GAMBARAN PERSEPSI PERAWAT RSJ DAN RSU TERHADAP PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh: Nawanggalih Citrasmi

20120320040

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh: Nawanggalih Citrasmi

20120320040

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

(4)

Nama : Nawanggalih Citrasmi

NIM : 20120320040

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang penulis tulis ini benar-benar merupakan hasil karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 18 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,


(5)

Kebahagiaan orang tua ada di putra putri yang berbakti dan

suksess

Jangan malas, ingat anak anakmu kelak berhak lahir dari ibu

yang cerdas

(Aldila Dharma)

“Nduk, bapak ibu disini baik baik saja, nggak usah mikirin yang

disini, fokus saja ke skripsi dan kuliah”

(Bapak)

Believe in Allah that He will give a right path to succes

(Rio Haryanto)


(6)

dukungan dan bantuan orang yang luar biasa, dan ini akan saya persembahkan kepada :

1. Allah SWT. Alhamdulillah terimakasih telah mengabulkan doa peneliti dan memberikan yang terbaik untuk peneliti.

2. Bapak (Sugi Harsana) dan Ibu (Halim Angkasa Puri) tercinta. Terimakasih, karenadoa kalian dikabulkan Allah SWT, atas dukungan, wejangan, nasihat, dan selalu mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat waktu. Semoga peneliti bisa membuatmu bangga. Amin Ya Rabb...

3. Saudara terkasih mas Damar Panji Sukmana, S.Pd selalu mendukung dan memberikan bantuan. Semoga kita bisa membuat orang tua kita selalu tersenyum.

4. Keponakan tersayang Kenzie Ruby Tzakieb yang membuat peneliti selalu semangat untuk segera menyelesaikan karya tulis ilmiah dan kembali ke rumah, serta bude Halim Angkasa Wati dan sepupu mbak Risti Laksmita Ratri, S.T yang selalu memotivasi, mengingatkan dan mendoakan peneliti. 5. Keluarga besar Magetan dan Jogja yang telah mendoakan kelancaran dan

kesuksessan peneliti dalam menjalani pendidikan ini. Semoga Allah membalas kebaikan semuanya


(7)

8. Keluarga besar NCC Emergency yang memberikan keseruan dan kehebohan sehingga peneliti termotivasi dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah.

9. Sahabat Keloid Niken, Ariffah, Zainab, Amel dan Alm.Mela selalu menemani peneliti dalam keluh kesah dan senang. Senang bisa dipertemukan dengan kalian

10.Teman seperjuangan BPH NCC Satifa, Defia, Ratri, Endah, Amel, Asna, Yani, Rahma wanita kuat walaupun diterjang berbagai masalah.

11.Teman Skill Lab Rizal, Zainab, Maula, Ardhina, Chandra yang selalu terbuka dalam berbagi ilmu.

12.Teman seperjuangan KTI bimbingan bu Shanti Latansa, Herka, Koko, Ahmad, Nindy, Miranda, dan Ilham. Semangat terus nggih!!


(8)

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang

berjudul “Gambaran Persepsi Perawat RSJ dan RSU Terhadap Pasien dengan Gangguan Jiwa” dengan sebaik-baiknya. Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar derajat Sarjana Keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2. Sri Sumaryani, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Mat.,HNC selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

3. Shanti Wardaningsih, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Jiwa.,PhD selaku dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah, yang telah memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan pemikiran dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Direktur RSJ Ghrasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sana. 5. Kedua orang tua, bapak dan ibu yang selalu memberikan dukungan moril


(9)

bisa terselesaikan.

Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan baik isi maupun penyusunnya. Peneliti berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 18 Agustus 2016

Hormat saya


(10)

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN... iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... vix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR SINGKATAN... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

INTISARI... xv

ABSTRACT... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Penelitian Terkait... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Gangguan Jiwa... 10

a. Definisi Gangguan Jiwa... 10

b. Penyebab Gangguan Jiwa... 11

c. Ciri-Ciri Gangguan Jiwa... 13

d. Jenis-Jenis Gangguan Jiwa... 14

e. Tanda-Tanda Gangguan Jiwa... 16

f. Penanganan Gangguan Jiwa... 17

2. Persepsi... 17

a. Definisi Persepsi... 17

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi... 18

c. Syarat Persepsi... 20

3. Perawat... 21

a. Definisi Perawat... 21

b. Peran dan Fungsi Perawat Jiwa... 23


(11)

C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 29

D. Vareabel Penelitian... 29

E. Definisi Oprasional... 29

F. Instrumen Penelitian... 30

G. Teknik Pengumpulan Data... 32

H. Jalannya Penelitian... 32

I. Uji Validitas dan Reliabilitas... 36

J. Pengolahan Data... 37

K. Analisa Data... 38

L. Etika Penelitian... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian... 42

1. RSJ Ghrasia DIY... 42

2. RS PKU Muhammadiyah Gamping... 43

B. Hasil Penelitian... 44

1. Karakteristik Responden... 44

2. Analisa Univariat... 47

3. Analisa Bivariat... 50

C. Pembahasan... 51

1. Karakteristik Responden... 51

a. Usia... 52

b. Jenis Kelamin... 52

c. Lama Bekerja... 53

d. Pendidikan Terakhir... 54

e. Memiliki Anggota Keluarga yang Memiliki Gangguan Jiwa... 56

2. Persepsi Perawat terhadap Pasien Gangguan Jiwa... 57

D. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian... 58

1. Kekuatan Penelitian... 58

2. Kelemahan Penelitian... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 61

B. Saran... 61 DAFTAR PUSTAKA


(12)

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden RSJ Grhasia DIY ... 45

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden RS PKU Muhammadiyah Gamping ... 46

Tabel 4 Gambaran persepsi perawat ... 47

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden cross tabs ... 48


(13)

(14)

BNN : Badan Narkotika Nasional

Depkes RI : Departemen Kesehatan Repubik Indonesia DI Yogyakarta : Daerah Istimewa Yogyakarta

ECT : Electro Convulsive Therapy

FKIK : akultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

HIV : Human Immuno Deficiency

IGD : Instalasi Gawat Darurat

Napza : Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif

PKU : Pusat Kesehatan Umum

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RSJ : Rumah Sakit Jiwa

RSU : Rumah Sakit Umum

SSP : Sistem Saraf Pusat

UMY : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta WHO : World Health Organization


(15)

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Lampiran 3. Lembar Demografi

Lampiran 4. Lembar Kuisioner Persepsi Lampiran5. Surat Studi Pendahuluan Lampiran 6. Surat Ijin

Lampiran 7. Surat Balasan Perijinan Lampiran 8. Surat Etik


(16)

INTISARI

Latar Belakang:Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi kejiwaan seseorang serta menimbulkan hambatan dalam melaksanakan peran sosial dilingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya.Proses pemulihan dan penanganan pada klien dengan gangguan jiwa melibatkan berbagai disiplin ilmu meliputi dokter, perawat, psikolog, dan masih banyak tenaga kesehatan lain yang terlibat di dalamnya.Keterlibatan tenaga kesehatan yang merupakan pihak yang langsung berhubungan dengan pasien dinilai tidak mungkin memiliki stigma negatif dalam penyembuhan pasien gangguan jiwa. Persepsi negatif yang ada pada tenaga kesehatan profesional menjadi penghalang dalam pemulihan pasien gangguan jiwa yang seharusnya mendapatkan perhatian dari tenaga kesehatan.

Tujuan: Untuk mengetahui gambaran persepsi perawat Rumah Sakit Jiwa dan perawat Rumah Sakit Umum terhadap pasien dengan gangguan jiwa.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimentaldengan rancangan cross-sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling dengan metode simple random sampling. Jumlah populasi pada penelitian ini sebanyak 307 populasi, dari 307 populasi tersebut dihitung dengan rumus Nursalam dan ditemukan 80 responden perawat jiwa dan 80 responden perawat umum.Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner persepsi terhadap orang gangguan jiwa.

Hasil Penelitian: Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji Mann-Whitneydidapatkan nilai p value= 0,001 (p=≤0,05).

Kesimpulan: Ada perbedaan persepsi perawat Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Umum terhadap pasien dengan gangguan jiwa.

Kata Kunci:Pasien Gangguan Jiwa, Perawat, Persepsi, Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Umum


(17)

ABSTRACT

Background:Mental disorders is a condition that cause disturbance in a person's psychological functioning and create obstacles in implementing the social role of family environment and the surrounding community. The recovery process and the handling of clients with mental disorder involves multiple disciplines include doctors, nurses, psychologists, and many other health professionals involved in it health profesional who always contact with patients, they might not have negative stigma in mental disoreder patient rehabilitation. Negative perception on health professional make mental disorder patient rehabilitation disturbed. A wrong perception can cause a person to be nervous, dislike, uncomfortable and dissatisfied. Therefore, we need to understand the perception of people become excited, happy and satisfied.

Purpose: To describe the nurse's perception Mental Hospital and General Hospital nurses to patients with mental disorders.

Methods: This study is a non-experimental, cross-sectional design. The sampling technique used is the probability sampling with simple random sampling method. Total population in this study were 307 population, a population of 307 are calculated with the formula and found 80 respondents soul nurses and 80 general nurses respondents.

