PENGUATAN KELEMBAGAAN DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI

(1)

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia, karena dilihat dari manfaatnya sebagai paru-paru dunia, pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah. Selain itu, hutan dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, PERPU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 41 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penetapan PERPU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 41 tentang Kehutanan Menjadi Undang–Undang, Undang–Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentangPencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Indonesia memiliki hamparan hutan yang luas. Dengan luas hutan Indonesia sebesar 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia (data


(2)

2

Buku Statistik Kehutanan Indonesia Kemenhut 2011 yang dipublikasi pada bulan Juli 2012), hutan Indonesia menjadi salah satu paru-paru dunia yang sangat penting peranannya bagi kehidupan isi bumi. Selain dari luasan, hutan Indonesia juga menyimpan kekayaan alam hayati. Berbagai flora dan fauna endemik hadir di hutan Indonesia menjadi kekayaan Indonesia dan dunia. Oleh karena memiliki wilayah hutan yang luas, maka Indonesia didapuk menjadi jantung dunia melalui salah satu program World Wildlife Fund (WWF) yaitu Heart of Borneo Initiatives.

Namun hijaunya alam Indonesia kian hari kian menyusut akibat pemanfaatan hutan tak terkendali. Laju deforestasi hutan Indonesia mencapai 610.375,92 Ha per tahun (2011) dan tercatat sebagai tiga terbesar di dunia. Hutan yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian kini telah mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup mencenangkan bagi dunia Internasional, faktanya Indonesia mendapatkan rekor dunia guiness yang dirilis oleh Greenpeace sebagai negara yang mempunyai tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia, Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah musnah dengan 1.8 juta hektar hutan dirusakan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005, sebuah tingkat kerusakan hutan sebesar 2% setiap tahunnya. Faktor terbesar penyebab deforestasi di Indonesia


(3)

3

adalalah kerusakan akibat kebakaran hutan yang terjadi disetiap tahun. (Mujab, 2015).

Peristiwa bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia belum dapat secara optimalkan dikandalikan. Setiap tahun bencana asap akibat dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mengalami peningkatan, di tahun 1982-1983 kebakaran hutan telah menghancurkan 3,7 Juta hektar dan Pada tahun 1997–1998, kebakaran hutan dan lahanyang ditaksir kebakaran hutan paling besar telah merusak 5 juta hektar (Hidayat Herman, 124-2008), kondisi juga yang terjadi di tahun 2015 mengalami kebakaran paling besar berdampak kabut asap pada enam negara secara langsung Malaysia, Singapore, Soutthren Thailand, Vietnam, Combodia dan Philipines (Purnomo, 2015)

Besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan tersebut telah mendapat perhatian yang sangat serius baik di dalam maupun di luar negeri khususnya oleh beberapa negara anggota ASEAN dan beberapa negara yang juga konsen dengan permasalahan lingkungan hidup seperti Australia, Amerika, Kanada dan Jepang telah ikut berpartisipasi membantu Indonesia dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan berupa bantuan finansial, peralatan dan teknologi maupun peningkatan sumber daya manusia (Tubule, 2014)


(4)

4

Beragam cara upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan meskipun peraturan pemerintah melarang penggunaan apiuntuk membuka lahan (misalnya, Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. 152/Kpts/DJVI/1997, Keputusan Menteri Kehutanan No. 107/KptsII/1999, Keputusan Pemerintah No. 4/2001 tentang Pengendalian Degradasi Lingkungan dan/atau Pencemaran terkait dengan Hutan atau Kebakaran Hutan.

Meski upaya Pemerintah telah membentuk Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Pusdalkarhutla) dan Satuan Pelaksana Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan(Satlakdalkarhutla) maupun tim koordinasi nasionalpengendalian kebakaran hutan dan lahan dan sekarang menjadi Badan Nasional Pengendalian (BNPB) Badan Penanggulangan Daerah (BPBD). Namun sulit sekali dilaksanakan. Sekalipun disadari kebakaran hutan selalu berulang, namun tingkat kewaspadaan aparat khususnya di daerah, terkesan sangat kurang. Pemerintah baru bergegas melakukan tindakan bahkan terlihat panik bila kebakaran sudah mulai terjadi, kemudian menurun apabila kebakaran sudah dapat di atasi. Semestinya, kewaspadaan tetap tinggi setidaknya mengikuti indikator titikapi dari hasil pemantauan satelit.

Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi hampir setiap tahun terjadi, wilayah yang kebakran biasanya terjadi pada musim kemarau, di


(5)

5

Provinsi Jambi lahan yang paling luas terbakar adalah lahan gambut, mayoritas terjadi pada areal konsensi perusahaan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri yang berproduksi di atas lahan gambut. Walhi Jambi sendiri memastikan 80% titik api berada sebaran titik api berada di izin HTI dan sawit (http//:www.walhi-jambi.com.2016).

Kebakaran hutan dan lahan menimbulkan dampak terutama lingkungan dan ekonomi nasional. Kebakaran hutan seolah menjadi berlarut-larut kasus rutin yang terjadi setiap tahun dengan waktu dan tempat yang relatif sama. Sebagaimana data menunjukan tabel 1.1 luas areal hutan yang terbakar di Provinsi Jambi priode tahun 2011-2015.

Tabel 1.1

Luas Hutan dan Lahan Terbakar Provinsi Jambi 2011-2015

Nomor Tahun Luas /Hektar

1 2011 89,00

2 2012 11,22

3 2013 199,10

4 2014 3.470,61

5

2015 19.528,00

*) sumber : sipongi.menlhk.go.id, 2016

Kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan bencana asap tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan data BNPB (2013) kebakaran disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu kebakaran didukung


(6)

6

oleh pemanasan global, kemarau ekstrim yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim yang memberikan kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutandan aktivitas manusia dalam pengelolaan lahan. Persentase yang berasal dari kegiatan manusia sebanyak 99%, baik disengaja maupun karena unsur kelalaian. Kebakaran lahan yang terjadi akibat pengaruh iklim hanya terjadi sebagian kecil (Qodriyatun, 2014).

Motif kebakaran lahan yang disebabkan aktivitas manusia tersebut atas pertimbangan aspek ekonomi, budaya dan sosial. Aspek ekonomi yakni alasan yang dikemukakan bahwa pembukaan lahan dengan membakar maupun merupakan cara yang paling mudah, murah serta lebih efektif . Aspek budaya, dulu kebiasaan masyarakat Jambi juga membuka lahan dengan cara membakar, akan tetapi api tidak sampai merambat, karena Gambut masih relatif basah dan tentunya pada saat pembakaran juga dijaga dan pola yang dipakai masyarakat pada saat melakukan pembakaran juga berbeda, hanya kayu dan dahan yang kering sajalah yang dibakar. Aspek sosial, kepedulian masyarakat setempat tergolong rendah, karena mereka menaganggap bahwa jika terjadi kebakaran dan merambat ke lahan mereka maka lahan akan menjadi luas tidak perlu mereka membuka lahan sendiri. Informasi laporan yang didapat dari masyarakat kepada pemerintah rendah (Asnawi, 2016). Akibat dari kebakaran hutan dan lahan tersebut yang menyebabkan kabut asap berdampak luas tehadap


(7)

7

ekologi, sosial, ekonomi masyarakat baik di Indonesia maupun di Negara tetangga, Malaysia dan Singapura.

Meski pemerintah Provinsi dan Kabupaten sudah melakukan persiapan melalui rapat kordinasi pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang telah menghasilkan kesepakatan bersama bersama jajaran Forkompida peruasahaan kehutanan dan perkebunan, serta masyarakat di masing-masing Kabupaten/Kota dan juga sudah membentuk Posko Satgas pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang melibatkan semua unsur Pemerintah,TNI/Polri, Alim Ulam Masyarakat, masyarakat Peduli Api (MPA) dan Dunia Usaha Perkebunan dan perkebunan. dalam pengendalian kebakaran lengkap dengan struktur tugas dan tanggung jawab masing-masing yang di Komandani oleh Dan Satgas Danrem 042 GAFU, yang bertempat di Bandara Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi. Namun Kebakaran hutan dan lahan di Jambi menjadi masalah setiap tahun.


(8)

8

Gambar 1.1

Jumlah Titik Api di Provinsi Jambi Th 2010-2015

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2016

Berdasarkan pantawan Satelit National Oceanic Atsmospheric Administration NOAA 18 sebaran titikapi tersebut berada di areal masyarakat, areal hutan tanaman industri (HTI), areal perkebunan kelapa sawit, hutan lindung dan lahan gambut. Alih fungsi hutan danpembukaan hutan dengan cara ini lebih murah dibandingkan dengan cara tidak merusak lingkungan. Selain itu, kebakarandidukung oleh pemanasan global, kemarau ekstrim yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim yang memberikan kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan.

572

1433

2410

1151 1152

1654

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah Titik Api di Provinsi Jambi


(9)

9

Tabel 1.2

Penegakan Hukum Kasus Kebakaran Tahun 2015

No Satker Lp Areal

Terbakar

Jml Tsk Org Korp

1 2 3 4 5 6

1 Polda Jambi 7 7.202 Ha 16 4

2 Polres Tebo 6 44,5 Ha 4 1

3 Polres Tanjung Jabung Timur 3 31 Ha 2 1 4 Polres Muar0. Jambi 5 277,4 Ha 1 - 5 Polres Tanjung Jabung Barat 1 3 Ha 3 -

6 Polres Batang.Hari 3 5 Ha 1 -

7 Polres Bungo 1 25 Ha - -

8 Polres Sarolangun 1 1000 Ha - -

TOTAL 27 8.587,9 Ha 27 6

Sumber: BPBD Provinsi Jambi, 2016

Data di atas menunjukan bahawa kasus kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi sudah pada status tersangka yang dikeluarkan oleh Polda Jambi dan Kapolres di beberapa Kabupaten Provinsi Jambi, adapun kasus yang tersangka terhadap pembakaran hutan dan lahan tersebut yakni perorangan maupun Korporasi, kasus tersangka pembakaran yang dikeluarkan oleh Polda dan Polres pada tahun 2015.

