MODEL PENENTUAN INDEKS DAYA SAING INDUSTRI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Sektor industri adalah komponen utama dalam pembangunan ekonomi

nasional. Dimana sektor tersebut yang bukan hanya menyumbang output yang besar
terhadap perekonomian, tetapi juga mampu menyumbang dalam penyerapan tenaga
kerja. Semakin mengglobalnya kondisi perekonomian telah berdampak pada
hubungan ekonomi antar negara di dunia semakin tidak mengenal batas-batas wilayah
secara geografis. Globalisasi telah menyebabkan hilangnya batas ekonomi antar
negara di dunia. Sehingga kondisi ini membuat dunia bisnis Indonesia semakin
menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun luar negeri.
Tantangan yang berasal dari dalam negeri ditandai oleh persaingan antar
perusahaan atau industri dalam bentuk perang harga, promosi, pelayanan purna jual,
dan sebagainya. Sedangkan tantangan yang berasal dari luar negeri, ditandai oleh
masuknya produk-produk luar negara ke Indonesia dengan harga lebih kompetitif,
kualitas lebih baik, desain lebih menarik, dan sebagainya. Menghadapi kondisi seperti
ini, setiap perusahaan harus efisien agar mampu bersaing dengan produk-produk dari

luar negeri tersebut. Keunggulan bersaing hanya akan diperoleh, jika mereka mampu
menyajikan proses yang lebih baik, produk yang lebih berkualitas dan dengan harga
lebih kompetitif.
Kondisi lingkungan bisnis telah mengalami turbulensi yang sangat berbeda
dibanding dengan masa-masa sebelumnya. Turbulensi kondisi lingkungan bisnis
tersebut memerlukan peningkatan daya saing dari setiap pelaku bisnis. Konsep daya
saing berkaitan dengan kemampuan meningkatkan posisi tawar (bargaining position)
dalam memaksimalkan pencapaian tujuan (Salvator, 1996). Sejak dekade 90-an,
turbulensi lingkungan bisnis telah mendorong berbagai perusahaan untuk tetap
bertahan dan bahkan lebih maju lagi. Mereka memfokuskan perhatiannya pada upaya
penciptaan laba dan pertumbuhan bisnis. Sehingga mereka yang hanya beroperasi di

2

pasar domistik lambat laun akan mengalami persaingan sengit, karena pasar domistik
tidak ada lagi kecuali hanyalah pasar global.
Menghadapi kondisi persaingan yang semakin sengit dan keras, setiap
perusahaan harus memiliki kemampuan membuat produk yang sesuai dengan
kebutuhn dan keinginan pasar.


Dibanding pesaing, produk yang dihasilkan

perusahaan harus lebih berkualitas dan dijual dengan harga lebih kompetitif. Oleh
sebab itu, pembangunan daya saing industri harus mendapat perhatian dari pihak
pengusaha sendiri, pemerintah, industri pendukung

dan industri terkait lainnya

(Wiyadi, 2008).
Pembangunan industri harus dilakukan secara terpadu dan saling terkait di
antara industri kecil, menengah dan besar. Sebab kebijakan pembangunan secara
sektoral oleh pihak pemerintah tidak dapat dibeda-bedakan menurut skala industri
(Tambunan, 2003). Dan dalam jangka panjang arah pembangunan industri
dimaksudkan untuk menciptakan peluang pasar baru di peringkat domestik ataupun
internasional, menambah kesempatan kerja, menciptakan nilai tambah dan
meningkatkan daya saing industri.
Persoalan daya

saing perusahaan atau industri senantiasa terkait dengan


strategi bersaing yang berorientasikan kepada harga rendah dan pembedaan produk
(Porter, 1990). Dimana daya saing ialah kemampuan suatu industri atau perusahaan
untuk memperoleh keunggulan kompetitif dengan mendasarkan pada kondisi faktor;
kondisi permintaan; strategi perusahaan dan struktur persaingan; serta industri
pendukung dan industri terkait. Untuk mengetahui bagaimana suatu industri mampu
bersaing di pasar yang semakin kompetitif, maka perlu dilakukan pengukuran daya
saing.

