ANALISIS RANTAI NILAI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU (Studi Kasus Sentra IKM Mebel Kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul)

(1)

(A Case Study in IKM Center of Wood Furniture in the Village of Genjahan, District Ponjong, Gunungkidul)

Oleh

JALIATUL INGTINAMAH 20130430252

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

i

(A Case Study in IKM Center of Wood Furniture in the Village of Genjahan, District Ponjong, Gunungkidul)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

JALIATUL INGTINAMAH 20130430252

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

v

menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

(QS. Al-Alaq: 1-5)

“Barang siapa menginginkan kebahagian di dunia dan di akhirat maka haruslah memiliki banyak ilmu”.

(H.R. Ibnu Asakir)

Science without religion is lame, religion without science is blind (Ilmu tanpa agama, lumpuh. Agama tanpa ilmu, buta)”.

(Albert Einstein)

“Waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya menggunakan untuk memotong, ia akan memotongmu (mengilasmu)”.

(H.R. Muslim)

Try not become man of succes, but rather become a man of value (Bukan mencoba untuk menjadi orang yang sukses, tapi lebih pada menjadi orang yang memiliki nilai)”.


(5)

vi orang-orang yang aku sayangi:

 Almarhum Ayahanda tercinta H. Abdurrochim Seningram dan Ibunda Siti

Hotimah yang selama ini sudah mendidik dengan penuh kesabaran serta bekerja keras untukku, hingga aku sampai pada posisi yang sekarang ini.

 Siti Cholifah, Yuli Fitria, Riska Damayanti dan semua keluarga tercinta yang

selama ini memberikan motivasi, dukungan, semangat dan do’a untukku.

 Teman seperjuangan, dan masyarakat yang aku cintai.

Semoga menjadi karya yang bermanfaat dan menjadi amal jariyahku nantinya. aamiin


(6)

ix

kekuatan, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan

penyusunan skripsi dengan judul “ Analisis Rantai Nilai Industri Pengolahan Kayu

(Studi Kasus Sentra IKM Mebel Kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul)”, dengan tepat waktu. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini, tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Nano Prawoto, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Imamuddin Yuliadi, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bapak Ahmad Ma’ruf, S.E., M.Si., selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran telah memberikan masukan dan bimbingan selama proses penyelesaian karya tulis ini.

4. Seluruh staf dosen dan administrasi Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu memfasilitasi kelancaran proses penelitian ini.


(7)

x

Hotima. Terima kasih atas cinta, do’a, semangat, dan perjuangan kalian selama

ini sehingga penulis mampu berproses untuk terus menjadi pribadi yang bermanfaat.

7. Almarhum Bapak Moch. Hafidz, dan Mama Siti Maryam. Terima kasih atas

cinta, do’a dan semangat yang kalian berikan.

8. Saudara-saudaraku tercinta Mbak Lifa, Mbak Fitri, dan Mbak Riska. Terima

kasih atas sejuta do’a, dukungan, semangat, inspirasi dan motivasi yang kalian berikan.

9. Mas Nanak, Mas Ipul, Mas Deni, serta ponaan-ponaan bibik, Dek Dhio, Dek

Icha, Dek Aila, Dek Farah, Dek Arkan dan semua keluarga Jember. Terima kasih atas do’a dan dukungan dari kalian selama ini.

10. Bu Esty, Pak Ton, Mbak Vita serta teman kost Mbak Zizah, Mbak Danna,

Mbak Gede, Niza, dan Diah. Terima kasih atas do’a dan dukungan dari kalian. 11. Sahabat D’most, Lely, Vevy, Riana, dan Mas Ifal. Terima kasih atas do’a,

semangat, dan dukungan dari kalian.

12. Masyarakat di tempat penelitian. Terima kasih atas do’a, semangat, dukungan dan ketersedian dari kalian untuk saya repotkan.


(8)

xi

14. Sahabat – sahabatnya Mardiko (Team KKN TPST Piyungan). Terima kasih

atas semangat, dukungan dan pengalaman terindahnya.

15. Nu54ntara (Team Kerja di DAGADU). Terima kasih atas do’a, semangat dan

pengalaman kerja teamnya yang sangat mengesankan.

16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas

dukungan dan do’a yang diberikan hingga terselesainya skripsi ini.

Penulis menyadari, dalam penelitian ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan hasil penelitian ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Yogyakarta, 2 Januari 2017


(9)

xii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

INTISARI.. ... vii

ABSTRAK. ... Viii KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B.Batasan Masalah Penelitian ... 8

C.Rumusan Masalah Penelitian ... 9

D.Tujuan Penelitian ... 9

E.Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Landasan Teori ... 11

1. Teori Produksi ... 11

2. Teori Biaya Produksi ... 15

3. Rantai Pasok (Supply Chain) ... 17

4. Rantai Nilai (Value Chain) ... 17

5.Nilai Tambah (Value Added) ... 19

6. Industri ... 21

B.Hasil Penelitian Terdahulu ... 23


(10)

xiii

D.Teknik Pengumpulan Data ... 40

E.Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 41

F.Analisis Data ... 42

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 45

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45

B.Kondisi Demografi ... 46

C.Sejarah Kelompok Jati Kencono ... 47

D.Profile Responden... 48

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Analisis Rantai Pasok ... 51

B. Analisis Rantai Nilai ... 54

1.Hasil Pemetaan Rantai Nilai ... 54

2.Identifikasi Aktivitas Para Pelaku Rantai Nilai ... 65

3.Peran Lembaga Terkait ... 68

4.Faktor Penting Keberhasilan ... 68

5.Perbaikan Rantai Nilai ... 69

C. Analisis Nilai Tambah ... 70

BAB VI SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 151

A. Simpulan ... 151

B.Saran ... 152

C.Keterbatasan Penelitian ... 153 DAFTAR PUSTAKA


(11)

xiv

2.1. Penelitian Terdahulu...32

4.1. Perbatasan Wilayah Desa Genjahan...46

4.2. Komposisi Penduduk Desa Genjahan Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2016...47

4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...48

4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia...49

4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan...50

5.1. Aktivitas Pelaku Rantai Nilai Kelompok Jati Kencono...67

5.2. Biaya Penggunaan Peralatan Pedagang Kayu...71

5.3. Biaya Penggunaan Peralatan Pemilik Jasa Penggergajian... 72

5.4. Biaya Penggunaan Peralatan Pelaku IKM...72

5.5. Biaya Bahan Baku untuk Menghasilkan 1 m3 Kayu log Jati...74

5.6. Biaya Bahan Baku untuk Menghasilkan 1 m3 Kayu log Akasia...75

5.7. Biaya Bahan Baku untuk Menghasilkan 1 m3 Kayu log Mahoni...76

5.8. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong Pembuatan Almari Pakaian dari Kayu Jati dengan Pola Finishing Sending dan Melamin ...77

5.9. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong Pembuatan Almari Pakaian dari Jati dengan Pola Finishing Klasik...78

5.10. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong Pembuatan Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu Jati dengan Pola Finishing Sending dan Melamin...80

5.11. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong Pembuatan Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu Jati dengan Pola Finishing Klasik...81

5.12. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong Pembuatan Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu Jati dengan Pola Finishing Sending dan Melamin...83

5.13. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong Pembuatan Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu Jati dengan Pola Finishing Klasik...84

5.14. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang. Kayu serta Bahan Penolong Pembuatan Kusen Pintu dari Kayu Jati...86

5.15. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong Pembuatan Tempat Tidur dari Kayu Jati dengan Pola Finishing Sending dan Melamin...87

5.16. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong Pembuatan Tempat Tidur dari Kayu Jati dengan Pola Finishing Klasik...88 5.17. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong


(12)

xv

5.19. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong

Pembuatan Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu Akasia dengan Pola

Finishing Sending dan Melamin...93 5.20. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong

Pembuatan Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu Akasia dengan Pola

Finishing Klasik...94 5.21. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong

Pembuatan Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu Akasia dengan Pola

Finishing Sending dan Melamin...96 5.22. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong

Pembuatan Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu Akasia dengan Pola

Finishing Klasik...97 5.23. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang. Kayu serta Bahan Penolong

Pembuatan Kusen Pintu dari Kayu Akasia...99 5.24. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong

Pembuatan Tempat Tidur dari Kayu Akasia dengan Pola Finishing

Sending dan Melamin...100 5.25. Biaya Bahan Baku dari Petani dan Pedagang Kayu serta Bahan Penolong

Pembuatan Tempat Tidur dari Kayu Akasia dengan Pola Finishing

Klasik...101 5.26. Biaya Bahan Baku dari Pedagang Kayu dan Bahan Penolong Pembuatan

Almari Pakaian dari Kayu Mahoni dengan Pola Finishing Sending dan

Melamin...103 5.27. Biaya Bahan Baku dari Pedagang Kayu dan Bahan Penolong Pembuatan

Almari Pakaian dari Kayu Mahoni dengan Pola Finishing Klasik...104

5.28. Biaya Bahan Baku dari Pedagang Kayu dan Bahan Penolong Pembuatan

Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu Mahoni dengan Pola Finishing

Sending dan Melamin...106 5.29. Biaya Bahan Baku dari Pedagang Kayu dan Bahan Penolong Pembuatan

Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu Mahoni dengan Pola Finishing

Klasik...107 5.30. Biaya Bahan Baku dari Pedagang Kayu serta Bahan Penolong Pembuatan

Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu Mahoni dengan Pola Finishing

Sending dan Melamin...108 5.31. Biaya Bahan Baku dari Pedagang Kayu dan Bahan Penolong Pembuatan

Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu Mahoni dengan Pola Finishing

Klasik...109 5.32. Biaya Bahan Baku dari Pedagang Kayu dan Bahan Penolong Pembuatan


(13)

xvi

5.35. Perhitungan Nilai Tambah Produk Almari Pakaian dari Kayu Jati di Setiap

Pelaku Rantai Nilai Model 1 Menggunakan Pola Finishing Sending dan

Melamin serta Pola Finishing Klasik...114

5.36. Perhitungan Nilai Tambah Produk Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu

Jati di Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 1 Menggunakan Pola Finishing

Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...116

5.37. Perhitungan Nilai Tambah Produk Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu

Jati di Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 1 Menggunakan Pola Finishing

Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...117 5.38. Perhitungan Nilai Tambah Produk Tempat Tidur dari Kayu Jati di Setiap