Entah memang tidak menguasai di lapangan atau memang ada indikasi melindung kepentingan bisnis yang mencengkram pesisir pantai timur Sumatra, isu pokok terhadap asap di Kamuflase dan menggiring publik untuk melihat persoalan asap akibat kebakaran dari sudut yang lain dan perdebatan publik kemudian digiring menjadi polimik tuduhun terhadap masyarakat yang membakar dan pesan disampaikan ber


(10)

ulang-10

ulang, baik dari level tertinggi Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan hingga petinggi Negeri Jambi (www.walhi-jambi.com, 2016).

Sebaiknya satgas kebakaran hutan dan lahan dijadikan pengalaman kebakaran yang telah lalu untuk dijadikan bahan evaluasi. Walhi Jambi mengatakan untuk mengatasi hal itu harus memiliki skenario baru untuk perubahan, ada dua poin yang harus diperbaiki untuk mencegah tidak terjadi seperti tahun lalu, yakni memperbaiki penegakan hukum lintas sektor termasuk keseriusan dalam penegakan hukum. Hal ini agar pelaku jera. Selanjutnya adalah melibatkan masyarakat, dengan memberikan tanggung jawab kepada mereka dan memberikan pelatihan-pelatihan, sehingga masyarakat memiliki rasa tanggung jawab dan kewajiban. satu dari poin tersebut dapat dijalankan, kemungkinan hal serupa dapat di antisipasi (www.walhi-jambi.com, 2016)

Upaya antisipasi kebakaran hutan dan lahan tersebut berharap kebakaran bisa diminimalisir, namun kebakaran hutan dan lahan terus terjadi khusunya di Kabupaten Muaro Jambi. Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu Kabupaten dimana terdapat Taman Nasional Berbak, sebuah kawasan yang dilindungi sebagai Situs dari Konvensi Ramsar dan habitat unggas air yang diakui secara internasional. Lahan gambut yang terdapat di kawasan taman nasional sekitar 110.000 hektar, sedangkan yang terdapat di kawasan Taman Hutan Raya atau Tahura


(11)

11

seluas 60.000 hektar . Penggunaan lahan di Kabupaten ini didominasi oleh lahan pertanian kering (293.256 hektar) diikuti oleh perkebunan kelapa sawit (87.992 hektar) dan lahan pertanian sawah (17.000 hektar). Pertanian dan pertambangan (sebagian besar pertambangan minyak bumi) merupakan sektor ekonomi utama dan masing-masing memberikan kontribusi sebesar 30 % dan 26 % dari produk ekonomi regional bruto (BPS, 2012).

Perkebunan kelapa sawit merupakan penyumbang terbesar PDRB dari sektor pertanian. Perkebunan kelapa sawit pendapatan yang tinggi dari kelapa sawit dan hasil pertanian lainnya menimbulkan tekanan pada hutan di Muaro Jambi. Perkembangan kelapa sawit di Kabupaten Muaro Jambi sangat seginifikan hal ini yang terlihat dari badan statistik dari hanya 6000 hektar pada tahun 2000 meningkat 160000 hektar di tahun 2014 sehingga dapat disimpulkan tutupan lahan tersebut telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit (BPS, 2015)

Perubahan tutupan lahan Muaro Jambi berperan penting dalam tingkat emisi gas-gas rumah kaca, terutama karbondioksida dan metana. Hutan gambut menyimpan karbon dalam jumlah yang sangat besar. Secara historis hutan-hutan ini menutupi lebih dari 40% luas kabupaten. Hutan telah mengalami peningkatan laju deforestasi dari kebakaran hutan


(12)

12

diperburuk oleh penebangan liar dan pembukaan lahan untuk dijadikan lahan pertanian (Chen et al. 2008).

Melihat kondisi tersebut, kesiapan pencegahan dan pengendalian kebakaran sebaiknya pemerintah dengan para pihak diarahkan untuk mengkaji penyebab terjadinya kebakaran. Banyaknya lahan gambut yang belum memenuhi aspek tehnis yang benar disampaing bertujuan fungsi mencegah kebakaran hutan dan lahan akan menimbulkan dampak lingkungan (http///www.kehutanan.org, 2016).

Bila kondisi ini dibiarkan maka akan mempengaruhi keberlanjutan ekosistem di Kabupaten Muaro Jambi. Tercapainya tujuan terhadap pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh pemerintah tidak terlepas dari penguatan kelemabagaan. Pendekatan efesiensi utama yang berlaku untuk mencapai tujuan organisasi adalah pendekatan kemampuan (Wiliamson, 1991) (dalam Kusumasari, 2014). Oleh karena itu penguatan kelembagaan sangat penting terhadap kegiatan pencegahaan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang telah dilakukan oleh pemerintah. Berdasarkan hal tesebut yang menarik dijadikan penelitian adalah apakah peristiwa kebakaran yang menjadi bencana rutin setiap tahun tersebut karena lemahnya penguatan kelembagaan terhadap pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Maka dari itu tujuan penelitian ini bagaimana penguatan


(13)

13

kelembagaan Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah ini adalah :

Bagaimanakah Penguatan Kelembagaan Dalam Pencegahan dan pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui bagaimanakah penguatan kelembagaan dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk meninjau dan menganalisis, bagaimanakah penguatan kelembagaan dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara akademis adalah untuk memperkaya dan menambah pengetahuan penulis tentang pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan, sehingga dengan penelitian ini sedapat mungkin berguna dan


(14)

14

sebagai tambahan wacana dan sebagai salah satu masukan bagi yang beminat untuk meneliti lebih jauh

2. Secara praktis, adalah sebagai sumber informasi atau bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait secara langsung guna penetapan kebijakan selanjutnya khususnya dalam upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.


(15)

15

BAB II TINJAUAN TEORI

II.1 Tinjauan Pustaka

Dalam setiap melakukan penelitian, kajian pustaka mempunyai fungsi membantu penentuan tujuan dan alat penelitian dengan memilih konsep-konsep yang tepat. Kajian pustaka digunakan sebagai kerangka dasar dalam melakukan analisis terhadap objek yang diteliti. Sehingga pada dasarnya, kajian pustaka mempunyai fungsi untuk menjelaskan hubungan yang akan dipergunakan untuk menjelaskan gejala dan permasalahan yang akan diteliti. Bagian ini memuat uraian secara sistematis tentang hasil penelitian terdahulu tentang persoalan yang akan dikaji dalam penelitian. Hasil-hasil penelitian terdahulu antara lain.


(16)

16

Tabel 11.1 Tinjauan Pustaka

Peneliti Judul Temuan Hasil Penelitian

Anih Sri dan Suryani 2012

Penanganan Asap Kabut Akibat Kebakaran Hutan

Di Wilayah

Perbatasan Indonesia.

(Handling Smoke Haze From Forest Fire At Border

Regions In

Indonesia)

Kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran huatn dan lahan di Indinesia berdampak pada Negara tetangga, akibat kabut asap tersebut akibat yang disebabkan kebakaran berdampak pada Sosial, ekonomi dan Ekologi, upaya pemerintah yang dilakukan untuk meminimilisir kebakaran hutan dan lahan masih tahap pada penanggulangan kebakaran, belum banyak menyentuh upaya kegiatan pencegahan, dengan demikian upaya preventif harus ditingkatkan, seperti upaya pelestarian lingkungan, penguatan hukum dan peran serta aktif pemerintah daerah

Budi Darmawan, Yusni Ikhwan Siregar, Sukendi dan Siti Zahrah, 2016 Pengelolaan Keberlanjutan Ekosistem Hutan Rawa Gambut Terhadap

Kebakaran Hutan Dan Lahan di Semenanjung Kampar, Sumatera.

(Sustainable Management Of Peat Swamp Forest Ecosystems Toward Forest And Land Fires In Kampar Peninsula,

Sumatera)

Tingkat dan status serta faktor-faktor kunci yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan rawa gambut terhadap kebakaran hutan dan lahan dengan menggunakan pendekatan

Multi-Dimensional Scaling. Mengacu kepada hasil penelitian secara keseluruhan indeks atau status keberlanjutan berada pada kriteria sedang (45,81%) atau status cukup berkelanjutan. Secara parsial untuk masing-masing dimensi yang memiliki status cukup berkelanjutan adalah ekonomi, teknologi dan hukum, sedangkan dimensi ekologi dan sosial kurang berkelanjutan sehingga perlu mendapatkan perhatian serius.

Bambang Hero Saharjo dan Muhamma d Ikbal Putera 2015 Pembentukan Masyarakat Peduli Api Sebagai Strategi

Pengendalian Kebakaran Hutan

Di Hutan

Pendidikan Holcim Cibadak Sukabumi.

(Plan Identification Of Community Care Fire At Holcim Educational Forest Cibadak Sukabum)

hasil penelitian disimpulkan bahwa sebanyak 47 dari 70 responden atau sebesar 67.14% menyatakan bersedia mengikuti kelembagaan Masya-rakat Peduli Api. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan serta keinginan masyarakat untuk melakukan kegiatan bersama Hutan Pendidikan Holcim Cibadak cukup tinggi. Sebanyak 23 dari 70 responden atau sebesar 32.86% menyatakan tidak bersedia mengikuti kelembagaan Masyarakat Peduli Api. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari jam kerja atas keragaman mata pencaharian responden sehingga responden yang tidak memiliki waktu cukup luang merasa kesulitan untuk berpartisipasi


(17)

17

terhadap kelembagaan Masyarakat Peduli Api.

Siti Sawerah, Pudji Muljono, Prabowo Tjitroprano to 2016 Partisipasi

Masyarakat dalam Pencegahan

Kebakaran Lahan

Gambut di

Kabupaten Mempawah, Provinsi

Kalimantan Barat

(Participation of Community in Prevention of Peatland Fires in Mempawah

District, Province

of West

Kalimantan)

Hasil penelitian menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pencegahan kebakaran lahan sangat rendah. Hasil analisis rank spearman menunjukkan faktor yang berhubungan terhadap partisipasi adalah faktor eksternal, terdiri dari peran penyuluh dan dukungan lingkungan sosial (dukungan tokoh masyarakat, peran kelompok, media informasi dan peran pemerintah). Faktor internal yang berhubungan adalah tingkat pendidikan dan pendapatan. Partisipasi masyarakat agar meningkat diperlukan peran penyuluh yang merata dan peran aktif pemerintah untuk membina dan melatih sasaran yang tepat.

