Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan

(1)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

SKRIPSI

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT ENAM ENAM GROUP MEDAN

Oleh :

NAMA : ANDRE H PAKPAHAN NIM : 050503212

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT Enam Enam Group” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul ini belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi untuk program S1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar, apa adanya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, 22 Juni 2009 Yang Membuat Pernyataan,

Andre H Pakpahan NIM 050503212


(3)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

anugerah dan berkat-Nya yang telah dilimpahkan sejak penulis mencari ide, mengajukan, menyusun, hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa pengarahan, bimbingan, bantuan, dan kerjasama semua pihak yang telah turut membantu dalam proses menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Hasan Sakti Siregar, M.Si., Ak. dan Ibu Mutia Ismail, MM, Ak. selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Arifin Lubis, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan dan arahan Bapak dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. Hotmal Jafar, MM, Ak selaku Dosen Penguji I dan Bapak Fahmi Natigor Nst, SE, M.Acc, Ak selaku Dosen Penguji II atas segala masukan dan saran yang telah diberikan.

5. Kepada ayah tercinta dr. Rudolf H Pakpahan Sp Rad dan ibunda tercinta Bintang Silaen. Terima kasih banyak untuk kasih sayang, didikan, dan dukungan berupa nasehat, doa dan materi yang diberikan kepada saya.


(4)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

senantiasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya. Amin.

Medan, 22 Juni 2009 Penulis

Andre H Pakpahan NIM 050503212


(5)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

PPN. Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah PT Enam Enam Group Medan telah menerapkan akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan SAK.

Dalam penulisan skripsi ini, penulisan menggunakan metode studi deskriptif yaitu menguraikan dan menjelaskan tentang akuntansi PPN pada PT Enam Enam. Jenis data yang dikumpulkan adalah data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif yang terdiri dari data primer dan sekunder. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik penelitian lapangan yaitu wawancara, observasi dan teknik dokumentasi.

Dari hasil penelitian akan dapat disimpulkan apakah perlakuan akuntansi atas PPN telah sesuai dengan peraturan perpajakan. Dari hasil observasi menunjukkan bahwa akun PPN yang diterapkan perusahaan telah memadai dengan prinsip-prinsip akuntansi dan peraturan perpajakan, walaupun masih ada hal-hal yang belum dilaksanakan tetapi perusahaan berusaha untuk menyempurnakannya. Perusahaan hendaknya terus mengikuti perkembangan peraturan perpajakan, sehingga tidak ada kesalahan yang disebabkan ketidaktahuan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Kata kunci : Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai, Peraturan Perpajakan


(6)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

to record all the price of acquisition and delivery of Taxable Gods especially to apply the Accounting of Value-Added Tax (VAT).

The objective of this research is to know about if the company has been applying the Accounting of Value-Added Tax (VAT) according to Indonesia Financial Accounting Standard. In obtaining the necessary datas for the research, the author used the interview and documentation method. Datas used in this research consist of primary and secondary data. The analitical procedure used is descriptive analitical method.

The observation result has been shown that the Accounting of Value-Added Tax (VAT) which is applied by the company has been appropriated with accounting principal and taxation laws, even tough there still other things have not done yet, the company always try to complete it. At least the company keeps following the development of taxation laws, until there is no mistakes that caused by the unknowing of taxation laws.

Keywords : Accounting of Value-Added Tax, Taxation Laws


(7)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

KATA PENGANTAR……….. ii

ABSTRAK……… iv

ABSTRACT………. v

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR GAMBAR……….... x

DAFTAR TABEL……… xi

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Perumusan Masalah……….... 4

C. Tujuan Penelitian……… 5

D. Manfaat Penelitian……….. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 6

A. Pengertian Akuntansi……….. 6

B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Secara Umum…………. 6

1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)……… 6

2. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN)…… 8


(8)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

1. Subjek Pajak………... 11

2. Objek Pajak……….. .. 14

D. Penghitungan dan Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)……… .. 17

1. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… .. 17

2. Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)………. 21

E. Faktur Pajak……….. 24

1. Faktur Pajak Standar……… .. 25

2. Faktur Pajak Gabungan……….……… 29

3. Faktur Pajak Sederhana………. 30

F. Pengakuan dan Pengukuran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut SAK dan UU Perpajakan………… 32

G. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)……….. 37

H. Koreksi Fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN)……….. ... 46

I. Tinjauan Penelitian Terdahulu……… ... 49

J. Kerangka Konseptual………. ... 50


(9)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

C. Teknik Pengumpulan Data……….. .. 52

D. Metode Analisis Data………... .. 52

E. Responden……… .. 52

F. Lokasi dan Jadwal Penelitian………... . 53

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN………... 54

A. Data Penelitian……… 54

1. Sejarah Singkat Perusahaan……….. . 54

2. Struktur Organisasi Perusahaan………. . 55

3. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)……… 57

4. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)…………. 58

5. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).... 58

6. Mekanisme Pengkreditan Pajak serta Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)……… 59

7. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)…… ... 60

8. Koreksi Fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN). ... 63


(10)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

3. Mekanisme Pengkreditan Pajak serta Pelaporan

SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)……… 64

4. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)………. 65

5. Koreksi Fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN)….. 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 68

A. Kesimpulan……….. 68

B. Saran………. 68

DAFTAR PUSTAKA……… 70


(11)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual……… 50 Gambar 4.1 Struktur Organisasi Perusahaan………. 72


(12)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Tabel 2.1 Pengakuan Pendapatan………. 34 Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu……… 49

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian………. 53


(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pajak sebagai sumber penerimaan dalam negeri semakin lama semakin terasa sebagai andalan penerimaan negara. Untuk lebih meningkatkan penerimaan di bidang perpajakan, telah beberapa kali dilakukan penyempurnaan, penambahan, bahkan perubahan di bidang perpajakan.

Pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh masyarakat baik pribadi maupun badan dari pendapatan atau penghasilannya kepada Pemerintah yang ditujukan untuk kegiatan pembangunan di segala bidang.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang/jasa kena pajak di daerah pabean yang dilakukan oleh pabrikan, penyalur utama atau agen utama, importer, pemegang hak paten/ merek dagang dari barang/jasa kena pajak tersebut. Menurut Soemarso S.R (2003 : 269) dalam buku Akuntansi Suatu Pengantar mengatakan bahwa “Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan pada waktu perusahaan melakukan pembelian atas Barang Kena Pajak (BKP)/ Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)”. Setiap pembelian barang yang ada hubungannya secara langsung dengan barang yang akan dihasilkan/ dijual, maka atas pajak yang dikenakan terhadap barang tersebut, oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan pajak masukan yang besarnya 10% dari harga beli barang, sedangkan bila barang tersebut akan menambahkan 10% dari harga jual sebelum


(14)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

pajak sebagai PPN yang merupakan pajak keluaran untuk masa pajak yang bersangkutan.