Pengukuran daya saing industri didasarkan pada model diamond Porter,

dengan pertimbangan:
1. Model Porter bersifat dinamis dan komprehensif, dimana tidak hanya
mencakup kondisi faktor, tetapi juga dimensi penting lainnya secara simultan.
2. Daya saing berkaitan dengan konsep keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif, dimana model Porter mencakup keduanya yang dinyatakan dalam

3

empat diamond. Namun ia lebih mengutamakan pada konsep keunggulan
kompetitif.

3. Model Porter berasumsi bahwa peranan pemerintah adalah kecil atau bahkan
tidak diperhitungkan. Sehingga dalam era globalisasi setiap perusahaan harus
mempunyai keunggulan kompetitif tanpa menggantungkan pada pemerintah.
4. Satu kelemahan model Porter ialah tidak dapat diterapkan pada aktivitas
multinasional secara baik, sehingga model ini lebih sesuai untuk IKM.
5. Walaupun Porter lebih memfokuskan pada

daya saing peringkat negara,

namun juga dapat digunakan pada peringkat industri atau perusahaan.
Lokasi penelitian yang dipilih adalah di kawasan Jawa Tengah, karena: (1)
kebanyakan sektor industri yaitu sebanyak 73.5 persen masih berada di Pulau Jawa
dan Bali, dimana 26.0 persen diantaranya berada di Jawa Tengah (BPS, 2004); (2)
Jawa Tengah berada di peringkat ke empat dalam daya saing daerah di Indonesia
setelah wilayah DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Jawa Timur (Abdullah dkk,
2003); dan (3) Jawa Tengah berada pada posisi yang strategis di antara propinsi lain
di pulau Jawa, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Jogyakarta.
Dalam rangka mengembangkan industri agar mampu bersaing di pasar global
perlu ditentukan daya saingnya. Penentuan daya saing industri menggunakan angka
indeks yang dibentuk berdasarkan model diamond Porter. Atas dasar ini, peneliti

melakukan penelitian dengan judul: “Model Penentuan Indeks Daya Saing Industri.”

1.2. Perumusan Masalah
Liberalisasi ekonomi dan globalisasi telah mendorong para pelaku bisnis
untuk melakukan pembaruan secara cepat, sehingga berdampak luas terhadap
perekonomian suatu negara atau daerah. Dampak yang paling terasa adalah semakin
ketatnya persaingan di sektor industri. Untuk membangun sektor industri agar mampu
berkembang di pasar yang semakin kompetitif dan menjadikannya sebagai motor
penggerak perekonomian di masa depan, maka mereka harus berdaya saing tinggi.
Daya saing harus didukung oleh struktur yang kuat, nilai tambah dan produktivitas

4

yang tinggi di sepanjang rantai nilai produksi, serta kepemilikan sumber daya
produktif.
Peningkatan daya saing industri secara berkelanjutan mendasari struktur
ekonomi yang kuat dalam bentuk stabilitas ekonomi makro, iklim usaha dan investasi
yang sehat. Ke depan perkembangan industri harus dibarengi dengan peningkatan
kesejahteraan kepada para stake holders dengan tetap melestarikan lingkungan alam
di sekitarnya.

Pembangunan industri adalah bagian integral dari pembangunan nasional dan
harus mampu memberikan kontribusi yang berarti terhadap pembangunan ekonomi,
sosial-politik maupun budaya. Maka dalam pembangunan industri harus ditujukan
pula untuk mengatasi permasalahan nasional lainnya, seperti: tingginya angka
pengangguran dan kemiskinan, rendahnya pertumbuhan ekonomi, melambatnya
perkembangan ekspor, lemahnya sektor infrastruktur, dan kurangnya penguasaan
teknologi.
Peranan sektor industri terhadap perekonomian wilayah sangat tergantung
pada tingkat daya saingnya. Upaya meningkatkan daya saing industri perlu dilakukan
secara terpadu oleh para pelaku bisnis, pemerintah, maupun lembaga swasta lainnya
berdasarkan potensi yang dimiliki. Peningkatan daya saing industri dimaksudkan
untuk menciptakan peluang pasar, menambah kesempatan kerja, menciptakan nilai
tambah, meningkatkan nilai ekspor, dan sebagainya.
Beberapa persoalan yang sedang dihadapi sektor industri, yaitu: (1) tingginya
ketergantungan kepada impor bahan dan suku cadang; (2) masih lemahnya
keterkaitan antara sektor industri dengan sektor ekonomi lainnya; (3) adanya
dominasi ekspor produk oleh beberapa cabang industri tertentu; (4) kebanyakan
kegiatan sektor industri berada di P. Jawa; (5) masih lemahnya peranan kelompok
industri (IKM) dalam sektor perekonomian. Berdasarkan penjelasan di atas,
permasalahan penelitian dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Bagaimana status daya saing industri berdasarkan indeks yang dibentuk
dengan merujuk pada model diamond Porter ?
2. Adakah perbedaan rata-rata daya saing di antara kelompok industri ?