Khulfi M Khalwani , Bahruni , Lailan Syaufina 2015

Nilai Kerugian Dan Efektivitas

Pencegahan

Kebakaran Hutan Gambut (Studi Kasus Di Taman Nasional Sebangau Provinsi

Kalimantan Tengah)

Penyebab kebakaran dipicu oleh aktifitas masyarakat di dalam dan sekitar kawasan. Nilai Kerugian Total akibat kebakaran seluas ± 4364 ha mencapai Rp 134 Milyar. Kegiatan pencegahan kebakaran

termasuk efektif jika hanya dilihat dari persentase penyerapan input (realisasi anggaran), namun sangat tidak efektif dilihat dari persentase pencapaian sasaran (outcome) berupa penurunan jumlah

titik panas (hotspot) dan luas kebakaran. Analisis kualititatif dilakukan untuk menggambarkan kendala permasalahan di tingkat tapak. Kegiatan pencegahan harus ditingkatkan dengan lebih memperhatikan akar masalah penyebab kebakaran yaitu faktor sosial-ekonomi masyarakat.


(18)

18 Rahmad Dani1, Defri Yoza, Rudianda Sulaeman, Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Rokan Hilir. (Community Development Strategy In A Forest Fire And Field Rokan Hilir District)

Strategi pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Rokan Hilir, sebagai berikut:

a. Membentuk kerjasama yang baik antar instansi dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan

b. Meningkatan keterampilan masyarakat dalam upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan

c. Pengembangan tanaman hortikultura jenis nanas oleh pemerintah Kabupaten Rokan Hilir. d. Masyarakat memanfaatkan kebun rakyat e. Pemerintah mensosialisasikan ancaman

hukuman

f. Pemerintah perlu memfasilitasi alat berat bagi masyarakat dalam membuka lahan perkebunan dengan syarat dan ketentuan.

Bambang Hero Saharjo dan Fildah Amalina 2016

Potensi Kebakaran Hutan Di KPH

Bogor Perum

Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

Potensi kebakaran hutan akibat pembersihan lahan oleh masyarakat desa tapos dan desa Barengkok tergolong rendah karena sudah diterapkannya sistem pembakaran terkendali, sedangkan akibat konflik cukup tinggi karena kurang terjalinnya hubungan baik antara pihak KPH Bogor dengan masyarakat. Rendahnya informasi mengenai penyuluhan kepada masyarakat dan kurang diperhatikannya keberadaan papan peringatan adalah bentuk kurang optimalnya upaya pengendalian di KPH Bogor.

Shahira Harun 2015

Koordinasi Antara Pemerintah

Provinsi Riau Dan Pemerintah

Kabupaten Rokan

Hilir Dalam

Menangani

Kebakaran Hutan

Dan Lahan

(Karhutla) Di Rokan Hilir Tahun 2010-2013

Koordinasi yang dilakukan antara Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dalam menangani kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Rokan Hilir tahun 2010-2013 masih tergolong lemah, lenmahnaya kordinasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: kurangnya pengawasan, kurangnya komunikasi, kurangnya kesadaran pentingnya koordinasi, kurangnya partisipan yang memiliki kompetensi, dukungan pendanaan dan fasilitas yang terbatas, kurangnya komitmen politik, dan faktor penghambat lainnya.

Acep Akbar, Sukhyar Faidil

Kebakaran Hutan Dan Lahan Rawa Gambut: Penyebab Faktor Pendukung Dan Alternatif

Hasil Penelitian Dan Pengalaman Selama Ini Menunjukkan Bahwa Pemicu Api Awal Berhubungan Erat Dengan Pengguna Api Untuk Pembakaran Vegetasi, Pembakaran Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Alam, Dan


(19)

19

Bila melihat kajian sebelumnya di atas, maka posisi penelitian ini merupakan penelitian yang baru. Penelitian cukup baru karena penelitian ini memfokuskan pada bagaimana pernguatan kelembagaan terhadap pencegahan dan penegendalian kebakaran hutan dan lahan. Peneilitian ini hampir mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Anih Sri Suryani (2012) tentang Penanganan Asap Kabut Akibat Kebakaran Hutan Di Wilayah Perbatasan Indonesia Khulfi M Khalwani, Bahruni Lailan Syakhina (2015) Nilai Kerugian Dan Efektivitas Pencegahan Kebakaran Hutan Gambut (Studi Kasus di Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah) Shahira Harun (2015) Kordinasi Antara Pemerintah Provinsi Riau Dan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir Dalam Menangani Pengelolaannya. Pembakaran Lahan Tidur Serta Penguasaan

Lahan. Faktor Pendukung Terjadinya Kebakaran Hutan Rawa Gambut Adalah Bahan Bakar Berlimpah Tanah Gambut, Gejala Alam El-Nino, Penguasaan Lahan Terlalu Luas, Alokasi Penggunaan Lahan Tidak Tepat, Degradasi Hutan, Dan Perubahan Karakteristik Kependudukan. Alternatif Pengelolaannya Adalah Membangun Hutan/Kebun Berisiko Kecil Kebakaran Dengan Tahapan Pengembangan Jenis Dengan Sistem Agroforestry, Persiapan Dengan Penggunaan Api Minimal Dan Terkendali, Pengaturan Jarak Tanam, Pembersihan Cabang Dan Ranting Bawah, Minimasi Bahan Bakar, Penanaman Rumput Pendek Pakan Ternak, Pembuatan Sekat Bakar, Pembuatan Sumur Air, Pengadaan Alat Pemadam Sederhana, Pembuatan Tower Pengamat Asap, Pembentukan Regu Pengendali Kebakaran Desa/Kampung Dan Melakukan Pelatihan Pengendalian Kebakaran Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat


(20)

20

Kebakaran Hutan Dan Lahan (Karhutla) Di Rokan Hilir Tahun (2010-2013) Acep akbar , sukhyar faidil Kebakaran Hutan Dan Lahan Rawa Gambut: Penyebab Faktor Pendukung dan Alternatif Pengelolaannya.

Budi Darmawan, Yusni Ikhwan Siregar, Sukendi dan Siti Zahrah, (2016) Pengelolaan Keberlanjutan Ekosistem Hutan Rawa Gambut Terhadap Kebakaran Hutan dan Lahan di Semenanjung Kampar, Sumatera. Namun penelitian ini berbeda dalam sisi teori, lokasi penelitian dan pendekatannya.

Kemudian hasil penelitian yang telah lalu juga lebih pada pencegahan kebakaran pada pemberdayaan masyarakat terhadap pebegahan dan penegndalian kebakaran hutan dan lahan seperti penelitian

Rahmad Dani, Defri Yoza, Rudianda Sulaeman, Strategi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Rokan Hilir Siti Sawerah, Pudji Muljono, Prabowo Tjitropranoto (2016) Partispasi Masyarakat dalam pencegahan kebakranlahan ganbut di Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat, perbedaan diantara penelitian ini adalah teori dan lokasi penelitian.

Dari segi teori dan objek penelitian, pada penelitian terdahlu belum ada yang meneliti penguatan kelembangaan terhadap pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi, penelitian-penelitian tidak ada yang membahas penguatan kelembagaan


(21)

21

sebagai salah sati faktor penting dalam penceghan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi, oleh karena it peneliti mengeanlisanya dengan penguatan kelembagaan yang belum pernah dilakukan oleh penelitian terdahulu.

II.2 Kerangka Teori

II.2.1 Penguatan Kelembagaan

1. Pengertian Penguatan Kelembagaan

(Milen, 2006) mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara efektif, efisien dan terus-menerus. Sedangkan menurut Morgan (Milen, 2006), kapasitas merupakan kemampuan, keterampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan, perilaku, motivasi, sumber daya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap individu, organisasi, jaringan kerja /sektor, dan sistem yang lebih luas untuk melaksanakan fungsi-fungsi mereka dan mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu. Lebih lanjut, Milen melihat capacity building sebagai tugas khusus, karena tugas khusus tersebut berhubungan dengan faktor faktor dalam suatu organisasi atau sistem tertentu pada suatu waktu tertentu.


(22)

22

Selanjutnya, UNDP dalam (Milen, 2006) memberikan pengertian pengembangan kapasitas adalah proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi, dan masyarakat meningkatkan kemampuan mereka untuk (a) menghasilkan kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (core functions), memecahkan permasalahan, merumuskan dan mewujudkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, dan (b) memahami dan memenuhi kebutuhan pembangunan dalam konteks yang lebih luas dalam cara yang berkelanjutan.

2. Teori Penguatan Kelembagaan (Capacity Building)

Terdapat bebarapa teori yang berkaitan dengan perkuatan lembagaan. Perkuatan kelembagaan merupakan upaya sebuah organisasi untuk meningkatkan kapasitas baik institusi, system maupun individual dalam memperbaiki kinerja organisasi secara keseluruhan. (Muyungi, 2008) menyatakan bahwa “capacity-building” is widely defined as the process of creating or enhancing capacities within an institution or a

country to perform specific tasks on an on-going basis in order to attain a

given developmental objective.

Menurut Muyungi ( dalam Mutiarin, 2014) bahwa ada 3 aspek terkait perkuatan kelembagaan yaitu:


(23)

23

1. Pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan

2. Penguatan Institusi melalui penyempurnaan prosedur dan metode dalam organisasi

3. Dan penumbuhan kapasitas system seperti penumbuhan system kesadaran, peraturan yang kondusif, dan pengelolaan system lingkungan

Sehingga dengan demikian, manusia, system dan prosedur menjadi tumpuan perkuatan kelembagaan yang ada. Upaya pembangunan kapasitas institusi yang memiliki arah pegembangan untuk memperkuat kapasitas internal organisasi dalam menjalankan tupoksi mencapai visi misi dan merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan (Mutiarin, 2014)

Pada perspektif yang lain capacity building juga dapat difokuskan pada pada;

1. Pengembangan sumber daya manusia; training, rekruitmen dan pegawai profesional, manajerial dan teknis,

2. Keorganisasian, yaitu pengaturan struktur, proses, sumber daya dan gaya manajemen,


(24)

24

3. Jaringan kerja (network), berupa koordinasi, aktifitas organisasi, 4. fungsi network, serta interaksi formal dan informal,

5. Lingkungan organisasi, yaitu aturan (rule) dan undang-undang / regulasi (legislation) (Mutiarin, 2014)

Teori mengenai peerkuatan lembaga juga disampaikan oleh Grindle (dalam Mutiarin, 2014) “Capacity building” merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan, dengan memusatkan perhatian kepada dimensi:

(1) pengembangan sumberdaya manusia; (2) penguatan organisasi; dan

(3) reformasi kelembagaan

Lebih lanjut UNDP memfokuskan pada tiga dimensi yaitu:

(1) tenaga kerja (dimensi sumberdaya manusia), yaitu kualitas SDM dan cara SDM dimanfaatkan;

(2) modal (dimensi phisik) yaitu menyangkut peralatan, bahan-bahan yang diperlukan, dan gedung; dan

(3) teknologi yaitu organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, pembuatan keputusan, pengendalian dan evaluasi, serta sistim informasi manajemen.


