Peranan Bahsa Indonesia Sebagai Sarana Komunikasi Ilmiah Moderen

PERANAN BAHASA INGONESIA SEBACAI SAIIAP?A
ILCMUNIKASI ILiiiIAH MODEREK
Oleh :
Prof. Dr. Anton M. Moeliono

(Lernbaga IErnu Pengetahuan Indonesia)

Seperti juga ifmu yang lain, ilmu hayat mengalami kemajuan. Salah satu unsur penting di dalam penyebarluasan kemajuan itu untuk keperluan
ilmu dan pengajaran di Indonesia adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indone
sia yang dapat menjadi sarana seperti yang dimakmd itu adalah bahasa Indonesia moderen, yaitu bahasa Indonesia yang mempunyai kosa kata dan
istilah yang cukup u&k keperluan ilmu itu serta mempunyai laras bahasa
yang mernadai. Ddam kaitan itu, bahasa Indonesia yang sekarang itu sehingga dapatlah bahasa Indonesia itu berperan dengan baik.
Makna pemoderenan bahasa mencakup usaha menjadikan bahasa itu
bertaraf sederajat seeara fungsional dengan bahasa-bahasa lain yang lazim
disebut bahasa terkembang yang sudah mantap. Pemoderenan itu dapat juga
dianggap proses penyertaan jadi warga keluarga b&asa di dunia yang memungkinkan penerjemah tirnbal balik f keantarterjemahan) di dalam berjenis
ragam wacana atau satuan teks tutwan yan berurutan. Pemoderenan itu,
selanjutnya, dapat diartikan pemutakhiran bahasa sehingga serapdengan
keperluan komunikasi dewasa ini di berbagai bidang kehidupan seperti industri, pemiagam, teknologi dan pendidikan ianjutan. Bahasa Inggris mengalami proses itu selama abad ke-15 (Ferguson, 1968) dan bahasa Jepang
mengalaminya pada akhir abad yang lalu (Neustupny, 1980).
Pemoderenan bahasa, yang di dalam karangan ini dianggap sejalan dengan pencendekiaannya, rnenyangkut dua w k , yakni (1)pemekaran kosa

katanya dan (2) pengembangan jumlah laras" registeru-nya dan bentuk-bentuk wacananya.

BENGENDEKIAAN BAHASA
Pencendekiaan bahasa, yang juga dapat disebut pemerasioannya, dapat
diartikan penyesuaiannya sehingga bahasa itu mampu membentuk pernyataan yang tepat, seksama, dan abstrak. Bentuk kalimatnya mencerminkan
ketelitian penalaran yang obyektif sehingga suku-suku kalimatnya mirip
dengan proposisi logika. Hubungan logis itu temngkap oleh berjenis kalimat
majemuk yang mempernyatakan kesinambungan pikiran yang bersusunsusun. Mengingat pentingnya peranan ilmu dan teknologidewasa ini, usaha
pemoderenan bahasa Indonesia, pada hemat penulis ini, tidak dapat mengabaikan aspek pengembangan it& Alisjahbana beAahun-tahun, sarnpai ke
karangannya yang mutakhir, (di antaranya, 1970, 1974, 1976, 1978a,
1978b), menunjukkan arah rekayasa bahasa "language engineering7'yang
h q s ditempuh lewat pembakuan bahasa dan pengembangan istilah.
Pengukuran tar& kecendekiaan bahasa Indonesia mas& memerlukan
telaah yang lebih lanjut. Keperluan akan sifat keeendekiaan itu mas& disangsikan d e h setengah orang karena sifat itu ditautkan dengan intelektualisme yang merupakan anatema di d a l m dunia pendidikan Indonesia. Ada
juga .sangkaan bahwa keeendekiaan itu akan mendesak aspek perasaan di
dalam bahasa sehingga bahasa Indonesia sarna sekali menjadi "kering". Dari
sudut psikologi sangat menarik adanya perbedaan dalam pemerinli;katan
,>
ranking " nilai kognitif dan emosional. D a l m pada itu, sering dapat didengar bahwa bahasa Indonesia tidak mernpunyai perangkat istilah yang mkup yang seeara eermat dapat memerinci perbedaan konsep yang, misalnya,
mungkin dilambangkm di dalarn bahasa Inggris. Karena hasil Pekerjaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Panitia Kej a Sama Kebahasaan Indonesia-Malaysia di bidang peristilahan sampai kini belum dipasarkan s e e m luas, di sini pun belurn dapat dimbil simpulan apakah beriburibu istilah itu terrnasuk bahasa moderen yang hidup.


PLMEKARAN KGSA KATA
Pemekaran l'cosa kata diperlukan untuk mernungkinkan pelambangan
konsep dan gagasan kegidupan moderen. Cakrawala sosial budaya yang
meluas. yang melampaui batas-batas peri kehidupan yang tertutup, menimbulkan keperluan adanya kata, istilah, dan ungkapan barn dalam bahasa.
Ada dua masalah yang bersangkutan dengan usaha pemekaran kosa kata.
Yang pertama ialah masalah sumber unsur leksikal yang barn; yang kedua
bertalian dengan cara membentuk unsur yang b m itu dan memadukannya
dengan kosa kata yang sudah ada.
Sumber pertama tentu bahasa itu sendiri. Karena jumlah konsep yang
mungkin dipikirkan manusia selalu mengatasi jumlah lambang leksikal yang

.

ada, maka pemekaran itu dapat dilakukan dengan cara memiliki kata dalam
bahasa itu dan memberi makna yang b m lewat proses peluasan atau penyempitan makna asalnya. Rivai (1973) memakai dunia, diuisi, kelas, bangga, suku, puak, marga, seksi, jenis, varitas (mestinya uarietas), forma, dan
sub untuk mengganti nama Latin regnum, divisio, classis, ordo, familia,
tribus, genus, see tio, species, varietas, forma, dan sub.
Cara kedua yang dapat dipertimbangkan ialah penghidupan kembali
unsur leksikal lama yang dapat diaktifkan lagi dengan maknanya yang sama,

atau dengan makna baru lewat proses peluasan atau penyempitan yang disebutkan di atas. Cara itu terutama berfaidah bagi masyarakat meka bahasa
yang menggunakan bahasa nasional yang penuturnya kebanyakamya bukan
penutur asli Hal itu berlaku untuk bahasa Indonesia yang bersumber pada
bahasa Melayu. Seeara umum dapat dikatakan bahwa kata Melayu yang lama, yang belum pernah dipakai oleh penutur bahasa dewasa ini, tidak dapat
digolongkan dalam kategori kata usang. Sebagaimana dialami oleh penulis
ini sebagai penyuluh M a s a , kata yang bersangkutan itu jarang dikenali sebagai kata lama - berlainan dengan misalnya, kita bahari, hulubalarzg, a t ~ ~
biti- biti dan penuara. Bahkan eksistensinya pun di dalan? bahasa lama sering
tidak diketahui oleh orang awam. Kata itu sebaiknya dianggap kata b m
untuk penutur bahasa masa kini.
Jika kosa kata bahasa yang bersangkutan di sarnping itu, sudah direk m di ddarn kamus yang sedikit banyak historis sifatnya - seperti Kamus
Umum Bahasa hdonesia, susunan Poerwad
inta - masih ada keuntungan lain yang patut dipertimbangkan. Unsur leksikal yang dipilih untuk menambah leksikon yang basu sudah t e m u a t di dalam'kmus sehingga pemakai bahasa segera dapat meneari maknanya di dalarn terbitan ika, atau
membandingkan maknanya yang lama dengan yang baru sehingga diketahuinya penrbahan yang terjadi. Beberapa eontoh dapat disebut di sini: pemerhati, tolok, planggan" cus tomer ',' kanjang (Ausdauer) dan tapak (site).
Gara ketiga ialah proses pemajemukan yang mengambil unsurnya dari
leksikon yang ada. Misalnya, angkatan bersenjata, daya angkut, tampak depan, segitiga, dan mesh-hitung tangan.
Cara yang keempat ialah menciptakan bentuk baru lewat proses penamaan b m atau lewat proses pengakronirnan. Contohnya ialah sinambung,
niraksara (buta huruf), berdikari, dan plin-plan.
Sumber kedua bagi peluasan kosa kata ialah bahasa serunlpun yang pemakainya berdampingan dengan bahasa yang bersangkutan. Pernungutan
unsur leksikal dari bahasa serumput memiliki rnas1ahat"benefit"kemiripan
dalam struktur fonologi dan morfologinya. Keuntungan yang lain ialah kemiripan yang terdapat di dalam struktur semantiknya sehingga medan makna unsur leksikal yang dipungut itu mudah diserasikan (cf. Lyons, 1977).

