Gambaran Dermatofita dan Nondermatofita pada Kuku Jari Tangan Penjual Minuman dan Buah-Buahan yang Berjualan di Lingkungan Kampus Universitas Sumatra Utara, Medan

(1)

GAMBARAN DERMATOFITA DAN NONDERMATOFITA PADA KUKU JARI T AN GAN PEN JUAL MI N UMAN D AN B UAH-B UAHAN YAN G BERJUALAN DI LINGKUNGAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN

leh :

VIVEKANANTHAN A/L RAVI 110100517

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

GAMBARAN DERMATOFITA DAN NONDERMATOFITA PADA KUKU JARI T AN GAN PEN JUAL MI N UMAN D AN B UAH-B UAHAN YAN G BERJUALAN DI LINGKUNGAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Sarjana Kedokteran"

Oleh :

VIVEKANANTHAN A/L RAVI 110100517

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

ABSTRAK

Dermatofita dan nondermatofita adalah jamur yang menginfeksi daerah superfisialis kulit. Tingginya infeksi jamur khususnya penyakit jamur akibat kerja sudah harusnya mendapatkan perhatian khusus.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dermatofita dan nondermatofita pada kuku jari tangan penjual minuman dan buah buahan yang berjualan di lingkungan Sumatera Utara, Medan. Tujuan seterusnya adalah untuk mengetahui jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan lama pekerjaan yang menjadi faktor resiko untuk gangguan kuku pada penjual minuman dan buah buahan yang berjualan di lingkungan kampus Universitas Sumatra Utara, Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional yang dilakukan dengan mengambil sampel kuku dari penjual minuman dan buah buahan di lingkungan kampus Universitas Utara, Medan dan sampel dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedoktoran Universitas Sumatera Utara. Subyek penelitian berjumlah 30 orang sampel diperoleh dengan cara total sampling. Data dianalisa dengan cara manual.

Hasil kultur yang diperoleh untuk gangguan pada kondisi kuku jari tangan disebabkan jamur dermatofita dan nondermatofita adalah 28 positif dan 2 negatif. Jenis jamur dermatofita yang paling banyak dijumpai adalah Trichophyton rubrum (50%) dan jenis jamur nondermatofita yang paling banyak dijumpai adalah Candida albicans, Aspergillus flavus dan Aspergillus niger (22,7%).


(5)

ABSTRACT

Dermatophytes and non dermatophyte is a fungus that infects the superficial skin. The high fungal infections especially fungal diseases caused by work already should get special attention.

The aim of this research is to find a picture of dermatophyte and non dermatophyte on fingernails of drinks and fruit sellers at the University of North Sumatra, Medan.Then, to know what kind of gender, age, levels of education and work for a long time to risk factor for nail disorders and fruit drinks to the seller fruits that sells University campus environment in North Sumatra, and Medan.

This research is a descriptive cross-sectional design, done by taking a sample of the nail from the seller of drinks and fruits at the University of North University, Medan, and samples are sent to the Microbiology Laboratory, Faculty of Medicine University of North Sumatra. The research subjects were 30 samples obtained by total sampling. Data were analyzed manually.

The results of culture obtained for the disruption caused by the condition of the fingernails by dermatophyte and non dermatophyte fungi were 28 positive and 2 negative.The most common dermatophyte found is Trichophyton rubrum (50%) and the most common nondermatophytes are Candida albicans, Aspergillus flavus and also Aspergillus niger (22,7%).


(6)

ATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan proposal penelitian ini yang berjudul “Gambaran Dermatofita dan Nondermatofita pada Kuku Jari Tangan Penjual Minuman dan Buah-Buahan yang Berjualan di Lingkungan Kampus Universitas Sumatra Utara, Medan”. Karya Tulis Ilmiah ini merupakan syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, Penulis banyak mendapat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp PD- KEGH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk melakukan penelitian.

2. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis selama masa pendidikan.

3. Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, SpKK, selaku dosen pembimbing Penulis atas kesabaran, waktu dan masukan-masukan yang diberikan kepada Penulis untuk menyelesaikan proposal penelitian.

4. Dr. T. Helvi Mardiani, M.Kes dan Dr. Dwi Rita Anggraini, M.Kes, Sp.PA sebagai dosen penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan demi perbaikan penelitian ini.

5. Dr. Sofyan Lubis, DMM dan Dr. Dian Dwi Wahyuni telah membantu dan mengajari ketika melaksanakan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Kedua orang tua tercinta, Ravi Narayan dan Selvarani Thangasamy serta abang-abang, Subramaniam @ Anand dan Yugavaran yang telah memberikan kasih


(7)

sayang, semangat dan doanya dalam mendukung penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

7. Teman-teman kelompok sesama bimbingan penelitian dan teman-teman Penulis lainnya, yang telah memberi bantuan berupa saran, kritikan dan motivasi selama penyusunan penelitian.

Demikianlah ucapan terima kasih ini saya sampaikan. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu Penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada semua orang tua untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam dunia kedokteran.

Medan, Desember 2014 Penulis,

Vivekananthan A/L Ravi 110100517


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Dermatofita ... 5

2.1.1. Definisi ... 5

2.1.1.1. Trichophyton ... 6


(9)

2.2. Nondermatofita ... 13

2.2.1. Definisi ... 13

2.2.1.1. Candida albicans ... 14

2.2.1.2. Aspergillus flavus ... 14

2.2.1.3. Fusarium spp... 15

2.2.1.4. Hendersonula toruloidea ... 16

2.2.1.5. Scytalidium hyalinum... 16

2.2.1.6. Geotrichum candidum ... 16

2.2.1.7. Scopulariopsis brevicaulis ... 17

2.3. Penyakit Kuku disebabkan oleh jenis pekerjaan ... 17

2.4. Onikomikosis ... 18

2.4.1. Definisi ... 18

2.4.2. Etiologi ... 18

2.4.3. Faktor-Faktor Predisposisi ... 20

2.4.4. Gejala Klinis ... 22

2.4.5. Diagnosis ... 25

2.4.5.1. Anamnese ... 26

2.4.5.2. Pemeriksaan Penunjang ... 26

2.4.6. Penatalaksanaan... 30

2.4.6.1. Obat Topikal ... 30

2.4.6.2. Obat Sistemik ... 30

2.4.7. Prognosis ... 31


(10)

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 31

3.2. Definisi Operasional ... 31

3.2.1. Dermatofita ... 31

3.2.2. Nondermatofita ... 32

3.2.3. Penjual Minuman yang Berjualan di Lingkungan USU ... 32

3.2.4. Penjual Buah-buahan yang Berjualan di Lingkungan Kampus USU ... 33

3.2.5. Kuku Jari Tangan yang akan Dijadikan Sampel Penelitian ... 33

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 34

4.1. Jenis Penelitian ... 34

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4.2.1. Waktu Penelitian ... 34

4.2.2. Tempat Penelitian ... 34

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

4.3.1 Populasi Penelitian ... 34

4.3.2 Sampel Penelitian ... 34

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

4.5. Teknik Pengumpulan Data ... 35

4.5.1. Peralatan dan Bahan ... 35

4.5.2. Cara Pengambilan Sampel ... 36

4.5.3. Cara Pelaksanaan Pemeriksaan ... 37


(11)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...

40

5.1.Hasil Penelitian ... 40

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 40

5.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian ... 41

5.1.3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Sampel Kuku Jari Tangan ... 42

5.1.3.1. Hasil Pemeriksaan KOH 20% ... 42

5.1.3.2. Hasil Kultur ... 43

5.2. Pembahasan ... 45

5.2.1. Karakteristik Sampel ... 45

5.2.2. Taxonomy Jamur Dermatofita ... 46

5.2.3. Taxonomy Jamur Nondermatofita ... 47

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...

49

6.1. Kesimpulan ... 49

6.2. Saran... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

Tabel 5.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41 Tabel 5.2 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur ... 41 Tabel 5.3 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan

Pendidikan ... 41 Tabel 5.4 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Bekerja ... 42 Tabel 5.5 Distribusi Hasil Pemeriksaan KOH 20%. ... 42 Tabel 5.6 Distribusi Hasil Kultur Pertumbuhan Jamur dan Tidak Ada

Pertumbuhan Jamur ... 43 Tabel 5.7 Distribusi Hasil Kultur Jamur Dermatofita ... 44 Tabel 5.8 Distribusi Hasil Kultur Jamur Nondermatofita ... 44


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

Gambar 2.1 Trichophyton rubrum ... 6

Gambar 2.2 Trichophyton mentagropytes ... 7

Gambar 2.3 Trichophyton ajelloi ... 7

Gambar 2.4 Trichophyton verrucosum ... 8

Gambar 2.5 Trichophyton gourvili ... 8

Gambar 2.6 Trichophyton soudanese ... 9

Gambar 2.7 Trichophyton schoenleinii ... 9

Gambar 2.8 Trichophyton serrestre ... 11

Gambar 2.9 Microsporum canis ... 11

Gambar 2.10 Microsporum cypseum ... 12

Gambar 2.11 Microsporum audouinii ... 13

Gambar 2.12 Microsporum gallinae ... 13

Gambar 2.13 Epidermatophyton floccosum ... 14

Gambar 2.14 Candida albicans ... 15

Gambar 2.15 Aspergillus flavus ... 15

Gambar 2.16 Fusarium spp ... 16

Gambar 2.17 Geotrichum candidum ... 17

Gambar 2.18 Scopularis brevicaulis ... 22


(14)

Gambar 2.20 OSPT ... 24 Gambar 2.21 OSP ... 24 Gambar 2.22 OK ... 25 Gambar 5.1 Menunjukan 30 Sampel Kuku Jari Tangan Dalam KOH

20% ... 43 Gambar 5.2 Menunjukan Gambaran Hifa dan Spora Mengindikasi

Suatu Jamur ... 43 Gambar 5.3 Menunjukkan Sample Kuku Jari Dalam


(15)

DAFTAR SINGKATAN

UKMMC Universiti Kebangsaan Malaysia Medical Centre HIV Human Immunodeficiency Virus

OSDL Onikomikosis Subungual Distal Lateral OSPT Onikomikosis Superfisial Putih

OSP Onikomikosis Subungual Proksimal OK Onikomikosis Kandida

ODT Onikomikosis Distrofik Total KOH Kalium hidroksida

DMSO Dimetil sulfoksida PDA Potato Dextrose Agar SDA Sabouraud’s Dextrose Agar PAS Periodic Acid Schiff DNA Deoxyribonucleic Acid

FK USU Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PCR Polymerase Chain Reaction


(16)

ABSTRAK

Dermatofita dan nondermatofita adalah jamur yang menginfeksi daerah superfisialis kulit. Tingginya infeksi jamur khususnya penyakit jamur akibat kerja sudah harusnya mendapatkan perhatian khusus.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dermatofita dan nondermatofita pada kuku jari tangan penjual minuman dan buah buahan yang berjualan di lingkungan Sumatera Utara, Medan. Tujuan seterusnya adalah untuk mengetahui jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan lama pekerjaan yang menjadi faktor resiko untuk gangguan kuku pada penjual minuman dan buah buahan yang berjualan di lingkungan kampus Universitas Sumatra Utara, Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional yang dilakukan dengan mengambil sampel kuku dari penjual minuman dan buah buahan di lingkungan kampus Universitas Utara, Medan dan sampel dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedoktoran Universitas Sumatera Utara. Subyek penelitian berjumlah 30 orang sampel diperoleh dengan cara total sampling. Data dianalisa dengan cara manual.