(25)

25

Sedangkan United Nations memusatkan perhatiannya kepada: (1) mandat atau struktur legal;

(2) struktur kelembagaan; (3) pendekatan manajerial;

(4) kemampuan organisasional dan teknis; (5) kemampuan fiskal lokal; dan

(6) kegiatan-kegiatan program (lihat Edralin, 1997: 148 – 149).

Sementara itu, D.Eade (1998) merumuskan peningkatan kelembagaan kemampuan dalam tiga dimensi, yaitu:

(1) individu; (2) organisasi; dan (3) network.

Dari berbagai konsep tersebut, pengembangan kapasitas kelembagaan dianggap akan lebih efektif bila mampu menggabungkan kedua konsep tersebut. Berikut adalah kerangka konseptual pengembangan kapasitas kelembagaan.


(26)

26 Organization

 Empower people

 Intregrate quality and

 Quality of work life

 Create free space

 For learning

Individuals

Promote inquality Create continuos Learning opportunities

(Diadopsi dan dikembangkan dari Team learning Model (Watkins, Karen, Marsic, 1993, dalam Marquardt: 1996) (dalam Mutiarin, 2014)

Dengan demikian untuk menghadapi era realitas lingkungan baru, manajemen semua tataran birokrasi publik perlu melakukan rethinking tentang pendekatan organisasional maupun operasional yang akan mereka lakukan. Birokrasi publik perlu melakukan rethinking the way of life ini , untuk mewujudkan diri sebagai organisasi birokrasi yang berkualitas , tanggap terhadap perubahan, mampu beradaptasi dengan lingkungan dan punya komitmen sebagai pelayan publik.

Selanjutnya model kelembagaan yang dapat diadopsi adalah sebagai berikut:

Networking and Environment INSTITUTIONAL

CAPACITY BUILDING

Teams Collaborate and


(27)

27

Gamabar 11.2 Konsep Capacity Building (Diadopsi dari Eade, 1988 dalam Mutiarin 2014)

Dari beberpa teori mengenai lembaga di atas maka penyususn memilih teori yang disampaikan oleh Eade (dalam Mutiarin, 2014). Hal dikarenakan teori yang dibangun dalam teori perkuatan kelembagaan dengan menyimpulkan berbagai perspektif perkuatan kelembagaan organisasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang tepat digunakan dalam penelitian ini. Kreteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Memiliki sumber daya manusia yang memadai dalam kualitas maupun kuantitas untuk menjalankan fungsi pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan

Jumlah Pesonil, Pelatihan, Pemberdayaan Sumber

Daya Manusia

Problematik situation

Organizatins: Structure, Tugas dan Tanggung

Jawab

Capasity Building

Performance

Infrastrukture: Sarana dan prasarana

Networking: Collaboration,


(28)

28

2. Organisasi Memilki struktur organisasi yang menggambarkan fungsi-fungsi pengendalian kebakran hutan dan lahan

3. Keuangan untuk mendukung kualitas dan kuantitas pencegahan dan pengendalian kebakran hutan dan lahan

4. Memilki infarsutruk yaitu sarana dan prasarana dalam jenis dan jumlah untuk menjalankan kegiatan fungsi-fungsi menjemen pengendalian kebakaran hutan dan lahan

5. Memilki network, kerjasama baik dengan pemerintah, swasta dan masayarakat.

Menurut Daniel Rickett (dalam Hardjanto, 2010) menyebutkan “the ultimate goal of capacity building is to enable the organization to grow stronger in achieving ats purpose and mission”, artinya adalah arti penting dari pembangunan kapasitas adalah untuk memampukan organisasi bertumbuh dengan lebih kuat dalam mencapai tujuan dan misi organisasi. Lebih jauh dirumuskan bahwa tujuan dari peembangunan kapasitas adalah.

a. Mengakselerasikan pelaksanaan desentralisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(29)

29

b. Pemantauan secara proporsional, tugas, fungsi, sistem keuangan, mekanisme dan tanggung jawab dalam rangka pelaksanaan pembangunan kapasitas daerah.

c. Mobilisasi sumber-sumber dana Pemerintah, Daerah dan lainnya.

d. Penggunaan sumber-sumber dana secara efektif dan efisisen.

Lebih lanjut (Riayadi, 2006) mengungkapkan tentang dimensi Capacity Building bahwa :

Semua dimensi peningkatan kemampuan di atas dikembangkan sebagai strategi untuk mewujudkan nilai-nilai “good governace”. Pengembangan sumberdaya manusia misalnya, dapat dilihat sebagai suatu strategi untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas dan memilihara nilai-nilai moral dan etos kerja. Pengembangan kelembagaan mampu 1) menyususn rencana strategis ditujukan agar organisasi memilki visi yang jelas; 2) memformulasikan kebijakan dengan memperhatikan nilai-nilai efesiensi, efektivitas, transparansi, responsivitas, keadilan, partispasi dan berkelanjutan; 3) mendasain organisasi untuk menjamin efesiensi dan efektivitas, tingkat desentralisasi dan otonomi yang lebih tepat dan 4) melaksanakan tugas-tugas manajerial agar lebih efesien, efektif fleksibel, adaftif, dan lebih berkembang. Dan pengembangan jaringan kerja,


(30)

30

misalnya meruapakan strategi untuk meningkatkan kemampuan bekerja sama atau koloborasi dengan pihak-pihak luar dengan prinsip saling menguntungkan.

Dari penjelasannya di atas (Riayadi, 2006) meneuturkan lebih lanjut bahwa:

Bila dicernmati sebagai pendapat di atas maka “Capacity Building” sebenarnya berkenaan dengan strategi menata input dan proses dalam mencapai output dan outcmne dan menata feedback untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada tahap berikutnaya. Startegi menata input berkenaan dengan kemampuan lembaga menyediakan bebrbagai jenis dan jumlah serta kualitas sumberdaya manusia dan non agar siap digunakan bila diperluakan. Strategi menata proses berkaitan dengan kemampuan lembaga merancang, memproses dan mengembangkan kebijakan, organisasi dan manajemen. Dan startegi-strategi tersebut harus dinilai secara cermat tingkat kelayakannya pada bidang-bidang strategis yang menjadi proritas utama kegiatan pada saat sekarang.

Berdasarkan pendapat Riyadi di atas jelas bahwasanya Capacity Building dimaksudkan dapat diselenggarakan dalam seluruh lini dari mulai komponen yang paling kecil samapai pada komponen yang paling kecil sampai pada komponen sistem yang pada akhirnya bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang baik, yang berkualitas. Dan yang menjadi


(31)

31

hal penting bagaiamana agar suapaya Capacity Building ini dapat ditata dan diimplementasikan dalam seluruh ini melihat kompleksiitas dimensi dan tingkatan dari Capacity Building ini. Oleh karena itu masing-masing tingkatan memiliki perlakukan yang berbeda namun esensinya sama mengarah pada pencapain kualitas yang lebih baik lewat pembelajaran yang terjadi secara terus menerus tanpa ada akhir.

Dari uraian di atas dapatlah dikemukakan bahwa Capacity Building memiliki dimensi dan tingkatan sebagai berikut :

a. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas individu

b. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada organisasi c. Tingakatan dan dimensi pengembanagn kapsiatas pada sistem

Berikut gambaran mengenai tingakatan dan dimensi pengembangan kapasitas menurut (Riyadi 2006) adalah :


(32)

32

Tingkat individu

Tingakat organisasi

Tingkat sistem

Gambar 11.3 Tingkatan dalam Capacity Building

Dari pemaparan mengenai dimensi pengembangan kapasitas, penulis simpulkan sebagai berikut.

Dari gambar tersebut di atas dapatlah dikemukakan bahwa pengembangan kapasitas harus dilaksanakan secara efektif dan berkesinambungan pada tiga tingkatan-tingkatan:

a. Dimensi dan tingkatan individu, adalah tingkatan dalam sistem yang paling kecil, dalam tingkatan ini aktivitas Capacity Building yang ditekakankan adalah pada aspek membelajarkan individu dalam rangka mendapatkan sumberdaya yang manusia berkualitas dalam

Pengetahuan, ketermapilan, kemampuan, pengelompokan

kerja Pengambilan

keputusan sumber- sumber prosedur-prosedur

struktur-struktur

Pengembangan Kapasitas

Kerangka kerja formal yang

mendukung kebijakan kebijakan


(33)

33

ruang lingkup penciptaan peningkatan keterampilan-keterampilan dalam diri individu, penambahan pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini, peningkatan tingkah laku untuk memberikan tauladan dan motivasi untuk bekerja lebih baik dalam rangka untuk mencapai tujuan lembaga/organisasi yang telah dirancang sebelumnya dengan sebagai kegiatan –kegiatan.

b. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada kelembagaan atau organisasi terdiri atas sumber daya organisasi, budaya organisasi, ketatalaksanaan, struktur organisasi atau sistem pengambilan keputusan lainnya .

c. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada sistem merupakan tingkatan yang tinggi dimana seluruh komponen masuk di dalamnnya.


(34)

34

II.3 Kerangka Fikir

Gambar 11.3 Kerangka Fikir Penelitian

II.4. Definisi Konsepsional

1. Penguatan Kelembagaan (Capacity building) adalah kemampuan individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara efisien, efektif, dan terus menerus.

Pengendalian Kebakaran Hutan

dan Lahan

Penguatan Kelembagaan  Sistem Kanalisasi

di lahan gambut

 Pembukaan lahan dengan cara bakar

Sumber Daya Manusia

Organisasi

Infastruktur

Keuangan


(35)

35

II.5 Definisi Operasional

Tabel 11. 2 Definisi Operasional

No Dimensi Indikator

1 SDM

 Jumlah Personil yang mengikuti Pelatihan kebakaran hutan dan lahan.

