Analisis Keterbukaan Ekonomi Terhadap Nilai Tukar Rupiah Di Indonesia

(1)

ANALISIS KETERBUKAAN EKONOMI TERHADAP NILAI

TUKAR RUPIAH DI INDONESIA

T E S I S

Oleh

MEIHENDRA TIMOTIUS DEPARI

077018040/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N A


(2)

ANALISIS KETERBUKAAN EKONOMI TERHADAP NILAI

TUKAR RUPIAH DI INDONESIA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MEIHENDRA TIMOTIUS DEPARI

077018040/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS KETERBUKAAN EKONOMI TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH DI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Meihendra Timotius Depari

Nomor Pokok : 077018040

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, MSi) Ketua

(Drs. Iskandar Syarief, MA) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Murni Daulay, M.Si)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.,M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 2 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si

Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, MA

2. Dr. Jonni Manurung, MS

3. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterbukaan ekonomi terhadap nilai tukar rupiah/US$ di Indonesia. Dengan memperhatikan faktor keterbukaan ekonomi dan faktor ekonomi yang ada dalam hal ini indeks derajat keterbukaan ekonomi, investasi asing bersih, suku bunga dan inflasi.

Penelitian ini menggunakan data time series antara tahun 1999:1 – 2008:3 dan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk mengestimasi nilai tukar rupiah/US$ di Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan indeks derajat keterbukaan ekonomi 3 bulan sebelumnya, suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan pada 3 bulan sebelumnya, inflasi 3 bulan sebelumnya dan investasi asing 3 bulan sebelumnya secara keseluruhan (serentak) mempengaruhi nilai tukar Rupiah/US$ di Indonesia. Sedangkan secara parsial, indeks derajat keterbukaan ekonomi 3 bulan sebelumnya, suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan pada 3 bulan sebelumnya serta inflasi 3 bulan sebelumnya sangat signifikan secara statistik mempengaruhi nilai tukar Rupiah/US$. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kontribusi inflasi terhadap nilai tukar Rupiah/US$ lebih besar dibandingkan indeks derajat keterbukaan ekonomi, suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan, dan investasi asing bersih.

Kata Kunci: Nilai Tukar Rupiah/US$, Indeks Derajat Keterbukaan, Suku Bunga Bank Indonesia, Inflasi, Investasi Asing Bersih, Ordinary Least Square (OLS).


(6)

ABSTRACT

The objective of this research is to analyze the openness of economy in terms of exchange rate rupiah/US$ in Indonesia. By consideration of openness factor in economy and the degree of openness, net foreign investment, interest rate and inflation.

This research applies data time series between the year 1999:1 - 2008:3 and utilize the method of Ordinary Least Square (OLS) to estimate the exchange rate of rupiah/US$ in Indonesia.

The result shows that the prior to the index degree of openness three months before, interest rate of Indonesia Bank tenor three months, inflation three months ago and net foreign investment have effect on exchange value of rupiah/US$ in Indonesia simultaneously. Partially index degree of openness three months before, interest rate of Indonesia Bank tenor three months, inflation three months ago are very significant statistically effect on exchange rate of rupiah/US$. The result also indicates that contribution of inflation term of exchange rate of rupiah/US$ is bigger than index degree of openness, Indonesia bank rate tenor 3 month, and net foreign investment.

Keywords: Exchange rate rupiah/US$, Degree of Openness, Interest Rate of Bank Indonesia, Inflation, Net Foreign Investment, Ordinary Least Square (OLS).


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas anugerahNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Analisis Keterbukaan Ekonomi terhadap Nilai Tukar Rupiah di Indonesia” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada Ayahanda Drs. A. Depari dan Ibunda M. Pinem, karena berkat doa dan dorongannyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini dan Istriku tercinta, Fenni Elva, serta putriku yang cantik, Athania Natasha Depari, yang terus memberikan doa serta dorongan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudara Ribka dan Nuel.

Tesis ini penulis selesaikan dengan usaha, bantuan bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, D.M.T.&H., Sp.A (K)., Rektor Universitas Sumatera Utara (USU).

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si., Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Ketua Pembimbing yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk dapat dibimbingnya dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Drs. Iskandar Syarief, M.A., sebagai Anggota Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pemikiran dan arahannya kepada penulis.


(8)

5. Bapak Dr. Jonni Manurung, M.S, Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si dan Drs. Rujiman, M.A sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

8. Rekan-rekan mahasiswa angkatan XIII dan sebelumnya serta teman-teman yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang telah mendorong dan memberikan bantuan moril kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

9. Bapak Kepala Kantor dan rekan-rekan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia yang memberikan dukungan moril kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Semoga Tuhan memberikan balasan yang berlipat ganda atas seluruh kebaikan yang diberikannya kepada penulis.

Medan, September 2009


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : MEIHENDRA TIMOTIUS DEPARI

Agama : Kristen Protestan

Tempat/Tanggal Lahir : Binjai/18 Mei 1978

Jenis Kelamin : Laki-laki

Warga Negara : Indonesia

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Alamat : Komp. Bukit Johor Mas B-31, P. Mashyur,

Medan Johor

Nama Istri : Fenni Elva, SE

Nama Orang Tua Laki-laki : Drs. Anwar Depari Nama Orang Tua Perempuan : Magdalena Pinem Riwayat Pendidikan Formal

Sekolah Dasar : SD Negeri I Juhar Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri I Juhar Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri I Binjai

Sarjana Muda : Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Sarjana Ekonomi/Akuntansi : Universitas Sumatera Utara (USU)


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ………... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI ..………... DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ……… iii v vi ix x DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

BAB I PENDAHULUAN ..……… 1

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Perumusan Masalah …..……… 6

1.3. Tujuan Penelitian..………. 7

1.4. Manfaat Penelitian ……… 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………….……….. 9

2.1. Pengertian Nilai Tukar ………... 9

2.2. Fungsi Nilai Tukar………. 11

2.3. Sistem Nilai Tukar ………. 12

2.4. Teori Penawaran dan Permintaan di Pasar Dana Pinjaman dan Pasar Valuta Asing………..……… 15

2.4.1. Pasar Dana Pinjaman ……….. 17

2.4.2. Pasar Valuta Asing ………... 20

2.4.3. Investasi Asing Bersih: Keterkaitan Antara Dua Jenis Pasar ………. 23


(11)

2.5. Teori Paritas Suku Bunga ………... 27

2.6. Teori Paritas Daya Beli ………. 29

2.7. Penentuan Nilai Tukar Rupiah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ... 31

2.8. Penelitian Terdahulu ………. 35

2.9. Kerangka Pemikiran………... 39

2.10. Hipotesis Penelitian ……….. 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 43

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ………. 43

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ………. 43

3.3. Model Analisis ………... 44

3.4. Metode Analisis Data ……… 44

3.5. Definisi Operasional Variabel…..………. 45

3.6. Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)……….. 46

3.7. Uji Pelanggaran Asumsi Klasik …...………. 46

3.7.1. Multikoliniearitas...….………. 46

3.7.2. Autokorelasi ……….... 48

3.7.3. Normalitas ……….…...………. ………. 49

3.7.4. Liniearitas……..………...……….. 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 51

4.1. Perkembangan Beberapa Indikator Perekonomian …... 51

4.2. Perkembangan Moneter………….……… 57

4.3. Hasil Penelitian………... 60

4.3.1. Nilai Tukar ………... 60

4.3.2. Indeks Keterbukaan Ekonomi ………. 63


(12)

4.3.4. Inflasi………... 67

4.3.5. Investasi Asing Bersih (Net Foreign Investment - NFI)………. 70

4.4. Hasil Estimasi ………... 72

4.5. Uji Asumsi Klasik………... 79

4.5.1. Uji Multikolinieritas ……….………….. 79

4.5.2. Autokorelasi ……… 80

4.5.3. Normalitas ……… 81

4.5.4. Linieritas ………. 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .………. 83

5.1. Kesimpulan ………...………. 83

5.2. Saran-saran………... 84

DAFTAR PUSTAKA ………


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Perkembangan Beberapa Indikator Ekonomi………. 55 4.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah per Dollar AS Periode

1999: 1-2008: 3... 62 4.3. Perkembangan Keterbukaan Ekonomi Indonesia 1999:1-2008:3. 64 4.4. Perkembangan SBI Tenor 3 Bulan Periode 1999:1-2008:3... 66 4.5. Perkembangan Inflasi Periode 1999:1-2008:3……….. 69 4.6. Perkembangan Investasi Asing Bersih Periode 1999:1-2008:3.... 71 4.7. Hasil Estimasi Nilai Tukar Rupiah/US$ dengan Menggunakan

Metode OLS... 72 4.8. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas………. 80


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar

Tahun 2003 – 2007……….. 5

2.1. Pasar Dana Pinjaman……… 19

2.2. Pasar Valuta Asing……… 23

2.3. Investasi Asing Bersih Tergantung pada Suku Bunga... 24

2.4. Ekuilibrium Serentak di Dua Pasar... 27

2.5. Kerangka Pemikiran Penelitan………. 41

4.1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah per Dollar AS 1999:1-2008:3... 62

4.2. Indeks Keterbukaan Ekonomi Indonesia Tahun 1999-2007... 65

4.3. Perkembangan SBI Tenor 3 Bulan Tahun 1999 – 2007... 67

4.4. Perkembangan Inflasi Tahun 1999 – 2007………. 70

4.5. Perkembangan Investasi Asing Bersih (NFI) Tahun 1999 -2007... 71


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Data Penelitian………. 87

2 Hasil Estimasi Nilai Tukar Rupiah/US$ dengan Menggunakan Metode OLS………. 89

3 Uji Multikolinieritas Derajat Keterbukaan Ekonomi... 90

4 Uji Multikolinieritas Suku Bunga Bank Indonesia... 91

5 Uji Multikolinieritas Inflasi………. 92

6 Uji Multikolinieritas Investasi Asing Bersih (NFI)…………. 93

7 Uji Autokorelasi dengan Menggunakan LM-Test... 94

8 Uji Normalitas……….. 95


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian Indonesia menganut sistem perekonomian terbuka yang ditandai dengan adanya perpindahan arus barang dan jasa (ekspor-import) serta modal/investasi dan atau portofolio sehingga secara langsung akan terimbas dengan sistem perekonomian dunia.

