Onikomikosis Kuku Jari Tangan

(1)

LAPORAN KASUS

ONIKOMIKOSIS KUKU JARI TANGAN

DERYNE ANGGIA PARAMITA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

DAFTAR ISI

Daftar Isi ... 1

I. Pendahuluan ... 2

II. Laporan Kasus ... 4

III. Diskusi ... 7


(3)

I. PENDAHULUAN

Onikomikosis adalah istilah umum untuk infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita maupun jamur nondermatofita atau yeast. Onikomikosis adalah penyakit kuku yang paling umum dan menyebabkan hampir 50% dari seluruh kelainan kuku (onikopati).1 Semula secara tradisional istilah onikomikosis hanya digunakan untuk infeksi nondermatofita, sedangkan yang disebabkan jamur dermatofita disebut tinea unguium.

Dermatofita adalah penyebab onikomikosis yang paling banyak, 71% dari kasus tinea unguium disebabkan T. rubrum dan sisa 20% adalah disebabkan T. mentagrophytes. T. tonsurans dan E. floccosum.

2

1

Yeast adalah penyebab 5% dari onikomikosis yang sebagian besar disebabkan Candida albicans. Jamur nondermatofita penyebab tersering dari onikomikosis adalah Syctalidium dan Scopuloriopsis yang diderita lebih kurang 4% penderita onikomikosis.1,2

Gambaran klinis dari onikomikosis bermula dari invasi jamur pada stratum korneum hiponikium dan bantalan kuku distal yang akan membentuk warna putih kuning kecoklatan pada distal ujung dari kuku. Infeksi kemudian menyebar naik keatas sampai ke bantalan kuku ke lempeng kuku tengah. Hiperproliferasi dari bantalan kuku sebagai respon dari infeksi menyebabkan hiperkeratosis subungual dan invasi dari lempeng kuku akan menyebabkan distrofi kuku.

1

Gbr 1. Unit kuku2

Penularan terjadi akibat kontak langsung dengan sumber penularan, baik orang maupun binatang yang sakit, atau lingkungan yang mengandung spora jamur misalnya tempat mandi


(4)

umum, dan tanah.3 Faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya onikomikosis sama seperti infeksi jamur superfisial lainnya yakni kelembaban, oklusi, trauma berulang pada kuku, penurunan imunitas, gaya hidup tertentu misalnya penggunaan kaos kaki, sepatu tertutup terus menerus, olahraga berlebihan, penggunaan sarung tangan dan penggunaan tempat mandi umum.

Terdapat 4 tipe dari onikomikosis, yaitu (1) distal subungual onikomikosis (DSO) (2) proksimal subungual onikomikosis (PSO) (3) white superfisial onikomikosis (WSO) (4) candidal onikomikosis.

3,4

1-5

Pada keadaan lanjut, keempat tipe tersebut akan menunjukkan gambaran distrofik total.3

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan mikroskopis langsung dari kerokan kuku dan kultur jamur. Dari gambaran klinis dan riwayat pasien, dapat membantu dalam membedakan etiologi dari jamur atau nonjamur penyebab distrofi kuku.

2

Pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan KOH 20-30% akan membedakan hifa yang disebabkan jamur dermatofita yang tidak bewarna (hialin), nondermatofita dimana hifa akan dapat panjang dan berbelok-belok atau bewarna hitam dan dapat juga dijumpai konidia mirip buah lemon atau yeast yang akan ditemukan pseudohifa.2,4,5 Kultur dengan menggunakan agar Saboraud’s yang biasanya ditambahkan antibiotik dan diinkubasi pada 28⁰C.

Sangat penting untuk membedakan onikopati dari berbagai penyakit lain yang memberi gambaran klinis mirip onikomikosis seperti psoriasis, liken planus, dermatitis kontak, onikodistrofi traumatik, dan onikolisis idiopatik, 20-nail dystrophy, penyakit darier dan yellow-nail syndrome.

5

Penatalaksanaan untuk onikomikosis dapat diberikan secara oral maupun topikal, yang prinsip utamanya adalah untuk mengeradikasi jamur penyebab yang ditunjukkan melalui pemeriksaan mikroskopis dan kultur. Perlu dipahami bahwa suksesnya eradikasi dari jamur tidak disertai kembali normal nya kuku karena kuku sebelumnya telah distrofik karena infeksi.