Hasil kultur yang diperoleh untuk gangguan pada kondisi kuku jari tangan disebabkan jamur dermatofita dan nondermatofita adalah 28 positif dan 2 negatif. Jenis jamur dermatofita yang paling banyak dijumpai adalah Trichophyton rubrum (50%) dan jenis jamur nondermatofita yang paling banyak dijumpai adalah Candida albicans, Aspergillus flavus dan Aspergillus niger (22,7%).


(17)

ABSTRACT

Dermatophytes and non dermatophyte is a fungus that infects the superficial skin. The high fungal infections especially fungal diseases caused by work already should get special attention.

The aim of this research is to find a picture of dermatophyte and non dermatophyte on fingernails of drinks and fruit sellers at the University of North Sumatra, Medan.Then, to know what kind of gender, age, levels of education and work for a long time to risk factor for nail disorders and fruit drinks to the seller fruits that sells University campus environment in North Sumatra, and Medan.

This research is a descriptive cross-sectional design, done by taking a sample of the nail from the seller of drinks and fruits at the University of North University, Medan, and samples are sent to the Microbiology Laboratory, Faculty of Medicine University of North Sumatra. The research subjects were 30 samples obtained by total sampling. Data were analyzed manually.

The results of culture obtained for the disruption caused by the condition of the fingernails by dermatophyte and non dermatophyte fungi were 28 positive and 2 negative.The most common dermatophyte found is Trichophyton rubrum (50%) and the most common nondermatophytes are Candida albicans, Aspergillus flavus and also Aspergillus niger (22,7%).


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dermatofita dan Nondermatofita adalah jamur yang menginfeksi daerah superfisialis kulit (epidermis). Dermatofita adalah sekelompok jamur yang memiliki kemampuan membentuk molekul yang berikatan dengan keratin dan menggunakan sumber nutrisi daripada keratin untuk membentuk kolonisasi. Jamur dalam kategori ini diklasifikasikan dalam tiga genus antara lain: Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Golongan jamur Trichophyton lebih mengakibatkan infeksi kuku dibandingkan jamur golongan Microsporum dan Epidermophyton (Kurniati, 2008).

Infeksi jamur nondermatofita mencakup semua jenis jamur yang menyerang jaringan zat tanduk dan tidak disebabkan oleh golongan dermatofita seperti kandida. Nondermatofita atau yeast dan mould hanya bisa menginfeksi sampai lapisan paling luar dari stratum korneum. Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mencerna keratin kuku dan tetap menyerang lapisan yang paling luar (Gelotar et al, 2013). Nondermatofita dibagi menjadi 2 kelompok yaitu yeast dan moulds. Jamur (yeast) yang menyebabkan infeksi kuku adalah kandida sedangkan jamur daripada golongan moulds yang menyebabkan infeksi kuku adalah Scopulariopsis brevicaulis, Scytalidium dimidiatum, Hendersonula toruloidea, Aspergillus species, Scytalidium hyalinum, Fusarium sp (Rippon, 1988).

M. Nasution dkk, melaporkan jumlah penderita dermatomikosis pada penderita baru penyakit kulit yang berkunjung ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP H. Adam Malik RSUD Pringadi Medan, kejadian dermatomikosis cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2002 penyakit dermatomikosis merupakan penyakit kulit yang menduduki urutan pertama dibandingkan dengan penyakit kulit yang


(19)

bulan Juli-September 2010 sebanyak 140 pasien dengan kasus dermatomikosis, yang juga menduduki urutan pertama dibanding dengan penyakit kulit lainnya. Rata-rata kunjungan pasien perhari 40% dari penyakit kulit yang lain.

Berdasarkan penelitian di India yang mengambil sampel sebanyak 121 kasus (98 pria & 23 perempuan), dermatofitosis menempati urutan pertama untuk kasus penyakit kulit, 103 kasus (70,5%), diikuti candidiasis 30 kasus (20,5%) dan pityriasis versikolor 13 kasus (0,9%). Kasus dermatofitosis terbanyak ialah Tinea Pedis (29,2%), diikuti Tinea Kruris (26,2%), Tinea Korporis (15,5%), Tinea Manuum (13,6%), Tinea Unguium (8,7%), Tinea Kapitis (3,9%), dan Tinea Faciei (2,9%). Dermatofita terbanyak yang diisolasi ialah Trichophyton tonsurans (20.5%) diikuti T. rubrum (8.7%) dan M. ferrugineum (5,8%) (Abidin, 2008).

Infeksi kuku sering terjadi pada orang yang tinggal di iklim panas atau lembab. Infeksi ini juga sering terjadi pada orang yang sering mencuci atau merendam tangan dengan air yang banyak, misalnya orang yang bekerja sebagai tukang cuci yang sangat rentan terhadap infeksi jamur. Hal ini dikarenakan pajanan air yang terus menerus akan merusak pelindung kulit di dasar kuku. Hal ini dapat juga dijumpai pada juru masak, penjual makanan dan minuman. Pengaruh tersebut memungkinkan jamur untuk berkolonisasi di dalam kuku (Kenny, 2012).

Penyakit kuku akibat pekerjaan adalah penyakit kuku yang mengakibatkan kelainan satu atau lebih pada struktur kuku, yang diperburuk oleh lingkungan kerja. Kolonisasi jamur pada kuku pekerja-pekerja seperti penjual makanan dan minuman akan memberikan gambaran struktur kuku yang berwarna kuning dan berbercak putih, kuku berubah warna, termasuk perubahan struktur tekstur dan bentuk. Perubahan pada struktur kuku akibat jamur ini dapat menjadi salah satu sumber infeksi jamur (Baran, 2000).

Tingginya infeksi jamur khususnya penyakit jamur akibat kerja sudah seharusnya mendapatkan perhatian khusus. Seorang pekerja harus dapat menentukan apakah penyakit kuku yang dialaminya mungkin diperburuk, ditingkatkan, atau ditimbulkan akibat pekerjaan (Baran and Levy, 1992). Perlunya pengetahuan seorang pekerja dalam mencegah terjadinya infeksi jamur pada kuku ditempat kerja seperti menggunakan


(20)

sarung tangan saat bekerja sangat berperan dalam mengurangi angka kejadian infeksi kuku akibat jamur. Selain itu seorang pekerja juga harus mengetahui bahwa infeksi kuku akibat jamur biasanya mengenai ruas-ruas pada jari jempol, telunjuk, dan jari tengah (Baran, 2000). Diharapkan dengan adanya gambaran tentang penyakit kuku akibat pekerjaan pada pekerja-pekerja termasuk penjual makanan dan minuman akan memberikan kesadaran pada orang yang beresiko (occupational stigmata)(Ron-chese, 1962).

Gangguan kelainan pada kuku jari tangan dapat mempengaruhi kualitas kehidupan menjadi penyulit untuk melakukan banyak pekerjaan dan karena itu dapat memiliki dampak yang besar pada keamanan kerja, misalnya transporter rumah sakit (mentransfer sinar-X dari pasien), asisten bioskop (bekerja dalam operasi bioskop), dan pedagang buah-buahan dan minuman (berurusan dengan keadaan lembab) (Premlatha, 2013).

Untuk itu peneliti ingin mengetahui gambaran jamur dermatofita dan nondermatofita pada penjual buah-buahan dan minuman yang berada di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran dermatofita dan nondermatofita pada kuku jari tangan penjual minuman dan buah buahan yang berjualan di lingkungan kampus Universitas Sumatra Utara, Medan?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran dermatofita dan nondermatofita pada kuku jari tangan penjual minuman dan buah buahan yang berjualan di lingkungan kampus


(21)

1.3.2. Tujuan Khusus

1.

Mengetahui hasil berdasarkan pemeriksaan KOH dan kultur jamur pada

kuku jari tangan penjual minuman dan buah buahan yang berjualan

di lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan dengan cara kultur dan

mikroskopis KOH.

2.

Mengetahui jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan lama pekerjaan

yang pada penjual minuman dan buah buahan yang berjualan di

lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.

Menambah wawasan untuk infeksi dermatofita dan dermatofita

2.

Bagi penjual minuman dan buah buahan yang berjualan di lingkungan

kampus Universitas Sumatera Utara, Medan, hasil penelitian ini

memberikan informasi sebagai sumber rujukan untuk meningkatkan

kualitas pelayanan dalam usaha memperbaiki kualitas hidup pasien yang

menderita infeksi akibat dari pekerjaan mereka.

3.

Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

wawasan mengenai dermatofita dan nondermatofita di kalangan

masyarakat.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatofita

2.1.1. Definisi Dermatofita

Dermatofita adalah kelompok jamur yang menginfeksi hanya jaringan keratin superfisial seperti kulit, rambut dan kuku. Oleh karena itu dermatofita disebut sebagai jamur keratinofilik. Jamur dermatofita mempunyai kemampuan unik untuk memanfaatkan dan mencerna keratinin yang berukuran besar dengan kapasitasnya. Dermatofita menghasilkan enzim keratinase. Kebanyakan jamur dermatofita sangat mirip satu sama lain dalam banyak hal, termasuk antigen permukaan. Saat identifikasi terletak terutama pada morfologi konidia, pengaturan dan properti kolonialnya. Jamur dermatofita yang menyebabkan infeksi pada manusia terdiri dari 41 spesies yang termasuk 3 genus jamur yaitu Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum (Kurniati, 2008). Penamaan kelainan akibat jamur memiliki aturan tertentu. Kata pertama biasanya diawali ‘tinea’ dan diikuti oleh kata kedua yang menyatakan lokasi tubuh yang terinfeksi (Kurniati, 2008).

