Representasi sososk Ibu dalam Lukisan Abstrak Ibu dan Anak (Analisis semiotik Charles Sander Pierce Mengenai Lukisan Abstrak Ibu dan Anak karya Agung Wiwekaputra)

(1)

IBU DAN ANAK

(Analisis Semiotik Charles Sander Pierce Mengenai Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sidang Sarjana Strata-1 Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh : Arief Budhiman

41808830

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G


(2)

(3)

(4)

x

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.2.1 Rumusan Masalah Makro ... 7

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro ... 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Maksud Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9

1.4.2.1 Kegunaan Bagi Peneliti ... 9

1.4.2.2 Kegunaan Bagi Universitas ... 9

1.4.2.3 Kegunaan Bagi Masyarakat ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 11

2.1 Penelitian Yang Relevan ... 11

2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi ... 13

2.2.1 Pengertian Komunikasi ... 13

2.3 Tinjauan Tentang Lukisan ... 18

2.3.1 Sejarah Umum Seni Lukis ... 19

2.3.2 Sejarah Seni Lukis di Indonesia ... 23


(5)

xi

2.4 Tinjauan Tentang Seni Abstrak ... 40

2.5 Tinjauan Tentang Semiotik ... 41

2.5.1 Pengertian Semiotik ... 41

2.5.2 Macam-Macam Semiotik ... 45

2.5.3 Tanda dan Makna Dalam Semiotik ... 46

2.5.3.1 Tanda Semiotik ... 46

2.5.3.1.1 Kategori-Kategori Semiotik ... 47

2.5.3.2 Makna Semiotik... 50

2.5.4 Semiotika Komunikasi Visual ... 51

2.6 Semiotika Charles Sander Pierce ... 53

2.7 Kerangka Pemikiran ... 55

2.7.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 55

2.7.2 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 59

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ... 61

3.1 Objek Penelitian ... 61

3.1.1 Sejarah Singkat Lukisan Abstrak Ibu dan Anak Karya Agung ... 61

3.2 Metode Penelitian ... 63

3.2.1 Desain Penelitian ... 64

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 65

3.2.2.1 Studi Pustaka ... 65

3.2.2.2 Studi Lapangan ... 67

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 70

3.2.4 Teknik Analisa Data ... 71

3.2.5 Uji Keabsahan Data ... 73

3.3 Lokasi danWaktu Penelitian ... 75

3.3.1 Lokasi Penelitian ... 75

3.3.2 Waktu Penelitian ... 75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 77

4.1 Deskripsi Data Informan ... 77


(6)

xii

4.2.1.3 Legisigns Dari Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung ... 82

4.2.2 Objek Dari Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung ... 83

4.2.2.1 Ikon Dari Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung ... 84

4.2.2.2 Indeks Dari Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung ... 85

4.2.2.3 Simbol Dari Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung ... 86

4.2.3 Interpretan Dari Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung ... 87

4.2.3.1 Rheme Dari Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung ... 89

4.2.3.2 DicentSign Dari Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung... 90

4.2.3.3 Argument Dari Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung... 90

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

5.1 Kesimpulan ... 98

5.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 102

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 104 DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(7)

xiii

Halaman

Gambar 1.1 Lukisan Abstrak Ibu dan Anak ... 4

Gambar 2.1 Lukisan Aliran Neo-Klasik ... 27

Gambar 2.2 Lukisan Aliran Romantik ... 29

Gambar 2.3 Lukisan Aliran Realisme ... 30

Gambar 2.4 Lukisan Aliran Naturalisme ... 32

Gambar 2.5 Lukisan Aliran Impresionisme ... 33

Gambar 2.6 Lukisan Aliran Ekspresionisme ... 34

Gambar 2.7 Lukisan Aliran Fauvisme ... 35

Gambar 2.8 Lukisan Aliran Kubisme ... 36

Gambar 2.9 Lukisan Aliran Abstraksionisme ... 37

Gambar 2.10 Lukisan Aliran Futurisme ... 38

Gambar 2.11 Lukisan Aliran Dadaisme ... 39

Gambar 2.12 Lukisan Aliran Surrealisme ... 40

Gambar 2.13 Segitiga Semiotik C.S Pierce ... 54

Gambar 2.14 Segitiga Semiotik C.S Pierce ... 56

Gambar 2.15 Bagan Alur Pemikiran ... 60

Gambar 3.1 Lukisan Abstrak Ibu dan Anak Karya Agung Wiwekaputra ... 63

Gambar 3.2 Komponen-Komponen Analisa Data Model Kualitatif ... 72

Gambar 4.1 Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra ... 93


(8)

xiv

Tabel 2.1 Penelitian Yang Relevan ... 12

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 76

Tabel 4.1 Hasil Panelitian ... 92


(9)

vi

ا ِمــــــــــــــــــــــْسِب

ِﷲ

ي ِح ّرا ِنَمْحّرا

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Representasi Sosok ibu Dalam Lukisan Abstrak Ibu dan Anak (Analisis Semiotik Charles Sander Pierce Mengenai Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra), sebagai salah satu syarat untuk kelulusan Sidang skripsi strata satu (S1) di Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

Dalam penelitian skripsi ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta Bapak Sukardi dan Ibu Euis Yuhanah yang telah banyak

memberikan do’a, kasih sayang serta membantu baik moril dan materil, juga dengan segala kerendahan hati peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Yth, Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A., selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) yang telah memberi izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di lapangan.


(10)

vii dalam urusan akademik.

3. Yth, Rismawaty S.Sos., M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan penelitian, memberikan saran, kebijaksanaan dan telah meluangkan waktu serta kesabarannya untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Yth, Sangra Juliano S.Sos., M.Si., selaku dosen wali yang telah memberi motivasi dan telah banyak memberikan bimbingan kepada peneliti.

5. Yth, Melly Maulin P., S.Sos., M.Si, selaku sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).

6. Yth, Bapak serta Ibu dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan dan berbagi ilmu serta wawasannya selama peneliti melaksanakan perkuliahan di Universitas Komputer Indonesia.

7. Yth, Ibu Astri Ikawati, A.Md,Kom selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia yang telah banyak membantu dalam hal informasi di sekretariat jurusan Ilmu Komunikasi.


(11)

viii UNIKOM.

9. Drs. Agung Wiwekaputra, selaku pelukis dan sebagai informan yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaganya, terima kasih atas kehangatan kekeluargaan yang Anda berikan kepada peneliti selama melakukan penelitian.

10. Pemilik Museum Barli yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

11. Sahabat seperjuangan IK-Konversi 2008 yang telah lebih dulu dinyatakan lulus, selamat dan terus berjuang demi meraih cita-cita kalian semua.

12. Teman-teman angkatan 2008 dan 2009 IK 1, IK Humas-2, IK Humas-3 dan IK Jurnalistik salam hangat untuk pertemenan kita semua.

13. Mirna, Anggi, Dani, Ricky, Doni, dan teman-teman lain yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu, terima kasih atas saling mendukungnya kita semua dalam penyusunan skripsi ini.

14. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, semoga kebaikannya dapat di balas oleh Allah SWT.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas.


(12)

ix

bagi pihak lain pada umumnya rekan-rekan di UNIKOM pada khususnya yang akan melakukan penelitian pada bidang yang sama dengan peneliti.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandung, Juli 2013


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Affandi, M. 1994. Ekspresi Simbolik, Religius dan Estetika dalam Karya Lukis Kaligrafi. Yogyakarta: FPBS-IKIP.

Ardianto, Elvinaro. 2011. Metodologi Penelitian untuk Public Relations Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Budaya, Bentara. 2005. Perjalanan Seni Lukis Indonesia. Bandung: Kepustakaan Populer Gramedia.

Budiman, Kris. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Cangara, Hafied, 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjana. 1997. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Fichner, Lois. 1995. Understanding Art. United Kingdom: Cengage Learning. Mahamood, Muliyadi. 2007. Seni Lukis Sezaman. Jakarta: DBP.

Moleong, Lexy J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Soedarso. 1992. Seni Lukis Kaligrafi Islam. Yogyakarta: ISI.

Soedjojono. 2010. Seni Rupa Indonesia Dalam Kritik Dan Esai. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sony Kartika, Dharsono. 2004. Buku Diksi Rupa, Kumpulan Istilah Seni Rupa. Yogya: Rekayasa Sains.

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.


(14)

Karya Ilmiah

Maulana, Nuky 2012. Logo Milanisti Sezione Bandung (Analisis Semiotika Charles Sander Pierce Mengenai Logo Milanisti Indonesia Sezione Bandung). Bandung: Universitas Komputer Indonesia.

Hendravianto, Niko. 2011. Analisis Semiotik Logo CIMB NIAGA. Bandung: Universitas Padjadjaran.