Pelaku Rantai Nilai Model 1 Menggunakan Pola Finishing Sending dan

Melamin serta Pola Finishing Klasik...118 5.39. Perhitungan Nilai Tambah Produk Kusen Pintu dari Kayu Jati di Setiap

Pelaku Rantai Nilai Model 1...119 5.40. Perhitungan Nilai Tambah Produk Almari Pakaian dari Kayu Jati di Setiap

Pelaku Rantai Nilai Model 2 Menggunakan Pola Finishing Sending dan

Melamin serta Pola Finishing Klasik...121

5.41. Perhitungan Nilai Tambah Produk Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu

Jati di Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 2 Menggunakan Pola Finishing

Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...122

5.42. Perhitungan Nilai Tambah Produk Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu

Jati di Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 2 Menggunakan Pola Finishing

Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...124 5.43. Perhitungan Nilai Tambah Produk Tempat Tidur dari Kayu Jati di Setiap

Pelaku Rantai Nilai Model 2 Menggunakan Pola Finishing Sending dan

Melamin serta Pola Finishing Klasik...125 5.44. Perhitungan Nilai Tambah Produk Kusen Pintu dari Kayu Jati di Setiap

Pelaku Rantai Nilai Model 2...127 5.45. Perhitungan Nilai Tambah Produk Almari Pakaian dari Kayu Akasia di

Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 1 Menggunakan Pola Finishing

Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...128

5.46. Perhitungan Nilai Tambah Produk Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu

Akasia di Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 1 Menggunakan Pola

Finishing Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...130

5.47. Perhitungan Nilai Tambah Produk Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu

Akasia di Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 1 Menggunakan Pola

Finishing Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...131 5.48. Perhitungan Nilai Tambah Produk Tempat Tidur dari Kayu Akasia di


(14)

xvii

Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...135

5.51. Perhitungan Nilai Tambah Produk Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu

Akasia di Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 2 Menggunakan Pola

Finishing Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...136

5.52. Perhitungan Nilai Tambah Produk Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu

Akasia di Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 2 Menggunakan Pola

Finishing Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...138 5.53. Perhitungan Nilai Tambah Produk Tempat Tidur dari Kayu Akasia di

Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 2 Menggunakan Pola Finishing Sending

dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...140 5.54. Perhitungan Nilai Tambah Produk Kusen Pintu dari Kayu Akasia di

Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 2...141 5.55. Perhitungan Nilai Tambah Produk Almari Pakaian dari Kayu Mahoni di

Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 2 Menggunakan Pola Finishing

Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...143

5.56. Perhitungan Nilai Tambah Produk Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu

Mahoni di Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 2 Menggunakan Pola

Finishing Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...144

5.57. Perhitungan Nilai Tambah Produk Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu

Mahoni di Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 2 Menggunakan Pola

Finishing Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...146 5.58. Perhitungan Nilai Tambah Produk Tempat Tidur dari Kayu Mahoni di

Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 2 Menggunakan Pola Finishing Sending

dan Melamin serta Pola Finishing Klasik...147 5.59. Perhitungan Nilai Tambah Produk Kusen Pintu dari Kayu Mahoni di


(15)

xviii

5.1. Pola Rantai Pasok Sentra IKM Mebel Kelompok Jati Kencono... 53

5.2. Alur Rantai Nilai Produk Berbahan Baku Kayu Jati ... 55

5.3. Alur Rantai Nilai Produk Berbahan Baku Kayu Akasia ... 59


(16)

xix

Lampiran 4 Panduan Wawancara Pelaku IKM

Lampiran 5 Data Responden

Lampiran 6 Perhitungan Banyak Pohon untuk Menghasilkan 1 m3 Kayu log Jati,

Akasia serta Mahoni dan Harga Jual dari Petani ke Pedagang Kayu

Lampiran 7 Perhitungan Banyak Pohon untuk Menghasilkan 1 m3 Kayu log Jati,

Akasia dan Harga Jual dari Petani ke Pelaku IKM

Lampiran 8 Perhitungan Harga Jual Kayu Jati, Akasia dan Mahoni oleh Pedagang

Kayu

Lampiran 9 Perhitungan Harga Jasa Penggergajian

Lampiran 10 Perhitungan Harga Jual Produk yang dihasilkan dari 1 m3 Kayu log

Jati, Akasia serta Mahoni

Lampiran 11 Biaya Penggunaan Peralatan Pedagang Kayu

Lampiran 12 Biaya Penggunaan Peralatan Pemilik Jasa Penggergajian

Lampiran 13 Biaya Penggunaan Peralatan Pelaku IKM

Lampiran 14 Biaya Bahan Penolong untuk Produk Almari Pakaian dari 1 m3 Kayu

log Jati

Lampiran 15 Biaya Bahan Penolong untuk Produk Set Meja dan Kursi Makan dari

1 m3 Kayu log Jati

Lampiran 16 Biaya Bahan Penolong untuk Produk Set Meja dan Kursi Tamu dari

1 m3 Kayu log Jati

Lampiran 17 Biaya Bahan Penolong untuk Produk Kusen Pintu dari 1 m3 Kayu log

Jati

Lampiran 18 Biaya Bahan Penolong untuk Produk Tempat Tidur dari 1 m3 Kayu

log Jati

Lampiran 19 Biaya Bahan Penolong untuk Produk Almari Pakaian dari 1 m3 Kayu

log Akasia

Lampiran 20 Biaya Bahan Penolong untuk Produk Set Meja dan Kursi Makan dari

1 m3 Kayu log Akasia

Lampiran 21 Biaya Bahan Penolong untuk Produk Set Meja dan Kursi Tamu dari

1 m3 Kayu log Akasia

Lampiran 22 Biaya Bahan Penolong untuk Produk Kusen Pintu dari 1 m3 Kayu log

Akasia

Lampiran 23 Biaya Bahan Penolong untuk Produk Tempat Tidur dari 1 m3 Kayu

log Akasia

Lampiran 24 Biaya Bahan Penolong untuk Produk Almari Pakaian dari 1 m3 Kayu

log Mahoni

Lampiran 25 Biaya Bahan Penolong untuk Produk Set Meja dan Kursi Makan dari

1 m3 Kayu log Mahoni


(17)

xx

Lampiran 29 Biaya Tenaga Kerja Penebang Kayu dari 1 m3 kayu log

Lampiran 30 Biaya Tenaga Kerja Operator Mesin dari 1 m3 kayu log

Lampiran 31 Biaya Makan Tenaga Kerja Penebang dan Operator Mesin

Lampiran 32 Biaya Tenaga Kerja Penggergajian dari 1 m3 Kayu log

Lampiran 33 Biaya Solar untuk Mesin Penggergajian dari 1 m3 Kayu log

Lampiran 34 Biaya Makan untuk Tenaga Kerja Penggergajian

Lampiran 35 Biaya Tenaga Kerja Produksi dan Tenaga Kerja Finishing untuk

Pembuatan Produk Almari Pakaian dari Kayu Jati

Lampiran 36 Biaya Tenaga Kerja Produksi dan Tenaga Kerja Finishing untuk

Pembuatan Produk Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu Jati

Lampiran 37 Biaya Tenaga Kerja Produksi dan Tenaga Kerja Finishing untuk

Pembuatan Produk Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu Jati

Lampiran 38 Biaya Tenaga Kerja Produksi untuk Pembuatan Produk Kusen Pintu

dari Kayu Jati

Lampiran 39 Biaya Tenaga Kerja Produksi dan Tenaga Kerja Finishing untuk

Pembuatan Produk Tempat Tidur dari Kayu Jati

Lampiran 40 Biaya Tenaga Kerja Produksi dan Tenaga Kerja Finishing untuk

Pembuatan Produk Almari Pakaian dari Kayu Akasia

Lampiran 41 Biaya Tenaga Kerja Produksi dan Tenaga Kerja Finishing untuk

Pembuatan Produk Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu Akasia

Lampiran 42 Biaya Tenaga Kerja Produksi dan Tenaga Kerja Finishing untuk

Pembuatan Produk Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu Akasia

Lampiran 43 Biaya Tenaga Kerja Produksi untuk Pembuatan Produk Kusen Pintu

dari Kayu Akasia

Lampiran 44 Biaya Tenaga Kerja Produksi dan Tenaga Kerja Finishing untuk

Pembuatan Produk Tempat Tidur dari Kayu Akasia

Lampiran 45 Biaya Tenaga Kerja Produksi dan Tenaga Kerja Finishing untuk

Pembuatan Produk Almari Pakaian dari Kayu Mahoni

Lampiran 46 Biaya Tenaga Kerja Produksi dan Tenaga Kerja Finishing untuk

Pembuatan Produk Set Meja dan Kursi Makan dari Kayu Mahoni

Lampiran 47 Biaya Tenaga Kerja Produksi dan Tenaga Kerja Finishing untuk

Pembuatan Produk Set Meja dan Kursi Tamu dari Kayu Mahoni

Lampiran 48 Biaya Tenaga Kerja Produksi untuk Pembuatan Produk Kusen Pintu

dari Kayu Mahoni

Lampiran 49 Biaya Tenaga Kerja Produksi dan Tenaga Kerja Finishing untuk

Pembuatan Produk Tempat Tidur dari Kayu Mahoni


(18)

(19)

(20)

vii

Gunungkidul. Subjek dalam penelitian ini adalah pelaku rantai nilai pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul. Dalam penelitian ini sampel berjumlah 30 responden yang dipilih dengan menggunakan metode

sampling jenuh dan snow ball sampling. Metode analisis yang digunakan adalah analisis rantai pasok, rantai nilai dan nilai tambah.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa rantai pasok secara umum sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong,

Gunung kidul terdiri dari 2 model. Model 1 terdiri dari petani – Industri Kecil dan

Menengah – pemilik jasa penggergajian – konsumen. Model 2 terdiri dari petani -

pedagang kayu – pemilik jasa penggergajian – Industri Kecil dan Menengah -

konsumen. Rantai nilai industri pengolahan kayu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul melibatkan 4 pelaku utama, petani dan pedagang kayu sebagai penyedia bahan baku, pemilik jasa penggergajian sebagai penyedia jasa penggergajian dan pelaku IKM. Pengadaan bahan baku berasal dari daerah setempat dan teknologi yang digunakan sudah tergolong modern, namun kemampuan SDM dan akses pasar masih perlu ditingkatkan lagi. Nilai tambah terbesar pada tahapan rantai nilai industri pengolahan kayu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul diterima oleh pelaku IKM.