Seperti pada saat ini, perekonomian Indonesia merasakan dampak dari krisis keuangan global, begitu juga dengan melemahnya perekonomian dunia telah mengimbas menurunnya kinerja perekonomian Indonesia.

Berbagai indikator perekonomian menunjukkan bahwa krisis perekonomian global telah menyebar pada kinerja perekonomian di dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mengalami perlambatan dikarenakan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tumbuh melambat begitu juga dengan investasi akibat menurunnya permintaan eksternal dan meningkatnya faktor resiko ketidakpastian perekonomian dunia. Pertumbuhan ekspor diperkirakan akan melambat sedangkan pertumbuhan impor diperkirakan akan tertahan.

Nilai tukar selama Oktober 2008 mengalami depresiasi dikarenakan sentimen global telah mendorong terjadinya perilaku menghindari resiko (risk aversion) oleh para investor luar negeri. Secara alamiah, terjadinya krisis global menyebabkan para investor memindahkan portofolionya ke luar dari Indonesia. Hal ini memicu


(17)

terjadinya capital outflow meskipun kondisi fundamental perekonomian Indonesia masih kondusif. Perilaku tersebut menyebabkan nilai tukar rupiah melemah.

Dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, hubungan ekonomi antar negara akan menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Terjadinya perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak langsung akan berdampak pada indikator suatu negara.

Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah mengalami tekanan-tekanan yang menyebabkan semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Tekanan tersebut berawal dari currency turnmoil yang melanda Thailand yang dengan segera menyebar ke Indonesia dan negara ASEAN sehubungan dengan karakteristik perekonomian yang mempunyai kemiripan. Langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia antara lain dengan melakukan intervensi baik secara spot maupun forward untuk sementara memang dapat menstabilkan nilai tukar rupiah.

Namun tekanan depresiatif tersebut semakin meningkat khususnya lagi sejak awal Agustus 1997, di mana rupiah telah menembus Rp 2.650 per 1 $ US. Sehubungan dengan itu dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka pada tanggal 14 Agustus 1997, pemerintah memutuskan untuk menghapus rentang intervensi dan menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (flexible exchange rate). Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/bebas (freely floating system), posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang


(18)

asing ditentukan oleh mekanisme pasar. Sejak masa itu naik turunnya nilai tukar (fluktuasi) ditentukan oleh kekuatan pasar.

Peranan nilai tukar valas menjadi sangat penting, karena sebagai negara yang tengah melakukan pembangunan ekonomi, maka nilai tukar valas akan berhubungan langsung dengan sektor-sektor perdagangan luar negeri, investasi, bahkan berkaitan langsung dengan beban utang luar negeri yang merupakan sumber dana pembangunan. Oleh karena itu, kestabilan nilai tukar mutlak diperlukan.

Nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan bahkan cenderung mengalami apresiasi sebelum Juli 1997 telah mendorong capital inflow yang cukup besar ke Indonesia. Fenomena tersebut merupakan hal yang logis bagi suatu negara yang menganut sistem devisa bebas dan perekonomiannya terbuka karena arus modal akan selalu mengikuti return investasi yang terbesar dan resiko seminimal mungkin. Namun sejak pertengahan Juli 1997, capital inflow tersebut telah menjadi capital

outflow karena telah menjadi arus balik yang membahayakan baik terhadap nilai tukar

rupiah maupun terhadap perekonomian nasional. Nilai kurs meningkat dan berfluktuasi secara tajam. Gejolak nilai tukar ini tidak terlepas dari pengaruh variabel-variabel non-ekonomi yang sering kali lebih berpengaruh dalam menciptakan fluktuasi kurs valas. Selama periode krisis ekonomi kita dapat menyaksikan bahwa nilai kurs ini sangat mempengaruhi kondisi perekonomian domestik. Terpuruknya mata uang domestik (Rupiah) terhadap mata uang asing yang menjadi awal dari krisis ekonomi, pada dasarnya berasal dari permintaan uang luar negeri yang begitu tinggi, sedangkan penawarannya terbatas. Hal inilah yang


(19)

membuat nilai valuta asing (valas) seperti Dollar AS membumbung tinggi. Selain itu nilai kurs juga tidak terlepas dari variabel-variabel lain seperti tingkat suku bunga, tingkat harga yang diindikasikan dengan tingkat inflasi, devisa negara yang menurun serta variabel-variabel ekonomi dan non-ekonomi lainnya.

Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap US$ pasca diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang terus mengalami kemerosotan. Pada bulan Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap US$ sebesar Rp 3.035/US$, terus mengalami tekanan sehingga pada Desember 1997 nilai tukar rupiah terhadap US$ tercatat sebesar Rp 4.650/US$. Memasuki tahun 1998, nilai tukar rupiah melemah menjadi sebesar Rp 10.375/US$, bahkan pada bulan Juni 1998 nilai tukar rupiah sempat menembus level Rp 14.900/US$ yang merupakan nilai tukar terlemah sepanjang sejarah nilai tukar rupiah terhadap US$. Nilai tukar rupiah terhadap US$ tahun 1999 melakukan

recovery menjadi sebesar Rp 7.810/US$, tahun 2000 kembali melemah sebesar

Rp 8.530/US$, tahun 2001 melemah lagi menjadi Rp 10.265/US$, tahun 2002 kembali menguat menjadi Rp 9.260/US$, tahun 2003 menguat menjadi Rp 8.570/US$ dan pada tahun 2004 melemah menjadi Rp 8.985/US$.

Pada tahun 2005, melambungnya harga minyak dunia yang sempat menembus US$ 70/barrel memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap meningkatnya permintaan valuta asing sebagai konsekuensi negara pengimpor minyak. Kondisi ini menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap US$ dan berada pada kisaran Rp 9.200 sampai Rp 10.200 per US$.


(20)

Karakteristik Indonesia sebagai Small and Open Economy, menganut sistem devisa bebas dan ditambah dengan penerapan sistem nilai tukar mengambang (free

floating) menyebabkan pergerakan nilai tukar di pasar menjadi sangat rentan oleh

pengaruh faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi (Ramelan, 1999).

Dalam perkembangannya nilai tukar yang belum stabil dan inflasi yang masih tinggi memaksa Bank Indonesia, sebagai otoritas moneter untuk mempertahankan uang ketat, yang berakibat tingginya suku bunga di dalam negeri. Di sisi lain tingginya suku bunga yang berlebihan telah berdampak negatif bagi dunia usaha.


(21)

Grafik 1.1 di atas menunjukkan bahwa selama periode Januari 2003 sampai dengan Desember 2007 perubahan nilai tukar rupiah per bulan demikian besar dan fluktuatif yang diakibatkan oleh keterbukaan ekonomi yang besar.

Sehubungan dengan itu maka peneliti sangat tertarik untuk mengadakan penelitian khususnya yang berhubungan dengan variabel-variabel keterbukaan ekonomi dan faktor ekonomi yang dianggap berhubungan/asosiasi dengan nilai tukar rupiah terhadap US Dollar.

Mengingat pentingnya nilai tukar rupiah sebagai indikator ekonomi makro dalam APBN, maka sangat diperlukan model prakiraan nilai tukar yang tepat untuk memprakirakan nilai tukar realistis.

Beberapa variabel keterbukaan ekonomi dan faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah tersebut adalah derajat keterbukaan ekonomi, suku bunga, inflasi, dan Net Foreign Investment (NFI). Untuk itulah maka mencoba membuat suatu penelitian melalui tesis ini dengan judul:

ANALISIS KETERBUKAAN EKONOMI TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH DI INDONESIA.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a) Bagaimana pengaruh derajat keterbukaan ekonomi 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia;


(22)

b) Bagaimana pengaruh suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan pada 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia;

c) Bagaimana pengaruh inflasi 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia; dan

d) Bagaimana pengaruh Net Foreign Investment (NFI) 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia.

1.3. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Untuk menganalisis pengaruh derajat keterbukaan ekonomi 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia;

b) Untuk menganalisis pengaruh suku bunga Indonesia tenor 3 bulan pada 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia;

c) Untuk menganalisis pengaruh inflasi 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia; dan

d) Untuk menganalisis pengaruh Net Foreign Investment (NFI) 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia.


(23)

1.4. Manfaat Penelitian

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan bagi pengambil keputusan dalam hal ini Pemerintah untuk memperkirakan nilai tukar realistis terutama sebagai masukkan dalam penyusunan RAPBN.

b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan bagi investor, khususnya yang berhubungan dengan bidang moneter/keuangan untuk memperkirakan nilai tukar rupiah sebagai masukkan dalam rencana bisnisnya. c) Hasil ini diharapkan dapat memberikan masukkan bagi pelaku usaha baik

perdagangan barang dan jasa serta keuangan untuk memperkirakan nilai tukar rupiah sebagai masukkan untuk rencana dan strategi usaha.

d) Untuk menambah wawasan, baik penulis sendiri, maupun pemerhati moneter lainnya terutama di dalam menganalisa variabel-variabel yang mempengaruhi nilai tukar rupiah di Indonesia serta juga berguna sebagai referensi bagi peneliti sejenis lainnya.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Nilai Tukar

Perdagangan yang dilakukan antara dua negara tidaklah semudah yang dilakukan dalam satu negara, karena mesti memakai dua mata uang yang berbeda misalnya antara negara Indonesia dan Amerika Serikat. Pengimpor Amerika harus membeli rupiah untuk membeli barang-barang dari Indonesia, sebaliknya pengimpor Indonesia harus membeli dollar Amerika untuk menyelesaikan pembayaran terhadap barang yang dibelinya di Amerika. Besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan kurs mata uang asing.

Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu negara mengalami perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansional. Masalah mata uang muncul saat suatu negara mengadakan transaksi dengan negara lain, di mana masing-masing negara menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara lain.

Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank sentral terhadap pasar uang jika diperlukan. Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam


(25)

rangka stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan dunia usaha. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, bank sentral pada waktu-waktu tertentu melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak yang berlebihan.

Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dollar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dollar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki dollar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs

nominal (Mankiw, 2003).

Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat di mana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain.

Nilai Tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga satu mata uang suatu negara terhdap mata uang negara lain (Krugman dan Obsfelt, 2000). Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2003). Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga di dalam negeri dibandingkan dengan


(26)

harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:

Q = SP/P*

di mana Q dalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri.

2.2. Fungsi Nilai Tukar

Penentuan sistem nilai tukar merupakan suatu hal bagi perekonomian suatu negara karena hal tersebut merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara dari gejolak perekonomian global. Pada dasarnya kebijakan nilai tukar yang ditetapkan suatu negara mempunyai beberapa fungsi utama.

Pertama, berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran, dengan sasaran akhir menjaga kecukupan cadangan devisa. Oleh karena itu, dalam menetapkan arah kebijakan nilai tukar tersebut diutamakan untuk mendorong dan menjaga daya saing ekspor dalam upaya untuk memperkecil defisit current account atau memperbesar surplus current account.

Fungsi kedua adalah untuk menjaga kestabilan pasar domestik. Fungsi ini untuk menjaga agar nilai tukar tidak dijadikan sebagai alat untuk spekulasi, dalam arti bahwa dalam hal nilai tukar suatu negara mengalami overvalued maka masyarakat akan terdorong menjual valuta asing. Ketidakstabilan pasar domestik yang demikian


(27)

dapat menimbulkan kegiatan spekulatif seperti perkembangan akhir-akhir ini, yang pada gilirannya dapat mengganggu kestabilan makro.

Fungsi ketiga sebagai instrumen moneter khususnya bagi negara yang menerapkan suku bunga dan nilai tukar sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Dalam fungsi ini depresiasi dan apresiasi nilai tukar digunakan sebagai alat untuk sterilisasi dan ekspansi jumlah uang beredar.

Fungsi keempat adalah sebagai nominal anchor dalam pengendalian inflasi. Nilai tukar banyak digunakan oleh negara-negara yang mengalami chronic inflation sebagai nominal anchor baik melalui pengendalian depresiasi nilai tukar maupun dengan mem-peg-kan nilai tukar suatu negara dengan satu mata uang asing. Sebagai gambaran pada akhir tahun 1970-an, orthodox programs dilaksanakan di Argentina, Chili dan Uruguay dan pada pertengahan tahun 1980an; heterodox program dilaksanakan di Argentina, Brazil, Israel dan Mexico, selain itu juga pada tahun 1991

convertibility plan diterapkan di Argentina.

2.3. Sistem Nilai Tukar

Pemilihan sistem nilai tukar pada dasarnya didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya: tingkat keterbukaan ekonomi suatu negara terhadap perekonomian dunia: tingkat kemandirian kebijakan ekonomi suatu negara dan aktivitas perekonomian suatu negara.

Berbagai studi mengenai business cycles dalam perekonomian terbuka menunjukkan bahwa perubahan regim nilai tukar suatu negara mempengaruhi


(28)

perilaku nilai tukar riil negara tersebut. Sejalan dengan hasil penelitian, studi mengenai volatilitas jangka pendek yang dilakukan terhadap nilai tukar negara-negara Eropa sejak periode regim nilai tukar tetap Bretton Woods sampai dengan tahun 1997 mengungkapkan bahwa perilaku nilai tukar riil adalah regimedependent, (Hong Liang, 1999) yaitu tergantung pada sistem nilai tukar yang berlaku. Dengan demikian, the nonnetrality hypothesis of exchange rate arrangement semakin kuat. Studi-studi tersebut membuktikan bahwa volatilitas nilai tukar riil dalam regim nilai tukar tetap. Hasil studi ini bertentangan dengan pendapat Friedman (1953) dan Sohmen (1963) yang menyatakan bahwa dalam regim nilai tukar mengambang nilai tukar riil akan lebih stabil karena fleksibilitas nilai tukar nominal akan meng-offset dampak dari perbedaan laju inflasi terhadap daya saing internasional suatu negara.

Ada 4 (empat) macam sistem nilai tukar yang telah banyak dikenal diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Free Floating Exchange Rate System

Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas atau disebut juga clean floating

rate system, nilai tukar suatu mata uang ditentukan oleh permintaan dan penawaran

yang terjadi di pasar valas sesuai dengan mekanisme pasar yang berlaku. Secara teoritis penentuan nilai tukar sepenuhnya diserahkan pada pengaruh pasar maka pemerintah sepenuhnya menyerahkan kepada pengaruh pasar, sehingga pemerintah tidak perlu lagi melakukan intervensi di pasar baik melalui transaksi jual-beli valas maupun intervensi dalam bentuk ketentuan-ketentuan peraturan, oleh karena itu cadangan yang ada bisa digunakan untuk maksud lain.


(29)

2. Managed floating exchange rate system

Dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali, maka pemerintah dapat kapan saja melakukan intervensi baik melalui pembelian atau penjualan valas, ataupun melalui kebijaksanaan Bank Sentral akan memelihara tingkat apresiasi/ depresiasi pada suatu persentase tertentu dengan melakukan penjualan atau pembelian valas pada level-level yang dianggap mengkhawatirkan, maka pemerintah secara bertahap akan memperkecil perbedaan tersebut melalui devaluasi atau lainnya.

3. Fixed exchange rate system

Sistem penetapan nilai tukar tetap, muncul pertama kali pada tahun 1944 bersamaan dengan lahirnya Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang beroperasi berdasarkan standar pertukaran emas. Sistem yang tetap atau stabil diperlukan saat ini dengan maksud untuk memperlancar arus perdagangan dan intervensi internasional, karena dengan sistem nilai tukar tetap tersebut dijamin ada suatu kepastian biaya atau pendapatan daripada kegiatan perdagangan atau investasi dimaksud, atau paling tidak resiko karena perbedaan nilai tukar di negara dimaksud bisa diperkecil. Dengan penetapan nilai tukar tetap ini, bukan berarti ke signifikan permintaan dan penawaran menjadi hilang, melainkan hanya timbul-tenggelam karena adanya intervensi Bank Sentral di pasar valas. Pemerintah dalam hal ini betul-betul mengendalikan pasar valas.

4. Pagged exchange rate system

Sering disebut juga sebagai sistem nilai tukar terkait yaitu sistem nilai tukar yang dilakukan dengan mengkaitkan nilai mata uang suatu negara dengan mata uang


(30)

negara lainnya yang dinilai stabil, nilai tukar mata uang tersebut akan berfluktuasi mengikuti dari mata uang negara-negara yang ditambatinnya dan karenanya nilai mata uang tersebut (yang ditambatkan) menjadi sangat tergantung pada kondisi negara lain. Pada umumnya negara-negara yang ditambatinnya adalah negara-negara yang mempunyai hubungan dagang yang erat dan secara ekonomi cukup potensial.

Dalam perkembangannya kita kenal dengan crawling peg system atau sistem nilai tukar terkait merambat, yang pada prinsipnya nilai tukar yang ditambatkan diperbolehkan berfluktuasi atau berubah (crawling or glide), secara periodik, sesuai dengan kondisi yang berkembang.

2.4. Teori Penawaran dan Permintaan di Pasar Dana Pinjaman dan Pasar Valuta Asing

Dalam perekonomian terbuka, pasar keuangan dan pasar barang sangat terkait. Untuk melihat hubungan ini maka menggunakan persamaan identitas pendapatan nasional yaitu:

Y  C + I + G + NX (2.1)

Di mana Y adalah pendapatan nasional (Pendapatan Domestik Bruto) terbagi menjadi empat komponen, yaitu: konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan net ekspor (NX).

Total pengeluaran pada sisi output perekonomian adalah jumlah dari pengeluaran atas konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor. Sedangkan tabungan adalah pendapatan nasional dikurangi konsumsi dan


(31)

pengeluaran pemerintah maka tabungan nasional (S) = Y – C – G. Dengan demikian dengan mengurangkan konsumsi (C) dan pengeluaran pemerintah (G) pada kedua sisi persamaan 2.1, maka hasilnya adalah sebagai berikut:

Y – C – G = I + NX (2.2)

S = I + NX (2.3)

Dengan mengurangi Investasi (I) dari persamaan (2.3) maka identitas perhitungan pendapatan nasional sebagai berikut:

S - I = NX (2.4)

Bentuk perhitungan pendapatan nasional ini menunjukkan bahwa ekspor neto barang dan jasa (neraca perdagangan) suatu perekonomian harus selalu sama dengan selisih antara tabungan (S) dan investasi (I). Selisih antara tabungan domestik dan investasi domestik (S-I) adalah arus modal keluar neto atau terkadang disebut investasi asing bersih (Net Foreign Investment). Investasi asing bersih (NFI) adalah jumlah dana yang dipinjamkan oleh penduduk domestik ke luar negeri dikurangi dengan jumlah yang dipinjamkan orang asing kedalam negeri. Jika Investasi asing bersih, maka tabungan domestik melebihi investasi dan penduduk domestik meminjamkan kelebihannya kepada pihak asing. Jika Investasi asing bersih negatif, perekonomian mengalami arus modal masuk: investasi melebihi tabungan dan perekonomian membiayai investasi ekstra ini dengan meminjam dari luar negeri. Jadi Investasi asing bersih ini mencerminkan arus dana internasional untuk membiayai akumulasi modal.