Golongan kelompok jamur dermatofita adalah (Premlatha, 2013):

a)

Trichophyton :

T. ajelloi, T. concentricum, T. equinum, T. fiavescens, T. georgiae, T.

gloriae, T. gourvilii, T. longifusus, T. phaseoliforme, T. rubrum, T.

schoenleinii, T. simii, T.soudanense, T. terrestre, T.tonsurans, T.

verrucosum, T. violaceum, T. yaoundei.


(23)

M. amazonicum, M. audouinii, M. boullardii, M. canis, M. cookie, M.

distortum, M. equinum, M. ferrugineum, M. fulvum, M. gallinae, M.

gypseum, M. nanum, M. persicolor, M. praecox, M. racemosum.

c)

Epidermophyton :

E. floccosum, E. stockdaleae.

2.1.1.1 Trichophyton a. Trichophyton rubrum

Trichophyton rubrum merupakan

Gambar 2.1: A. Gambaran Kultur trichophyton rubrum dan

yang paling umum menyebabkan infeksi jamur kronis pada kulit dan kuku manusia. Pertumbuhan koloninya dari lambat hingga bisa menjadi cepat. Teksturnya yang lunak, dari depan warnanya putih kekuning-kuningan (agak terang) atau bisa juga merah violet. Koloni yang putih bertumpuk di tengah dan maroon pada tepinya berwarna merah cheri pada PDA (potato dextrose agar). Gambaran mikroskopis dengan beberapa mikrokonida berbentuk air mata dan sedikit makrokonida berbentuk pensil (Rebell, 1970).

B. Gambaran Mikroskopis KOH trichophyton rubrum. A. Kultur


(24)

b. Trichophyton Mentagrophytes

Trichophyton mentagrophytes adalah merupakan tenunan lilin, berwarna putih sampai putih kekuningan yang agak terang atau berwarna violet merah. Kadang bahkan berwarna pucat kekuningan dan coklat. Koloninya seperti putih hingga krem dengan permukaan seperti tumpukan kapas pada PDA (tidak berpigmen). Gambaran mikroskopis yaitu mikrokonidia yang bergerombolan, bentuk cerutu yang jarang, terkadang hifa berbentuk spiral. Karakter dari jamur merupakan jamur filamentous yang menyerang kulit yang menggunakan keratin sebagai nutrisinya. Keratin merupakan protein utama dalam kulit, rambut dan kuku (Anonim, 2007).

A . Kultur

B . Mikroskopis kOH

Gambar 2.2: A. Gambaran Kultur Trichophyton Mentagrophytes dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Trichophyton Mentagrophytes.

c. Trichophyton ajelloi

Trichophyton ajelloi adalah jamur geofilik dengan distribusi di seluruh dunia yang mungkin terjadi sebagai kontaminan saprophytic pada manusia dan hewan. Infeksi pada manusia dan hewan diragukan. Koloni biasanya datar, bubuk, dan berwarna cokelat, dengan pinggiran terendam kehitaman-ungu dan sebaliknya. Makrokonidia banyak, halus, berdinding tebal, memanjang, berbentuk cerutu, dengan ukuran 29-65 oleh 5 sampai 10µm, dan multiseptate sampai dengan 9 atau 10 septa. Mikrokonidia biasanya tidak ada, tapi ada ketika pembentukan pyriform (Rippon, 1988).


(25)

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.3: A. Gambaran Kultur

Trichophyton ajelloi

dan

B. Gambaran Mikroskopis KOH

Trichophyton ajelloi.

d. Trichophyton verrucosum

Pada Sabouraud Dextrose Agar, koloni akan tumbuh lambat, kecil, berbentuk tombol, putih krem, dan pinggiran datar yang pertumbuhan menjorok ke dalam. Hifa yang luas dan tidak teratur mengandung terlalu banyak chlamydospores terminal. Chlamydospores sering dalam rantai. Ujung hifa yang luas dan kadang-kadang dibagi, yang disebut "tanduk", ketika ditanam pada thiamine-enriched media, strain menghasilkan clavate untuk pyriform mikrokonidia sepanjang hifa. Makrokonidia hanya jarang diproduksi, tetapi jika hadir akan memiliki ekor khas atau berbentuk kacang.

A. Kultur

B. Clavate untuk pyriform mikrokonidia

C. Mikroskopis KOH

Gambar 2.4: A. Gambaran Kultur Trichophyton verrucosum dan B. Gambaran Clavate untuk Pyriform mikrokonidia dan C. Gambaran Mikroskopis KOH untuk Trichophyton verrucosum.


(26)

e. Trichophyton gourvili

Koloni pada Sabouraud Dextrose Agar menyebar perlahan-lahan, mencapai 20mm diameter. Dalam 14 hari pada 27o C, tidak bergranular sampai bergranular, membrane terlipat. Mikrokonidia dan makrokonidia sangat jarang (Al-Saadon, 2012).

A. Kultur

B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.5: A. Gambaran Kultur Trichophyton gourvili dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Trichophyton gourvili.

f. Trichophyton soudanense

Pada Sabouraud Dextrose Agar, koloni tumbuh lambat, dalam keadaan terlipat, dengan permukaannya lunak. Secara mikroskopis, hifa sering menunjukkan refleksif atau sudut kanan bercabang. Microconidia pyriform terkadang dapat ditemukan dan banyak chlamydoconidia sering ditemukan dalam kultur yang lebih lama. Trichophyton soudanense adalah jamur antropofilik yang sering menjadi penyebab tinea capitis di Afrika. Rambut menginvasi menunjukkan infeksi endothrix. Distribusi terutama di Afrika dengan isolat sesekali dari Eropa, Brazil dan Amerika Serikat (Rippon, 1988).


(27)

A. Kultur

B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.6: A. Gambaran Kultur Trichophyton soudanense dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Trichophyton soudanense.

g. Trichophyton schoenleinii

Koloni pada Sabouraud Dextrose Agar tumbuh lambat. Kultur sulit dipertahankan karena koloninya berbentuk berbelit-belit, dan dengan cepat menjadi datar dan berbulu halus. Tidak ada pigmentasi pada daerah belakangnya. Tidak ada makrokonidia dan mikrokonidia terlihat dalam kultur rutin, namun banyak chlamydoconidia mungkin dapat terlihat pada kultur yang lebih lama (Rippon, 1988).

A. Kultur

B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.7: A. Gambaran Kultur Trichophyton schoenleinii dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Trichophyton schoenleinii.


(28)

h. Trichophyton terrestre

Koloni biasanya datar dan berbulu dengan warna permukaan berkisar dari putih menjadi krem. Reaksi pigmentasi biasanya coklat kekuningan. Mikrokonidia besar, clavate biasanya menunjukkan bentuk transisi, biasa lebih kecil atau lebih besar dari makrokonidia. Makrokonidia yang clavate untuk silinder dengan ujung bulat, halus dan berdinding tipis, dan mempunyai sel 2 hingga 6 (Rippon, 1988).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.8: A. Gambaran Kultur Trichophyton terrestre dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Trichophyton terrestre.

2.1.1.2. Microsporum a. Microsporum canis

Mikrosporum canis termasuk ke dalam organisme fungi dermatoifit zoofilik yaitu organisme fungi yang menyerang kulit (terutama kulit kepala dan rambut) dan merupakan fungi yang umumnya hidup dan tumbuh pada hewan (kucing dan anjing). Penyebarannya meluas di seluruh dunia. Microsporum canis ini merupakan fungi yang memiliki hifa yang bersepta, dan makrokonidia serta mikrokonidia sebagai alat reproduksinya.


(29)

A. Kultur B. Mikroskopis KOH Gambar 2.9: A. Gambar Kultur Microsporum canis dan

B. Gambaran Mikroskopis KOH Microsporum canis.

b. Microsporum gypseum

Koloni dari M. gypseum tumbuh dengan cepat, menyebar dengan permukaan yang mendatar dan sedikit berserbuk merah coklat hingga kehitam-hitaman (Brooks et al, 2005) terkadang dengan warna ungu. Serbuk yang berada di permukaan koloni mengandung makrokonidia (Rippon, 1974). Makrokonidia dihasilkan dalam jumlah yang besar. Dindingnya tipis dengan ketebalan 8-16 x 20 µm, kasar dan memiliki 4-6 septa, dan berbentuk oval. Makrokonidia terdiri dari 4-6 sel. Mikrokonidia juga dapat nampak, meskipun jarang dihasilkan, terkadang pula mudah tumbuh pada subkultur setelah bebrapa kali berganti media pada laboratorium (Rippon, 1988).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.10: A. Gambaran Kultur Microsporum gypseum dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Microsporum gypseum.


(30)

c. Microsporum audouinii

Koloni ini tumbuh lambat menyebar dengan permukaan yang mendatar, padat. Warna koloni berubah dari putih keabu-abuan menjadi putih. Microsporum audouinii menghasilkan hifa dan mikrokonidia. Terminal Chlamydoconidia membentuk secara pendek seperti, memberikan penampilan runcing di ujungnya. Makrokonidia yang halus, kurang berkembang, tebal berdinding dan berbentuk tidak teratur spindle jarang dijumpai. Mikrokonidia juga jarang dijumpai dan jika dijumpai, bentuknya adalah bulat telur dan uniselluler (Rippon, 1988).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.11: A. Gambaran Kultur Microsporum audouinii dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Microsporum audouinii.

d Microsporum gallinae

Koloni ini menyebar dengan permukaan yang mendatar dan berwarna putih bercampur merah muda. Beberapa kultur menunjukkan radial lipat. Makrokonidia jamur ini biasanya mempunyai lima sampai enam sel, berdinding tipis menjadi tebal, silinder untuk clavate biasanya sempit dan ujungnya tumpul, berukuran 15-60 x 6-10 µm. Mikrokonidia yang berbentuk oval untuk pembentukan pyriform (Rippon, 1988).


(31)

A. Kultur

B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.12: A. Gambaran Kultur Microsporum gallinae dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Microsporum gallinae.

2.1.1.3. Epidermatophyton a.Epidermatophyton floccusom

Epidermatophyton floccusom merupakan satu-satunya pathogen pada genus ini yang menghasilkan makrokonidia, berdinding halus, berbentuk gada, bersel dua hingga empat dan tersusun dalam 3 kelompok. Koloni ini biasanya rata dan seperti beludru dengan warna coklat sampai kuning kehijauan. Jamur ini tidak menginfeksi rambut (Rebell, 1970).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.13: A. Gambaran Kultur Epidermatophyton floccusom dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Epidermatophyton floccusom.