(21)

viii

Genjahan, District Ponjong, Gunungkidul. The subjects in this study were the actors of the value chain in the IKM center of wood furniture in the Village of Genjahan, District Ponjong, Gunungkidul. In this study the sample of 30 respondents were selected using saturated sampling methods and snow ball sampling. The analytical method used is the analysis of the supply chain, value chain and value added.

Based on the analysis that has been done shows that, in general, the supply chain of IKM center in the Village of Genjahan, District Ponjong, Gunungkidul consists of 2 models. Model 1 consists of farmers small and medium industries -sawmill services owners - consumers. Model 2 consists of farmers - wood traders - sawmill services owners - small and medium industries - consumers. The value chain in wood processing industry in the IKM center of wood furniture in the Village Genjahan, District Ponjong, Gunungkidul involves four main actors, farmers and traders of wood as a provider of raw materials, the owner of the sawmill as a provider of sawmill services and IKM actors. The procurement of raw materials from the local area and the technology used is relatively modern, but the ability of human resources and market access needs to be improved further. The biggest added value at this stage of value chain in the IKM center of wood furniture in the Village Genjahan, District Ponjong, Gunungkidul was accepted by the IKM actors.


(22)

1

Industri Kecil dan Menengah (IKM) memegang peranan yang sangat penting bagi perekonomian di Indonesia. Banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap oleh sektor tersebut, dapat mengatasi permasalahan terkait dengan pemerataan dalam distribusi pendapatan antar wilayah dan masalah pengangguran. Selain itu Industri Kecil dan Menengah mampu terus berkembang dan bertahan dari tahun ke tahun, karena pada umumnya sektor ini memanfaatkan sumberdaya lokal, baik sumber daya manusia, bahan baku dan lain sebagainya.

Pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic

Community (AEC) ini, industri dituntut untuk mampu dan siap memiliki daya saing yang tinggi. Daya saing disini dimaksudkan agar industri tersebut mampu membuat produk yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan kualitas yang bagus dan harga yang murah. Oleh karena itu, daya saing yang tinggi sangat diperlukan bagi setiap industri agar tetap unggul. Daya saing industri dalam meraih kinerja

yang optimal salah satunya dapat dipengaruhi oleh rantai nilai (value chain)

yang efektif.

Menurut Porter (1985) dan Kaplinsky dan Morris (2002) dalam Mangifera (2015), rantai nilai yang efektif merupakan suatu kunci keunggulan dalam


(23)

kompetisi atau persaingan yang mampu menghasilkan nilai tambah (value added) bagi suatu industri. Menurut Pearce dan Robinson (2008) dalam

Apriliyanti (2014), rantai nilai (value chain) dapat digambarkan suatu cara untuk

memandang bisnis sebagai rantai aktivitas yang dapat mengubah input menjadi output yang memiliki nilai bagi konsumen (pembeli). Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya rantai nilai merupakan rantai aktivitas yang dapat mengubah input menjadi output yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan (konsumen).

Analisis rantai nilai (value chain analysis) ternyata tidak hanya dilakukan

di Indonesia, melainkan juga dilakukan di negara-negara lain. Hal tersebut dapat terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Zhou (2013), pada perusahaan pengiriman di China. Penelitian tersebut menemukan bahwasanya adanya posisi strategis, jaringan yang optimal, nilai tambah jasa, dan evaluasi kinerja saling berhubungan dan berdampak pada pengiriman produk perusahaan. Selain itu,

Sopadang et al. (2012), juga melakukan penelitian di Thailand mengenai rantai

nilai (value chain) pada industri lengkeng. Masalah yang ditemukan dalam

penelitian tersebut yaitu terkait dengan biaya produksi yang meningkat. Serta dalam aspek eksportir lebih diuntungkan dibandingkan petani buah lengkeng

pada bagian outbond logistic.

Selain penelitian yang dilakukan di berbagai negara, penelitian mengenai rantai nilai juga banyak dilakukan di Indonesia, diantaranya oleh Irianto dan Widiyanti (2013), yang meneliti mengenai rantai nilai jamur kuping di Kabupaten Karanganyar. Penelitian tersebut menemukan bahwasanya pelaku


(24)

utama yang menentukan dalam rantai nilai jamur kuping adalah pembibit atau pembaglog khususnya dalam menentukan kualitas dan kuantitas produk, sedang pembudidaya menerima resiko dan nilai keuntungan yang paling besar.

Selain itu, Mangifera (2015), yang meneliti mengenai analisis rantai nilai pada produk batik tulis di Surakarta menemukan bahwa aktivitas utama dalam produksi batik tulis di Kampung Batik Laweyan yang memberikan nilai tambah yang paling besar adalah pemasaran dan penjualan. Penelitian terdahulu yang dilakukan di berbagai negara mengenai rantai nilai menghasilkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan analisis rantai nilai dapat diketahui aktivitas utama dan pendukung dari suatu perusahaan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, disebutkan pada pasal 3 bahwasanya Perindustrian diselenggarakan dengan tujuan diantaranya yaitu untuk membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja serta meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan. Oleh karena itu, diharapkan dengan berdirinya industri-industri maka dapat memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat. Baik dalam memperoleh kesempatan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Daerah Istimewa Yogyakarta selain dikenal sebagai kota pelajar, kota perjuangan dan kebudayaan, juga dikenal sebagai kota yang memiliki potensi industri yang telah mengakar, berbahan baku lokal, berorientasi ekspor, dan berdampak luas bagi pengembangan sektor lainnya. Industri di Daerah Istimewa Yogyakarta didominasi oleh Industri Kecil dan Menengah (IKM). Jumlah IKM


(25)

di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2015 sebanyak 88.637 unit usaha mengalami peningkatan 2,96% jika dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebanyak 86.087 unit usaha. Unit usaha tersebut meliputi Industri Pangan, Sandang dan Kulit, Kimia dan Bahan Bangunan, Logam dan Elektronika, dan Industri Kerajinan. Jumlah unit usaha terbanyak adalah Industri Pangan kemudian diikuti Industri Kerajinan.

Sektor industri di Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai peranan yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor tersebut pada tahun 2015 tercatat menyerap 326.669 tenaga kerja, meningkat 2,45% dari tahun 2014 yang menyerap sebanyak 318.858 tenaga kerja.

TABEL 1.1.

Perkembangan IKM di DIY Tahun 2011-2015

IKM 2011 2012 2013 2014 2015

Unit Usaha

(UU) 80.056 82.344 84.234 86.087 88.637

Tenaga kerja

(orang) 295.461 301.385 310.173 318.858 326.669

Nilai Investasi

(Rp Milyar) 1.003.678 1.151.820 1.064.180 1.151.443 1.187.754

Nilai Produksi

(Rp Milyar) 3.053.031 3.500.662 3.294.485 3.399.909 3.489.769

Nilai bahan baku dan penolong (Rp Milyar)

1.352.479 1.369.114 1.449.435 1.524.806 1.550.832

Sumber: Disperindagkop dan UKM DIY, 2016

Pada tabel 1.1. tahun 2015 total nilai bahan baku dan penolong IKM adalah sebesar Rp 1.550.832 milyar. Sementara itu, untuk nilai produksi ditaksir berjumlah Rp 3.489.769 milyar. Dengan demikian nilai tambah produk IKM di


(26)

Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan selisih antara nilai produksi (output) dengan nilai bahan baku dan bahan penolong lainnya bernilai sebesar Rp 1.938.937 milyar pada tahun 2014. Nilai tambah tersebut meningkat sekitar 3,4% dibandingkan dengan tahun 2014. Nilai tambah yang terus meningkat dapat digunakan sebagai modal untuk bersaing dengan industri lain.

Salah satu industri unggulan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah kerajinan kayu, yang mana potensi IKM mebel kayu di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebagai berikut:

TABEL 1.2.

Data Potensi IKM Mebel Kayu di DIY Tahun 2016

No. Kabupaten Unit Usaha

Tenaga Kerja

Nilai Investasi

(juta)

Kapasitas Produksi

Nilai Produksi

(juta)

Nilai Bahan

Baku (juta) 1. Kota

Yogyakarta 101 4.478 13.365 502.324 47.839 37.390 2. Kabupaten

Bantul 1.232 18.160 199.537 1.701.175 194.928 85.805 3. Kabupaten

Sleman 635 6.136 32.526 175.261 420.896 147.123 4. Kabupaten

Gunungkidul 3.548 14.619 4.836 163.741 9.500 5.274 Sumber: Disperindag DIY, 2016

Tabel 1.2. menunjukkan data potensi IKM mebel kayu di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2016. Pada tabel tersebut memperlihatkan bahwa potensi IKM mebel kayu di DIY tahun 2016 terbanyak berada di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 3.548 unit usaha. Bahan baku untuk pembuatan mebelnya juga diperoleh dari lokal. Selain itu, tenaga kerja yang diserap sebanyak 14.619 orang. Mebel kayu ini merupakan salah satu aset industri di


(27)

Kabupaten Gunungkidul yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini didukung dengan produksi kayu bulat dari hutan rakyat yang ada di Gunungkidul.

TABEL 1.3.

Produksi Kayu Bulat (Hutan Rakyat) di DIY Tahun 2011-2015

No. Kabupaten Produksi (m3)

2011 2012 2013 2014 2015

1. Bantul 4.080 4.105 2.925 2.973 5.830

2. Gunungkidul 99.219 72.150 15.794 55.386 39.011

3. Sleman 7.665 7.753 12.160 12.359 14.810

4. Kulon Progo 45.879 43.218 42.516 43.212 49.958

Jumlah 156.843 127.227 58.310 113.930 109.609 Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, 2016

Tabel 1.3. menunjukkan produksi kayu bulat yang dihasilkan hutan rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2011-2015. Pada tabel tersebut memperlihatkan bahwa produksi kayu di Gunungkidul cukup banyak. Meski produksi kayu naik turun, akan tetapi kayu yang dihasilkan tersebut masih cukup untuk memenuhi kebutuhan pembuatan mebel kayu. Jadi, pengusaha mebel kayu tidak perlu bingung untuk mendapatkan bahan baku untuk usahanya tersebut. Kayu yang dihasilkan oleh hutan rakyat di Gunungkidul masih mampu untuk memenuhi permintaannya, bahkan juga bisa untuk memenuhi permintaan kabupaten lainnya.