(32)

2.4.1. Pasar Dana Pinjaman

Pasar dana pinjaman di sebuah perekonomian terbuka, dimulai dengan persamaan identitas, yakni:

S = I + NX

Setiap kali sebuah perekonomian menabung satu rupiah dari pendapatannya, pada saat itu juga tercipta dana untuk membiayai pembelian modal dalam negeri atau membiayai pembelian aset luar negeri. Kedua sisi persamaan tersebut pada dasarnya mewakili dua sisi dari pasar dana pinjaman. Penawaran dana pinjaman berasal dari tabungan nasional (S). Sedangkan permintaan atas dana pinjaman tersebut bersumber dari investasi domestik (I) dan investasi asing bersih (net foreign investment/NFI). Pembelian aset modal (capital asset) menambah permintaan dana pinjaman, terlepas dari apakah aset itu berada di dalam negeri atau di luar negeri. Karena investasi asing bersih bisa berbentuk positif atau negatif, maka hal tersebut dapat menambah atau mengurangi permintaan dana pinjaman yang bersumber dari investasi domestik.

Pada pasar dana pinjaman, bahwa tingkatan atau kuantitas penawaran dan permintaan akan dana pinjaman itu ditentukan oleh suku bunga riil. Semakin tinggi suku bunga riilnya, masyarakat akan lebih bersemangat untuk menabung uangnya sehingga mengakibatkan kuantitas penawaran dana-dana pinjaman. Suku bunga yang lebih tinggi juga mendorong peminjaman untuk membiayai proyek-proyek permodalan menjadi lebih mahal; sehingga menurunkan investasi dan juga akan menurunkan kuantitas permintaan dana pinjaman.


(33)

Selain mempengaruhi tabungan nasional dan investasi domestik, suku bunga riil di suatu negara juga mempengaruhi investasi asing bersih pada negara yang bersangkutan. Untuk mengetahui alasannya, terdapat dua reksadana (mutual funds) – yang satu berada di Indonesia dan yang lain berada di Amerika Serikat – yang tengah mempertimbangkan untuk membeli obligasi pemerintah Indonesia atau obligasi Pemerintah Amerika Serikat. Keduanya mendasarkan keputusan pada perbandingan suku bunga riil di Indonesia dan Amerika Serikat. Seandainya suku bunga riil di Indonesia meningkat, maka obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia pun menjadi lebih menarik bagi kedua reksadana tersebut. Dengan demikian, kenaikan suku bunga riil di Indonesia juga akan menyurutkan minat investor di dalam negeri Indonesia sendiri untuk membeli aset-aset luar negeri dan sekaligus meningkatkan minat investor asing untuk membeli aset-aset di Indonesia. Bertolak dari kedua alasan tersebut, suku bunga riil yang lebih tinggi di Indonesia akan menurunkan investasi asing bersih Indonesia.

Pada Gambar 2.1, menyajikan pasar dana pinjaman secara grafis dalam bentuk diagram penawaran dan permintaan. Sama halnya dengan analisis sistem keuangan, kurva penawaran miring ke atas (dari pusat sumbu) karena suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan kuantitas dana pinjaman yang ditawarkan, sedangkan kurva permintaan miring ke bawah karena suku bunga yang lebih tinggi akan menurunkan kuantitas dana pinjaman yang diminta. Dalam sebuah perekonomian terbuka, permintaan akan dana pinjaman tidak hanya datang dari mereka yang perlu meminjam dana untuk membeli barang-barang modal atau aset-aset domestik namun


(34)

juga dari mereka yang memerlukan dana pinjaman untuk membeli aset-aset luar negeri.

Suku bunga selalu menyesuaikan diri untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan dana pinjaman. Apabila suku bunga lebih rendah dari tingkat ekuilibrium, maka kuantitas penawaran dana-dana pinjaman menjadi lebih kecil daripada kuantitas permintaannya. Hal itu akan mendorong naiknya suku bunga. Sebaliknya, jika suku bunga lebih tinggi daripada tingkat ekuilibrium, maka kuantitas penawaran dana pinjaman akan lebih besar daripada kuantitas permintaannya. Kelebihan dana tersebut kemudian akan menekan suku bunga yang berlaku. Sedangkan pada kondisi ekuilibrium, penawaran dana pinjaman sama dengan permintaannya. Dengan demikian, suku bunga ekuilibrium, jumlah tabungan masyarakat persis sama dengan kuantitas investasi domestik dan investasi asing bersih yang diinginkan.

Gambar 2.1. Pasar Dana Pinjaman Suku bunga

rill

Suku bunga rill ekuilibrium

Kuantitas ekuilibrium

Kuantitas Dana Pinjaman Penawaran dana pinjaman (dari tabungan nasional)

Permintaan dana pinjaman (untuk keperluan investasi domestik dan investasi asing bersih


(35)

2.4.2. Pasar Valuta Asing

Pasar kedua dalam model perekonomian terbuka adalah pasar valuta asing. Para pelaku di pasar ini dapat menukar atau memperdagangkan rupiah dengan mata uang dari negara-negara lain. Dengan menggunakan persamaan identitas, yakni:

NFI = NX (2.5)

Identitas ini menyatakan bahwa ketidakseimbangan antara penjualan dan aset-aset modal luar negeri (NFI) sama dengan ketidakseimbangan antara ekspor serta import atas berbagai barang dan jasa (NX). Jika net ekspor positif, misalnya, maka pihak asing membeli lebih banyak barang dan jasa domestik (Indonesia) daripada pembelian barang dan jasa luar negeri oleh warga Indonesia. Sebaliknya, jika net ekspor Indonesia negatif, warga Indonesia membeli lebih banyak barang dan jasa luar negeri daripada pihak asing membeli barang mereka; defisit perdagangan ini harus didanai dengan penjualan aset Indonesia ke luar negeri, sehingga investasi asing Indonesia menjadi negatif.

Pada persamaan 2.5 di atas, dapat dilihat pada kedua sisi dari identitas tersebut sebagai cerminan dari dua sisi pasar valuta asing. Investasi asing bersih mencerminkan kuantitas rupiah yang ditawarkan untuk membeli berbagai aset luar negeri. Sebagai contoh, jika sebuah reksadana Indonesia hendak membeli obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Amerika Serikat, maka reksadana tersebut perlu menukar rupiah menjadi dollar AS, dan pada saat reksadana melakukan penukaran, reksadana tersebut memasok rupiah ke dalam pasar valuta asing. Sedangkan net ekspor mencerminkan kuantitas rupiah yang diminta untuk membeli barang dan jasa


(36)

yang nantinya tercatat pada angka net ekspor Indonesia. Sebagai contoh, kalau sebuah perusahaan industri Amerika Serikat hendak membeli timah buatan PT. Aneka Tambang, maka perusahaan industri tersebut perlu menukar dollar menjadi rupiah, yang berarti perusahaan industri mengajukan permintaan rupiah di pasar valuta asing.

Pada Gambar 2.2, memperlihatkan penawaran dan permintaan di pasar valuta asing. Kurva permintaan miring ke bawah karena nilai tukar riil yang lebih tinggi menjadikan barang-barang Indonesia lebih mahal dan menurunkan kuantitas rupiah yang diminta untuk membeli barang-barang tersebut. Sedangkan kurva penawaran berbentuk garis tegak lurus karena kuantitas rupiah yang ditawarkan bagi keperluan investasi asing bersih tidak tergantung pada nilai tukar riil (sebagaimana telah disinggung sebelumnya, investasi asing bersih tergantung pada nilai tukar riil. Dalam membicarakan pasar valuta asing, menganggap suku bunga riil dan investasi asing bersih tetap).

Nilai tukar riil akan menyesuaikan diri untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan rupiah, sama halnya dengan harga suatu barang yang selalu menyesuaikan diri guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan barang tersebut. Seandainya nilai tukar riil berada di bawah tingkat ekuilibrium, maka kuantitas rupiah yang ditawarkan menjadi lebih kecil dari pada kuantitas yang diminta. Dampak langsungnya adalah kekurangan rupiah, yang selanjutnya akan meningkatkan “harga” atau nilai tukar rupiah. Demikian pula, sebaliknya, jika nilai

tukar riil berada di atas tingkat ekuilibriumnya, maka kuantitas penawaran rupiah akan lebih besar daripada permintaannya sehingga menekan turun nilai tukar rupiah


(37)

tersebut. Pada nilai tukar riil ekuilibrium, permintaan rupiah oleh warga asing untuk membiayai net ekspor benar-benar menyeimbangkan penawaran rupiah dari warga Indonesia untuk ditukar dengan valuta asing dalam membiayai investasi asing bersih Indonesia.

Pada titik ekuilibrium tersebut, pembedaan atau pemilahan transaksi antara sisi penawaran atau permintaan dalam model ini sebenarnya sudah tidak terlalu penting lagi. Dalam model itu, net ekspor merupakan sumber permintaan terhadap rupiah, sedangkan investasi asing bersih merupakan sumber penawarannya. Dengan demikian, ketika warga Indonesia mengimpor mobil dari Jepang, model kita menganggap bahwa transaksi tersebut sebagai penurunan kuantitas rupiah yang diminta (karena turunnya net ekspor), bukannya sebagai kenaikan kuantitas rupiah yang ditawarkan. Demikian pula, ketika seorang warga Jepang membeli selembar obligasi atau surat berharga yang diterbitkan Pemerintah Indonesia, model melihatnya sebagai penurunan kuantitas rupiah yang ditawarkan (karena turunnya investasi asing bersih), bukannya sebagai kenaikan kuantitas rupiah yang diminta.


