BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pemerintah Indonesia saat ini mengalami berbagai permasalahan yang sangat kompleks salah satu diantaranya adalah pada sektor ekonomi. Naiknya
harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi, naiknya harga barang-barang dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serta turunnya daya beli
masyarakat menjadi masalah serius yang harus diselesaikan oleh pemerintah Lestari, 2010:1. Agar tetap dapat bertahan dan memperbaiki kondisi
perekonomian yang ada tentunya pemerintah membutuhkan cukup banyak dana sehingga harus berupaya menggali semua potensi penerimaan yang ada secara
maksimal. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya di segala bidang mutlak
diperlukan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai cita-cita pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk melaksanakan pembangunan
diperlukan dana yang tidak sedikit, sumber dana dalam negeri tetap merupakan prioritas utama walaupun negara masih dalam keadaan krisis ekonomi. Sumber
dana dalam negeri berasal dari sektor migas dan non migas. Walaupun saat ini harga migas di pasaran dunia mengalami kenaikan, akan tetapi sektor non migas
merupakan penerimaan yang paling aman untuk masa depan bangsa Nurkumaladewi, 2008:1
1
Pemerintah tetap mempertahankan prinsip peningkatan sektor nonmigas terutama dari sektor pajak, karena pajak merupakan primadona penerimaan dan
tidak dapat dipungkiri bahwa pajak menjadi salah satu sumber penerimaan yang memberikan kontribusi terbesar bagi negara. Hal ini terlihat di dalam struktur
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara APBN Indonesia, dimana pendapatan dari sektor pajak pada setiap tahunnya mencapai sekitar 70 dari total pendapatan
negara Nuryanah dan Christine, 2009:1. Menurut golongannya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu dari pajak langsung contohnya Pajak Penghasilan dan dari pajak tidak langsung contohnya Pajak Pertambahan Nilai, Bea Materai, Bea Balik Nama
Budiman, 1996:10. Dilihat dari segi penerimaan, Pajak Penghasilan dapat membantu negara dalam membiayai pengeluaran namun tidak semua subjek pajak
dapat dikenakan Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif dan hanya dapat dikenakan terhadap subjek pajak yang telah mencapai jumlah
penghasilan tertentu dengan batasan yang telah di tentukan dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan yaitu dikenakan terhadap orang pribadi yang
telah berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP, tetapi hal itu tidak berlaku bagi Pajak Pertambahan Nilai yang merupakan pajak objektif
sehingga memungkinkan semua orang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai PPN merupakan jenis pajak yang
mempunyai konstribusi penting terhadap penerimaan negara disamping jenis pajak lainnya. Di negara-negara Eropa, PPN sudah lama dikenal, yang pertama
kali pada tahun 1918 oleh Carl Friedrich von Siemens, seorang industriawan
Jerman. Indonesia sendiri dadalam system perpajakan, PPN dimulai pada tahun 1985 Wirawan dan Rudy, 2007:4.
Hampir seluruh barang-barang kebutuhan hidup rakyat Indonesia merupakan hasil produksi yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan
Nilai, dengan kata lain semua transaksi atau penyerahan Barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak pada prinsipnya terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Oleh karena itu PPN dikenakan terhadap setiap orang di dalam daerah pabean yang mengkonsumsi
BKP danatau JKP yang menjadi objek pemungutan PPN, meskipun belum memiliki NPWP. Hasil pemungutan PPN nantinya akan
disetorkan ke kas negara dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak KPP dimana Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan terdaftar.
Pengusaha Kena Pajak PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak danatau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Wirawan dan Rudy, 2007:17. PKP wajib melaporkan usahanya dan wajib memungut,
menyetor dan melaporkan PPN yang terutang UU No 24 tahun 2009. Dalam hal PKP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN
yang sebenarnya terutang, PKP menggunakan SPT Masa PPN. SPT Masa PPN merupakan laporan bulanan yang dapat disampaikan
oleh Pengusaha Kena Pajak yang digunakan untuk melaporkan penghitungan danatau pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang Mardiasmo,
2003:251. SPT Masa PPN disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. PPN
yang terutang harus disetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak PPN.
Surat Setoran Pajak PPN adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran PPN yang terutang ke kas Negara
melalui Kantor Pos danatau Bank Persepsi atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Mardiasmo, 2003:23.
Menurut Mardiasmo 2002:7 ada tiga sistem pemungutan pajak yaitu: Official Assessment System, Self Assessment System, dan With Holding System.
Sistem pemungutan pajak yang dilaksanakan di Indonesia saat ini adalah self assessment system. Sistem pemungutan ini diberlakukan untuk memberikan
kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menyetorkan pajaknya Lestari,
2010:1 self assessment system diterapkan pada peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia yang nantinya harus diaplikasikan dalam pemenuhan
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta sebagian pada Pajak Bumi dan Bangunan.
Pelaksanaan self assessment system yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman saat ini dan yang dapat menumbuhkan tingkat kesadaran
masyarakat akan pajak dapat meningkatkan penerimaan pajak karena penggunaan sistem self assessment menuntut wajib pajak aktif dalam
melaksanakan kewajiban maupun hak perpajakannya. Tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat berperan serta dalam pemenuhan kewajiban perpajakan,
namun penerapan self assessment system masih sangat rendah, hal itu terbukti dengan masih rendahnya tax ratio yang baru mencapai 16 llyas dan
Suhartono, 2007:V. Rendahnya tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap pajak akan sangat berpengaruh terhadap penambahan Pengusaha Kena
Pajak, Surat Pemberitahuan SPT Masa PPN yang dilaporkan dan Surat Setoran Pajak SSP PPN yang dilaporkan sebagai indikator tingkat penerimaan PPN.
Atas dasar pemahaman di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Penambahan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pembaritahuan Masa PPN Yang Dilaporkan Dan Surat Setoran Pajak PPN
Yang Dilaporkan Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Di Kantor Pelayanan Pajak P
ratama Semarang Candisari”. 1.1
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah penambahan Pengusaha Kena Pajak berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai?
2. Apakah Surat Pemberitahuan Masa PPN yang dilaporkan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai ?
3. Apakah Surat Setoran Pajak PPN yang dilaporkan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai?
4. Apakah terdapat pengaruh penambahan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan Masa PPN yang dilaporkan dan Surat Setoran Pajak PPN
yang dilaporkan secara simultan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai?
1.2 Tujuan Penelitian