Intan Wulandari, Yustina. 2012. Analisis Nilai Estetis Lukisan Kaca Cirebon Semar dan Macan Ali. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Sumber Lain

http://akhmadfarhan.wordpress.com/2008/12/04/komunikasi-nonverbal/ (Minggu, 31 Maret 2013 Pkl : 01:30 WIB)

http://desxripsi.blogspot.com/2012/07/aliran-aliran-seni-rupa-tokoh-dan.html#axzz2OfvrIG6j

(Rabu, 20 Maret 2013 Pkl: 21:03 WIB)

http://ilukmana.blogspot.com/2011/04/kenali-seni-abstrak.html (Rabu, 20 Maret 2013 Pkl: 21.02 WIB)

http://kumpulanistilah.com/2012/08/pengertian-seni-abstrak.html (Minggu, 7 April 2013 Pkl: 23:50 WIB)

http://ventznino.blogspot.com/2012/12/pengertian-abstrak-kutipan-dan-daftar.html


(15)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Seni lukis merupakan bagian dari seni rupa yang objek penggambarannya bisa dilakukan pada media batu atau tembok, kertas, kanvas, dan kebanyakan pelukis memilih media datar seperti kanvas dikarenakan lebih mudah dalam mengalokasikan gambar di media tersebut. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya. Pelukis itu dapat menumpahkan segala perasaan dan penglihatannya pada sebuah media yang dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa dan dapat menjadi sesuatu yang fenomenal seperti lukisan karya Da Vinci yaitu lukisan Monalisa. Lukisan Monalisa menjadi salah satu lukisan di dunia yang terkenal dan memiliki nilai seni tinggi. Tentu ada banyak lukisan-lukisan lain yang juga memiliki nilai seni tinggi, salah satunya lukisan Melencolia karya Albercht Durer yang berasal dari Jerman, lukisan ini memiliki misteri dibalik gambar yang dimunculkan oleh si pelukisnya.

Semakin cepat pertumbuhan manusia semakin cepat pula keragaman karya tulis dan seninya. Seni rupa modern kini menjadi yang banyak diambil oleh para seniman. Seni rupa modern adalah suatu karya seni rupa yang merupakan hasil karya kreativitas untuk menciptakan karya yang baru atau dengan kata lain karya seni rupa pembaruan dan menciptakan sesuatu yang baru tersebut merupakan keunikan dari seni rupa modern.


(16)

Seni lukis abstrak merupakan bagian dari seni rupa modern karena memiliki keunikan tersendiri berupa gambar luapan perasaan dan tersimpan makna yang hanya pelukis itu sendiri yang mengerti. Akan tetapi, tidak semua pelukis mengerti apa yang pelukis itu abstraksikan, misalnya almarhum pelukis Barli Sasmitawinata. Beliau membuat sebuah lukisan abstrak dengan penempatan-penempatan objek abstrak yang membuat beliau tidak mengerti apa yang beliau lukis di lukisan abstrak tersebut.

Louis Fichner dalam bukunya Understanding Art (1995) menyatakan, seni abstrak merupakan penyederhanaan atau pendistorsian bentuk-bentuk, sehingga hanya berupa esensinya saja dari bentuk alam atau objek yang diabstraksikan. Abstraksi, mengubah secara signifikan objek-objek sehingga menjadi esensinya saja.

Masih dari buku yang sama, Understanding Art, seni abstrak diciptakan melalui dua pendekatan. Pertama, seni abstrak diciptakan tanpa merujuk secara langsung pada bentuk-bentuk eksternal atau realitas. Ke dua, seni abstrak berupa citraan-citraan yang diabstraksikan yang berasal dari alam. Seni abstrak diciptakan melalui proses mengubah atau menyederhanakan bentuk-bentuk menjadi bentuk geometrik atau biomorfik. Seni abstrak juga dapat diciptakan dalam bentuk ekspresif.

Istilah nonobjective dahulu digunakan untuk mendeskripsikan jenis-jenis seni abstrak tertentu. Istilah ini kemudian ditinggalkan oleh para kritikus kontemporer dan para sejarawan. Mereka lebih memilih istilah seni abstrak


(17)

daripada seni nonobjective. Seni abstrak muncul pada abad 20 dalam seni rupa barat, sebagai seni avant-garde.

Pada lukisan abstrak, unsur-unsur visual disusun sedemikian rupa, sehingga menyampaikan pesan atau kesan tertentu. Unsur-unsur visual ini sendiri memiliki karakter dan makna-makna simbolik. Karakter dan makna simbolik unsur-unsur visual dapat menyiratkan makna tertentu yang diinginkan pelukis.

Jika pada musik instrumental orang bisa merasakan nada-nada senang, sedih, semangat dan sebagainya. Demikian pula dengan lukisan. Komposisi unsur-unsur visual bisa menunjukkan hal yang sama. Kesan kalem, tenang, tegas, berani, optimis dan sebagainya dapat diciptakan melalui komposisi unsur-unsur visual.

Pada salah satu lukisan abstrak dengan tema Ibu dan Anak karya Agung Wiwekaputra, Agung sendiri merupakan putra sulung dari pelukis ternama Indonesia yaitu almarhum Barli Sasmitawinata, penulis tertarik untuk mengungkap makna dan arti dari coretan kuas yang pelukis tumpahkan di atas kanvas. Lukisan ini penulis dapatkan di Museum Barli, dimana museum tersebut adalah museum yang mempunyai lukisan-lukisan yang sebagian besar merupakan karya Barli Sasmitawinata dan Agung Wiwekaputra. Penulis memilih lukisan abstrak ini karena penulis menganggap lukisan abstrak ini memiliki nilai seni abstrak dan filosofi, dimana gambar atau objeknya sulit dipahami dan diterjemahkan oleh orang awam. Begitu pun


(18)

dengan lukisan abstrak ini merupakan salah satu lukisan yang paling disukai oleh pelukisnya karena esensinya luapan dari emosi pelukisnya.

Berikut adalah lukisan abstrak Ibu dan Anak karya Agung yang akan penulis teliti makna dan arti yang terkandung didalamnya :

Gambar 1.1

Lukisan Abstrak Ibu dan Anak

Sumber : Dokumentasi peneliti, Juni 2013

Pada penelitian ini penulis mencoba untuk meneliti lukisan abstrak karya Agung dengan tema Ibu dan Anak melalui pendekatan kualitatif dan analisis semiotik.

Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani, semeion yang berarti tanda. Menurut Umberto Eco (dalam Sobur, 2009:95), mengatakan :


(19)

Tanda itu didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensional sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. (Sobur, 2009:95)

Sebuah tanda atau representament, menurut Charles S. Pierce (Budiman, 2011:16), adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lain itu dinamakan sebagai interpretan (interpretant) dari tanda yang pertama, pada gilirannya mengacu kepada objek. Dengan demikian, sebuah tanda atau representamen memiliki relasi triadik langsung dengan interpretan dan objeknya.

Upaya klasifikasi yang dikerjakan oleh Pierce terhadap tanda-tanda tidak bisa dibilang sederhana, melainkan sangatlah rumit. Meskipun demikian, perbedaan tipe-tipe tanda yang terlihat paling simpel dan fundamental adalah di antara ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol) yang didasarkan atas relasi di antara representamen dan objeknya. (Budiman, 2011:19)

Pertama, ikon adalah tanda yang didasarkan atas “keserupaan” atau “kemiripan” (“resemblance”) di antara representamen dan objeknya, entah objek tersebut betul-betul eksis atau tidak. Akan tetapi, sesungguhnya ikon tidak semata-mata mencakup citra-citra “realistis” seperti pada lukisan atau foto saja, melainkan juga ekspresi-ekspresi semacam grafik-grafik, skema-skema, peta geografis, persamaan matematis, bahkan metafora.

Kedua, indeks adalah tanda yang memiliki kaitan fisik, eksistensial, atau kausal di antara representamen dan objeknya sehingga seolah-olah akan


(20)

kehilangan karakter yang menjadikannya tanda jika objeknya dipindahkan atau dihilangkan. Indeks bisa berupa hal-hal semacam zat atau benda material (asap adalah indeks dari adanya api), gejala alam (jalan becek adalah indeks dari hujan yang turun), gejala fisik (kehamilan adalah indeks dari sudah terjadinya pembuahan), goresan (noda lipstik di celana dalam Sukab – seorang tokoh di dalam cerpen Seno Gumira Ajidarma [2002] –, adalah indeks dari perselingkuhannya dengan perempuan lain), dan sebagainya.

Ketiga, simbol adalah tanda yang representamennya merujuk kepada objek tertentu tanpa motivasi (unmotivated); simbol terbentuk melalui konvensi-konvesi atau kaidah-kaidah, tanpa adanya kaitan langsung di antara representamen dan objeknya, yang oleh Ferdinand de Saussure dikatakan sebagai “sifat tanda yang

arbitrer” (the “arbitrary character of the sign”). Kebanyakan unsur leksikal di dalam kosakata suatu bahasa adalah simbol. Misalkan kata pohon di dalam bahasa Indonesia, yang disebut wit dalam bahasa Jawa dan tree dalam bahasa Inggris, adalah simbol karena relasi di antara kata tersebut sebagai representamen, dan pohon betulan yang menjadi objeknya tidak bermotivasi alias arbitrer, semata-mata konvensional. Namun demikian, tidak hanya bahasa yang sesungguhnya tersusun dari simbol-simbol. Gerak-gerik mata, tangan, atau jari-jemari (misalkan mata berkedip, tangan melambai, atau jempol diacungkan ke atas) adalah simbol; juga tanda-tanda visual seperti gambar atau lukisan abstrak karya Agung yang akan penulis teliti.