 Pelatihan tentang kebakaran hutan dan lahan.

 Pemberdayaan sumber daya manusia tentang kebakaran hutan dan lahan.

2 Organisasi

 Struktur organisi pengendalain kebakaran

 Tugas dan tanggung jawab dalam pengendalian kebakaran.

3 Keuangan  Alokasi keuangan yang memadai untuk

mendukung akttivitas pengendalian kebakaran. 4 Infrastruktur  Sarana dan prasarana perlengkapan

pngendalian kebakaran.

5 Network  Pola hubungan kerjasama dalam pengendalian kebakaran.


(36)

44 BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

1V. 1 Gambaran Umum Daerah Muaro Jambi

Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Batang Hari, secara resmi Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi mulai dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 1999. Pusat Pemerintahan di Kota Sengeti sebagai ibu Kota Kabupaten Muaro Jambi dengan Pusat Perkantoran di Bukit Baling Kecamatan Sekernan. Kabupaten Muaro Jambi memiliki letak geografis wilayah yang cukup strategis berada di hinterland Kota Jambi, hal ini memberikan keuntungan bagi Kabupaten Muaro Jambi karena Kabupaten ini memiliki peluang yang cukup besar sebagai daerah pemasok kebutuhan kota Jambi, seperti pemasaran untuk hasil pertanian, perikanan, industri dan jasa.

Luas wilayah Kabupaten Muaro Jambi ± 5.246 KM2, secara administrasi mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Selatan.


(37)

45

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Secara Geografis Kabupaten Muaro Jambi terletak antara 10 511 Lintang Selatan sampai dengan 20 011 Lintang Selatan dan diantara 1030 151 Bujur Timur sampai dengan 1040 301 Bujur Timur. Kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian dari permukaan laut antara lain :

Tabel 1V.1

Katinggian Permukaan Laut Daearah Kabupaten Muaro Jambi

0 - 10 Meter = 11,80 %

11 - 100 Meter = 23,70 %

101 - 300 Meter = 4,50 %

Termasuk daerah yang beriklim tropis dengan curah hujan merata sepanjang tahun rata 186 mm per hari dengan Intensitas hujan rata-rata 16 hari hujan. Temperatur rata-rata-rata-rata 32 C dengan variasi Temperatur antara musim hujan dengan kemarau relatif kecil. Secara administratif Kabupaten Muaro Jambi terdiri dari 11 (sebelas) Kecamatan, 150 Desa dan 5 Kelurahan, Jumlah Desa / Kelurahan pada masing-masing Kecamatan yang ada di Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


(38)

46

Tabel 1V.2

Jumlah Desa/ Kelurahan menurut Kecamatan Tahun 2015

No. Kecamatan Jumlah

Desa Kelurahan

1. Jambi Luar Kota 19 1

2. Mestong 14 1

3. Sekernan 15 1

4. Maro Sebo 11 1

5. Kumpeh 16 1

6. Kumpeh Ulu 18 -

7. Sungai Bahar 11 -

8. Sungai Gelam 15 -

9. Taman Rajo 10 -

10. Sungai Bahar Utara 11 -

11. Sungai Bahar Selatan 10 -

Jumlah 150 5

Sumber: Bappeda Kabupaten Muaro Jambi, 2016

Pada tahun 2010 dilakukan pemekaran terhadap Kecamatan Sungai Bahar menjadi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Bahar, Kecamatan Sungai Bahar Utara dan Kecamatan Sungai Bahar Selatan, Kecamatan Maro Sebo dimekarkan 1 Kecamatan yaitu Kecamatan Taman Rajo dan pada Tahun 2011 ada beberapa desa yang dimekarkan diantaranya di Kecamatan Kumpeh Ulu dibentuk 1 Desa baru yaitu Desa Kasang Kota Karang (Perda Nomor 06 Tahun 2011), di kecamatan Sungai Gelam 2 Desa Baru yaitu Desa Sido Mukti (Perda Nomor 06 Tahun 2011) dan Desa Gambut Jaya (Desa Persiapan), Selanjutnya di Kecamatan Jambi Luar Kota dibentuk 2 Desa Baru yaitu Desa Mendalo Indah dan Desa Pematang Gajah (Perda Nomor 06 Tahun 2011). Hal ini dilakukan dalam


(39)

47

upaya percepatan pembangunan antar wilayah sehingga pelayanan terhadap masyarakat lebih optimal, sedangkan untuk kelurahan dari 4 kelurahan pada tahun 2007 menjadi 5 kelurahan pada tahun 2008, bertambah 1 kelurahan yaitu kelurahan Jambi Kecil Kecamatan Maro Sebo. Dengan adanya pemekaran ini merupakan cerminan kepedulian pemerintah untuk meningkatkan palayanan secara merata dan diharapkan mampu memperpendek rentang kendali dalam penyelenggaraan pemerintahahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu daerah yang rawan akan kebakaran hutan dan lahan. Pengelolaan kebakaran selama ini menjadi tugas dan tanggung jawab pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan, secara operasional untuk pemadaman kebakarannya dilaksanakan oleh pos komando satuan tugas kebakaran hutan dan lahan yang dikordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Muaro Jambi.


(40)

48

Gambar: 1V. 1

Peta Kabupaten Muaro Jambi

IV.2 Gambaran Umum Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Muaro Jambi

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Muaro Jambi Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Muaro Jambi Kedudukan, Tugas Pokok Fungsi Dan Susunan Organisasi

(1) BPBD berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Bupati.

(2) BPBD dipimpin oleh Kepala Badan secara ex-officio dijabat oleh Sekretaris Daerah.


(41)

49

Tugas Pokok dan Fungsi

(1) BPBDmempunyai tugas ;

a. menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara;

b. menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan;

c. menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana;

d. menyusun, menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;

e. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Bupati setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;

f. mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang; g. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima

dari anggaran pendapatan dan belanja daerah dan sumber dana lain yang syah; dan


(42)

50

h. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Penetapan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

(3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPBD mempunyai fungsi :

a. perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat, tepat, efektif dan efisien; dan

b. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.

Susunan Organisasi BPBD, terdiri dari : a. kepala;

b. unsur pengarah; dan c. unsur pelaksana.

(1) Unsur pengarah BPBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b ditetapkan dengan Peraturan Bupati.


(43)

51

(2) Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. 1 (satu) orang pejabat pemerintah terkait;

b. 2 (dua) orang anggota masyarakat profesional/Ahli.

(3) Masa jabatan unsur pengarah adalah 2 (dua ) Tahun, dan untuk masa jabatan berikutnya dapat diusulkan dari unsur pengarah yang masih menjabat atau pengajuan calon baru dan diajukan 3 (tiga) bulan sebelum berakhir masa jabatan unsur pengarah.

(4) Pencalonan unsur pengarah dari unsur pejabat pemerintah diajukan oleh Bupati minimal 3 (tiga) orang dan pencalonan unsur pengarah dari anggota masyarakat profesional/ahli diajukan oleh Bupati minimal 6 (enam) orang.

(5) Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dipilih melalui uji kepatutan dan kelayakan yang dilakukan oleh DPRD.

(6) Unsur pengarah mempunyai tugas menyusun rencana pelaksanaan, memantau dan mengevaluasi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah

(7) Unsur Pengarah BPBD sebagaimana pada ayat (1) mempunyai fungsi: a. penyusunan konsep pelaksanaan kebijakan penangulangan bencana


(44)

52 b. pemantauan; dan

c. pengevaluasian dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah.

(1) Unsur pelaksana BPBD berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD.

(2) Unsur pelaksana BPBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Kepala pelaksana yang membantu Kepala BPBD dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi Unsur pelaksana BPBD.

(1) Unsur Pelaksana BPBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas melaksanakan penanggulangan bencana secara terintegrasi meliputi pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.

(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), unsur pelaksana BPBD mempunyai fungsi :

a. pengoordinasian; b. pengomandoan; dan c. pelaksanaan.

(1) Susunan Organisasi Unsur Pelaksana BPBDterdiri dari : a. kepala pelaksana.

b. sekretariat pelaksana.


(45)

53 d. seksi kedaruratan dan logistik. e. seksi rehabilitasi dan rekonstruksi. f. kelompok jabatan fungsional.

1V.3 Gambaran Umum Dinas Kehutanan dan Perkebunan Muaro Jambi

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Muaro Jambi Nomor 07 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Muaro Jambi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Muaro Jambi mempunyai fungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis dibidang Kehutanan dan Perkebunan; b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang

Kehutanan dan Perkebunan;

b. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang Kehutanan dan Perkebunan;

c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Susunan Organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Muaro Jambi terdiri dari :


(46)

54

a. Kepala Dinas.

b. Sekretariat terdiri dari :

1. Subbagian Perencanaan; 2. Subbagian Keuangan;

3. Subbagian Umum dan Kepegawaian;

c. Bidang Pengusahaan Hutan terdiri dari :

1. Seksi Pengusahaan Hutan Alam; 2. Seksi Pengusahaan Hutan Alam Hak;

3. Seksi Perpetaan dan Penataan Kawasan Hutan;

d. Bidang Perlindungan dan Bina Hutan terdiri dari :

1. Seksi Perlindungan Hutan dan Penyuluhan; 2. Seksi Reboisasi dan Konservasi Tanah;

3. Seksi Pengembangan Hutan Rakyat dan Aneka Usaha Kehutanan;

e. Bidang Pengembangan Perkebunan terdiri dari :

1. Seksi Penyiapan dan Penetapan Lahan; 2. Seksi Pengembangan Lahan dan Bibit; 3. Seksi Budidaya dan Perlindungan Tanaman;

f. Bidang Usaha Tani Perkebunan terdiri dari :

1. Seksi Bimbingan Usaha Tani; 2. Seksi Pengolahan Hasil;


(1)

4

Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN

diguanakan dalam penelitian ini. Kreteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1.Memilki sumber daya manusia yang memadai dalam kualitas maupun kuantitas untuk menjalankan fungsi pencegahan dan pengendalian kebakarabn hutan dan lahan

2. Organisasi Memilki struktur organisasi yang menggambarkan fungsi-fungsi pengendalian kebakran hutan dan lahan

3.Keuangan untuk mendukung kualitas dan kuantitas pencegahan dan pengendalian kebakran hutan dan lahan

4. Memilki infarsutruk yaitu sarana dan prasarana dalam jenis dan jumlah untuk menjalankan kegiatan fungsi-fungsi menjemen pengendalian kebakaran hutan dan lahan

5.Memilki network, kerjasama baik dengan pemerintah, swsata dan masyarakat.

