Transformasi struktural dan pertumbuhan ekonomi antar daerah di Indonesia, 1969-1987

TRANSFORMASI STRUKTURAL
DAN PERTUMBUHAN EKONOMI ANTAR DAERAH
DI INDONESIA, 1969 - 1987

Oleh:
SUGENG BUDIHARSONO

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

1996

TRANSFORMASI STRUKTURAL
DAN PERTUMBUHAN EKONOMI ANTAR DAERAH
DI INDONESIA, 1969 - 1987

Oleh:
SUGENG BUDIHARSONO
$

85 525


Disertasi Sebagai salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
D o k t o r
Pada
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1996

Judul Disertasi: TRANSFORMASI

STRUKTURAL DAN

PERTUMBUHAN

EKONOMI ANTAR DAERAH DI INDONESIA,

1969-


1987
Nama Mahasiswa

:

Sugeng Budiharsono

Nomor Pokok

:

85 525
Menyetujui

(Prof. Dr Ir H, Lutfi Ibrahim Nasoetion)
Ketua

--

(Prof. Dr Ir H. Affendi Anwar)

Anggota

(Dr Ir Isang Gonarsyah)
Anggota

Ketua Program Studi
Pembangunan Wilayah
dan Pedesaaan

.of. Dr Ir H, Affendi Anwar)
Tanggal Lulus: 7 Pebruari 1995

(Dr Ir Alirahman)
Anggota

ABSTRACT
SUGENG BUDIHARSONO.
regional

Structural Transformation and Inter-


Economic Growth

(Supervised by

in

Indonesia, 1969

LUTFI I. NASOETION as

-

1987.

chairman, AFFENDI

ANWAR, ISANG GONARSYAH dan ALIRAHMAN as members).
The goals of this study are: (1) To learn disparity
and interregional economic growth, 1969-1987; (2) To know

sectoral linkage, especially besween industrial and
cultural sector, and the effects of

agri-

Penerimaan Asli Derah

(PAD), Inpres Dati I and other Inpres

to

interregional

structural transformaton and its impact to income distribution;

and (3) To search many alternatives of

development

strategy to


increase economic

regional

growth

and

income distribution.
Economic growth in provinces of West Region of
nesia

(Kawasan Barat

greater

Indonesia or

KBI)


is

Indo-

relatively

than in East Region of Indonesia (Kawasan Timur

Indonesia or KTI) caused by the good quality of human
souces, and the structure of manufacture and

re-

agricultural

more establish in KBI than in KTI.
In the period of oil boom,,1974 - 1982, the

economic


growth of provinces in KBI more rapidly thand KTI, because
of

many

provinces in KBI are oil

producers, as Aceh,

Riau, Sumatera Selatan and Jawa Barat.

The low

economic

growth of provinces in KBI was caused by several

factors,


such as the poor conditions of the human resources, lacks
of

means and infrastructures and the

programs

and

development projects

existing goverment

which

neglected

the

local institutions and entitlement.

This condition leads to increase interegional disparity, especially in the early of 1970 decade till the middle
of 1980 decade. But since 1983, the interregional disparity decline

compare with the previouse

period.

condition caused by the fluctuation of oil price
world

This
in the

market trend to decline, due to make decreasing of

oil income in several provinces in KBI.
The pattern of interregional structural transformation

in the period of 1969 - 1987 was distorted from the


normal of Chenery-Sirquin intercountries structural transformation. It was caused by the linkage of industrial and
agricultural

sector was relatively small, especially

in

production process and absorption of labor.
Many

of

industrial sector are

industry, which
intensive
not

used many imported

import

substitution

inputs and

capital

indstries. So, industrial sector growth

support

agricultural

absorb

many

sector

(rural).

sector growth

employments that

industrial sector
informal service

*

shift

and

sector

sector in urban led to make

group and regional disparities.

could not

from agricultural

Consequently, the unabsorbed
from agricultural

could

labor by
sifted

to

sectoral,

In order to minimize

the

disparities, many

regional

development policies

were

needed.
Inpres

(Inpres Dati

I dan other

generally, have significant effect to
and

Inpres) and

create production

labor structure and minimize income disparity, al-

though the quantities are small. So that, in the
the

PAD

future,

quantity of Inpres and PAD must be increased in many

ways.
To

overcome the problems as mentioned

as mentioned

above, it is suggested that development policies

in the

future be emphasized on rural development, especially
teh East Region of Indonesia through rural

on

industrialisa-

tion (agro based industry), beside hi tech industry.
To stimulate economic growth and income distribution,
the

acquired

of entitlement as social assets

guaranteed by the rearrangements of laws

and

should be
regulator.

It is an appropiate instruments to bring about the trickle
down effects.
The development models on KBI can not be
on

KTI, because of the specially

implemented

characteristic

which is formed by typical ecosystem, culture and

region
values.

In KTI, it is necessary to develope
socio-economic infra*
structure and institution to create dynamic
advantage and comperative competitive.

iii

comperative

penghasil migas, seperti Aceh, Riau, Sumatera Selatan dan
Jawa Barat.

Rendahnya pertumbuhan ekonomi di KT1 disebab-

kan antara lain disebabkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia, kurangnya sarana dan prasarana ekonomi dan
adanya proyek-proyek pembangunan yang

tidak menindahkan

hak-hak peroleh masyarakat setempat.
Keadaan ini menyebabkan kesenjangan pendapatan (PDRB)
antar daerah pada awal tahun

1970-an meningkat

pertengahan tahun 1980-an, tetapi mulai tahun 1983

sampai
rela-

tif terjadi penurunan jika dibandingkan dengan kurun waktu
sebelumnya.

Penyebab keadaan tersebut

adalah

fluktuasi harga migas yang cenderung menurun

karena

di pasaran

dunia berakibat terhadap penerimaan pembangunan di Indonesia.
Pola transformasi struktural antar daerah pada

kurun

waktu 1969 - 1987 terjadi penyimpangan apabila dibandingkan dengan pola normal Chenery-Syrquin. Hal
relatif

ini karena

kecilnya keterkaitan antar sektor terutama

sektor pertanian

dan sektor industri baik

antar

dalam proses

produksi maupun penyerapan tenaga kerja.
Sektor

industri

sebagian besar merupakan

industri

substitusi impor yang lebih banyak menggunakan input dari
*

luar negeri

dan menggunakan

teknologi padat

modal.

Sehingga kurang mendukung pertumbuhan sektor pertanian dan
kurang dapat

menyerap tenaga kerja yang bergeser dari

sektor pertanian yang sebagian besar mempunyai ketrampilan

yang

rendah.