(21)

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Semiotik Charles Sander Pierce Mengenai Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra.

1.2Rumusan Masalah

Pada uraian latar belakang diatas, maka peneliti dapat merumuskan masalah untuk mengetahui apa yang akan penulis teliti, yakni :

1.2.1 Rumusan Masalah Makro

Pada rumusan masalah makro yang diangkat peneliti yaitu “Bagaimana Analisis Semiotik Charles Sander Pierce Mengenai Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra?”

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro

Adapun rumusan masalah mikro yang akan merinci secara jelas dan tegas dari fokus pada rumusan masalah yang masih bersifat umum dengan sobfokus-subfokus terpilih dan dijadikannya sebagai rumusan masalah mikro, yakni :

1. Bagaimana representasi pada lukisan abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra?

2. Bagaimana objek pada lukisan abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra?

3. Bagaimana interpretan pada lukisan abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra


(22)

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisa, menguraikan dan mendeskripsikan Analisis Semiotik Charles Sander Pierce Mengenai Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, maka tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui representasi pada lukisan abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra.

2. Untuk mengetahui objek pada lukisan abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra.

3. Untuk mengetahui interpretan pada lukisan abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan ilmu dan temuan yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan pijakan penelitian lebih lanjut khususnya pada teori ilmiah mengenai semiotika komunikasi yang terdapat dalam media khususnya lukisan abstrak.


(23)

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan wawasan untuk para akademisi, dapat memotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam memikirkan penelitian dibidang semiotika komunikasi selanjutnya terhadap dunia keilmuan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun dalam penelitian ini, selain memiliki kegunaan teoritisnya peneliti pun memaparkan kegunaan praktis dari penelitian yang dilakukan. Yaitu :

1.4.2.1Kegunaan Bagi Peneliti

Dengan adanya penelitian ini sangat memberikan manfaat dan kegunaannya bagi peneliti. Dimana dalam penelitian ini diharapkan peneliti dapat mendapatkan informasi mengenai Analisis Semiotik Mengenai Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra. Disini peneliti menyukai seni lukis tapi tidak ahli dalam melukis, hanya sebagai penikmat karya-karya seniman lukis yang luar biasa dan ingin berbagi pengetahuan dengan sesama orang awan tentang lukisan khususnya lukisan abstrak. Sehingga peneliti mempunyai pengetahuan lebih mengenai makna pada lukisan abstrak yang di analisis dari keilmuan yang peneliti tekuni.

1.4.2.2Kegunaan Bagi Universitas

Penelitian ini berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer Indonesia secara umum dan program ilmu komunikasi secara khusus


(24)

serta sebagai literatur atau untuk sumber tambahan dalam memperoleh informasi bagi peneliti selanjutnya yang akan melaksanakan penelitian pada kajian yang sama.

1.4.2.3Kegunaan Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan pula dapat berguna bagi masyarakat sebagai informasi mengenai lukisan abstrak terutama makna yang terkandung dalam lukisan abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra yang peneliti kaji melalui Semiotik Charles Sander Pierce. Dari penelitian yang dikaji melalui teori ini pula diharapkan masyarakat dapat lebih memaknai setiap lukisan abstrak yang sebelumnya hanya melihat sebuah karya lukis yang dianggap tidak mempunyai arah seni dalam melukis.


(25)

11

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Penelitian Yang Relevan

Dalam tinjauan pustaka, peneliti mengawali dengan menelaah penelitian yang memiliki keterkaitan serta relevansi dengan penelitian yang dilakukan. Dengan demikian, peneliti mendapatkan rujukan pendukung, pelengkap serta pembanding yang memadai sehingga penulisan skripsi ini lebih memadai.

Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat kajian pustaka berupa penelitian yang ada. Selain itu, karena pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menghargai berbagai perbedaan yang ada serta cara pandang mengenai objek-objek tertentu, sehingga meskipun terdapat kesamaan maupun perbedaan adalah suatu hal yang wajar dan dapat disinergikan untuk saling melengkapi.

Dibawah ini adalah tabel penelitian yang relevan yang telah peneliti pilih sesuai keterkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan.


(26)

Tabel 2.1

Penelitian yang relevan

No. Nama Peneliti Judul Penelitian

Metode

Penelitian Hasil Penelitian 1 Nuky Maulana

(Universitas Komputer Indonesia)

Logo Milanisti Indonesia Sezione Bandung (Analisis Semiotika Charles Sander Pierce Mengenai Logo Milanisti Indonesia Sezione Bandung)

Kualitatif Arti dari logo Milanisti Indonesia sezione Bandung

adalah keakraban,

persaudaraan dan adanya keinginan yang kuat di dalam semua anggota Milanisti Bandung untuk menjadikan Milanisti Bandung sebagai supporter sepakbola yang terdepan dan berprestasi di antara supporter sepakbola yang lainnya.

2 Niko

Hendravianto (Universitas Padjadjaran Bandung) Analisis Semiotik Logo CIMB NIAGA

Kualitatif Terdapat tiga simbol dalam logo CIMB NIAGA, yaitu simbol; persegi empat, mata panah dan tulisan CIMB NIAGA. Simbol persegi empat melambangkan ketegasan, mata panah melambangkan kemampuan berpikir dan bertindak selangkah lebih maju, sedangkan tulisan CIMB NIAGA melambangkan nama perusahaan dan identitas diri perusahaan. Logo CIMB NIAGA telah menjadi identitas perusahaan selama dua tahun lebih, dan telah menjalani fungsinya dengan baik selama itu. CIMB NIAGA telah sukeses membuat logo yang dapat mewakili identitas mereka sejak terbentuknya perusahaan mereka melalui proses merger hingga sekarang dengan


(27)

menyandang pesan bahwa CIMB NIAGA merupakan sebuah bank yang selalu bertindak one step ahead toward the competitor.

3 Lilik Indrawati

(Universitas Negeri Malang) Membaca Lukisan Agus Suwage:`The Super Omnivore` (Jurnal Penelitian)

Kualitatif Membaca lukisan Suwage `The Super Omnivore` tersebut,

tampak bahwa Suwage tidak

sekadar ingin menyampaikan

pesan yang sekadar berupa

aspek fotografis dari objek

dirinya` yang sedang memakan daging katak mentah, dan sayur

salad atau lettuce yang baru saja

tercabut dari tempat tumbuhnya (lihat akar salad itu masih menempel di bawah daun-daunnya yang segar).

Sumber : Data Peneliti, Maret 2013

2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.2.1 Pengertian Komunikasi

Dalam Mulyana dijelaskan, kata komunikasi atau communications dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama, communico, communication, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. (Mulyana, 2007:46)

Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari bahasa latin atau communicatio dan bersumber dari kata


(28)

communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang di komunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu. (Effendy, 2002: 9)

Banyak definisi komunikasi diungkapkan oleh para ahli dan pakar komunikasi seperti yang diungkapkan oleh Carl. I. Hovland yang dikutip oleh Onong Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. (Effendy, 2001: 10)

Hovland juga mengungkapkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan hanya penyampaian informasi melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Dalam pengertian khusus komunikasi, Hovland yang dikutip dari Onong Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the procces to modify the behaviour of other individuals).

Jadi dalam berkomunikasi bukan sekedar memberitahu, tetapi juga berupaya mempengaruhi agar seseorang atau sejumlah orang


(29)

melakukan kegiatan atau tindakan yang diinginkan oleh komunikator, akan tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap pendapat atau perilaku orang lain, hal ini bisa terjadi apabila komunikasi yang disampaikan bersifat komunikatif yaitu komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan harus benar-benar dimengerti dan dipahami oleh komunikan untuk mencapai tujuan komunikasi yang komunikatif. (Effendy, 2001:10)

Menurut Willbur Schramn, seorang ahli ilmu komunikasi kenamaan dalam karyanya Communication Research In The United States menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (Frame of Reference) yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experience and meanings).

Yang pernah diperoleh komunikan. Proses komunikasi pada dasarnya adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh seseorang komunikator kepada komunikan, pesan itu bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lain. Dalam prosesnya Mitchall. N. Charmley memperkenalkan 5 (lima) komponen yang melandasi komunikasi yang dikutip dari buku Astrid P. Susanto yang berjudul Komunikasi Dalam Praktek dan Teori, yaitu sebagai berikut :

a. Sumber (source) b. Komunikator (encoder) c. Pertanyaan/pesan (messege)


(30)

d. Komunikan (decoder) e. Tujuan (destination)

Roger dalam Mulyana berpendapat bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Mulyana, 2007:69). Harold Lasswell menjelaskan bahwa (cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana? (Mulyana, 2007: 69)

Pendapat para ahli tersebut memberikan gambaran bahwa komponen-komponen pendukung komunikasi termasuk efek yang ditimbulkan, antara lain adalah:

1. Komunikator (communicator, source, sender) 2. Pesan (message)

3. Media (channel)

4. Komunikan (communican, receiver) 5. Efek (effect)

Dari beberapa pengertian di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran makna/pesan dari seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain. Unsur-unsur dari proses komunikasi diatas merupakan faktor


(31)

penting dalam komunikasi, bahwa pada setiap unsur tersebut oleh para ahli ilmu komunikasi dijadikan objek ilmiah untuk ditelaah secara khusus. Menurut Deddy Mulyana, proses komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) bagian yaitu:

1. Komunikasi verbal

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal.