PT. Enam Enam Group merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasaran alat KWh. KWh meter yaitu alat berupa piringan yang berfungsi mengukur konsumsi energi pelanggan. Ditinjau dari kegiatan usahanya, PT. Enam Enam Group melakukan kegiatan perdagangan yang dikenakan PPN, karena merupakan perusahaan yang memiliki hubungan istimewa dengan pabrikan PT. Mecoindo. Sebagai penyalur untuk kawasan Sumatera Utara, PT. Enam Enam Group yang secara langsung mendistribusikan Barang Kena Pajak (BKP) produk pabrikan. Bila perusahaan melakukan pembelian terhadap Barang Kena Pajak (BKP) maka dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masukan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) barang tsb. Sebaliknya bila perusahaan ini melakukan penjualan terhadap barang tersebut , maka perusahaan berhak melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) keluaran terhadap Barang Kena Pajak (BKP) tersebut. Pajak masukan yang telah disetor dapat dikreditkan dengan pajak keluaran yang telah dipungut. Kelebihan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini dapat di restitusi atau dikompensasikan ke masa tahun pajak berikutnya.

Masalah yang timbul dalam pencatatan Pajak Masukan maupun Pajak Keluaran adalah berbedanya saat penyerahan barang kena pajak dan saat pembuatan faktur pajak. Faktur pajak dapat dibuat pada akhir bulan setelah bulan penyerahan barang kena pajak/ jasa kena pajak. Akibatnya, pada saat penyerahan barang / jasa kena pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sudah terutang dan


(15)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

menurut pajak belum diakui karena faktur belum diterbitkan, tetapi pihak perusahaan sudah menganggapnya sebagai penghasilan atas penjualan lokal dari barang kena pajak tersebut dan mencatatnya sebagai pendapatan (prinsip akrual). Dari segi akuntansi, saat penyerahan barang merupakan salah satu saat pengakuan beban atau perolehan aktiva. Penetapan penghasilan / pendapatan sangat penting bagi perusahaan dan juga aparat perpajakan (fiskus) karena kekeliruan dalam menentukan penghasilan / pendapatan tersebut akan mengakibatkan informasi yang salah. Penetapan yang terlalu kecil (understated) atau terlalu tinggi (overstated) akan mengakibatkan kesalahan dalam membuat keputusan. Penyampaian jumlah penghasilan kena pajak yang salah, misalnya lebih rendah (understated) daripada yang sebenarnya merupakan suatu kesalahan yang dapat dikenakan sanksi perpajakan.

Prosedur akuntansi untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih kompleks bila dibandingkan dengan Pajak Penjualan (PPn) sebelumnya. Namun, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak mengatur secara jelas bagaimana mekanisme pembukuan pajak masukan dan pajak keluaran, sehingga masing-masing perusahaan membukukannya sesuai dengan persepsinya. Tidak ada aturan yang jelas mengenai pajak masukan dan ajak keluaran tersebut akan menyebabkan terjadinya kesalahan pencatatan oleh perusahaan di dalam Laporan Keuangan khususnya neraca. Seperti penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mila Sartika (2007) pada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Medan, dimana laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan tersebut hanya untuk melihat bagaimana kinerja perusahaan, sehingga tidak sesuai dengan SAK karena


(16)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

tidak dapat dijadikan sebagai dasar penghitungan besarnya penghasilan kena pajak. PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Medan dalam melakukan pencatatan pajak masukan dan pajak keluaran dilakukan pada setiap akhir bulan yaitu setelah dibuatnya rekapitulasi pembelian dan rekapitulasi penjualan. Apabila terjadi kesalahan di dalam pajak keluaran yang disajikan terlalu besar (overstated) menyebabkan informasi yang dihasilkan di dalam neraca menjadi tidak akurat serta mengakibatkan tingkat likuiditas perusahaan semakin kecil, maka untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang akan terjadi sangat diperlukan pencatatan yang baik mengenai akuntansi pajak sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis termotivasi untuk membahasa masalah ini dengan judul “Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT Enam Enam Group Medan”.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka untuk mempermudah penulis melakukan penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut : “ Apakah penerapan akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT. Enam Enam Group Medan telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keungan (SAK)?”


(17)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah PT Enam Enam Group Medan telah menerapkan akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan SAK.

D. Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Bagi Penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan

tentang masalah yang diteliti, yaitu bagaimana penerapan akuntansi pajak pertambahan nilai.

2. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran maupun bahan pertimbangan dalam menerapkan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada perusahaan.

3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan wawasan serta dapat sebagai referensi bagi peneliti lain bila mengadakan penelitian di masa yang akan datang.


(18)

6

A. Pengertian Akuntansi

Akuntansi adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan dilakukannya penilaian dan pengambilan keputusan secara jelas dan tegas bagi pihak–pihak yang menggunakan informasi tersebut.

Dari pengertian di atas terkandung tujuan utama akuntansi adalah menghasilkan atau menyajikan informasi ekonomi (economic information) dari suatu kesatuan ekonomi (economic entity) kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Informasi akuntansi itu pada dasarnya menyajikan informasi ekonomi kepada banyak pihak yang memerlukan, sehingga akuntansi juga sering disebut dengan bahasa dunia usaha karena akuntansi merupakan alat komunikasi dan informasi bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Adapun pihak yang memerlukan akuntansi dapat dibedakan yaitu pihak intern dan pihak ekstern.

B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Secara Umum 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Untuk memahami pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN), perlu diketahui defenisi dari PPN yang dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain :

Menurut Soemarso S.R (2003 : 269) dalam buku Akuntansi Suatu Pengantar mengatakan bahwa “Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan pada waktu perusahaan melakukan pembelian atas BKP/JKP yang dikenakan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)”.


(19)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Menurut Yusdianto (2002 : 117) dalam buku Akuntansi Perpajakan Terapan mengatakan bahwa “Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang menggantikan Pajak Penjualan (PPn) karena memiliki karakter positif yang tidak dimiliki olek Pajak Penjualan”.

Menurut Wirawan Ilyas dan Rudy Suhartono (2007 : 8) dalam buku Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah mengatakan bahwa “Dalam UU PPN tidak terdapat defenisi mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pejualan atas Barang Mewah (PPnBM), sehingga setiap orang dapat secara bebas memberikan defenisi mengenai pajak tersebut.”

Dari pengertian di atas, walaupun pada hakekatnya defenisi tersebut berbeda, tapi pada dasarnya maksud dan tujuan yang terkandung di dalamnya adalah sama. Secara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari dua komponen, yaitu Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.

Menurut Soemarso S.R (2003:270) :

“Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar pada waktu pembelian atau impor barang kena pajak serta penerimaan jasa kena pajak yang dapat dikreditkan untuk masa pajak yang sama. Dalam hal tertentu, pajak masukan tidak dapat di kreditkan. Sedangkan Pajak Keluaran adalah pajak yang dikenakan atas penjualan barang kena pajak yang ditambahkan sebesar 10% dari harga jual.”

Menurut UU PPN No. 18 Tahun 2000 Pasal 1 :

“Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.”