(38)

Gambar 2.2. Pasar Valuta Asing

2.4.3. Investasi Asing Bersih: Keterkaitan Antara Dua Jenis Pasar Dengan memperhatikan persamaan identitas, yakni:

S = I + NFI dan

NFI = NX

Di pasar dana pinjaman, penawaran berasal dari tabungan nasional, sedangkan permintaan bersumber dari investasi domestik serta investasi bersih, dan suku bunga riil menyeimbangkan penawaran dan permintaan tersebut. Di pasar valuta asing, penawaran berasal dari investasi asing bersih, permintaan bersumber dari net ekspor, dan nilai tukar riil menyeimbangkan penawaran serta permintaan itu.

Investasi asing bersih merupakan variabel yang mengaitkan kedua jenis pasar tersebut. Di pasar dana pinjaman, investasi asing bersih adalah bagian dari

Suku bunga rill

Kuantitas rupiah yang ditukar dengan mata uang lain Kuantitas

ekuilibrium Suku bunga riil

ekuilibrium

Penawaran rupiah (dari investasi asing bersih)

Permintaan rupiah (untuk keperluan net ekspor


(39)

permintaan. Seseorang yang ingin membeli aset luar negeri harus membiayai pembelian itu dengan meminjam kredit dari pasar dana pinjaman. Di pasar valuta asing bersih merupakan sumber penawaran. Seseorang yang ingin membeli suatu aset di negara lain (di luar Indonesia) harus memasok rupiah guna memperoleh valuta asing yang sesuai untuk membiayai pembeliannya tersebut.

Faktor penentu atau determinan penting bagi investasi asing bersih adalah suku bunga riil. Jika suku bunga di Indonesia terhitung tinggi, maka memiliki aset-aset Indonesia pun menjadi lebih menarik, dan karenanya investasi asing bersih Indonesia akan relatif rendah. Gambar 2.3 memperlihatkan hubungan negatif antara suku bunga dan investasi asing bersih. Kurva investasi asing bersih ini merupakan mata rantai yang menghubungkan pasar dana pinjaman dan pasar valuta asing.

Gambar 2.3. Investasi Asing Bersih Tergantung pada Suku Bunga Investasi asing bersih

positif Investasi asing bersih

negatif

0 Suku bunga

rill

Investasi asing bersih


(40)

2.4.4. Ekuilibrium Serentak di Dua Pasar

Pada Gambar 2.4 memperlihatkan pasar dana pinjaman dan pasar valuta asing secara bersama menentukan berbagai variabel makroekonomi yang penting dari sebuah perekonomian terbuka.

Bagian (a) dari gambar tersebut memperlihatkan pasar dana pinjaman (diambil dari Gambar 2.1). Di mana tabungan nasional merupakan sumber penawaran dana pinjaman. Sebaliknya, investasi domestik dan investasi asing bersih merupakan sumber permintaan dana pinjaman. Suku bunga riil ekuilibrium (r1) akan menyeimbangkan kuantitas dana pinjaman yang ditawarkan dengan kuantitas dana pinjaman yang diminta.

Bagian (b) memperlihatkan investasi asing bersih (diambil dari Gambar 2.3). Gambar tersebut menunjukkan suku bunga dari bagian (a) menentukan investasi asing bersih. Suku bunga yang lebih tinggi di dalam negeri akan membuat aset-aset domestik lebih menarik, dan hal ini pada gilirannya menurunkan investasi asing bersih. Dengan demikian, kurva investasi asing pada bagian (b) miring ke bawah atau menghadap pusat sumbu.

Sedangkan bagian (c) memperlihatkan pasar valuta asing (yang diambil dari Gambar 2.2). Karena investasi asing bersih harus dibayar dengan valuta asing, maka kuantitas investasi asing bersih dari bagian (b) menentukan penawaran rupiah yang hendak ditukarkan dengan valuta asing. Nilai tukar riil tidak mempengaruhi investasi asing bersih, sehingga kurva penawarannya pun berbentuk garis tegak lurus (vertikal). Permintaan rupiah berasal dari net ekspor. Karena depresiasi nilai tukar riil


(41)

meningkatkan net ekspor, maka bentuk kurva permintaan valuta asing juga miring ke bawah. Nilai tukar riil ekuilibrium (E1) menyeimbangkan kuantitas rupiah yang ditawarkan dengan kuantitas rupiah yang diminta di pasar valuta asing.

Kedua pasar yang diperlihatkan pada Gambar 2.4 menentukan dua harga relatif, yakni suku bunga riil dan nilai tukar riil. Suku bunga riil yang ditentukan pada bagian (a) merupakan harga sekarang atas berbagai barang dan jasa relatif terhadap harganya di masa mendatang. Sedangkan nilai tukar riil yang digambarkan pada bagian (c) adalah harga barang dan jasa domestik relatif terhadap harga barang dan jasa luar negeri. Kedua jenis harga relatif ini dapat bergerak serentak guna menyeimbangkan permintaan dan penawaran di kedua pasar itu. Ketika penyesuaian sedang berlangsung, kedua harga relatif itu menentukan berapa tabungan nasional, investasi domestik, investasi asing bersih, dan net ekspor akan tercipta.


(42)

r1

E1 Nilai tukar

riil Kuantitas dana

pinjaman

Kuantitas Rupiah Investasi asing

bersih

Penawaran Investasi asing

bersih, NFI Suku bunga

rill

Permintaan Penawaran

Suku bunga rill

Permintaan

(c) Pasar Valuta Asing (a) Pasar Dana Pinjaman (b) Investasi Asing Bersih

r1

Gambar 2.4. Ekuilibrium Serentak di Dua Pasar

2.5. Teori Paritas Suku Bunga

IRP adalah salah satu teori yang paling dikenal dalam keuangan internasional yang menerangkan bagaimana hubungan antara bursa valas (forex market) dan money


(43)

market (pasar uang internasional). Teori IRP menyatakan bahwa perbedaan tingkat

bunga (sekuritas) pada international money market akan cenderung sama dengan

forward rate premium ataupun discount. Dengan kata lain, berdasarkan teori IRP

akan dapat ditentukan beberapa perubahan kurs forward atau forward rate (FR) dibandingkan dengan spot rate (SR) bila terdapat perbedaan tingkat bunga antara

home country dan foreign country.

Dengan demikian, seorang pemilik dana akan dapat menentukan dalam mata uang apa dananya akan diinvestasikan, yaitu dengan membandingkan besarnya perbedaan tingkat bunga antara dua negara (home dan foreign country) dengan perbedaan antara FR dan SR yang ditentukan oleh forward rate premium/discount.

Teori ini terdiri dari dua bentuk yaitu paritas suku bunga tertutup (covered

interest rate parity) dan paritas suku bunga tidak tertutup (uncovered interest rate parity). Paritas Suku Bunga Tertutup (Covered Interest Rate Parity) menyatakan

bahwa terdapat hubungan antara kurs spot, kurs forward, dan variabel suku bunga. Paritas suku bunga tertutup ini menjelaskan hubungan yang erat antara suku bunga dengan pergerakan kurs spot dan kurs forward mata uang tertentu khususnya mata uang keras (hard currency) seperti dolar Amerika dan Yen Jepang. Paritas suku bunga tertutup dipandang sebagai dasar yang lebih relevan untuk menjelaskan kurs valas.

Mekanisme paritas suku bunga tertutup, yaitu dengan menggunakan hubungan dua negara dengan nilai mata uang dan suku bunga masing-masing negara, dengan asumsi terdapat keterbukaan antar negara. Pelaku pasar di suatu negara memiliki dua


(44)

alternatif untuk membelanjakan kekayaannya yaitu dengan membeli surat berharga baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hasil dari surat berharga dalam dan luar negeri akan berbeda tergantung dari tingkat bunga. Hasil satu periode mendatang dari surat berharga dalam negeri adalah (1+i) dalam satuan domestik. Sedangkan hasil surat berharga luar negeri dalam satuan luar negeri adalah (1+i*)/S, di mana i adalah prosentase suku bunga, S adalah kurs spot, dan tanda bintang (*) menunjukkan variabel luar negeri.

Paritas Suku Bunga Tidak Tertutup (Uncovered Interest Rate Parity) juga digunakan untuk menganalisis model kurs valas. Dalam teori paritas suku bunga tidak tertutup, diasumsikan pasar yang efisien terjadi bila kurs forward merupakan peramal yang tidak bias untuk nilai kurs spot pada masa yang akan datang (Syafrudin, 1994: 53). Paritas suku bunga tidak tertutup mengimplikasikan pelaku pasar dapat memiliki posisi terbuka pada pasar spot yang didasarkan pada harapan nilai kurs forward. Kurs forwad diharapkan menjadi penentu kurs spot masa datang secara efisien, yaitu mencakup seluruh informasi yang tersedia yang relevan pada tahun ke-t.

2.6. Teori Paritas Daya Beli

Teori paritas daya beli pertama kali dikemukakan oleh Gustav Casell 1922 (Khalwaty, 2000) mengandung dua pengertian, yaitu pengertian absolut dan pengertian relatif. Pengertian absolut mengatakan bahwa nilai tukar keseimbangan di antara mata uang dalam negeri dan mata uang luar negeri merupakan rasio antara harga absolut luar negeri dan harga absolut dalam negeri. Sedangkan pengertian


(45)

relatif menyatakan bahwa persentase perubahan kurs keseimbangan di antara mata uang dalam negeri dan mata uang luar negeri merupakan rasio antara persentase perubahan harga dalam negeri dan persentase perubahan harga luar negeri, sehingga persentase perubahan nilai tukar tersebut mencerminkan perbedaan tingkat inflasi di antara dua negara.