2. Komunikasi non verbal

Secara sederhana pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E Porter komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. (Mulyana, 2000: 237)


(32)

2.3 Tinjauan Tentang Lukisan

Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, dan bahkan film di dalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imaji tertentu kepada media yang digunakan.

Menurut Affandi dalam buku karangannya “Ekspresi Simbolik, Religius, dan Estetika Dalam Karya Lukis Kaligrafi”, mendefinisikan lukisan sebagai berikut :

“Lukisan adalah suatu bentuk ungkapan batin seseorang dari hasil suatu pengolahan ide berbakat pengalaman indrawi maupun pengalaman jiwa melalui susunan unsur-unsur estetis dengan ukuran dwi marta (dua dimensi). Ungkapan atau pernyataan batin yang juga disebut ekspresi dalam suatu karya seni, haruslah memiliki nilai kebebasan dan mengandung unsur keindahan. Tampilnya keindahan tidak selalu dalam pewujudan fisik dan visual semata-mata, tetapi dapat pula secara moral (perasaan) atau secara kedua-duanya.” (Affandi, 1994:134)

Seperti gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti dinding, lantai, kertas, atau kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia, sifat ini disebut juga dengan dwi-matra (dua dimensi, dimensi datar). Seiring dengan perkembangan peradaban, nenek moyang manusia semakin mahir membuat bentuk dan menyusunnya dalam gambar, maka secara otomatis karya-karya mereka mulai membentuk semacam komposisi rupa dan narasi (kisah/cerita) dalam karya-karyanya.


(33)

2.3.1 Sejarah Umum Seni Lukis di Dunia

Pada mulanya, perkembangan seni lukis sangat terkait dengan perkembangan peradaban manusia. Sistem bahasa, cara bertahan hidup (memulung, berburu dan memasang perangkap, bercocok-tanam), dan kepercayaan (sebagai cikal bakal agama) adalah hal-hal yang mempengaruhi perkembangan seni lukis. Pengaruh ini terlihat dalam jenis obyek, pencitraan dan narasi di dalamnya. Pada masa-masa ini, seni lukis memiliki kegunaan khusus, misalnya sebagai media pencatat (dalam bentuk rupa) untuk diulangkisahkan. Saat-saat senggang pada masa prasejarah salah satunya diisi dengan menggambar dan melukis. Cara komunikasi dengan menggunakan gambar pada akhirnya pertumbuhan pembentukan sistem tulisan karena huruf sebenarnya berasal dari simbol-simbol gambar yang kemudian disederhanakan dan dibakukan.

Ada 4 zaman perkembangan seni lukis di dunia, yaitu : A. Zaman Prasejarah

Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding goa untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan


(34)

lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang goa adalah dengan menempelkan tangan di dinding goa, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding goa yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik.

Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan objek-objek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari objek yang digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap objeknya. Misalnya, gambar seekor banteng dibuat dengan proporsi tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam objek menjadi berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerahnya.


(35)

Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah seniman-seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi kegiatan seni.

B. Zaman Klasik

Seni lukis zaman klasik kebanyakan dimaksudkan untuk tujuan mistisme (sebagai akibat belum berkembangnya agama) dan propaganda (sebagai contoh grafiti di reruntuhan kota Pompeii). Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu berkomunikasi lebih baik daripada kata-kata dalam banyak hal.


(36)

C. Zaman Pertengahan

Sebagai akibat terlalu kuatnya pengaruh agama di zaman pertengahan, seni lukis mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sihir yang bisa menjauhkan manusia dari pengabdian kepada Tuhan. Akibatnya, seni lukis pun tidak lagi bisa sejalan dengan realitas. Kebanyakan lukisan di zaman ini lebih berupa simbolisme, bukan realisme. Sehingga sulit sekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan "bagus".

Lukisan pada masa ini digunakan untuk alat propaganda dan religi. Beberapa agama yang melarang penggambaran hewan dan manusia mendorong perkembangan abstrakisme (pemisahan unsur bentuk yang "benar" dari benda).

D. Zaman Renaissance

Berawal dari kota Firenze. Setelah kekalahan dari Turki, banyak sekali ilmuwan dan budayawan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari Bizantium menuju daerah semenanjung Italia. Dukungan dari keluarga de Medici yang menguasai kota Firenze terhadap ilmu pengetahuan modern dan seni membuat sinergi keduanya menghasilkan banyak sumbangan terhadap kebudayaan baru Eropa. Seni rupa


(37)

menemukan jiwa barunya dalam kelahiran kembali seni zaman klasik. Sains di kota ini tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat baru untuk merebut kembali kekuasaan yang dirampas oleh Turki. Pada akhirnya, pengaruh seni di kota Firenze menyebar ke seluruh Eropa hingga Eropa Timur.

2.3.2 Sejarah Seni Lukis di Indonesia

Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini.

Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa. Namun seni lukis Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama seperti zaman Renaissans Eropa, sehingga perkembangannya pun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah "kerakyatan". Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap sebagai tema yang mengkhianati


(38)

bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu. Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.

Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan konsepsi.

Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual art): “Installation Art”, dan “Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis alternatif investasi.


(39)

2.3.3 Aliran Seni Lukis

Mempelajari seni rupa pada dasarnya mempelajari peradaban manusia. Sejarah peradaban tidak dapat dipisah-pisahkan, karena pada dasarnya kesenian antar bangsa memberi dan menerima pengaruh. Namun untuk mempermudah cara mempelajarinya perlu diadakan pengelompokkan.

Para ahli berpendapat bahwa seni rupa Barat modern pada dasarnya bersumber dari zaman Yunani dan Romawi yang disebut zaman Klasik. Kebudayaan Yunani tersebut dibawa ke Eropa Barat melalui Roma. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada awal abad ke-19 menyebabkan munculnya berbagai produk. Keadaan ini akhirnya mengubah berbagai aspek kehidupan manusia, tak terkecuali di bidang seni rupa. Perhatian manusia cenderung pada hal-hal yang bersifat material, hal ini menyebabkan pemberontakan seniman. Pemberontakan seniman termanifestasikan dalam bentuk-bentuk kreativitas, sehingga di dunia perkembangan seni rupa lahir aliran-aliran dalam seni rupa yang saling menerusakan atau menentang aliran-aliran sebelumnya.

Seni lukis mempunyai aliran-aliran dalam pengelompokan jenisnya, yaitu:

A. Neo-Klasik

Pecahnya revolusi Perancis pada tahun 1789, merupakan titik akhir dari kekuasaan feodalisme di Perancis


(40)

yang pengaruhnya terasa juga ke bagian-bagian dunia lainnya. Revolusi ini tidak hanya perubahan tata politik dan tata sosial, tetapi juga menyangkut kehidupan seni. Para seniman menjadi bebas dalam memperturutkan panggilan hati masing-masing, dimana mereka berkarya bukan karena adanya pesanan, melainkan semata-mata ingin melukis saja.

Maka dengan demikian mulailah riwayat seni lukis modern dalam sejarah yang ditandai dengan individualisasi dan isolasi diri. Jacques Louis David adalah pelukis pertama dalam babakan modern. Pada tahun 1784, David melukiskan

“SUMPAH HORATII”. Lukisan ini menggambarkan Horatius, bapak yang berdiri di tengah ruangan sedang mengangkat sumpah tiga anak laki-lakinya yang bergerombol dikiri, sementara anak perempuannya menangis di sebelah kanan.

Lukisan ini tidak digunakan untuk kenikmatan, melainkan untuk mendidik, menanamkan kesadaran anggota masyarakat atas tanggung jawabnya terhadap Negara. J.L. David merupakan pelopor aliran Neo-Klasik, dimana lukisan Neo-Klasik bersifat Rasional, objektif, penuh dengan disiplin dan beraturan serta bersifat klasik. Tokoh penerus J.L. David dalam Neo-Klasik adalah Jean Auguast Dominique Ingres (1780-1867).


(41)

Ciri-ciri lukisan Neo-Klasik:

a. Lukisan terikat pada norma-norma intelektual akademis.

b. Bentuk selalu seimbang dan harmonis.

c. Batasan-batasan warna bersifat bersih dan statis. d. Raut muka tenang dan berkesan agung.

e. Berisi cerita lingkungan istana. f. Cenderung dilebih-lebihkan.

Gambar 2.1

Lukisan Aliran Neo-Klasik


(42)

B. Romantik

Aliran Romantik merupakan pemberontakan terhadap aliran Neo-Klasik, dimana Jean Jacques Rousseau mengajak kembali pada alam, sebagai manusia yang tidak hanya memiliki pikiran tetapi juga memiliki perasaan dan emosi. Lukisan-lukisan romantik cenderung menampilkan hal yang berurusan dengan perasaan seseorang (sangat ditentang dalam aliran Neo-Klasik). Eksotik, kerinduan pada masa lalu digunakan untuk perasaan dari penontonnya. Kecantikan dan ketampanan selalu dilukiskan.