Di dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia proses pemungutan
ini sudah lama berjalan. Tidaklah mengherankan jika bahasa serumpun,

t, nye* eernsoh.

hdonesia. Ben*

msam

nyah

jang sejarah bahasa Melap yang Eta ke

kut berbagai bidang kehidlup
ti& bemakna leksseperti y a w ,
lnerupakan upaya b m bagi k
a d a m disebut Jones
Dua bahasa Eropa Barat yang berfungsi sebagai surnber pungutan d m
yang mengubah c o d kosa kata bahasa Indonesia secara nyata dewasa hi
ialah bahasa Belanda d m bahasa hggris. P e r b e d m sikap yang ditunjukkan,

baik oleh penutur bahasa orang se
rnaupun orang pihak pengembang
bahasa znasa k h i , kterhadap c
yerapan unsur pungutan bePakibat
jauk krhadap sistern fonologi dan fmotaksis b&asa Indonesia. Dengan sena, stnrktur morfologis kata Indonesia yang berasal dari
idu benabah pula.
Sikap penutur bahasa hdonesia terhadap bahasa wing sebagai sumber
pungutan berbeda dengan sikapnya teterhadap bahasa serumpun yang juga
mempakm surnber pungutan. Unsur pungutan yang berasal dari bahasa Jawa misalnya, tidak dirnasukkan ke dalam kategori yang asing walaupun k e

dua bahasa itu dari jurusan linguistik digolongkan sebagai dua sistem yang
otonom. Karena itu, pemungutan unsur dari bahasa asing pun berbeda di
dalarn proses dan penempatannya di dalan sistem bahasa. Jika ditinjau dari
taraf penyerapannya ke dalam tubuh bahasa Indonesia, bentuk pungutan
itu ada yang dijadikan unsur kosa kata asing yang terdapat di dalarn kosa
kata umum, dan ada yang dimasukkan langsung sebagai unsur baru kosa kata umum.
Golongan yang pertama meliputi bentuk yang melmbangkm barang
atau paham yang sangat barn bagi masyarakat bahasa pernungut atau yang
medan maknanya sangat khusus di dalam bahasa sumber itu sendiri. Terrnasuk di dalam kategori itu, misalnya, "turnkey project," "bowling,"
"esprit decorps, " "erhlarung, " "Renaissance, " "Sturm u n Drang, " "Atlantic Charter," E'art pour I'art Svaraj. " Unsur pungutan itu digunakan di dalam konteks kaiimat Indonesia dalarn bentuknya yang asli, baik ejaanilya

maupun lafalnya. Agaknya, sejurnlah kata dan ungkapan yang bersal dari
bahasa asing yang berfungsi, sejumlah kata dan ungkapan yang berasal dari
bahasa asing yang berfungsi khusus di bidang agama d m ibadat, misalnya,
bahasa Arab dan Latin, harus dimasukkan ke dalam bilangan kelompok itu.
Penempatannya di dalam kosa kata asing bahasa Indonesia mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan pendapat tentang kedudukannya di
dalam kosa kata.
Seeara prinsip dapat dikatakan bahvva setiap bahasa mengrakui adanya
kosa kata asing di dalam korpus kosa kata umumnya. Leksikon bahasa Inggris, misalnya, mengmdung sejumlah unsur leksikal Perancis dan Latin yang
digunakan seeara umum; misalnya vis-a-vis, in toto, eurrieulum vitae. Bertarnbahnya jumlah Ieksikal di dalam kosa kata asing suatu bahasa bertalian
juga dengan pengembangan berbagai laras bahasa "register'I Kita dapat m e
nemukan, rnisalnya, butir apparatus critieus di bidang filologi dan butir
juncto, bis, dan ter di bidang perundang-undangan Indonesia.
Golongan pungutan yang kedua dapat diperinci rnenjadi tiga kelompok: (1)unsur pungutan yang mengalami penyesuaian bentuk fonologi
atau ejaannya, (2) unsur pungutan yang mengalami proses penghibridan;
dan (3) unsur pungutan yang merupakan has3 penerjemahan.
Kelompok p e r t m a terdiri atas subkelompok unsur yang temasuk
kosa kata urnum dan subkelompok unsur yang tergolong istilah teknis. Garis haluan yang dianut oleh badan pengembang bahasa di Indonesia akhirakhir ini mengutarnakm prinsip pengekalan bentuk rnorfem daripada prinsip penyesuaian bentuk fonologi unsur yang asing demi asa keantarterjemahan. Misalnya, sistem, iota, estrogen, atlet, kontingen, dan ekologi.
Kelompok kedua meliputi pungutan yang sebagiannya terdiri atas
unsur yang asing dan sebagiannya lagi bempa unsur Indonesia. Misalnya,
swalayan "selfiservice': praanggapan "presupposition" dan momentum sudut. Juga temasuk di dalamnya bentuk yang beralas morfem Indonesia

yang mendapat afiks asing; atau sebaliknya, bentuk yang beralas morfem

asing yang berafika Indonesia. Misalnya, rimbawan, bapakisrne, menasionalkatz, pendekretan, dirasionalisasi.
Kelornpok ketiga, yang dapat dianggap hasil proses pernungutan kesemantikan dengan substitusi unsur bahasa pemungut, idah unsur p u n s t =
yang lazim disebut pungutan terjemahan. Sekedar beberapa contoh diberikan di bawah ini sebagai garnbaran. Unsur kedua di dalam tiap pasangan
memjuk ke unsur asing yang menjadi model bagi pungutan Indonesianya:
mengambil alih "i>vernemen7:kerjasama "samenwerkin.g ;menggarisbawahi
'bnderstrepen, underscore5',balok kotak "box girder", suhu cadang "sparepart '.'
Aspek sosiolinguistik yang menarik di dalam proses pemungutan itu
ialah latar pertimbangan penutur bahasa untuk rnemungut unsur dari bahasa lain. Pertama-tama dapat dikernukakan bahwa pada hakekatnya masalah pemungutan mula-mula memilih dari sumber di luar bahasanya sendiri.
Jika kemudian unsur pungutan itu rnenjadi lazim, golongan penutur yang
lain memasukkannya ke dalam kosa katanya masing-masing sebagai "barang jadi". Di sarnping itu, dipat diajukan sekurang-kurangnya enam macam faktor dan pertbbangan yang rupanya &pat merangsang tindakan pemungutan. Faktor dan pertimbangan itu ialah (1)prinsip kehematan, (2)
kejarangan bentuk asli, (3) keperluan akan kata searti, (4) pembedaan arti
di dalarn bahasa sendiri yang kurang cermat, (5) gengsi bahasa asing, dan (6)
kemampuan berbahasa yang rendah.
Pernungutan kata dapat dianggap salah satu contoh usaha manusia
mencari cara yang lebih cermat. Memilih kata yang sudah siap lebih ekonomis daripada mernerikan konsep dalam bahasa sendiri; apalagi jika di dalam pernerian itu diperlukan bent& frase. Misalnya, politik ekonomi, dan
demokrmi.
Unsur leksikal asli yang jarang digunakan tidak temasuk kosa kata
aktif penutur bahasa jika ia bukan ahli bahasa. Mata dursila, misdnya, berpadanan dengan immoral. Namun, karena kata itu frekuensi pemakaiannya