Akibatnya banyak tenaga kerja yang

tidak

dapat ditampung di sektor industri bergeser ke sektor jasa
informal. Keadaan

ini menimbulkan

semakin memburuknya

kesenjangan antar sektor, antar wilayah, antar
dan

desa-kota

antar golongan. Oleh karena itu diperlukan strategi

pembangunan baik yang bersifat sektoral maupun

regional

untuk mengurangi kesenjangan tersebut.
Kebijaksanaan pembangunan pertanian yang akan datang
seyogyanya diarahkan untuk pernenuhan pasar

baik

pasar

dalam negeri maupun pasar luar negeri dan diharapkan masih
dapat

menyerap

lebih banyak

tenaga

kerja

pedesaan,

supaya tingkat pendapatan petani dapat ditingkatkan, yang
lebih

larljut diharapkan dapat

pendapatan.
mendatang

memperbaiki

distribusi

Kebijaksanaan di sektor industri pada

harus diarahkan kepada: (a) Mengganti

masa

strategi

industri subsitusi impor menjadi industri promosi ekspor;
(b) Sektor industri harus diarahkan kepada industri menengah dan kecil yang padat tenaga kerja, dengan tetap memperhatikan industri besar berteknologi
dapat

menyerap

pertanian;

(c)

tinggi,

tenaga kerja yang bergeser

sehingga

dari

sektor

Sektor industri harus mengindahkan keung-

gulan komparatif suatu daerah dan dapat memanfaatkan dan
mengoptimumkan penggunaan

input

lokal, terutama

dari

sektor pertanian; (d) pembangunan industri dititik beratkan kepada a g r o b a s e d i n d u s t r i ; (e) Khusus untuk propinsipropinsi

di

KTI, selain memperhatikan

kebijakasanaan

pembangunan

industri di atas, juga diarahkan:

barang-barang yang

diproduksi merupakan

(1) bahwa

barang-barang

setengah jadi, apabila diperuntukan untuk

pasar

dalam

negeri dan barang-barang jadi diarahkan untuk ekspor; dan
diperlukan

(2

trigger, berupa pembangunan mega

proyek

sarana dan prasarana ekonomi secara besar-besaran.
Model

pembangunan di KBI tidak dapat

KTI, karena

adanya kekhasan daerah yang

diterapkan di
dibentuk

oleh

Selain

itu,

kekhasan ekosistem, budaya dan ,tata nilai.
penerapan perencanaan pembangunan

berdasarkan

jangka pendek

adalah

prasarana

sarana sosial ekonomi

dan

sukar dilaksanakan.

efisiensi

Pembangunan

serta kelembagaan

perlu ditingkatkan untuk terciptanya keunggulan komparatif
dan keunggulan kompetitif.
Inpres

(Inpres Dati I dan Inpres Lainnya)

secara umum mempunyai pengaruh

nyata

dalam

dan

PAD,

pembetukan

struktur produksi, tenaga kerja dan pengecilan kesenjangan
pendapatan.

Mengingat peran Inpres dan PAD yang

tidak

kecil, maka pada masa mendatang jumlahnya perlu ditingkatkan, terutama untuk propinsi-propinsi di KTI, yang relatif
belum berkembang jika dibandingkan dengan propinsi-propinsi

di KBI.

dana

harus

daerah.
dengan

.

Oleh karena itu dalam alokasi

Inpres jumlah

disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan

Demikian juga perlu

digali

sumber-sumber PAD

cara meningkatkan keuntungan BUMD

pajak dan retribusi yang tidak potensial.

dan menghapus

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji

bagi Allah Swt yang

telah melimpahkan

rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
disertasi ini. Disertasi ini merupakan salah satu
untuk kelulusan program doktor pada Program
Institut Pertanian Bogor.

syarat

Pascasarjana,

f

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Prof. Dr Ir H. Lutfi Ibrahim Nasoetion selaku Ketua
Pembimbing dan Prof. Dr Ir H Affendi Anwar, Dr

Komisi

Ir

Isang Gonarsyah dan Dr Ir Alirahman yang telah membimbing
penulis dengan kesabaran dan ketelatenannya untuk menyelesaikan disertasi ini.

Penulis juga menyampaikan terima

kasih kepada Prof. Dr Ir Edi Guhardja dan Dr Ir Kamaruddin
Abdullah
masih

selaku pimpinan Program Pascasarjana

IPB yang

memberikan kesempatan kepada penulis untuk memper-

panjang

masa

studi hingga

selesainya disertasi

ini.

Penu1i.s juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian disertasi ini.
Terakhir rasa terima kasih yang mendalam

disampaikan

kepada Bapak dan Mimi yang selaiu mengiringkan dengan

doa

dan istri yang selalu mendampingi dan memberikan dorongan
semangat kepada penulis.

viii

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Juli 1960 di
Cirebon, Jawa Barat.

Merupakan anak pertama dari lima

orang bersaudara dari kedua orang tua: Sugeng Grindoutomo
(Ayah) dan Betty (Ibu). Pada tanggal 14 Maret 1991 menikah dengan Yulita S. Maria dan telah dikaruniai tiga orang
anak, yaitu Nabilah Budiharsono,
dan Saif al-Haq Budiharsono.

Gina Marisa Budiharsono

f

SD, SMP dan SMA diselesaikannya di Cirebon. Gelar
Sarjana Pertanian dalam Bidang Keahlian Tanah diselesaikan
pada tahun 1983.
Pada tahun 1984 diterima menjadi mahasiswa Fakultas
Pascasarjanal IPB untuk program Magister Sains pada Jurusan Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.

Selan-

jutnya pada tahun 1985 diterima pada program doktor pada
jurusan yang sama.
Karir di bidang pekerjaan diawali pada tahun 1984
sebagai tenaga peneliti di LPPSK, Bogor sampai pada tahun
1986.

Pada tahun 1987 sampai 1994 menjadi staf pengajar

di Universitas Nusa Bangsa.

Halaman
ABSTRACT

.........................................

..............................
RIWAYAT HIDUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR IS1 .......................................
DAFTAR TABEL ......................................
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
UCAPAN TERIMA KASIH

I1 .

viii

x
xi
xiii
xvii

1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah . . . .
2 . Tujuan dan Kegunaan Penelitian . . . . . . . . . .

1
17

...........

18

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

1. Kerangka Pemikiran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2 . Hipotesis ...............................

......................
1 . Wilayah Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2 . Data dan Sumber Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3 . Model Analisis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4 . Istilah dan Definisinya . . . . . . . . . . . . . . . . .
5 . Ruang Lingkup Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . .
IV . PERTUMBUHAN DAN KESENJANGAN ANTAR DAERAH . . .
1. Pertumbuhan
Antar Daerah di Indonesia
2 . Kesenjangan
Pendapatan
(PDRB) Antar
Daerah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.
V . TRANSFORMASI STRUKTURAL ANTAR DAERAH . . . . . . .
1. Transformasi Struktur Produksi . . . . . . . . . .
2 . Transformasi Struktur Tenaga Kerja . . . . . .
3 . Transformasi Distribusi Pendapatan . . . . . .
4 . Pengaruh Inpres Terhadap
Transformasi
Struktural . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5 . Pengaruh
PAD
Terhadap
Transformasi
Struktural . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

I11 .

METODOLOGI PENELITIAN

35
35
35
35
63
65
66

66
78

92

VI .

TANTANGAN. PELUANG DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
DAERAH PADA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHAP
KE I1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1 . Tantangan dan Peluang Pembangunan Daerah

2.

VII .

Pada PJPT I1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Strategi Pembangunan Daerah Pada PJPT I1

......................
1 . Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2 . Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

...................................

xii

Halaman

Nomor
Teks

Struktur Ekonomi yang Dianalisis

........

Struktur Tabel Input-Output

.............