Tokoh yang betul-betul pemberontak dan pertama kali menancapkan panji-panji romantisme adalah Teodore Gericault (1791-1824) dengan karyanya yang berjudul

“RAKIT MENDUSA”. Romantisme berasal dari bahasa

Perancis “Roman” (cerita), sehingga aliran ini selalu

melukiskan sebuah cerita tentang perbuatan besar atau tragedi yang dahsyat. Tokoh-tokohnya lain dalam aliran Romantik adalah Eugene Delacroix, Theodore Gericault, Jean Baptiste, dan Jean Francois Millet.

Ciri-ciri aliran Romantik sebagai berikut:

a. Lukisan mengandung cerita yang dahsyat dan emosional.


(43)

b. Penuh gerak dan dinamis.

c. Warna bersifat kontras dan meriah. d. Pengaturan komposisi dinamis.

e. Mengandung kegetiran dan menyentuh perasaan. f. Kedahsyatan melebihi kenyataan.

Gambar 2.2

Lukisan Aliran Romantik

Sumber: dexripsi.blogspot.com, 2012 C. Realisme

Realisme merupakan aliran yang memandang dunia tanpa ilusi, mereka menggunakan penghayatan untuk menemukan dunia. Salah seorang tokoh Realisme yang

bernama “Courbet” dari Perancis mengatakan

“TUNJUKKANLAH KEPADAKU MALAIKAT, MAKA

AKU AKAN MELUKISNYA”, artinya ia tidak akan melukis sesuatu yang tidak ditunjukkan kepadanya (sesuatu yang tidak


(44)

real/nyata). Aliran Realisme selalu melukiskan apa saja yang dijumpainya tanpa pandang bulu dan tanpa ada idealisasi, distorsi atau pengolahan-pengolahan lainnya. Gustave Courbet (1819-1877) memandang bahwa lukisan itu pada dasarnya seni yang kongkrit. Lukisan-lukisan Courbet selalu menampilkan

kenyataan hidup yang pahit seperti “Lukisan Pemecah Batu”

dll. Tokoh lain dalam aliran Realisme yaitu Jean Francois, Millet dan Honore Daumier.

Gambar 2.3 Lukisan Aliran Realisme

Sumber: dexripsi.blogspot.com, 2012

D. Naturalisme

Aliran Naturalisme adalah aliran yang mencintai dan memuja alam dengan segenap isinya. Penganut aliran ini berusaha untuk melukiskan keadaan alam, khususnya dari


(45)

aspek yang menarik, sehingga lukisan Naturalisme selalu bertemakan keindahan alam dan isinya. Monet merupakan salah satu tokoh pelukis Naturalisme, tetapi terkadang lukisannya mendekati Realisme. Meskipun lukisan Naturalistiknya Monet yang mendekati Realisme, tetapi sangat berbeda dengan lukisan Gustave Courbert sebagai tokoh realisme. Realismenya Courbert bersifat sosialistik yang moralitasnya cukup tinggi, sedangkan realismenya Monet cenderung melukiskan yang indah-indah dan amoral, karena

prinsip Monet adalah “seni untuk kepentingan seni, bukan

untuk apapun”. Para pelukis Naturalisme sering dijuluki sebagai pelukis pemandangan. Tokoh Naturalisme yang berasal dari Inggris adalah Thomas Gainsbrough (1727-1788). Tokohnya antara lain John Constable, William Hogart, Frans Hall.


(46)

Gambar 2.4

Lukisan Aliran Naturalisme

Sumber: dexsripsi.blogspot.com, 2012

E. Impresionisme

Apabila ada orang mendengar istilah Impresionisme, maka asosiasi mereka biasanya tertuju pada lukisan-lukisan yang impresif, yaitu lukisan yang agak kabur dan tidak mendetail. Claud Monet bukan tokoh impresionisme, tetapi aliran impresionisme banyak diilhami oleh penemuan-penemuan Claud Monet dalam setiap lukisannya. Seorang tokoh impresionisme dari Prancis bernama Piere Auguste Renoir (1841-1919).

Pelukis ini sangat gemar melukis wanita, baik dalam kondisi berpakaian maupun tanpa busana. Lukisan impresionis sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, karena melukis


(47)

dilakukan di luar studio. Lukisan impresionis biasanya tidak mempunyai kontur yang jelas dan nampak hanya efek-efek warna yang membentuk wujud tertentu. Tokoh dalam aliran Impresionis antara lain Eduard Manet, Claude Monet,Auguste Renoir, Edward Degas dan Mary Cassat.

Gambar 2.5

Lukisan Aliran Impresionisme

Sumber: dexsripsi.blogspot.com, 2012

F. Ekspresionisme

Pada tahun 1990-an, para pelukis mulai tidak puas dengan karya yang hanya menonjolkan bentuk-bentuk objek. Mereka mulai menggali hal-hal yang berhubungan dengan batin, sehingga muncullah aliran Ekspresionisme. Vincent Van Gogh (1850) adalah tokoh yang menjadi tonggak kemunculan


(48)

aliran ekspresionisme dan tokoh lain yang mengikuti adalah Paul Cezanne, Paul Gauguin, Emil Nolde dan di Indonesia yaitu Affandi. Ekspresionisme merupakan aliran yang melukiskan aktualitas yang sudah didistorsikan ke arah suasana kesedihan, kekerasan ataupun tekanan batin.

Gambar 2.6

Lukisan Aliran Ekspresionisme

Sumber: dexsripsi.blogspot.com, 2012

G. Fauvisme

Nama fauvisme berasal dari bahasa Prancis “Les Fauves”, yang artinya binatang liar. Aliran fauvisme sangat mengagungkan kebebasan berekspresi, sehingga banyak objek lukisan yang dibuat kontras dengan aslinya seperti pohon berwana oranye/jingga atau lainnya. Lukisan-lukisan fauvis betul-betul membebaskan diri dari batasan-batasan aliran sebelumnya.


(49)

Pelukis fauvisme cenderung melukis apa yang mereka sukai tanpa memikirkan isi dan arti dari sebuah lukisan yang dibuat. Maurice De Vlaminck, merupakan tokoh fauvisme yang banyak terinspirasi oleh goresan warna Vincent Van Gogh, sampai-sampai ia berkata; Saya lebih mencintai Van Gogh dari pada Ayah saya. Tokoh-tokohnya antara lain Henry Matisse, Andre Derain, dan Maurice de Vlaminc.

Gambar 2.7

Lukisan Aliran Fauvisme

Sumber: dexsripsi.blogspot.com, 2013

H. Kubisme

Adalah aliran yang cenderung melakukan usaha abstraksi terhadap objek ke dalam bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan sensasi tertentu. Aliran kubisme dilatar belakangi oleh konsep Paul Cezanne yang mengatakan bahwa bentuk dasar dari segala bentuk adalah silinder, bola, balok dan


(50)

semua bentuk yang ada di dalam di pengaruhi oleh perspektif, sehingga bidang tertuju pada satu titik tengah. Karya Picasso menjadi inspirasi kemunculan karya-karya kubisme, karena motif geometris digunakan oleh Picasso.

Lukisan kubisme mengedepankan bentuk-bentuk geometris. Tokoh kubisme yang sangat terkenal adalah Picasso dan Paul Cezanne, tetapi di samping kedua tokoh ini masih banyak tokoh lain yg menganut Kubisme seperti Juan Gris dll.

Gambar 2.8 Lukisan Aliran Kubisme


(51)

I. Abstraksionisme

Adalah usaha untuk mengesampingkan unsur bentuk dari lukisan. Teknik abstraksi yang berkembang pesat seiring merebaknya seni kontemporer saat ini berarti tindakan menghindari peniruan objek secara mentah. Unsur yang dianggap mampu memberikan sensasi keberadaan objek diperkuat untuk menggantikan unsur bentuk yang dikurangi porsinya.

Gambar 2.9

Lukisan Aliran Abstraksionisme

Sumber: dexsripsi.blogspot.com, 2012

J. Futurisme

Aliran Futuris muncul di Itali pada tahun 1909, sebagai reaksi terhadap aliran kubisme yang dianggap dinamis penuh gerak, karena itu temanya cenderung menggambarkan kesibukan-kesibukan seperti, pesta arak-arakan, perang dll.


(52)

Tokoh aliran ini antara lain Carlo Carra, Buido Severini, Umbirto Boccioni, danF.T Marineti.

Gambar 2.10

Lukisan Aliran Futurisme

Sumber: dexsripsi.blogspot.com, 2012

K. Dadaisme

Aliran dadaisme merupakan pemberontak konsep dari konsep aliran sebelumnya. Aliran ini mepunyai sikap memerdekakan diri dari hukum-hukum seni yg telah berlaku. Ciri aliran ini sinis, nihil dan berusaha meleyapkan ilusi. Aliran ini dilatar belakangi oleh perang dunia pertama yg tak kunjung berhenti.