(20)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah UU Nomor 8 Tahun 1983. Kemudian UU ini diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1994, dan yang terakhir diubah lagi dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM). Aturan pelaksanaan terakhir diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 Tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE - 13/PJ.52/2006 Tanggal :31-10-2006.

2. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Pajak Tidak Langsung

Pemikul beban pajak/pembeli dan penanggung jawab pembayaran/penjual berada pada pihak yang berbeda. Apabila terjadi penyimpangan pemungutan pajak, maka fiskus akan meminta pertanggungjawaban penjual.

b. Pajak Objektif

Timbulnya kewajiban membayar PPN ditentukan oleh adanya objek pajak.

c. Multi Stage Tax

PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi.


(21)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

d. Indirect Subtraction Method/Credit Method/Invoice Method

PPN yang dipungut tidak langsung disetorkan ke Kas Negara. PPN yang disetor ke Kas Negara merupakan hasil perhitungan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran.

Pajak Masukan yang diperhitungkan untuk memperoleh jumlah PPN yang harus dibayar ke Kas Negara merupakan kredit pajak. Untuk mendeteksi kebenaran jumlah Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dibutuhkan suatu dokumen sebagai alat bukti yang dinamakan Faktur Pajak.

e. Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri

PPN hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP)/ Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam negeri.

f. Netral

PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa dan pemungutannya menganut prinsip tempat tujuan (PPN dipungut di tempat barang/jasa dikonsumsi).

g. Tidak Menimbulkan Dampak Pajak Berganda

PPN hanya dikenakan atas nilai tambah dan PPN yang dibayar dapat diperhitungkan dengan PPN yang dipungut.

h. Consumption Type Value Added Tax (VAT)

Dalam Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia, Pajak Masukan atas pembelian dan pemeliharaan barang modal dapat dikreditkan dengan


(22)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Pajak Keluaran yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak.

3. Kelebihan dan Kekurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dari beberapa karakteristik PPN tersebut diatas, dapat dikemukakan bahwa PPN memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh Pajak Penjualan. Meskipun demikian, sebagai suatu sistem, ternyata PPN juga tidak bebas sama sekali dari beberapa kekurangan.

Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai :

1) Mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda 2) Netral dalam perdagangan dalam dan luar negeri

3) Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Modal dapat diperoleh kembali pada bulan perolehan, sesuai dengan tipe konsumsi (consumption

type VAT) dan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction method).

4) Ditinjau dari sumber pendapatan Negara, Pajak Pertambahan Nilai mendapat predikat sebagai “money maker” karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa dibebani oleh pajak tersebut sehingga memudahkan fiskus untuk memungutnya.


(23)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Kelemahan Pajak Pertambahan Nilai :

1) Biaya administrasi relative tinggi bila dibandingkan dengan Pajak Tidak Langsung lainnya, baik dipihak administrasi pajak maupun dipihak wajib pajak.

2) Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul, dan sebaliknya semakin rendah tingkat kemampuan konsumen, semakin berat beban pajak yang dipikul. Dampak ini timbul sebagai konsekuensi karakteristik PPN sebagai pajak objektif.

3) PPN sangat rawan dari upaya penyelundupan pajak. Kerawanan ini ditimbulkan sebagai akibat dari mekanisme pengkreditan yang merupakan upaya memperoleh kembali pajak yang dibayar oleh pengusaha dalam bulan yang sama tanpa terlebih dahulu melalui prosedur administrasi fiskus.

Konsekuensi dari kelemahan PPN tersebut menuntut tingkat pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

C. Subjek dan Objek Pajak

1. Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat :

a. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha/ pekerjaannya:


(24)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

1) menghasilkan barang ; merakit, memasak, mencampur, mengemas, membotolkan, menambang, menyediakan makanan dan minuman yang dilakukan oleh usaha catering

2) mengimpor barang, 3) mengekspor barang,

4) melakukan usaha perdagangan,

5) memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, 6) melakukan usaha jasa, atau

7) memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang dikenakan PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 1) yang melakukan penyerahan BKP/JKP (Ps.4 huruf a UU PPN) 2) yang mengekspor BKP (Ps. 4 huruf f UU PPN)

3) yang menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan (Ps. 16 D UU PPN)


(25)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Pengusaha kecil :

1) Pengusaha yang menyerahkan BKP/JKP dalam 1 tahun buku memperoleh peredaran penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000,-

2) Meskipun peredaran bruto dalam 1 tahun buku tidak lebih dari Rp.600.000.000,- Pengusaha Kecil dapat memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.

3) Pengusaha Kecil yang telah melampaui Rp 600.000.000,- dalam suatu masa pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir bulan setelah bulan terlampauinya batasan tersebut.

4) Jika pelaporan tidak tepat waktu, maka saat pengukuhan adalah awal bulan berikutnya setelah akhir bulan seharusnya kewajiban pelaporan usaha dilakukan.

5) Jika pengukuhan PKP dilakukan secara jabatan, maka saat pengukuhan adalah awal bulan berikutnya setelah akhir bulan seharusnya kewajiban pelaporan usaha dilakukan.

c. Bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP)

1) Siapapun yang mengimpor BKP (Ps. 4 huruf b UU PPN)

2) Siapapun yang memanfaatkan BKP tidak berwujud/ JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean (Ps.4 huruf d,e UU PPN) 3) Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam linkungan


(26)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

2. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) :

a. Barang Kena Pajak (BKP)

BKP adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenai PPN.

Penyerahan barang dapat dikenakan PPN bila penuhi unsur : 1) Penyerahan BKP

2) Daerah Pabean

3) Dilakukan dalam lingkungan kegiatan usaha/ pekerjaan 4) Yang melakukan harus PKP

PPN dikenakan atas :

1) Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

2) Impor BKP;

3) Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

5) Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;


(27)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

7) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/ pekerjaan oleh orang pribadi/ badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;

8) Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tsb tidak digunakan untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

b. Barang Tidak Kena Pajak (Non BKP) :

1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;

- Minyak Mentah (Crude Oil) - Gas bumi, panas bumi - Pasir dan kerikil

- Batubara sebelum diolah menjadi briket

- Biji besi, biji timah, biji emas, biji nikel, biji tembaga, biji perak, biji bauksit

2) Barang – barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;

- Beras, gabah - Jagung - Sagu - Kedelai - Garam


(28)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;

4) Uang, emas batangan, dan surat – surat berharga.

c. Jasa Kena Pajak (JKP)

JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan/ perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang/ fasilitas/ kemudahan/ hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan/ permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesanan, yang dikenakan PPN.

