Perkembangan Tari Dolalak di Purworejo
Dolalak tradisi ini dipentaskan sebagai acara pertunjukan dan hiburan pada acara hajatan dan nazar seseorang. Tari Dolalak tradisi biasanya penjajian
pertunjukanya sampai sehari semalam. Dimulai siang hari pukul 13.00 WIB sampai dengan pukul 03.00 WIB malam dengan waktu istirahat mulai pukul 18.00
WIB sampai dangan pukul 21.00 WIB. Disamping itu juga ada seorang penari yang mengalami trance kamasukan roh, dia akan menari sendiri dangan durasi
waktu antara satu sampai dengan satu setengah jam dengan berbagai macam atraksi seperti : makan bunga, makan kemenyan, ataupun sesaji yang lain.
Kekhasan Tari Dolalak ada pada atraksi ketika seorang penari mengami mendem dalam bahasa jawa kemasukan roh karena ada kedekatan dengan unsur magis.
Dalam tari ini trance kemasukan roh diibaratkan sardadu Belanda yang sedang mendem minuman keras yang berarti mabuk, maka mendem pada Tari Dolalak
disebut kesurupan kemasukan roh halus. Namun kebanyakan komunitas Dolalak baik penari maupun penonton menyebut trance dengan sebutan mendem. Pada
saat penari mengalami trance atau mendem seluruh tenaganya memuncak dengan melakukan garak tari sekuat tenaganya dan atraksinya ini sangat memikat atau
menarik perhatian para penonton. Seiring dengan berjalanya waktu, Tari Dolalak banyak mengalami
perkembangan dan perubahan. Diantaranya adalah digunakan instumen atau alat musik sebagai iringan tari. Alat-alat musik yang dipergunakan sebagai iringan
Tari Dolalak adalah kemprang, kendhang, jidhur, bedhug, dan vokal. Pada awalnya penari Dolalak adalah laki-laki dewasa karena Tari Dolalak terbentuk
oleh orang-orang pribumi yang pada saat itu sedang menjalani berbagi latihan
kemiliteran untuk menjadi prajurit Belanda dan diwajibkan membantu kepentingan pemerintahan Belanda. Perkembagan selanjutnya pada tahun 1977
Tari Dolalak menjadi, tari kebanggaan masyarakat Purworejo, dan dapat ditarikan oleh penari putra dan putri. wawancara dengan R. Tjipto Siswoyo tanggal 16
Maret 2011.