Perang yg tak kunjung padam memberi kesan hilangnya nilai sosial dari nilai estetika di muka bumi, sehinga pandangan dadaisme tidak ada estetika dalam karya seni.


(53)

Tokoh Dadisme adalah Paul Klee, Scwitters Tritan Tzara, Maron Janco dll.

Gambar 2.11 Lukisan Aliran Dadaisme

Sumber: dexsripsi.blogspot.com, 2012

L. Surrealisme

Lukisan aliran Surrealisme ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui di dalam mimpi dan sebenarnya bentuk dari gudang fikiran bawah sadar manusia. Pelukis berusaha untuk membebaskan fikirannya dari bentuk fikiran logis kemudian menuangkan setiap bagian dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya. Salah satu tokoh yang populer dalam aliran ini adalah Salvador Dali.


(54)

Gambar 2.12

Lukisan Aliran Surrealisme

Sumber: dexsripsi.blogspot.com, 2012

2.4 Tinjauan Tentang Seni Abstrak

Seni abstrak merupakan seni yang yang berbentuk visual dengan warna dan garis untuk membuat komposisi yang bebas untuk menggambarkan sesuatu. Pengertian kata abstrak itu sendiri membuat kita sering mengingat suatu hal yang tidak jelas. Bisa bentuknya, warnanya, keberadaannya, atau mungkin malah ceritanya. Namun sesungguhnya, kata abstrak itu sendiri bisa menjadi berbeda artinya apabila kita menggunakannya dalam beberapa bidang yang berbeda.

Seni Abstrak telah dikembangkan di dunia Barat, dari Renaissance sampai pertengahan abad ke-19, didukung oleh logika perspektif dan upaya


(55)

untuk mereproduksi ilusi terlihat lebih nyata. Seni budaya lain dari Eropa telah menjelaskan cara-cara alternatif untuk menggambarkan pengalaman visual untuk seni. Pada akhir abad ke-19 banyak seniman merasa perlu untuk membuat jenis baru seni yang akan mencakup perubahan mendasar yang terjadi dalam teknologi, ilmu pengetahuan dan filsafat. Sumber di mana seniman individu menarik argumen teoretis mereka pun beragam, dan mencerminkan keasyikan sosial dan intelektual dalam semua bidang budaya Barat pada saat itu. Seni abstrak, seni nonfigurative, seni nonobjective, dan seni nonrepresentational merupakan istilah yang terkait satu sama lain. Seni-seni tersebut serupa, namun tidak memiliki makna yang identik.

Karya seni yang membutuhkan kebebasan, mengubah contoh untuk warna dan bentuk dengan cara yang mencolok, bisa dikatakan sebagian abstrak. Jumlah abstraksi tidak meninggalkan jejak setiap referensi untuk sesuatu yang dikenali. Dalam abstraksi geometris, misalnya, terdapat suatu kemungkinan untuk menemukan referensi ke entitas naturalistik. Seni figuratif dan abstraksi total hampir eksklusif. Tapi figuratif dan representasional (atau realistis) seni sering berisi abstraksi parsial.

2.5 Tinjauan Tentang Semiotik 2.5.1 Pengertian Semiotik

Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani, semeion yang berarti tanda. Menurut Umberto Eco (dalam Sobur, 2009:95), mengatakan bahwa tanda itu didefinisikan sebagai sesuatu


(56)

yang atas dasar konvensional sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. (Sobur, 2009:95)

Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial. Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjukkan pada adanya hal lain. Contohnya, asap menandakan adanya api.

Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Sedangkan menurut Van Zoest mengatakan semiotik adalah ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungan dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. (Sobur, 2009:96)

Batasan lebih jelas mengenai definisi semiotik dikemukakan oleh Preminger (2001:89), yang mengatakan :

Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda itu mempunyai arti. (Sobur, 2009:96)

Meskipun refleksi mengenai tanda itu mempunyai sejarah filsafat yang patut dihargai, namun semiotik atau semiologi dalam arti


(57)

modern berangkat dari seorang ahli bahasa Swiss, yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913), yang mungemukakan pandangan linguistik hendaknya menjadi bagian dari suatu ilmu pengetahuan umum tentang tanda, yang disebutnya semiologi.

Pemahaman akan struktur semiosis menjadi dasar yang tidak bisa ditiadakan bagi penafsir dalam upaya mengembangkan pragmatisme. Seorang penasir adalah yang berkedudukan sebagai peneliti, pengamat, dan pengkaji objek yang dipamainya. Dalam mengkaji objek yang dipahaminya, seorang penafsir yang jeli dan cermat, sesuatunya akan dilihat dari jalur logika, yakni (Sobur, 2009:97):

1. Hubungan penalaran dengan jenis penandanya :

a. Qualisigns: Penanda yang bertalian dengan kualitas. Tanda-tanda yang merupakan tanda berdasarkan suatu sifat. Qualisigns yang murni pada kenyataannya tidak pernah ada. Jadi agar benar-benar berfungsi, qualisign harus mempunyai bentuk.

b. Sinsigns: penanda yang bertalian dengan kenyataan. Tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar tampilnya dalam kenyataan. Semua pernyataan individual yang tidak dilembagakan merupakan sinsigns.

c. Legisigns: penanda yang bertalian dengan kaidah. Tanda-tanda yang merupakan Tanda-tanda atas dasar suatu peraturan


(58)

yang berlaku umum, sebuah konvensi, sebuah kode. Semua tanda bahasa merupakan legisigns, karena bahasa merupakan kode. Setiap legisigns mengimplikasikan sinsigns, sebuah second yang mengaitkan sebuah third, yakni peraturan yang bersifat umum. Jadi, legisign sendiri merupakan sebuah third.

2. Hubungan kenyataan dengan jenis dasarnya :

a. Icon: sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa dengan bentuk objeknya.

b. Index: sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan petandanya.

c. Symbol: sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan kaidah secara konvensi telah lazim digunakan oleh masyarakat.

3. Hubungan pikiran dengan jenis petandanya :

a. Rheme or seme: penanda yang bertalian dengan mungkin terpahaminya objek petanda bagi penafsir.

b. Dicent or decisign or pheme: penanda yang menampilkan informasi tentang petandanya.

c. Argument: penanda yang petandanya akhir bukan suatu benda tetapi kaidah. (Sobur, 2004:97-98).


(59)

Kesembilan tipe penanda sebagai suatu struktur semiosis itu dapat dipergunakan sebagai dasar kombinasi satu dengan lainnya. Dalam kaitannya dengan ilmu bahasa, semiotik menurut Charles Moris, memiliki tiga cabang:

Sintaktika (sintaksis) sebagai ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan satuan-satuan lingual yang berupa kata untuk membentuk satuan kebahasaan yang lebih besar seperti frase, klausa, kalimat dan wacana. Semantika (semantik) adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna unit semantik yang terkecil disebut leksem, sedangkan makna gramatikal adalah makna yang terbentuk dari satuan kebahasaan. Pragmatika (pragmatis) adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. (Sobur, 2009:102)

2.5.2 Macam-Macam Semiotik

Menurut Pateda (2001:29), menerangkan bahwa sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam semiotik yang sudah dikenal, yakni :

2. Semiotik Analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. Semiotik berobjekan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada objek tertentu.

3. Semiotik Deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun terdapat tanda lain yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.

4. Semiotik Fauna (zoosemiotic), yakni semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikasi


(60)

antar sesamanya, tetapi sering juga menghasilkan tanda yang ditafsirkan oleh manusia.

5. Semiotik Kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga termasuk sistem itu, menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakannya dengan masyarakat yang lain.

6. Semiotik Naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore). 7. Semiotik Natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem

tanda yang dihasilkan oleh alam.

8. Semiotik Normatif, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu-lintas.

9. Semiotik Sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia lambang, baik lambang yang berwujud kata maupun lambang yang berwujud kata dalam satuan disebut kalimat.

10. Semiotik Struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa. (Sobur, 2004:100-101)

Dalam perkembangannya semiotik tidak hanya dipakai dalam kajian linguistik, tapi semiotik juga bisa digunakan dalam menganilis berbagai objek seperti semiotik hewan (zoosemiotic) dan semiotik alam (natural semiotic).

2.5.3 Tanda dan Makna Dalam Semiotik 2.5.3.1Tanda Semiotik

Semua model makna memiliki bentuk yang secara luas serupa dan atau mirip. Masing-masing memperhatikan tiga unsur


(61)

yang mesti ada dalam setiap studi tentang makna. Ketiga unsur tersebut adalah: a) tanda, b) acuan tanda, c) pengguna tanda.

Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indera kita; tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri; dan bergantung pada pengamatan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda.

Peirce (dalam Fiske, 2004:62), mengatakan:

“Tanda dalam acuannya dan penggunaannya sebagai tiga titik dalam segitiga. Masing-masing terkait erat pada dua yang lainnya, dan dapat dipahami dalam artian pihak lain.” (Suprapto, 2006:114)

Sedangkan Saussure berpendapat lain, ia mengatakan:

“Tanda terdiri atas bentuk fisik plus konsep mental yang terkait, dan konsep ini merupakan pemahaman atas realitas eksternal.” (Suprapto, 2006:114)

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tanda terdiri pada realitas hanya melalui konsep orang yang menggunakannya.