3,4

Pengobatan topikal yang dapat digunakan adalah ciclopirox yang dapat diaplikasikan setiap hari selama 48 minggu dan amorolfine yang diaplikasikan sekali dalam seminggu, sedangkan secara sistemik dapat diberikan terbinafin 250 mg perhari selama 6 minggu, itrakonazol dengan dosis denyut 400 mg perhari perminggu untuk 1 bulan dengan dosis 2 denyut, flukonazol 150-300 mg sekali seminggu untuk 3-12 bulan.

5


(5)

II. LAPORAN KASUS

Seorang wanita berusia 18 tahun, mahasiswa datang ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU dr. Pirngadi Medan (4/4/2011) dengan keluhan kemerahan, nyeri, bengkak dan gatal pada kulit disekitar kuku tangan dalam 2 minggu terakhir. Sejak 6 bulan yang lalu kuku-kuku jari tangan kanan dan kiri tampak kasar dan berubah warna. Penderita dalam 6 bulan terakhir mengaku sering kontak dengan tanah karena penderita adalah mahasiswa pertanian. Kelainan ini belum pernah diobati oleh penderita.

Pemeriksaan fisik kesadaran kompos mentis, keadaan umum baik, status gizi baik. Tanda-tanda vital frekuensi pernapasan 24x/menit, temperatur 36,7 ºC, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 120 x/mnt.

Pemeriksaan dermatologis dijumpai adanya eritem, odem, gatal dan nyeri dijumpai pada kulit sekitar kuku, permukaan kuku kasar dan diskolorasi menjadi kusam pada ke 10 jari tangan.

Gbr 2. Pasien pada saat pertama sekali datang terlihat kulit disekitar kuku tangan eritem, bengkak, nyeri dan gatal dan kuku-kuku jari tangan kiri dan kanan dengan permukaan kasar

A B


(6)

dan berubah menjadi kusam (A) Jari tangan kanan (B) Jari tangan kiri (C) Jempol tangan kanan dan kiri

Pasien kemudian didiagnosis banding dengan paronikia + onikomikosis, psoriasis kuku dan liken planus. Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH 30% dan kultur jamur. Pemeriksaan KOH 30% menunjukkan hasil yang positif dengan dijumpainya elemen jamur. Diagnosis kerja menjadi paranokia + onikomikosis. Penatalaksanaan pada penderita adalah penjelasan kepada pasien mengenai penyakitnya. Pasien kemudian dianjurkan menggunakan sarung tangan bila berhubungan dengan tanah, dan menjaga agar tangan tetap bersih dan kering. Terapi yang diberikan yaitu eritromisin 500 mg 4x1 selama 5 hari dan mebhidrolin napadisilat (interhistin®) 50 mg tablet 3x1 kapan perlu, asam mefenamat 3x500 mg kapan perlu, itrakonazol dosis denyut (400 mg/hari selama seminggu tiap bulan) sebanyak dua siklus dan aplikasi ciclopirox nail lacquer (Loprox®) yang diaplikasikan tiap hari pada permukaan kuku.

Hasil pemeriksaan kultur jamur 2 minggu kemudian (26/4/2011) menunjukkan spesies Trichophyton mentagrophytes.

Gbr 3. Hasil pemeriksaan kultur (A) Hasil kultur pada media sabaroud (B) Gambaran mikroskopis menunjukkan spesies Trichophyton mentagrophytes

Kontrol 1 bulan kemudian untuk pengobatan denyut 1 (2/5/2011), eritem, oedem, gatal dan nyeri pada kulit disekitar kuku telah menghilang. Belum terdapat perubahan pada kuku, permukaan kasar pada kuku belum berkurang, diskolorasi tidak ada perubahan. Penatalaksanaan diteruskan itrakonazol denyut ke 2 dan ciclopirox nail lacquer.


(7)

Gbr 4. Pasien pada saat kontrol 1 bulan kemudian, belum tampak perubahan pada kuku (A) Kuku jari tangan kiri (B) Kuku jari tangan kanan

Kontrol 1 bulan kemudian (30/5/2011), setelah pemberian itrakonazol denyut ke-2. Tampak permukaan kasar kuku telah berkurang dan warna kuku juga normal. Pertumbuhan kuku sebanyak 1-2 mm. Pada penderita kemudian dilakukan pemeriksaan KOH 30% dan kultur jamur. Pemeriksaan KOH menunjukkan hasil negatif, dan hasil kultur 2 minggu kemudian juga tidak ada pertumbuhan jamur. Penatalaksanaan kemudian tidak dilanjutkan.

Gbr 5. Pasien pada saat kontrol setelah itrakonazol denyut ke 2 (A) Tampak kuku kusam telah berkurang (B) Pertumbuhan kuku sebanyak 1-2 mm

Kontrol 1 bulan kemudian (27/6/2011) setelah penghentian obat, tampak permukaan kuku telah normal dan warna kuku juga telah normal. Pertumbuhan kuku sebanyak 3-4 mm.

