Instrumen Madihin Cara Pementasan

kalimat akhir bersamaan bunyi, sedang Madah dalam bahasa Arab mengandung makna puji-pujian. Pendapat lain mengatakan bahwa madihin berasal dari bahasa Banjar papadah atau mamadahi dalam bahasa Indonesia memberi nasehat. Semua opini ini dapat dibenarkan, sebab masing-masing mempunyai kaitan yang sama dengan syair pantun dalam kesenian madihin Anwar , 2002 : 4

4. Instrumen Madihin

Madihin adalah salah satu cabang kesenian tradisional daerah Banjar Kalimantan Selatan. Senimannya disebut pemadihinan baik lelaki maupun perempuan. Terbang madihin terbuat dari kulit kambing yang sudah dikeringkan. Kulit kambing tersebut diberi kerangka kayu dengan garis tengah ±30 cm dan bagian bawahnya berukuran ±25 cm, kayu yang dipakai dipilih secara apik yaitu dari jenis kayu yang cukup liat, misalnya jenis kayu Jingah, batang pohon Nangka, batang pohon Tiwadak Banyu dan kadang-kadang juga dipakai jenis Kayu Halaban, untuk mengencangkan kulit pada kerangka dipakai rotan yang sudah diserut. Azidin,1994:3.

5. Cara Pementasan

Madihin dipergelarkan bisa sendirian atau berpasangan, dalam bentuk pertandingan, sedang penonton sebagai jurinya. Biasanya madihin dipergelarkan pada malam hari, lama waktu pergelaran disesuaikan dengan keinginan penyelenggaranya, atau tergantung pada hasrat penonton, terkadang penonton menghendaki madihin bergelar hingga jauh malam. Pemadihinan tampil dengan sebuah terbang, sejenis gendang berkulit. Ukurannya cukup besar, lebih besar dari pada rebana yang di pakai untuk kesenian hadrah, terbang itu dipukul dengan kedua telapak tangannya menurut rentak irama tertentu sebagai pembuka untuk menarik perhatian penonton. Dinamik terbang yang dipalunya dikurangi sehingga berfungsi sebagai iringan suaranya melagukan larik-larik yang selalu bersajak pada setiap akhir kalimat. Larik-larik pembukaan tersebut merupakan perkenalan, isinya menyebutkan jati dirinya, tujuan pelaksanaan madihin, dan topik-topik apa yang dimadihinkannya, serta tidak lupa memohon kemaafan sekitarnya dalam pergelaran madihin nanti dapat kekurangan dan kekhilapan yang dapat membuat penonton kurang berkenan Azidin, 1994:5. Pantun-pantun Madihin diucapkan oleh pemadihinan secara spontanitas dan secara perlahan-lahan menuju sasaran yang sudah direncanakan. Sasaran itu bisa berupa orang, kelompok orang, lingkungan, perilaku birokrasi, lelucon dan bahkan apa pun bisa disampaikannya dengan baik. Kata-kata dalam kesenian madihin 3 mengandung unsur humor yang tinggi, karena itu menonton madihin berarti siap untuk tertawa. Menurut Syukrani 1994:9, struktur baku permainan madihin adalah sebagai berikut: 1. Pembukaan. Yakni dengan melantunkan sebuah sampiran pantun yang disebut membawakan Hadiyan yang diawali terlebih dahulu dengan pukulan terbang pembukaan. 2. Memasang tabi Yaitu membawakan pantun yang berisi penghormatan terhadap penonton, ucapan terima kasih, minta maaf jika ada kesalahan atau kekeliruan ketika membawakan pertunjukan. 3. Menyampaikan isi Bagian ini disebut juga dengan manguran, yaitu menyampaikan pantun yang isinya selaras dengan tema pergelaran madihin. Sampiran pantun di dalam pembukaan harus selaras dengan isi yang akan disampaikan oleh pamadihinan. 4. Penutup Yaitu menyampaikan kesimpulan dari keseluruhan isi yang sudah disampaikan. Pada bagian penutup ini juga membawakan kata penghormatan kepada penonton, serta mohon pamit dan di tutup dengan membawakan sebuah pantun penutup. Kesenian madihin pada mulanya dipergelarkan di tempat-tempat terbuka, misalnya dipekarangan-pekarangan, tanah lapang atau di sawah yang padinya sudah dipanen. Sawah yang padinya sudah dipanen tanahnya keras karena pada waktu itu berbetulan dengan musim kemarau. Di tempat-tempat itu dibuatkan semacam panggung frontal, diatas panggung diletakkan kursi yang diperuntukkan bagi para pemadihinan duduk Syukrani,1994:7

5. Perkembangan Madihin sampai sekarang