Penyerahan jasa dapat dikenakan PPN bila penuhi unsur : 1) Penyerahan JKP

2) Daerah Pabean

3) Dilakukan dalam lingkungan kegiatan usaha/ pekerjaan 4) Yang melakukan harus PKP

d. Jasa Tidak Kena Pajak (Non JKP)

1) Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik; 2) Jasa di bidang pelayanan sosial;

3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;

4) Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;


(29)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

6) Jasa di bidang pendidikan;

7) Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;

8) Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan; 9) Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air; 10)Jasa di bidang tenaga kerja;

11)Jasa di bidang perhotelan;

12)Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

D. Penghitungan dan Prosedur/ Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

DPP adalah jumlah harga jual. Penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang di tetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, yaitu:

1) Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Harga jual dapat diperoleh dengan menjumlahkan harga pembelian bahan baku, bahan pembantu, alat


(30)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

pelengkap lainnya ditambah biaya – biaya seperti penyusutan barang modal, bunga pinjaman dari bank, gaji dan upah tenaga kerja, manajemen, serta laba usaha yang diharapkan.

2) Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Nilai penggantian merupakan taksiran biaya untuk mengganti biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan profesi, keterampilan, dan pengalaman yang memberikan pelayanan dalam arti “jasa” tersebut. Jika harga jual atau nilai penggantian menggunakan mata uang asing, maka harus dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan Keputusan Menteri Keuangan mengenai kurs yang berlaku saat itu.

3) Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Nilai Impor yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah harga patokan impor atau Cost

Insurance and Freight (CIF) sebagai dasar penghitungan bea masuk

ditambah dengan semua biaya dan pungutan lain menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pabean. Rumus menghitung Nilai Impor sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah :


(31)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

CIF + BEA MASUK = NILAI IMPOR

Dalam Nilai Impor tidak pernah termasuk PPN dan PPnBM.

4) Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

5) Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan. Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:

- Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

- Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor,

- Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah pekiraan Harga Jual Rata-rata;

- Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;

- Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar;

- Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar; - Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari harga jual;


(32)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

- Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;

- Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;

- Untuk jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon;

- Untuk penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

- Untuk penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.

b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Sistem PPN menganut tarif tunggal yaitu sebesar 10%. Namun demikian,mengingat UU PPN menganut azas destination principle dalam pengenaan pajaknya maka untuk kegiatan ekspor dikenakan tariff 0%. Pengenaan tarif 0% atas ekspor BKP adalah dimaksudkan agar dalam harga barang yang diekspor tidak terkandung PPN.


(33)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Menurut UU No. 18 Tahun 2000 Pasal 7 ayat 1, tarif PPN adalah sebagai berikut :

1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen)

Tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak merupakan tarif tunggal yang dikenakan terhadap semua jenis Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Dalam keadaan tertentu sesuai Peraturan Pemerintah, tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat dinaikkan menjadi setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) dan serendah-rendahnya 5% (lima persen)

2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen)

Tarif Tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak sebesar 0% dikenakan atas ekspor Barang Kena Pajak, dimaksudkan untuk mendorong para pengusaha agar mampu menghasilkan barang untuk diekspor sehingga dapat bersaing di pasar luar negeri. Penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tetapi agar Pajak Masukan yang telah dibayar oleh pengusaha pada saat pembelian barang ekspor tersebut dapat dikreditkan.

2. Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1) Saat terutang adalah saat pembayaran

2) Faktur dan SSP dibuat pada saat PKP mengajukan tagihan 3) Faktur dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran 4) Pemungut Pajak Wajib memungut PPN terutang pada saat

pembayaran (bukan pada saat penyerahan)

5) Bendahara Wajib setor paling lambat 7 hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan

6) PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN 20 hari setelah dilakukan pembayara tagihan


(34)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Yang ditunjuk pemungut PPN (KMK 563/KMK.03/2003) 1) Bendaharawan Pemerintah

2) Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara

Objek Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Setiap pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut PPN, kecuali:

1) Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 1.000.000,- termasuk PPnBm dan tidak terpecah-pecah

2) Pembayaran untuk pembebasan tanah

3) Pembayaran yang mendapat fasilitas dibebaskan dan tidak dipungut 4) Pembayaran untuk penyerahan BBM dan Non BBM oleh Pertamina 5) Pembayaran atas rekening telepon

6) Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh pengusahaa penerbangan

b. Mekanisme Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Penghitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan jumlah harga jual/pengganti/nilai impor/nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan tarif pajak sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1). Pajak yang terutang ini merupakan Pajak Keluaran, yang dipungut oelh Pengusaha Kena Pajak. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam


(35)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

hal Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang sukar ditetapkan, dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, seperti air minum, listrik dan sejenisnya.

Contoh :

1) PKP “A” bulan Januari 2008 menjual tunai kepada PKP “B” 100 pasang sepatu @ Rp 100.000.000,00 = Rp 10.000.000,00

PPN terutang yang dipungut oleh PKP “A” 10% x Rp 10.000.000,00 = Rp 1.000.000,00

Jumlah yang harus dibayar PKP “B” = Rp 11.000.000,00 2) PKP “B” dalam bulan Januari 2008:

Menjual 80 pasang sepatu @ Rp 120.000,00 = Rp 9.600.000,00 Memakai 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri.

DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000 per pasang = Rp 500.000,00

PPN yang terutang :

Atas penjualan 80 pasang sepatu

10% x Rp 9.600.000,00 = Rp 960.000,00 Atas pemakaian sendiri

10% x Rp 500.000,00

3) PKP Pedagang Eceran “C” menjual

= Rp 50.000,00 Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00


(36)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Bukan BKP

E. Faktur Pajak

= Rp 5.000.000,00 Rp 15.000.000,00 PPN yang terutang

10% x Rp 10.000.000,00 = Rp 1.000.000,00 PPN yang harus disetor

10% x 20% x Rp 15.000.000,00 = Rp 300.000,00

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Pasal 1 angka 23 UUN PPN Tahun 2000). Faktur Pajak juga merupakan sarana untuk mengkreditan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar baik secara formal maupun secara material. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditanda tangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak (Pasal 13 UU PPN Tahun 2000). Orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak, dan apabila Faktur Pajak telah dibuat maka orang pribadi atau badan tersebut harus menyetorkan jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak ke Kas Negara. Dengan demikian pengusaha yang memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak namun belum dikukuhkan


(37)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

sebagai Pengusaha Kena Pajak dan menyerahkan Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak, dilarang membuat Faktur Pajak.

Ada terdapat 3 (tiga) jenis Faktur Pajak menurut UU PPN, yaitu:

1. Faktur Pajak Standar, termasuk dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar.

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahanJasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat (Pasal 13 Ayat 5 UU No 18 Tahun 2000) :

a. Nama, alamat, Nomor Pokok WajibPajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.

b. Nama, alamat, dan Nomor PokokWajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.

c. Jenis barang atau jasa, jumlahHarga Jual atau Penggantian, dan potongan harga. d. Pajak Pertambahan Nilai yangdipungut.

e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewahyang dipungut;

f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Syarat yang harus dipenuhi Faktur Pajak Standar yaitu syarat formal maupun material. Yang dimaksud dengan syarat formal adalah bahwa Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat keterangan berupa nama, alamat, dan NPWP


(38)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

yang melakukan penyerahan atau pembelian BKP atau JKP, seperti yang sudah disebutkan diatas. Adapun yang dimaksud dengan syarat material adalah bahwa barang yang diserahkan benar, baik secara nilai maupun jumlah. Demikian juga pengusaha yang melakukan dan yang menerima penyerahan BKP tersebut sesuai dengan keterangan yang tercantum.