Pertumbuhan Antar

di Indonesia,

1969

Daerah

- 1974 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Pangsa Relatif Setiapf Sektor terhadap
Total PDRB untuk Setiap Propinsi Tahun
1969 dan 1974 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pertumbuhan Antar
1975

Daerah

di Indonesia,

- 1982 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Pangsa Relatif Setiap Sektor terhadap
Total PDRB untuk Setiap Propinsi Tahun
1975 dan 1982 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pertumbuhan Antar
1983

- 1987

Daerah

di Indonesia,

.............................

Pangsa Relatif Setiap Sektor terhadap
Total PDRB untuk Setiap Propinsi Tahun
,1983 dan 1987 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Indeks Williamson untuk Indonesia, Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian
Timur Pada Kurun Waktu 1969 - 1987 . . . . . .
Jumlah Penduduk pada Tahun 1969 dan 1987
Luas Wilayah Setiap Propinsi . . . . . . . . . . . .
Jumlah Lulusan SD, SMP, SMA dan Perguruan
Tinggi dari Tahun 1983/1984-1987/1988 Setiap Propinsi . . . . . . . . . * . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jumlah Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan
Pertama, Sekolah Lanjutan Atas dan Perguruan Tinggi Setiap Propinsi Tahun 1987 . .
5.1.

Transformasi
1969 - 1987

Struktural Antar

Daerah,

.............................
xiii

Transformasi Struktural Antar Daerah,
1969 - 1987 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Nilai Prakiraan Pola Normal Transformasi
Struktural Antar Daerah . . . . . . . . . . . . . . . . .
Nilai Prakiraan Pola Normal Transformasi
Struktural Chenery-Syrquin . . . . . . . . . . . . . .
Lokasi dan ERP

&

NRP Besar dan Menengah..

Derajat Kepekaan dan Daya
Penyebaran
Setiap Sektor Tahun 1971 - 1985 . . . . . . . . .
Penggunaan Input Oleh Sektor Industri
Pada Kurun Waktu 1971 - ,1985 . . . . . . . . . . . .
Nisbah Retensi Setiap Sektor Tahun 19711985 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Indeks Derajat Kepekaan dan Indeks Daya
Penyebaran Setiap Sektor Tahun 1971-1985
Nisbah Pangsa Relatif PDRB Terhadap Pangsa Relatif Tenaga Kerja Menurut Sektor,
1971-1987 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Perubahan Nisbah Pangsa Relatif PDRB terhadap Pangsa Relatif Tenaga Kerja Antara
Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian dan Sektor-sektor Lainnya, 1971-1987
Pengganda Pendapatan Setiap Sektor Tahun
1971 - 1985 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Hasil Dekomposisi Fungsi Distribusi Pendapatan Tahun 1976 - 1987 . . . . . . . . . . . . . . .
Hasil Dekomposisi Fungsi Distribusi Pendapatan Indonesia Dalam Dua Pembagian Wilayah Tahun 1976 - 1987 . . . . . . . . . . . . . . . . .
Hasil Dekomposisi Fungsi Distribusi Pendapatan Indonesia Dalam 26 Pembagian Wilayah Tahun 1976 - 1987 . . . . . . . . . . . . . . . . .
Hasil Dekomposisi Fungsi Distribusi Pendapatan Indonesia Dalam 51 Pembagian Wilayah Tahun 1976 - 1987 . . . . . . . . . . . . . . . . .

No

Lampiran

Halaman

...

1.

Tabel Input-Output Indonesia, 1971

2.

Matriks Koefisien Teknis dan Matriks
Kebalikan Leontief, 1971 . . . . . . . . . . . . .

3.

Tabel Input-Output Indonesia, 1975

4.

Matriks Koefisien Teknis dan Matriks
Kebalikan Leontief, 1975 . . . . . . . . . . . . .

5.

Tabel Input-Output Indonesia, 1980 . . .

6.

Matriks Koefisien Teknis dan Matriks
Kebalikan Leontief, 1980, . . . . . . . . . . . . .

7.

Tabel Input Output Indonesi, 1985 . . . . .

8.

Matriks ~oefisien.~eknis
dan Matriks
Kebalikan Leontief, 1985 . . . . . . . . . . . . .

9.

Data Dasar Dekomposisi Fungsi Distribusi Pendapatan 2 6 Wilayah . . . . . . . . . . .

10.

Data Dasar Dekomposisi Fungsi Distribusi Pendapatan 51 Wilayah . . . . . . . . . . .

11.

Data Dasar Dekomposisi Fungsi Distribusi Pendapatan 2 Wilayah . . . . . . . . . . . . . . .

...

Nomor

Halaman
Teks

Proses Pertumbuhan Ekonomi . . . . . . . . . . . . . . .
Model Analisis S h i f t S h a r e

..............

Indeks Williamson di Indonesia, Indonesia
Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur
Pada Tahun 1969 - 1987 . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Transformasi Struktur Prioduksi Antar Daerah di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pola Transformasi Produksi Chenery-Syrquin
Derajat Kepekaan
tiap Sektor Tahun
Penggunaan Input
Sektor Pertanian,
1971

-

1985

dan daya penyebaran Se1971

-

1985

...........

Sektor Industri dari
Industri dan Jasa Tahun

.............................

Penggunaan Input Sektor Industri dari
Sektor Pertanian, 1971 - 1985 . . . . . . . . . . .
Indeks Derajat Kepekaan dan Indeks Daya
Penyebaran Setiap Sektor, 1971 - 1985 . . .
Transformasi Struktur Tenaga Kerja Antar
Daerah di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Transformasi Struktur Tenaga Kerja Chenery-Syrquin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Transformasi Produktivitas Tenaga Kerja
Antar Daerah di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . .
Pengganda Pendapatan Tipe I Setiap Sektor
Tahun 1971 - 1985 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

.

Transformasi Struktur Distribusi Pendapatan Antar Daerah di Indonesia . . . . . . . . .
Transformasi Distribusi Pendapatan Antar
Negara Tahun 1950 - 1970 . . . . . . . . . . . . . . . .

xvi

I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Penelitian dan Perumusan Masalah

Teori pembangunan muncul pada abad ke 18 dari Mazhab
Ekonomi

Klasik yang

dipelopori antara

lain oleh Adam

Smith, David Ricardo dan Thomas Malthus.
menekankan

pentingnya

kekuatan pasar

Ekonom

untuk

klasik

merangsang

pertumbuhan dan inovasi, tetapi mempunyai pandangan yang
I

pesimistik

terhadap prospek pertumbuhan jangka panjang.

Menurut Ricardo dan Malthus, dalam jangka panjang pertumbuhan

ekonomi akan mencapai keadaan stasioner atau

keadaan dimana perkembangan ekonomi tidak
sekali akibat

keterbatasan sumberdaya

suatu

terjadi

alam

sama

(Higgins,

1959; Hoselitz, 1960; Sukirno, 1985; Pearce dan Turner,
1990).
Pada

tahun

1870 muncul

pemikiran-pemikiran

tentang pertumbuhan ekonomi walaupun
pada

pemikiran-pemikiran Mazhab

masih

baru

berlandaskan

Klasik, yang

disebut

Mazhab Neoklasik, Beberapa pemikiran baru tersebut antara
lain konsep marjinal dari Gossen; konsep nilai

guna dan

nilai tukar, konsep harga, konsep bunga dan teori distribusi pendapatan dari

ohm-~awerk; teori perilaku konsumen,

teori disutility tentang upah dan teori imbalan jasa bagi
pemilik

modal

efisiensi

yang

Pareto

menunggu dari

Marshall; dan

tentang penggunaan

optimal dan hukum Pareto tentang

sumberdaya

teori
secara

distribusi pendapatan.