2.5.3.1.1 Kategori-Kategori Semiotik

Pierce dan Saussure menjelaskan berbagai cara dalam meyampaikan makna. Peirce membuat tiga kategori tanda yang


(62)

masing-masing menunjukkan hubungan berbeda di antara tanda dan objeknya atau apa yang diacunya.

1. Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang ditandainya, misalnya foto atau peta. 2. Indeks adalah hubungan langsung antara tanda dan

objeknya. Ia merupakan tanda yang hubungan eksistensionalnya langsung dengan objeknya.

3. Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan atau aturan kata-kata umumnya adalah simbol. (Suprapto, 2006:120)

Tommy Suprapto dalam bukunya yang berjudul

“Pengantar Teori Komunikasi”, mengemukakan beberapa

pokok pikiran tentang makna dan tanda dalam proses komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Dalam proses komunikasi, seperangkat tanda merupakan hal yang penting karena ini merupakan pesan yang harus dipahami oleh komunikan. Komunikan harus menciptakan makna yang terkait dengan makna yang dibuat oleh komunikator. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistem tanda yang semakin sama.


(63)

2. Tanda-tanda (sign) adalah basis dari seluruh kegiatan komunikasi. Manusia dengan perantara tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian tentang tanda dalam proses komunikasi tersebut sering disebut semiotika komuniksi.

3. Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda, yang salah satu di antaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu: pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan hal yang dibicarakan. Semiotika mempunyai 3 bidang, yaitu:

a. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas aturan tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tandatanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya.

b. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi selama komunikasi yang tersedia mentransmisinya.


(64)

c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri. (Suprapto, 2006:123).

2.5.3.2Makna Semiotik

Semiotik berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak ke luar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti penunjukan (dennotative), kaitan dan kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda.

1. Denotatif, maksud dari denotatif adalah: a. Makna leksikal.

b. Arti yang pokok, pasti, dan terhindar dari kesalah-tafsiran.

c. Sifat langsung, konkret, dan jelas. 2. Konotatif, maksud dari konotatif adalah:

a. Memiliki makna struktural.

b. Memiliki makna tambahan disamping makna sebenarnya.


(65)

c. Memiliki sifat tidak langsung, maya, abstrak, tersirat. Manusia mampu memberikan makna dan menginternalisasikan makna terhadap suatu objek, tempat, maupun suasana dari orang-orang yang berada di dalam lingkungan simbolik kita. Sebagai contoh, orang-orang yang berada di dalam lingkup disiplin ilmu pertekstilan maupun industri tekstil akan menangkap makna gambar cones (gulungan benang berbentuk kerucut) sebagai simbol pemintalan, sedangkan gambar teropong untuk menyilangkan benang sebagai simbol penenunan.

Sebuah makna berasal dari petanda-petanda yang dibuat manusia, ditentukan oleh kultur atau subkultur yang dimilikinya yang merupakan konsep mental yang digunakan dalam membagi realitas dan mengkategorikannya sehingga manusia dapat memahami realitas tersebut.

2.5.4 Semiotika Komunikasi Visual

Definisi semiotika komunikasi visual dalam buku Sumbo Tinarbuko yang berjudul Semiotika Komunikasi Visual adalah:

“Sebuah upaya memberikan sebuah intepretasi terhadap keilmuan

semiotika itu sendiri, yaitu sebagai sebuah metode pembacaan karya


(66)

Sebagai sebuah upaya interpretasi, Sumbo menawarkan sebuah kebenaran tentang semiotika komunikasi visual, di samping kebenaran-kebenaran lain yang di tawarkan oleh penulis lain, dengan argumen, nalar dan sistematika yang dikembangkannya masing-masing.

Dilihat dari sudut pandang semiotika, komunikasi visual adalah sebuah sistem semiotika khusus, dengan pembendaharaan tanda (vocabulary) dan sintaks (syntagm) yang khas, yang berbeda dengan sistem semiotika seni. Di dalam semiotika komunikasi visual melekat fungsi komunikasi, yaitu fungsi tanda dalam menyampaikan pesan (sender) kepada para penerima (receiver) tanda berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu. Fungsi komunikasi mengharuskan ada relasi (satu atau dua arah) antara pengirim dan penerima pesan, yang dimediasi oleh media tertentu.

Meskipun fungsi utamanya adalah fungsi komunikasi, tetapi bentuk komunikasi visual juga mempunyai fungsi signifikasi (signification), yaitu fungsi dalam menyampaikan sebuah konsep, isi atau makna. Ini berbeda dengan bidang lain, seperti seni rupa (khusunya seni rupa modern) yang tidak mempunyai fungsi khusus komunikasi seperti itu, akan tetapi ia memiliki fungsi signifikasi. Fungsi signifikasi adalah fungsi dimana penanda (signifer) yang bersifat kongkret dimuati dengan konsep-konsep abstrak atau makna yang secara umum disebut petanda (signified). Dapat dikatakan disini, bahwa meskipun semua


(67)

muatan komunikasi dari bentuk-bentuk komunikasi visual ditiadakan, ia sebenarnya masih mempunyai muatan signifikasi, yaitu muatan makna.

Semiotika komunikasi mengkaji tanda dalam konteks komunikasi yang lebih luas, yang melibatkan berbagai elemn komunikasi, seperti saluran (channel), sinyal (signal), media, pesan, kode (bahkan juga noise). Semiotika komunikasi menekankan aspek produksi tanda (sign production) di dalam berbagai rantai komunikasi, saluran dan media ketimbang sistem tanda (sign system). Di dalam semiotika komunikasi, tanda di tempatkan dalam rantai komunikasi, sehingga mempunyai peran yang penting dalam penyampaian pesan.

2.6 Semiotika Charles Sander Pierce

“Menurut Pierce salah satu bentuk adalah kata. Sedangkan objek adalah tanda yang ada dalam benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.” (Sobur, 2002:115). Pierce juga mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah kedua, dan penafsiran unsur pengantara adalah contoh dari ketigaan. Ketigaan yang ada dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tidak terbatas, selama satu penafsiran (gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi lain (yaitu dari suatu makna dan penanda) bisa ditangkap oleh penafsiran lainnya. Penafsiran ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi, penangkap) membentuk tiga jenis penafsiran yang penting.


(68)

Agar bisa ada sebagai suatu tanda, makna tersebut harus ditafriskan yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.

Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan seperti gambar berikut:

Gambar 2.13

Segitiga Semiotik C.S Pierce Representament

Interpretant Object

Sumber: Tinarbuko, 2008, dalam buku Semiotika Komunikasi Visual

Menurut Pierce tanda ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu kepada suatu yang lain, oleh Pierce disebut objek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan, tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melaui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda, artinya tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukan oleh Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotik.


(69)

Bagi Charles Sander Pierce (Pateda, 2001:44 dalam Sobur, 2002:41), tanda ”is something which stand to somebody for something in some resfect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau represntament) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant.

Atas dasar hubungan ini, Pierce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan ligisign. Berdasarkan Objeknya, Pierce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Dan Berdasarkan Interpretannya dibagi atas rheme, dicent sign atau decisign dan argument.

2.7 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini sebagai ranah pemikiran yang mendasari peneliti tersusunlah kerangka pemikiran baik secara teoritis maupun konseptual. Adapun kerangka pemikiran secara teoritis dan konseptual, sebagai berikut:

2.7.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori segitiga makna (triangel meaning) Charles Sander Pierce yang terdiri atas sign (tanda), object (objek) dan Interpretant (Interpretan) sebagai acuan. Menurut Pierce salah satu bentuk adalah kata. Sedangkan objek adalah tanda yang ada dalam benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut (Sobur, 2002:115). Pierce juga


(70)

mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah kedua, dan penafsiran unsur pengantara adalah contoh dari ketigaan.

Ketigaan yang ada dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tidak terbatas, selama satu penafsiran (gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi lain (yaitu dari suatu makna dan penanda) bisa ditangkap oleh penafsiran lainnya. Penafsiran ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi, penangkap) membentuk tiga jenis penafsiran yang penting.

Agar bisa ada sebagai suatu tanda, makna tersebut harus ditafsirkankan yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.

Hubungan segitiga makna pierce lazimnya ditampilkan seperti gambar berikut:

Gambar 2.14

Segitiga Semiotik C.S Pierce Representament

Interpretant Object


(1)

berhubungan langsung dengan objeknya yaitu gambar lukisan yang ditimbulkan pada saat pembuatan karya lukis ini dan atas pengolahan ide dan emosi dalam diri pelukis pada saat pengumpulan simbol-simbol yang terdapat pada lukisan abstrak Ibu dan Anak. Bentuk lukisan abstrak Ibu dan Anak ini dengan menyisipkan ikon (Symbol) yang menimbulkan interpretant dari pembuat karya lukis sebagai suatu bentuk dari penggunanya yang mewakili emosinya pada saat pembuatan karya lukis.

