. Untuk membuktikan hal tersebut, hasil dari aplikasi harus dihitung manual harga pokok produksi yang dihasilkan dalam bentuk kwintal sehingga bisa dibandingkan dengan perhitungan manual tersebut. Dari perhitungan tersebut ternyata hasil aplikasi sama dengan hasil dari perhitungan manual.


(4)

108

Hasil dari aplikasi yang berupa Laporan harga pokok produksi akan digunakan oleh pihak perusahaan untuk menentukan harga jual produk yang tidak terlalu tinggi atau rendah, karena didalam laporan tersebut tidak hanya terdapat harga pokok produksi tetapi juga harga pokok produk (per kg) didalam memproduksinya.

Tabel 4.12 Perbandingan Harga Jual Produk dari Perusahaan dengan Harga Pokok Produksi Metode ABC dalam Satuan Kg

Produk Harga Jual (Rp.)

Harga Pokok Produksi (Rp.)

Persentase selisih Perbandingan (%)

Sari Udang 5.750 5.022 14,5

Bawang Putih 5.850 4.980 17,5

Bawang Warna 5.400 4.957 8,9

Perbandingan harga jual produk dari tabel 4.12 diketahui bahwa harga jual produk kerupuk bawang putih terlalu tinggi sedangkan harga jual kerupuk sari udang normal atau sesuai harga pasar, akan tetapi harga jual kerupuk Bawang warna terlalu rendah. Rendah tingginya harga jual berdasarkan ketentuan perusahaan dimana batas perbedaan harga jual dengan harga pokok produksi antara 10% -15%.


(5)

109

5.1 Kesimpulan

Hasil dan pembahasan pada bab IV, dapat diambil kesimpulan yang telah menjawab tujuan dari penerapan activity-based costing sistem, yaitu :

1. Aplikasi mampu memberikan hasil perhitungan serta laporan harga pokok produksi dengan menggunakan metode Activity-based costing.

2. Aplikasi mampu memberikan hasil laporan serta pengalokasian biaya berdasarkan aktivitas dan membebankannya ke produk.

5.2 Saran

Langkah lebih lanjut, aplikasi ini dapat dikembangkan dengan :

1. Aplikasi ini dapat diintergrasikan dengan sistem informasi akuntansi untuk perusahaan manufaktur.

2. Aplikasi dapat dikembangkan dengan menyertakan metode ABM (Activity Based Management) untuk menghasilkan penurunan biaya dengan mengelola aktivitas-aktivitas yang ada.

3. Aplikasi ini dapat dikembangkan menjadi sebuah sistem pedukung keputusan dalam menetapkan harga jual yang bisa digunakan oleh UKM.


(6)

110

Daftar Pustaka

Carter, Usry.2004.Akutansi Biaya Edisi Tiga Belas. Jakarta:Salemba Empat.

Hansen, Don R. Dan Maryane Mowen. 1997. Akutans Manajemen : Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Harol dan Lane K. Andreson. 1997. Manajemen : Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Haryanti ( 2004 )Perbandingan Sistem biaya tradisional dengan System ABC pada RSUD Kab. Wonogiri. Surakarta. Skripsi Universitas Sebelas Maret. ( tidak dipublikasikan )

Muhadi, Siswanto Joko. 2001. Akutansi Baiya I. Yokyakarta : Kanisius.

Mulyadi. 1990. Akutansi Biaya. Yokyakarta: BPFE.

Mulyadi. 1991. Akutansi Biaya Edisi Lima. Yokyakarta : STIE YKPN.

Mulyadi. 2007. Acitivity-based cost system. Yokyakarta : UPP STIM YKPN.

Narayanan, VG and Ratna Sekar. 1991. The Impact of Activity Based Costing System on Managerial Decision at Insteel Industries- A Field Study. Harvard Bussiness School. Boston

Nusanti, Wahyu Rian I Gusti, 2007, Rancang Bangun Sistem Informasi Harga Pokok Produksi (Activity-Based Costing, Full Costing, Direct Costing), Tugas Akhir, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer Surabaya, Surabaya.

Kennedy, Tom and John Afflect Graves. 2001. The Impact of Activity Based Costing SystemTechniques on Firm performance.. Journal of Management and Accounting Research. Vol 9 ha119- 45

Swenson, D. 1995. Stock Market Reaction to Activity Based Costing System Adoption.Journal of Accounting and Public Policy. Vol 18 Hal 229- 251