Beberapa

teori Mahzab Neoklasik

teori pasar persaingan

tidak

mutakhir

antara

sempurna oleh

lain:

Robinson;

persaingan monopolistik dari Chamberlin dan prinsip
tungan komparatif dalam perdagangan
Heckscher dan Ohlin

(Herrick dan

keun-

internasional oleh
Kindleberger, 1983;

Djojohadikusumo, 1991; Irawan dan Suparmoko, 1992).
Sesudah

Perang Dunia Pertama, negara-negara Eropa

menghadapi masalah politik, sosial dan ekonomi yang sangat
rumit, sehingga menimbulkan kedidakstabilan perekonomian
yang menyebabkan

timbulnya pengangguran

produksi tidak seluruhnya digunakan.
ruk

oleh

adanya

depresi di Amerika

dan

alat-alat

Keadaan ini diperbuSerikat pada

awal

dasawarsa 1930-an. Mazhab Klasik maupun Neoklasik ternyata

tidak dapat memecahkan permasalahan

tersebut.

situasi tersebut muncul Mazhab Keynesian yang
oleh

Dalam

dipelopori

John Maynard Keynes, Hansen, Samuelson, Kuznets dan

Leontief.

Intisari dari

teori

Keynesian antara lain

adalah: konsep permintaan efektif, pendapatan

nasional,

kecenderungan mengkonsumsi, tingkat bunga yang berhubungan
dengan preferensi

likuiditas,

efisiensi marjinal

dan

investasi modal dan campur tangan pemerintah dalam mekanisme

pasar

.

(Sukirno, 1985; Jhingan, 1988;

Pearce dan

Turner, 1990; Djojohadikusumo, 1991).
Berbeda dengan Mahzab Klasik, Neoklasik maupun Keynesian, pada abad ke 19 di Jerman muncul Mazhab

Historismus

yang mengembangkan teori Tahapan Pertumbuhan, antara
dipelopori oleh Karl Marx. Teori Marx

lain

didasarkan kepada

teori nilai dan upah dari David Ricardo dan teori

tentang

proses ekonomi dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh dari Francois Quesnay. Ada beberapa

pendapat

teori Marx ini tidak termasuk dalam Mazhab
tetapi

termasuk

dalam mazhab

Marxisme.

Historismus,

Pelopor teori

tahapan pertumbuhan lainnya adalah Friedrich List
nai

teori

tahapan pertumbuhan

distribusi pekerjaan.

bahwa

berdasarkan

menge-

pergeseran

Pada dasawarsa 1930-an pengembangan

teori tahapan pertumbuhan dilakdkan Fisher-Clark, tentang
pergeseran
ke

investasi dan tenaga kerja dari sektor primer

sektor sekunder dan terakhir ke sektor tersier.

dasawarsa

Pada

1950-an, pengembangan teori tahapan pertumbuhan

dikemukakan

oleh

Rostow

tentang sektor utama

(Todaro,

1985; Hayami dan Ruttan, 1985; Djojohadikusumo, 1991).
Pada

awal

abad ke dua puluh muncul

ekonomi yang dikembangkan oleh Boeke.

teori

dualisme

Menurut Hayami

dan

Ruttan (1971, 1985), teori dualisme ekonomi terdiri dari:
(1) dualisme statis yang terdiri dari dualisme

sosiologis

dan dualisme enclave; dan (2) dualisme dinamis.
sosiologis dikembangkan oleh Boeke dan
dikembangkan

oleh

Higgins.

Dualisme

dualisme enclave

Sedangkan dualisme dinamis

dikembangkan oleh Lewis, Ranis, Fei dan Jorgenson.
Mahzab strukturalis, yang berpendapat bahwa pembangunan merupakan transformasi struktur ekonomi yang
muncul

pada

mahzab

ini berasal dari perpaduan teori yang

seperti:

akhir dekade

1950-an.

sukses,

Dasar-dasar teori

(1) Mahzab Neoklasik tentang harga

sudah ada

dan

alokasi

sumberdaya, khususnya hukum Engel tentang penurunan
sumsi makanan sehubungan dengan peningkatan
(2)

teori

tahapan pertumbuhan yang

Fisher-Clark tentang pergeseran
kerja;

pendapatan;

dikembangkan oleh

investasi dan

tenaga

( 3 ) teori dualisme ekonomi yang dikembangkan

Arthur Lewis;

(4)

kon-

oleh

teori Balasa tentang tahapan keuntungan

komparatif yang diturunkan dari Model Heckscher-Ohlin; (5)
teori

transisi demografi; dan (6) teori

dikembangkan

oleh

Kuznet

Keynesian yang
ekonomi,

tendang pertumbuhan

distribusi pendapatan dan transformasi struktural.

Pen-

gembangan teori transformasi struktural terutama dicetuskan kembali
Syrquin.

oleh antara lain oleh

Menurut

mahzab ini bahwa

Chenery, Taylor dan
perturnbuhan ekonomi

yang terjadi disertai dengan perubahan struktur produksi,
tenaga kerja, perdagangan, akumulasi modal,

distribusi

pendapatan dan proses sosial ekonomi lainnya (Chenery dan
Taylor, 1968; Chenery dan Syrquin, 1975; Chenery, 1979;
Syrquin, 1988, Chenery, Robinson dan Syrquin, 1988).
Dari uraian di atas menunjukkan

telah terjadi peru-

bahan pemikiran tentang pembangunan yang tidak hanya menekankan kepada pertumbuhan

ekonomi

tetapi

distribusi pendapatan, kesempatan kerja
dasar. Namun, strategi pembangunan yang

juga kepada

dan

kebutuhan

dilakukan oleh

sebagian besar negara-negara di dunia sampai pada
1960-an belum mengalami perubahan dan masih
kan pada pertumbuhan ekonomi.

dekade

menitikberat-

Sebelum dekade

pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi.

1960-an,
Pembangu-

nan

ekonomi

lebih diartikan kepada kapasitas dari

suatu

perekonomian nasional, yang kondisi awalnya lebih kurang
statis dalam jangka waktu yang cukup lama, untuk

berupaya

menghasilkan dan mempertahankan kenaikan tahunan GNP pada
tingkat

5

- 7

dipakai untuk

%

atau lebih.

mengetahui

Indeks ekonomi

yang umum

kemajuan perekonomian adalah

pertumbuhan GNP per kapita, agar

dapat memperhitungkan

kemampuan suatu negara untuk mengembangkan outputnya pada
I

tingkat yang lebih tinggi daripada
penduduknya.
maan

tingkat perkembangan

Kesejahteraan masyarakat akan terjadi bersa-

dengan pertumbuhan GNP per kapita yang cepat.