63

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David. 1989. Managing assets and skills: The key to a sustainable competitive
advantage. California Management Review, Winter: 91-106.
Adam Smith. 1971 (1776), An Inquairy into The Nature and Causes of the wealth of
Nation. Oxford: Clarendon Press.
Ajitabh Ambastha, K. Momaya. 2002. Competitiveness of Firms: Review of Theory,
frameworks, and Models. Singapore Management Review, Volume 26 No. 1,
pp 45-61
Alberto Petroni. 2000. The Future of Insurance Industry in Italy: Determinant of
Competitiveness in the 2000s. Futures 32 (2000) 417 – 434.
Doz, Yves L, Dan C.K. Prahalad. 1987. Multinational Mission. The Free Press, New
York.
Franke, Richard H., G Hofstede, and M Bond. 1991. Cultural roots of economic

performance: A research note. Strategic Management Journal, 12: 165-173.
Grant, R.M. 1991. The Resource-Based Theory of Competitive Advantage:
Implications for Strategy Formulation. California Management Review.
33(3), P.114-135.
Grant R.M. 1991. Porter’s Competitive Advantage of Nation: An Assessment.
Strategic Management Journal 12 (7): 535-548.
Grossman, G.M. dan E. Helpman. 1993. Innovation and Growth in the Global
Economy, Cambridge, Mass.: the MIT Press
Hashi, Iraj. Hajdukovic, D and Luci, Erjon. 2005. Can Government Policy Influence
Industrial Competitiness: Evidence From Poland and the Cech Republic.
Kertas kerja dibentang di end-of-project Conference as a factor of
Integration: Indetifiying Challengers of
European Market. Brussel
November 2005.
Heckscher dan Ohlin. 1949. The effect o foreign trade on distribution of income. In
Howard. S. Ellis & Lioyd A. Metzle, editors, Reading in the theory on
international trade. Homewood Irwin.
Hofstede, G. 1980. Culture’s Consequences: International Differences in Workrelated Values. Beverly Hills, California: Sage Publications.

64


Hofstede, G. 1983. Dimensions of national cultures in fifty countries and three
regions, in Expiscations in Crosscultural Psychology, J. B. Deregowski, S.
Dziurawiec, and R. C. Annis, eds., Lisse, Netherlands: Swets and Zeitlinger:
335-355. 131.
Hofstede, G. and M. H. Bond. 1988. The Confucius connection: From cultural roots
to economic growth, Organizational Dynamism, 16: 4-21.
Kennedy, Paul. 1987. The Rise and Fall of Great Powers. New York: Random
House.
Klaus Frohberg, Monica Hartman. 1997. Comparing Measures of Competitiveness.
Discussion Paper No. 2. pp 1-16. Institute of Agricultural Development in
Central and Eastern Europe.
Krugman. 1979. Increasing Returns, Monopolistic Competition and International
Trade. Journal of International Economics, 9 : 469-479.
Leontief. 1953. Domestic Production and Foreign Trade. The American Capital
Position Reeximained. Proceeding of The American Phisophical Society 97 :
331 – 349.
Lancaster, Kevin J. 1979. Variety, equity and efficiency. New York: Columbia
University Press.
Linder, S. 1961. An Essay on Trade Transformation. New York: John Wiley.