Beberapa hal yang perlu ditekankan dari teori paritas daya beli adalah pertama masalah dasar dari paritas daya beli, yakni proporsionalitas tingkat harga dan nilai tukar hanya terjadi jika penyebab goncangan yang mengubah tingkat harga dari nilai tukar merupakan suatu goncangan moneter. Kedua, teori paritas daya beli tersebut tidak bekerja seketika, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga dapat dikatakan bahwa teori tersebut menunjukkan hubungan keseimbangan jangka panjang antara nilai tukar dengan tingkat harga.

Nilai mata uang dari suatu negara yang cenderung menurun menunjukkan negara tersebut mempunyai tingkat inflasi yang tinggi. Inflasi suatu negara lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain berarti harga barang-barang di negara tersebut naik lebih cepat dari negara lain. Hal ini akan berakibat ekspor akan turun dan impor akan naik karena harga barang-barang negara bersangkutan lebih mahal dibandingkan dengan harga barang-barang negara lain. Dengan demikian supply dari mata uang asing akan turun dan demand akan naik, sehingga nilai mata uang asing akan naik (nilai mata uang domestik akan turun atau terdepresiasi).


(46)

2.7. Penentuan Nilai Tukar Rupiah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Berkaitan dengan urgensi teori dan aplikasi penelitian dan penyusunan hipotesis maka mengambil beberapa literatur berkenaan dengan pengaruh fluktuasi nilai tukar; (Sarwono dan Warjiyo, 1998), menyatakan pada dasarnya terdapat empat jalur transmisi yang menunjukkan bagaimana kebijakan moneter dapat mempengaruhi perekonomian yaitu: jalur nilai tukar, jalur suku bunga, jalur harga set dan jalur kredit perbankan.

Jalur nilai tukar berpandangan bahwa pergerakan nilai tukar paling berpengaruh bagi perekonomian khususnya perekonomian terbuka dengan sistem nilai tukar fleksibel, pengetatan moneter akan mendorong suku bunga nominal dalam negeri meningkat. Jika suku bunga internasional tidak berubah maka interest rate

differential meningkat dan ini akan mendorong masuknya dana dari luar negeri. Nilai

tukar akan akan cenderung terapresiasi maka kegiatan ekspor akan menurun dan sebaliknya impor meningkat, sehingga transaksi berjalan dalam neraca pembayaran akan membaik, akibatnya permintaan aggregat akan menurun dan demikian pula laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Derajat keterbukaan ekonomi adalah total perdagangan (ekspor + impor) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) (Arifin, S., Winantyo, R., Kurniati, Y., 2005).


(47)

Derajat keterbukaan ekonomi yang merupakan rasio perdagangan terhadap PDB ini sangat mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian dengan semakin meningkatnya derajat keterbukaan ini akan mempengaruhi nilai tukar suatu negara.

Arifin (1998) menyatakan bahwa berdasarkan beberapa literatur ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yakni:

a) Faktor fundamental, berkaitan dengan indikator ekonomi;

b) Faktor teknis, berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran valuta asing;

c) Faktor sentimen pasar, berkaitan dengan rumor yang bersifat insidentil yang dapat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar valuta asing dalam jangka pendek. Suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran.

Naiknya suku bunga Bank Indonesia akan meningkatkan investasi asing bersih. Karena sekarang di dalam negeri memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi, maka investasi ke luar negeri menjadi kurang menarik dibandingkan sebelumnya sehingga pembelian aset-aset luar negeri oleh penduduk domestik juga berkurang. Lebih tingginya suku bunga juga menarik lebih banyak investor asing,


(48)

yang tentunya ingin turut menikmati hasil atau bunga yang ditawarkan. Dengan demikian, valuta asing yang diperlukan orang-orang untuk membeli aset luar negeri juga berkurang dan dengan masuknya investasi dari luar negeri menyebabkan penawaran valuta asing di dalam negeri bertambah. Penurunan penawaran rupiah dan kenaikan penawaran valuta asing akan menyebabkan rupiah terapresiasi (Mankiw, N., 2003).

Teori inflasi klasik berpendapat bahwa tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai uang dengan jumlah uang, serta riil uang dan harga (Mankiw, 2000). Nilai mata uang dari suatu negara yang cenderung menurun menunjukkan negara tersebut mempunyai tingkat inflasi yang tinggi. Inflasi suatu negara lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain berarti harga barang-barang di negara tersebut naik lebih cepat dari negara lain. Hal ini berakibat ekspor akan turun dan import akan naik karena harga barang-barang negara bersangkutan lebih mahal bila dibandingkan dengan barang-barang-barang-barang negara lain. Dengan demikian penawaran (supply) dari mata uang asing akan turun dan permintaan (demand) akan naik, sehingga nilai mata uang asing akan naik (nilai mata uang domestik akan turun atau terdepresiasi).

Menurut teori paritas daya beli (Purchasing Power Parity), nilai tukar nominal antara mata uang dari dua negara harus mereflesikan perbedaan tingkat harga di negara-negara bersangkutan yang memberikan implikasi dengan terjadinya kenaikan inflasi menyebabkan uang akan kehilangan nilainya dalam artian barang


(49)

dan jasa yang dapat dibelinya dan dalam artian jumlah mata uang lain yang dapat diperolehnya (depresiasi).

Investasi asing bersih (Net Foreign Investment – NFI) merupakan pembelian aset domestik oleh warga asing dikurangi nilai pembelian aset luar negeri oleh warga domestik. Investasi asing mempunyai dua bentuk yaitu investasi asing langsung (Foreign Direct Investment – FDI) dan investasi portofolio asing (foreign portfolio

investment).

Kenaikan investasi asing bersih akan meningkatkan penawaran mata uang asing di suatu negara sehingga mengakibatkan nilai mata uang tersebut terapresiasi. Begitu juga sebaliknya, jika penurunan investasi asing bersih akan meningkatkan penawaran mata uang domestik sehingga mengakibatkan nilai mata uang tersebut akan terdepresiasi. Untuk mengilustrasikan mengenai pengaruh investasi asing bersih terhadap nilai tukar mata uang adalah sebagai berikut: Jika Pemerintah Indonesia menawarkan surat berharga/obligasi dan kemudian warga Amerika Serikat membeli surat berharga tersebut, maka pembelian surat berharga tersebut akan menaikkan investasi asing bersih Indonesia. Warga Amerika Serikat tersebut akan menukarkan dollar AS menjadi rupiah ke pasar. Dengan demikian dollar AS yang ditawarkan makin banyak dan rupiah makin sedikit sehingga mengakibatkan rupiah terapresiasi.

Jika warga Indonesia membeli surat berharga/obligasi yang dikeluarkan Pemerintah Amerika Serikat, maka pembelian surat berharga tersebut mengurangi investasi asing bersih. Warga Indonesia tersebut akan menukarkan rupiah menjadi


(50)

dollar AS ke pasar. Dengan demikian rupiah yang ditawarkan makin banyak dan dollar AS makin sedikit sehingga mengakibatkan rupiah terdepresiasi.

2.8. Penelitian Terdahulu

Iqbal Abdillah (2006), dengan menggunakan analisis metode Ordinary Least

Square (OLS) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai

kurs adalah Jumlah Uang Beredar, Inflasi dan Suku Bunga dengan hasil estimasi memperlihatkan bahwa jumlah uang beredar, inflasi dan suku bunga mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah.

Wibowo, T. dan Amir, H. (2005), menyatakan bahwa variabel moneter yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah selisih pendapatan riil Indonesia dan Amerika, selisih inflasi Indonesia dan Amerika, serta nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika satu bulan sebelumnya (lag -1). Selisih jumlah uang beredar (M1) Indonesia dan Amerika belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Elastisitas masing-masing variabel bebas terhadap nilai tukar rupiah adalah: (i) selisih logaritma PDB Indonesia dan Amerika sebesar -0,814; (ii) selesih Wholesale Price Index Indonesia dan Amerika sebesar 0,436; (iii) selisih logaritma suku bunga Indonesia dan Amerika sebesar -0,009; dan (iv) nilai tukar satu bulan sebelumnya sebesar 0,765.

Sanusi, A. (2004) dengan menggunakan pendekatan perhitungan analisa regresi linier berganda didasarkan pada hubungan fungsional atau kausal suatu variabel independen dengan suatu variabel dependen dalam rentang waktu


(51)

2000-2002. Dari hasil estimasinya adalah pada sistem nilai tukar mengambang penuh periode pengujian Januari 2000 sampai dengan Desember 2002 menyatakan bahwa jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, valas di perbankan, valas otoritas moneter, mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap fluktuasi nilai kurs, sedangkan inflasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik.

Wibowo, T. dan Amir, H. (2005) dengan model yang dikembangkan Bappenas (2001), menggabungkan antara fungsi permintaan uang dengan Purchasing

Power Parity (PPP) dengan data analisis kurun waktu Januari 2000 sampai dengan

juni 2005 diperoleh hasil selisih logaritama M1 Indonesia dan logaritma M1 Amerika menunjukkan berpengaruh nyata terhadap logaritma nilai tukar. Variabel selisih logaritma pendapatan riil Indonesia dan Amerika belum menunjukkan pengaruh kurs terhadap logaritma kurs. Sedangkan variabel selisih tingkat suku bunga menunjukkan pengaruh terhadap logaritma kurs.