Results: Results of statistical test analysis using the Mann-Whitney test obtained p

value = 0.001 (p = ≤0,05).

Conclusion: No comparison to the nurse's perception Mental Hospital and General Hospital on patients with psychiatric disorders showed differences in perceptions of the two groups of respondents.Measuring instruments used were quistionnaires perception towards people with mental disorders are taken from the research of Romadhon.

Keywords:General Hospital, Nurses, Patient with Mental Disorder, Perception, Psychiatric Hospital.


(18)

(19)

INTISARI

Latar Belakang:Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi kejiwaan seseorang serta menimbulkan hambatan dalam melaksanakan peran sosial dilingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya.Proses pemulihan dan penanganan pada klien dengan gangguan jiwa melibatkan berbagai disiplin ilmu meliputi dokter, perawat, psikolog, dan masih banyak tenaga kesehatan lain yang terlibat di dalamnya.Keterlibatan tenaga kesehatan yang merupakan pihak yang langsung berhubungan dengan pasien dinilai tidak mungkin memiliki stigma negatif dalam penyembuhan pasien gangguan jiwa. Persepsi negatif yang ada pada tenaga kesehatan profesional menjadi penghalang dalam pemulihan pasien gangguan jiwa yang seharusnya mendapatkan perhatian dari tenaga kesehatan.

Tujuan: Untuk mengetahui gambaran persepsi perawat Rumah Sakit Jiwa dan perawat Rumah Sakit Umum terhadap pasien dengan gangguan jiwa.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimentaldengan rancangan cross-sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling dengan metode simple random sampling. Jumlah populasi pada penelitian ini sebanyak 307 populasi, dari 307 populasi tersebut dihitung dengan rumus Nursalam dan ditemukan 80 responden perawat jiwa dan 80 responden perawat umum.Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner persepsi terhadap orang gangguan jiwa.

Hasil Penelitian: Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji Mann-Whitneydidapatkan nilai p value= 0,001 (p=≤0,05).

Kesimpulan: Ada perbedaan persepsi perawat Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Umum terhadap pasien dengan gangguan jiwa.

Kata Kunci:Pasien Gangguan Jiwa, Perawat, Persepsi, Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Umum


(20)

ABSTRACT

Background:Mental disorders is a condition that cause disturbance in a person's psychological functioning and create obstacles in implementing the social role of family environment and the surrounding community. The recovery process and the handling of clients with mental disorder involves multiple disciplines include doctors, nurses, psychologists, and many other health professionals involved in it health profesional who always contact with patients, they might not have negative stigma in mental disoreder patient rehabilitation. Negative perception on health professional make mental disorder patient rehabilitation disturbed. A wrong perception can cause a person to be nervous, dislike, uncomfortable and dissatisfied. Therefore, we need to understand the perception of people become excited, happy and satisfied.

Purpose: To describe the nurse's perception Mental Hospital and General Hospital nurses to patients with mental disorders.

Methods: This study is a non-experimental, cross-sectional design. The sampling technique used is the probability sampling with simple random sampling method. Total population in this study were 307 population, a population of 307 are calculated with the formula and found 80 respondents soul nurses and 80 general nurses respondents.

Results: Results of statistical test analysis using the Mann-Whitney test obtained p

value = 0.001 (p = ≤0,05).

Conclusion: No comparison to the nurse's perception Mental Hospital and General Hospital on patients with psychiatric disorders showed differences in perceptions of the two groups of respondents.Measuring instruments used were quistionnaires perception towards people with mental disorders are taken from the research of Romadhon.

Keywords:General Hospital, Nurses, Patient with Mental Disorder, Perception, Psychiatric Hospital.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

Di dalam bab I dijelaskan mengenai pendahuluan yaitu berisi latar belakang yang menjelaskan tentang alasan penulis memilih judul. Selanjutnya dijelaskan tentang perumusan masalah, tujan dan manfaat penelitian yang diambil. Serta dijelaskan penelitian terkait yang berkaitan dengan judul yang diambil. A. Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mampu hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan jiwa merupakan kondisi sehat baik secara emosional, psikologi, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, kestabilan emosional serta hubungan intrapersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008). Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi kejiwaan seseorang serta menimbulkan hambatan dalam melaksanakan peran sosial di lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 2010). Oleh karena itu gangguan jiwa dapat mengganggu aktivitas,


(22)

hampir setiap tahun jumlah gangguan jiwa bertambah di berbagai negara di dunia. Berdasarkan data World Health Organisation (WHO) dalam Yosep (2010), prevalensi tentang masalah kesehatan jiwa cukup tinggi, 25% penduduk dunia pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah gangguan jiwa berat. Sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan jiwa maupun perilaku, dan diprediksikan akan meningkat menjadi 15% pada tahun 2020 (WHO). Sementara gangguan jiwa berat di Indonesia sebanyak 1.728 orang dan terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah (masing – masing 2,7%). Prevalensi gangguan jiwa berat nasional sebesar 1,7 per mil. Proporsi rumah tangga yang pernah memasung anggota rumah tangga gangguan jiwa berat 14,3% dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di pedesaan 18,2%, serta pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah 19,5% (Riset Kesehatan Dasar [RISKESDAS], 2013).

Gangguan jiwa secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian, namun yang terbanyak akan menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu bahkan keluarganya baik mental maupun materi. Sampai saat ini masyarakat masih mengutamakan pada keluhan fisik dan kurang memperhatikan adanya keluhan mental emosional yang melatar belakangi keluhan fisik tersebut. Seseorang seringkali menolak bila dirujuk untuk menjalani terapi dalam bidang kesehatan jiwa, sehingga penanganan masalah kesehatan jiwa terabaikan dan


(23)

terapi menjadi tidak ampuh. Masalah kesehatan jiwa yaitu gangguan jiwa seperti psikotik atau skizofrenia, kecemasan, depresi dan penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza) (Depkes RI, 2003).

Saat ini masyarakat Indonesia masih memandang negatif terhadap penyakit gangguan jiwa sebagai orang yang membahayakan dan penyakit yang tidak dapat disembuhakan karena masyarakat kurang memahami penyebab dan perawatan pada penderita gangguan jiwa. Pandangan negatif atau stigma dari masyarakat menyebabkan penderita gangguan jiwa terkucil dari lingkungan sosialnya dan mendapatkan perlakuan yang kurang layak dan manusiawi dari masyarakat bahkan keluarganya sendiri (Torey & Betesda, 2011). Perlakuan yang kurang layak tersebut seperti dipasung, diacuhkan, dihina, serta diasingkan dari lingkungan sosialnya. Selain itu mereka menganggap gangguan jiwa terjadi karena kerasukan jin atau hukuman karena pelanggaran sosial atau agama (Videback, 2008). Gangguan jiwa dalam pandangan masyarakat masih identik dengan “gila” (psikotik) sementara kelompok gangguan jiwa lain seperti ansietas, depresi dan gangguan jiwa yang tampil dalam bentuk berbagai keluhan fisik kurang dikenal. Kelompok gangguan jiwa inilah yang banyak ditemukan di masyarakat (Depkes RI, 2003).

Stigma yang diciptakan oleh masyarakat tersebut terhadap penderita gangguan jiwa secara tidak langsung menyebabkan keluarga dan masyarakat sekitar tidak memiliki kemauan untuk memberikan perawatan kepada klien gangguan jiwa sehingga proses penyembuhan mengalami keterlambatan, yang akan menyebabkan terjadinya hambatan dalam proses pemulihan (Hapsari, 2009).


(24)

Dengan adanya stigma dari masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa sangat dibutuhkan tenaga kesehatan dalam mencapai pemulihan pasien. Proses pemulihan dan penanganan pada klien dengan gangguan jiwa melibatkan berbagai disiplin ilmu meliputi dokter, perawat, psikolog, dan masih banyak tenaga kesehatan lain yang terlibat di dalamnya (Nurjannah, 2005).