Menurut Purwanto (2010), kegiatan industri mebel dan kerajinan kayu di

desa-desa Gunungkidul diharapkan menjadi pengisi gestation period dan

sekaligus pemasok uang cash untuk kebutuhan pembiayaan tunai seperti makan, uang hajatan, uang sekolah, uang listrik, uang beli bumbu masak dari pabrik, dan


(28)

pembiayaan tunai lainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya dengan memanfaatkan potensi kayu yang ada menjadi barang jadi yang memiliki nilai bagi pelanggan, maka masyarakat tidak perlu menunggu uang hasil panen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Berdasarkan riset pasar yang dilakukan Asosiasi Pengusaha Mebel Gunungkidul (APMEG) dalam Febriarni (2015), hasil produksi dua kabupaten di Jawa Tengah yaitu Klaten dan Salatiga sudah mulai menguasai pangsa pasar di Gunungkidul. Jika dilihat dari segi kualitas, padahal produk lokal lebih bagus baik dari segi bahan baku maupun penyelesaian produk barang. Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya produk lokal kalah dari segi permodalan, tenaga penyelesai produk dan pemasaran. Dari segi modal, kebanyakan pengusaha masih menggunakan dana pribadi dan takut untuk mengajukan kredit di bank atau layanan lembaga keuangan mikro. Hal itu disebabkan karena adanya rasa takut para pengusaha jika produknya tidak terjual. Apabila produknya tidak terjual, maka para pengusaha khawatir tidak dapat membayar pinjaman pada bank atau lembaga keuangan mikro tersebut. Dari segi tenaga penyelesai produk, masyarakat di sana banyak yang memilih untuk hijrah keluar kota dan menekuni pekerjaan lain karena kurangnya kemampuan dan keterampilan yang ada. Sedangkan dari segi pemasaran, banyaknya pengusaha yang masih bingung untuk memasarkan produknya dikarenakan kurangnya informasi serta kemampuan di bidang IT.

Desa Genjahan adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Ponjong, Gunungkidul. Di desa tersebut terdapat sentra IKM mebel kayu yang merupakan


(29)

obyek pendampingan dari Disperindagkop Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari ketua sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul, pengrajin sentra IKM mebel kayu tersebut sudah mencapai sekitar 20 tahun. Bahan baku yang digunakan pada sentra IKM tersebut juga berorientasi lokal. Menurut Disperindagkop Daerah Istimewa Yogyakarta (2014), hasil yang diperoleh dari pendampingan pada sentra IKM mebel kayu kelompok Jati Kencono di Desa Genjahan,

Kecamatan Ponjong, Gunungkidul ditemukan beberapa permasalahan

diantaranya yaitu pada manajemen penjualan, manajemen pembukuan, manajemen SDM, dan penerapan 5 S yang masih belum optimal.

Berdasarkan pembahasan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat

suatu penelitian yang berjudul “Analisis Rantai Nilai Industri Pengolahan

Kayu Studi Kasus Sentra IKM Mebel Kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul”

B. Batasan Masalah Penelitian

Pembatasan masalah dilakukan dengan tujuan agar proses penelitian fokus terhadap permasalahan yang diteliti dan tidak keluar dari jalur penelitian yang telah ditetapkan. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Rantai pasok industri pengolahan kayu pada sentra IKM mebel kayu di Desa

Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul.

2. Rantai nilai industri pengolahan kayu pada sentra IKM mebel kayu di Desa


(30)

3. Nilai tambah di setiap pelaku rantai nilai industri pengolahan kayu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul. C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diambil beberapa perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pola rantai pasok industri pengolahan kayu pada sentra IKM

mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul?

2. Bagaimana rantai nilai industri pengolahan kayu pada sentra IKM mebel kayu

di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul?

3. Apa tahapan rantai nilai yang memperoleh nilai tambah terbesar pada sentra

IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul? D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan beberapa tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi rantai pasok industri pengolahan kayu pada sentra IKM

mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul.

2. Menganalisa rantai nilai industri pengolahan kayu pada sentra IKM mebel

kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul.

3. Mengetahui tahapan rantai nilai yang memperoleh nilai tambah terbesar pada


(31)

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Penulis

Bagi penulis dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat mengimplikasikan dan mensosialisasikan teori yang diperoleh selama perkuliahan.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam menganalisis rantai nilai bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Industri Kecil dan Menengah

Bagi Industri Kecil dan Menengah dapat memberikan bahan kajian untuk membantu pengelolaan sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul.

b. Bagi Pemangku Kepentingan

Bagi Pemangku Kepentingan khususnya pelaku industri dan Dinas Perindustrian DIY dapat dijadikan bahan informasi dalam melakukan kebijakan pengelolaan industri khususnya pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul.


(32)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Produksi

Menurut Joesron dan Fathorrazi (2012), produksi merupakan hasil akhir dari aktivitas ekonomi yang memanfaatkan input untuk menghasilkan barang dan jasa. Untuk itu, dengan pengertian tersebut maka dapat dipahami

bahwasanya kegiatan produksi merupakan suatu kegiatan yang

menkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh manusia. Menurut Made (2009) dalam Mangifera (2014), produksi memiliki dua pandangan, yaitu dalam arti ekonomis dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang memiliki tujuan untuk meningkatkan nilai guna dan dalam arti teknis menunjukkan hubungan fisik baik antara faktor produksi dengan faktor produksi maupun produk dengan produk. Dengan kata lain produksi dapat diartikan sebagai kegiatan menambah nilai guna barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang banyak . Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya produksi adalah hasil akhir dari aktivitas ekonomi yang memanfaatkan input agar memiliki nilai guna barang dan jasa yang mampu memenuhi kebutuhan manusia.

Menurut Basuki dan Prawoto (2014), fungsi produksi adalah hubungan yang menghubungkan antara faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Menurut Apriliyanti (2014), fungsi produksi merupakan


(33)

hubungan fisik antara jumlah faktor produksi yang dipakai dengan jumlah yang dihasilkan. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus berikut ini (Sukirno, 2005):

Keterangan:

Q = output (jumlah barang atau jasa yang dihasilkan) K = kapital atau modal

L = labour atau tenaga kerja

R = resources atau sumber daya alam T = technology atau teknologi

(K,L,R,T) = faktor-faktor produksi (input)

Menurut Sukirno (2005), maksud persamaan di atas yaitu jumlah output yang dihasilkan dari suatu proses produksi sangat bergantung pada jumlah input yang dimasukkan. Pada dasarnya tingkat produksi suatu barang tergantung pada jumlah modal, tenaga kerja, sumber daya alam dan teknologi yang digunakan. Tingkat produksi yang berbeda-beda, maka dengan sendirinya akan membutuhkan faktor-faktor produksi (input) yang berbeda-beda pula. Jadi ketika tingkat produksi mengalami kenaikan, maka dengan sendirinya faktor-faktor produksi (input) yang dibutuhkan juga akan mengalami kenaikan.

Faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi ada dua jenis, yaitu faktor produksi yang dianggap konstan, serta banyaknya faktor produksi ini tidak dipengaruhi oleh banyaknya produk yang dihasilkan disebut faktor produksi tetap. Faktor produksi jumlahnya dapat berubah selama proses produksi dikarenakan penggunaannya berkaitan erat dengan banyaknya produk yang dihasilkan (Basuki dan Prawoto, 2014). Periode produksi dalam


(34)

jangka pendek apabila dalam proses produksi sebagian dari faktor produksinya bersifat tetap dan sebagian lagi bersifat variabel. Proses produksi dalam jangka panjang semua faktor produksinya mengalami perubahan (Apriliyanti, 2014)

Sumber: Miller dan Meiners (2000) dalam Apriliyanti (2014) GAMBAR 2.1.

Tahapan Produksi

Tahap III Tahap II

Tahap I

C B

Total Produk Fisik

TP A

Input Variabel 0

Produk Fisik dari Setiap

Unit E

D

AP F

qC qB

qA 0

Input Variabel MP


(35)

Gambar 2.1. menggambarkan kurva total produk fisik (TP) yang melengkung. Titik A adalah titik perubahan yang mana disitu ada peningkatan produk marginal (MP) yang kemudian berubah menjadi penurunan. Pada gambar kurva bawah terlihat terjadi perubahan ketika input dikerahkan sebanyak qA. Pada titik B kurva total produk fisik, produk fisik marginal sama dengan produk qB, yang kemudian produk rata-rata (AP) menurun. Pada titik C, total produk fisik (TP) mencapai nilai maksimum, sementara produk fisik marginal (MP) sama dengan nol yang kemudian negatif (Apriliyanti, 2014).

Pada total produksi fisik terdapat tiga tahapan, yaitu Tahapan I, Tahapan II dan Tahapan III yang disebut daerah ekonomis produksi. Pada tahapan produksi yang pertama, produk fisik rata-rata terus meningkat. Pada tahapan produksi kedua, produk fisik rata-rata menurun, seiring dengan penurunan produk fisik marginal yang masih bernilai positif. Pada tahapan produksi ketiga, produk fisik rata-rata terus menurun bersamaan dengan turunnya total produk fisik dan produk fisik marginal yang sudah bernilai negatif. Untuk itu dapat disimpulkan bahwasanya dari ketiga tahapan produksi tersebut tahapan kedua merupakan tahapan produksi yang baik, karena pada tahapan kedua total produk fisiknya meningkat akan tetapi produk fisik rata-rata dan marginal mengalami penurunan (Apriliyanti, 2014).


(36)

2. Teori Biaya Produksi

Biaya dalam pengertian produksi adalah semua beban yang harus ditanggung produsen untuk menghasilkan suatu barang sampai barang tersebut siap dikonsumsikan oleh konsumen (Basuki dan Prawoto, 2014). Oleh karena itu besar kecilnya biaya yang dikeluarkan tergantung pada banyak sedikitnya barang yang diproduksikan. Untuk memproduksi suatu barang diperlukan faktor-faktor produksi. Dimana faktor-faktor produksi yang tersedia relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan kebutuhan produsen yang semakin meningkat. Oleh karena itu produsen harus memilih biaya alternatif yang paling menguntungkan. Pemilihan dari beberapa alternatif ini maka dipilihlah “Opportunity Cost”. Menurut Basuki dan

Prawoto (2014), Opportunity Cost adalah biaya faktor produksi yang

memiliki nilai maksimum untuk menghasilkan suatu produk.