Bentuk, isi dan tatacara pengisian Faktur Pajak Standar telah diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-159/PJ/2006. Faktur Pajak Standar pada umumnya dibuat pada saat penyerahan kepada pembeli yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak karena pembeli yang dikukuhkan sebagai PKP tersebut berkepentingan untuk dapat mengkreditkan Pajak Masukan tersebut, sedangkan hanya Faktur Pajak Standar dan dokumen tertentu yang dapat dipergunakan sebagai bukti pengkreditan Pajak Masukan.

Dan dokumen-dokumen yang dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar adalah:

a. Pemberitahuan Impor Barang yang dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP) dan atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai untuk impor BKP; b. Pemberitahuan Ekspor Barang yang telah dimuat oleh pejabat yang berwenang

dari Dirjen Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;

c. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;


(39)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

d. Faktur Nota Bon Penyerahan (FNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM;

e. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;

f. Ticket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkatan udara dalam negeri; g. SSP untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan BKP tidak

berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean;

h. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa ke pelabuhan;

i. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik.

Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan dokumen-dokumen yang biasa digunakan dalam dunia usaha sebagai Faktur Pajak Standar.

Ketentuan ini diperlukan karena:

a. Faktur penjualan yang digunakan oleh Pengusaha telah dikenal oleh masyarakat luas dan memenuhi persyaratanadministratif sebagai Faktur Pajak. Misalnya, kuitansi pembayaran telepon dantiket pesawat udara.

b. Untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada Faktur Pajak, sedangkan pihak yang seharusnya membuat Faktur Pajak,yaitu pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, beradadi luar Daerah Pabean. Misalnya, dalam hal pemanfaatan Jasa Kena Pajak dariluar Daerah Pabean, maka Surat


(40)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Setoran Pajak dapat ditetapkan sebagai FakturPajak.

Faktur Pajak Standar ini harus dibuat paling lambat pada:

a. Akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak (JKP) dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran; atau

b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP, atau

c. Pada saat pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau

d. Pada saat Pengusaha Kena Pajak (PKP) rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungutan PPN.

Faktur Pajak Standar dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap dua yaitu:

Lembar ke-1 : Untuk pembeli BKP atau penerima JKP sebagai bukti Pajak Masukan.

Lembar ke-2 : Untuk PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagai bukti Pajak Keluaran.

Dalam hal Faktur Pajak Standar dibuat lebih dari rangkap dua, maka peruntukan lembar ketiga dan seterusnya harus dinyatakan secara jelas dalam Faktur Pajak


(41)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

yang bersangkutan; misalnya lembar ke-3: Untuk PKP dalam hal penyerahan BKP atau JKP dilakukan kepada Pemungutan PPN.

2. Faktur Pajak Gabungan

Merupakan Faktur Pajak Standar yang cara penggunaannya diperkenankan kepada PKP atas beberapa kali penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau penerima jasa yang sama, yang dilakukan dalam satu Masa Pajak, dan harus dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan BKP/JKP. Dalam hal terdapat pembayaran sebelum penyerahan BKP/JKP atau terdapat pembayaran sebelum Faktur Pajak Gabungan tersebut dibuat, maka untuk pembayaran tersebut dibuat Faktur Pajak tersendiri pada saat diterima pembayaran.

Faktur Pajak yang dibuat meliputi semua penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama.(Pasal 13 ayat 2 UU PPN Tahun 2000)

Bentuk Faktur Pajak ini sama dengan Faktur Pajak Standar, hanya terdapat perbedaan dalam pengisiannya, yaitu:

a. Faktur Pajak standar dibuat untuk tiap – tiap transaksi

b. Faktur Pajak Gabungan dibuat untuk transaksi selama 1 (satu) bulan kepada pembeli BKP atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama

Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Gabungan juga dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran atau sebagai bukti pengkreditan karena sesuai


(42)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Pasal 9 ayat 8 UU PPN hanya Faktur Pajak sederhana yang tidak dapat dikreditkan.

Faktur Pajak Gabungan ini harus dibuat paling lambat pada:

a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; atau

b. Pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi sebelum berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

3. Faktur Pajak Sederhana

Faktur Pajak Sederhana adalah dokumen yang disamakan fungsinya dengan faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP kepada pembeli BKP dan /atau JKP yang tidak diketehui secara lengkap atau penyerahan BKP / JKP secara langsung kepada konsumen akhir. Biasanya faktur pajak sederhana digunakan oleh pembeli BKP / Penerima JKP dan tidak diketahui identitasnya secara lengkap, misalnya :pembeli yang tidak diketahui NPWP-nya atau tidak diketahui nama atau alamat lengkapnya.


(43)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Faktur Pajak Sederhana juga merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran sebagai Faktur Pajak Sederhana yang paling sedikit memuat:

a. Nama, alamat dan Nomor Pokok WajibPajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. Jenis dan kuantum;

c. Jumlah Harga Jual atauPenggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya pajak dicantumkan secaraterpisah;

d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.

Bentuk faktur pajak sederhana dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, segi

cash register, karcis, kuitansi yang dipakai sebagai tanda bukti penyerahan atau

pembayaran atas penyerahan BKP atau JKP yang bersangkutan. Faktur Pajak Sederhana yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana. Faktur Pajak Sederhana dibuat sekurang-kurangnya rangkap dua, lembar ke-1 : untuk pembeli BKP/penerima JKP dan lembar ke-2 : untuk arsip PKP yang bersangkutan.

Faktur Pajak Sederhana dianggap telah dibuat rangkap dua atau lebih, dalam hal Faktur Pajak Sederhana tersebut dibuat dalam satu lembar yang terdiri dari dua


(44)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

atau lebih bagian atau potongan yang disediakan untuk disobek atau dipotong, seperti yang terjadi pada karcis.

Sesuai ketentuan Pasal 9 ayat 8 UU PPN Tahun 2000, Pajak masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak sederhana tidak dapat dikreditkan.

Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan BKP atau saat penyerahan JKP, atau pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP / JKP.

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, atau

b. Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak yang nama, alamat atau Nomor Pokok Wajib Pajaknya tidak diketahui,

dapat membuat Faktur Pajak Sederhana. (Kep DJP No. 128/PJ/2004)

F. Pengakuan dan Pengukuran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut SAK dan UU Perpajakan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) timbul akibat adanya transaksi pembelian dan penjualan terhadap Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak. Apabila Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan pembelian BKP maka akan dikenakan Pajak Masukan. Selanjutnya bila PKP tersbut melakukan penjualan atas BKP tersebut maka mereka berhak untuk melakukan pemungutan PPN yang telah mereka setor


(45)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

sebelumnya dan hal ini merupakan Pajak Keluaran. Seperti halnya pendapatan, PPN juga harus diketahui kapan diakui dan bagaimana cara pengkurannya.

Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dalam SAK (2007 : 22 : par.92), dijelaskan bahwa :

“Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan aktiva atau penurunan kewajiban (misalnya, kenaikan bersih aktiva yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari pembebasan pinjaman yang masih harus dibayar)”.

Menurut UU Perpajakan No.18 Tahun 2000 Pasal 4 ayat 1, dijelaskan bahwa: “Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.

Menurut Donald E. Kieso, dkk dalam buku Akuntansi Intermediate (2002:53), pendapatan umumnya diakui jika:

a. Telah direalisasi atau dapat direalisasi b. Telah dihasilkan

Misal, PT. X melakukan penjualan barang dengan jumlah penyerahan Rp 15.000.000,- terdiri dari :

- Penyerahan yang telah diterima pembayarannya Rp 10.000.000,- - Penyerahan yang belum diterima pembayarannya Rp 5.000.000,- Prinsip akrual : Pendapatan (penjualan) adalah Rp 15.000.000,-


(46)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Prinsip kas : Pendapatan (penjualan) adalah Rp 10.000.000,- sisa yang belum di bayar sebesar Rp 5.000.000 ditetapkan sebagai penghasilan pada periode berikutnya apabila telah dilakukan pembayaran berikutnya.

Tabel 2.1

Pengakuan Pendapatan

Penyerahan = Rp 15.000.000 Pembayaran I = Rp 10.000.000 Prinsip akrual

Des 2005 Jan 2006

Pembayaran II = Rp 5.000.000

Penghasilan ditetapkan = Rp 15.000.000

Penyerahan = Rp 15.000.000 Pembayaran I = Rp 10.000.000 Prinsip kas

Des 2005 Jan 2006

Pembayaran II = Rp 5.000.000

Penghasilan ditetapkan = Rp 10.000.000 Penghasilan ditetapkan = Rp 5.000.000

Pengakuan pendapatan dari penjualan barang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 23 (2007 : 23.10 : par 38) menyebutkan bahwa pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila seluruh kondisi berikut terpenuhi:


(47)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

a. Perusahaan telah memindahkan resiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli;

b. Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual;

c. Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal;

d. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut; dan

e. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan dapat diukur dengan andal.

Pengukuran pendapatan dalam PSAK No.23 (2007 : 23.10 :par.37) dijelaskan bahwa “ Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima”. Dalam UU Perpajakan No.18 Tahun 2000 Pasal 9 ayat 1, dijelaskan bahwa “ Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak”.

Dalam Pasal 11 ayat 1 UU PPN No.18 Tahun 2000, terutangnya pajak terjadi pada saat:

a. penyerahan Barang Kena Pajak b. impor Barang Kena Pajak c. penyerahan Jasa Kena Pajak

d. pemanfaatan Barang Kena Pajaktidak berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4huruf d.

e. pemanfaatan Jasa Kena Pajakdari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e; atau

f. ekspor Barang Kena Pajak

Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dalam SAK (2007 : 23 : par.94), dijelaskan bahwa “Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal”. Hal ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan


(48)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aktiva (misalnya, akrual hak karyawan atau penyusutan aktiva tetap).

Menurut UU Perpajakan No 18 Tahun 2000 Pasal 11 ayat 2, dijelaskan bahwa “ Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan barang kena pajak atau sebelum penyerahan jasa kena pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf d atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf e, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran”.

Dalam akuntansi, saat penyerahan barang merupakan salah satu saat pengakuan beban atau perolehan aktiva (PSAK No 23 par 38). Begitu juga dengan pajak, pengakuan beban atau perolehan aktiva diakui pada saat penyerahan barang kena pajak, tetapi karena pembuatan faktur pajak dapat diserahkan bulan berikutnya maka pendapatan tersebut tidak dapat dilaporkan pada bulan saat penyerahan BKP.

Terutangnya PPN menurut akuntansi yaitu pada saat penyerahan BKP walaupun faktur pajak belum dibuat dan belum diterima pembayarannya. Menurut UU Perpajakan terutangnya PPN sama dengan akuntansi yaitu pada saat penyerahan BKP atau sudah terjadi penjualan (UU Perpajakan No 18 Tahun 2000 Pasal 11 ayat 1), tetapi apabila diterima uang muka adari penjualan tersbut maka terutangnya PPN secara administrative adalah pada saat pembayaran uang muka (UU Perpajakan No.18 Tahun 2000 Pasal 11 ayat 2) dan diterbitkan faktur pajaknya.

Efek dari pengakuan dan pengukuran beban PPN ini memiliki implikasi terhadap pelaporan keuangan yaitu laba rugi terlalu rendah sehingga mengakibatkan pajak terutangnya juga understated.


(49)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Misal, pada tanggal 25 Desember 2008 diterima uang muka sebesar Rp 1.000.000,- dari penjualan barang sebesar Rp 10.000.000,- Barang tersebut akan diserahkan pada 20 Januari 2009.

Menurut UU Perpajakan, pada saat diterima uang muka PPN, penjualan sudah diakui dan faktur pajak diterbitkan pada saat itu juga. Sedangkan menurut SAK, penjualan belum diakui karena barang belum diserahkan dan faktur belum diterbitkan, tetapi uang muka atas penjualan barang tersebut sudah diakui dan dikenakan PPN Keluaran. Jadi penjualan diakui menurut akuntansi adalah pada saat penyerahan barang pada bulan berikutnya yaitu tanggal 20 Januari 2009. Perbedaan pengakuan penjualan menurut SAK dan Pajak, akan menyebabkan laba yang dihasilkan perusahaan terlalu rendah (understated). Hal ini terjadi karena menurut akuntansi, penjualan belum diakui bila belum terjadi penyerahan barang. Sedangkan dalam pajak, apabila pembayaran diterima lebih dahulu sebelum barangnya diserahkan maka pada saat pembayaran uang muka tersebut penjualan dan PPN sudah diakui. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan koreksi fiskal atas pendapatan dan beban untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak.

G. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Prosedur pembukuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari :

1. Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.

2. Penjualan dan PPN terutang.


(50)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

4. dan lain-lain

Dilihat dari pengenaan PPN, barang yang dibeli oleh perusahaan dapat digolongkan ke dalam dua jenis barang, yaitu barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Pembelian kedua jenis barang tersebut perlu dipertimbangkan dalam rangka pembukuan, karena PPN yang tidak dapat dikreditkan tersebut dapat dimasukkan ke dalam biaya dalam perhitungan pajak penghasilan nantinya.

Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan masih dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu:

1. pembelian barang untuk diolah (persediaan), dan

2. pembelian barang modal yang ada hubungannya dengan proses produksi.