sangat rendah, tereiptalah bentuk asusila berdasarkan analogi pada bentuk
Inggris amoral yang sebenarnya berarti 'tidak bersifat susila atau dursila'.
Pertimbangan kelanggarnan (stilistik) dapat rnendorong penutur bahasa meneari sinonim demi variasi estetik di d a l m ujaran dan tulismnya.
Pemahman bahasa lain rnemberinya peluang memungut unsur kosa kata
bahasa itu. Lepas dari rnasalah perlu tidaknya dilakukan pernungutan itu jika
di dalam bahasanya sendiri terdapat sinonim yang memadai. Misalnya, asimilasi di s m p i n g pembauran dan penyerapan; kontrol di sarnping peng~~wnson,
pengendalim dan penilikan; spesial di samping hhusus; fasilitas di
samping hemudahan.
Kadang-kadang timbul perasaan pada penutur bahasa bahwa bahasanya tidak memiIiki upaya untuk rnembedakan dengan cennat berbagai konsep yang bertalian. Benar tidaknya anggapannya itu tentx tidak disadarinya. Karena itu, ia merasa perlu menularkan perbedaan bentuk di d a l m

bahasa asing ke dalam bahasanya dengan memungut seperangkat kata yang
tennasuk dalam satu paradigma. Misalnya, politik dan politis, universitas
dan universiter, norma dan nomatif.
Kefas-@an berbahasa asing, khususnya bahasa yang ditautkan dengan
peradaban yang tinggi, kadang-kadmg disangka penutur bahasa akan meningkatkan kedudukan sosialnya di mata orang. Karena itu, dipungut evaluasi, bilateral, multiplihasi, dan halibrasi walaupun ada bentuk penilaian,
dwipihak, pelipatan, dan helipatan, serta peneraan. Dengan beranalogi kepada Ali Mazrui (1975), aMi ilmu politik dari Uganda, yang memberikan
julukan "AfreSaxon" kepada orang Afrika yang mendewa-dewakan serba
hal yang bereorak Enggris, Ziad Salim (1977), di d a l m karangannya yang
m a t menarik, menjuluki proses pemungutan gejala bahasa Inggris dan
Amerika yang berlebih-lebihan dengan nama "lndo-Smonization" atau

pengindosaksonan bahasa Indonesia.
Penutur bahasa di antara kalangan elite sosial tidak sedikit yang kosa
kata asingnya lebih luas eakupannya daripada kosa kata Indonesianya dan
taraf pemahman kaidah gramatikal bahasa asing lebih tinggi daripada taraf
pernahamannya di bidang bahasa Indonesia. Di dalam proses pengalhatan
buah pikirannya lalu mungkin terjadi interferensi pola struktur kalirnat
wing yang mendorongnya menciptakan pungutan terjemahan. Di dalam beberapa ragam, misalnya, dapat ditemukan unsur pungutan: dalam mana,
atas mana, untuk mana, kepada siapa, dengan siapa sebagai konjungsi, yang
masing-mashg berpola pada "waarin/in which," "waarop/on which,"

"waaruoor/for which,"

"aan wie/to whom,"

"met wielwith whom."

Konstmksi pungutan itu sebenarnya dapat dihindsi dengan rnudah, asal
pola kalimat Indonesia yang mendasainya dikenal. Bandingkan, misalnya,
pasangan yang berikut.
la. Kota Jakarta di rnana penduduknya bertambah terns rnenjadi kota

yang terpadat.
b. Kota Jakarta yang penduduknya bertambah terns rnenjadi kota yang
terpadat.
2a. Rumah di depan rnana terdapat kios kecil kemarin terbakar.
b. Rumah yang di depannya terdapat kios keeil kernarin terbakar.
3a. Pak Warno hepada siapa peristiwa itu hams dilaporkan tidak dapat dihubungi.
b. Pak Warno yang harus dilapori peristiwa itu tidak dapat dihubungi.
Keenam faktor dan pertimbangan di atas diuraikan seeara bemnrt demi kejelasannya saja. Di dalam kenyataan sehari-hari, beberapa faktor pendorong untuk melakukan pemungutan dapat mmepengamhi peri laku penutur bahasa sekaligus. Masalah pemungutan itu bertalian erat dengan sikap
orang terhadap kemurnian bahasanya. Pustaka rujukan tentang proses pem u n p t a n di dalarn bahasa Indonesia, selain yang sudah disebutkan di muka
di dalam seksi ini, ialah Slametmuljana (19641, Moeliono (1968), dan Panitia Pengembangan (1975a, 1975b).

PENGEMBANGAN LARAS BAMASA
Aspek kedua di dalam pemodernan bahasa, yakni pengembangan jumlah laras" register "bahasa yang bertalian dengan retorik, setakat ini belurn
banyak dibahas di dalam kepustakaan perencanaan bahasa. Annamalai dan
Rubin (1980) mengajukan daftar masalah yang berhubungan dengan pengembangan laras di berbagai bidang kegiatan dengan maksud agar diselidiki
lebih lanjut, Ferguson (1968) di dalam makalahnya membuat pernyataan
yang rnenarik ketika ditulisnya bahwa bentuk wacana"discourse" baru yang
hams dikembangkan itu sifat kekhaasannya tidak terlalu menonjol jika dibandingkan dengan berbagai bentuk kesastraan - baik yang lisan rnaupun
yang tulisan - yang dimixki oleh masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Hal itu memang benar, sebab struktur persajakan yang terdapat, misalnya, pada pantun, syair, parikan Jawa, dan bentuk puisi lain, berhubungan erat dengan rirna "rhyme': runtun vokal"assonanee': kilatan "allusion"

dan iramaMrhythm': yang sangat khas dan yang amat sulit ditedemahkan ke
bahasa lain.
Ragam tulisan yang tidak bersifat kesusastraan, sebaliknya, memiliki
struktur yang eenderung ke arah kesamaan sernesta sehingga lebih mudah
ditejemahkan. Pemakaian ragam tulisan di dalam masyarakat bahasa berakibat jauh. Rekaman tulisan yang dapat bertahan lama rnernungkinkan
pengalihan infonnasi yang lebih banyak dari genemi yang mtu ke generasi
yang lain. Mudahnya pengungkapan rekaman tulisan itu memungkinkan juga k o m u ~ k a sdengan
i
jurnlah orang yang lebih besar. Setelah ragam tulisan
menyebar, semua ragam lisan bahasa tidak dapat lagi diperikan di d a l m
kehmpaan karena terjadinya proses pemengmhan tirnbal-bdik yang dapat
berakibat bahwa ragam lisan dapat berubah ke r a g a tulisan akibat sifatnya
yang lebih konsematif. Tambahan pula, pendidikan dan penelitian terutama
terlaksana lewat ragam tulisan. Pakat yang berlaku di dunia Barat tentang
susunan perenggan atau paragraf, peralihan antqerenggan bentuk paparan
atau eksposisi, perian atau deskripsi, kisahan atau narasi, dan bahasan atau
argumentasi, rnenyebar dan menjadi acuan bagi pengembangan laras bahasa
ymg sebelumnya: tidak dirasakm keperlumnya. Keraf (1971, 1981a,
1981b) dapat disebut sebagai eontoh usaha ke arah itu.
Berikut ini disajikan paparan tentang laras bahasan yang memadukan
saran Waliiday et al. (1964), Quirk e t al. (1973), dan (Kalliday, 1973) yang
menggmbarkm kemungkinm pengembangan bahasa Indonesia di bidang
itu. Konsep laras bahasa mengacu ke ragam bahasa yang dipandang dari sudut kelayakan di d a h berbagai jenis situasi pemakaian bahasan. Ragam
yang d k b u t didek eiri-eirinya lebih banyak bergantung pada kekhasan penutur bahasa: tempat asalnya, pendidikannya, tempat tinggalnya sekarang,
d m umurnya. Pemilihan unsur dari laras bahasa yang keliru atau pencampuran unsur dua laras bahasa mempakan kesalahan bahasa yang sering dibuat oleh nutur tidak asli dalam pelilaku kebahasaannya. Orang asing yang