(32)

2.2. Nondermatofita

2.2.1. Definisi Nondermatofita

Nondermatofita hanya bisa menginfeksi sampai lapisan paling luar dari stratum korneum. Karakteristik jenis jamur ini adalah tidak dapat mencerna keratin kuku dan hanya menyerang lapisan yang paling luar (Diagns, 2013). Nondermatofita dibagi lagi menjadi 2 kelompok utama jamur yaituyeast dan mould (Premlatha, 2013):

a.

YEAST (candida spp)

Candida albicans, Candida Parapsilosis, Candida Tropicalis

b.

Moulds

Aspergillus flavus, Fusarium spp, Hendersonu Latoruloide, Scytalidium

hyalinum, Geotrichum candidum, Scopulariopsis brevicaulis.

2.2.1.1. Candida albicans

Ini adalah ragi oval 2-6 x 3-9 pm di ukuran, yang membagi dengan tunas dan tidak biasanya ditemukan di habitat tidak hidup. Selain dari ragi yang seperti itu adalah bentuknya yang mampu menghasilkan rantai panjang sel memanjang (pseudohyphae) dan kesempatan itu dapat menghasilkan hifa terus menerus dengan dinding silang yaitu, septate benar miselium. Properti ini dikenal sebagai dimorfisme. Isolasi dan identifikasi C. albicans biasanya sederhana. Koloni ini muncul dalam waktu 1-3 hari pada kebanyakan media laboratorium pada suhu 25 sampai 37°C (Premlatha, 2013).


(33)

2.2.1.2. Aspergillus flavus

Vesikel yang bulat dan phialide diproduksi langsung dari permukaan vesikel atau dari baris utama cabang. Konidia berwarna jingga kekuningan, koloni elips atau spherical, tumbuh cepat iaitu dalam 1 sampai 5 hari, berwarna hijau

kekuningan (Premlatha, 2013).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.15: A. Gambaran Kultur Aspergillus flavus dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Aspergillus flavus.

2.2.1.3. Fusarium spp

Fusarium adalah bersifat saprophytic dan telah dilaporkan sebagai penyebab gangguan kondisi kuku. Jamur ini tidak keratolitik dan diperkirakan untuk menyerang kuku yang telah terluka sebelumnya. Makrokonidia berbentuk sabit adalah diagnostik daripada Fusarium spp. Koloni ini sifatnya berbulu dan warnanya berubah dari lavender kepada merah muda yang tidak berpigmen (Burgess, 1983).


(34)

A. Kultur B. Mikroskopis KOH Gambar 2.16: A. Gambaran Kultur Fusarium spp dan

B. Gambaran Mikroskopis KOH Fusarium spp.

2.2.1.4. Hendersonula toruloidea

Jamur ini sepenuhnya terbatas pada penduduk asli tropis dan subtropis negara. Jamur ini adalah kapang yang berserabut hitam abu-abu dan diakui sebagai penyebab infeksi dari tangan, kaki dan kuku. H. Toruloideasis mampu menyerang kuku jaringan dan kuku diserang oleh jamur ini memiliki perubahan warna kecoklatan dan berbagai tingkat dan distrofi kuku. Hifa tidak dapat dibedakan dari orang-orang dari dermatofit, meskipun mereka mungkin berbeda dalam bentuk dan lebih tidak teratur. Spora berpigmen gelap berwarna coklat gelap dalam pycnidia hitam (Premlatha, 2013).

2.2.1.5. Scytalidium hyalinum

Jamur ini terutama terlihat di area tropis dan subtropis Arthroconidia berpigmen gelap persis seperti yang H.toruloidea, tetapi pycnidia hitam tidak terdapat dalam S.hyalinum. Koloni ini sangat mirip dengan H.toruloides, seperti coklat dan sangat


(35)

2.2.1.6. Geotrichum candidum

Jamur ini dapat menyebabkan gangguan pada kondisi kuku seperti infeksi bersama dengan infeksi mulut, paru-paru dan bronkus. Pada kuku itu adalah penyerbu sekunder. Ini adalah jamur oportunistik dan dapat pulih dari kultur saprophytes. Hifa yang benar memecah menjadi arthropores persegi panjang dan bulat telur. tidak ada blastospora yang terhasil. Permukaan koloni yang berwarna krem dan sedikit terangkat dan tumbuh sangat cepat pada agar (Domsch, 1980).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.17: A. Gambaran Kultur Geotrichum candidum dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Geotrichum candidum. 2.2.1.7. Scopulariopsis brevicaulis

Ini adalah jamur yang ditemukan secara luas di alam. S. brevicaulis mungkin merupakan primer patogen dari unit kuku. Hal ini mungkin lebih sering ditemukan sebagai sekunder inhabitant. Hifa dan konidia aseksual diagnostik yang berbentuk lonceng, bulat, berdinding kasar dan memiliki basis terpotong. Mereka diproduksi dalam rantai. Koloni berwarna coklat kayu manis, berbentuk granular dan datar (Domsch, 1980)


(36)

A. Kultur

B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.18: A. Gambaran Kultur Scopulariopsis brevicaulis dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Scopulariopsis brevicaulis.

2.3. Penyakit kuku disebabkan oleh jenis pekerjaan.

Penyakit kuku yang disebabkan jenis pekerjaan adalah abnormalitas satu atau lebih struktur komponen kuku, disebabkan atau diperburuk oleh lingkungan kerja (Baran, 2000). Contohnya:

1.

Luka bakar

2.

Kelembaban

3.

Benda asing

4.

Radiasi yang melibatkan ion

5.

Trauma

6.

Pencuci yang menggunakan sarung tangan karet

7.

Vibrating power tools

Zat kimia atau agen infektif dapat menembus di bawah lempeng kuku di tempat free margin. Kelembaban dan sifat alkali dapat menyebabkan kerusakan pada kutikula dan memungkinkan masuknya bakteri dan jamur yang akan menyebabkan peradangan pada jaringan paronychial dan menghasilkan gangguan pertumbuhan sekunder dari lempeng kuku. Antara contoh pekerjaan yang dapat menimbulkan penyakit kuku adalah (Baran, 2000) :


(37)

1.

Hairdressing

terapi / kecantikan

2.

Industri makanan

3.

Pelayanan kesehatan termasuk pekerja gigi dan kedokteran hewan

4.

Pertanian termasuk tukang kebun dan toko bunga

5.

Lukisan dan dekorasi

6.

Pekerja pembersihan

7.

Perbaikan kendaraan bermotor

8.

Konstruksi

9.

Pencetakan

2.4. Onikomikosis

2.4.1 Definisi Onikomikosis

Menurut Roberts et al (2003) onikomikosis adalah infeksi kuku yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita, non dermatofita atau yeast, 80-90% onikomikosis disebabkan oleh dermatofita. Smith et al (1986) juga berpendapat onikomikosis adalah penyakit dermatofitosis pada kuku atau dikenali sebagai tinea unguium, ditandai dengan perubahan warna putih kekuningan pada kuku, penebalan lempeng kuku dan akumulasi kotoran subungual. Saat ini, onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur seperti dermatofita, nondermatofita dan ragi (terutama Candida spesies) (Roberts, 2003, Zaias, 2008, Barankin, 2006, Shirwaikar, 2008).

2.4.2. Etiologi

Dermatofita telah dilaporkan sebagai penyebab onikomikosis oleh Universiti Kebangsaan Malaysia Medical Center (UKMMC), (Leelavathi et al, 2012).

1.

Genera Trychophyton

a.

Trichophyton rubrum

b.

Trichophyton mentagrophytes


(38)

d.

Trichophyton schoenieinii

e.

Trichophyton tonsurans

f.

Trichophyton magninii

g.

Trichophyton concentricum

h.

Trichophyton soudanacea

i.

Trichophyton samdamemse

j.

Trichophyton gaurivili

2.

Genera microsporum

a.

Microsporum gypseum

b.

Microsporum audouini

c.

Microsporum canis

3.

Genera epidermophyton

a.

Epidermophyton fluccosum

Nondermatofita yang dianggap agen penyebab adalah :

a.

Candidida albicans

b.

Candidida parapsilosis

Selanjutnya banyak peneliti dapat mengisolasi berbagai spesies dari moulds pada kuku yang menderita kelainan (Baran et al, 1999, Putra, 2008, Ahmadi et al, 2012) :

a.

Aspergillus candidus

b.

Aspergillus plavus

c.

Aspergillus glaucus

d.

Aspergillus nidulans

e.

Aspergillus sydowii

f.

Aspergillus terreus

g.

Syctalidium hyalimum

h.

Scopulariopsis brevicaulis

i.

Hendersonula toruloidea


(39)

2.4.3. Faktor-faktor predisposisi

Faktor-faktor predisposisi untuk pengembangan onikomikosis adalah (Premlatha, 2013)

1.Karakteristik

a) Usia dan jenis kelamin

Onikomikosis dilaporkan lebih umum pada orang yang berusia tua dan tampaknya lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki. Sekitar 20% dari penduduk usia melebihi 60 tahun dan sampai 50% dari subyek berusia melebihi 70 tahun dilaporkan memiliki onikomikosis. Studi Robert (1999) tidak menemukan perbedaan jenis kelamin dalam onychomycosis prevalensi, meskipun data laboratorium menunjukkan bahwa kandida dapat diisolasi dari kuku tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria.

b) Faktor genetik

Beberapa studi terbaru menunjukkan dasar genetik untuk kerentanan terhadap onikomikosis. Karena kebanyakan pasien yang berusia tua mempunyai resiko tinggi untuk menderita penyakit onikomikosis, Zaias (2008) percaya bahwa kecenderungan untuk pelabuhan dermatofit dan mengembangkan onikomikosis mungkin diwariskan sebagai sifat dominan autosomal. Studi di Amerika, Zaias dan rekan melaporkan tanggungjawab kekeluargaan pola batang distal lateral onikomikosisdisebabkan oleh T. rubrum yang infeksinya yang kelihatan tidak berkaitan dengan interfamilial transmision. 2.Faktor sistemik

a) Immune deficiency

Individu yang terinfeksi HIV telah peningkatan resiko mengembangkan onikomikosis saat jumlah T-limfosit mereka serendah 400/mm3 (kadar normal 1200-1400) dan onikomikosis cenderung lebih luas, biasanya mempengaruhi semua kuku jari tangan dan kaki. Proksimal subungual onychomycosis telah dianggap sebagai indikasi infeksi HIV. Namun, penerima transplantasi, individu pada perawatan imunosupresif dan


(40)

individu dengan kemotaksis polimorfonuklear cacat mungkin menunjukkan sejenis infeksi. Trichophyton rubrum adalah jamur penyebab dalam banyak kasus, kecuali untuk kasus-kasus onikomikosis dangkal putih, biasanya disebabkan oleh T. Mentagrophytes. b) Penyakit pembuluh darah perifer