11 METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode diskriftif dengan pendekatan kualitatif. Fokus permaslahan penelitian ini adalah penguatan kelembagaan dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Muaro Jambi yang meliputi a. Sumber daya manusia, b. Organisasi, c. Keuangan, d. Infrastruktur e. Networking. Lokasi penelitian Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Dinas Kehutanan dan Pekebunan Kabupaten Muaro Jambi. Sumber data diperoleh dari data primer dan sekunder. Penegumpulan data dilakukan melalui wawancara dan dukumentasi. Analisis menggunakan teknik analisis model Interaktif. yang dikembangkan oleh Miles dan Hubberman meliputi tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data dan kesimpulan [9]

111. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penguatan Kelembagaan Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Lahan

A. Sumber Daya Manusia

Penguatan kelembagaan memerlukan sumberdaya manusia sebagai pelaksana rancangan penguatan kelembagaan. Sumber daya manusia memagang peranan penting dalam sebuah organisasi.

1. Jumlah Sumber Daya Manusia Yang Mengikuti

Pelatihan

Memiliki Sumber daya manusia yang memadai berkompetensi dan berpengetahuan yang baik tentang pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan sangat penting bagi pemerintah. Kualitas sumber daya manusia lebih penting daripada kuantitas. Oleh karena itu pemerintah daerah dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan perlu melakukan upaya-upaya sistematis untuk meningkatkan

kemampuan dan pengetahuan, baik melalui pendidikan formal, maupun dengan pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan personil pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Adapun Jumlah sumber daya manusia yang mengikuti pelatihan tentang pemadaman kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut:

Sumber daya manusia daerah Kabupaten Muaro Jambi dilihat dari jumlah sumber daya munusia yang sudah mengikuti pelatihan pencegahan dan pengendalian kebakran hutan dan lahan belum memadai. Jumlah sumber daya manusia yang mengikuti pelatihan pencegahan kebakaran hutan dan lahan Kabupaten Muaro Jambi memilki 420 personil yang terdiri dari beberapa lembaga yakni Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Manggala Agni, Masyakarakat Peduli Api (MPA) Dmkar dan personil pemegang izin usaha baik kehutanan maupun perkebunan (Data dari berbagai sumber, 2016)

Keterbatasan sumber daya manusia yang terlatih dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Muaro Jambi, Perlu menambah jumlah personil yang terlatih, Kendala pemerintah pada saat ini untuk menambah jumlah personil adalah anggaran, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi disebabkan oleh faktor sengaja dan kelalain, faktor sengaja adalah adanya pembuka lahan dengan cara membakar untuk keperluan lahan, faktor kelalaian adalah tidak tersedianya saranana dan personil ketika terjadi kebakaran di lingkungan konsesi, padahal dalam perizinan usaha perkebunan maupun kehutanan ada kesanggupan untuk menyediakan alat bahkan personil pemadaman oleh pemagang izin usaha tesebut, namun di lapangan sulit ditemukan. Pengawasan terhadap izin usaha belum menjadi serius untuk menyediakan SDM pemdam dalam penegndalian kebakaran hutan dan lahan di kabupaten Muaro Jambi.

1. Pelatihan

Bentuk pelatihan yang telah dilakukan untuk memberikan pengatahuan kepada personil tentantang kebakaran yaitu pelatihan melaui sosialisai pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dari semua tim TRC yang ada di Provinsi Jambi khsusnya Kabupaten Muaro Jambi yang diselenggarakan oleh BPBD Provinsi Jambi. Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi juga melakukan pelatihan kepada Tim Reaksi Cepat (TRC) dalam bentuk diklat dengan mengundang para ahli. Pelatihan juga dilakukan oleh Masyarakat Peduli Api, Manggala Agni dan pemegang izin usaha. Dalam pelatihan tersebut, peserta tidak hanya diberikan materi bagaimana memadamkan api tetapi juga praktek bagaimana cara memadamkan api dengan peralatan lengkap.

Kemudian dari pada itu tidak hanya pada personil pemadam api yang diberikan pelatihan, Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi melakukan kegiatan pelatihan

“Gladi Lapangan Kabakaran Hutan dan Lahan

Beberapa program kegiatan seperti latihan tentang Teknis memadamkan api melaui materi dan praktek,


(2)

5

Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN

simulasi pemadaman kebakaran, pelatihan melalui sosialisasi tentang pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan untuk anggota relawan bencana kebakaran dengan tujuan untuk membentuk tenaga yang terlatih, berkualitas dan jumlah personil yang memadai, kegiatan pelatihan ketermapilan seharusnya rutin dilakukan (Suratno el al. 2003), supaya pemerintah, masyarakat dan swsata memiliki kotmitmen terhadap pendidikan pencegahan dan pengendalian kebakaran.

2. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Kebakaran hutan dan lahan saat ini dipandang sebagai salah satu bentuk gangguan terhadap pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Oleh sebab itu pencegahan dini serta peran serta masyarakat dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan sangat diperlukan melalui kegiatan penyuluhan pencegahan kebakaran hutan dan lahan, demi terciptanya lingkungan yang bersih dan bebas asap.

Namun dalam kegiatan pencegahan dan pengenendalian kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat, strategi penyuluhan belum menyentuh masyarakat luas karena faktor kurangnya SDM dalam melakukan penyuluhan, kemuadian penyuluhan juga diadakan setelah terjadi kebakaran waktu dan ini sudah terlambat, sebaikanya sosialisasi dilakukan sebelum bulan kemarau dan dilakukan rutin setiap tahun sehingga kesiapan terhadap pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan bisa terus terpantau.

Tradisi membuka lahan dengan skema tebang dan bakar, disebutkan juga harus segera dihentikan. Di tingkat masyarakat perlu adanya teknologi pertanian yang ramah lingkungan, seperti yang sudah kami kembang dengan skema CSA (climate smart agriculture) di kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi Selain itu CSA, KKI WARSI telah melakukan kerjasama dengan Bappeda Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi guna pengelolaan gambut yang berkelanjutan melalui kegiatan kajian sosial di kawasan HLG (hutan lindung gambut) Bram Itam kanan dan pembuatan sistem informasi dan database pemanfaatan keruangan (kehutanan, perkebunan, pertambangan) yang berbasis web GIS) [10]

Dalam kegiatan pencegahan kebakaran pengelolaan dan konservasi lahan gambut maka pengembangan ilmu dan teknologi mutlak harus dilakukan seperti pendidikan, pertukaran informasi dan kemudahan akses, pelatihan dan lokakarya, perbaikan pengelolaan dengan melibatkan kelompok komunitas lokal, pemecahan masalah isu dan batasan atau ketentuan penggunaan, pengembangan pengelolaan dan opsi restorasi, dan penelitian, pemantauan dan evaluasi [11] B. Organisasi

Sebagaimana dijelaskankan sebelumnya organisasi dalam penelitian ini diukur dengan struktur dan tugas tanggung jawab. Adapun hasil penelitiannya adalah:

1. Struktur Organisasi

Upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh Kabupaten Muaro Jambi di sekitar kawasan rawan kebakaran hutan dan lahan telah dibentuk BLHD yakni Bregade/Regu Darkarhut Tk Desa dan Perusahaan oleh Pemerintah Provinsi Jambi yaitu pada tahun 2009 sebelum Organisasi Satuan Tugas Pos Komando terpadu pencegahan Karhutla Provinsi Jambi dibentuk oleh BPBD, adapun anggota personil Bregade/Regu Darkarhut adalah yang terdiri dari anggota Manggala Agni. Pembentukan orgnisasi ini berdasar Keputusan Gubernur Jambi Nomor 428 tahun 2009 tentang pusat pengendalian kebakaran hutan dan lahan Provinsi Jambi.

Pada tahun 2015 melalui Keputusan Gubernur Jambi Nomor : 442 /KEP.GUB/BPBD-2.2/IX/2015 Tanggal 13 Oktober 2015 Tentang Penetapan Perpanjangan Masa Status Tanggap Darurat Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Jambi Tahun 2015 Dan Keputusan Gubernur Jambi Nomor: 443 /KEP.GUB/BPBD-2.2/IX/2015 tanggal 13 Oktober 2015 Tentang Penetapan Personil Dan Organisasi Pos Komando (Posko) Satgas Tanggap Darurat Pengendalian Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Jambi tahun 2015.

Barulah pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor: 26/Kep. Gub/BPBD.-2.2/III/2016 Tentang Penetapan personil dan organisasi pos komando Satgas beserta tugas dan tanggung jawab pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan terpadu yang anggotanya Pemerintah, masyarakat dan swata dikomandani oleh Dan Satgas Danren 042 Gapu yang dibentuk oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jambi.

Sebenarnya Kordinasi terpadu untuk penangan kebakaran hutan dan lahan sudah terlambat dalam menetapkan Keputusan Gubernur Nomor: 26/Kep. Gub/BPBD.-2.2/III/2016 Tentang Penetapan personil dan organisasi pos komando satgas pencegahan kebakran hutan dan lahan sebelumnya kordinasi lebih pada bersifat sektoral dalam menagani kebakaran hutan dan lahan.

Walhi menilai negara gagal dalam menjaga kawasan hutan. Penurunan luasan tutupan lahan hutan di Jambi selama kurun waktu 10 tahun mencapai 1 juta hektar dari total 2,4 juta hektar. Namun, penguasaan kawasan hutan itu tidak diimbangi dengan pemberian izin kelola kepada masyarakat. Warga yang berada dalam dan sekitar hutan pun mengalami persoalan terhadap ruang kelola, yang berdampak pada perambahan hutan marak dan pembakaran lahan setiap tahun terjadi.

Pengawasan kegitan patroli terpadu dilakukan secara insentif difokuskan pada kawasan rawan kebakaran hutan dan lahan. Model patroli secara gotong royong atau terpadu ini kelihatannya sangat bagus, karena dengan melakukan kegiatan patroli di daerah rawan kebakaran personil bisa langsung mengawasi dan jika melihat titik api di lapangan langsung melakukan pemadaman.