Keterlibatan tenaga kesehatan yang merupakan pihak yang langsung berhubungan dengan pasien dinilai tidak mungkin memiliki stigma negatif dalam penyembuhan pasien gangguan jiwa (Ahmedani, 2011). Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Volmer dalam Ahmedani (2011) jugs menyatakan bahwa pihak kesehatan lebih menjaga jarak dengan pasien yang memiliki gangguan jiwa sehingga kurang bersedia untuk memberikan obat dan konseling. Stigma yang ada pada tenaga kesehatan profesional menjadi penghalang dalam pemulihan pasien gangguan jiwa yang seharusnya mendapatkan perhatian dari tenaga kesehatan. Stigma yang merupakan pandangan negatif berhubungan dengan persepsi yang ada pada tenaga kesehatan yang merupakan pandangan terhadap suatu obyek atau peristiwa (Rahmat, 2005). Persepsi setiap individu dapat berbeda pada situasi yang sama, hal ini dapat terjadi karena setiap individu memiliki penerimaan dan interpretasi yang berbeda. Persepsi yang salah dapat menyebabkan seseorang menjadi tegang, tidak suka, tidak nyaman dan tidak puas, oleh karena itu perlunya kita memahami persepsi agar orang menjadi senang, bahagia dan puas (Potter & Perry, 2005).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSJ Grhasia DIY pada tanggal 22 Februari 2016 didapatkan hasil dari 10 perawat jiwa 8 perawat atau


(25)

80% perawat memiliki persepsi yang positif terhadap pasien dengan gangguan jiwa dan 2 perawat atau 20% lainnya memiliki persepsi yang negatif. Sedangkan studi pendahuluan yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping pada tanggal 27 Februari 2016 didapatkan hasil dari 10 perawat jiwa 6 perawat atau 60% perawat memiliki persepsi yang positif terhadap pasien dengan gangguan jiwa dan 4 perawat atau 40% lainnya memiliki persepsi yang negatif. Perawat yang memiliki persepsi negatif menyatakan bahwa tidak terlalu mengerti tentang gangguan jiwa, selain itu mereka menganggap bahwa pasien dengan gangguan jiwa menakutkan dan menyatakan bahwa akan meninggalkan klien dengan gangguan jiwa jika tidak sengaja bertemu di jalan. Perawat dengan persepsi positif lebih mengetahui tentang pasien dengan gangguan jiwa, mereka berpendapat bahwa pasien dengan gangguan jiwa memiliki hak yang sama dengan manusia normal dan harus dirawat dengan baik. Perawat yang memiliki persepsi positif akan melaporkan kepada pihak yang berwenang untuk segera menangani pasien yang tidak sengaja bertemu di jalan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian tentang gambaran persepsi perawat RSJ dan RSU terhadap pasien dengan gangguan jiwa perlu dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : bagaimana gambaran persepsi perawat Rumah Sakit Jiwa dengan perawat Rumah Sakit umum terhadap pasien dengan gangguan jiwa?


(26)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui gambaran persepsi perawat Rumah Sakit Jiwa dan perawat Rumah Sakit Umum terhadap pasien dengan gangguan jiwa.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui karakteristik perawat Rumah Sakit Jiwa dan perawat Rumah Sakit umum terhadap pasien dengan gangguan jiwa

b. Mengetahui gambaran persepsi perawat Rumah Sakit Jiwa terhadap pasien dengan gangguan jiwa

c. Mengetahui gambaran persepsi perawat Rumah Sakit Umum terhadap pasien dengan gangguan jiwa

d. Mengetahui perbedaan gambaran persepsi perawat Rumah Sakit Jiwa dengan perawat Rumah Sakit umum terhadap pasien dengan gangguan jiwa

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam merancang kurikulum pembelajaran untuk mahasiswaan khususnya dalam pembelajaran tentang keperawatan jiwa.

2. Bagi pihak kesehatan

Sebagai bahan evaluasi terhadap persepsi tenaga kesehatan kepada pasien dengan gangguan jiwa.


(27)

E. Penelitian Terkait

Menurut sepengetahuan peneliti, penelitian terkait perbedaan gambaran persepsi perawat RSJ dan RSU sudah pernah dilakukan, namun penelitian tentang perbedaan gambaran persepsi perawat RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping terhadap pasien gangguan jiwa belum ada yang meneliti.

Penelitian terkait diantaranya :

1. Egbe, CO., Brooke-Summer,C., Kathree, T., Selohilwe, O., Thornicroft, G., Petersen, I. (2014). “Psychiatric stigma and discrimination in South Africa: persepctives from key stakeholders”. Penelitian ini dilakukan

dengan responden berjumlah 77 orang yang berusai di atas 18 tahun diantaranya 10 perawat, 20 konselor, 2 social worker, dan 45 service users. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan wawancara individu dan kelompok diskusi. Lokasi penelitian dilakukan di Afrika Selatan di Dr Kenneth Kauda District (KKD). Analisa data untuk mengolah hasil penelitian menggunakan software NVIVO 10.1.

Perbedaan pada penelitian yang dilakukan adalah variabel yaitu penelitian yang akan dilakukan menggunakan variabel persepsi perawat bukan stigma. Responden yang akan diteliti hanya perawat yang terdiri dari perawat jiwa dan perawat umum. Metode penelitian yang akan dilakukan menggunakan desain deskriptif kuantitativ dengan pendekatan


(28)

2. Hanafiah, AN dan Bortel, TV. (2015). “A qualitative exploration of the perspectives of mental health professionals on stigma and discrimination

of mental illness in Malaysia”. Penelitian ini dilakukan dengan responden

berjumlah 15 berusia 35-65 tahun terdiri dari perawat rumah sakit umum dan instansi khusus termasuk psychiatrists, psychologists dan konselor. Penelitian dilakukan dengan wawancara pada responden. Lokasi penelitian dilakukan di dua wilayah Malaysia yaitu Kuala Lumpur dan Selangor. Analisa data yang dilakukan menggunakan analisa tematik.

Perbedaan pada penelitian yang dilakukan adalah variabel yaitu hanya meneliti persepsi perawat terhadap pasien gangguan jiwa. Lokasi penelitian akan dilakukan di rumah sakit jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta dan rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping. Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan hasil di olah menggunakan SPSS versi 15

3. Martensson, G., Jacobsson, W., dan Engstrom, M. (2014). “Mental Health

Nursing Staff’s Attitudes Towards Mental Ilness: an analysis Of Related

Factors”. Penelitian ini dilakukan pada 256 perawat jiwa. Metode

penelitian dengan pendekatan cross-sectional, korelasi dan komparatif. Penelitian dengan menggunakan kuesioner untuk mengukur sikap perawat jiwa (afektif, kognitif, dan behavioral) yaitu kuesioner The Community Attitudes Towards Mental Illness (CAMI-S). Data analisi dengan menggunakan IBM SPSS statisitic 20.


(29)

Perbedaan pada penelitian yang dilakukan adalah pada variabel yaitu penelitian akan menggunakan persepsi perawat terhadap pasien gangguan jiwa. Responden yang digunakan adalah perawat jiwa dan perawat umum. Metode yang digunakan yaitu deskriptif kuantitatif dan analisa dengan SPSS versi 15.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab II lebih ditekankan dalam tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini meninjau landasan teori yang menyangkut dengan judul. Dalam landasan teori, penulis memberikan penjelasan tentang gangguan jiwa dan persepsi menurut para ahli. Dalam bab II ini juga dilampirkan kerangka konsep dan juga hipotesis yang akan diteliti.

A. Landasan Teori 1. Gangguan Jiwa

a. Definisi Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa merupakan sekumpulan gejala atau pola perilaku atau psikologik seseorang yang secara klinik cukup bermakna dan secara khusus berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment atau disability) (Maslim, 2003). Gangguan jiwa adalah gangguan pada fungsi mental yang meliputi emosi, pikiran, prilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tarik diri dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di masyarakat (Nasir & Muhith, 2011). Gangguan jiwa menurut American Psychiatric Assocication (1994) dalam Videbeck (2008) adalah suatu syndrome atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang yang dikaitkan dengan adanya distress atau disabilitas yang disertai peningkatan


(31)

resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, atau sangat kehilangan kebebasan.

b. Penyebab Gangguan Jiwa

Menurut Stuart (2007) terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, antara lain :

1) Faktor Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif yaitu lesi pada area frontal, temporal, limbik dan terdapat penurunan masa kortikal yang menunjukkan lesi otak. Selain itu, adanya ketidakseimbangan dari neurotransmitter dopamin dan serotonin juga dapat menyebabkan ganguan jiwa. Genetik dari orang tua yang mempunyai riwayat gangguan jiwa juga mempunyai pengaruh yang besar untuk anak, khususnya untuk anak yang kembar identik.

2) Faktor psikologis

Penyebab gangguan jiwa adalah multikausal karena tidak berasal dari satu penyebab. Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan jiwa dapat dipandang dalam tiga kategori (Videbeck, 2008). Kategori tersebut adalah :

a) Faktor individual

Faktor ini meliputi stuktur biologis, ansietas, kekhawatiran dan ketakutan, serta ketidakharmonisan dalam hidup.


(32)

b) Faktor internal

Faktor ini meliputi komunikasi yang tidak efektif, ketergantungan yang berlebihan atau menarik diri dari hubungandan kehilangan control emosional.

c) Faktor sosial dan budaya

Faktor ini meliputi tidak ada penghasilan, kekerasan, tidak memiliki tempat tinggal, kemiskinan dan diskriminasi. Masalah psikososial adalah masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat dari perubahan sosial (Sulistiawati, 2005). Selain itu menyebutkan bahwa gangguan jiwa juga disebabkan oleh faktor antara lain :

1) Suasana rumah

Suasana rumah yang tidak harmonis (sering bertengkar, salah pengertian diantara anggota keluarga, kurang kebahagiaan dan keperacayaan dalam keluarga) sehingga timbul efek yang tidak diinginkan. Apabila terjadi stress dan ketegangan dalam hidupnya dapat menyebabkan sakit karena tidak dapat beradaptasi dan tidak dapat menghadapi situasi dan pengendalian emosi. 2) Pengalaman masa kanak-kanak

Kasih sayang yang didapat dari keluarga memberikan semangat dan disiplin, hal ini penting untuk pertumbuhan yang sehat dari seseoarang. Bila tidak memadai dan terdapat pengalaman yang tidak menyenangkan dan terjadi secara berulang


(33)

pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan gangguan jiwa waktu dewasa.