A B


(8)

Gbr 6. Foto pasien 1 bulan setelah penghentian itrakonazol (A) (B) Tampak permukaan kuku telah normal (C) (D) Pertumbuhan kuku sebanyak 3-4 mm

Prognosis quo ad vitam ad bonam, quo ad functionam ad bonam, quo ad sanationam ad dubia ad bonam.

III. DISKUSI

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, kerokan kuku KOH 30% dan kultur jamur. Dari anamnesis diketahui bahwa penderita mengalami kemerahan, bengkak, sakit dan gatal pada kulit disekitar kuku tangan dalam 2 minggu terakhir namun sejak 6 bulan yang lalu kuku-kuku jari tangan kanan dan kiri tampak kasar dan berubah warna. Sesuai kepustakaan bahwa pada infeksi jamur di kuku, biasanya juga dapat diikuti dengan infeksi kulit di sekitar kuku (paronikia).

Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai eritem,odem, nyeri dan gatal pada kulit sekitar 1

A B


(9)

pada daerah perionikium dan pada daerah perionikial akan merah dan meradang.6 Sedangkan pada onikomikosis dapat dijumpai bercak putih sampai coklat kekuningan, hiperkeratosis, leukonikia, onikolisis bahkan kerusakan seluruh kuku.

Kemudian pada pasien dilakukan pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH 30% dan kultur jamur. Dari hasil kultur didapati Trichophyton mentagrophytes sebagai penyebab onikomikosis. Menurut kepustakaan, semua genus dermatofita dapat menyebabkan onikomikosis namun yang tersering adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes.

1

1,2

Gambaran kultur dari Trichophyton mentagrophytes tampak seperti krim dan berkapas dan gambaran seperti tumpukan tanah dan pemeriksaan mikroskopik dijumpai makrokonidia seperti cerutu, dan mikrokonidia yang bulat berkelompok.

Faktor predisposisi pada penderita ini diduga karena trauma dan iritasi dimana pasien sering berkontak dengan tanah. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya onikomikosis yakni kelembaban, oklusi, trauma berulang pada kuku, penurunan imunitas, gaya hidup tertentu misalnya penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus menerus, olahraga berlebihan, penggunaan tempat mandi umum, akan memudahkan mendapat onikomikosis.

2

Untuk kelainan pada kuku pasien didiagnosis banding dengan psoriasis kuku dan liken planus. Pada psoriasis kuku dijumpai pitting dan bercak salmon. Selain itu, pada kulit tampak plak eritematosa dengan skuama tebal.

2,7

1

Liken planus dapat memberikan gambaran kuku berupa onikolisis dan hipekeratosis, biasanya kelainan pada kuku liken planus menyertai kelainan pada kulit.

Penatalaksanaan paronikia pada pasien adalah pemberian antibiotik oral berupa eritromisin 4x500 mg. Menurut kepustakaan paronikia yang bersifat akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri yang dapat diterapi dengan oral antibiotik.

8

9

Pada kasus diberikan terapi itrakonazol dosis denyut yakni 400 mg per hari selama 7 hari tiap bulan yang diberikan sebanyak 2 denyut. Menurut kepustakaan, pemberian itrakonazol dosis kontinyu 200 mg/hari selama 3 bulan atau dengan dosis denyut 400 mg/hari selama seminggu tiap bulan dalam 2-3 bulan, baik untuk penyebab dermatofita maupun Candida.1,2 Untuk onikomikosis pada kuku tangan diberikan sebanyak 2 dosis, sedangkan pada kuku kaki diberikan sebanyak 3 dosis.3,4 Pemberian ciclopirox pada penderita ini, dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan onikomikosis, berdasarkan kepustakaan dikatakan kombinasi pengobatan topikal dan sistemik akan meningkatkan kesembuhan atau mempersingkat durasi terapi agen agen sistemik.5


(10)

Penatalaksanaan kombinasi topikal dan sistemik pada penderita onikomikosis ini, menunjukkan hasil yang baik dimana terdapat perbaikan secara klinis maupun secara mikologis.