Biaya produksi dibagi menjadi dua, yaitu biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit adalah semua biaya yang dipergunakan untuk keperluan proses produksi. Misalnya upah tenaga kerja, pengeluaran untuk bahan mentah dan lain sebagainya. Biaya implisit adalah semua biaya yang berasal dari milik sendiri dan biasanya tidak diperhitungkan dalam perhitungan biaya produksi. Misalnya gaji pimpinan perusahaannya sendiri, hasil investasi dan peralatan dari inventarisnya (Basuki dan Prawoto, 2014).

Menurut Basuki dan Prawoto (2014), konsep biaya memiliki hubungan yang erat dengan jumlah produk yang dihasilkan, sehingga dikenal ada Biaya Total, Biaya Tetap, Biaya Variabel, Biaya Rata-rata dan Biaya Marjinal.


(37)

Biaya total (total cost) adalah jumlah dari total biaya tetap dan biaya variabel. Ketika terjadi kenaikan output maka akan menambah biaya variabel, sehingga

akan menambah biaya total. Biaya total (total cost) dibagi menjadi dua bagian

yaitu biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi

oleh besarnya produksi. Jadi berapapun output yang dihasilkan, besarnya selalu sama. Biaya tetap sering juga disebut biaya prasarana atau biaya yang

tak terhindarkan. Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang besarnya

dipengaruhi oleh besarnya produksi. Jadi ketika jumlah output naik, maka biaya variabel yang dikeluarkan juga akan naik. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Keterangan:

TC = total cost atau biaya total

FC = fixed cost atau biaya tetap

VC = variable cost atau biaya variabel

Menurut Apriliyanti (2014), apabila dilihat dari periode waktu dalam kegiatan proses produksinya dapat juga dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a. Biaya Jangka Pendek, yaitu jangka waktu di mana produsen tidak dapat

mengubah jumlah input tetap yang digunakan. Periode waktu jangka pendek pada setiap produsen berbeda-beda. Dalam jangka pendek terdiri dari input tetap dan input variabel, apabila jangka waktu periode semakin panjang maka akan semakin banyak input tetap yang akan menjadi input variabel.


(38)

b. Biaya Jangka Panjang, yaitu jangka waktu di mana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan.

3. Rantai Pasok (Supply Chain)

Rantai pasok adalah suatu rangkaian aktivitas dalam pendistribusian barang, mulai dari bahan baku sampai menjadi produk jadi hingga sampai

pada konsumen yang mengonsumsinya (Anwar, 2011 dalam

Cakswidryandani, 2016). Rantai pasok merupakan serangkaian kegiatan produktif dari hulu ke hilir yang saling berkaitan antar aktivitas, yang mana rantai pasok terdiri dari beberapa unsur dan pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung (Noviantari, 2015). Menurut Indrajit dan Pranoto (2002) dalam Anam (2014), rantai pasokan adalah suatu proses penyaluran barang produksi dan jasanya kepada para pelanggan. Salah satu kunci untuk mengoptimalkan rantai pasok yaitu dengan cara menciptakan alur informasi secara mudah dan akurat diantara mata rantai tersebut, serta pergerakan barang yang efektif dan efisien dapat menghasilkan kepuasan maksimal bagi para pelanggan. Informasi diantara mata rantai sangat penting, karena tanpa adanya informasi maka aktivitas pendistribusian barangnya tidak akan berjalan dengan lancar.

4. Rantai Nilai (Value Chain)

Rantai nilai (value chain) merupakan alat yang digunakan untuk

mengidentifikasi cara-cara yang dapat menciptakan suatu produk yang mampu memiliki nilai bagi pelanggan atau konsumen (Kotler dan Keller,


(39)

chain) merupakan suatu cara dalam memandang bisnis sebagai rantai aktivitas yang mampu mengubah input menjadi suatu produk atau output

yang dapat memiliki nilai bagi pelanggan. Analisis Rantai Nilai (Value Chain

Analysis) merupakan analisis yang mencoba untuk memahami bagaimana suatu bisnis mampu memiliki atau menciptakan nilai bagi pelanggan dengan cara memeriksa kontribusi dari setiap rantai aktivitas dalam bisnis terhadap nilai tersebut (Apriliyanti, 2014).

Menurut Porter (1985) dalam Mangifera (2015), kerangka aktivitas

rantai nilai dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas utama (primary activities) dan

aktivitas pendukung (support activities). Aktivitas utama merupakan

rangkaian aktivitas yang dimulai dari penyediaan bahan baku (inbond

logistic), yang kemudian diubah menjadi barang jadi (operation), dilanjutkan

pengiriman barang yang sudah jadi (outbond logistic), kemudian menawarkan

dan menjual barang jadi (marketing and sales), dan terakhir memberikan

pelayanan setelah penjualan (service). Menurut Apriliyanti (2014), aktivitas

pendukung (fungsi staf atau overhead) merupakan aktivitas-aktivitas pada

suatu perusahaan yang mampu membantu perusahaan tersebut dalam menyediakan infrastruktur yang dapat membuat aktivitas-aktvitas utama dilakukan secara terus-menerus.


(40)

Sumber: Apriliyanti 2014 dari Pearce dan Robinson 2008, dengan modifikasi GAMBAR 2.2.

Skema Rantai Nilai

Skema rantai nilai pada gambar 2.2. mencakup margin, karena kenaikan harga diatas biaya perusahaan untuk menyediakan aktivitas yang memiliki nilai tambah merupakan bagian dari harga barang yang dibayarkan pembeli (Apriliyanti, 2014).

5. Nilai Tambah (Value Added)

Menurut Marimin dan Nurul (2010) dalam Anam (2014), nilai tambah merupakan suatu perubahan nilai karena adanya perlakuan pada suatu input

dalam proses produksi. Menurut Hidayat, ddk.. (2012), nilai tambah

merupakan cara yang digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok.

Menurut Hayami (1987) dalam Noviantari, dkk. (2015), nilai tambah adalah pertambahan nilai komoditi karena adanya perlakuan pada komoditi yang

bersangkutan. Sedangkan menurut Parlinah, dkk. (2015), nilai tambah adalah

Administrasi Umum Aktivi

tas Pendu kung

Manajemen Sumber Daya Manusia

M A R G I N Riset, Teknologi dan Pengembangan Sistem

Pembelian Laya nan Pemasa ran dan Penjual an Peng adaa n logis tik Ope rasi Pengad aan logistik dalam Perusah an Aktivitas Primer


(41)

pendapatan yang dihasilkan dari penjualan barang dan jasa dikurangi biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang dan jasa yang dibutuhkan untuk membuat suatu barang.

Menurut Tarigan (2004), nilai tambah diperoleh dari nilai produk akhir

dikurangi biaya antara (intermediate cost) yang terdiri dari biaya bahan baku

dan bahan penolong dalam melakukan proses produksi. Besarnya nilai tambah ini tidak seluruhnya menyatakan keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, karena masih mengandung imbalan terhadap pemilik faktor produksi lain dalam proses pengolahan yaitu sumbangan input lain. Besarnya nilai output produk dipengaruhi oleh besarnya bahan baku, sumbangan input lain dan keuntungan. Maka dari itu, nilai tambah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hayami, 1989 dalam Aulia, 2012):

Menurut Baihaqi, dkk. (2014) analisis nilai tambah ekonomi adalah

analisis yang digunakan untuk mengetahui nilai tambah ekonomi setelah proses pengolahan. Nilai tambah ekonomi di formulasikan sebagai berikut

(Ashayeri dan Lemmes, 2005 dalam Baihaqi, dkk., 2014):

Sedangkan menurut Kairupan et al. (2016) untuk mencari nilai tambah

produk dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Nilai tambah = nilai output – sumbangan input lain – harga bahan baku

EVA = P a a a B


(42)

Keterangan:

NTp = Nilai tambah produk (Rp)

Na = Nilai akhir (Rp)

Ba = Biaya antara (Rp)

Bb = Biaya bahan baku (Rp)

Bp = Biaya penyusutan alat (Rp)

Bbp = Biaya bahan penolong (Rp)

6. Industri

Menurut Kuncoro (2002) dalam Kuncoro (2007), Industri merupakan suatu aktivitas ekonomi yang tidak terlepas dari kondisi konsentrasi geografis dimana konsentrasi tersebut menunjukkan bahwasanya industrialisasi merupakan suatu proses yang selektif jika dipandang dari dimensi geografis. Menurut Apriliyanti (2014), industri merupakan suatu kegiatan untuk mengolah bahan mentah menjadi barang jadi yang mampu menciptakan nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Badan Pusat Statisik (BPS) dalam Apriliyanti (2014), industri adalah suatu cabang kegiatan ekonomi, dapat berupa badan usaha atau perusahaaan yang merupakan tempat orang untuk bekerja.

Menurut Kuncoro (2002) dalam Kuncoro (2007), kluster merupakan suatu cerminan dari konsentrasi area geografis suatu kelompok industri yang sama. Menurut teori Marshall (1920) dalam Kuncoro (2007), kluster industri itu muncul dikarenakan adanya perusahaan-perusahaan dalam suatu industri yang menemukan segala keuntungan yang bisa didapatkan apabila

NTp = Na – (Bb + Bp + Bbp) = Na – Ba


(43)

mengelompok di dalam suatu area geografis. Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses kluster industri yaitu:

a. Adanya proses kluster membuat perusahaan yang ada dapat berspesialisasi

lebih baik. Peningkatan spesialisasi nantinya akan membawa ke peningkatan efisiensi produksi.

b. Dapat memfasilitasi perusahaan untuk meningkatkan penelitian dan

inovasi dalam sebuah industri.

c. Proses kluster perusahaan-perusahaan sejenis akan mengurangi risiko bagi

pihak pekerja maupun pihak pemberi pekerjaan.

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 78/M-IND/PER/9/2007 menyatakan bahwa sentra adalah suatu wilayah atau kawasan tertentu tempat sekelompok perusahaan atau Industri Kecil Menengah yang menghasilkan produk sejenis, menggunakan bahan baku sejenis, atau melakukan proses pengerjaan yang sama. Peraturan Menteri Perindustrian tentang peningkatan efektifitas pengembangan industri kecil dan menengah

melalui pendekatan satu desa satu produk (one village one product) di

sentra. Jadi dalam satu desa terdapat sentra industri kecil dan menengah dengan produk yang sama. Tujuan pengembangan industri kecil dan

menengah dengan pendekatan satu desa satu produk (one village one

product) yaitu menggali dan mempromosikan produk inovatif dan kreatif allokal yang bersifat unik khas daerah serta meningkatkan daya saingnya, dengan sasaran meningkatnya jumlah produk industri kecil dan menengah yang bernilai tambah tinggi yang berdaya saing global.