3) Faktor keturunan

Pada beberapa kasus gangguan jiwa kemungkinan didapatkan pula anggota keluarga lainnya yang menderita penyakit yang sama. Namun, pada beberapa kasus lain tidak ditemukan seorangpun dalam keluarganya dengan ganggguan yang serupa. Berkembangnya suatu gangguan jiwa dapat diturunkan pada seorang individu. Perubahan dalam struktur/fungsi otak akibat perubahan biokimiawi dalam sel-sel otak adalah penyebab paling banyak dari gangguan psikotik.Kerusakan otak yang dapat menyebabkan gangguan jiwa sebagian karena pemakaina alkohol jangka panjang dan epilepsi yang tidak diobati. Faktor lain adalah apabila individu tidak memperoleh kesempatan yang cukup untuk hidup sebagai anggota masyarakat yang diterima dan dihargai, kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan, ketidakmampuan dan persaingan yang berat dan diskriminasi sosial.

c. Ciri-Ciri Gangguan Jiwa

Ciri-ciri gangguan jiwa menurut (Sulistiawati, 2005) terbagi menjadi tiga yaitu :

1) Perubahan yang berulang dalam pikiran, daya ingat, persepsi yang bermanifestasi sebagai kelainan perilaku.


(34)

2) Perubahan yang menyebabkan tekanan batin dan penderitaan pada individu sendiri dan orang lain di lingkungannya.

3) Perubahan perilaku, akibat dari penderitaan ini menimbulkan gangguan dalam kehidupan sehari-hari, efisiensi kerja dan hubungan dengan orang lain dalam bidang sosial ataupun pekerjaan.

Adapun ciri gangguan jiwa yang dapat diidentifikasi pada seseorang menurut Keliat (2005) yaitu marah tanpa sebab, mengurung diri, tidak kenal dengan orang lain, bicara kacau, bicara sendiri, dan tidak mampu merawat diri sendiri. Ciri-ciri tersebut merupakan ciri umum pada penderita dengan gangguan jiwa.

d. Jenis-Jenis Gangguan Jiwa :

Gangguan jiwa yang sering ditemukan pada masyarakat adalah (Nasir & Muhith, 2011) :

1) Skizofrenia

Jenis gangguan jiwa ini menunjukkan gejala utama dalam gangguan fungsi kognitif (pikiran) berupa disorganisasi dengan kata lain, gangguan jiwa ini mengenai pembentukan arus serta isi pikiran. Selain itu, ditemukan gejala gangguan persepsi, wawasan diri, perasaan dan keinginan.

2) Depresi

Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, tidak


(35)

bergairah, perasaan tidak berguna dan putus asa. Gangguan ini sering ditemukan pada masyarakat dengan kesulitan ekonomi. 3) Cemas

Gejala ini merupakan komponen utama bagi semua gangguan psikiatri, baik akut maupun kronis.Sebagian menjelma menjadi gangguan panik, fobia, obsesi kompulsi dan sebagainya. 4) Penyalahgunaan Narkoba dan HIV/AIDS

Pengungkapan kasus narkoba di Indonesia per tahunnya meningkat dengan rata-rata 28.9%. Di Indonesia saat ini diperkirakan terdapat 1.365.000 pecandu narkoba (survey BNN). Meningkatnya jumlah pecandu narkoba meningkat pula penderita penyakit HIV/AIDS. Meski berbagai upaya telah dilakukan, penyakit yang belum ditemukan obatnya ini belum dapat dikendalikan dengan baik.

5) Bunuh Diri

Kasus bunuh diri di Indonesia meningkat seiring terjadinya kasus ekonomi yang menjerat kehidupan sehari-hari mereka. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya pergeseran usia pelaku bunuh diri. Dahulu, pelaku bunuh diri adalah usia dewasa, jarang sekali pada anak usia 12 tahun yang melakukan bunuh diri (Nasir & Muhith, 2011).


(36)

e. Tanda-tanda Gangguan Jiwa

Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai berikut :

1)Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.

2)Gangguan kognisi pada persepsi seperti merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada, hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain.

3)Gangguan kemauan: klien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan tidak rapi.

4)Gangguan emosi : klien merasa gembira yang berlebihan (euforia). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung Karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa


(37)

sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.

f. Penanganan Gangguan Jiwa

Penanganan pada penderita gangguan jiwa dapat menggunakan beberapa terapi antara lain :

1)Terapi psikofarmaka

Psikofarmaka atau obat psikotraopik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Videbeck, 2008).

2)Terapi somatic

Terapi somatic dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh lain, dengan menggunakan terapi elektrokonvulsif (ECT) pengobatan somatic dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis sehingga diharapkan mampu meningkatkan kadar norepinefrin dan serotonin (Townsend, 2006).

2. Persepsi

a. Definisi persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan


(38)

informasi dan menafsirkan pesan atau memberikan makna pada stimulus indra (Rahmat, 2005). Persepsi adalah pandangan seseorang terhadap suatu kejadian dimana persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman (Potter & Perry, 2005). Persepsi merupakan suatu proses pemahaman oleh seseorang terhadap orang lain atau proses pemahaman seseorang terhadap suatu realitas sosial (Hanurawan, 2010).

Persepsi setiap individu dapat berbeda pada situasi yang sama, hal ini dapat terjadi karena setiap individu memiliki penerimaan dan interpretasi yang berbeda. Persepsi yang salah dapat menyebabkan seseorang menjadi tegang, tidak suka, tidak nyaman dan tidak puas, oleh karena itu perlunya kita memahami persepsi agar orang menjadi senang, bahagia dan puas (Potter & Perry, 2005). Menurut Toha (2008), persepsi merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.

b.Faktor–faktor yang mempengaruhi persepsi

Menurut Toha, (2008) menjelaskan bahwa adapun faktor-faktor dari luar dan dari dalam antara lain :

1)Faktor-faktor dari luar (faktor eksternal)

Faktor-faktor dari luar yang terdiri dari pengaruh-pengaruh lingkungan luar antara lain: intensitas, ukuran, keberlawanan,


(39)

pengulangan, gerakan, dan hal-hal yang baru. Intensitas, prinsip intensitas dari suatu perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin besar intensitas stimulus dari luar semakin besar pula hal-hal itu dapat dipahami. Ukuran, faktor ini sangat dekat dengan intensitas. Semakin besar ukuran sesuatu objek orang akan mudah tertatik perhatiannya pada gilirannya dapat membentuk persepsinya.

Keberalawanan atau kontras, prinsip keberlawanan ini menyatakan bahwa stimulasi dari luar yang berpenampilan berlawanan dengan latar belakang atau sekelilingnya atau diluar banyak sangkaan orang banyak, akan menarik banyak perhatian. Faktor pengulangan (repetition), dalam faktor ini dikemukan bahwa stimulus dari luar yang diulang akan memberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang sekali dilihat. Faktor gerakan (moving), prinsip faktor ini diantarnya menyatakan bahwa orang akan memberikan banyak perhatian terhadap objek yang bergerak dalam jangkauan pandangannya dibandingkan objek yang diam. Faktor dari luar yang terakhir adalah hal-hal baru dan familier, faktor ini menyatakan bahwa baik situasi eksternal yang baru maupun yang sudah dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian.

2)Faktor-faktor dari dalam (faktor internal)

Beberapa faktor dari dalam yang dapat mempengaruhi persepsi adalah proses belajar atau (learning), motivasi dan


(40)

kepribadiannya. Faktor proses belajar akan membentuk adanya persepsi. Motivasi dapat menentukan timbulnya persepsi dari seseorang dan mempunyai peranan penting didalam mengembangkan rangkaian persepsi. Faktor kepribadian dapat membentuk persepsi seseorang. Unsur ini erat hubungannya dengan proses belajar dan motivasi yang mempunyai akibat tentang apa yang diperhatikan dalam menghadiri suatu situasi. c. Syarat persepsi

Menurut Sunaryo (2004) syarat terjadinya persepsi yaitu : 1) Adanya obyek

Obyek merupakan suatu stimulus yang ditangkap oleh alat indera (reseptor). Stimulus berasal dari luar individu (langsung mengenai alat indra/reseptor) dan dari dalam individu (langsung mengenai syaraf sensoris yang bekerja sebagai reseptor).

2) Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi.

3) Adanya alat indera sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi

4) Saraf sensori sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat syaraf atau pusat kesadaran). Kemudian dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat ukur untuk mengadakan respon.


(41)

Secara umum prsepsi dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

a) External perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar individu

b) Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu.

3. Perawat

a. Definisi perawat

Perawat merupakan tenaga profesional yang berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan wewenangnya terutama yang berkaitan dengan lingkup praktek dan wewenang perawat (Praptiningsih, 2006). Perawat adalah tenaga kesehatan yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati berdasarkan ilmu yang dimiliki dari pendidikan keperawatan (Sarangih & Rumpea, 2011). Perawat memberikan pelayanan kepada pasien yang meliputi pelayanan paripurna, manusiawi, dan diberikan kepada klien yang menghadapi masalah kesehatan melalui upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya (Potter & Perry, 2005).