(11)

DAFTAR PUSTAKA

1. Verma S, Heffernan MP. Superficial fungal infection. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th

2. Bramono K. Onikomikosis. In: Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, eds. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta : Balai penerbit FK UI; 2001: 45-54

edition. New York : McGraw Hill; 2008. p. 1807-21

3. Elewski BE. Onychomycosis: Pathogenesis, Diagnosis, and Management. Clinical Microbiology Reviews, 1998;11:3:415-429

4. Rodgers P, Bassler M. Treating Onychomycosis. Am Fam Physician, 2001;63:4:663-72

5. Roberts DT,Taylor WD, Boyle J. Guidelines for treatment of onychomicosis. British Journal of Dermatology, 2003;148:402-410

6. Rockwell PG. Acute and chronic paronychia. Am Fam Physician,2001;15:63:6:1113-1117

7. Tosti A. Onychomycosis. Available from:

8. Tosti A, Piraccini BM. Biology of nails and nail disorders. In: Wolff K, Goldsmith

LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th

9. Paronychia. Available from:

edition. New York : McGraw Hill; 2008. p.778-94


(1)

dan berubah menjadi kusam (A) Jari tangan kanan (B) Jari tangan kiri (C) Jempol tangan kanan dan kiri

Pasien kemudian didiagnosis banding dengan paronikia + onikomikosis, psoriasis kuku dan liken planus. Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH 30% dan kultur jamur. Pemeriksaan KOH 30% menunjukkan hasil yang positif dengan dijumpainya elemen jamur. Diagnosis kerja menjadi paranokia + onikomikosis. Penatalaksanaan pada penderita adalah penjelasan kepada pasien mengenai penyakitnya. Pasien kemudian dianjurkan menggunakan sarung tangan bila berhubungan dengan tanah, dan menjaga agar tangan tetap bersih dan kering. Terapi yang diberikan yaitu eritromisin 500 mg 4x1 selama 5 hari dan mebhidrolin napadisilat (interhistin®) 50 mg tablet 3x1 kapan perlu, asam mefenamat 3x500 mg kapan perlu, itrakonazol dosis denyut (400 mg/hari selama seminggu tiap bulan) sebanyak dua siklus dan aplikasi ciclopirox nail lacquer (Loprox®) yang diaplikasikan tiap hari pada permukaan kuku.

Hasil pemeriksaan kultur jamur 2 minggu kemudian (26/4/2011) menunjukkan spesies Trichophyton mentagrophytes.

Gbr 3. Hasil pemeriksaan kultur (A) Hasil kultur pada media sabaroud (B) Gambaran mikroskopis menunjukkan spesies Trichophyton mentagrophytes

Kontrol 1 bulan kemudian untuk pengobatan denyut 1 (2/5/2011), eritem, oedem, gatal dan nyeri pada kulit disekitar kuku telah menghilang. Belum terdapat perubahan pada kuku, permukaan kasar pada kuku belum berkurang, diskolorasi tidak ada perubahan. Penatalaksanaan diteruskan itrakonazol denyut ke 2 dan ciclopirox nail lacquer.


(2)

Gbr 4. Pasien pada saat kontrol 1 bulan kemudian, belum tampak perubahan pada kuku (A) Kuku jari tangan kiri (B) Kuku jari tangan kanan

Kontrol 1 bulan kemudian (30/5/2011), setelah pemberian itrakonazol denyut ke-2. Tampak permukaan kasar kuku telah berkurang dan warna kuku juga normal. Pertumbuhan kuku sebanyak 1-2 mm. Pada penderita kemudian dilakukan pemeriksaan KOH 30% dan kultur jamur. Pemeriksaan KOH menunjukkan hasil negatif, dan hasil kultur 2 minggu kemudian juga tidak ada pertumbuhan jamur. Penatalaksanaan kemudian tidak dilanjutkan.

Gbr 5. Pasien pada saat kontrol setelah itrakonazol denyut ke 2 (A) Tampak kuku kusam telah berkurang (B) Pertumbuhan kuku sebanyak 1-2 mm

Kontrol 1 bulan kemudian (27/6/2011) setelah penghentian obat, tampak permukaan kuku telah normal dan warna kuku juga telah normal. Pertumbuhan kuku sebanyak 3-4 mm.

A B


(3)

Gbr 6. Foto pasien 1 bulan setelah penghentian itrakonazol (A) (B) Tampak permukaan kuku telah normal (C) (D) Pertumbuhan kuku sebanyak 3-4 mm

Prognosis quo ad vitam ad bonam, quo ad functionam ad bonam, quo ad sanationam ad dubia ad bonam.

III. DISKUSI

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, kerokan kuku KOH 30% dan kultur jamur. Dari anamnesis diketahui bahwa penderita mengalami kemerahan, bengkak, sakit dan gatal pada kulit disekitar kuku tangan dalam 2 minggu terakhir namun sejak 6 bulan yang lalu kuku-kuku jari tangan kanan dan kiri tampak kasar dan berubah warna. Sesuai kepustakaan bahwa pada infeksi jamur di kuku, biasanya juga dapat diikuti dengan infeksi kulit di sekitar kuku (paronikia).

Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai eritem,odem, nyeri dan gatal pada kulit sekitar kuku, permukaan kuku kasar dan diskolorasi kuku menjadi kusam pada ke 10 jari tangan. Hal

1

A B


(4)

pada daerah perionikium dan pada daerah perionikial akan merah dan meradang.6 Sedangkan pada onikomikosis dapat dijumpai bercak putih sampai coklat kekuningan, hiperkeratosis, leukonikia, onikolisis bahkan kerusakan seluruh kuku.

Kemudian pada pasien dilakukan pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH 30% dan kultur jamur. Dari hasil kultur didapati Trichophyton mentagrophytes sebagai penyebab onikomikosis. Menurut kepustakaan, semua genus dermatofita dapat menyebabkan onikomikosis namun yang tersering adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes.

1

1,2

Gambaran kultur dari Trichophyton mentagrophytes tampak seperti krim dan berkapas dan gambaran seperti tumpukan tanah dan pemeriksaan mikroskopik dijumpai makrokonidia seperti cerutu, dan mikrokonidia yang bulat berkelompok.

Faktor predisposisi pada penderita ini diduga karena trauma dan iritasi dimana pasien sering berkontak dengan tanah. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya onikomikosis yakni kelembaban, oklusi, trauma berulang pada kuku, penurunan imunitas, gaya hidup tertentu misalnya penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus menerus, olahraga berlebihan, penggunaan tempat mandi umum, akan memudahkan mendapat onikomikosis.

2

Untuk kelainan pada kuku pasien didiagnosis banding dengan psoriasis kuku dan liken planus. Pada psoriasis kuku dijumpai pitting dan bercak salmon. Selain itu, pada kulit tampak plak eritematosa dengan skuama tebal.

2,7

1

Liken planus dapat memberikan gambaran kuku berupa onikolisis dan hipekeratosis, biasanya kelainan pada kuku liken planus menyertai kelainan pada kulit.

Penatalaksanaan paronikia pada pasien adalah pemberian antibiotik oral berupa eritromisin 4x500 mg. Menurut kepustakaan paronikia yang bersifat akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri yang dapat diterapi dengan oral antibiotik.

8

9

Pada kasus diberikan terapi itrakonazol dosis denyut yakni 400 mg per hari selama 7 hari tiap bulan yang diberikan sebanyak 2 denyut. Menurut kepustakaan, pemberian itrakonazol dosis kontinyu 200 mg/hari selama 3 bulan atau dengan dosis denyut 400 mg/hari selama seminggu tiap bulan dalam 2-3 bulan, baik untuk penyebab dermatofita maupun Candida.1,2 Untuk onikomikosis pada kuku tangan diberikan sebanyak 2 dosis, sedangkan pada kuku kaki diberikan sebanyak 3 dosis.3,4 Pemberian ciclopirox pada penderita ini, dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan onikomikosis, berdasarkan kepustakaan dikatakan kombinasi pengobatan topikal dan sistemik akan meningkatkan kesembuhan atau mempersingkat durasi terapi agen agen sistemik.5


(5)

Penatalaksanaan kombinasi topikal dan sistemik pada penderita onikomikosis ini, menunjukkan hasil yang baik dimana terdapat perbaikan secara klinis maupun secara mikologis.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Verma S, Heffernan MP. Superficial fungal infection. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th

2. Bramono K. Onikomikosis. In: Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, eds. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta : Balai penerbit FK UI; 2001: 45-54

edition. New York : McGraw Hill; 2008. p. 1807-21

3. Elewski BE. Onychomycosis: Pathogenesis, Diagnosis, and Management. Clinical Microbiology Reviews, 1998;11:3:415-429

4. Rodgers P, Bassler M. Treating Onychomycosis. Am Fam Physician, 2001;63:4:663-72

5. Roberts DT,Taylor WD, Boyle J. Guidelines for treatment of onychomicosis. British Journal of Dermatology, 2003;148:402-410

6. Rockwell PG. Acute and chronic paronychia. Am Fam Physician,2001;15:63:6:1113-1117

7. Tosti A. Onychomycosis. Available from:

8. Tosti A, Piraccini BM. Biology of nails and nail disorders. In: Wolff K, Goldsmith

LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th

9. Paronychia. Available from:

edition. New York : McGraw Hill; 2008. p.778-94