(3)

6

Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN

Mengedepankan pencegahan melaui patroli gabungan, pemetaan kawasan rawan kebakaran kebakaran hutan dan lahan melalui pengawsan pada titik api oleh satgas poskomando pencegahan dan pengendalian hutan dan lahan merupakan tindakan yang dapat mengefesisensi anggaran. Kegiatan ini harus tepat sasaran dalam melakukakan proli di lapanagan, kebakaran hutan dan lahan jangan samapai kegiatan rutin tahunan seperi weter bomming yang mnyedot anggaran sangat besar.

2.Tugas dan Tanggung Jawab.

Dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan ada tiga tahap yaitu pencegahan, pemadaman dan pasca kebakaran. Jika mencermati tugas dan tanggung jawab posko satagas Kabupaten Muaro Jambi, pencegahan dan pengendalain kebakaran hutan masih dalam tahap pegendalian kabut asap. Terlihat yang menjadi acuan pengendalian kebakaran adalah kebijakan yang telah ditentukan berdasarkan Keputusan Bupati Nomor : 329/Kep.Bup/BPBD/2015 Tentang penanggulangan bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan Pemerintah Kab. Muaro Jambi. Adapun upaya-upaya penanggulangan yang dilakukan membentuk posko satgas terpadu dan melakukan aktivasi posko, pemadaman dan pembagian masker, melalui Pergub tahun 2016, tugas dan tanggup jawab sub posko satgas poin dua berikut ini. Mengendalikan dan mengkordinasikan tugas sub satgas darat dengan unsur-unsur lain yang terlibat dalam pengendalian bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan. sehingga wajar kebakaran hutan dan lahan menjadi rutinitas kegiatan tahunan dalam memadamkan api.

C.Keuangan

Dalam program pembangunan sangat diperlukan untuk mendukung pelakasanaan kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Muaro Jambi, pada realisasi anggaran bidang program pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan tahun 2011-2015 belum efektif karena titik api di Kabupaten Muaro Jambi belum bisa dikendalikan.

Jika memperhatikan jenis kegiatan yang dilakukan hasil dari wanwancara dengan Bapak Syakur Kabid Perlindungan Kehutanan Dishutbun pada tahun 2015 dan juga tahun-tahun sebelumnya, ternyata dari jenis kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Muaro Jambi masih terlihat kurang variatif. Khususnya untuk tahun 2015, permasalahan pada kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan diindentifikasikan pada tabel dibawah ini.

Tabel V.2

Jenis Kegiatan Pengendalian Kebakaran dan Permasalahan di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2015

No Jenis Kegiatan Dana/Rp Permasalahan

1 Penyuluhan/sosi

alisasi tentang kebakaran hutan dan lahan kepada

masyarakat 23.000.000

Penyuluhan dilakukan setelah terjadi kebakaran. Penyuluhan

dilakukan dengan menyurati Kepala Desa.

2 Kordinasi

dengan pemegang izin usaha

Lemahnya penagwasan

Sumber: Data diolah Peneliti (Bappeda Kabuapten Muaro Jambi, 2016)

Ketidak seriusan pemerintah daerah dalam menangani kebakaran hutan dan lahan terlihat alokasi anggaran untuk pencegahan dan pengendalian kebakaran masih sangat kecil, sedangkan biaya untuk pencegahan dan pengendalian kebakaran membutuhkan biaya yang mendukung. Untuk itu, meskipun dana tidak mencukupi untuk kegiatan di lapangan para petugas tetap melakukan kegiatan di lapangan secara gotong royong dengan terpadu untuk menutupi biaya operasional masing-masing petugas.

Salah satu fungsi dari Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD tersebut adalah untuk pengkordinasi pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. Badan Penanggulangan bencana Daearah Kabupaten Muaro Jambi terbentuk pada tahun 2011. Barulah di tahun 2013 BPBD Muaro Jambi mempunyai alokasi anggaran. Hal ini yang menyebabkan terbatasnya anggaran untuk kegiatan dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Bahkan anggaran BPBD Kabupaten Muaro Jambi untuk alokasi khusus pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan belum tersedia.

Permasalahan yang terjadi tentang kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Muaro Jambi adalah keterbatasan anggaran dan tidak ada dana khusus untuk kegiatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan, namun ketika keterbatasan dan tidak ada dana alokasi khusus untuk pencegahan kebakaran posko satgas tepadu biaya operasional ditanggung sendiri sesuai profesi masing-masing. Sementara itu posko satgas terpadu dibiayai melalui BNPB tidak mampu membiaayai kebutuhan oprasional sehari-hari maupun untuk tim personil satgas yang bekerja. Ada kecenderungan koordinasi antara lembaga baru akan dilakukan ketika bencana datang. Sebaiknya, penanganan semestinya sudah dimulai dari tahap pencegahan jangan sampai bencana asap berulang kembali.

Aksi-aksi pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Muaro Jambi masih kurang memadai, lemahnya dana untuk pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dikeluhkan oleh berbagai instansi terkait. Landasan hukum


(4)

7

Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN

pembentukan posko satgas pencegahan kebakaran hutan dan lahan di lokasi penelitian pada amanat Perda Provinsi Jambi mengenai pendanaan hanya menyebutkan bahwa anggaran untuk organisasi tersebut dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan sumber-sumber lain yang tidak mengikat. Namun demikian, status organisasi yang bukan SKPD tidak memungkinkan organisasi tersebut untuk memperoleh anggaran dari sumber manapun kecuali anggaran yang disisihkan oleh instansi-instansi anggotanya.

D. Infrastruktur Sarana dan Prasarana

Keterlibatan semua unsur baik pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Keterlibatan dalam operasi patroli maupun pemadaman kebakaran hutan dan lahan sehingga alat perlengkapan tersebut memadai untuk pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Karena sarana dan parasarana yang disediakan pemerintah belum memadai. Berikut sarana dan parasarana yang tergabung pemerintah dengan swasta dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Mengenai pengendalian kebakaran perusahan swasta diwajibkan memilki sarana kebakaran. Padahal dalam izin usaha ada kesanggupan pihak perusahaan untuk memenuhi sarana dan prasarana kebakaran. Namun di lapangan sulit ditemukan. Jika berbicara peralatan untuk pemadam kebakaran di Kabupaten Muaro Jambi salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi yang mempunyai hutan dan lahan gambut luas selain Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur. Luas lahan 3 Kabupaten tersebut mencapai 900.000 hektar, jika terjadi kebakaran membutuhkan alat yang khusus untuk melakukan pemadaman. Dari hasil kegiatan pembinaan dan monitoring yang telah dilakukan oleh Dianas Kehutanan dan Perkebunan kelengkapan sarana dan prasarana kepada Pemegang izin usaha pada tagal 13-16 bulan 6-2016 dari 40 pemegang izin usaha yang tersebar di Kabupaten Muaro Jambi, 16 pemegang izin usaha yang sudah dimonitoring oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Muaro Jambi. Namun tidak ada dijelaskan dalam rekap data apakah hasil monitoring tersubut pemegang izin patuh atau tidak terhadap aturan yang telah di tetapkan , nara sumber hanya mengatakan bahwa hasil pembinaan dan monitoring yang telah dilakukan pemegang izin sebagian masih dalam proses tahap melengkapi.

Dalam konteks manajemen risiko kebakaran hutan dan lahan, semangat tindakan pencegahan sudah menjadi bagian dari pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan dan sumber daya alam lainnya. Dengan adanya landasan hukum tersebut, oleh karena itu pemegang izin usaha mempunyai tanggung jawab sangat besar untuk mencegah terjadinya kebakaran di areal lahan atau usahanya. Pemegang izin usaha bukan hanya

dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara mebakar atau melakukan perbuatan khususnya di ekosistem gambut yang secara potensial menyebabkan terjadinya kebakaran, namun juga mempuyai kewajiban mengawasi areal lahan atau usahanya dari kemungkinan terjadinya kebakaran baik yang bersumber dari perbuatan pihak lain maupun dari bencana faktor iklim yang berpotensi terjadi kebakaran hutan dan lahan.

Bagi pemegang izin uasaha baik perkebunan maupun hutan tidak ada alasan terjadinya kebakaran bukan tanggung jawabnya, meskipun pemegang izin tidak terbukti melakukan pembakaran sendiri, namun ketika terjadi di areal konsesi pemegang izin usaha harus tetap bertanggungjawab terhadap kebakaran di areal lahan miliknya yang disebabkan oleh pihak lain atau faktor iklim. Sulitnya pembuktian terhadap pembakaran lahan ini yang menjadi faktor kendala dalam memberikan sanksi pembakaran, kemudian daripada itu adannya kahwatiran oleh pembuat kebijakan dibidang perkebunan di tinggal oleh investor jika pencabutan izin tersebut mudah dilaksanakan, meskipun sudah melanggar atas kewajiban yang telah diberikan atau larangan. Ketidak tegasan pemerintah dalam mengakkan sanksi yang menyebabkan kendala dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan, hukum cendrung tunduk kepada investor atau pengusaha skala besar.

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor: 2 Tahun 2016 Tentang Pencegahan Dan Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Lahan. setiap pemegang izin wajib memiliki sarana dan parasarana, Bahwasanya kelengkapan sarana dan prasarana yang dimaksud adalah ketersedian sumber air (embung). Kegiatan pencegahan pengendalian kebakaran hutan dan lahan tidak bisa hanya pada program reaktif saja usaha pemadaman apabila sudah terjadi kebakaran. Akan tetapi perlu langkah-langkah upaya preventif, upaya kegiatan preventif yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi secara terpadu seperti pembuatan kanal bloking, Pembuatan kanal bloking akan berperan ganda di dalam lahan.

Sebaikanya untuk kedepan dalam pelaksanaan kegiatan pecegahan seperti pembangunan kanal blocking diperlukan badan kordinasi khusus yang bisa melaksanakan fungsi dengan isntansi terkait, kegiatan selama ini dalam pembangunan kanal bloking di Kabupaten Muaro Jambi masih bertumpu pada Badan Penanggulangan bencana Daerah. Dimasa mendatang diperlukan perancanaan strategis yang memuat program kegiatan pembangunan fisik semisal pembangunan kanal bloking yang dikordinasi oleh Dinas Pekerjaan Umum, sehingga Dinas-dinas terkait ikut serta untuk mewujudkan upaya kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Provinsi Jambi juga sudah berhasil membuat perda yang melaranag membuka lahan dengan cara membakar, namun bukan hanya melarang, Provinsi Jambi juga menghadirkan solusi terutama bagi


(5)

8

Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN

masyarakat yang bertani yang ingin membuka lahan, yaitu satu Eksvakator satu kecamatan dengan tujuan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan dari pembukaan lahan yang selama ini sering dikukan dengan cara membakar. Namun persolaannya adalah, biaya oprasional ekasvakator itu mahal. Networking

Networking dalam persefektif penguatan kafasitas kelembagaaan menjadi salah satu elemen yang dilakukan dengan meningkatkan kemempuan kelembagaan dalam menjalin kerjasama dengan pihak lain.