Per-

tumbuhan GNP per kapita yang cepat diharapkan akan terjadi
penetesan ke bawah
dalam bentuk

(trickle dom) kepada masyarakat

luas

lapangan pekerjaan dan kesempatan ekonomi

lainnya. Masalah-masalah seperti kemiskinan, pengangguran
dan distribusi pendapatan masih kurang mendapat
jika dibandingkan dengan pertumbuhan

ekonomi

perhatian
(Todaro,

1985) .
Pada awal tahun 1960-an pola pemikiran tentang pembangunan
mulai

ekonomi yang menitikberatkan kepada pertumbuhan

berubah, karena walaupun

berkembang

telah mencapai

sejumlah negara-negara

sasaran pertumbuhan, tetapi

ternyata taraf hidup sebagian besar masyarakatnya
berubah.

tidak

Beberapa ekonom seperti Kuznets, Adelman-Moris

dan Ahluwalia mempersoalkan pemikiran pembangunan ekonomi
yang hanya menitikberatkan kepada pertumbuhan ekonomi,

PBNDAHULUAN

tetapi melupakan persoalan meluasnya kemiskinan absolut,
ketidakmerataan dan meningkatnya pengangguran
1960; Chenery

et al., 1976; Herrick

dan

(Kuznets,

Kindleberger,

1983; Todaro, 1985; Sukirno, 1985).
Pemikiran mengenai pembangunan ekonomi berubah

dari

semata-mata menitikberatkan kepada pertumbuhan, kepada
pemikiran yang

sekurang-kurangnya mengandung

tiga ha1

pokok, yaitu: (1) meningkatkan ketersediaan dan memperluas
distribusi barang-barang kebutuhan pokok seperti pangan,
papan, kesehatan dan perlindungan; (2) meningkatkan taraf
hidup, yaitu meningkatkan pendapatan, kesempatan
meningkatkan

pendidikan dan

meningkatkan

terhadap nilai-nilai budaya dan
memperluas

pilihan

kerja,

perhatian

kemanusiaan; dan

sosial ekonomi yang

(3)

tersedia bagi

setiap individu (Lisk, 1977; Todaro, 1985).
Bersamaan
polusi

dengan

itu, sebagai akibat meningkatnya

lingkungan di negara-negara maju, kesadaran ten-

tang lingkungan semakin meningkat.

Tetapi, berbeda dengan

keadaan di negara-negara maju, kebijaksanaan lingkungan
di

negara-negara berkembang kurang mendapat

perhatian,

karena negara-negara berkembang baru dalam tahap pemenuhan
kebutuhan dasar.

Hal ini berlangsung sampai tahun

.

1972,

saat dicetuskan kebijaksanaan lingkungan internasional di
Konferensi Stockholm.
Pada tahun 1980 terjadi reorientasi tentang pemikiran
lingkungan.

Istilah berkelanjutan (sustainability) timbul

(1994),

istilah

sustainability, telah digunakan

sebelum tahun tersebut.

Istilah tersebut telah

jauh

digunakan

dalam kehutanan dan perikanan dalam menyatakan kelestarian
produksi

(sustainable yield), tetapi kemudian istilah

tersebut

digunakan dalam

arti yang

lebih

luas. Dalam

kaitannya dengan pembangunan ekonomi, pembangunan

berke-

lanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang memaksimumkan

keuntungan bersih dari pembangunan ekonomi dengan

tetap memelihara

fungsi dan kualitas sumberdaya alam.

Singkatnya, pembangunan ekonomi tidak hanya dilihat

dari

meningkatnya pendapatan per kapita, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan sosial (Pearce dan Turner, 1990).
Pola pembangunan di Indonesia sejak awal Orde Baru,
juga

tidak

pembangunan

terlepas

dari

perubahan pemikiran

tersebut dan pengalaman pahit

terutama pada

masa

Pembangunan Nasional Semesta Berencana

pada

rejim Orde

Kebijaksanaan
pada

Trilogi

Lama

yang

tentang

(1961-1968)

lebih didominasi politik.

pembangunan ekonomi di Indonesia bertumpu
Pembangunan, yaitu: pertumbuhan

ekonomi,

stabilitas nasional dan pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya yang merupakan satu kesatuan dimana masing-masing
tidak dapat dipisahkan keterkaitannya dengan yang lainnya.
Prioritas suatu unsur

Trilogi

Pembangunan disesuaikan

dengan kondisi dan situasi yang dihadapi.
Baru

sampai

kepada

tahun

1974, pembangunan

Pada awal

Orde

lebih ditekankan

stabilitas nasional dan pertumbuhan.

Pada

fase

ini, karena hampir sebagian besar sarana dan prasarana
ekonomi mengalami

kerusakan, pemerintah mengalokasikan

sebagian besar dana-dana pembangunan untuk merehabilitasi
infrastruktur di
untuk

berbagai

daerah.

Besarnya

infrastruktur di bidang pertanian

perhubungan

(termasuk pariwisata) dan

investasi

dan pengairan,
energi

listrik

sebesar 45,87 persen dari total pengeluaran pembangunan.
Selain pembangunan sarana dan prasarana ekonomi, pemerintah

juga melaksanakan kebijakshaan makro

ekonomi yang

sangat hati-hati, kontrol inflasi, peningkatan

bantuan

luar negeri dan pemberlakuan rezim devisa bebas.

Sebagai

akibat kebijaksanaan tersebut inflasi turun dari 650 pada
tahun 1966 menjadi 9,9 pada tahun 1969, walaupun meningkat
lagi menjadi
menghasilkan

33,3 pada tahun

Kebijaksanaan ini

laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yaitu

sebesar 7 persen pertahun.
relatif

1974.

Pada periode

sektor pertanian terhadap total

ini, pangsa

Produk Domestik

Bruto (PDB) menurun dari 49 persen pada tahun 1969 menjadi
38,66 persen pada
industri terhadap
pada

tahun

tahun 1974.

Pangsa relatif

total PDB meningkat dari

1969 menjadi 10,39 persen pada

sektor

8,78 persen
tahun

1974.

.

Penurunan pangsa sektor pertanian diikuti juga oleh penurunan dalam penyerapan tenaga kerjanya, yaitu menurun dari
73,48

%

pada tahun 1971 menjadi 61,55 % pada tahun

1976.

Demikian juga tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri meningkat,dari 5,64 % pada tahun 1971 menjadi 8,39 %
pada tahun 1976.

Pada periode

1974-1982, kebijaksanaan pembangunan

lebih ditekankan kepada pertumbuhan ekonomi.
naan

tersebut didukung

eksploitasi kayu

dengan adanya boom

Kebijaksaminyak

secara besar-besaran sebagai

dan

akibat

membaiknya harga minyak dan komoditi primer lainnya. Namun
demikian, pada awal periode 1974-1982, yaitu tahun anggaran

1974/1975, pemerintah mengeluarkan

berupa

bantuan

kebijaksanaan

Inpres Dati I ,yang berorientasi

kepada

pemerataan.
Selama periode tersebut penerimaan dari migas sekitar
70 sampai 80 persen dari total ekspor Indonesia.

Kondisi

ini memungkinkan pemerintah dapat melakukan investasi yang
lebih besar
Tetapi

lagi pada

sarana dan prasarana

ekonomi.

secara relatif terjadi penurunan investasi sarana

dan prasarana pertanian, pengairan, perhubungan dan energi
jika dibandingkan dengan PELITA I, menjadi sebesar
persen

dari

total pengeluaran pembangunan.

demikian laju pertumbuhan

ekonomi

sekitar 7 sampai 8 persen per tahun.