(44)

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai rantai nilai (value chain) telah dilakukan oleh

beberapa peneliti. Dalam penelitian kali ini, peneliti berpedoman pada beberapa penelitian terdahulu:

Penelitian yang dilakukan oleh Sopadang, Tippayawong dan Chaowarut

(2012) tentang Application of Value Chain Management to Longan Industry.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik rantai pasokan lengkeng, mengidentifikasi masalah dan mengusulkan cara untuk meningkatkan

Supply Chain Management (SCM) dan logistik lengkeng di Thailand. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Supply Chain Operations Reference

(SCOR) dan Value Chain Analysis (VCA). Hasil penelitian ini adalah masalah

yang ditemukan terkait dengan biaya produksi yang meningkat. Serta di penelitian ini dalam aspek eksportir lebih diuntungkan dibandingkan petani buah

lengkeng pada bagian outbond logistic. Persamaan Sopadang, et al. dengan

penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk mengidentifikasi rantai pasok dan rantai nilai dan perbedaannya yaitu pada objek penelitian, dimana objek pada penelitian ini yaitu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul serta metode yang digunakan metode nilai tambah.

Penelitian yang dilakukan oleh Zhou (2013) tentang Research on Logistics

Value Chain Analysis and Competitiveness Construction for Express Enterprises. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kunci kegiatan dari seluruh proses pengiriman ekspres dari pengirim ke penerima dan


(45)

kegiatan-kegiatan yang memiliki pengaruh terhadap daya saing logistik perusahaan

ekspres di China. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Value

Chain Analysis (VCA). Hasil penelitian ini adalah adanya posisi strategis, jaringan yang optimal, nilai tambah jasa, dan evaluasi kinerja saling berhubungan dan berdampak pada pengiriman produk perusahaan. Persamaan penelitian Zhou dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk mengidentifikasi rantai nilai. Perbedaannya terletak pada objek penelitian, dimana objek pada penelitian ini yaitu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul dan metode yang digunakan penelitian ini yaitu metode nilai tambah dan rantai pasok.

Penelitian yang dilakukan oleh Irianto dan Widiyanti (2013) tentang

Analisis Value Chain dan Efisiensi Pemasaran Agribisnis Jamur Kuping di Kabupaten Karanganyar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaku dalam rantai nilai jamur kuping di Kabupaten Karanganyar, mengetahui pelaku utama dalam rantai nilai jamur kuping dan mengetahui efisien atau tidak pola

pemasarannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Value Chain

Analysis (VCA) dan efisiensi pemasaran. Hasil penelitian ini adalah pelaku dalam rantai nilai jamur kuping di Kabupaten Karanganyar terdiri dari delapan pelaku yaitu pembibit, pembaglog, petani produsen, pengepul, pedagang besar, pedagang antar kota, pengecer dan konsumen akhir yang membentuk 9 pola saluran pemasaran yang tersebar di Tawangamangu, Ngargoyoso, Karangapandan, Pongpongan dan Polokarto (Sukoharjo). Pelaku utama yang menentukan dalam rantai nilai jamur kuping adalah pembibit/


(46)

pembaglog khususnya dalam menentukan kualitas dan kuantitas produk, sedang pembudidaya menerima resiko dan nilai keuntungan yang paling besar. Tingkat keuntungan secara nominal paling tinggi adalah pembudidaya pada semua saluran dengan prosentase antara 78,91% sampai dengan 87,48%, sedang ditinjau dari markup on selling terlihat bahwa semua pola pemasaran telah efisien ditinjau dari sisi pembudidaya karena nilainya berkisar 80,16% sampai dengan 87,60%. Persamaan penelitian Irianto dan Widiyanti dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk mengidentifikasi rantai nilai. Perbedaannya terletak pada objek penelitian, dimana objek pada penelitian ini yaitu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul dan metode yang digunakan penelitian ini yaitu metode rantai pasok dan nilai tambah.

Penelitian yang dilakukan oleh Anam (2014) tentang Analisis Rantai Nilai Susu Kambing di UD. Harokah Barokah Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi rantai pasok susu kambing di UD. Harokah Barokah, menganalisis rantai nilai pengolahan susu kambing di UD. Harokah Barokah, mengetahui nilai tambah susu kambing di setiap anggota rantai pasok, dan mengetahui pelaku rantai nilai yang memperoleh keuntungan terbesar. Metode yang digunakan dalam penilitian ini yaitu analisa kualitatif (rantai nilai, rantai pasok, rantai proses, nilai tambah, dan gambaran umum lokasi penelitian). Analisa kuantitatif (rantai nilai, nilai tambah dan analisis pendapatan). Hasil penelitian ini adalah aliran rantai pasok susu kambing UD. Harokah Barokah Bogor dimulai dari peternakan kambing perah hingga konsumen. Rantai nilai


(47)

pengolahan susu kambing di UD. Harokah Barokah secara umum melibatkan tiga pelaku utama yaitu peternak sebagai penyedia bahan baku susu kambing, restoran dan industri pengolahan susu serta distributor yang memasarkan produk olahan susu kambing. Keuntungan terbesar diterima oleh peternak kambing perah. Persamaan penelitian Anam dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk mengidentifikasi rantai pasok, menganalisis rantai nilai serta mengetahui nilai tambahnya. Perbedaannya terletak pada objek penelitian, dimana objek pada penelitian ini yaitu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul

Penelitian yang dilakukan oleh Mangifera (2015) tentang Analisis Rantai

Nilai (Value Chain Analysis) pada Produk Batik Tulis di Surakarta. Penelitian

ini bertujuan untuk menganalisa kegiatan rantai nilai (value chain) pada produk

batik tulis di Kampung Batik Laweyan Kota Surakarta serta mengetahui dan mengidentifikasi aktivitas apa yang mempunyai nilai tambah ekonomi tertinggi (value added) pada produk batik tulis Kampung Batik Laweyan Kota Surakarta sehingga mampu meningkatkan keunggulan bersaing. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif studi kasus (analisis rantai nilai dan analisis nilai tambah). Hasil penelitian ini adalah analisis utama rantai nilainya yaitu pembelian bahan baku, proses produksi, penjualan produk serta aktivitas utama yang memberikan nilai tambah paling besar adalah pemasaran dan penjualan. Persamaan penelitian Mangifera dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk mengidentifikasi rantai nilai dan mengetahui nilai tambah. Perbedaannya terletak pada objek penelitian, dimana objek pada penelitian ini


(48)

yaitu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul dan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode rantai pasok.

Penelitian yang dilakukan oleh Arjakusuma, Hartoyo dan Fahmi (2013) tentang Rantai Nilai pada Industri Susu Studi Kasus PT Cisura Mountain Dairy (CIMORY). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi dari rantai nilai Cimory secara keseluruhan sehingga perusahaan mengetahui dengan pasti titik terlemah yang menjadi hambatan selama ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif berdasarkan studi kasus terhadap aplikasi

pengelolaan rantai nilai (value chain governance) di Cimory. Hasil penelitian ini

adalah dari enam pelaku yang terlibat dalam rantai nilai perusahaan, dapat diketahui bahwa kekurangan yang menjadi penghambat dari rantai nilai Cimory berasal dari pihak pemasok, terutama pemasok bahan baku. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yaitu:

1. Rendahnya teknologi dalam proses pengiriman susu segar terutama

dikarenakan rusaknya alat transportasi;

2. Rendahnya kualitas pakan yang digunakan oleh para peternak yang tergabung

dalam KUD yang menyebabkan rendahnya produktivitas yang dihasilkan para peternak;

3. Banyak kandang yang tidak terisi menyebabkan tidak maksimalnya tingkat

produksi susu segar yang dihasilkan oleh para peternak karena tidak tercapainya skala ekonomis;


(49)

4. Sulitnya mendapatkan sanitasi yang cukup membuat beberapa peternak kesulitan dalam menjaga tingkat kehigienisan susu segar;

5. Padatnya jalur transportasi menuju Cimory membuat pemasok mengeluarkan

biaya lebih mahal untuk mengirimkan pasokan susu segar ke Cimory;

6. Rendahnya kualitas bahan pendukung yang berasal dari dalam negeri

menyebabkan Cimory harus mengimpor langsung bahan pendukung dari luar negeri; dan

7. Kurs rupiah yang berfluktuasi memengaruhi jumlah pasokan bahan

pendukung yang digunakan oleh Cimory.

Persamaan penelitian Arjakusuma, dkk. dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk mengidentifikasi rantai nilai. Perbedaannya terletak pada objek penelitian, dimana objek pada penelitian ini yaitu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul dan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode rantai pasok dan nilai tambah.

Penelitian yang dilakukan oleh Noviantari, Hasyim dan Rosanti (2015) tentang Analisis Rantai Pasok dan Nilai Tambah Agroindustri Kopi Luwak di Provinsi Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kegiatan rantai pasok agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung dan mengidentifikasi saluran distribusi yang paling efisien. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif yaitu menggunakan analisis rantai pasok dan efisiensi pemasaran. Hasil penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam rantai pasok agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung ini terdiri dari petani kopi, pedagang pengumpul, pedagang buah kopi, agroindutri kopi luwak,


(50)

pedagang besar, pedagang pengecer, eksportir, dan konsumen. Saluran distribusi yang paling efisien adalah saluran 1, yaitu penyaluran langsung produk kopi luwak kepada konsumen dengan nilai efisiensi pemasaran sebesar 31,62 persen.

Persamaan penelitian Noviantari, dkk. dengan penelitian ini adalah sama-sama

bertujuan untuk mengidentifikasi rantai pasok. Perbedaannya terletak pada objek penelitian, dimana objek pada penelitian ini yaitu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul dan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode nilai tambah dan rantai pasok.