Pola Hubungan Kerjasama

Pola hubungan fungsional dapat dilakukan dalam kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Institusi yang terkait baik pemerintahan swasta dan LSM maupun masyarakat umumnya yang berwenang dalam pembardayaan masyarakat maupun pemebinaan terhadap izin usaha untuk upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Kabupaten Muaro Jambi terdapat hubungan yang terkomfirmasi, namun terdapat kewenangan dalam hubungan fungsional dari lemabaga provinsi. Kondisi hubungan fungsional antara lemabaga ini terlihat terkait dengan pembagian tugas dan tanggung jawab posko satgas pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan bidang-bidang pencegahan dan pengendalain kebakaran hutan dan lahan struktur organisi terpadu menharuskannya kerja sama dengan pola kordinasi dengan lembaga provinsi.

Kerja sama oprasional. Kerjasama dimaksud adalah dalam bentuk oprasional dalam hal pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Semua ikut mempersiapkan peralatan maupun personil baik pemerintah, masyarakat maupun swasta.

Hubungan kerja sama fungsional yang terjadi di Kabuten Muaro Jambi dan Provinsi Jambi dalam pemadaman kebakaran saling membantu berbagai lembaga walaupun seperti Daops Manggala Agni mempuayai wilayah pencegahan dan pengendalain kebakaran. Lembaga-lemabga yang terlibat dalam pencegahan dan pegendalian kebaran hutan dan lahan saling membantu untuk mencapi tujuan.

Hasil analisis matrik lembaga BPBD Muaro Jambi adalah merupakan lemabag yang paling banayak

berhunagan dengan lembaga-lembaga lain. Kondisi

tersebut akan turut menentukan dalam pemilihan lembaga yang dapat ditunjuk sebagai koordinator jejaring (network coordinator) atau pemegang posisi utama dalam sistem peganisasian yang akan dibangun.

Kelembagaan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Provinsi Jambi menerapkan prinsip kesatuan komando. Seperti landasan hukum ditingkat Provinsi pembentukan pos (komando )satgas pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, menyebutkan hubungan komando antara organisasi Kabupaten Muaro Jambi dan Provinsi Jambi.

Terkait penguatan kelembagaan, maka dapat disimpulkan bahwa hanya beberapa lembaga, terutama yang menangani kehutanan dan perkebunan, yang telah memiliki kapasitas untuk melaksanakan kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Namun, kapasitas tersebut pun masih belum memadai sangat k minim jika melihat sumber daya yang tersedia, terutama sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta dana. Oleh sebab itu, dari sisi ini, sistem kelembagaan yang dirancang lebih cendrung pada pembentukan lembaga baru seperti pembentukan posko satgas kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi, kemudian menarik semua sumber daya yang tersebar di berbagai organisasi lain untuk menjadi modal awal organisasi yang baru dibentuk tersebut. Setelah organisasi terbentuk, barulah kemudian dilakukan peningkatan kapasitas kelembagaan.

Pencegahan dan Pengendalian kebakaran hutan dan

lahan pada umumnya belum mendapatkan porsi anggaran yang memadai karena masih kalah prioritas dibandingkan program-program lain di setiap SKPD, baik di provinsi Jambi maupun kabupaten Muaro Jambi. Keberadaan Posko (Poskomando) Provinsi Jambi dan Posko (Posko Komando) Satgas di Kabupaten Muaro Jambi yang bukan SKPD belum diperhatikan. Oleh sebab itu, untuk menjamin berjalannya sistem pengorganisasian pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, organisasi yang mengelola sistem tersebut di daerah harus menjadi satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

IV. KESIMPULAN

Hasil dari penelitian menemukan bahwa

pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Muaro Jambi belum pada tahap pencegahan terbukti arah kebijakan masih dalam tahap pengendalian kabut asap dan pemadaman, dalam konteks pengendalian kebakaran memiliki tiga tahap yaitu tahap pencegahan, tahap pemadaman dan pasca kebakaran. Jika hanya pada tahap pemadaman saja kegiatan dalam pencegahan pengendalain kebakaran yang menjadi landasan pemerintah Kabupaten Muaro Jambi, sehingga pengutan kelembagaan dalam pencegahan kebakaran tidak akan sampai pada tujuan. Hal ini yang menyebabkan agenda kegiatan rutin memadam api setiap tahun. Selain itu permasalahan yang belum terselsasikan belum jelasnya tata kelola ruang lahan gambut serta penegakan hukum yang belum tegas tidak patuhnya pemerintah daerah dan pemegang izin usaha dalam memberikan pengawsan sehingga terkesan pembiaran kepada pemegang izin usaha yang tdak patuh terhadap peraturan standar untuk memenuhi kesanggupan menyediakan sumer daya manusia dan sarana dan prasaran damkar pemengang izin usaha.

Hasil tersebut terlihat dari demensi sumber daya


(6)

9

Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN

demensi infrastruktur dan Networking dari kelima demensi tersebut akan di paparkan sebagai berikut:

1.Sumber daya manusia pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dilihat dari indikator Jumlah personil yang sudah menegikuti pelatihan belum memadai untuk memberi penagawsan dan pemedaman . Kemudiaan pelatihan yang telah dilakukan oleh pemerintah kabupaten maupun provinsi terhadap personil pemadam belum ada kejelasan kegiagiatan berkelanjutan atau rutin dilakukan, sehinnga bencana kebakaran ini akan menjadi kometmen pemerintah daerah. 2.Organisasi, di dalam struktur organisasi yang

berkaitan kebekaran hutan dan lahan BPBD dan Dishutbun tidak dicantumkan secara formal dalam urusan kebakaran hutan dan lahan, Kabupaten Muaro Jambi membentuk posko sebagai satgas patroli dan pemadam. pengendalain kebakaran hutan dan lahan dikomandani oleh Dan Satgas , posko dibentuk oleh BPBD Provinsi Jambi. Adapun tugas dan tanggung jawab posko satgas Kabupaten Muaro Jambi melalui perturan Gubernur belum pada tahap pencegahan, masih dalam tahap peneggulangan asap.

3.Keuangan, Keuangan untuk kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan baik di Dinas Kehutanan dan perkebunan belum memadai, sedangkan keuangan di BPBD Muaro belum ada alokasi dana dikarenakan pemerintah daerah belum menajdi perhatian terhadap bencana kebakaran.sedangkan posko satgas kebakaran hutan dan lahan tidak bisa mengelola anggaran dikarenakan belum menjadi SKPD.

4.Infrastruktur, sarana dan prasarana perlengkapan yang dibutuhkan di lapangan untuk pemedaman masih kurang memadai. Keterlibatan berbagai pihak dalam pencegahan dan penegndalian kebakaran hutan dan lahan sangat penting untuk melengkapai sarana dan prasarana namun masih banayak pemengang usaha yang terjadi pemegang izin usah tidak melengkapi sarana dan prasara yang sudah menjadi standar yang telah ditentukan.Selain itu pemerintah provinsi jambi meberikan solusi melaui perda tentang pencegahan dan pengendalain kebakaran hutan dan lahan yakni memberikan alat sebagai penganti membuka lahan dengan cara tidak membakar membarikan bantuan kepada masyarakat satu Eksvakato satu kecamatan kebijakan ini masih dalam tahap proses persetujuan dan perlu payung hukum untuk melaksanakannya. Sedangkan sarana dan prasarana dalam tindakan prefentif pemerintah berkerja sama dengan swasta dalam membuat kanal blocking untuk kebutuhan air di lahan tanah gambut dan juga untuk persedian air ketika melakaukan pemadaman.

5.Network, kerjasama dalam pencegahan dan

pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Muaro Jambi sudah dilakukan, baik itu dengan instansi pemerintah kabupaten maupun

provinsi, swata, dan masyarakat dalam hal penggalangan Sumberdaya baik itu SDM, dan parsarana kelengkapan pemadam di lapangan. kecualai dana. Namun dalam kordinsisasi masih menunggu setelah terjadi kebakaran dan hubungan kerjasama dengan lembaga SKPD pemerintah daerah lokal pengendalian tindakan freventif kordinasi tidak ditemukan.

DAFTAR PUSTAKA [1] http//www.walhi-jambi.com.2016

[2] Qodriyatun SN. 2014. Kajian Singkat Terhadap Isu-Isu Terkini Kebijakan Penanganan Kebakaran Hutan Dan Lahan. Info Singkat Kesejahteraan Sosial 6(6): 9-12. [3] Badan Pusat Statistik, 2012

[4] Chen, P., J. Miettinen, S.C. Liew, dan L.K. Kwoh. 2008. Sebuah Studi Kasus Pengindraan Jarak Jauh atas Penggunaan Lahan/Perubahan Tutupan Lahan di Lahan Gambut Muaro Jambi, Indonesia, antara 1989 – 2007. Pusat Pencitraan, Pengindraan dan Proses Jarak Jauh, Universitas Nasional Singapura

[5] http///www.kehutanan.org, 2016

[6] Kusamasari Bevaola.2014. Manajemen Bancana dan Kapabilitas Pemerintahan Lokal. Yogyakarta. Grava Media [7] Milen, A. 2006. What Do We Know About Capacity

Building?, An Overview of Existing Knowledge and Good Practice, World Health Organization. Geneva: De-partement of Health Service Provision.

[8] Mutiarin Dyah. 2014. Menejemen Birokrasi dan Kebijakan Penelususran konsep dan Teori. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

[9] Lexy Moleong, 2010. Memehami penelitian Kualitatif. Bandung Penerbit Alfabeta

[10] http//:www.Mongabay.co.id.2016

[11] Noor, M., 2010. Lahan Gambut. Pengembangan, Konservasi, dan Perubahan Iklim. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.