(42)

Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan. Fungsi profesional yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan pasien dan membantu memenuhinya (Suwignyo, 2007). Perawat profesional adalah seorang perawat yang berwenang dan bertanggungjawab memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai kewenangannya (Depkes RI, 2002). Bentuk pelayanan profesional berupa bentuk pemenuhan dasar yang diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan sosialagar dapat tercapai derajat kesehatan yang optimal. Pelayanan keperawatan yang profesional merupakan praktek keperawtan yang dilandasi oleh nilai nilaiprofesional, yaitu mempunyai otonomi dalam pekerjaannya, bertanggung jawab dan bertanggung gugat, pengambilan keputusan yang mandiri, kolaborasi dengan disiplin lainpemberian pembelaan dan memfasilitasi kepentingan klien (Bimo, 2011).

2) Perawat Jiwa

Keperawatan jiwa menurut Suliswati dalam Muhith & Nasir (2011) merupakan suatu bidang spesialisasi dari praktik keperawatan, dengan menggunakan teori perilaku sebagai


(43)

ilmunya dan menggunakan diri secara terapeutik sebagai kiatnya dalam membantu proses penyembuhan. Dalam keperawatan jiwa, seorang perawat harus mampu meningkatkan motivasi seorang yang menderita gangguan jiwa dengan memompa semangat untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang positif agar pasien mampu berubah dari perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif seperti keadaan semula (Nasir & Muhith, 2011).

b.Peran dan Fungsi Perawat Jiwa

Peran keperawatan jiwa telah berkembang secara kompleks dari elemen – elemen historis aslinya. Keperawatan psikiatri sekarang mencakup parameter kompetensi klinik, advokasi pasien, tanggung jawab fiskal, kolaborasi profesional, akuntabilitas (tanggung gugat) sosial, dan kewajiban etik dan legal. Dalam memberikan asuhan dan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa, perawat dapat melakukan aktivitas pada tiga area utama yaitu memberikan asuhan keperawatan secara langsung, aktivitas komunikasi dan aktivitas dalam pengelolaan atau manajemen keperawatan (Stuart & Sundeen, 2013).

Menurut World Health Organization (2007), sebagian besar perawat terlibat dalam perawatan primer dan evaluasi serta tindak lanjut kepada pasien seperti yang diharapkan. Aktivitas lain perawat dalam perawatan pasien jiwa yaitu promosi kesehatan,


(44)

perlihatkan bahwa perawat sering mempromosikan kesehatan jiwa dan kemungkinan sebuah indikasi prioritas pengkajian perawat untuk kesehatan jiwa. Peran perawat lainnya adalah mengevaluasi pelayanan keperawatan, terapis untuk pasien, psikoterapi, konsultan, sebagai support keluarga dan sebagai edukator kepada keluarga.

Aktivitas asuhan langsung perawat jiwa menurut Nasir & Muhith (2011) antara lain yaitu advokasi, tindak lanjut setelah keperawatan, penanggulangan perilaku, konsultasi kasus, pengelolaan kasus, penanggulangan kognitif, penyuluhan komunitas, konseling komplians, interval krisis, perencanaan pulang, dan intervensi keluarga.


(45)

B. Kerangka Konsep Gambar 1

Keterangan :

: diteliti : tidak diteliti

C. Hipotesa

hₐ = Ada perbedaan gambaran persepsi perawat RSJ dan RSU terhadap pasien dengan gangguan jiwa.

hₒ = Tidak ada perbedaan gambaran persepsi perawat RSJ dan RSU terhadap pasien dengan gangguan jiwa.

Perawat RSJ Ciri-ciri orang dengan

gangguan jiwa (Keliat, 2005) antara lain :  Marah tanpa sebab  Mengurung diri  Tidak mengenal

orang lain  Bicara kacau  Bicara sendiri  Tidak mampu

merawat diri.

Persepsi

Orang dengan

gangguan jiwa

Perawat RSU Faktor yang

mempengaruhi persepsi (Toha, 2008) :

 Faktor Eksternal  Faktor Internal


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan urutan langkah dalam melakukan penelitian. Hal-hal yang termasuk dalam metode penelitian adalah desain penelitian yang digunakan, subyek penelitian yaitu populasi dan sampel yang diperlukan, lokasi dan waktu penelitian, identifikasi variabel dengan definisi operasional, menjelaskan instrument yang digunakan dalam penelitian, teknik pengumpulan data, uji validitas dan reabilitas, pengolahan data dan analisis data, dan nilai etik penelitian.

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian non-eksperimental dengan rancangan cross-sectional dengan menekankan waktu pengukuran hanya satu kali pada satu saat dalam observasi. Penelitian dengan menggunakan kuesioner/instrument.

B. Subyek Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono dalam Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian merupakan subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah perawat RSJ Grhasia DIY sebesar 141


(47)

perawat dan perawat RS PKU Muhammadiyah Gamping 166 perawat yang masih aktif bekerja pada tahun 2016. Jumlah populasi seluruhnya yaitu 307 perawat

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Peneliti mengambil subyek penelitian berdasarkan teori dari rumus (Nursalam, 2013) dengan jumlah populasi 307 perawat yaitu :

Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi

d = tingkat signifikansi (0,05)

n =

=

=

=

= 173,691 dibulatkan menjadi 174 perawat

Jadi, sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 174 responden.

Kemudian dari 174 responden, sampel yang dapat diambil untuk menjadi reponden dalam penelitian ini, setiap populasi perawat adalah :


(48)

a. Perawat RSJ Grhasia DIY dapat diambil untuk menjadi reponden sebanyak

x 100% = 46% x 174 = 80 responden

b. Perawat RS PKU Muhammadiyah Gamping dapat diambil untuk menjadi reponden sebanyak

x 100% =54% x 174 =

94 responden

Setelah didapatkan jumlah responden pada RS PKU Muhammadiyah Gamping 80 responden dan 94 responden pada RSJ Grhasia. Untuk pengambilan data pada responden dengan perbandingan yaitu jumlah responden harus sama. Maka dari itu peneliti mengambil jumlah yang terkecil yaitu 80 responden pada setiap tempat populasi.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling. Kriteria sampel yang digunakan pada penelitian ini ditentukan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Perawat RSJ Grhasia DIY yang masih aktif bekerja pada tahun 2016. b. Perawat RS PKU Muhammadiyah Gamping yang masih aktif bekerja

pada tahun 2016.

c. Bersedia menjadi responden selama dilakukannya penelitian dan dapat bekerjasama.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Responden tidak mengisi lembar kuesioner dengan lengkap. b. Perawat mengundurkan diri menjadi responden.


(49)

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Juli 2016.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari satu variabel, yaitu gambaran persepsi perawat RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping terhadap pasien dengan gangguan jiwa.

E. Definisi Operasional

Tabel 1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

Hasil Ukur Cara Ukur Skala

1. Gambaran persepsi perawat terhadap pasien gangguan jiwa

Pandangan atau penilaian oleh profesi yang memiliki

kemampuan melakukan tindakan

keperawatan dan telah memiliki ilmu yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan dan bekerja di Rumah Sakit

a. 0 – 14= sangat tidak setuju (sangat tidak baik) b. 15 – 28=

tidak setuju (tidak baik) c. 29 – 42 =

setuju (baik) d. 43 – 56 =

sangat setuju (sangat baik)

Kuisioner Ordinal

2. Data demografi :

a. Jenis kelamin Keadaan kelamin atau seks responden yang terdiri dari laki-laki dan perempuan

1 = laki – laki 2 = perempuan


(50)

b. Usia Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan seseorang

Dalam tahun Kuisioner Interval

c. Lama bekerja sebagai

perawat

Satuan jangka waktu yang mengukur waktu bekerja sebagai perawat

Dalam tahun Kuisioner Interval

d. Pendidikan terakhir

Pendidikan terakhir yang ditempuh

1 = D-III/D-IV 2 = SI/Ners

Kuisioner Nominal

e. Mempunyai anggota

keluarga yang menderita gangguan jiwa

keadaan salah satu anggota keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

1 = punya 2 = tidak punya

Kuisioner Nominal

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan berbentuk kuisioner yaitu jenis pengukuran dengan mengumpulkan data secara formal kepada responden untuk menjawab pertanyaan secara tertulis. Kuisioner yang digunakan terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Kuisioner Data Demografi

Bentuk kuisioner data demografi merupakan kuisioner berupa pertanyaan yang dibuat peneliti berisi identitas responden meliputi usia, jenis kelamin, lama bekerja, mempunyai keluarga dengan gangguan jiwa, dan pendidikan terakhir.


(51)

Kuisioner yang digunakan peneliti adalah kuisioner persepsi terhadap pasien gangguan jiwa. Kuisioner diambil dari penilitian Romadhon (2011) yang berjudul “Persepsi Masyarakat Terhadap

Individu yang Mengalami Gangguan Jiwa di Kelurahan Poris Plawad

Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang”. Kuisioner tersebut berisi 14 pernyataan. Pernyataan 1-6 menilai tentang persepsi positif (favourable)

yang diukur dengan skala Likert yang memiliki nilai 4: sangat setuju, 3: setuju, 2: tidak setuju, dan 1: sangat tidak setuju. Sedangkan pernyataan 7-14 pernyataan negatif (unfavourable) mengenai pasien gangguan jiwa yang diukur dengan skala Likert yang memiliki nilai 1: sangat setuju, 2: setuju, 3: tidak setuju, dan 4: sangat tidak setuju. Pada pertanyaan nomor 5, 12, 13, dan 14 adalah pernyataan self perception, sedangkan sisanya adalah pertanyaan eksternal perception.