Penelitian yang dilakukan oleh Baihaqi, Hamid, Romano, dan Yulianda (2014) tentang Analisis Rantai Nilai dan Nilai Tambah Kakao Petani di Kecamatan Paya Bakong dan Geurudong Pase Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rantai nilai kakao yang terbentuk di Kecamatan Paya Bakong dan Geurudong Pase Kabupaten Aceh Utara dan untuk mengetahui nilai tambah ekonomi kakao pada rantai jaringan pasok di Kecamatan Paya Bakong dan Geurudong Pase Kabupaten Aceh Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis rantai nilai dan nilai tambah. Hasil penelitian ini adalah ranatai nilai kakao petani di Kecamatan Paya Bakong dan Geurudong Pase terbentuk berdasarkan atas pengembangan yang dilakukan yaitu dengan cara penyuluhan pihak-pihak terkait dan tersedianya kegiatan koperasi. Kekuatan rantai nilai yang yang terbentuk di tingkat petani dan koperasi diperoleh dari kekuatan finansial berupa bantuan modal kerja dan dan sarana-sarana produksi. Nilai tambah di dalam rantai nilai ini terbentuk akibat penanganan pasca panen pada setiap saluran pemasaran. Nilai tambah ekonomi


(51)

yang diperoleh petani dan koperasi lebih kecil dibandingkan dengan pedagang pengumpul lainnya, hal ini dikarenakan umur dan pengalaman koperasi yang masih baru, serta pendanaan yang masih mengharapkan bantuan dari pihak diluar koperasi, sehingga saluran pemasaran dianggap penting bagi petani dalam

penjualan produk mereka. Persamaan penelitian Baihaqi, dkk. dengan penelitian

ini adalah sama-sama bertujuan untuk mengetahui rantai nilai dan nilai tambah. Perbedaannya terletak pada objek penelitian, dimana objek pada penelitian ini yaitu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul dan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode rantai pasok.

Penelitian yang dilakukan oleh Suhaeni, Karno, Wulan dan Sumekar

(2015) tentang Value Chain Agribisnis Mangga Gedong Gincu (Mangifera

Indica L) di Majalengka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rantai nilai (value chain) dan menganalisis efisiensi pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Majalengka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis rantai nilai dan analisis efisiensi pemasaran. Hasil penelitian ini adalah rantai nilai dari petani maupun pedagang menunjukkan bahwa usaha yang

mereka lakukan menguntungkan dan layak diusahakan karena nilai R/C ratio

masing-masing pelaku > 1. Pelaku dalam rantai nilai mangga gedong gincu di Kabupaten Majalengka terdiri atas 9 pelaku dan membentuk 9 pola pemasaran. Pola saluran pemasaran yang ada di Majalengka mulai dari hulu sampai hilir hanya terdapat 2 pola, yaitu pola saluran pemasaran 1 dan pola pemasaran 6. Tingkat keuntungan secara nominal paling tinggi adalah petani. Ditinjau dari


(52)

marjin pemasaran, marjin keuntungan, bagian petani dan efisiensi pemasaran menyatakan bahwa saluran pemasaran 6 relatif lebih efisien dibandingkan

saluran pemasaran 1. Persamaan penelitian Suhaeni, dkk. dengan penelitian ini

sama-sama bertujuan untuk menganalisis rantai nilai. Perbedaannya terletak pada objek penelitian, dimana objek pada penelitian ini yaitu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul dan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode rantai pasok dan nilai tambah.

Penelitian yang dilakukan oleh Parlinah, Irawanti, Suka, dan Ginoga (2015), tentang Distribusi Nilai Tambah dalam Rantai Nilai Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai tambah yang diperoleh petani pada rantai nilai kayu sengon. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis rantai nilai dan distribusi nilai tambah. Hasil penelitian ini adalah keuntungan (nilai tambah) yang diperoleh petani pada rantai nilai kayu sengon model 2 (petani menjual langsung kayunya ke industri), dapat meningkatkan penghasilan sekitar 7% dibandingkan keuntungan petani yang diperoleh pada rantai nilai kayu sengon model 1. Namun demikian, keuntungan tersebut baru dinikmati oleh petani setelah menunggu enam tahun sejak investasi, sedangkan keuntungan pelaku lain dapat diperoleh dalam waktu relatif singkat (mingguan atau bulanan). Ketidakseimbangan distribusi nilai tambah yang terjadi pada kedua rantai nilai kayu sengon disebabkan oleh perbedaan aktivitas yang dilakukan, risiko yang dihadapi dan penguasaan informasi pasar. Persamaan


(53)

untuk mengetahui nilai tambah. Perbedaannya terletak pada objek penelitian, dimana objek pada penelitian ini yaitu pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, Gunungkidul dan metode yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu metode rantai pasok dan rantai nilai.

TABEL 2.1. Penelitian Terdahulu

No. Nama Judul Metode

Penelitian Hasil Penelitian 1. Sopadang,

Tippayawong and Chaowarut (2012) Application of Value Chain Management to Longan Industry Supply Chain Operations Reference (SCOR) dan

Value Chain Analysis (VCA)

 Masalah yang ditemukan

dalam penelitian ini adalah terkait dengan biaya produksi yang meningkat. Serta di penelitian ini dalam aspek eksportir lebih diuntungkan

dibandingkan petani buah

lengkeng pada bagian outbond

logistic.

2. Zhou (2013) Research on

Logistics Value Chain Analysis and Competitiveness Construction for Express Enterprises Value Chain Analysis (VCA)

 Adanya posisi strategis,

jaringan yang optimal, nilai tambah jasa, dan evaluasi kinerja saling berhubungan

dan berdampak pada

pengiriman produk


(1)

kerja produksi, ukir dan finishing selama proses pembuatan produk set meja dan kursi

makan sekitar 6-7 hari rata-rata sebesar Rp

420.000,00.

TABEL 10.

Perhitungan Nilai Tambah Produk Tempat Tidur dari Kayu Jati di Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 2 Menggunakan Pola Finishing Sending dan Melamin serta Pola Finishing Klasik

No. Pelaku dalam rantai nilai

Penerimaan (Rp/unit)

Nilai Tambah (Rp/unit) (%) 1. Petani Rp 253.600,00 Rp 253.600,00 2. Pedagang Kayu Rp 390.500,00 Rp 136.900,00 54%

3. IKM:

Tempat Tidur Rp 2.260.000,00 Rp 1.869.500,00 479% Sumber: Data Primer (diolah), 2016

Pada tabel 10. menunjukkan nilai

tambah terbesar diterima oleh Industri Kecil

dan Menengah dengan nilai tambah rata-rata

sebesar Rp 1.869.500,00 (479%) per unit

untuk produk tempat tidur menggunakan

pola finishing sending dan melamin atau pola

finishing klasik, artinya untuk setiap 1 unit produk tempat tidur dapat memberikan nilai

tambah kepada pelaku IKM rata-rata sebesar

Rp 1.869.500,00 (479%) baik menggunakan

pola finishing sending dan melamin atau pola

finishing klasik.

Nilai tambah tersebut meliputi biaya

tenaga kerja produksi rata-rata sebesar Rp

190.000,00, biaya tenaga kerja finishing

rata-rata sebesar Rp 200.000,00, biaya bahan

penolong rata-rata sebesar Rp 160.100,00

untuk pola finishing sending dan melamin serta Rp 102.800,00 untuk pola finishing klasik, biaya penggergajian rata-rata sebesar

Rp 29.400,00, biaya penyusutan alat rata-rata

sebesar Rp 51.200,00, biaya tenaga kerja

pengangkut rata-rata sebesar Rp 50.000,00,

biaya tenaga kerja ukir rata-rata sebesar Rp

150.000,00 serta biaya konsumsi tenaga

kerja produksi, ukir dan finishing selama proses pembuatan produk tempat tidur

sekitar 5 hari rata-rata sebesar Rp


(2)

TABEL 11.

Perhitungan Nilai Tambah Mebel Kayu Jati untuk Produk Kusen Pintu di Setiap Pelaku Rantai Nilai Model 2

No. Pelaku dalam rantai nilai

Penerimaan (Rp/unit)

Nilai Tambah (Rp/unit) (%) 1. Petani Rp 126.800,00 Rp 126.800,00 2. Pedagang Kayu Rp 195.200,00 Rp 68.400,00 54%

3.

IKM:

Kusen Pintu Rp 604.200,00 Rp 409.000,00 210% Sumber: Data Primer (diolah), 2016

Pada tabel 5.44. menunjukkan nilai

tambah terbesar diterima oleh Industri Kecil

dan Menengah dengan nilai tambah rata-rata

sebesar Rp 409.000,00 (210%) per unit

untuk produk kusen pintu, artinya untuk

setiap 1 unit produk kusen pintu dapat

memberikan nilai tambah kepada pelaku

IKM rata-rata sebesar Rp 409.000,00

(210%).

Nilai tambah tersebut meliputi biaya

tenaga kerja produksi rata-rata sebesar Rp

45.000,00, biaya bahan penolong rata-rata

sebesar Rp 13.300,00, biaya penggergajian

rata-rata sebesar Rp 14.700,00, biaya

penyusutan alat rata-rata sebesar Rp

25.600,00, biaya tenaga kerja pengangkut

rata-rata sebesar Rp 10.000,00, dan termasuk

juga biaya konsumsi tenaga kerja produksi

selama proses pembuatan produk kusen pintu

sekitar sehari rata-rata sebesar Rp 50.000,00.

PENUTUP Simpulan

Berdasarakan hasil penelitian dan

pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

Rantai pasok industri pengolahan kayu pada

sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan

Kecamatan Ponjong, Gunungkidul terdiri

dari 2 model. Model 1 terdiri dari petani -

pemilik jasa penggergajian - pelaku IKM -

konsumen. Model 2 terdiri dari petani -

pedagang kayu - pemilik jasa penggergajian -

pelaku IKM - konsumen.

Rantai nilai industri pengolahan kayu pada


(3)

Kecamatan Ponjong, Gunungkidul

melibatkan 4 pelaku utama petani dan

pedagang kayu sebagai penyedia bahan baku,

pemilik jasa penggergajian sebagai penyedia

jasa penggergajian dan pelaku IKM.

Pengadaan bahan baku yang digunakan

untuk membuat mebel berasal dari daerah

setempat. Teknologi yang digunakan sudah

tergolong modern, sehingga mampu untuk

menghasilkan produk yang berkualitas baik

dan menekan biaya. Pelatihan Sumber Daya

Manusia melalui pelatihan masih perlu

ditingkatkan lagi agar menambah

keterampilan. Akses pasar masih kurang

memadai, karena kurangnya pengetahuan

pelaku IKM terhadap teknologi informasi.

