DAMPAK KETIDAKSTABILAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP PERMINTAAN UANG M2 DI INDONESIA

Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 9, No. 2, Desember 2008, hal. 121 - 136

DAMPAK KETIDAKSTABILAN NILAI TUKAR RUPIAH
TERHADAP PERMINTAAN UANG M2 DI INDONESIA
Etty Puji Lestari
Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka, Jakarta
E mail: ettypl@mail.ut.ac.id

ABSTRACT
This article attempts to estimate demand for M2 money in Indonesia using time
series non-stationary technique in 1997.1 - 2006.4. There are four methods are used
in research, first, VAR estimation used to forecast model which have interaction of
data time series. Second, function impulse response to see response from every
variable to structural innovation of the other variables at the same time. Third,
variance decomposition to know dissociating variation change of shock from each
variable to other variables in model. Fourth method, ADL ECM to see long-range
adjustment in variable, before and after addition of variable. The result, there are
non-stationary condition in the time series data in the research. Result of VAR
estimation show that there is no causality relation two ways among fifth of variable.
From impulse, response known that response of M2 variable to other variable very

fluctuative but finally the condition will return to stabilize.
Keywords: instability of exchange rate, M2 money, vector autoregression
PENDAHULUAN
Perekonomian Indonesia masih menunjukkan
kinerja yang cukup baik sampai awal tahun
1997 yang ditandai oleh menguatnya beberapa indikator makro ekonomi. Pada tahun
1996, tingkat pertumbuhan ekonomi masih
mencapai 7,8 persen per tahun dan investasi
langsung luar negeri mencapai $6,5 juta pada
tahun fiskal 1996/1997. Sementara itu cadangan devisa resmi pemerintah mencapai $20
juta pada bulan Maret 1997, serta tingkat
depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika
masih terpelihara pada kisaran 3-5 persen
(Bank Indonesia, 1997).
Krisis ekonomi dan keuangan yang
awalnya melanda Thailand berdampak pada
perekonomian negara-negara ASEAN, ter-

masuk Indonesia. Perekonomian Indonesia
mulai mengalami perubahan yang signifikan

setelah pada pertengahan tahun 1997 muncul
masalah yang menghantam perdagangan
valuta asing di kawasan Asia, yang diawali
dengan guncangan pasar valuta asing di
Thailand dan kemudian menjalar ke pasar
valuta asing negara-negara lain termasuk
Indonesia. Pada akhir periode tahun 1997,
depresiasi riil nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS mencapai angka 68,7 persen. Pada
saat keseimbangan eksternal tergangggu,
terjadi pula ketidakseimbangan internal.
Kenaikan harga barang-barang secara otomatis akan memperbesar angka inflasi. Pada
akhir tahun 1997 angka inflasi mencapai 11,1
persen per tahun dan terus meningkat hingga

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008

122

Pertumbuhan Ekonomi

100

80

Persen

60

40

20

0
1992

1994

1996

1998


2000

2002

2004

2006

2008

-20

Tahun
inflasi

pertumbuhan PDB riil

Gambar 1. Laju Inflasi dan Pertumbuhan PDB Riil


mencapai 168,32 persen per tahun pada tahun
berikutnya (Bank Indonesia, 1999).
Pada kasus Indonesia, krisis nilai tukar
mata uang Rupiah terhadap dolar, terus
menular ke sektor-sektor lainnya hingga
menimbulkan krisis ekonomi. Pada akhir
tahun 1997, pertumbuhan ekonomi tahunan
(PDB riil) tercatat sebesar 4,7 persen sedang
pada akhir tahun 1998 turun sebesar -13,2
persen (Gambar 1). Sebelum terjadinya krisis
ekonomi, antara tahun 1990 sampai 1996,
pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata
mencapai 8 persen. Setelah terjadinya krisis
ekonomi tahun 1997 maka pertumbuhan
ekonomi Indonesia antara tahun 2000 sampai
2006 menurun dengan rata-rata 4,86 persen.
Perekonomian Indonesia mulai dikatakan membaik pada tahun 2000 yang dibuktikan dengan adanya penurunan inflasi dari
77,63 persen pada tahun 1998 menjadi 2,01
pada tahun 2000, namun kembali meningkat
pada tahun 2002 sebanyak 12,55 persen.