Penilaian gambaran persepsi didasarkan pada penjumlahan skor yang diperoleh dari pengisian tiap pertanyaan kuesioner. Nilai terendah yaitu 14 dan nilai tertinggi 56. Hasil dari penilaian kemudian dikategorikan menjadi 4 kategori yaitu :

a. 0 – 14 = sangat tidak setuju (sangat tidak baik) b. 15 – 28 = tidak setuju (tidak baik)

c. 29 – 42 = setuju (baik)


(52)

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian yang bergantung pada rancangan penelitian dan teknik instrumen yang digunakan (Burns & Grove dalam Nursalam, 2013). Teknik pengumpulan data peneliti yaitu peneliti terlebih dahulu meminta persetujuan kelayakan uji etik dan surat persetujuan melaksanakan penelitian di RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Setelah peneliti mendapatkan uji etik dan persetujuan penelitian, peneliti dan asisten peneliti akan meminta responden untuk mengisi lembar informed consent sebagai bukti bahwa responden bersedia terlibat dalam penelitian, setelah itu peneliti membagikan kuisioner berupa pertanyaan tertulis kepada responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah responden selesai mengisi kuisioner peneliti mengumpulkan lembar kuisioner untuk diolah data.

H. Jalannya Penelitian 1. Tahap persiapan

a. Melakukan survey pendahuluan ke perawat RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping

Sebelum menyusun proposal, peneliti melakukan survay pendahuluan terlebih dahulu ke perawat RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping. Peneliti membawa surat perijinan survay pendahuluan dari fakultas dan diserahkan ke institusi tersebut.


(53)

Setelah mengurus perijinan dan registrasi peneliti mendapatkan surat balasan berupa perijinan melakukan survay pendahuluan. Peneliti melakukan survay pendahuluan dengan cara wawancara kepada 10 perawat di RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping dan melanjutkan untuk menyusun proposal.

b. Menyelesaikan proposal penelitian

Peneliti menyusun proposal dari bulan Januari sampai Maret. Setelah proposal selesai peneliti melakukan sidang proposal pada tanggal 26 Maret 2016 guna untuk mendapatkan persetujuan melanjutkan penelitian. Dilanjutkan dengan revisi agar proposal menjadi lebih baik.

c. Melakukan uji etik penelitian

Setelah peneliti mendapatkan pengesahan proposal peneliti melanjutkan untuk mendapatkan persetujuan etik dari dewan etik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Peneliti mendapatkan surat persetujuan etik setelah satu bulan pendaftaran dan dilanjutkan untuk perijinan penelitian.

d. Mengurus surat izin penelitian di RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping

Perijinan etik merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan surat permohonan ijin dari fakultas. Peneliti meminta surat permohonan perijinan penelitian ke RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan menyertakan foto copy surat ijin etik. Perijinan


(54)

penelitian di RSJ Grhasia DIY harus menyertakan surat tembusan penelitian dari Gubernur DIY, jadi peneliti ke bagian Biro Administrasi dan Pembangunan DIY untuk mendapatkan surat tembusan untuk perijinan ke RSJ Grhasia DIY. Setelah peneliti memenuhi administrasi dan registrasi peneliti mendapatkan surat balasan penelitian dari RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Tahap pelaksanaan

a. Mencari responden yang memenuhi syarat

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Peneliti melakukan random dengan cara pemilihan nomor urut perawat berdasarkan ganjil atau genap. Saat melakukan random terpilihlah nomor urut perawat berdasarkan angka genap di kedua institusi. Setelah itu peneliti menemui responden dan memilih responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

b. Penandatanganan kesediaan menjadi responden

Dalam proses penelitian peneliti dibantu dengan beberapa asisten yang merupakan mahasiswa profesi Ners UMY yang sedang menjalani profesi di RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping. Peneliti atau asisten peneliti memberikan lembar permohonan menjadi responden untuk penjelasan ke responden dan akan dijelaskan lebih rinci oleh peneliti atau asisten peneliti. Jika responden bersedia maka


(55)

responden diminta untuk mengisi data dan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.

c. Memberikan kuisioner untuk diisi oleh responden

Setelah responden menyetujui untuk menjadi responden, selanjutnya peneliti atau asisten peneliti memberikan kuisioner untuk diisi oleh responden.

d. Mengumpulkan kuesioner

Setelah responden selesai mengisi kuisioner peneliti meminta kuisioner yang telah diisi dan memasukkan kuisioner tersebut ke dalam map. Dalam pengambilan data penelitian membutuhkan waktu selama satu bulan yaitu bulan Juni sampai Juli.

3. Tahap akhir

a. Menganalisa data yang didapatkan

Dalam proses menganalisa data peneliti melihat kembali data yang sudah didapatkan dan melakukan pengecekkan kuisioner. Selanjutnya data dimasukkan ke dalam program Microsoft Exel dan diolah data dengan SPSS for windows.

b. Membuat pembahasan dan kesimpulan

Setelah selesai melakukan pengolahan data peneliti melanjutkan dengan pembahasan setiap karakteristik persepsi perawat dan perbandingan antara perawat RSJ dan RSU terhadap pasien dengan gangguan jiwa. Selanjutnya peneliti membuat kesimpulan dari pembahasan yang sudah ada.


(56)

I. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Uji validitas dilakukan untuk mengetahui instrumen tersebut valid atau tidak.

Tehnik pada penelitian ini menggunakan Pearson Product Moment yang diujikan pada responden yang memiliki kriteria inklusi dan eksklusi dan diolah dengan SPSS v. 15.0 for windows. Instrumen ini sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan uji realibilitas oleh Alfiana Suci Ramadhon (2011) di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan 30 responden dengan hasil r tabel menunjukkan nilai 0,376. Suatu instrumen dikatakan valid apabila memiliki nilai Pearson Product Moment> 0,05 (Notoatmodjo, 2012). Hasil uji validitas menunjukkan bahwa item pertanyaan dalam instrumen ini valid.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaaya atau dapat diandalakan (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini pengukuran realibilitas menggunakan teknik

Alpha Cronbach ( ), dalam uji reliabilitas r hasil adalah alpha. Ketentuannya apabila r alpha > r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel. Sebaliknya apabila r alpha < r tabel maka pertanyaan tersebut tidak reliabel.


(57)

Hasil uji reliabilitas dilakukan oleh Alfiana Suci Ramadhon (2011) di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 30 responden Alpha Cronbach ( ) dari variabel, yaitu pada variabel persepsi adalah 0,711. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki nilai Alpha Cronbach ( ) > 0,6 (Notoatmodjo, 2012). Sehingga kuesioner pada penelitian ini reliabel.

J. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan rangkaian kegiatan penelitian setelah pengumpulan data selesai untuk memperoleh data yang berkualitas (Notoatmodjo, 2010). Tahap-tahap pengolahan data antara lain :

a. Editing

Editing merupakan pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner yang sudah diisi oleh responden. Dilihat apakah semua pertanyaan terisi, isinya jelas, jawaban konsisten antara pertanyaan satu dengan pertanyaan lainnya dan dilihat apakah perlu untuk dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi ketidaksesuaian dengan maksud peneliti. Apabila tidak memungkinkan, maka kuisioner yang tidak sesuai tersebut tidak diolah atau dimasukkan dalam pengolahan “data missing”.

b. Coding

Coding yaitu mengubah data dalam bentuk huruf menjadi data berbentuk angka, dengan cara memberikan skor pada masing-masing jawaban. Memudahkan dalam analisa data dan mempercepat


(58)

pemasukan data. Kode untuk kuisioner dalam penelitian ini adalah berupa angka dan huruf. Untuk kuisioner dari RSJ diisi dengan pengkodean 1J - 80J. Untuk kuisioner dari RSU diisi dengan pengkodean 1U - 80U. Data lain yang diberi kode adalah kuisioner data demografi responden yaitu jenis kelamin : laki-laki diberi kode 1 dan perempuan dengan kode 2. Pendidikan terakhir : D-III/D-IV diberi kode 1 dan S1/Ners diberi kode 2. Memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : ya diberi kode 1 dan tidak diberi kode 2.

Coding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry).

c. Processing

Processing adalah proses memasukkan data (data entry) kedalam program komputer. Memasukkan data dengan menggunakan aplikasi SPSS.

d. Cleaning

Cleaning atau pembersihan data merupakan pengecekan kembali apakah data yang dimasukkan ada kesalahan atau tidak.

K. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Data dianalisis dengan menggunakan analisis univariat yang bertujuan untuk mengetahui gambaran hasil penelitian melalui gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi. Tabel distribusi frekuensi memuat data demografi seperti: umur, jenis kelamin, tempat bekerja, lama


(59)

bekerja, pendidikan terakhir, dan memiliki anggota keluarga mengalami gangguan jiwa atau tidak.