42,31

Walaupun

meningkat

menjadi

Inflasi pada periode

ini menurun dari 33,33 pada tahun 1974 menjadi

9,7 pada

tahun 1982.
Dilihat dari

segi produkbi, pangsa

relatif

sektor

pertanian terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) pada
periode

ini menurun dari 38,66 persen pada

menjadi

26,58 % pada tahun 1982.

tahun

Pangsa relatif

1974

sektor

industri terhadap total PDB terjadi peningkatan yang kecil

dari

10,39 persen pada tahun 1974 menjadi 10,45 %

pada

tahun 1982. Penyerapan tenaga kerja oleh sektor pertanian
menurun dari 61,55 % pada tahun 1976 menjadi 53,40 %
tahun 1982. Penyerapan tenaga kerja oleh sektor

pada

industri

meningkat dari 8/39 % pada tahun 1976 menjadi 10,lO

%

pada

tahun 1982.
Sebagian besar dana dari penerimaan migas yang berlimpah pada periode 1974 - 1982 dinvestasikan pada

sektor

industri yang sebagian besar mefupakan industri substitusi
impor.

Industri substitusi impor

ini bersifat padat

modal, berorientasi ekspor, dan lebih banyak

menggunakan

input impor dan kurang menggunakan input lokal, khususnya
dari sektor pertanian. Akibatnya keterkaitan antar sektor
terutama antara

sektor pertanian

dan

relatif

industri

kecil .
Industri substitusi impor tersebut diproteksi dengan
tarif maupun non-tarif.
membawa

Akibat proteksi yang berlebihan

dampak spasial yang kurang menguntungkan.

satu konsekuensi spasialnya yaitu berkembangnya

Salah

industri

barang konsumsi yang mempunyai kecenderungan terkonsentrasi di Pulau Jawa, terutama pada dan/atau

sekitar

kota-

kota besar. Adanya kongesti, terbatasnya lahan perkotaan

.

untuk industri dan diperlukannya kenyamanan bagi penduduk
kota dari polusi, menyebabkan industri-industri tersebut
direalokasikan di wilayah belakang (hinterland). Kemudian
lambat

laun terjadi aglomerasi ganda (mu1tip1e

aglomera -

tion), yaitu bersatunya antara kota induk dengan wilayah
PBNDAHULUAN

belakang.

Akibat peningkatan jumlah penduduk, peningka-

tan jaringan transpotasi antar kota dan peningkatan aktivitas

ekonomi di kota induk dan hinterland mengakibatkan

terjadinya konurbasi (conurbation) yaitu proses menyatunya
antara kawasan-kawasan mega-urban (Anwar, 1994).

Kondisi

ini tentunya kurang menguntungkan dalam rangka pemerataan
antar daerah dan juga menimbulkan berbagai masalah
ekonomi

lainnya seperti migrasi dari

sosial

daernh-daerah luar

I

Jawa, urbanisasi,

backwash effect

manusia, mengecilnya
peluang

peningkatan

peluang
kualitas

sumberdaya alam dan

kesempatan kerja

maupun

sumberdaya manusia

daerah-daerah lainnya. Tetapi spread effect dari

bagi
daerah

Jawa ke daerah luar Jawa relatif kecil jika dibandingkan
backwash

effect.

Kalaupun terdapat

Jawa, industri tersebut membentuk

investasi di
suatu

luar

enclave bagi

masyarakat sekitarnya.
Periode boom minyak tidak berlangsung lama, pada awal
1983

terjadi

resesi

dunia dan penurunan

harga migas.

Keadaan ini berlangsung sampai tahun 1987, yang menyebabkan pertumbuhan

ekonomi relatif

lambat.

Ekspor migas

Indonesia menurun dari 76,3 % pada tahun 1983 menjadi 49,9
%

pada tahun 1987. Tetapi, kondisi tersebut tidak terlalu

menggoncang

perekonomian

Indonesia, karena

investasi

sarana dan prasarana ekonomi yang sedemikian besar pada
fase-fase sebelumnya, khususnya dalam bidang

pertanian,

perhubungan dan energi, membuat pertumbuhan perekonomian

Indonesia relatif

stabil, yaitu sebesar 5 %

per

tahun.

Inflasi yang terjadi, turun dari 11,5 pada tahun 1983 dan
turun menjadi 8,9 pada tahun 1987. Ekspor non-migas juga
meningkat dari 23,7 % pada tahun 1983 menjadi 50,l %
tahun

1987. Pertumbuhan industri pengolahan yang

akan mengalami

hambatan, ternyata yang

terjadi

sebaliknya. Pangsa relatif industri pengolahan
dari

12/74 % pada tahun 1983 menjadi 17/22 %

1987 dengan
relatif

laju pertumbuhan'l6 %

per

pada
diduga
adalah

meningkat

pada

tahun.

tahun
Pangsa

sektor pertanian menurun dari 22/78 % pada

tahun

1983 menjadi 21/35 % pada tahun 1987. Tetapi, penurunan
pangsa

sektor pertanian

penyerapan

tidak

diikuti oleh penurunan

tenaga kerjanya, bahkan yang

terjadi

adalah

sebaliknya. Penyerapan tenaga kerja oleh sektor pertanian
meningkat
pada

dari

tahun

53/40 % pada tahun 1983 menjadi

1987. Penyerapan tenaga kerja

55/00 %

oleh

sektor

industri menurun dari 10,lO % pada tahun 1983 menjadi 8/26
%

pada

tahun 1987. Dalam situasi seperti

ini, peranan

sektor jasa, sebagai sektor penyangga yang dapat menstabilkan perekonomian Indonesia, sangat besar terutama dalam
penyerapan

tenaga kerjanya, yaitu menyerap hampir

15

%

dari total tenaga kerja.
*

Walaupun
pada

pertumbuhan ekonomi relatif

lambat, namun

periode ini pemerintah lebih menekankan pembangunan

pada pemerataan.

Khusus untuk pembangunan daerah, pemer-

intah mencanangkan pembangunan
(IBT) atau

Indonesia Bagian Timur

Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Menurunnya

harga migas

pada

awal

dekade

1980-an

berdampak terhadap penerimaan devisa negara yang selanjutnya akan menurunkan penerimaan dana pembangunan.
untuk mencapai kondisi negara pada tahap

Padahal

industrialisasi

diperlukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Di sisi lain
tuntutan terhadap pemerataan h a m s dilaksanakan. Hal
menyebabkan

diperlukannya efisiensi

alokasi

sumberdaya

finansial, sumberdaya alam dan,sumberdayamanusia

secara

dinamis yang lebih lanjut diharapkan dapat menjamin
kat

sustainibilitas pembangunan.

Dengan

ini

ting-

menyusutnya

sumber devisa utama, yaitu migas, maka harus dicari sumber
devisa

lainnya, yaitu antara lain dengan cara mengekspor

barang-barang non migas, khususnya

industri pengolahan.