Prevalensi onikomikosis dengan penyakit pembuluh darah perifer diperkirakan 36%, dengan T. rubrum sebagai patogen yang paling umum. Peningkatan kecenderungan untuk mengembangkan onikomikosis pada pasien usia lanjut dan diabetes sebagian disebabkan oleh peningkatan prevalensi penyakit pembuluh darah perifer. Gangguan perfusi yang lebih rendah hasil ekstremitas oksigenasi optimal dan mengurangi pertukaran metabolisme nutrisi dan zat lain di kaki. Hal ini dapat mengakibatkan dorongan dan perkembangan onikomikosis, juga menghambat pertumbuhan kuku, menunda / mencegah pemberantasan infeksi dan mengekspos terhadap infeksi ulang, c) Faktor-faktor lingkungan

Masyarakat yang tinggal di perkotaan tampaknya terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dalam gejala onikomikosis. Alasan untuk pengamatan ini cenderung kompleks, sebagai ‘urbanisasi’ mungkin berhubungan dengan begitu banyak faktor predisposisi potensial untuk penyakit jamur, seperti kepadatan penduduk, tempat mandi komunal, dan kebiasaan pakaian, selain itu, etnis, perbedaan geografis dan iklim antara masyarakat di dunia turut menjadi faktor predisposisi. Sering kontak dengan sumber infeksi juga dapat memicu timbulnya penyakit. Sebagai contoh, kasus kuku jari tangan (onikomikosis) dilaporkan pada pemetik daun teh karena geografis dematiaceous non-dermatophytic mould, Scytalidium dimidiatum. Insiden onikomikosis telah terbukti menjadi tiga kali lebih umum pada perenang dibandingkan dengan bukan perenang. d) Aktivitas olahraga

Faktor predisposisi utama yang berkontribusi terhadap infeksi pada olahragawan adalah kecepatan / intensitas yang terlibat dengan olahraga (pelari), dimulai tiba-tiba dan sifat berhenti dari olahraga (misalnya tenis, squash, sepak bola dan kriket). Frekuensi cedera kuku jari, penggunaan pakaian sintetis dan sepatu yang


(41)

mempertahankan keringat, olahraga air dan mandi berkelompok merupakan faktor predisposisi.

e) Keseringan trauma kuku

Integritas lapisan kornea kuku merupakan hal mendasar dalam mencegah invasi jamur. Setiap proses yang menyebabkan kerusakan penghalang ini memfasilitasi penetrasi jamur patogen. Faktor fisik pada wanita seperti manicure berlebihan kuku mengakibatkan hilangnya kutikula pelindung, dan eksposur terus air dan deterjen menyebabkan trauma mikro pada lempeng kuku tampak menjadi faktor predisposisi pada perempuan untuk mendapat onikomikosis.

2.4.4. Gejala Klinis Onikomikosis

Gambaran klinis onikomikosis adalah: 1. Onikomikosis Subungual Distal Lateral (OSDL)

Merupakan bentuk onikomikosis yang paling sering dijumpai. Infeksi dari distal dapat meluas kelateral kuku sehingga memberi gambaran Onikomikosis Distal dan Lateral. Lempeng kuku bagian distal berwarna kuning atau putih. Terjadi hiperkeratosis subungual, yang menyebabkan onikolisis (terlepasnya lempeng kuku dari dasar kuku) dan terbentuknya ruang subungual berisi debris yang menjadi “mycotic reservoir” bagi infeksi sekunder oleh bakteri. Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes, T. Tonsurans dan E. Fluccosum.


(42)

Gambar 2.19 OSDL

dikutip dari (eMedicine Journal :Update on the Management of Onychomycosis)

2. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)

Gambaran klinis kedua yang paling banyak diketemukan sesudah onikomikosis subungual distal lateral. Nama lainnya adalah Leukonikia Mikotika, mencakup sekitar 10% dari seluruh kasus onikomikosis. Invasi jamur terjadi pada permukaan superfial lempeng kuku. Gambaran yang khas adalah “white island” berbatas tegas pada permukaan kuku, tumbuh secara radial, berkonfluensi, dapat menutupi seluruh permukaan kuku. Pertumbuhan jamur menjalar melalui lapisan tanduk menuju dasar kuku dan hiponikum. Lambat laun kuku menjadi kasar, lunak dan rapuh. Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes.


(43)

Gambar 2.20 OSPT

dikutip dari (eMedicine Journal :Update on the Management of Onychomycosis)

3. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)

Merupakan gambaran klinis yang sering ditemukan pada pasien imunokompromais, penderita penyakit pembuluh darah perifer, dan paling jarang ditemukan pada populasi imunokompeten. Didahului dengan invasi jamur pada lipat kuku proksimal kemudian menuju distal dan matriks, sehingga pada akhirnya menginvasi lempeng kuku dari arah bawah. Gambaran klinis berupa hiperkeratosis subungual, onikolisis proksimal, leukonikia, dan akhirnya dapat mengakibatkan destruksi lempeng kuku proksimal. Penyebab tersering adalah T. Rubrum.


(44)

Gambar 2.21 OSP

ini dikutip dari (eMedicine Journal :Update on the Management of Onychomycosis)

4. Onikomikosis Kandida (OK)

Infeksi ini dapat dibedakan 3 kategori, yakni dimulai sebagai paranikia yang kemudian menginvasi matriks sehingga gambaran klinis depresi transversal kuku menjadi cekung, kasar, dan akhirnya distrofi. Kedua, pada kandidosis kronik mukokutan, kandida langsung menginvasi lempeng kuku sehingga baru pada stadium lanjut tampak sebagai pembengkakan lipat kuku proksimal dan lateral yang membentuk gambaran pseudoclubbing atau chicken drumstick. Ketiga, invasi pada kuku yang telah onikolisis, terutama terjadi pada tangan. Tampak sebagai hyperkeratosis subungual dengan massa abu-abu kekuningan dibawahnya, mirip OSD.


(45)

Gambar 2.22 OK

dikutip dari (eMedicine Journal : Onikomikosis) 5. Onikomikosis Distrofik Total (ODT)

Jamur menginfeksi lempeng kuku sehingga mengalami kerusakan berat. Infeksi dimulai dengan lateral atau distal onikomikosis dan kemudian menginvasi seluruh kuku secara progresif. Kuku tampak berkerut dan hancur. Fragmen-fragmen lempeng kuku masih tinggal akan merusak dan terlihat sebagai tungkul kayu pada lipatan kuku bagian proksimal. Keluhan dapat dirasakan sebagai nyeri ringan dan yang lebih berat dapat terjadi infeksi sekunder.

Gambaran 2.23 ODT

dikutip dari


(46)

2.4.5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anemnese pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium penunjang. Keluhan berupa gejala pada onikomikosis selalu hampir tidak ada atau tidak dirasakan pasien kecuali kalau semua kukunya sudah terkena. Secara umum penderita onikomikosis terutama yang disebabkan jamur dermatofita mengeluh adanya perubahan kuku permukaan kuku yang warnanya sudah menjadi suram tidak berkilat lagi, rapuh disertai hiperkeratosis subungual tanpa adanya keluhan gatal ataupun sakit.

2.4.5.1 Anamnese

Dalam anamnese yang harus ditanyakan:

1.

Keluhan utama

2.

Keluhan tambahan

3.

Riwayat penyakit sekarang

4.

Riwayat penyakit dahulu

5.

Riwayat penyakit keluarga

6.

Riwayat pemakaian obat

2.4.5.2. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosis onikomikosis, diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan mikroskopi langsung, kultur jamur dan histopatologi. Diagnosis laboratorium yang baik ditentukan oleh cara pengambilan bahan pemeriksaan. Sebelum bahan diambil, kuku terlebih dahulu dipotong menjadi fragmen-fragmen kecil dan dibagi untuk pemeriksaan mikroskopis langsung, kultur dan histopatologi (Siregar, 2013, Elewski and Hay, 1996).

1.

Mikroskopi langsung


(47)

berfungsi sebagai penyaring ada atau tidaknya infeksi pada spesimen yang digunakan, tetapi tidak dapat menentukan spesies penyebabnya.

Sebelum diperiksa di bawah mikroskop, spesimen dilunakkan dan dijernihkan dalam larutan KOH 20-30% . Dimetil sulfoksida (DMSO) 40 % juga dapat dipakai untuk melunakkan kuku. Larutan KOH diteteskan pada objek glass, kemudian spesimen diletakkan diatasnya. Setelah ditutup dengan deck objek penutup, dilewatkan diatas api Bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin sekaligus menghilangkan gelembung udara pada objek glass. Lalu diamati di bawah mikroskop dimulai dengan pembesaran 10 kali dan maka akan terlihat elemen-elemen jamur seperti hifa dan spora. Gambaran jamur dapat diperjelas menggunakan tinta parker biru, Chlorazol black E. Tinta parker paling sering digunakan karena mudah didapatkan. Spesimen diperiksa untuk identifikasi elemen-elemen jamur, yakni hifa atau arthospora jamur. Terdapatnya sejumlah besar filamen dalam lempeng kuku, terutama bila berupa arthospora memiliki arti diagnostik untuk dermatofita. Adanya pseudofilamen dan filamen disertai ragi di dalam dasar kuku memberi petunjuk onikomikosis disebabkan oleh Candida sp. Terdapatnya filamen-filamen tipis dan tebal, dengan bermacam-macam ukuran, bentuk dan arah di dalam dasar kuku yang sama memberi kesan infeksi campuran beberapa jamur patogen.

2.

Kultur

Kultur merupakan pemeriksaan jamur, meskipun hasil pemeriksaan mikroskopis langsung negatif. Melalui kultur, spesies jamur patogen dapat identifikasi. Kegagalan pertumbuhan jamur pada medium ditemukan bila pasien telah mendapat terapi topikal atau sistemik. Kegagalan tumbuh ini juga lebih banyak pada bahan kuku dibanding kulit karena kebanyakan bahan diambil dari distal kuku dimana kebanyakan jamur sudah tua dan mati. Oleh karena itu dianjurkan untuk mengikut sertakan bahan kulit atau potongan kuku untuk pembiakan jamur pada medium. Spesimen yang dikumpulkan dicawan petri diambil dengan sengkelit yang telah disterilkan di atas api Bunsen. Kemudian bahan kuku ditanam pada dua media, media I : terdiri dari media yang mengandung antibiotik dan anti jamur (Mycobitotic / mycocel), media II: yang tidak mengandung antibiotik dan anti jamur PDA (Potato Dextrose Agar) / SDA (Sabouraud’s Dextrose Agar). Media diinokulasikan dalam keadaan steril, lalu diinkubasi pada suhu


(48)

24°- 28°C selama 4-6 minggu. Koloni dermatofita akan tampak setelah 2 minggu, sedangkan non dermatofita terlihat dalam seminggu, hasil negatif jika tidak tampak pertumbuhan setelah 3-6 minggu.