Berikut ini akan diuraikan prosedur pembukuan pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan (berkaitan dengan PPN Masukan) :

1. Pembelian barang/persediaan yang PPN-nya dapat dikreditkan

PT X membeli barang untuk persediaan dalam bulan Agustus 2008 seharga Rp 10.000,00 dengan kredit dari PT Y. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Pembelian 10.000,00 PPN Masukan 1.000,00


(51)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

2. Pembelian barang modal yang PPN-nya dapat dikreditkan

PT X membeli mesin seharga Rp 100.000 dengan kredit pada bulan Juni 2008 dari PT Y. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Mesin 100.000,00

PPN Masukan 10.000,00

Utang 110.000,00

3. Pembelian barang/persediaan yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan

PT X membeli tunai alat tulis seharga Rp 5.000,00 ditambah PPN 10% karena alat tulis ini tidak mempunyai hubungan lansung dengan proses produksi. Pajak Masukannya tidak boleh dikreditkan. PPN yang tidak dapat dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya operasi. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Alat tulis 5.000,00 Biaya PPN 500,00

Kas 5.500,00

4. Pembelian barang/modal yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan

PT X membeli kendaraan sedan untuk keperluan kantor administrasi seharga Rp 20.000,00 tunai. Pajak masukan pembelian kendaraan sedan tidak dapat dikreditkan. Namun, pajak tersebut dapat dibebankan sebagai biaya perolehan kendaraan. Jadi, tidak dapat dibedakan sekaligus di tahun perolehannya, melainkan disusut sesuai dengan tariff penyusutannya. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:


(52)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Kendaraan sedan 22.000,00

Kas 22.000,00

5. Pembelian dengan potongan

PT X membeli barang seharga Rp 12.000,00 dengan potongan pembelian Rp 2.000,00 jika pembayaran dilakukan dengan periode yang ditentukan tarif PPN 10%. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Pembelian 12.000,00

Cadangan potongan pembelian (2.000,00)

PPN Masukan 1.000,00

Utang 11.000,00

Apabila perusahaan tidak dapat membayar utang dalam waktu yang ditentukan maka pembelian tidak berhak atas potongan. Pembayaran utang pembelian ini dicatat dengan ayat jurnal :

Utang 11.000,00

PPN Masukan 200,00

Rugi karena potongan tidak

diambil 2.000,00

Kas 13.200,00

Karena potongan tidak diambil oleh pembeli maka PPN Masukan atas potongan yang belum dihitung pada saat pembelian harus dibebankan. Demikian pula penjualan harus memperhitungkan PPN terutang dengan jumlah yang sama.


(53)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

6. Pengembalian pembelian

Karena tidak sesuai dengan spesifikasi barang, pembelian sebanyak Rp 1.000,00 ditambah PPN 10% dikembalikan kepada penjual. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Utang 1.100,00

Pembelian 1.000,00

PPN Masukan 100,00

Pengembalian ini akan mengurangi PPN Masukan, demikian pula penjual akan mengurangkan PPN terhutang.

Ada 3 (tiga) metode pencatatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu: 1. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dibukukan pada satu perkiraan.

Pembukuan dengan cara ini, hanya menggunakan satu perkiraan yaitu PPN yang saldonya mungkin Debit atau Kredit, tergantung mana yang lebih besar antara pajak masukan atau pajak keluaran untuk suatu masa pajak tertentu. Misal, PT A membeli barang dengan perhitungan :

Pembelian barang X 100kg dengan harga Rp 10.000.000,-

PPN 10% Rp 1.000.000,-


(54)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Transaksi ini akan dijurnal oleh PT A sebagai berikut : Persediaan barang 10.000.000

PPN 1.000.000

Kas 11.000.000

Bila dalam bulan atau masa pajak yang sama PT A menjual seluruh barang tersebut dengan perhitungan :

Harga barang X (Rp 120.000/kg) Rp 12.000.000,-

PPN 10% Rp 1.200.000,-

Jumlah yang akan diterima Rp 13.200.000,- Maka PT A akan menjurnal :

Piutang/kas 13.200.000

Penjualan 12.000.000

PPN 1.200.000

Pada akhir bulan / akhir periode, PPN akan mempunyai saldo kredit sebesar Rp 200.000 (1.200.000 – 1.000.000) yang akan disetor ke Kas Negara pada bulan berikutnya dengan mendebet perkiraan PPN.

Bila selama bulan yang bersangkutan hanya terjual sebagian saja, misalnya 50kg dengan perhitungan :

Harga barang X Rp 6.000.000,-

PPN 10% Rp 600.000,-


(55)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Maka PT A akan menjurnal :

Piutang/kas 6.600.000

Penjualan 6.000.000

PPN 600.000

Pada akhir periode, PPN akan mempunyai saldo debet sebesar Rp 400.000 (1.000.000 – 600.000) yang dapat dimintakan restitusi atau diperhitungkan dengan masa pajak berikutnya.

Bila kelebihan pajak ini akan diperhitungkan dengan masa pajak berikutnya, maka perusahaan tidak perlu membuat jurnal, sedangkan bila akan dimintakan kembali (restetusi), pada saat restitusi diterima akan dijurnal :

Kas 400.000

PPN 400.000

2. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dibukukan secara terpisah, tanpa prosedur offset pada setiap masa pajak.

Dengan cara ini, PPN Masukan dan PPN Keluaran dibukukan pada perkiraan yang berbeda, dimana saldo masing-masing perkiraan akan terus-menerus bertambah karena terjadi akumulasi PPN Masukan dan PPN Keluaran selama periode tertentu.


(56)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Berdasarkan contoh pada alternative pertama, PT A akan membukukan transaksi – transaksi tersebut sebagai berikut :

Pada saat pembelian

Persediaan Barang 10.000.000

PPN Masukan 1.000.000

Kas 11.000.000

Pada saat penjualan

Piutang / Kas 13.200.000

Penjualan 12.000.000

PPN Keluaran 1.200.000

Apabila PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan, menyebabkan perusahaan harus menyetor selisihnya ke Kas Negara, dan atas penyetoran ini akan dijurnal :

PPN Keluaran 200.000

Kas 200.000

Dengan prosedur pembukuan seperti ini, setiap terjadi penyetoran ke Kas Negara, PPN Masukan akan sama besarnya dengan PPN Keluaran.

Dalam hal terjadi restetusi, maka pada saat uang diterima dari Kas Negara, akan dijurnal :

Kas 400.000


(57)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

3. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dibukukan secara terpisah, dengan prosedur offset pada setiap akhir masa pajak.

Dengan cara ini prosedur pembukuan sampai dengan penyetoran selisih PPN Masukan dan PPN Keluaran ke Kas Negara atau penerimaan restitusi dari kas Negara sama seperti prosedur pembukuan pada alternative kedua. Pada akhir masa pajak (akhir bulan) dilakukan penjurnalan untuk meng-offset perkiraan PPN Masukan dan PPN Keluaran pada saat selesainya pembuatan SPT PPN bulan yang bersangkutan.