Dengan demikian pada masa mendatang perekonomian Indonesia
akan menuju

kepada

sistem perekonomian pasar.

kaitannya dengan alokasi sumberdaya alam dan
dalam

keadaan seperti di atas maka,

Dalam

finansial

sistem perekonomian

pasar ini diharapkan akan meningkatkan efisiensi pengalokasian sumberdaya tersebut.
Menurunnya dana pembangunan berdampak terhadap menurunnya dana pembangunan daerah, karena sumber dana pembangunan daerah masih tergantung~kepada pemerintah pusat,
yaitu berasal dari Daftar Isian Proyek (DIP). Di
itu

terdapat

samping

juga Dana Inpres yang berorientasi kepada

pemerataan. Walaupun Dana Inpres (Inpres Dati I, Bantuan
Pembangunan Desa, Bantuan Pembangunan Dati

11, Bantuan

PBNDAHULUAN

Penunjangan Jalan Kabupaten, Bantuan Sarana Kesehatan,
Bantuan Sarana Pasar, Program Penghijauan dan Reboisasi
dan

Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar)

relatif

kecil, tetapi dana tersebut digunakan untuk membiayai
proyek-proyek menengah ke bawah yang merupakan

kebutuhan

daerah. Proyek-proyek ini sebagian besar merupakan proyek
padat

karya,

sehingga proyek-proyek Inpres ini

akan

meningkatkan pendapatan masyarakat yang lebih lanjut akan
mendorong

pertumbuhan perekondmian

daerah.

Disamping

dana-dana pembangunan yang berasal dari pusat,

terdapat

juga Penerimaan Asli Daerah (PAD). Dana ini berasal

dari

pajak-pajak, retribusi dan keuntungan perusahaan-perusahaan

daerah.

relatif

Walaupun dana yang berasal

kecil, namun penggunaannya

dari

PAD

ini

disesuaikan dengan

kebutuhan dari pemerintah daerah.
Pada periode 1983-1987, terjadi
blok-blok perdagangan baik

di

semakin menguatnya

Eropa maupun

Amerika.

Adanya blok-blok perdagangan ini menyebabkan negara-negara
anggota blok tersebut cenderung menginvestasikan modalnya
di antara sesama anggotanya.
untuk

Sehingga mengilrangi peluang

mengivestasikan modalnya di

Indonesia.

Indonesia mendapatkan tantangan terutama dari

Di Asia
China

dan

Vietnam yang kondisinya dianggap lebih menarik bagi investor dibandingkan dengan Indonesia. Fenomena ini

tentunya

amat merugikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia
jutnya
saat

akan merugikan pembangunan daerah.

ini

selan-

Padahal pada

agar tercapai pemerataan antar daerah, masih

banyak
agar

investasi yang diperlukan untuk pembangunan KT1

sejajar dengan KBI.

Apalagi kondisi kualitas sum-

berdaya manusia, sarana dan prasarana ekonomi di KT1 yang
masih

kurang, menyebabkan

menanamkan modalnya di KTI.

investor akan

enggan untuk

Demikian juga kondisi geogra-

fisnya, sumberdaya alam yang berinteraksi dengan

sistem-

sistem sosial ekonominya berbeda dengan KBI.

terdiri

dari

kepulauan kecil-kecil, kecuali Pulau

KT1

Sulawesi dan

I

Irian, mengandung kerawanan ekosistem, sehingga pengelolaan sumberdaya alam tidak dapat disamakan dengan di
Demikian

juga dengan

nasional

(national market), menyebabkan

barang

dan

jasa

lokasi KT1 yang

di KT1 berbeda

KBI.

jauh dari pasar

dengan

pola
KBI.

produksi
Sehingga

keberhasilan pembangunan di Kawasan Barat Indonesia tidak
begitu

saja dapat diterapkan di KTI.

Disamping beberapa

faktor yang merugikan bagi pengembangan KT1 juga

terdapat

faktor yang menguntungkan antara lain dengan adanya pergeseran pusat ekonomi dunia. Pada saat ini pusat
nomian dunia

mulai

bergeser ke Asia

pereko-

Pasifik.

Secara

geografis KT1 akan lebih dekat dengan negara-negara maju
di Asia Pasifik tersebut, ha1 ini tentunya
tungkan bagi pertumbuhan ekonomi KTI.
pertumbuhan

ekonomi

terhadap KT1

akan mengun-

Namun

dari

luar

gaya

tarik

Indonesia,

secara politis dapat menimbulkan ha1 yang kurang baik.
Untuk melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan
yang digariskan

oleh GB

mempertahankan

tingkat pertumbuhan

ekonomi

yang

tinggi,

kesempatan kerja, meningkatkan pemerataan

peningkatan

antar daerah,

antar sektor maupun antar golongan dalam rangka pengentasan kemiskinan dan menjaga
maka

diperlukan

sustainibilitas pembangunan,

restrukturisasi perekonomian

Indonesia.

Oleh karena itu penelitian tentang transformasi struktural
ini menjadi

penting

kebijaksanaan

untuk dapat

dijadikan acuan bagi

pembangunan daerah. Demikian juga dengan

semakin menurunnya

penerimaan'pembangunan yang

berasal

dari migas, maka diperlukan usaha untuk mencari

sumber-

sumber baru dana pembangunan dan menggali potensi

daerah.

Untuk menggali

potensi daerah, juga untuk menyusun kebi-

jaksanaan pembangunan daerah pada masa mendatang khususnya
Kawasan Indonesia Timur Indonesia (KTI), maka harus
tahui

sifat, struktur ekonomi dan

transformasi

dike-

struktur

ekonomi yang telah berlangsung.
Dari uraian di atas jua diketahui ada beberapa pemasalahan pembangunan daerah yang dihadapi, yaitu:
1.

Sejauh mana
1969-1987

pengaruh perubahan perekonomian

terhadap pertumbuhan

selama

ekonomi, kesenjangan

dan transformasi struktural antar daerah?
2.

Seberapa

.

besar pengaruh kecilnya keterkaitan antar

sektor tersebut terhadap transformasi struktural antar
daerah dan dampaknya terhadap distribusi pendapatan?
3.

Sejauh mana

pengaruh besarnya dana

Inpres dan

PAD

terhadap transformasi struktural antar daerah?

PBNDAHULUAN

2. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.

Mempelajari proses pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan
antar daerah selama kurun waktu 1969-1987 dan

faktor-

faktor yang mempengaruhinya.
2.

Menelaah

keterkaitan antar sektor, terutama antara

sektor pertanian dan industri serta pengaruhnya terhadap proses
Menelaah

transformasi struktural antar

pengaruh

besarnya

daerah.

Penerimaan Asli

Inpres Dati I dan Inpres Lainnya

Derah,

terhadap transforma-

si struktural dan dampaknya terhadap distribusi pendapatan.
3.

Menunjukkan

alternatif

strategi pembangunan daerah

yang dapat meningkatkan pertumbuhan

dan pemerataan

pendapatan.
Adapun
merupakan
maupun

kegunaan dari

informasi yang

penelitian

ini

baik

Pemerintah Pusat

bagi

adalah

akan

Pemerintah Daerah, dalam melaksanakan pembangunan

Daerah, untuk mengatasi masalah tenaga kerja, distribusi
pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.

11. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
1. Kerangka Pemikiran
Definisi Transfonnasi Struktural

1.1.