3.

Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan mikroskopi langsung dan kultur meragukan. Bila ditemukan hifa diagnosis banding dapat disingkirkan. Dengan pemeriksaan histopatologi dapat ditentukan apakah jamur tersebut invasif pada lempeng kuku atau daerah subungual disamping itu

kedalaman penetrasi jamur dapat dilihat.

Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh melalui lempeng kuku yang banyak mengandung debris dan potongan kuku. Bahan pemeriksaan histopatologi dapat langsung dimasukkan dalam parafin, atau terlebih dahulu dalam larutan formalin 10 % semalaman agar jamur terfiksasi dengan baik. Kemudian blok parafin dipotong tipis hingga ketebalan 4-10μ dengan menggunakan mikrotom dan dilakukan pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS), dan dapat dilihat adanya hifa dan atau spora dengan menggunakan mikroskop.

4.

Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR adalah suatu teknik yang melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus) dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target DNA untai ganda. Untai ganda DNA templat (unamplified DNA) dipisahkan dengan denaturasi termal dan kemudian didinginkan hingga mencapai suatu suhu tertentu untuk memberi waktu pada primer menempel (anneal primers) pada daerah tertentu dari target DNA. Polimerase DNA digunakan untuk memperpanjang primer (extend primers) dengan adanya dNTPs (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) dan buffer yang sesuai. Umumnya keadaan ini dilakukan antara 20–40 siklus. Target DNA yang diinginkan (short ”target” product) akan meningkat secara eksponensial setelah siklus keempat dan DNA non-target (long product) akan meningkat secara linier seperti tampak pada bagan di atas (Handoyo dan Rudiretna, 2000).


(49)

Jumlah kopi fragmen DNA target (amplicon) yang dihasilkan pada akhir siklus PCR dapat dihitung secara teoritis menurut rumus:

Y = (2n– 2n)X

Y : jumlah amplicon n : jumlah siklus

X : jumlah molekul DNA templat semula

Jika X = 1 dan jumlah siklus yang digunakan adalah 30, maka jumlah amplicon yang diperoleh pada akhir proses PCR adalah 1.074 x 109. Dari fenomena ini dapat terlihat bahwa dengan menggunakan teknik PCR dimungkinkan untuk mendapatkan fragmen DNA yang diinginkan (amplicon) secara eksponensial dalam waktu relatif singkat (Handoyo dan Rudiretna, 2000).

Umumnya jumlah siklus yang digunakan pada proses PCR adalah 30 siklus. Penggunaan jumlah siklus lebih dari 30 siklus tidak akan meningkatkan jumlah amplicon secara bermakna dan memungkinkan peningkatan jumlah produk yang non-target. Perlu diingat bahwa di dalam proses PCR effisiensi amplifikasi tidakterjadi 100 %, hal ini disebabkan oleh target templat terlampau banyak, jumlah polimerase DNA terbatas dan kemungkinan terjadinya reannealing untai target (Handoyo dan Rudiretna, 2000).

2.4.6. Penatalaksanaan

Menurut British Association of Dermatologist, pengobatan onikomikosis ada dua cara yaitu secara sistemik dengan menggunakan obat antifungsi oral dan secara lokal yaitu dengan menggunakan obat antifungsi topikal. Pada keadaan tertentu kedua cara ini digunakan secara bersama-sama.


(50)

2.4.6.1. Obat Topikal

Obat topikal formulasi khusus dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam kuku, yakni (Tosti, 2014) :

1.

Bifonazol-urea : Kombinasi derivate azol, yakni bifonazol 1% dengan urea

40% dalam bentuk salap. Urea bersifat melisiskan kuku yang rusak

sehingga penetrasi obat antijamur meningkat. Kesulitan yang ditimbulkan

adalah dapat terjadi iritasi kulit sekitar kuku oleh urea.

2.

Akamorolfin : Merupakan derivate morfolin yang bersifat tunggal

fungsidal. Digunakan dalam bentuk pewarna kuku konsentrasi 5%.

3.

Siklopiroksolamin : suatu derivate piridon dengan spektrum antijamur

luas, juga digunakan dalam bentuk pewarna kuku.

2.4.6.2. Obat Sistemik

Obat sistemik generasi baru yang dapat digunakan untuk pengobatan onikomikosis adalah flukanazol, itrakonazol, dan terbinafin. Derivat azol bersifat fungistatik tetapi mempunyai spektrum antijamur luas, sedangkan terbinafin bersifat fungisidal tetapi efektivitasnya terutama terhadap dermatofita (Elewski dan Hay, 1996, Bramono dan Budimulja, 2005) :

1.

Flukonazol

Penelitian tentang penggunaan pada onikomikosis masih jarang, baik

penggunaan dosis kontinu 100mg perhari atau dosis mingguan 150mg,

dengan hasil bervariasi. Dosis mingguan tampaknya mengharuskan

penggunaan berkesinambungan sampai resolusi lengkap (6-12bulan).

Penggunaan jangka panjang untuk infeksi

Candida

pada penderita AIDS

dikhawatirkan menyebabkan peningkatan resistensi pada

Candida.

2.

Itrakonazol

Berbagai laporan telah menunjukkan bahwa obat ini memberi hasil baik

untuk onikomikosis dengan dosis kontinyu 200mg/hari selama 3 bulan


(51)

dalam 2-3 bulan, baik untuk penyebab dermotifita maupun

kandida.

3.

Terbinafin

Obat ini sangat efektif terhadap dermatofit, tetapi kurang efektif terhadap

kandida, kecuali

C.parapsilosis

. Dosis 250mg/hari secara kontinyu 3 bulan

pada tinea unguium memberi hasil baik.

2.4.7. Prognosis

Meskipun dengan obat-obat baru dan dosis optimal, 1 diantara 5 kasus onikomikosis ternyata tidak memberi respons baik. Penyebab kegagalan diduga adalah diagnosis tidak akurat, salah identifikasi penyebab, adanya penyakit kedua, misalnya psoriasis. Pada beberapa kasus, karakteristik kuku tertentu, yakni pertumbuhan lambat serta sangat tebal juga merupakan penyulit, selain faktor predisposisi terutama keadaan imunokopromais (Putra, 2008).


(52)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran dermatofita dan nondermatofita pada kuku jari tangan penjual minuman dan buah buahan yang berjualan di lingkungan kampus Universitas Sumatra Utara,Medan dan berikut adalah kerangka konsepnya:

Gambar 3.1.: Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Definisi Operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan masing-masing variabel penelitian. Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

kuku jari tangan penjual minuman dan buah

buahan

Dermatofita Nondermatofita


(53)

Dermatofita adalah sekelompok jamur yang terdiri daripada 3 genus utama yaitu Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum yang akan mengakibatkan gangguan pada penampilan kuku. Peneliti akan mengambil sample kuku jari tangan dari penjual minuman dan buah-buahan dan dihantar ke Labotorium Mikrobiologi FK USU untuk melakukan pemeriksaan mikroskopis dengan kalium hidroksida (KOH) 20% untuk mengenal bentuk hifa suatu jamur dan kultur dilakukan untuk mengidentitaskan jenis jamur pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA). Media diinkubasikan pada suhu 24- 28 derajat celcius. Hasil ukur yang didapatkan nantinya adalah Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum. Skala ukur yang didapatkan nantinya adalah skala nominal.

3.2.2. Nondermatofita

Infeksi jamur nondermatofita mencakup semua jenis jamur yang menyerang jaringan zat tanduk dan tidak disebabkan oleh golongan dermatofita seperti kandida (yeast) dan moulds seperti Scopulariopsis brevicaulis, Scytalidium dimidiatum, Hendersonula toruloidea, Aspergillus species, Scytalidium hyalinum, Fusarium sp yang mengakibatkan gangguan pada penampilan kuku. Peneliti akan mengambil sample kuku jari tangan dari penjual minuman dan buah-buahan dengan memotong kuku jari tangan dengan gunting kuku dan dihantar ke Labotorium Mikrobiologi FK USU untuk melakukan pemeriksaan mikroskopis dengan kalium hidroksida (KOH) 20% mengenal bentuk sporanya dan kultur dilakukan untuk mengidentitaskan jenis jamur pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Media diinkubasikan pada suhu 24- 28oC. Hasil ukur yang didapatkan nantinya adalah jamur golongan yeast dan moulds. Skala ukur yang didapatkan nantinya adalah skala nominal.

3.2.3. Penjual Minuman yang Berjualan Di Lingkungan Kampus USU

Penelitian dilakukan terhadap penjual minuman terdiri daripada penjual es durian, air kelapa, air tebu dan sup buah yang berjualan di lingkungan kampus USU yaitu mulai dari jalan dr. Mansyur dengan batasan jalan dari pintu gerbang utama 1 USU


(54)

hingga pintu gerbang utama 4 USU kemudian ke jalan Tri Dharma dan Jalan dr. A Sofyan dan Jalan Universitas yang bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 6 sore.

3.2.4. Penjual Buah-Buahan yang Berjualan Di Lingkungan Kampus USU Penelitian ini dilakukan pada penjual buah-buahan yang dipotong atau

dikupas yang berjualan di lingkungan kampus USU yaitu jalan dr. Mansyur dengan keterbatasan jalan dari pintu gerbang utama 1 USU hingga pintu gerbang utama 4 USU kemudian ke Jalan Tri. Dharma dan Jalan dr. A Sofyan dan Jalan Universitas yang bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 6 sore.

3.2.5. Kuku Jari Tangan yang akan Dijadikan Sample Penelitian

Kuku jari tangan yang akan dijadikan sample dalam penelitian ini adalah kuku penjual minuman dan buah-buahan yang berjualan di lingkungan Kampus USU memiliki kelainan pada kondisi kuku seperti bentuk struktur kuku yang abnormal, dan warna struktur kuku jari tangan yangabnormal.


(55)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, cross-sectional study, dimana data yang akan dikumpulkan bertujuan untuk mengetahui gambaran dermatofita dan nondermatofita pada kuku jari tangan penjual buah-buahan dan minuman yang berjualan di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, Medan tentang pertumbuhan jamur dermatofita dan nondermatofita.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dari bulan Oktober sampai November 2014.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, Medan, mulai dari Jln. dr. Mansyur dengan batasan jalan dari pintu gerbang utama 1 USU hingga pintu gerbang utama 4 USU kemudian ke Jln. Tri Dharma dan Jln. dr. A Sofyan dan Jln. Universitas yang bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 6 sore.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi


(56)

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penjual buah-buahan dan minuman yang berjualan di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, Medan.