Kardoyo, H. dan Kuncoro, M. (2001), dengan menggunakan pendekatan Box-Jenkins dalam rentang waktu 1983.2 – 2000.3 diperoleh hasil sebagai berikut: Pertama, dengan cocok dan laiknya model kurs valas Frenkel-Bilson yang melibatkan variabel fundamental ekonomi jumlah uang beredar, tingkat pendapatan nasional, dan tingkat suku bunga, serta signifikansinya variabel-variabel fundamental ekonomi tersebut dalam menjelaskan fluktuasi kurs Rp/US$ menghasilkan temuan bahwa doktrin paritas suku bunga (interest rate parity) berlaku dalam mempengaruhi fluktuasi kurs valas Rp/US$. Kedua, model kurs valas kasus Indonesia yang melibatkan variabel fundamental ekonomi jumlah uang beredar, tingkat pendapatan


(52)

nasional, dan tingkat inflasi serta signifikansinya variabel-variabel fundamental ekonomi dalam model tersebut dalam menjelaskan fenomena fluktuasi kurs Rp/US$ memberikan hasil bahwa model tersebut laik dan cocok untuk diterapkan menganalisis kurs Rp/US$. Variabel tingkat Inflasi Indonesia terhadap Amerika signifikan dalam menjelaskan fenomena fluktuasi kurs Rp/US$. Hal ini menghasilkan kesimpulan bahwa doktrin paritas daya beli juga berlaku dalam mempengaruhi fluktuasi kurs Rp/US$.

Noname, (2000), Hasil informasi ini diperoleh dari internet dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika: Pendekatan Moneter 1987.2 – 1999.1” diperoleh hasil sebagai berikut:

a) Dengan melihat nilai statistik dari Error Correction Term (ECT) sebesar 2,23 dan secara statistik adalah signifikan pada derajat keyakinan sebesar 5%, hal ini berarti bahwa spesifikasi model koreksi kesalahan yang dipakai sudah benar.

b) Hasil estimasi OLS dengan model koreksi kesalahan menunjukkan bahwa variabel perbedaan jumlah uang beredar (LMX) adalah berpengaruh terhadap nilai tukar dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang variabel ini tidak mampu menerangkan perilaku nilai tukar. Tidak signifikannya perbedaan jumlah uang beredar dalam jangka panjang menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang beredar dalam jangka panjang kurang efektif dalam mengatasi masalah nilai tukar.


(53)

c) Variabel perbedaan tingkat pendapatan riil (LYX) menunjukkan bahwa variabel ini hanya mampu menerangkan perubahan nilai tukar dalam jangka panjang. Dalam jangka panjang uji tanda sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dan signifikan secara statistik.

d) Hasil estimasi untuk variabel perbedaan tingkat harga mampu menerangkan perubahan nilai tukar baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Uji tanda sangat mendukung hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini. Dengan demikian teori paritas daya beli berlaku selama periode penelitian.

e) Untuk variabel perbedaan tingkat suku bunga (RX) hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel ini mampu menerangkan perubahan nilai tukar baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tanda yang ditunjukkan adalah variabel perbedaan tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap nilai tukar atau terjadinya apresiasi rupiah.

f) Hasil estimasi menunjukkan bahwa pelepasan band intervensi oleh Bank Indonesia mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dollar mengalami depresiasi. Secara statistik variabel ini menunjukkan hasil yang signifikan. Doddy dan Benny (1999) dalam penelitiannya dengan periode observasi 1984-1987, hasil uji hubungan granger causality test menunjukkan real effective

exchange rate (REER) mempengaruhi inflasi (searah) dengan lag rata-rata 1 triwulan


(54)

Iskandar Simorangkir (2006), dalam tulisannya yang berjudul: “Openness and Its Impact to Indonesian Economy dengan pendekatan structural vector

autoregression (SVAR) untuk menguji dampak keterbukaan perdagangan (trade openness) dan keterbukaan finansial (financial openness) terhadap perekonomian

Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa keterbukaan perdagangan (trade

openness) menyebabkan terjadinya fluktuasi atas nilai tukar dan inflasi secara

signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang dan keterbukaan finansial (financial openness) menyebabkan terjadinya fluktuasi atas nilai tukar dan inflasi secara signifikan dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang tidak signifikan.

2.9. Kerangka Pemikiran

Nilai tukar rupiah bersumber pada faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi. Dalam penelitian ini, dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor ekonomi (keterbukaan dan faktor ekonomi) yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Keterbukaan ekonomi terdiri dari keterbukaan dalam bidang perdagangan dengan variabel derajat keterbukaan ekonomi dan keterbukaan dalam bidang finansial/ keuangan dengan variabel investasi asing bersih (Net Foreign Investmen - NFI). Sedangkan untuk faktor ekonomi dengan variabel suku bunga Bank Indonesia dan inflasi.


(55)

Derajat keterbukaan ekonomi, dengan semakin terbukanya perekonomian suatu negara yang ditandai semakin besarnya nilai perdagangan barang dan jasa terhadap pendapatan nasional yang mengakibatkan perubahan nilai tukar rupiah.

Pengaruh suku bunga terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah yaitu tinggi rendahnya permintaan terhadap uang akan tercermin pada tinggi rendahnya suku bunga. Apabila suku bunga turun akan mengurangi minat investor untuk memegang rupiah karena insentif yang diterima menurun. Nilai tukar rupiah akan melemah (depresiasi) seiring dengan aksi pembelian valas oleh investor.

Dapat juga dilihat bahwa apabila suku bunga rendah minat investor untuk menanamkan modalnya (dalam bentuk portofolio) akan menurun, hal tersebut dikarenakan keuntungan yang diterima akan menurun sehingga nilai tukar rupiah akan melemah (depresiasi).

Pengaruh inflasi, menurut Ilham (2003) menyatakan bahwa laju inflasi yang tinggi bila dibiarkan akan secara bertahap mengurangi daya beli masyarakat, selain itu inflasi akan mengundang peningkatan volume import, yang akan menyebabkan mata uang domestik terdepresiasi terhadap mata uang asing.

Pengaruh investasi asing bersih di pasar dana pinjaman, penawaran berasal dari tabungan nasional (S), sedangkan permintaan bersumber dari investasi domestik (I) serta investasi asing net (NFI) dan suku bunga riil menyeimbangkan penawaran dan permintaan tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:


(56)

Bila tabungan nasional turun, maka akan meningkatkan suku bunga yang mengakibatkan investasi asing net akan turun. Dengan turunnya investasi asing bersih meningkatkan penawaran mata uang domestik yang hendak ditukarkan dengan dengan valuta asing sehingga menyebabkan nilai tukar terdepresiasi (melemah) (Mankiw, 2003).

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian 2.10. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan dari beberapa penelitian empiris yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:

a) Terdapat pengaruh positif antara derajat keterbukaan ekonomi 3 bulan sebelumnya terhadap perubahan nilai tukar rupiah (depresiasi), ceteris

paribus.

Derajat Keterbukaan Ekonomi

Suku Bunga

Inflasi

Nilai Tukar Rupiah/US$

Net Foreign Investment (NFI)

Keterbukaan Ekonomi

Faktor Ekonomi


(57)

b) Terdapat pengaruh negatif antara suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan pada 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah (terapresiasi), ceteris

paribus.

c) Terdapat pengaruh positif antara inflasi 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah (terdepresiasi), ceteris paribus.

d) Terdapat pengaruh negatif antara Net Foreign Investment (NFI) 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah (terapresiasi) ceteris paribus.


(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini bersifat makro dengan memfokuskan wilayah Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat pengaruh indeks derajat keterbukaan, suku bunga, inflasi dan investasi asing bersih 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar di Indonesia selama kurun waktu tahun 1999: 1 – 2008: 3.

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder bersumber dari Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) dan sumber-sumber lain yang dipublikasikan, serta penelitian sebelumnya. Data yang diperoleh dengan cara mencatat langsung, mengkopi atau mendownload dari website www.bi.go.id dan selanjutnya secara umum disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Sumber data dari laporan-laporan bulanan dan tahunan statistik ekonomi moneter Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Adapun data yang diperlukan adalah data nilai tukar rupiah terhadap US Dollar, nilai ekspor, import, pendapatan nasional (proksi Produk Domestik Bruto), suku bunga SBI 3 bulan, inflasi dan investasi asing bersih.


(59)

3.3. Model Analisis

Untuk dapat mengetahui hubungan antara indeks derajat keterbukaan, suku bunga, inflasi, dan investasi asing bersih (NFI) terhadap nilai tukar rupiah, maka penelitian ini menggunakan distributed lag model sebagai berikut:

KURSt = â0 + â1 IDKt-1 + â2 SBIt-1 + â3 INFt-1 + â4 NFIt-1 + µ (3.1)

Di mana:

KURSt = nilai tukar rupiah (Rp) terhadap dollar US pada saat t IDKt-1 = indeks derajat keterbukaan ((X+M)/GDP (Persen) pada

pada saat t-1

SBIt-1 = suku bunga Bank Indonesia triwulanan (Persen) pada saat t-1

INFt-1 = inflasi (Persen) pada saat t-1

NFIt-1 = investasi asing bersih (US$ juta) pada saat t-1

â0 = intercept

â1, â2, â3,â4 = koefisien regresi

 = error term

3.4. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least

Square (OLS). Metode ini mempunyai sifat-sifat yang dapat diunggulkan yaitu secara


(60)

estimasi linear dan unbiased terbaik (Gujarati, 2003). Alat bantu untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah Program Eviews versi 4.1.