Transformasi struktural merupakan suatu proses yang
terjadi pada masa transisi dari sistem ekonomi tradisional
ke

sistem ekonomi modern.

Dalam proses

ini, akibat

meningkatnya pendapatan dapat meningkatkan akumulasi modal
fisik dan kualitas manusia, dan pergeseran komposisi
permintaan, perdagangan, produksi serta pemanfaatan tenaga
kerja

(Chenery, 1981; dansyrquin, 1988).

Transformasi

struktural tidak akan mendorong permintaan dalam
jika hanya

negeri,

karena adanya peningkatan pendapatan

tanpa

disertai dengan perubahan distribusi pendapatan, khususnya
pangsa dari 40 % golongan termiskin.
Masalah distribusi pendapatan ini merupakan

kritikan

terhadap kansep pemikiran Chenery dan Syrquin. Meningkatkanya pangsa

pendapatan 40 %

golongan termiskin akan

mendorong permintaan domestik terutama

terhadap barang-

barang kebutuhan dasar. Dalam hubungan ini beberapa

ahli

berpendapat bahwa transformasi struktural ditentukan oleh
perbaikan distribusi pendapatan, disamping peningkatan
pendapatan.
tan

Gupta (1988) berpendapat

bahwa

peningka-

pendapatan dari golongan berpendapatan rendah akan

meningkatkan permintaan terhadap barang-barang dan jasa

KBRANGKA PBMIKIRAN DAN HIPOTBSIS

produksi sektor padat karya di dalam negeri, dan karenanya
dapat

mendorong

pertumbuhan ekonomi.

Dengan demikian

sasaran transformasi struktural adalah meningkatnya peranan

ekonomi

rakyat yang

diceminkan

oleh meningkatnya

peranan sektor ekonomi produktif yang menjamin

terjadinya

distribusi pendapatan.

Evolusi

1.2.

Pemikiran tentang Transfomasi Struktural

Pemikiran transformasi struktural tentang pergeseran
tenaga kerja dan investasi dari sektor primer

ke

sektor

sekunder dan yang terakhir ke sektor tersier dikemukakan
Fisher (1935) dan Clark (1940).

oleh

Selanjutnya Rostow

(1960) dan Lewis (1954) meninjau transformasi struktural
dari

segi peningkatan laju akumulasi modal

oleh

Kuznets (1960), Chenery (1981), dan

dan

terakhir

Syrquin

(1988)

meninjaunya dari segi peningkatan pendapatan.
Teori transformasi struktural Fisher (1935) sebenarnya mempunyai

persamaan dengan 3 tahapan ~erakhir dari

teori

tahapan pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh

List.

List mengemukakan bahwa ada 5 tahapan pertumbuhan

ekonomi yang didasarkan pada pergeseran distribusi

tenaga

kerja, yaitu : (1) masyarakat biadab ; (2) masyarakat

peng-

gembala

ternak; (3) masyarakat pertanian; (4) masyarakat

pertanian-manufaktur; dan (5) masyarakat manufaktur-perdagangan (Hoselitz, 1960). Tetapi Fisher menekankan

trans-

formasi

tenaga

struktural dari segi

adanya pergeseran

KBRANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

kerja dan

investasi yang bersifat permanen

dari

sektor

pertanian ke sektor industri dan akhirnya ke sektor jasa.
Perkembangan selanjutnya, Clark (1951) berpendapat bahwa
pertumbuhan

ekonomi yang

disertai

dengan

transformasi

dapat dicapai, dengan cara: (1) meningkatkan produktivitas
pada

setiap sektor dan (2) mengalihkan tenaga kerja dari

sektor dengan produktivitas rendah ke sektor dengan produktivitas tinggi.
Berbeda

dengan Fisher dan Cllark, Rostow lebih mene-

kankan kepada laju akumulasi modal untuk terjadinya perubahan struktur ekonomi. Dalam hubungan ini Rostow mengemukakan

lima

tradisional;
tinggal

tahapan pertumbuhan yaitu:

(1) masyarakat

(2) pra kondisi untuk tinggal

landas;

(4)

masa konsumsi tinggi.

landas;

(3)

gerakan menuju kematangan; dan

(5)

Sejalan dengan Rostow, Lewis dalam

Ekonomi Dualistiknya, menekankan tentang pergeseran

sum-

berdaya dari sektor tradisional ke sektor modern.
Pembuktian secara empiris tentang transformasi struktural dilakukan oleh Kuznets (1960) dan pendekatan
statistik dilakukan oleh Chenery (1960).

secara

Kuznets beran-

gapan bahwa peningkatan tabungan dan investasi merupakan
syarat keharusan, tetapi belum memenuhi syarat kecukupan
bagi pertumbuhan ekonomi .

~uznetkdan Chenery beranggapan

bahwa selain peningkatan akumulasi modal (fisik dan kualitas manusia),

juga diperlukan suatu perubahan

struktur

perekonomian yang saling berkaitan, agar terjadi perubahan
dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern.
KBRANGKA PBMIKIRAN DAN HIPOTESIS

1.3.

Proses Transformasi Struktural
Secara skematis proses transformasi struktural seba-

gai

akibat adanya peningkatan pendapatan dan pemerataan

pendapatan disajikan pada Gambar 2.1.
Pada

Gambar

2.1

dapat

dilihat bahwa

peningkatan

pendapatan dan meningkatnya pemerataan pendapatan

dapat

merubah pola permintaan domestik dalam mengkonsumsi barang-barang pertanian.

Peningkatan pendapatan masyarakat

(dan peningkatan populasi) akan menggeser permintaan dari
barang-barang makanan
pertanian

(pertanian) ke barang-barang non

(industri dan jasa).

Hal ini

sejalan dengan

hukum Engel (Bennet dan Kassarjian, 1983) bahwa

elastisi-

tas pendapatan terhadap permintaan (income e l a s t i c i t y

of

demand) barang-barang pertanian menurun dengan meningkatnya pendapatan.

Penurunan pendapatan ini terutama

dise-

babkan

oleh peningkatan konsumsi barang-barang bernilai

tinggi

dan keterbatasan fisik manusia dalam mengkonsumsi

makanan .

Berdasarkan hasil penelitian,

ternyata bahwa

elastisitas pendapatan terhadap permintaan bahan makanan
dari

negara yang berpenghasilan rendah lebih kecil dari

satu, yaitu

sekitar 0,6 sampai 0,9 dan

untuk

negara-

negara maju mendekati nol, yaitu sekitar 0,2 sampai 0,3
(Mellor, 1980) .
permintaan

Elastisitas

pendapatan

terhadap

barang-barang industri berkisar

sampai 1/90 (Herrick dan Kindleberger, 1983).
pola

permintaan

akan mendorong

terjadinya

dari

1,11

Perubahan

transformasi

struktur produksi.
KBRANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTBSIS

pertumbuhan ekonomi
Ekonomi
Tradisional

>

masa transisi

Ekonomi
Modern

I

TRANSFORMASI STRUKTURAL

1
Pendapat an
Perubahan
Distribusi
Pendapatan

I

Investasi ,
Penerimaan Pemerintah
Pendidikan

I

1

m
Urbanisasi

Struktur
Produksi

Struktur
Permintaan

Permintaan
Domest ik

Gambar 2.1.

Proses Ak