Mahmoud, Essam, Gillian Rice, and Gary Anders. 1992. Quality improvement
programs: Tools for international competitive advantage. International
Executive, 34 (4): 305-320.
Mahoney, Joseph T. and Pandian, J. Rajendran. 1992. The resource based view
within the conversation of strategic management. Strategic Management
Journal, 13: 363-380.
Mathur, Shiv Sahai. 1992. Talking straight about competitive strategy. Journal of
Marketing Management, 8:199-217.

Moon, Rugman, dan Verbeke. 1998. The Generalized Double Diamond Approach to
The Global Competitiveness of Korea and Singapure. International
Business Review, 7: 135-150.
Nachum, Lilach. 1998. Do The Diamond of Foreign Countries Shape The
Competitiveness of Firms? A Case Study of The Swedish Engineering
Consulting Industry. Scand. J. Mgmt. Vol. 14, No. 4, pp. 459-478.

65

Nelson, R. 1992. Recent Writings on Competitiveness: Boxing the Compass.
California Management Review, 34(2), P.127-137.

Ohlin, B. 1933. Interregional and International Trade, Harvard University Press,
Cambridge, Mass.
Ozlem Oz. 2002. Assessing Porter’s framework for national advantage: the case of
Turkey. Journal of Business Research 55 (2002) 509– 515.
Pi-ying, P. and Lai. 2005. The Competitiveness of Real Estatte Industry in Taiwan.
National Pingtung Institut of Commerce. Taiwan.
Porter, M.E. 1985. Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior
Performance. The Free Press, New York.
Porter, M.E. and Miller, V. 1985. How information gives you competitive advantage.
Harvard Business Review, 63, 4, 149-160.
Porter, M.E. 1986. Competition in global industries: A conceptual framework. In
M.E. Porter (Ed). Competition in global industries. Boston, MA: Harvard
Business School Press.
Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations, Free Press, New York.
Powell, Thomas C. 1992a. Organizational alignment as competitive advantage.
Strategic Management Journal, 13: 119-134.
Powell, Thomas C. 1992b. Strategic planning and competitive advantage, Strategic
Management Journal, 13: 551-558.
Ricardo, David. 1971 (1817). The Principles of Political Economic and Taxation.
Baltimore, Penguin.
Rugman dan D’Cruz. 1993. The Double Diamond Model of International
Competitiveness: Canada’s Exsperience. Management International Review,
33 (3):17-39.
Saaty, T. L. 1980. The Analytical Hierarchy Process, New York: McGraw-Hill.
Thomas W.Y. 1997. Conceptualization of SME’s Competitiveness: A Focus on
Entrepreneurial Competenceis. Department of Management The Hong Kong
Polytechnic University.

66

UNDP. 2002. Human Development Report, United Nation, Oxford University Press,
NY.
Van Dijk. 2000. Beyond the informal elephant : competitiveness of micro and small
enterpises in the MENA region.
Van Rooyen, C.J. Esterhuizen, D. Haese, L.D’. 2000. Determinant of
Competitiveness in The South Africa Agro-Food and Fibre Complex.
Agricultural Business Chamber (ABC) and the Agricultural Research
Council (ARC), Pretoria.
Vernon, Raymond. 1996. International investment nad international trade in the
product cycle. Quarterly Journal of Economic. Mei: 190-207.
Waheeduzzaman, A.N.M. and Ryans, J.J.Jr. 1996. Definition, Perspectives, and
Understanding of International Competitiveness: a Quest for a Common
Ground. Competitiveness Review, 6(2), P.7-26.
Williams, Jeffrey R. 1992. How sustainable is your competitive advantage?
California Management Review (Spring), 29-51.
Wiyadi. 2007. Kajian daya saing industri batik di Surakarta sebagai sentra penghasil
komoditi unggulan daerah. Laporan Hasil Penelitian P3SWOT. Depdiknas.
Jakarta.
Wiyadi. 2008. Daya Saing Industri Skel Kecil dan Sederhana di Jawa Tengah
Indonesia. Disertasi Program Doktor Falsafah Ekonomi. Fakuti Ekonomi
dan Perniagaan Universiti Kebangsaan Malaysia.
Yip, George S. 1989. Global strategy: In a world of nations. Sloan Management
Review, 29-40.