Nilai tambah terbesar pada tahapan rantai

nilai industri pengolahan kayu pada sentra

IKM mebel kayu di Desa Genjahan

Kecamatan Ponjong, Gunungkidul diterima

oleh pelaku IKM.

Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan

oleh penulis terkait dengan analisis rantai

nilai industri pengolahan kayu pada sentra

IKM mebel kayu di Desa Genjahan

Kecamatan Ponjong, Gunungkidul dapat

disampaikan saran sebagai berikut :

Untuk petani kayu diharapkan untuk

mengikuti pelatihan agar menambah

pengetahuan cara membudidayakan pohon,

agar memiliki kualitas yang baik dan pelaku

IKM diharapkan juga untuk mengikuti

pelatihan agar mampu menambah

keterampilan sehingga mampu menciptakan

produk yang berkualitas baik dan berdaya

saing serta untuk pelaku rantai nilai

diharapakan informasi tentang harga dapat

diketahui oleh semua pelaku, agar tidak

terjadi diskriminasi harga.

Untuk pemerintah dan pihak-pihak terkait

diharapkan mampu memberikan dukungan

berupa pelatihan bagi pelaku IKM dan petani

kayu agar keterampilan dimiliki

berkembang, serta diharapkan mampu

membuat koperasi yang menyediakan bahan

penolong untuk pembuatan mebel kayu agar

harga bahan penolong tersebut dapat dibeli


(4)

Untuk peneliti selanjutnya diharapkan agar

meneliti lebih lanjut mengenai perhitungan

nilai tambah secara detail dan strategi

peningkatan pendapatan serta pola

pendampingan yang dapat diterapkan,

khususnya pada sentra IKM mebel kayu di

Desa Genjahan Kecamatan Ponjong,

Gunungkidul.

DAFTAR PUSTAKA

Anam, Khoirul, 2014, Analisis Rantai Nilai Susu Kambing di UD. Harokah Barokah Bogor, Skripsi, Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi, Agribisnis, Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Apriliyanti, Triana, 2014, Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Tahu Kuning di Sentra Industri Tahu Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal, Skripsi, Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.

Arjakusuma, Reza Satrya, Sri Hartoyo dan Idqan Fahmi, 2013, “Rantai Nilai pada Industri Susu Studi Kasus PT Cisura Mountain Dairy (CIMORY)”, Jurnal Manajemen dan Agribisnis, Volume 10 No. 1, Maret, Halaman 22-31.

Aulia, Giska Risky, 2012, Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pemasaran Usaha Industri Tahu di Kota Medan, Skripsi, Medan : Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Baihaqi, Akhmad, dkk., 2014, "Analisis Rantai Nilai dan Nilai Tambah Kakao Petani di Kecamatan Paya Bakong dan

Geurudong Pase Kabupaten Aceh Utara", Agrisep, Volume 15 No.2, Halaman 28-35.

Basuki, Agus Tri dan Nano Prawoto, 2014, Pengantar Teori Ekonomi, Cetakan Pertama, Mitra Pustaka Nurani, Yogyakarta.

Cakswindryandani, Ni Luh Putu Ravi, dkk., 2016, "Nilai Tambah pada Rantai Pasok Beras di Penebel Tabanan Bali", Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, Volume 4 No.2, Juni, Halaman 137-148.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta, 2016, Data Luas Hutan Rakyat 2011-2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta, 2016, Data Produksi Kayu Bulat 2011-2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta, 2016, Data Potensi IKM Mebel Kayu 2016 di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Disperindagkop, 2014, Kegiatan Unit Pendampingan Langsung (UPL) Provinsi

DIY Tahun 2014,

http://disperindag.jogjaprov.go.id/berita- 553-kegiatan-unit-pendampingan-

langsung-upl-provinsi-diy-tahun-2014.html. Diakses tanggal 9 Oktober 2016 pk 19.28 WIB.

Disperindagkop dan UKM Daerah Istimewa Yogyakarta, 2016, Data IKM 2011-2015 di DIY.

Febriarni, U., 2015, Produk Gunungkidul

Kalah Bersaing,

http://www.solopos.com/2015/07/12/ind ustri-mebel-produk-gunungkidul-kalah-bersaing-623186. Diakses tanggal 9 Oktober 2016 pk 19.32 WIB.


(5)

Hidayat, Syarif, dkk., 2012, "Modifikasi Metode Hayami untuk Perhitungan Nilai Tambah pada Rantai Pasok Agroindustri Kelapa Sawit", Jurnal Teknologi Industri Pertanian , Halaman 22-31.

Irianto, Heru dan Emy Widiyanti, 2013, "Analisis Value Chain dan Efisiensi Pemasaran Agribisnis Jamur Kuping di Kabupaten Karanganyar", SEPA, Volume 9 No. 2, Februari, Halaman 260-272.

Joesron, T. S., dan M. Fathorrazi, 2012, Teori Ekonomi Mikro, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Kairupan, Grace A., dkk., (2016), "Analisis Nilai Tambah Akarwangi pada Industri Minyak Atsiri di Kabupaten Minahasa Utara".

Kuncoro, Mudrajad, 2007, Ekonomika Industri Indonesia, Menuju Negara Industri Baru 2030, C.V Andi Offset, Yogyakarta.

Mangifera, Liana, 2015, "Analisis Rantai Nilai (Value Chain) pada Produk Batik Tulis di Surakarta", BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis, Volume 19 No. 1, Juni, Halaman 24-33.

Noviantari, Khairunnisa, 2015, "Analisis Rantai Pasok dan Nilai Tambah Agroindustri Kopi Luwak di Provinsi Lampung", Volume 3 No. 1, Januari, Halaman 10-17.

Parlinah, Nunung, 2015, "Distribusi Nilai Tambah dalam Rantai Nilai Kayu Sengon (Paraserianthes Falcataria) dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Indonesia", Maret, Halaman 77-87.

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 78/M-IND/PER/9/2007 Tentang

Peningkatan Efektifitas Pengembangan IKM melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One Product) di

Sentra Industri,

http://indagkop.kaltimprov.go.id/detailpo st/2013-11-13/rapat_koordinasi_ovop. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2016 pk 14.30 WIB.

Purwanto, Agus Budi, 2010, Industri Kayu Gunungkidul?:

https://agusbudipurwanto.wordpress.com /2010/03/12/industri-kayu-gunungkidul/. Diakses tanggal 9 Oktober 2016 pk 19.18 WIB.

Sanusi, Anwar, 2011, Metodologi Penelitian Bisnis, Cetakan Ketiga, Salemba Empat, Jakarta.

Sopadang, Apichat, Korrakot Y. Tippayawong dan Woramol Chaowarut, 2012, "Application of Value Chain Management to Longan Industry", American Journal of Agricultural and Biological Sciences, Juli, Halaman 301-311.

Sugiono, 2015, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung.

Suhaeni, dkk., 2015, "Value Chain Agribisnis Mangga Gedong Gincu (Mangifera Indica L) di Majalengka", Jurnal Agraris, Volume 1 No. 2, Juli, Halaman 125-135.

Sukirno, Sadono, 2005, Mikro Ekonomi Teori Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Tarigan, R, 2004, Ekonomi Regional, Bumi Angkasa, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian,


(6)

http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText /2014/3TAHUN2014UU.HTM. Diakses tanggal 10 Oktober 2016 pk 04.53 WIB.

Zhou, Xingjian, 2013, "Research non Logistics Value Chain Analysis and Competitiveness Construction for Express Enterprises", American Journal

of Industrial and Business Management, Maret, Halaman 131-135.


Dokumen yang terkait

Profil Industri Pengolahan Kayu

1 70 8

Strategi pemasaran mebel kayu studi kasus Sentra Pedagang Mebel di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan

0 12 67

DAMPAK KELANGKAAN PASOKAN BAHAN BAKU KAYU JATI SUPER DAMPAK KELANGKAAN PASOKAN BAHAN BAKU KAYU JATI SUPER TERHADAP KEGIATAN USAHA INDUSTRI KECIL MEBEL KAYU (STUDI KASUS PADA BEBERAPA UNIT USAHA KECIL MEBEL KAYU DI DESA TIRTONIRMOLO, KECAMATAN KASIHAN, K

0 2 15

PENDAHULUAN DAMPAK KELANGKAAN PASOKAN BAHAN BAKU KAYU JATI SUPER TERHADAP KEGIATAN USAHA INDUSTRI KECIL MEBEL KAYU (STUDI KASUS PADA BEBERAPA UNIT USAHA KECIL MEBEL KAYU DI DESA TIRTONIRMOLO, KECAMATAN KASIHAN, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKART

1 5 20

KESIMPULAN DAN SARAN DAMPAK KELANGKAAN PASOKAN BAHAN BAKU KAYU JATI SUPER TERHADAP KEGIATAN USAHA INDUSTRI KECIL MEBEL KAYU (STUDI KASUS PADA BEBERAPA UNIT USAHA KECIL MEBEL KAYU DI DESA TIRTONIRMOLO, KECAMATAN KASIHAN, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA

0 3 13

PERANAN TRADE EXHIBITION DAN KINERJA PEMASARAN SENTRA INDUSTRI MEBEL KAYU DI KECAMATAN KALIJAMBE Peranan Trade Exhibition Dan Kinerja Pemasaran Sentra Industri Mebel Kayu Di Kecamatan Kalijambe.

0 1 14

PENDAHULUAN Peranan Trade Exhibition Dan Kinerja Pemasaran Sentra Industri Mebel Kayu Di Kecamatan Kalijambe.

0 2 8

PERANAN TRADE EXHIBITION DAN KINERJA PEMASARAN SENTRA INDUSTRI MEBEL KAYU DI KECAMATAN KALIJAMBE Peranan Trade Exhibition Dan Kinerja Pemasaran Sentra Industri Mebel Kayu Di Kecamatan Kalijambe.

0 1 13

ANALISIS SWOTPADA INDUSTRI KECIL KAYU MEBEL DI KELURAHAN JOYOTAKAN SURAKARTA.

0 0 7

ANALISIS NILAI TAMBAH UBI KAYU SEBAGAI BAHAN BAKU KRECEK SINGKONG DI SENTRA INDUSTRI KRECEK SINGKONG BEDOYO KECAMATAN PONJONG KABUPATEN GUNUNGKIDUL.

0 3 14