4.3.2. Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling, di mana pengambilan sampel dengan cara semua jumlah populasi menjadi sampel dalam penelitian ini.

1.

Kriteria inklusi adalah sebagai berikut:

a)

Sampel harus bersedia menjadi responden dalam penelitian.

b)

Sampel harus menjual buah-buahan atau minuman disekitar

lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan dan bekerja lebih dari

6 bulan.

2.

Kriteria Eksklusi pada penelitian ini:

a)

Respondan tidak berkoperatif untuk memberi sampel bagi eksperimen

ini.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dari penelitian ini berupa data primer, dimana peneliti akan mengambil sampel kuku dari penjual minuman dan buah-buahan yang memenuhi kriteria inklusi. Setelah itu, seluruh sampel akan dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk diperiksa.

4.5. Teknik Pengumpulan Data 4.5.1. Peralatan dan Bahan


(57)

b)

Gunting kuku

c)

Alcohol swap

d)

Larutan KOH 20%

e)

Gelas objek dan gelas penutup

f)

Cawan petri

g)

Larutan pewarna

Lactophenol Cotton Blue

h)

Centrifuge

i)

Spidol

j)

Mettler taledo

k)

Kertas karbon

l)

Lugol

m)

Incubating Cabinet

n)

Sengkelit

o)

Stopwatch

p)

Kertas saring

2.

Reagensia yang diperlukan:

a)

Antibiotika ( Chlorampenicol 0.05g + Cycloheximide 0.4g)

b)

Potato dextrose agar

c)

Corn meal

d)

Gentian Violet

e)

Aseton alcohol

f)

Fuchsin air

g)

Emulsion oil

h)

Air kran

i)

Air aquabidest

4.5.2. Cara Pengambilan Sample

1.

Persiapkan segala sesuatu untuk pengambilan sampel seperti

keperluan alat tulis, catatan pada formulir pemeriksaan tentang lokasi

pengambilan sampel dan tanggal pengambilan.


(58)

2.

Membeli atau pesan buah-buahan dan minuman dari penjual yang

berjualan di sekitar lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara,

Medan.

3.

Kemudian berinteraksi secara wawancara dengan penjual dan

mengambil sample kuku jari tangan dengan memotong / kerokan /

fragmen dikumpulkan dalam amplop hitam kuku dan diberi tanda dan

tanggal pengambilan sample.

4.

Kuku terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol, untuk membunuh

bakteri sebelum sample kuku dipotong.

5.

Sampel kuku yang sudah diberi tanda dibawa ke Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.5.3

Cara Pelaksanaan Pemeriksaan

1. Mikroskopi langsung dengan kalium hidroksida (KOH) 20%

a.

Cara menyediakan KOH 20% adalah 20g KOH diukur dengan

Mettler Taledo.

b.

Masukkan 20g KOH tersebut dalam 100cc aquabidest dan

didinginkan selama 50 menit hingga 1 jam.

c.

Sebelum diperiksa dibawah mikroskop, spesimen dilunakkan dan

dijernihkan dalam larutan KOH 20%.

d.

Dimetil sulfoksida (DMSO) 40% juga dapat dipakai untuk

melunakkan kuku.

e.

Larutan KOH 20% diteteskan pada objek glass, kemudian

spesimen diletakkan diatasnya.

f.

Setelah ditutup dengan deck objek penutup, dilewatkan diatas api

Bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin sekaligus

menghilangkan gelembung udara pada objek glass

g.

Lalu diamati dibawah mikroskop maka akan terlihat

elemen-elemen jamur seperti hifa dan spora

h.

Gambaran jamur dapat diperjelas menggunakan tinta parker biru,


(59)

i.

Spesimen diperiksa untuk identifikasi elemen-elemen jamur, yakni

hifa atau arthospora jamur

2. Kultur

a.

Spesimen yang dikumpulkan dicawan petri diambil dengan

sengkelit yang telah disterilkan diatas api Bunsen.

b.

Kemudian bahan kuku ditanam pada media terdiri dari media PDA

(

Potato Dextrose Agar

) yang mengandung antibiotik.

c.

Specimen diinokulasikan ke media dalam keadaan steril, lalu

diinkubasi pada suhu 24°- 28°C selama 4-6 minggu.

d.

Koloni dermatofita akan tampak setelah 2 minggu, sedangkan non

dermatofita terlihat dalam seminggu, hasil negatif jika tidak

tampak pertumbuhan setelah 3-6 minggu.

3.

Pemeriksaan Mikroskopis setelah Kultur (Kandida)

a.

Menyediakan objek gelas pada permukaan rata.

b.

Teteskan setetes air pada objek gelas tersebut.

c.

Mengambil keruhan Kandida dari kultur dengan sengkelit.

d.

Meratakan spesimen secara sirkular dan diberi kode.

e.

Melakukan pengeringan dengan cara fiksasi.

f.

Melarutkan spesimen dalam gentian violet selama 3 menit.

g.

Cuci spesimen dengan air yang mengalir.

h.

Melarutkan spesimen dalam solusi lugor selama 1 menit.

i.

Cuci spesimen dengan air yang mengalir.

j.

Melarutkan spesimen dalam aseton alkohol selama 30 detik.

k.

Cuci spesimen dengan air yang mengalir.

l.

Melarutkan spesimen dalam

fuchsin air

selama 30 detik.

m.

Cuci spesimen dengan air yang mengalir.

n.

Lakukan pengeringan dengan menggunakan kertas saring.

o.

Menggunakan emulsion oil sebelum dibaca di mikroskopis dengan

pembesaran 10 x 100.


(60)

a.

Menyediakan objek gelas pada permukaan rata.

b.

Menyediakan agar

Corn Meal

.

c.

Kandida pada kultur ditanam pada agar

Corn Meal

dan diberi kode.

d.

Objek gelas disimpan dalam bekas yang berisi kapas.

e.

Bekas ditinggalkan

Incubating Cabinet

dan dilapsi dengan kertas

carbon.

f.

Dibiarkan selama 3 hari di

Incubating Cabinet

(3 x 24 jam).

4.6. Etika Penelitian

Untuk menghindari terjadinya tindakan tidak etis dalam penelitian, maka akan dilakukan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1.

Informed Consent

, yakni dilakukan dengan menberikan lembar

persetujuan penelitian kepada responden untuk ditandatangani sebelum

berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.

2.

Anonimity

, yaitu hanya mencantumkan kode responden tanpa menuliskan

nama responden dalam penelitian.

3.

Confidentiality

, yaitu tidak akan menginformasikan data dan hasil

penelitian berdasarkan data individual, namun data akan dilaporkan

berdasarkan kelompok.

Etika Penelitian ini disampaikan kepada Komisi Etika Penelitian Bidang Kesehatan FK USU.

4.7. Teknik Analisa Data

Hasil data yang telah didapat akan ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif menggunakan software SPSS atau secara manual.


(61)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Proses pengambilan data untuk penelitian ini dimulai dari tanggal 2 Oktober 2014 dengan mengumpulkan sebanyak 30 sampel kuku jari tangan pada penjual buah-buahan dan minuman di lingkungan kampus Universitas Sumatra Utara, Medan. Setelah itu, semua sampel dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) untuk dianalisis untuk mengetahui gambaran dermatofita dan nondermatofita dengan menggunakan kalium hidroksida 20% dan media perbenihan agar Potato Dextrosa Agar (PDA) + Antibiotika.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel kuku jari tangan dilakukan pada penjual buah-buahan dan minuman yang berjualan dilingkungan kampus USU, mulai dari Jln. dr. Mansyur dengan batasan jalan dari pintu gerbang utama 1 USU hingga pintu gerbang utama 4 USU kemudian ke Jln. Tri Dharma dan Jln. dr. A Sofyan dan Jln. Universitas yang bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 6 sore.

Setelah sampel diambil, langsung dibawa untuk diperiksa di Labroratorium Mikrobiologi FK USU yang terletak di area FK USU, Jln. Universitas No.1 Medan. Laboratorium Mikrobiologi FK USU memiliki peralatan yang steril dan bahan untuk penelitian yang lengkap serta memadai seperti Potato Dextrosa Agar + Antibiotika, Mikroskop Cahaya, Larutan pewarna Lactophenol Cotton Blue, Centrifuge, Incubating Cabinet, Mettler Taledo.


(62)

5.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 5.1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n (orang) %

Laki 14 47

Perempuan 16 53

Total 30 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa jumlah sampel laki-laki adalah 14 orang (47%) dan sampel perempuan adalah 16 orang (53%).

Tabel 5.2. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

UMUR n (orang) %

18-25 5 16,7

26-33 7 23,3

34-41 11 36,7

42-49 5 16,7

50-57 0 0,0

58- 65 2 6,7

Total 30 100,0

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa jumlah sampel terbanyak menurut umur adalah 34-41 tahun berjumlah sebanyak 11 orang (36,7%). Kedua tertinggi adalah sampel yang berumur 26-33 tahun sebanyak 7 orang (23,3%). Seterusnya adalah sampel yang berumur 18-25 tahun dan 42- 49 tahun berjumlah 5 orang (16,7%). Jumlah sampel yang rendah adalah sampel yang berumur 58- 65 tahun (6,7%). Umur sampel yang


(63)

Tabel 5.3. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan

Hasil n (orang) %

Sekolah Dasar 1 3,3

Sekolah Menengah Pertama 7 23,3

Sekolah Menengah Atas 22 73,3

Perguruan Tinggi 0 0

Total 30 100,0

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa jumlah orang paling banyak berdasarkan pendidikan adalah SMA sebanyak 22 orang (73,3%) dan diikuti SMP sebanyak 7 orang (23,3%). SD sebanyak 1 orang (6,7%). Jumlah orang yang paling sedikit berdasarkan pendidikan adalah SD sebanyak 1 orang (3,3%).