67

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH
FUNDAMENTAL

MODEL PENENTUAN INDEKS DAYA SAING
INDUSTRI

Oleh

Drs. Wiyadi, MM, Ph.D
Dra. Rina Trisnawati, Msi, Ak, Ph.D
Dra. Erma Setiawati, Ak., MM

DIBIAYAI OLEH DP2M
DENGAN SURAT PERJANJIAN NO: 074/SP2H/PP/DP2M/IV/2009
DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN TINGGI
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL RI

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
OKTOBER 2009

i

RINGKASAN DAN SUMMARY

Penelitian ini merupakan tindak lanjut dari “Kajian daya saing industri
batik di Surakarta sebagai sentra penghasil komoditi unggulan daerah”. Secara
umum penelitian bertujuan membentuk model penentuan indeks daya saing
industri. Secara khusus bertujuan menentukan indeks dan menganalisis status
daya saing industri menurut dimensi dan kelompok industri, dimana para peneliti
terdahulu belum ada yang melakukannya. Sebuah industri berdaya saing tinggi,
jika memiliki indeks lebih dari 200. Demikian pula setiap dimensi berdaya saing
tinggi, jika memiliki indeks lebih dari 50. Penelitian ini juga menganalisis
perbedaan daya saing di antara kelompk industri yang diteliti. Penelitian
dilakukan dengan direct survey terhadap 399 IKM penghasil produk unggulan
daerah di Jawa Tengah dengan mendasarkan pada model diamond Porter. Peneliti
berhasil membentuk sebuah model penentuan indeks daya saing industri
(penelitian tahun pertama) dan mengembangkan model pemberdayaan industri
yang berdaya saing (penelitian tahun kedua). Berdasarkan hasil analisis, status
daya saing industri di Jawa Tengah tinggi dengan nilai indeks sebesar 262,83.
Sedangkan secara parsial kelompok industri kecil memiliki indeks daya saing
lebih besar dibanding dengan dengan industri menengah (264,48 > 261,31).
Berarti kelompok industri kecil lebih berdaya saing dibanding dengan industri
menengah. Selanjutnya dengan menggunakan analisis Independent Sample T test
ternyata tidak ada perbedaan rata-rata daya saing antara kelompok industri kecil
dengan industri menengah. Berarti secara statistik rata-rata indeks daya saing
kedua kelompok industri tersebut adalah sama.
Kata Kunci: Indeks Daya Saing Industri, Industri Kecil dan Menengah.

iii

SUMMARY

This study is developed from the research which title is “The study of batik
industrial competitiveness in Surakarta as the center of competitiveness
commodity regions". The study aims to establish the determining model industry
competitiveness index. Specifically, the study aims to determine the index status
and analyze the industrial competitiveness from dimensions and industry groups,
which previous studies did not do them. The highly competitiveness industry, if it
has more than 200 index. Similarly, the dimension highly competitiveness, if it has
more than 50 number index. This study also analyzes the differences of industrial
competitiveness among industries. Research done by direct survey to 399 SMI
which produce core products in the areas of Central Java based on Porter's
diamond model. This study can form model for determining industry
competitiveness index (the first year of research) and develop a model of
empowerment competitive industry (the second year of research). Based on the
results of the analysis, the status of industrial competitiveness in the Central Java
have index value amount 262.83. It is highly competitiveness. By the way, the
small industry groups have the index competitiveness more highly compared with
medium industries (264.48 > 261.31). It shows that the small industry groups
have more competitive than the medium industries. So, by used the Independent
Sample T test, it shows there is no difference competitiveness average of small
industry groups and medium industries. So the average of competitiveness index
in both groups are same significantly
Keywords: Industry’s Competitivebess Index, Small and Medium Industries