2. Analisa Bivariat

Penelitian ini menggunakan analisa data komparasi bivariat, yaitu untuk melihat perbandingan persepsi perawat RSJ Grhasia DIY dan perawat RS PKU Muhammadiyah Gamping terhadap pasien dengan gangguan jiwa. Uji statistik yang digunakan yaitu uji non parametrik menggunakan uji Man-Whitney karena data yang digunakan merupakan data ordinal dan tidak berpasangan. Penelitian ini menggunakan taraf signifikasi 5%, jika p value <0,05 hipotesis yang didapat adalah Ha, dan sebaliknya jika pvalue >0,05 maka hipotesis yang didapat adalah H0

(Dahlan, 2013).

L. Etika Penelitian

Penelitian ini teah lulus uji etik dari komite etik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) dengan nomor surat 182/EP-FKIK-UMY/VI/2016. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan beberapa prinsip dalam pertimbangan etik (Nursalam, 2013) sebagai berikut :

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan


(60)

yang telah diberikan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang bisa merugikan dan membuat penderitaan terhadap subjek.

b. Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian ini dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Peneliti meyakinkan responden bahwa partisipasinya dalam penelitian ini tidak akan disalahgunakan demi kepentingan pribadi. Hal ini dapat dibuktikan dengan peneliti tidak mencantumkan nama subjek.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)

Peneliti menawarkan kepada responden tentang ketersediaan penelitian. responden mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya sanksi apapun atau akan akibat buruk. Jika responden menolak, maka peneliti tidak memaksa.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure)

Peneliti memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.

c. Informed consent

Peneliti memberikan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent


(61)

dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu. Jika responden menyetujui dalam keikutsertaan penelitian maka responden memberikan inisial dan tanda tangan pada lembar informed consent.

3. Prinsip keadilan (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil (right in fair treatment) Responden diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian. Peneliti memberikan souvenir yang sama pada semua responden.

b. Hak dijaga kerahasiannya (right to privacy)

Semua informasi responden dirahasiakan. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk data nilai dan digunakan untuk tujuan akademis, untuk itu dalam kuisioner hanya dicantumkan inisial (anonymity) dan rahasia (confidentiality).


(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian

1. RSJ Grhasia DIY

Rumah Sakit Jiwa Grhasia adalah rumah sakit jiwa pertama di Yogyakarta yang terletak di Jl. Kliurang Km.17, Pakem, Sleman, Yogyakarta. RSJ Ghrasia merupakan Lembaga Teknis Daerah milik Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang bertangguang jawab langsung kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Dasar pembentukannya diatur dalam Perda No.4 Tahun 2001, serta tercantum dalam SK Gubernur DIY No.95 tahun 2001 tanggal 20 Agustus 2001 tentang Uraian Tugas dan Tata Kerja RSJD Provinsi DIY yaitu berfungsi sebagai Pembantu Kepala Daerah dalam pelayanan Pencegahan, Pemulihan dan Rehabilitasi dalam bidang Kesehatan Jiwa dan Napza di DIY (ghrasia.jogjaprov.co.id).

Rumah Sakit Jiwa Ghrasia berdiri pada tahun 1938 diatas area tanah seluas 104.250 m2 dengan nama “Koloni Orang Sakit Jiwa” (KOSJ), dengan menerapkan sistem pengobatan kostudial (yang bersifat tertutup dan isolatif), di bawah pengawasan Rumah Sakit Jiwa Magelang. Sebelum diresmikan menjadi Rumah Sakit Jiwa Ghrasia pada mulanya Rumah Sakit ini bernama Rumah Sakit Jiwa Pakem. Kemudian melalui SK Gubernur Provinsi DIY No.142 Tahun 2003 tanggal 30 Oktober 2003 tentang perubahan nama dan logo rumah sakit dengan tugas pokok dan


(63)

fungsi yang tetap, rumah sakit ini berganti nama menjadi Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY.

Dari hasil observasi RSJ Ghrasia DIY tidak hanya menangani pasien jiwa, terdapat Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan poliklinik untuk pasien umum. Fasilitas tersebut diadakan untuk memudahkan warga di sekitar RSJ Grhasia. Di RSJ Grhasia terdapat beberapa bangsal, yaitu bangsal Arimbi, Shinta, Bima, Nakula, Sadewa, Sembodro, Parikesit/Kresna, Drupadi, Arjuna, Gatotkaca, Srikandi, dan IGD. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan perawat di semua bangsal.

2. RS PKU Muhammadiyah Gamping

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping yang merupakan pengembangan dari RS PKU Muhammadiyah Unit I yang beralamatkan di Jl. Wates, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta dengan mendapatkan ijin operasional sementara pada tanggal 16 Juni 2010 dengan nomor 503/0299a/DKS/2010. Rumah sakit PKU ini berawal dari klinik sederhana pada tanggal 15 Februari 1923 di Kampung Jagang Notoprajan Yogyakarta dengan nama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang didirikan atas inisiatif H.M Sudjak yang didukung sepenuhnya oleh K.H. Ahmad Dahlan. Nama PKO berubah menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umum) pada era tahun 1980-an. Rumah Sakit ini dibangun atas tujuan untuk menyediakan pelayanan kesehatan medik umum yang berorientasi pada peningkatan derajat


(1)

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Perawat RSJ Grhasia DIY (n=80) dan Perawat RS PKU Muhammadiyah Gamping (n=80) dengan analisa crosstabs

Dari data tabel 5 diatas kelompok responden RSJ Grhasia berdasarkan karakteristik usia paling banyak adalah usia 36 – 45 sebanyak 39 perawat dengan persepsi baik 20

(25.0%) dan persepsi sangat baik 19 (23.8%). Responden berdasarkan jenis kelamin paling banyak adalah perempuan sebanyak 50 perawat dengan persepsi baik 27 (33.8%) dan persepsi sangat baik. Responden berdasarkan lama bekerja paling banyak >3th sebanyak 76 dengan persepsi baik 35 (43.8%) dan persepsi sangat baik 32 (40.0%). Responden berdasarkan pendidikan terakhir paling banyak D-III/ D-IV dengan persepsi baik 40 (50.0%) dan persepsi sangat baik 31 (38.8%). Responden berdasarkan anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa seluruhnya tidak memiliki dengan persepsi baik 44 (55.0%) dan persepsi sangat baik 36 (45.0%).

Dari data tabel 5 diatas kelompok responden RS PKU Muhammadiyah Gamping berdasarkan karakteristik usia paling banyak adalah usia 36 – 45 sebanyak 50 perawat dengan persepsi baik 42 (52.5%) dan Institusi Karakteristik

Persepsi

Total Baik Sangat Baik RSJ

Grhasia DIY

Usia

17 – 25 th 26 – 35 th

36 – 45 th

46 – 55 th 56 – 65 th

8 (10.0%) 10 (12.5%) 20 (25.0%) 5 (6.2%) 1 (1.2%) 3 (3.8%) 12 (15.0%) 19 (23.8%) 2 (2.5%) 0 (0.0%) 11 (13.8%) 22 (27.5%) 39 (48.8%) 7 (8.8%) 1 (1.2%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 17 (21.2%) 27 (33.8%) 13 (1.2%) 23 (22.8%)

30 (37. 5%)

50 (2.5%) Lama

Bekerja ≤ 3 th > 3 th

9 (11.2%) 35 (43.8%) 4 (5.0%) 32 (40.0%) 13 (16.2%) 67 (83.8%) Pendidikan Terakhir D-III/ D-IV S1/Ners 40 (50.0%) 4 (5.0%) 31 (38.8%) 5 (6.2%) 71 (88.8%) 9 (11.2%) Anggota Keluarga Mengalami Gangguan Jiwa Ya Tidak 0 (0.0%) 44 (55.0%) 0 (0.0%) 36 (45.0%) 0 (0.0%) 80 (100.0%) RS PKU Muhamm adiyah Gmaping Usia

17 – 25 th 26 – 35 th

36 – 45 th

46 – 55 th 56 – 65 th

0 (0.0%) 15 (18.8%) 42 (52.5%) 6 (7.%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 7 (8.8%) 8 (10.0%) 2 (2.5%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 22 (27.5%) 50 (62.5%) 8 (10.0%) 0 (0.0%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 4 (5.0%) 59 (73.8%) 4 (5.0%) 13 (16.2%) 8 (10.0%) 72 (90.0%) Lama Bekerja ≤ 3 th

> 3 th

43 (53.8%) 20 (25%) 14 (17.5%) 3 (3.8%) 57 (71.2%) 23 (28.8%) Pendidikan Terakhir D-III/ D-IV S1/Ners 37 (46.2%) 26 (32.5%) 4 (5.0%) 13 (16.2%) 41 (51.2%) 39 (48.8%) Anggota Keluarga Mengalami Gangguan Jiwa Ya Tidak 2 (2.5%) 61 (76.2%) 2 (2.5%) 15 (18.8%) 4 (5.0%) 76 (95.0%)


(2)

persepsi sangat baik 8 (10.0%). Responden berdasarkan jenis kelamin paling banyak adalah perempuan sebanyak 72 perawat dengan persepsi baik 59 (73.8%) dan persepsi sangat baik 13 (16.2%). Responden berdasarkan lama bekerja paling banyak >3th sebanyak 57 dengan persepsi baik 43 (53.8%) dan persepsi sangat baik 14 (17.5%). Responden berdasarkan pendidikan terakhir paling banyak D-III/ D-IV sebanyak 41 dengan persepsi baik 37 (46.2%) dan persepsi sangat baik 4 (5.0%). Responden berdasarkan anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa seluruhnya tidak memiliki dengan persepsi baik 61 (76.2%) dan persepsi sangat baik 15 (18.8%).