menerapkm laras bahasa yang dipelajarinya d i universitas setibanya di Indonesia di dalam tawar-menawa di pasar akan terkejut bahwa orang Indonesia, menurut pengamatannya, tidak mem&ami bahasanya sendiri.
Laras bahasa terutarna berbeda dalam segi bentuknya, yakni di dalam
ciri-ciri tata bahasanya dan lebih-lebih la@ di dalam leksisnya. Kadang-kadang persandingan kata atau kolokasi dapat mempakan indikasi bagi laras
tertentu. Kata mata di dalam mata anggarm berasal dari laras bidang keuangan, sedangkan di dalam sakit mata tempatnya di dalarn laras bidang kedokteran. Perbedaan gramatikd di antam berbagai l a m dapat dislksikan juga j&a diperhatikan kedua kalirnat berikut. Presiden undang Ratu Belanda
dan K u berdiri seorang diri hampa einta. Kalimat pertama merupakm kepala berita di dalam laras jurnalistik, sedangkan kdimat yang kedua idah larik
di dalam sebuah nyanyian pop.
Penggolongan laras bahasa dapat dilakukm m e n m t tiga dimensi yang
masing-masing menggambarkan tipe situasi yang menjadi ajang peranan bahasa di dalamnya. Perinciannya itu sebagai berikut: (1)laras bahasa dari sudut pslndangan bidang atau pokok persoalan; ( 2 ) laras bahasa menurut sarana pengungkapannya, dan (3) lams bahasa bedaisarkan tata hubungan di antara penyerta peristiwa bahasa (ef. juga Moeliono, 1984)4.
Tampak dari penggolongan di atas bahwa r a g m bahasa di dalam keadaan diglosia, yang membedakan ragam tinggi d m ragam rendah yang hidup bedampingan, menyilangi klasifikasi Iaras bahasa. Baik d i dalam r a g m
b h a s a yang tinggi maupun di ddam ragam yang rendah terdapat jenis laras
yang disebutkan itu. Yang berbeda idah jumlah rinciannya. Penelitian di
bidang ini masih perlu dilakukan sebelum gambaran yang lebih lengkap
dapat diperoleh, tetapi secara umum mungkin dapat dikatakan bahwa
ragam bahasa tinggi jumlah larasnya lebih besar.
Setiap penutur bahasa hidup d m bergerak dalarn sejumlah lingkungm
yang adat-istiadatnya atau tata cara pergaulannya dapat berbeda. Perbedaan
itu t e m j u d pula dalam pemakaian bahasa. Orang yang ingin tumt serta dalam bidang tertenh atau yang ingin membiearakan pokok persoalan yang
berkaihn dengan lingkungan itu hams memilih salah satu laras yang dikuasainya d m yang cocok dengan bidang atau pokok itu. Jumlah laras yang dimiEkinya agak terbatas karena bergantung pada luas pergaulannya, bidang
yang dimaksudkan itu, misalnya, agama, politik, i h u , teknologi, pertukangan, perdagangan, seni rupa dan seni sastra, olah ragg, pemndang-undangan, dan angkatan bersenjata. Kerap kali peralihan laras itu berkisar pada pemilihm sejumlah kata atau tlngkapan yang khusus digunakan dalam
bidang a h dalarn pembahasan'pokok persoalan yang bersangkutan. Misalnya, akidah, ckad nikah, biara, perdamda (agamaf; kuorum, pemilihan
umum, partai (politik); atom, inflasi, pembelahan inti, finem, fosil (ilmu);
penyulingan, beton pratekan (teknologi); baut, dongkrah (pertukangan);
pialang, konsumen, cek (perdagangan); ikon, stupa, naturalisme (seni rupa);
gelandang, sundulan, gaya kupu-kupu (olahraga); pidana, perdata, mah-

kamah (perundang-undangan); panglima, saptamarga, satuan tugas, kapal
selam (angkatan bersenjata).
Di samping itu, ada juga variasi dalam tata bahasanya. Perhatikmlah
bagaimma bangun kalirnat tersusun galam uraian resep dapur, wacana ilrniah,
surat putusan, undmg-undang, wawaneara, doa, iklan d m kawat. Dalarn karangan ilmiah, rnisalnya, penulisnya sering menghindaai pemakaian kata
aku atau saya. Sebagai penggmti dipakainya kami, atau pendis ini. Atau,
penunjukkan pengarang sama sekali ditinggalkannya dan verba kdimat-kalimatnya dkusun dengan awalan pemasifan di-. Kaidah dalam seni kata,
yang menaasilkan laras kesusastraan termasuk yang paling ketat. Untaian
kalimat yang berlarik-larik tidak seldu dapat disebut sajak, dan karmgan
yang jumlah katanya di bawah sepuluh ribu tidak selalu boleh dinamai cerita pendek. Pemakaian laras menurut bidang atau pokok persoalan sering
berpraanggapan adanya pemakaian ragam bahasa yang lain. Misdnya, kalimat yang berkaitan dengan pokok di d a l m bidang ekonorni dan manajemen mensyaratkan pemakaim ragam bahasa orang yang berpendidikan formal. b r a s bahasa menurut sarananya lazim dibagi a b u ragam l i m , atau
ujaran, dm ragam tulisan. Karena tiap-tiap masyarakat bahasa memi&i ragarn limn, sedangkm ragam tulisan barn muneul kemudim, rnaka s o d yang
perk ditelaah ialah bagaimana orang menuangkan ujarannya ke dalam bentuk tulisan. Bahasa Melayu dianggap orang sejak dahulu berperan sebagai
lingua franea. Bahasa bersama itu untuk bagian besar penduduk kita berupa
ragam lism untuk keperluan yang agak terbatas. Bahkan s m p a i masa kini
oleh beduta-juta orang yang masih buta humf, bahasa Indonesia yang dikuasainya hanydah ragam lisannya saja.
A p a k h perbedaan yang menyolok mata yang dapat kita arnati di antara ujaran dan ragam tulisan? Ada dua hal yang perlu diperhatikan. Yang
pertama berhubmgan dengan su
a peristiwanya. Jika kita menggunakan
a tulisan, kita berpraanggapan bahwa orang ymg diajak berbahasa tidak ada di hadapan kita. Akibatnya, bahasa kita perlu lebih terang d m jelas
karena ujaran kita tidak dapat disertai oleh gerak isyarat, pandangan, a b u
anggukm, tanda penegasan di pihak kita atau pemahaman di pihak pendengar kita. Itulah sebabnya, kalimat dalarn ragam tulisan harus lebih eermat
sifatnya. Fungsi g m a t i k a l seperti subyek, predikat, dan obyek, serta hubungan di antara bejenis fungsi itu masing-masing harus ditegaskan dengan
lebih nyata.
Di dalam ragam lisan, karena pecakap "interlocutor "bersemuka, subyek kalimat, misalnya, dapat ditinggalkan. Orang dapat berkata, "Jika belum rnemiliki buku ini, silakan mengambil satu." tanpa menggunakan subyek sapaan. Di dalam ragam tulisan orang eenderung menulis pernyataan
itu seeara lebih eksplisit dengan menyisipkan salah satu di antara tutur sapaan atau tutur acuan" terns of address,"terrns of reference"antara kata jika
dan belurn. Bentuk akhir kalimat ragam tulisan tidak jarang berupa hasil