Secara terminologis, semiotik adalah ilmu tanda (sign/representament) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungan dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. (Sobur, 2004:96)

Dalam penelitian kali ini objek dari penilitiannya adalah elemen-elemen yang terdapat dalam lukisan absrak Ibu dan Anak karya Agung. Tanda dalam lukisan absrak Ibu dan Anak terbagi dalam 3 komponen yaitu qualisigns, sinsigns, legisingns. Qualisigns disini adalah objek yang menyeruapai wujud manusia yaitu ibu dan anaknya. Kedua elemen ini merupakan elemen-elemen yang terdapat dalam lukisan absrak Ibu dan Anak yang memiliki makna kasih sayang dan ikatan batin yang kuat. Komponen yang kedua adalah sinsigns, sinsigns pada lukisan abstrak Ibu dan Anak ini adalah hubungan antara gambar dengan arti objeknya tersebut. Kasih sayang dan perhatian merupakan ciri tersendiri dari seorang ibu. Seperti diketahui bahwa wanita mempunyai sifat dasar kelembutan dan kelembutan tersebut menjadikan identitas pada lukisan abstrak Ibu dan Anak ini. Komponen tanda yang terakhir adalah legisingns, legisigns disini adalah merupakan tanda yang muncul dari emosi pembuat karya lukis dalam memaknai setiap elemen-elemen yang ada di dalam lukisan absrak Ibu dan Anak.

Objek dalam teori dari Pierce yang diaplikasikan dalam bentuk lukisan terbagi atas 3 komponen, yaitu ikon, indeks dan simbol. Pengertian ikon disini merupakan tanda yang didasarkan atas “kemiripan” yang terdapat dalam lukisan absrak Ibu dan Anak, pembahasan ikon dalam penelitian ini adalah pemahaman arti dari elemen-elemen dalam membentuk suatu citra baru di dalam lukisan


(2)

absrak Ibu dan Anak. Komponen yang kedua adalah indeks. Indeks adalah hubungan langsung antara tanda dan objeknya. Ia merupakan tanda yang hubungan eksistensionalnya langsung dengan objeknya, pembahasan indeks dalam penilitian ini adalah simbolisasi karakter sosok seorang ibu yang terbentuk karena hadirnya seorang anak dalam hidupnya. Komponen terakhir dalam objek adalah simbol. Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya tanpa motivasi. Makna simbol yang terkandung dalam lukisan absrak Ibu dan Anak adalah rasa kasih sayang dan ikatan batin kuat yang menunjukkan hubungan antara ibu dan anak.

Segitiga makna Pierce menyimpulkan dalam suatu interpretan. Dan dalam interpretan ini yaitu suatu bentuk pemaknaan dari segala proses pencapaian arti yang disampaikan oleh suatu bentuk tanda, dan elemen-elemen yang terdapat dalam lukisan abstrak ini adalah yang diinterpretankan. Interpretan terbagi dalam 3 komponen. Yang pertama adalah Rheme, rheme disini merupakan pemilihan-pemilihan bentuk elemen-elemen yang dipilih dan digunakan untuk dapat membuat sebuah lukisan yang baik berdasarkan filosofi yang ada sesuai dengan karakter seorang ibu itu sendiri. Komponen yang kedua adalah dicent sign, dicent sign adalah tanda yang menginformasikan tentang sesuatu. Dicent Sign penciptaan karya lukis berdasarkan kenyataan, yaitu pemilihan bentuk elemen-elemen lukisan berdasarkan kenyataan yang ada dan di aplikasikan dalam bentuk lukisan abstrak Ibu dan Anak. Dicent sign merupakan tanda eksistensi aktual, suatu tanda faktual (a sign of fact), yang biasanya berupa sebuah proposisi. Sebagai proposisi, dicent sign adalah tanda yang bersifat informasional. Dicent Sign dalam lukisan abstrak Ibu dan Anak adalah dengan adanya tulisan “Agung W, 2003”. “Agung W” menginformasikan bahwa pelukis dari lukisan tersebut, dan “2003” adalah tahun dimana pelukis membuat lukisan tersebut. Dan komponen interpretan yang terakhir adalah argument. Argument adalah tanda yang infers seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Pembahasannya argument dalam penelitan ini adalah memberikan makna secara langsung, namun kembali lagi kepada nilai akan suatu isi pesan yang disampaikan oleh pembuat karya lukis yang menghasilkan suatu bentuk visualisasi elemen-elemen lukisan pada saat pembuatan karya lukis.


(3)

Pemaknaan elemen-elemen lukisan itu dimaknai sama oleh setiap individu karena penyisipannya ditinjau dari isi pesan yang di sampaikan dan di respon dalam bentuk elemen sesuai dengan filosofi yang ada dan terbentuk ke dalam lukisan itu sendiri yaitu lukisan absrak Ibu dan Anak. Meski dalam pemaknaan sebuah karya lukis abstrak tidak mudah, namun respon yang diterima hampir sesuai dengan apa yang disampaikan pembuat karya lukis abstrak.

IV. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab pembahsan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Analisis Semiotik Charles Sander Pierce Mengenai Lukisan Abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra yaitu sebagai berikut:

1. Representasi pada lukisan abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra yaitu dimana dalam lukisan abstrak ini terdapat dua elemen penting yaitu objek gambar seorang ibu dan anaknya yang masing-masing elemen tersebut mempunyai arti kedekatan, kasih sayang dan ikatan batin yang sangat kuat diantara keduanya yang di visualisasikan oleh pelukis.

2. Objek pada lukisan abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra yaitu pengolahan ide dan emosi yang ada dalam benak pelukis untuk menciptakan kesan baru dan pemahaman akan arti dan makna dalam lukisan tersebut. Dalam lukisan abstrak Ibu dan Anak digambarkan sosok seorang wanita berambut panjang dalam keadaan melingkarkan tangannya seolah sedang memegang atau menggendong sesuatu, oleh pelukisnya ini diartikan sebagai seorang ibu yang sedang menggendong anaknya.

3. Interpretan pada lukisan abstrak Ibu Dan Anak Karya Agung Wiwekaputra yaitu dasar bentuk dari lukisan abstrak Ibu dan Anak yaitu garis berbentuk lonjong, ada juga setengah lingkaran. Dasar bentuk ini menginterpretasikan sebagai wujud manusia. Terdapat


(4)

tulisan “Agung W, 2003” yang mengartikan pelukis dari lukisan abstrak Ibu dan Anak serta tahun dibuatnya lukisan tersebut. Warna kuning dan merah, kuning mengartikan kelembutan dan merah mengartikan power atau kekuatan kasih sayang ibu dalam menjaga anaknya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Affandi, M. 1994. Ekspresi Simbolik, Religius dan Estetika dalam Karya Lukis Kaligrafi. Yogyakarta: FPBS-IKIP.

Ardianto, Elvinaro. 2011. Metodologi Penelitian untuk Public Relations Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Budaya, Bentara. 2005. Perjalanan Seni Lukis Indonesia. Bandung: Kepustakaan Populer Gramedia.

Budiman, Kris. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Cangara, Hafied, 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjana. 1997. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Fichner, Lois. 1995. Understanding Art. United Kingdom: Cengage Learning.

Mahamood, Muliyadi. 2007. Seni Lukis Sezaman. Jakarta: DBP.

Moleong, Lexy J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Soedarso. 1992. Seni Lukis Kaligrafi Islam. Yogyakarta: ISI.

Soedjojono. 2010. Seni Rupa Indonesia Dalam Kritik Dan Esai. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sony Kartika, Dharsono. 2004. Buku Diksi Rupa, Kumpulan Istilah Seni Rupa. Yogya: Rekayasa Sains.

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.


(6)

Karya Ilmiah

Maulana, Nuky 2012. Logo Milanisti Sezione Bandung (Analisis Semiotika Charles Sander Pierce Mengenai Logo Milanisti Indonesia Sezione Bandung). Bandung: Universitas Komputer Indonesia.

Hendravianto, Niko. 2011. Analisis Semiotik Logo CIMB NIAGA. Bandung: Universitas Padjadjaran.

Intan Wulandari, Yustina. 2012. Analisis Nilai Estetis Lukisan Kaca Cirebon Semar dan Macan Ali. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Sumber Lain

http://akhmadfarhan.wordpress.com/2008/12/04/komunikasi-nonverbal/ (Minggu, 31 Maret 2013 Pkl : 01:30 WIB)

http://desxripsi.blogspot.com/2012/07/aliran-aliran-seni-rupa-tokoh-dan.html#axzz2OfvrIG6j

(Rabu, 20 Maret 2013 Pkl: 21:03 WIB)

http://ilukmana.blogspot.com/2011/04/kenali-seni-abstrak.html (Rabu, 20 Maret 2013 Pkl: 21.02 WIB)

http://kumpulanistilah.com/2012/08/pengertian-seni-abstrak.html (Minggu, 7 April 2013 Pkl: 23:50 WIB)

http://ventznino.blogspot.com/2012/12/pengertian-abstrak-kutipan-dan-daftar.html (Minggu, 7 April 2013 Pkl: 00:34 WIB)