3. Analisa Bivariat Tabel 6

Hasil Uji perbandingan persepsi Perawat RSU dan RSJ terhadap pasien dengan gangguan jiwa dengan Mann-Whitney Test

Berdasarkan tabel 6, setelah dilakukan olah data dengan menggunakan uji Mann-Whitney diperoleh nilai P value < 0,05 yakni 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara perawat RSJ Ghrasia DIY dan perawat RS PKU Muhammadiyah Gamping terhadap pasien dengan gangguan jiwa.

IV. Pembahasan

1. KarakteristikResponden a. Usia

Berdasarkan data pada tabel 2 dan 3 karakteristik responden berdasarkan usia terbanyak di RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping yaitu berusia 36 – 45 th. Menurut Depkes RI (2009) umur 36 – 45 termasuk dalam kategori dewasa akhir. Masa dewasa akhir merupakan masa dimana seseorang mempunyai kelebihan

Persepsi perawat terhadap pasien

dengan gangguan jiwa P value RSU

0,001 RSJ


(3)

tentang daya analitis tetapi pada umumnya memiliki tingkat partisipasi lebih rendah8.

b. Jenis Kelamin

Hasil penelitian pada tabel 2 dan 3 karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping mayoritas perempuan. Terdapat budaya yang mempengaruhi persepsi dan profesi seseorang, yaitu budaya bahwa perawat merupakan pekerjaan wanita karena wanita dianggap memiliki sifat yang lebih lembut dan rajin dibandingkan dengan laki laki9. Terdapat penelitian bahwa aki-laki memiliki persepsi lebih negatif dibandingkan dengan perempuan9.

c. Lama Bekerja

Hasil penelitian pada tabel 2 dan 3 karakteristik responden berdasarkan lama bekerja di RSJ

Grhasia DIY paling banyak pada perawat yang bekerja >3th. Dilihat dari hasil diatas terlihat bahwa terdapat perbedaan lama bekerja antara RSJ Grhasia dan RS PKU Muhammadiyah Gamping. Semakin bertambahnya pengalaman yang mereka miliki maka akan membantu mereka untuk memberikan persepsi terhadap pasien dengan gangguan jiwa10. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Amriyanti dimana lama kerja tidak berpengaruh terhadap kualitas perawat11.

d. Pendidikan Terakhir

Hasil penelitian pada tabel 2 dan 3 karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir di RSJ Grhasia DIY dan RS PKU Muhammadiyah Gamping sama yaitu paling banyak D-III/D-IV. pendidikan tinggi keperawatan sangat berperan dalam membina


(4)

sikap, pandangan dan kemampuan profesional lulusannya, diharapkan perawat mampu bersikap dan berpandangan profesional, berwawasan keperawatan yang luas, serta mempunyai pengetahuan ilmiah keperawatan yang memadai, dan menguasai keterampilan profesional secara baik dan benar12.

e. Memiliki Anggota Keluarga yang Memiliki Gangguan Jiwa

Hasil penelitian pada tabel 2 dan 3 karakteristik responden berdasarkan ada tidaknya anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa di RSJ Grhasia DIY seluruhnya tidak memiliki anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa. Sedangkan di RS PKU Muhammadiyah Gamping hampir seluruhnya tidak memiliki anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa. Kurangnya

pengetahuan, tingkat pendidikan rendah, pengalaman kurang profesional, dan tidak ada keakraban, yaitu tidak ada teman atau kerabat dengan penyakit mental, merupakan faktor terkait dengan persepsi dan sikap yang lebih negatif dan tidak menguntungkan13. Kontak pribadi dengan orang gangguan jiwa akan memiliki dampak positif pada persepsi seseorang karena sering berinteraksi satu sama lain14. 2. Persepsi Perawat Terhadap

Pasien dengan Gangguan Jiwa Berdasarkan hasil uji perbandingan persepsi perawat RSJ dan RSU terhadap pasien dengan gangguan jiwa dengan menggunakan uji Mann-Whitney menunjukkan nilai P value < 0,05 yakni 0,001 yang berarti terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara perawat RSJ Grhasia DIY dengan RS PKU


(5)

Muhammadiyah Gamping terhadap pasien dengan gangguan jiwa. Perbedaan persepsi antara kedua kelompok perawat tersebut dapat diartikan bahwa persepsi perawat RSJ Grhasia DIY lebih baik daripada RS PKU Muhammadiyah Gamping. Hal tersebut didukung oleh studi yang dilakukan oleh Björkman membandingkan persepsi perawat yang bekerja di Rumah sakit jiwa dengan perawat yang bekerja di rumah sakit umum, hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa persepsi dan sikap perawat rumah sakit jiwa lebih positif dibandingkan dengan perawat rumah sakit umum15. Perbedaan lingkungan kerja juga mempengaruhi persepsi, dimana perawat di lingkungan rawat inap kesehatan mental akan memiliki persepsi dan sikap lebih negatif diabandingkan perawat luar16.

Perawat dalam lingkungan kesehatan mental memiliki kontak dengan gangguan jiwa lebih banyak dan dianggap mendorong keyakinan negatif, pesimisme dan keputusasaan dalam merawat pasien.

V. DaftarPustaka

1. Undang – Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. (2014). Diakses 21 Januari 2016 dari

http://www.kemenkopmk.go.id/sit es/default/files/produkhukum/UU %20Nomor%2036%20Tahun%20

2014.pdf

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). (2003). Buku Pedoman Kesehatan Jiwa. Jakarta.

3. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2013). Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Republik Indonesia. Diakses 21 Januari 2016 dari

http://www.depkes.go.id/resource s/download/general/Hasil%20Ris kesdas%202013.pdf.

4. Torrey F.E., & Betesda, M.D. (2011). The Association of Stigma with Violance. Washington,DC: American psychiatric Association (APA).

5. Nurjannah, I. (2005). Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Mocomedia. 6. Ahmedani, B.K. (2011). Mental

Health Stigma : Society, Individuals, and the Profession. J Soc Work Values Ethics. 2011 ;


(6)

8(2): 4-1-4-16. Diakses 26 Januari

2016 dari

www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articl es/PMC3248273/.

7. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 Volume 1&2. Jakarta: EGC.

8. Sofiana & Purbadi. (2006). Hubungan Karakteristik Individu dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit X. Jurnal. Manado : UNSRAT

9. Ewalds-Kvist B., Högberg T. & Lutzen K. (2012). Impact of gender and age on attitudes towards mental illness in Sweden. Nordic Journal of Psychiatry 67, 360–368. Diakses 3 Agustus 2016 dari

https://www.researchgate.net/publ ication/233929524_Impact_of_ge nder_and_age_on_attitudes_towa rds_mental_illness_in_Sweden.

10.Gadjali, R.K dan Birton, M.N.A. (2014). Analisis Pengaruh Jenis Kelamindan Masa Kerja Terhadap Persepsi Etis Akuntan Manajemen dengan Love of Money Sebagai Variabel Intervening. Jakarta : Universitas Muhammadiyah Jakarta. Diakses 1 Agustus 201 dari

www.multiparadigma.lecture.ub.a c.id/files/2014/09/054.pdf

11.Amriyati, Sumarmi, Sutoto. (2003). Kinerja Perawat Ditinjau dari Lingkungan Kerja dan Karakteristik Individu Studi pada Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Banyumas Unit Swadana Daerah. Jurnal Manajemen Pelayanan Keperawatan Vol.06/No.01/2003. Diakses 2

Agustus 201 dari

http://id.portalgaruda.org/?ref=br owse&mod=viewarticle&article= 131699

12.Nursalam, Efendi, Ferry. (2008).Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

13.van der Kluit M.J. & Goossens P.J. (2011). Factors influencing attitudes of nurses in general health care toward patients with comorbid mental illness: an integrative literature review. Issues in Mental Health Nursing 32, 519–527. Diakses 3 Agustus

2016 dari

https://www.researchgate.net/publ ication/51500380_Factors_Influe ncing_Attitudes_of_Nurses_in_G eneral_Health_Care_Toward_Pati ents_with_Comorbid_Mental_Illn ess_An_Integrative_Literature_R eview

14.Martensson, G., Jacobsson, W., dan Engstrom, M. (2014). Mental Helath Nursing Staff’s Attitudes Towards Mental Ilness: an analysis Of Related Factors. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing, 2014,21, 782-788. Diakses 28 Januari 2016 dari

www.diva-portal.org/smash/get/diva/277124

3/FULLTEXT01.

15.Björkman T., Angelman T. & Jonsson M. (2008). Attitudes towards people with mental illness: a cross-sectional study among nursing staff in psychiatric and somatic care. Scandinavian Journal of Caring Sciences 22, 170–177.

16.Hansson L., Jormfeldt H., Svedberg P., et al. (2013). Mental health professionals’ attitudes towards people with mental illness: do they differ from attitudes held by people with mental illness? The International Journal of Social Psychiatry 59, 48–54.