Tabel 5.4. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Bekerja

Lama Bekerja (Tahun) n %

< 1 0 0,0

1 – 5 20 66,7

6- 10 5 16,7

11- 15 2 6,7

16- 20 1 3,3


(64)

26- 30 0 0,0

31- 35 1 3,3

Total 30 100,0

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa jumlah sampel paling banyak berdasarkan lama bekerja adalah 1-5 tahun sebanyak 20 orang (66,7%), diikuti 6- 10 tahun sebanyak 5 orang (16,7%) dan 11-15 tahun sebanyak 2 orang (6,7%). Jumlah sampel yang paling sedikit berdasarkan lama bekerja adalah 16-20 tahun, 21-25 tahun dan 31- 35 tahun sebanyak 1 orang (3,3%)

5.1.3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Sampel Kuku Jari Tangan 5.1.3.1. Hasil Pemeriksaan kalium hidroksida (KOH) 20%

Tabel 5.5. Distribusi Hasil Pemeriksaan KOH 20%

Hasil n %

Hifa (+) 5 16,7

Spora (+) 18 60,0

Hifa dan Spora (+) 4 13,3

Tidak dijumpai Hifa danSpora (-) 3 10,0

Total 30 100,0

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa 27 sampel kuku jari tangan penjual buah-buahan dan minuman yang memiliki hasil positif dan 3 sampel hasil negatif melalui pemeriksaan kalium hidroksida (KOH) 20%. Selain itu dapat dijumpai hifa pada 5 sampel (16,7%), spora pada 18 sampel (60.0%), dan hifa dan spora pada 4 sampel (13,3%).


(65)

Gambar 5.1. Menunjukan 30 Sampel Kuku Jari Tangan Dalam KOH 20%

Gambar 5.2. Menunjukan Gambaran Hifa dan Spora Mengindikasi Suatu Jamur

5.1.3.2. Hasil Kultur

Peneliti menggunakan media perbenihan Potato Dextrose Agar (PDA) + antibiotika (Chlorampenicol 0.05g + Cycloheximide 0.4g) untuk menanam sampel kuku jari penjual buah-buahan dan minuman yang sebanyak 30 sampel.


(66)

Tabel 5.6. Distribusi Hasil Kultur Pertumbuhan Jamur dan Tidak Ada Pertumbuhan Jamur

Hasil Kultur n %

Pertumbuhan Jamur 28 93,7

Tidak Ada Pertumbuhan Jamur 2 6,7

Total 30 100,0

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa pertumbuhan jamur pada hasil kultur sebanyak 28 sampel (93,7%) dan tidak ada pertumbuhan jamur sebanyak 2 sampel (6,7%).

Tabel 5.7. Distribusi Hasil Kultur Golongan Dermatofita

Spesies n %

T. rubrum 3 50,0

T. mentagrophytes 1 16,7

T. violaceum 1 16,7

T. schoenleini 1 16,7

Total 6 100,0

Berdasarkan Tabel 5.7. ditemukan bahwa jamur dermatofita paling banyak adalah T.rubrum sebanyak 3 sampel (50,0%) diikuti dengan T.mentagrophytes, T.violaceum dan T.schoenleini sebanyak 1 sampel (16,7%).

Tabel 5.8. Distribusi Hasil Kultur Golongan Nondermatofita


(67)

Candida albicans 5 22,7

Candida parasilopsis 3 13,6

Aspergillus flavus 5 22,7

Aspergillus niger 5 22,7

Cladosporium herbarum 2 9.1

Paecilomyces lilacinus 2 9,1

Total 22 100,0

Berdasarkan Tabel 5.8. ditemukan bahwa jamur nondermatofita paling banyak dijumpai adalah Candida albicans, Aspergillus flavus dan Aspergillus niger sebanyak 5 sampel (22,7%). Seterusnya adalah Candida parasilopsis sebanyak 3 sampel (13,6%). Jamur nondermatofita paling sedikit dijumpai adalah Clasdosporium herbarum dan Paecilomyces lilacinus sebanyak 2 sampel (9,1%). Satu hasil yang menunjukan negatif pada pemeriksaan KOH 20% dan dijumpai adanya pertumbuhan jamur golongan nondermatofita spesies Aspergillus niger

Gambar 5.3. Menunjukkan Sample Kuku Jari Dalam Media Pembenihan PDA + Antibiotika


(68)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini didapatkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 14 orang (46,7%) dan perempuan sebanyak 16 orang (53,3%), sehingga didapatkan rasio laki-laki: perempuan pada penelitian ini adalah 0,9 : 1. Hasil ini sejalan dengan penelitian Premlatha (2013), dimana tercatat adanya dominan perempuan mikosis superfisialis dengan rasio laki-laki: perempuan 0,8 : 1. Menurut penelitian Abidin (2008) menyatakan bahwa dermatofitosis superfisialis lebih banyak ditemukan pada kelompok jenis perempuan dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 275 kasus (50,27%). Sedangkan untuk kelompok jenis kelamin laki-laki sebanyak 272 kasus (49,73%). Perbandingan kasus antara laki- laki dan perempuan sekitar 0.99: 1.

Pada penelitian ini didapatkan orang yang menjadi sampel berusia dari 18 tahun hingga 60 tahun. Mayoritas sampel berada dalam kelompok usia 34-41 tahun (36,7%). Dalam penelitian Premlatha (2013), usia pasiennya bervariasi dari 7-80 tahun. Mayoritas pasien berada dalam kelompok usia 31-45 tahun. Hasil penelitian ini dan penelitian Premlatha (2013) bertentangan dengan penelitian Abidin (2008) yang menggambarkan prevalensi tertinggi kelompok usia dengan dermatofitosis superfisialis berada pada kelompok usia 46-50 tahun, yaitu sebanyak 63 kasus (11,53%).

Pada penelitian ini, penjual minuman dan buah-buahan dianggap kurang mempunyai tingkat pengetahuan tentang faktor predisposisi yang menyebabkan tumbuh jamur karena tingkat pengetahuannya masih rendah yaitu jumlah orang paling banyak berdasarkan pendidikan adalah SMA sebanyak 22 orang (73,3%). Jumlah orang yang paling sedikit berdasarkan pendidikan adalah SD sebanyak 1 orang (3,3%). Menurut

Notoatmodjo (2005) dalam makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah

menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pengetahuan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang diperkenalkan. Pendidikan menurut manusia untuk berbuat mengisi


(69)

mendapat informasi, misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

Pada penelitian ini, penjual minuman dan buah- buahan dianggap lebih cenderung untuk pengembangan onikomikosis atau perubahan pada kondisi kuku karena pekerjaan basah dan lembab. Menurut Premlatha (2013), ibu rumah tangga dan petani yang cenderung untuk mengalami kejadian onikomikosis pada kuku. Insiden yang paling tinggi pada perubahan kondisi kuku ditemukan di ibu rumah tangga dan petani karena pekerjaan yang juga basah dan lembab.

5.2.2. Taxonomy Jamur Dermatofita

Dalam penelitian ini, jamur golongan dermatofita yang dijumpai adalah jamur golongan Trichophyton. Klasifikasi jamur Trichophyton adalah dari Fungi (kerajaan), Ascomycota (divisi), Ascomycetes (kelas), Onygenales (ordo), Arythrodermataceae (famili) dan Trichophyton (genus). Terdapat beberapa spesies yang dijumpai pada hasil dalam penelitian ini seperti T. schoenleinii, T. rubrum, T. mentagrophytes dan T. violaceum.

Hasil penelitian ini dijumpai golongan jamur dermatofita yang terbanyak adalah T. rubrum sebanyak 3 sampel (50,0%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Kurniati (2008) dimana spesies terbanyak yang menjadi penyebab dermatofitosis di Indonesia adalah T. rubrum, berdasarkan penelitian di RS Dr. Cipto Mangun Kusumo Jakarta tahun 1980. Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2006- 2007 di Surabaya dijumpai spesies terbanyak yang berhasil dikultur adalah M. audiouinii (14,6%), T. rubrum (12,2%) dan T. Mentagrophytes (7,3%).

Menurut Kannan dkk (2006) kultur isolasi berdasarkan lokasi yang terganggu untuk dermatofitosis sebanyak 80 sampel dijumpai yang paling sering di kulit (24 sampel) dan kulit rambut (25 sampel). Isolasi dermatofita pada lokasi yang terlibat untuk T.rubrum adalah 17 sampel pada kulit tubuh, T.violaceum sebanyak 20 sampel pada kulit rambut dan T.mentagrophytes sebanyak 4 sampel


(70)

di kulit tubuh.

Menurut Adiguna MS (2004) dalam penelitian Abidin (2008) menyatakan bahwa jenis organisme penyebab dermatomikosis yang berhasil dibiakkan pada beberapa rumah sakit pendidikan di Indonesia yakni: T. rubrum, T. mentagrophytes, M. canis, M.gypseum, T. tonsurans, E. floccosum, Candida albicans, Candida Parapsilosis, C. guilliermondii, Penicillium dan Scopulariopsis. Menurut Rippon tahun 1974 ada 37 spesies dermatofita yang menyebabkan penyakit di dunia.

5.2.3. Taxonomy Jamur Nondermatofita

Dalam penelitian ini, jamur golongan nondermatofita yang dijumpai adalah jamur golongan Candida sp. Klasifikasi Candida adalah d (kerajaan),

Ascomycota (divisi), (kelas), (ordo),

Candida (genus). Candida spesies yang dijumpai dalam penelitian ini adalah C. albicans dan C. parapsilosis. Selanjutnya. jamur golongan nondermatofita yang terbanyak dijumpai adalah jamur golongan Aspergillus. Klasifikasi Aspergillus sp. adalah dari (kerajaan), Ascomycota (divisi), Ascomycetes (kelas), Eurotiales (ordo), Trichocomaceae (famili) dan Aspergillus (genus). Jamur golongan Aspergillus species yang dijumpai dalam penelitian ini adalah seperti A.flavus dan A.niger.

Selain itu, ditemukan juga 2 spesies jamur lain, yaitu Paecilomyces lilacinus dan Cladosporium herbarum. Klasifikasi spesies Paecilomyces lilacinus adalah dari (kerajaan), Ascomycota (divisi), Euascomycetes (kelas), Eurotiales (ordo), Paecilomyces (genus). Selamjutnya, Spesies Cladosporium herbarum dari (kerajaan), Ascomycota (divisi), (kelas),

Cladosporium (genus) dijumpai dalam

penelitian ini yang terdiri jamur golongan jamur nondermatofita.

Hasil penelitian ini dijumpai golongan jamur nondermatofita genus candida yang terbanyak adalah C.albican sebanyak 5 sampel (22.7%) dan diikuti dengan C. parapsilosis


(1)

Nondermatofita

A. Kultur Trichophyton vialoceum B. Mikroskopis Trichophyton vialoceum


(2)

C. Mikroskopis Candida albicans D. Mikroskopis Candida parapsilosis


(3)

A. Kultur Paecilomyces B. Mikroskopis Paecilomyces


(4)

(5)

(6)