Membaiknya kinerja ini juga diikuti oleh
meningkatnya pendapatan perkapita masya-

rakat (percapita gross national product)
yaitu dari 4.49 juta rupiah pada tahun 1998
dan 5,78 juta rupiah (2000) menjadi 6,86 juta
rupiah pada tahun 2001 (BPS, 2003). Pemulihan kondisi tersebut ditunjang oleh membaiknya infrastuktur yang ada serta
kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah baik fiskal maupun moneter.
Kondisi non stasioner tersebut menunjukkan bahwa secara teoritis terdapat masalah yang berkaitan dengan stabilitas. Stabilitas merupakan syarat utama dari stasioneritas
data, terutama data time series. Kondisi non
stasioner terjadi jika nilai rata-rata (mean),
variance dan covariance tidak konsisten
sepanjang waktu. Stabilisasi pada data time
series berhubungan erat dengan stabilitas
ekonomi makro. Jika ada permasalahan yang
berhubungan dengan variabel non stasioner
maka hasil estimasi akan mengalami regresi
lancung (spurious regression atau spurious
correlation problem). Sejauh ini perdebatan

akademik menyangkut kelancungan pertama
kali dikemukakan oleh Granger dan Newbold
pada tahun 1974 dan tahun 1977 serta dikaji

Etty Puji Lestari - Dampak Ketidakstabilan Nilai Tukar Rupiah
lebih lanjut oleh Phillips pada tahun 1986.
Dampak yang ditimbulkan oleh regresi
lancung antara lain: koefisien penaksir tidak
efisien, peramalan berdasarkan regresi tersebut akan meleset dan uji baku umum menjadi
tidak sahih (Insukindro, 1991).
Untuk mencapai stabilisasi ekonomi
maka diperlukan target-antara di antaranya
jumlah uang beredar. Di sisi lain pengendalian jumlah uang beredar (JUB) sulit diukur.
Pengendalian JUB berkaitan erat dengan
perilaku permintaan uang masyarakat terutama untuk jangka panjang. Salah satu
variabel penentu yang cukup berarti dalam
dalam teori ekonomi adalah kurs atau nilai
tukar yang sifatnya fluktuatif. Variabel ini
menjadi lebih dominan pada masa krisis.
Perekonomian suatu negara dikatakan bebas

dari krisis apabila mampu mencapai nilai
kurs yang stabil.
Berangkat dari kondisi yang sangat fluktuatif tersebut, maka artikel ini ingin menganalisis permintaan uang di Indonesia dengan
teknik time series non stasioner pada saat
terjadi ketidakstabilan nilai tukar pada tahun
1997.1–2006.4; menganalisis perilaku variabel penentu permintaan uang yang memiliki
karakteristik yang sangat fluktuatif di
Indonesia terutama setelah Bank Indonesia
mengenakan sistem kurs mengambang bebas;
dan mengukur besarnya kecepatan penyesuaian (speed of adjustment) jangka panjang
permintaan uang.

123

terhadap luar negeri bebas dilakukan oleh
masyarakat Indonesia. Masyarakat telah
dibebaskan untuk memegang valuta asing
dengan sistem kurs mengambang terkendali
(managed floating exchange rate) sejak awal
tahun 1980-an dan sekarang sistem kurs