iv

PRAKATA
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, peneliti telah menyelesaikan
Laporan Hasil Penelitian Hibah Fundamental dengan judul “Model Penentuan
Indeks Daya Saing Industri”. Peneliti merasa telah banyak memperoleh bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Sehingga pada kesempatan ini peneliti ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak
yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga
terselesaikannya penulisan laporan penelitian hibah fundamental ini.
Ucapan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya,
peneliti sampaikan kepada:
1. DP2M Dirjen. Dikti. Depdiknas yang telah memfasilitasi penelitian ini.
2. Ketua LPPM UMS yang telah memberikan informasi serta membantu
kelancaran pelaksanaan kegiatan penelitian ini.
3. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah
memotivasi demi terselesaikannya penyusunan laporan hasil penelitian.
4. Para pengusaha industri kecil dan menengah di kawasan propinsi Jawa Tengah
yang ditengah kesibukannya berkenan dijadikan responden dan sekaligus
membantu memberikan berbagai informasi dan data yang diperlukan melalui
kuesioner yang diberikan.
5. Berbagai pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
Dengan segala keterbatasan peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa
hasil penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan. Namun peneliti berharap,
bahwa hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian berikutnya dan
dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan industri dan ilmu ekonomi
khususnya serta ilmu-ilmu yang lain pada umumnya.

Surakarta, 31 Oktober 2009

Peneliti

v

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN

……………………………………………….

i

RINGKASAN DAN SUMMARY …………………………………………… ii
PRAKATA …………….……………………………………………………… iv
DAFTAR ISI …………………………….…………………………………….

v

DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. vi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… vii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. viii
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 5
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ……………………….. 35
BAB IV METODE PENELITIAN ………………………………………….... 36
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………... 42
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………… 58
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 63
LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1: Berbagai Pengertian Daya Saing Industri atau Perusahaan ............

6

Tabel 4.1: Distribusi Sampel Penelitian ......................................……….......

37

Tabel 5.1: Peran Industri manufaktur Terhadap Penciptaan PDRB,
Penyerapan Tenaga Kerja, Nilai Produksi, dan Nilai Investasi
Tahun 2002 – 2006 .............................………………................

42

Tabel 5.2: Distribusi Responden Menurut Umur Pengusaha .......................

43

Tabel 5.3: Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Pengusaha ..

44

Tabel 5.4: Distribusi responden menurut pengalaman pengusaha ...............

45

Tabel 5.5: Distribusi Responden Menurut Jenis Peralatan Yang Digunakan .

46

Tabel 5.6: Distribusi Responden Menurut Orientasi Strategi Bersaing .........

47

Tabel 5.7: Distribusi Responden Menurut Bantuan Pemerintah ...................

48

Tabel 5.8: Distribusi Responden Menurut Skala Industri ..............................

49

Tabel 5.9: Peringkat Dimensi Daya Saing Industri di Jawa Tengah ............ .

50

Tabel 5.10: Peringkat Unsur Setiap Dimensi Daya Saing Industri ...............

51

Tabel 5.11: Hasil Penentuan Indeks Daya Saing Industri ..............................

54

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1: Diamond keunggulan bersaing Porter ..……..............................

11

Gambar 2.2: Kerangka Pemikiran .......................................................……….

32

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Kuesioner

Lampiran 2.

Binomial Test

Lampiran 3.

Independent Samples T Test

Lampiran 4.

Crosstab

ix

RINGKASAN DAN SUMMARY HASIL PENELITIAN
HIBAH FUNDAMENTAL TAHUN KE-1

MODEL PENENTUAN INDEKS DAYA SAING INDUSTRI
Oleh: Wiyadi, Rina Trisnawati, dan Erma Setiawati