penyuntingan beberapa kali agar kalimat itu lebih berms, lebih mudah dikaji, atau lebih ekspresif.
Hal lain yang membedakan ragam l i m dengan ragam tulisan berkaitan
dengan beberapa upaya yang kita gunakan dalam ujaran - misalnya, tinggi
rendahnya dan panjang pendeknya suara, serta irama kalimat - yang sulit
dilambangkan dengan ejaan dan tata tulis yang kita miliki. Jadi, penulis
aeapkali perlu mewmuskan kembdi kdimatnya jika ia ingin menyampaikan
jangkauan makna yang sama lengkapnya atau ungkapan perasaan yang sama
telitinya. Misalnya, kdirnat ujaran, "Darto tidak mengambil uangmu." yang
disertai pola intonasi khusus pada kata tidak, dalam tulisan mungkin dapat
berbentuk, "Bukan Darto yalzg mengambil uangmu" agar penegasannya
sama tarafnya. Hams ditambahkan di sini bahwa ragam tulisan juga mempunyai kelebihannya. Upaya seperti huruf kapital, huruf miring, tanda kutip,
perenggan atau paragraf, tidak mengenal pakanannya yang sama jelasnya di
d a l m ujaran.
Tiap penutur bahasa pada dasarnya dapat memanfaatkan kedua ragam
lisan dan tulisan itu sesuai dengan keperluannya, apa pun latar belakangnya.
Meskipun dernikian, kita tidak dapat berharap orang yang kurang mendalam proses belajarnya mampu menggunakan ragam tulisan dengan keterampilan orang yang terpelajar. Pokok pengajaran bahasa di sekolah sebenarnyalah berkisax pada peningkatan keterampihn dan kefasihan dalam kedua
ragam itu. Ragam Esan dan tulisan mas& mengenal kendala lain. Artinya,
ada bidang atau pokok persoalan yang lebih mud& dituangkan ke dalarn ragam yang satu daripada yang lain. Misalnya, laporan keuangan dengan tabel
bilangan d m grafik, atau uraian kimia yang berisi larnbang unsur dan rumus
hidrolisis, lebih mudah disusun dan dibaca dalam bentuk tulisan. Demikian
pula peraturan perundang-undangan yang bangun kalimatnya se. g bersusun-susun. Sebaliknya, laporan pandangan mata yang mencakupi pertandingan olah raga dalam bentuk ragam Lisa - dan yang dapat kita nikmati
- sulit dipahami orang jika direkam secara harafiah dalam bentuk tulisan.
Lams bahasa berdasarkm tata hubungan di antaxa penyerta peristivva
bahasa mencakupi sejumlah corak bahasa Indonesia yang masing-masing pada asasnya tersedia bagi tiap pemakai bahasa. Ragam ini, yang disebut langgam, atau gaya, pemilihaqnya bergantung pada sikap penutur terhadap
orang yang diajak berbicara atau terhadap pernbacanya, sikap itu dipengaruhi, antara lain, oleh umur dan kedudukan yang disapa, pokok persoalan
yang hendak disarn?aikmnya, dan tujuan penyampaian infomasinya. Dalam hal laras bahasa rnenurut sikap itu, kita berhadapm dengan pemilihan
bentuk-betuk bahasa tertentu yang menggambarkan sikap kita yang resmi,
yang adab, yang dingin, yang hambar, yang hangat, yang akrab, atau yang
santai. Perbedaan berbagai langgam itu tercerrnin dalam kosa kata dan tata
bahasa. Perhatikanlah, misalnya, langgam bahasa kita jika kita memberikan
laporan kepada atasan, atau jika kita memarahi orang, membujuk anak, menulis surat kepada kekasih, rnengobrol dengan sahabat karib.

Kernampuan menggunalran berbagai langgam itu pada hakikatnya terjangkau oleh setiap orang dewasa. Namun, kemahiran itu tidak datang dengan sendirinya melainkan hams diraih lewat pelatihan dan pengalaman.
Untuk mencapai maksud itu diperlukan kematangan, kepekaan, dan kearifan y ang memungkinkan si penutur mengamati dan meneontoh langgam
orang yang dianggapnya cocok pada suasana tertentu. penerapan langgam
yang sama dalam situasi yang berlain-lainan, seperti halnya dengan mak keeil yang hanya menguasai satu langgam - yang dipakainya dalam lingkungan keluarganya - dapat menimbulkan kesan kemiskinan batin Di pihak
lain, penpasam satu langgarn bahasa semata-mata di kalangan masyarakat
yang luas, rnisalnya langgam pidato, atau langgarn instruksi, dapat menimbulkan anggapan bahwa dengan bahasa Indonesia orang seakan-akan tidak
dapat bergaul dengan akrab, hangat, dan mesa. Jakobson (1960) mengingatkai kita kembali bahwa bahasa, di samping fungsi pokoknya sebagai
sistem pengacuan, juga berfungsi sebagai sistem pnyatupadu, pengungkap
ego ppribadi, dan penyampai infonnasi yang dapat dinyatakan di dalam berjenis ragam d m berbagai laras.
Catatan
1. Anggapan itu ada kalanya hams dipulangkan pada prasangka. Salah nalar yang mendasarinya ialah kesimpulan ymg diambil oleh penutur bahasa Indonesia karena kata itu tidak terdapat di dalam kosa kata pribadinya. Dengan kata lain, apa yang tidak dikendnya dianggap pula tidak ada di d a l bahasa
~
Indonesia.
Kata pungutan bahasa Ing@s, rnisalnya, pada proses pembentukan ka2.
ta tumnan tidak tertakluk pada kaidah morfologi bahasa Indonesia:
hoordinasi: pengkoordinasian. Sebaliknya, kata Jawa trap mengalami
perubahan sebagai berikut: terap: penerapan. Penghindaran gugus konsonan pada posisi awal kata, dengan menyisipkan fonem pepet d i antara konsonan pertama dan kedua membawa maslahat adanya keteraturan yang lebih banyak di ddam proses pembentukan kata, Jadi,
clurit: 'eelurit', 'meneelmiti'; class; 'kelas'; 'mengelaskan'.
3. Ada golongan usahawan dan pedagang yang di dalam penanaman usahmya senang berkiblat pada kota Singapura atau Hongkong yang memajukan bahasa Inggris. Bandingkanlah nama Ratu Plaza, dm beberapa plaza lailnya dengan Lucky Plaza di Singapura. Bahkan kartu namanya pun disusin di dalam bahasa Inggris.
4.
Di dalam karangan Moeliono (1980)-itu terdapat penggolongan yang
agak berbeda karena ragam bahasa yang dipaparkan juga rneliputi ragam dialek, ragam orang berpendidikan, dan ragam yang mengalami
pencarnpuran "mixing '.'
5. Bandingkan karangan Kriddaksana (1969) yang mernbahas pokok tutur sapaan dari titik tolak yang berbeda. Pada hemat penulis ini, tutur

sapam hanya rnenyangkut orang yang disapa (orang kedua). Upaya
rnenyapa itu dapat berupa (1) kata ganti orang kedua danlatau (2) salah satu unsur tutur acuan. Yang dirnaksudkan dengan tutur aeuan ialah pemngkat nomnina yang rnengacu ke orang lain yang mempunyai
hubungan kekerabatan atau hubungm kefungsian dengan penutur.
Terrnasuk di dalamnya saudara, bapak, ibu, parnan, suster, kapten.
Berlainan dengan tutur sapaan, tutilr acuan dapat rnengacu kepada
pembicam atau orang dibicarakan .

DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, S. Takdir. 1970. "The Modernization of the Indonesian - Malay Language in the 19th and 20th century" d i dalarn Alisjahbana, ed.
The Modernizatwn o f Language in Asia. Kuala Lumpur: The Malaysia
Society of Asian Studies.
. 1974. "Language Policy, Language Engineering and Literacy ini Indonesia and Malaysia", di dalam Fishman, ed. 1974:391-416.
-.
1976. Language Planning for Modernization: The Case o f Indonesia
and Malaysian. The Hague: Mouton.
. 1978. a. "The Concept of Language Standardization and its application t o the Indoiresim Language". Di d a l m Perez, et al., ed. 1978:
19--41.
-.
1978. b. 'Tujuan dan Sejarah Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Indonesia'. Di dalam Summtri, ed. 1978:1--11.
Annmalai, E. d m Joan Rubin. 1980. "Planning for Language Code and
Language Use: Some Considerations in Policy-Formation m d Implementation". Language Phnning Newsletter 613 :I--4.
Ferguson, Charles A. 1968. "Langua,oe Dewlopment" di dalam Fislunan,
Ferguson, dm Das Guspb, ed. 1968:27-35.
Gonda, J. 1952. Sanskrit in Indonesia. Nagpur, India: International Xcademy of Indian Culturn. (edisi kedua, 1973).
Hdliday, M.A.K. et al. 1964. "The Users and Uses of Language" Di dalam
Nalliday, M.A.K., Angu McZntosh, dm Peter Strevens The Linguistic
Sciencies and Language %aching. h n d o n : Longmans.
Jakobson, Roman, 1960. 'Z;inguistics and Poetics' Di dalam Seboek, ed.
1960:350-377.
Jones, Russel, 1978. Arabic Loanwords in Indonesian: A Cheehlist of
Words o f Arabic and Persian Origin in Bahascr Ijzdonesia and Traditional Malay, in the Reformed Spelling. London: Indonesian Etymological Project-kchipel, SECMI, Paris.
Keraf, Goris. 1971. Komposisi: Bahasa dalarn Gagasan dan Perwujudan: Sebuah Pengantar kepada Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Nusa Indah.
(cetakan kelinna, 1978; edisi yang direvisi 1981).
-.
1981. a. Dihsi clan Gaya Bahasa. Ende, Flores: Nusa Indah -- Kanisius.
-.
1981. b. Eksposisi dan Deskripsi. Ende, Flores: Nusa Indah - Kanisius.
Kridalaksana, Harirnurti. 1969. "Struktur Sosial d m Variasi Bahasa". Di dalarn Harirnurti Kridalaksana, Fungsi Bahasa d m Sikap Bahasa. Ende,
Flores: Nusah Indah, 1974 (cetakan kedua 1978).
Lyons, John. 1977. Semantics, 2 jilid. Cambridge: Cambridge University
Press (cetak ulang 1918).
Mazrui, Ali. 1975. "The Afro-Saxons". Society (Jan).

Moeliono, Anton M. 1968. "Masalah AsIi dan :Islr~gdalanl Bahasa indoncsia". Kompas, 26--27 Juni 1968.
-. 1980. 'BahGa Indonesia dan Ragam-ragamaya'. Majalah Pembinaan
Bahasa Indonesia I. 1:15-33.
Neustupny, Jiri V. 1980. "Language Reforms in Japan". Di dalam Encyclopedia of Japan. Tokyo: Kodansah.
Panitia Pengembangan, 1975 a. Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnahan. Jakarta: Panitia Pengambangan Bahasa Indonesia.
-. 1975 b. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia.
Poedjosoedarmo, Soepomo, 1970. "JavauteseInfluence o n Indonesia ". Tesis
Ph.D. Cornell University.
Quirk, Randolph, et al. 1972. A Grammer or C o n t e r n p o r a ~Englisiz. Harlow: Longmans. (edisi kedua 1973).
Rivai, Mien A. 1973. Kode Internasional Tatanama Tumbuh-turn buhan. kgor: Herbarium Bogorienee.
Salim, Zaid. 1977. "The Growth o f the Indonesian Larzguage: The R e n d
towards Indo-Saxonization ". Iridonesian Quarterly V.2 :74-93.

A. Suwanto, (Jur, Biologi, FMIPA-IPB) :
Di dalam ilmu kimia terjadi pemekaran kosa kata sebagai berikut:
"Sulphuric acid" = asam sulfat, "Citric acid" = asam nitrat, "Acetic acid" =
asam asetat, d m lain-lain. Untuk golonga11 asam. "Sodium sulphate" = natrium sulfat, "Sodium citrate" = natrium sitrat, "Sodium acetate" = natrium asetat untuk golongan garam. Mengapa terjemahan untuk golongan
asam itu tidak diterjemahkan menurut ucapannya seperti pada golongan garam? Hal ini tentunya semakin menimbulkan kerancuan bila semakin dikaitkan dengan senyawa-senyawa kimia baru.
Apakah tidak sebaiknya "hlphurrie acid5' = asam sulfurik, "Citric
acid" = asam sitrik, "Acetic acid" = asam asetik. Jadi dengan mendengar
bunyilakhirannya saja kita sudah dapat membedakan apakah senyawa itu
suatu asam (akhiran "ik"), ataukan suatu garam (akhiran "at").

A.M. Moelisno :
Tata nama dan tata istilah kimia hams berdasarkan konvensi Klaten
1947 yang berpatokan pada bahasa Belanda. Penerapan hukum DM digmakan untuk asarn/basa, sedangkan untuk garam digunakan hukum MD (secara utuh).
D. Corebirna (IKIP-Malmg) :
Setelah memenuhi aturan tata bahasa d m memiliki langgam yang baik,
mafiakah yang lebih baik: bahasa ilmiah krangkai ddam kalimat-kalimat berlapis, tidak terlalu berlapis ataukah y ang sederhma.
2. Dalam bahasa Indonesia man&& yang lebih baik untuk bahasa Indonesia susunm/pola kalimat, paragraf ataupun naskah utuh:
Kepala - ekor
: 0
Ekor - kepala
:4
Ekor - kepala - ekor
: -----4-----Kepala-ekor-kepilla
: 0-----+I
A.M. Moeliono :
I. Tidak dapat dijawab secara mutlak, ketiga-tiganya dapat bervariasi.
2. Semuanya dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.
S. A e b a d i :
Dalam menciptakan istilah baru dengan mengambil kata asing. Apakah
kata asing itu bisa diubah? Misdnya: Modernized - menjadi pemoderenan.
Lafa1 Indonesia rnungkin memilih pemoderenan. Dan apakah polymerization menjadi pepolimerm atau pernolimeran? Mana yang benar: bahasa
terkembang atau bahasa berkembang, negara terkembang atau negara berkembang?

A.M. Moeliono :
Lafalkan saja tiap humf yang ditulis, kalaupun berubah lafalnga b p i
mash sama dengan ejaannya. Dianjurkan diambil saja kata dasarnya dalam
bahasa lnggris :
Sedang berkembang
berkembang
Sudah berkembang
terkembang

D. Soedanno :
Dalam berbagai cabang ilmu umumnya banyak digunakan bahasa latin,
terutama untuk nama-nama misalnya dibidang biologi ada nama-nama bagian tubuh dalam bahasa latin, misalnya "musculus gIuteusY',"ostarsalis7' untuk otot dan tulang. Penanya lebih cenderung tidak mengalihbahasakan nama, n m u n setuju untbk menerjemahkan "musculus" dan "os" menjadi
otat d m tulang. Mohon pendapat.