3.5. Definisi Operasional Variabel

Untuk meragamkan persepsi dalam penulisan ini, maka disajikan beberapa definisi operasional yang diuraikan sebagai berikut:

i. Nilai tukar merupakan perbandingan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang dollar Amerika dalam satuan rupiah;

ii. Indeks derajat keterbukaan adalah indeks derajat keterbukaan perekonomian Indonesia terhadap perekonomian dunia diukur dengan {(ekspor + import)/ produk domestik bruto} dalam satuan persen;

iii. Suku Bunga adalah suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan (triwulanan) dalam satuan persen;

iv. Inflasi merupakan keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak menurunnya daya beli yang diukur menurut Bank Indonesia, dinyatakan dalam satuan persen;

v. Net Foreign Investment (NFI) adalah selisih antara investasi penduduk

Indonesia ke luar negeri terhadap investasi asing yang masuk ke Indonesia dalam satuan dollar US.


(61)

3.6. Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)

Uji kesesuaian dilakukan berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2), yang kemudian dilanjutkan dengan F-test dan t-test. Koefisien determinasi (R2) adalah angka yang menunjukkan variansi variabel-variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependen variable). F-tes dimaksudkan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable) secara serentak. T-test dimaksudkan untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable) secara parsial.

3.7. Uji Pelanggaran Asumsi Klasik

Dalam suatu model regresi ada beberapa permasalahan yang biasa terjadi yang secara statistik dapat mengganggu model yang telah ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang dibentuk. Untuk itu maka perlu melakukan uji penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri dari:

3.7.1. Multikolinieritas

Multikolinieritas timbul karena satu atau lebih variabel bebas merupakan kombinasi linier yang pasti (sempurna) atau mendekati pasti dari variabel penjelas lainnya. Jika terdapat multikolinieritas sempurna, koefisien regresi dari variabel penjelas tersebut tidak dapat ditentukan dan variansnya bernilai tak terhingga. Jika multikonilinieritas kurang sempurna, koefisien regresi dapat ditentukan, namun variansnya sangat besar, sehingga tidak dapat menaksir koefisien secara akurat.


(62)

Dalam model regresi linier, diasumsikan tidak terdapat multikolinieritas di antara variabel-variabel penjelas, untuk itu perlu dideteksi dengan mengamati besaran-besaran regresi yang didapat, yaitu:

1) Interval tingkat kepercayaan lebar (karena varians besar maka standar error besar, sehingga interval kepercayaan lebar);

2) Koefisien determinasi tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan pada uji t-test;

3) Koefisien korelasi antar variabel bebas tinggi; 4) Nilai koefisien korelasi parsial tinggi;

5) Variasi besar dari taksiran menggunakan metode OLS.

Untuk melihat ada tidaknya multikolinieritas dalam suatu model pengamatan, dapat dilakukan dengan regresi antar variabel bebas, sehingga dapat diperoleh nilai koefisien determinan (R2) masing-masing. Selanjutnya R2 hasil regresi antar variabel bebas tersebut dibandingkan dengan R2 hasil regresi model, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Jika nilai R2 hasil regresi antar variabel bebas > R2 model penelitian, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada multikolinieritas dalam model empiris yang digunakan ditolak.

2. Jika nilai R2 hasil regresi antar variabel bebas < R2 model penelitian, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada masalah multikolinieritas model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak.


(63)

3.7.2. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series. Autokorelasi itu sering dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data runtun waktu atau time-series) atau ruang (seperti dalam data lintas sektoral atau cross section). Sehingga terdapat saling ketergantungan antara faktor pengganggu yang berhubungan dengan pengamatan lainnya. Oleh sebab itu masalah autokorelasi biasanya muncul dalam data time series, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi dalam data cross

section.

Dalam konteks regresi, model regresi linier mengasumsikan bahwa situasi autokorelasi tidak terdapat dalam faktor pengganggu atau dapat ditulis:

E(i,j) = 0; i  j (3.3)

Berdasar persamaan (3.3), dapat dikemukakan bahwa model regresi linier mengasumsikan bahwa faktor pengganggu yang berhubungan dengan pengamatan lainnya. Oleh karena itu, bila pengamatan-pengamatan dilakukan sepanjang waktu, pengaruh faktor pengganggu yang terjadi dalam suatu periode waktu, tidak terbawa pada periode waktu berikutnya.

Bila terjadi saling ketergantungan antara faktor pengganggu yang berhubungan dengan observasi dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan


(1)

Lampiran 4. Uji Multikolinieritas Suku Bunga Bank Indonesia

Dependent Variable: SBI(-1)

Method: Least Squares Date: 03/29/09 Time: 22:43 Sample(adjusted): 1999:2 2008:3

Included observations: 38 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.29218 6.966784 1.477322 0.1488

IDK(-1) 0.020534 0.123305 0.166526 0.8687

INF(-1) 0.199426 0.215646 0.924787 0.3616

NFI(-1) 0.001255 0.000559 2.243816 0.0315

R-squared 0.159559 Mean dependent var 12.22158

Adjusted R-squared 0.085403 S.D. dependent var 5.723204 S.E. of regression 5.473362 Akaike info criterion 6.336964 Sum squared resid 1018.561 Schwarz criterion 6.509341

Log likelihood -116.4023 F-statistic 2.151655


(2)

Lampiran 5. Uji Multikolinieritas Inflasi

Dependent Variable: INF(-1)

Method: Least Squares Date: 03/29/09 Time: 22:44 Sample(adjusted): 1999:2 2008:3

Included observations: 38 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7.909615 5.479645 1.443454 0.1580

IDK(-1) -0.031595 0.096740 -0.326597 0.7460

SBI(-1) 0.123036 0.133043 0.924787 0.3616

NFI(-1) 0.000763 0.000452 1.687655 0.1006

R-squared 0.107042 Mean dependent var 8.237895

Adjusted R-squared 0.028252 S.D. dependent var 4.361168 S.E. of regression 4.299121 Akaike info criterion 5.853999 Sum squared resid 628.4031 Schwarz criterion 6.026377

Log likelihood -107.2260 F-statistic 1.358570

Durbin-Watson stat 0.422307 Prob(F-statistic) 0.271936

pdfM a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se ! Ge t you r s n ow !

“ Thank you very m uch! I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobe's" A.Sar r as - USA


(3)

Lampiran 6. Uji Multikolinieritas Investasi Asing Bersih (NFI)

Dependent Variable: NFI(-1)

Method: Least Squares Date: 03/29/09 Time: 22:45 Sample(adjusted): 1999:2 2008:3

Included observations: 38 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 5007.886 1868.032 2.680836 0.0112

IDK(-1) 75.54021 32.82512 2.301292 0.0276

SBI(-1) 102.7410 45.78852 2.243816 0.0315

INF(-1) 101.2587 59.99963 1.687655 0.1006

R-squared 0.331301 Mean dependent var 628.6842

Adjusted R-squared 0.272298 S.D. dependent var 1835.522 S.E. of regression 1565.800 Akaike info criterion 17.64948 Sum squared resid 83358815 Schwarz criterion 17.82186

Log likelihood -331.3402 F-statistic 5.615000


(4)

Lampiran 7. Uji Autokorelasi dengan Menggunakan LM-Test

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.186705 Probability 0.830614

Obs*R-squared 0.452281 Probability 0.797606

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 03/29/09 Time: 22:41

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 183.2676 897.9911 0.204086 0.8396

IDK(-1) 3.099972 15.26373 0.203094 0.8404

SBI(-1) 0.466247 20.13395 0.023157 0.9817

INF(-1) -3.080459 27.79635 -0.110822 0.9125

NFI(-1) 0.001554 0.070042 0.022188 0.9824

RESID(-1) 0.117962 0.193101 0.610883 0.5457

RESID(-2) -0.007593 0.193807 -0.039180 0.9690

R-squared 0.011902 Mean dependent var -1.45E-12

Adjusted R-squared -0.179343 S.D. dependent var 588.1506 S.E. of regression 638.7171 Akaike info criterion 15.92162 Sum squared resid 12646744 Schwarz criterion 16.22328

Log likelihood -295.5108 F-statistic 0.062235

Durbin-Watson stat 1.973453 Prob(F-statistic) 0.998895

pdfM a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se ! Ge t you r s n ow !

“ Thank you very m uch! I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobe's" A.Sar r as - USA


(5)

Lampiran 8. Uji Normalitas

0

2

4

6

8

10

12

-1000

0

1000

Series: Residuals

Sample 1999:2 2008:3

Observations 38

Mean

-1.45E-12

Median

-61.83557

Maximum

1505.319

Minimum

-1650.982

Std. Dev.

588.1506

Skewness

-0.054193

Kurtosis

3.956063

Jarque-Bera

1.465855


(6)

Lampiran 9. Uji Linieritas dengan Menggunakan Ramsey RESET- Test

Ramsey RESET Test:

F-statistic 0.621842 Probability 0.436167

Log likelihood ratio 0.731354 Probability 0.392445

Test Equation:

Dependent Variable: KURS Method: Least Squares Date: 03/29/09 Time: 22:47 Sample: 1999:2 2008:3 Included observations: 38

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1961.520 11663.33 0.168178 0.8675

IDK(-1) 92.50865 163.9812 0.564142 0.5766

SBI(-1) -162.0369 301.6536 -0.537162 0.5949

INF(-1) 287.6995 514.6883 0.558978 0.5801

NFI(-1) 0.196220 0.365340 0.537089 0.5949

FITTED^2 0.000194 0.000246 0.788570 0.4362

R-squared 0.541354 Mean dependent var 9110.184

Adjusted R-squared 0.469690 S.D. dependent var 860.1425 S.E. of regression 626.3761 Akaike info criterion 15.86172 Sum squared resid 12555103 Schwarz criterion 16.12028

Log likelihood -295.3726 F-statistic 7.554114

Durbin-Watson stat 1.903123 Prob(F-statistic) 0.000089

pdfM a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se ! Ge t you r s n ow !

“ Thank you very m uch! I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobe's" A.Sar r as - USA