mengambang penuh (free floating exchange
rate). Kebijakan ini memungkinkan masyarakat di dalam negeri untuk merelokasikan
kekayaannya dengan memasukkan mata uang
asing sebagai salah satu bentuk kekayaan
yang dipegang sehingga memungkinkan
maksimisasi return dari asset yang mereka
pegang.
Perdebatan pemilihan variabel kunci
dalam menjelaskan perilaku permintaan uang
tidak terlalu banyak variasinya. Penelitian
yang dilakukan oleh Hendry dan Erricson
(1991) dan Mizao (1997) menggunakan 4
variabel yaitu M, π , Y dan R yang masingmasing menunjukkan M1 riil, tingkat laju
inflasi, output riil, dan tingkat bunga berjangka. Selanjutnya melihat kondisi keterbukaan
yang dialami Indonesia sejak awal tahun
1980-an maka berbeda dengan penelitian
Morimune dan Zhao (1997), model dapat
diperluas untuk memasukkan variabel nilai
tukar dan permintaan uangnya dipilih M2
karena memiliki skala yang lebih luas

dibandingkan M1. Model penelitian ini dapat
dituliskan sebagai berikut:

M d = f (Yt , ER t , rt , Inf t )
dimana

METODE PENELITIAN
Model Estimasi Permintaan Uang
Penggunaan model perekonomian terbuka
dapat diterima untuk kasus permintaan uang
di Indonesia, mengingat bahwa transaksi

Md adalah permintaan uang M2
Yt adalah output atau pendapatan nasional riil
ERt adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar
rt adalah tingkat suku bunga pasar dan
Inft adalah tingkat inflasi.

124


Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Statistik dan Keuangan Indonesia, Bank
Indonesia, International Financial Statistic
(IFS), World Bank dan beberapa sumber literatur lainnya. Rentang waktu yang digunakan
dalam penelitian adalah mulai tahun 1997.1
sampai 2006.4.
Penelitian ini menggunakan 4 (empat)
metode estimasi, yaitu pertama, Vector Autoregression/VAR untuk melihat estimasi hubungan dalam jangka panjang. Metode VAR
diyakini mampu melakukan peramalan yang
lebih baik dibandingkan model persamaan
struktural. Metode kedua adalah melakukan
pengujian terhadap impulse response function untuk melihat respon dari setiap variabel
terhadap struktural inovasi variabel lainnya
dalam model pada periode waktu bersamaan.
Metode ketiga adalah menguji variance decomposition yang berguna untuk memisahkan variasi perubahan shock dari setiap
variabel terhadap variabel lain dalam model.
Metode terakhir yang dipakai adalah melakukan estimasi model ADL ECM. Metode
estimasi ini merupakan turunan dari model
VAR atau metode estimasi VAR yang
memasukkan variabel tambahan (ECT) ke
dalam analisis. Tujuannya adalah untuk melihat penyesuaian jangka panjang dalam variabel yang diamati sebelum dan sesudah
penambahan variabel.
Uji Akar Unit Autoregressive
Tujuan uji akar unit adalah untuk mengetahui
ada tidaknya akar unit (komponen random
walk). Uji akar unit yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dua uji yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller (1981). Uji
akar unit dapat dipandang sebagai uji stasio-

neritas karena pada prinsipnya uji tersebut
dimaksudkan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregressif yang
ditaksir memiliki nilai satu atau tidak.
Namun demikian model otoregresif memiliki
distribusi yang tidak baku seperti uji t dan uji
f yang tidak cukup layak digunakan untuk
menguji hipotesa. Uji tersebut dikembangkan
dengan penaksiran otoregresif sebagai
berikut:

X t = α + θX t −1 + u t

…….(1)

dimana parameter θ untuk data time series
diasumsikan positip. Xt menjadi non stasioner jika parameter θ sama dengan atau lebih
dari satu. Time series persamaan 1 stasioner
jika θ < 1. Proses pengujiannya dilakukan
dengan mengaplikasikan OLS ke dalam per-

ˆ nilai
samaan 1 sehingga kita mendapatkan θ
estimasi dari θ . Selanjutnya dilakukan uji t
(t-test) pada hipotesis nol Ho: θ =1 melawan

ˆ merupakan standar error
Ha: θ