A.M. Moeliono :
Nama-nama latin tersebut dapat dipertahmkan, b p i jika sudah terdapat dalam bahasa Indonesia Iebih baik juga dipeikgndkan keduanya.
Soepama (UNPAD) :
I. Apakah bahasa "lism" diperbolehkm untuk tidak mengikuti kaidah
bahasa "tulis".
2. Bagaimma p e m a k a h kata "logi" apakah sudah masuk jajaran bahasa
Indonesia. Gontohnya: Biologi, Sundanologi, Jawanologi, dan sebagainya.
3. Dalam tulisan ilrniah (misalnya skripsi mahasiwa) bila ada bahasa/istilah s i n g yang tidak dapat ditejemah dianjurkan untuk ditulis diantara tanda petik ". . . . ." contoh, "litersize", apakah hal tersebut tidak
menyalahi kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

A.M. Moeliono :
1. Bahasa tulis d m bahasa lisan mempunyai tata tersendiri. Bahasa tufis
mempunyai pengamh mekanisme pembaikan sehingga lebih terkendali
dan terpelihara.
2. Belum terjawab.
3. Tanda ". . . . ." tidak benar jika digunakan untuk kata asing, seharusnya kata asing tersebut digaris bawah dan kemudian dibelakang kata
tersebut ditulis artinya yang berbeda diantara tanda kutip tunggal.
Contoh: os sacrum '. . . . . arti . . . . .'.
A.W. Gunawan :
Dalarn bidang Mikologi saya menemui istilah yang masih belum tahu
mana sebenarnya yang baik d m benar. lstilah ini dikemukakan oleh dua

orang ahli yang sarnpai hari ini rnasih tetap pada pendiriannya masing-masing.

Indonesia
Inggerls

Rivai

Tjitrosomo

fun@
mushroom
mold

j amur
eendawan
kapang

eendawan
jm u r
ka~ang

Dengan adanya dua istilah yang belum mantap ini ada keeendemngan
tirnbulnya penganut yang menggunakan istilah s i n g yang di Indonesia kan
- "fungi".
Saya mohon penjelasan Bapak, patokan apakah yang hams kami ikuti
untuk memilih istilah yang baik d m benar. Seandainya "fungi" diterima sebagai bahasa Indonesia apakah bukan bentuk tunggalnya yang digunakan fungus.

A M . Moeliono :
Pertelingkahan (debat) antara narna jamur dan eendawan dianjurkan
selain melihat k m u s Purwadarminta, akan lebih 621% lagi dengan bantuan
kamus istilah Inggris (Willkinson) untuk mengetahui klasifikasi yang dirnaksud. tJntu.uk istilah s i n g digunakan dalam bentuk tunggal eontohnya fungus
bukan fungi.
R.S. Hadioetorno :
1. Peristilahan yang pemah digarap dalam bidang-bidang ilmu tertentu
oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Bagairnana untuk
memperolehnya?
2. Adakah rencana yang jelas kapan bidang-bidang tertentu lain akan digarap? Apakah gagasan perlu timbul dari Pusat Bahasa atau dapatkah
dari kelornpok ihuwan yang bersangkutan rnisalnya, lewat organisasi
profesi atau disponsori penerbit. Dalam ha1 terakhir ini bagaimana proses pembakumnyalpengakuannya?
Kamus-kan~us
istilah yang sudah dipasaran - apakah sudah langsung
3.
dapat dianutldipakai?
4. Karena istiiah baru selaiu muncul, adakah wadah ilmiah berkala yang
bisa dilanggan sehingga yang berkepentingm dapat mengikuti dan turut memakainya dengan baik, jadi tidak sekedar lewat surat kabar dan
TV.

5.

6.

7.

Istilah yang dipakai surat kabar - baikkah? Misalnya, bandar udara bandara, tetapi belum mantap.
Bagaimana istilah yang belum dapat d
i Indonesiakm? Misalnya:
"Sandwich antibody technique", "Immunosorbent assay". Bagaimana
rnemperlakukan "adjective" seperti: "Bacterial infection9' - infeksi
oleh bakteri (terlalu panjang): Bolehfah infeksi bakterial? Mengingat
infeksi bakkri bisa diartikan bakteri yang mengalmi infeksi iy&g
memang bisa terjadi) dan bukan infeksi yang disebabkan oleh bgkt~ri.
Apdkah et al. dapat dianggap sebagai 'tainu asing' yang tidak perlu dipersoalkan sehingga tidak pedu diganti dengan dkk. (dan kawm-kawan).

A M . Puloeliano :
1. Dapat diperoleh di Pusat Bahasa.
2.
Rencana pembuatan istilah rnemang ada b p i para pakar hams membuat patokan bidang masing-masing sehingga &an diperoleh daftar i s
tilah induk (perjenjangan). Hal ini disebabkan karena spesiaEsasi dernikian berkernbangnya sehingga tfdak m n g k i n untuk menguasai ilmu
seutuhnya.
3. Pembakuan dilakukan dengan kodefpasi d m &an menjadi baku j'ika
diakui sebagai standar. Jika dua istilah belum dianggap bbaku, tidak
perlu ada pengesahan Penyelesaiannka yaitu digunakan kata asli+ya
Gjalan tengah).
5 . Bedakan secara akronim dengan bentuk aslinya. Penggunam istilah
lain pada keadaan yang tidak resmi.
6. Penerirnaan suatu istilah bukan mempakan keputusan dari Pusat Bahasa saja tapi juga dari d u n k ilmu itu sendiri.
7.
Penulisannya tergantung dari langgam yang ada dan berlaku untuk setiap pemalrai. Seperti kata et. al. yang diterjemahkan dengan dkk. sebenarnya tidak benar. Arti yang sebenarnya adalah dan lain-lain. Et.
al. dan dll. dapat digunakan para ilmuwan lebih mengetahui hukumhukum Inggris sehingga penggunaan et. al. lebih banyak digunakan.
S. @ojosoeba@o :
Kalau tidak salah ada persetujuan antara Malaysia dan Indonesia kalau
menterjemahka~istilah asing ke d a l m bahasa Melayu/Indonesia hams diambil dari bahasa Inggris dan bukan dari babasa Belanda.
IPB rnisalnya mengusulkan Fakultas Sains dan Matematika yang dalam
bahasa Inggris adalah "Science and Mathematics". Tetapi DEPDIKBUD
melahi SK-Presiden menyebut Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan A l m . Ini dari bahasa Belanda yang berasal dari%5s en Natuurkundige
Wetensehapen'.'
IPB menyarankan dan dengan SK Rektor IPB mengganti nama Fakultas Kedokteran Hewan menjadi Fakultas Kedokteran Veteriner dari bahasa

Issues pokok ada 5
1. Strulrtur organisasi (dibutuhkan oleh
2. Personalia
3. Sarana
4. Dana
5. Program.

MENPAN).

Ad. 1.Lembaga Penelitian adalah Lembaga Pemeentah.
Warus ada keseragaman antara L.P.-L.P. Pinipinannya ditunjuk dan diangkat oleh Pemerintah (Di Luar Negeri diiklankan dan diseleksi diantam pelamax). Di Indonesia pimpinan dipilih-ditunjuk berdasarkan kepercayaan echelon atasan, karena merupakan pembantu atasan.
Lembaga
= echelon 1
Balai
= echelon 2
Sub Balai = echelon 3
Bagian
= echelon 4.