Sebagai upaya menindaklanjuti penelitian sebelumya mengenai “Kajian daya saing
industri batik di Surakarta sebagai sentra penghasil komoditi unggulan daerah” berikut ini
ditingkatkan dengan menggali lebih dalam penelitian daya saing industri dengan ruang
lingkup yang lebih luas. Secara umum tujuan penelitian adalah membentuk model
penentuan indeks daya saing industri, dimana para peneliti terdahulu belum ada yang
menggunakan indeks untuk mengukur daya saing industri. Selain menentukan indeks daya
saing penelitian ini juga bertujuan menganalisis status daya saing

industri menurut

dimensi dan kelompok industri.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai
pihak. Terutama bagi pemerintah untuk dapat dijadikan dasar dalam memberdayakan dan
memperkuat daya saing industri. Sedangkan bagi para pengusaha dapat menjadi pendorong
untuk meningkatkan daya saing perusahaannya di pasar global. Dan dapat pula dijadikan
rujukan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian terkait dengan daya saing
industri di kawasan yang lebih luas.
Penelitian

daya saing industri ini merupakan penelitian terhadap beberapa

kelompok industri penghasil produk unggulan daerah di Jawa Tengah. Penentuan daya
saing industri menggunakan indeks yang dibentuk berdasarkan kerangka model diamond
Porter. Jika nilai indeks daya saing industri lebih dari 200 berarti berdaya saing tinggi.
Demikian pula jika nilai indeks daya saing setiap dimensi lebih dari 50 berarti berdaya
saing tinggi. Setelah ditentukan besarnya nilai indeks daya saing industri secara
keseluruhan, perlu pula ditentukan besarnya indeks daya saing menurut kelompok industri
yaitu kelompok industri kecil dan industri menengah. Sehingga penelitian ini juga
menganalisis perbedaan rata-rata daya saing di antara kelompk industri kecil dengan
industri menengah.
Akhirnya peneliti telah berhasil membentuk sebuah model penentuan indeks daya
saing industri (penelitian tahun pertama dengan obyek industri kecil dan menengah atau

2
IKM yang menghasilkan produk unggulan daerah di Jawa Tengah) dan perlu dilanjutkan
pada penelitian periode berikutnya dengan judul model pemberdayaan industri yang
berdaya saing (penelitian tahun kedua).
Penelitian ini dilakukan dengan direct survey terhadap 500 pengusaha yang tersebar
di wilayah propinsi Jawa Tengah dengan memperbaiki model diamond Porter. Dari seluruh
kuesioner yang disebar hanya ada 457 responden yang mengembalikan. Namun karena ada
sebagian kesioner yang pengisiannya tidak lengkap, sehingga yang dapat dianalisis tinggal
399 responden. Perbaikan model diamond Porter dalam bentuk (1) menambah unsur
sumber tenaga kerja pada dimensi kondisi faktor, (2) menambah unsur kewirausahaan
pada dimensi strategi perusahaan dan struktur persaingan, (3) menambahkan unsur media
promosi dan unsur distributor pada dimensi industri pendukung dan industri terkait, (4)
mengganti unsur modal dan unsur biaya produksi dengan unsur sumber modal dan unsur
biaya per unit produk pada dimensi kondisi faktor, (5) mengganti dengan unsur ukuran dan
pertumbuhan pasar dengan unsur loyalitas pelanggan dan cakupan pasar pada dimensi
kondisi permintaan.
Penentuan besarnya indeks daya saing dilakukan pada setiap perusahaan yang
dijadikan sampel penelitian, baik untuk setiap dimensi maupun total dari keempat dimensi
daya saing. Penentuan indeks daya saing industri dilakukan dengan cara mencari rata-rata
indeks dari seluruh perusahan yang dianalisis.
Berdasarkan hasil penentuan indeks, status daya saing industri di Jawa Tengah
berstatus tinggi dengan nilai indeks sebesar 262,83. Sedangkan untuk per kelompok
industri, bahwa kelompok industri kecil memiliki indeks daya saing lebih besar dibanding
dengan dengan kelompok industri menengah (264,48 > 261,31). Berarti kelompok industri
kecil lebih berdaya saing dibanding dengan kelompok industri menengah.
Setelah indeks daya saing industri terbentuk, tahap berikutnya membandingkan
rata-rata indeks daya saing kelompok industri kecil dengan kelompok industri menengah.
Dengan menggunakan analisis Independent Sample T test diperoleh hasil tidak ada
perbedaan yang signifikan antara rata-rata daya saing kelompok industri kecil dengan
kelompok industri menengah. Berarti secara statistik rata-rata indeks daya saing kedua
kelompok industri tersebut adalah sama.