Ad. 2. PersondiaIPeneliti sangat penting, karena penampilm Lembaga terg a n h n g dari mutu personalia. Peneliti adalah tulang punggung lembaga. Teknisi adalah penunjang pelaksana kegiakan. Karyawan melayani
administrasi lembaga dan ikut melancarkan jalannya tugas. Imbangan
peneliti : teknisi : karyawan yang ideal disarahkan 1 : 3 : 5.
Ad. 3. Sarana: Para peneliti memerlukan sarana pokok, yaitu mang k e j a
4x3 m2 beserta basis equipmentsnya untuk minimal. dapat melaksanak m tugas penelitian dengan baik.
Ad. 4. Dana: Ada dana rutin yang jumlahnya mantap dm keluarnya teratur, namun sedikit. Dana pembangunan (dana PELITA?) atau dana
DIP bisa besar, bisa kecil. Itu tergantung dari program dan kegiatan. Di
luar itu ada dana lain-lain yang diperoieh dari kontrak kerja dengan
pihak luar negeri.
Ad. 5. Program: Program dibuat berdasarkan mission dalam pembuatan
program lzarus disesuaikan dengan kernampurn personalia yang ada.
Pembuatan program dibagi: Jangka pendek untuk jangka 5 tahun dan
jangka panjang. 70% kegiatan tercakup dalam program adalah pelayanan padalsesuai dengan program pemerintah. 30% untuk kepentingan
pengembangan lembaga sendiri.

Masalah :
* Komunikasi (- verbal -- formal). Jalur struktur sexing menghambat. Jalur fungsional: ada senior ada junior yang sering menimbulkan gap (seperti stntktuml) mungkin j&a telah ada cukup staf
yang setaraf (5 minimum) untuk 'tiap bidang bisa ada komunikasi
fungsional y ang baik.
* Kegairahan kerja: Sulit dituntut, b p i dirangsang.
5% dari jumlah staf termasuk terbaik.
5% dari jurnlah staf termasuk terburuk.
90%dari jurnlah staf termasuk rata-rata.
5% terburuk sering mendominasi pengarahnya.
Publikasi :
Publikasi ilmiah addah tolok ukur keberhasilan suatu lembaga
penelitian. Hal ini perlu dirangsang. W m b a t m y a biasanya ialah
bahasa (Indonesia maupun asing).
Masalah-masalh lain :
* Lulusan program 4 tahun belum siap pakai dan mutunya jauh lebih
rendah dari lulusan program 5 tahun atau lebih.
* Kurikulum pendidikan perlu memperhatikan permirltaan "Masyarakat".
Saran-saran untuk meningkatkan ilmu :
- Disiplin ilmuwan yang tinggi dan mantap.
- Kerja keras.
-- Loyal terhadap tempat kerja.
Rhgkasan dan kesimpulan dan s
5 h d pokok (struktur dan organisasi, personalia, sarana, dana dan
progam) mempakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain. Kelima-limanya harus selaras d m serasi untuk meneapai keefektifwdan efisiensi. Masing-masing harus menjamin satu sama 1ainl'Staffing"yang kuat mmerlukan struktur organisasi yang tangguh, dapat melaksanakan propm-program yang besar sehingga memerlukan dana yang besar dan sarana yang memadai. Sebaiknya staffing yang lernah kurang/tidak rnampu melaksanakan program yang besar. Dana yang besar tidak akan bisa dimanfaatkan sesuai program dan
sarana eanggih belum tentu akan efektif.
Kegairahan kerja dapat dirangsang dengan membuat suasana kerja
yang kondusif. Hal itu terutama tergantung dari sikap pimpinan d a l m
membina lingkungan kerja. Dalam masyarakat ilmiah yang anggotanya
sarjana semua perlu digalang hubungan yang demokratis namun tanpa

meninggalkan sopan santunletik. Tanpa etik akan rnudah timbul gesekan.
Masalah staf yang iulus dalam program 4 tahun, rnemang cukup rumit.
Hal ini terutama disebabkan oleh bekal ilmu dasar yang lemah selarna
pendidikannya. Mereka rnemang ditujukm untuk menmgani tugastugas lapangan yang sering tidak ilrniah atau_tidak terlalu j4miah. Gara
mengatasinya ialah seleksi calon staf darr iulusan dengan NMR 2.75
yang setelah teruji selama bertugas kuraqg lebih 1 tahun lalu disekoIahkan di FPS.

1. O r g a n h i profesi ilmiah ternyak mempakan wadah yang amat penting dalam pengembangan Biologi serta kemampuan i h i a h para mggotanya.
2. Di Indonesia organksi profesi telah banyak membmtu 'berkembaragnya Biologi tropika secara ll~antapsekxtlurn perang dunia kedua.
3. Kini a m p & peranan pemerintah ddam men@aipahkm kebijaksanann
pengembangan Biolo@.
4. Banyak organkasi-organisasi profesi d m profesi i h i & rnenghadqi
permadahan seperti :
Kekurangan dana, kefernahan penyusunan p r o g r m yang keterlaksanamnya dljamin serta kesad
menggalang diri pada seluturuh jajaran a n g g o a y a .
5. Lernbaga pemerintah rnenentukm gerak p r h i q m a n - p e h i m p u n a n
profesi ilmiah, sehingga gagasan yang rnereka keluarkm j
jukkan keorisin&n yang W l - b e l u l b m bagi perne~ntah.Ini t
d a l m tingkah laku perhhpunan profesi h i a h bimg-bidmg i
terapan.
6. Perhimpunan profesi ilrniah perlu menyediakan s
a berkomunikasi
bagi para anggotanya melalui pertemuan ilmiah.
7 . PerIu didukung u h a organisasi profesi d m LIP1rnenpsun ranemgan
Kode Etik I h u w a n Indonesia.
8. Biologi di Indonesia berakar pada ilmu-ilmu t e r a p n , dan bukan sebaliknya, sehingga mash diperlukan kerja keras untuk menjadikan kaderkader pemeri kehidupan darn.
9. Perlu digdang bersarna dalam suatu perhimpunan profesi ilmiah d m
berperan didalamnya sebagai anggota yang bertanggunaawab berprakarsa dan berdedikasi tinggi untuk ikut mengembangkm Biologi Indonesia.
10. Perhimpunan profesi ilmiah dihmpkan pula mengembangkm tradisi
keihuan untuk menjadikan Biologi Indonesia tuan rumah di negaranya sendiri, dengan usaha mulai rnenulis dan sekali lagi menul%.
11. Perlu admya usaha agar dapat memerankan fungsi pengenddian sosial
yang efektif, dengan terlebih dahulu melepaskan diri dari ketergantungannya pada pemerintah, tentunya dengan kesungguhan dan membiayai segala kegiatan sendiri.
12. Diperlukan koordinasi dalam pelbagai aspek baik inter maupun intra
organisasi profesi ilmiah, lernbaga penelitian dan Perguruan Tinggi,
agar tidak tejadi turnpang tindih obyek penelitian, bidang penelitian
d m lain-lain. Sehingga menunjang pningkatan penalarm dan efisiensi.
13. Hendaknya ditumbuhkan suasana tenang dan kondusif untuk merangsang pengembangan penelitian Biologi dasar, dengan usaha pemerintah
yang bijaksana dalam moral dan material.

14. Arah penelitian bidang biologi menjelang abad ke-21 hendaknya dapat
difokuskan menunjang pembangunan nasional.

RUMUSAN MAKALAN III.
1.

2.

Menaikkan nilai sumberdaya dengan teknologi atau rekayasa - sehingga diperoleh nilai tambah dari sumberdaya itu, dengan seialu memperhatikan daya dukung dan pengeloiaan lingkungan.
Ilmu Wayat diharapkan memainkan peranan secara rnakio dan mikro,
dengan landasan pemikiran Hukum minimum dan hont