Berdasarkan contoh yang sebelumnya, pada akhir masa pajak PT A akan menjurnal :

PPN Keluaran 1.000.000

PPN Masukan 1.000.000

Dengan jurnal ini, PPN Keluaran akan mempunyai saldo kredit sebesar Rp 200.000,- yang akan menjadi nihil dengan terjadinya pendebetan pada saat penyetoran ke Kas Negara.

Pada contoh berikut, dimana terdapat restetusi sebesar Rp 400.000,- jurnal pada saat SPT selesai dibuat adalah :

PPN Keluaran 600.000

PPN Masukan 600.000

Dengan membukukan jurnal ini, PPN Masukan akan mempunyai saldo debet sebesar Rp 400.000,- yang akan menjadi nihil dengan diterimanya restetusi dari Kas Negara.


(58)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

H. Koreksi Fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Hampir semua perhitungan laba komersial yang dihasilkan oleh semua perusahaan harus mengalami koreksi fiscal untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak. Hal ini disebabkan karena tidak semua ketentuan dalam SAK digunakan dalam peraturan perpajakan atau banyak ketentuan perpajakan yang tidak sama dengan SAK.

Perbedaan yang terjadi adalah besarnya pajak yang terhutang yang diakui dalam laporan Laba Rugi Komersial dengan pajak yang terhutang menurut fiskus. Perbedaan tersebut dapat berupa Beda Tetap dan Beda Waktu.

Beda Tetap terjadi apabila terdapat transaksi yang diakui oleh Wajib Pajak sebagai penghasilan atau sebagai biaya dalam akuntansi secara komersial yang diatur dalam SAK. Namun berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan, atas transaksi tersebut bukan merupakan penghasilan atau bukan merupakan biaya atau sebagian merupakan penghasilan atau sebagian lagi merupakan biaya.

Beda Waktu terjadi karena adanya perbedaan pengakuan besarnya waktu secara akuntansi komersial dibandingkan dengan secara fiskal, misalnya dalam ketentuan masa manfaat dari aktiva yang akan dilakukan penyusutan.

Sesuai dengan Pasal 1 PP No.43 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan, pada dasarnya Pajak Masukan PPN yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh 1984 adalah PPN yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan UU PPN Tahun 1984. Dengan demikian PPN yang tidak dapat dikreditkan tersebut dapat dikoreksi fiscal


(59)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

atau dapat dimasukkan ke dalam biaya yang dapat dikurangkan dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak.

Pajak keluaran adalah PPN yang didapat dari penjualan dan biasanya dijurnal sebagai hutang PPN, sedangkan Pajak Masukan adalah PPN yang didapat dari pembelian dan biasanya dijurnal sebagai PPN dibayar dimuka. Apabila dalam pengakuan penghasilan maupun pembelian atau harga pokok termasuk PPN maka selisih antara PPN Keluaran dengan PPN Masukan dapat menjadi biaya mengurangi penghasilan bruto.

Contoh:

PT. ABC adalah perusahaan yang bergerak dalam perdagangan elektronik. Pada tahun 2006 membeli produk termasuk PPN Masukan sebesar Rp 9.900.000,-. Atas barang tersebut dijual termasuk PPN Keluaran sebesar Rp 11.000.000,-. Besarnya laba dapat dihitung baik dengan PPN maupun dengan tanpa PPN sebagai berikut:

No. Uraian Dengan PPN Tanpa PPN

1 2 3 4 Penjualan Pembelian (HPP) Laba kotor Biaya-biaya:

PK-PM (1.000.000 - 900.000) 11.000.000 9.900.000 1.100.000 100.000 10.000.000 9.000.000 1.000.000 0


(60)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Pada contoh di atas, maka jurnal yang diperlukan adalah sebagai berikut: Pada saat pembelian :

Menurut Akuntansi : Pembelian 9.000.000 PPN Masukan 900.000

Kas / Utang 9.900.000

Menurut Pajak : Pembelian 9.000.000

PPN Masukan 900.000

Kas / utang 9.900.000

Pada saat penjualan :

Menurut Akutansi : Piutang / Kas 11.000.000

Penjualan 10.000.000

PPN Keluaran 1.000.000

Menurut Pajak : Piutang / Kas 11.000.000

Penjualan 10.000.000

PPN Keluaran 1.000.000

Pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut : PPN Masukan = Rp 900.000

PPN Keluaran = Rp 1.000.000 Kurang bayar PPN Rp 100.000

Saldo PPN sebesar Rp 100.000,- disajikan di Neraca sebagai Hutang PPN yang harus di setor ke Kas Negara.


(61)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

I. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama Judul Kesimpulan

1. Ester Simangung song (2005)

Akuntansi Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) pada PT. Daya Muda Agung Cabang Medan

Pencatatan dan perhitungan

terhadap akuntansi PPN telah dilakukan dengan baik sesuai dengan standar dan UU PPN yang berlaku

2. Samion Tarigan (2007)

Akuntansi PPN dan Kaitannya dengan Surat Pemberitahuan Masa pada PT. OPENAKI Medan

Laporan akuntansi berpedoman pada PSAK dan Laporan pajak berpedoman pada Peraturan Pemerintah yaitu UU PPN dan PPnBM

3. Mila Sari Kartika (2007)

Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) pada PT.

Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Medan Laporan Keuangan belum sesuai dengan SAK. Perusahaan melakukan pembayaran pajak secara terpusat (sentralisasi). Pencatatan Pajak Masukan dan Keluaran dilakukan setelah dibuat rekapitulasi pembelian dan penjualan


(62)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

J. Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

PT. ENAM ENAM GROUP

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

SAK UU Pajak

PENGAKUAN BEBAN DAN HUTANG


(63)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian eksploratif dengan menggunakan metode deskriptif yaitu mengumpulkan data-data yang diperlukan yang berasal dari perusahaan dan kemudian menguraikannya secara keseluruhan.

B. Jenis Data

Data yang diperlukan oleh penulis terdiri dari data primer dan data sekunder.

1. Data Primer, berupa data yang diperoleh langsung dari perusahaan

melalui teknik wawancara, dimana data ini memerlukan pengolahan yang lebih lanjut.

2. Data Sekunder, berupa data yang telah terdokumentasi

diperusahaan seperti sejarah singkat dan struktur organisasi perusahaan, laporan keuangan perusahaan dan sebagainya.


(64)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu:

a. Teknik Observasi

Yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas yang berhubungan dengan penerapan pajak pertambahan nilai pada PT. Enam Enam Group.

b. Teknik Wawancara

Yaitu mengadakan tanya jawab dan diskusi secara langsung dengan pihak perusahaan, khususnya dengan bagian yang berhubungan dengan objek penelitian.

D. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode Deskriptif, yaitu metode yang mengumpulkan, menyusun, menginterpretasikan dan menganalisa data sehingga memberikan keterangan lengkap bagi pemecahan masalah yang dihadapi.

E. Responden

Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah konsultan pajak perusahaan, kepala bagian penjualan dan karyawan lainnya yang dianggap dapat memberikan informasi atau masukan data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini.


(65)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

F. Lokasi dan Jadwal Penelitian

Objek penelitian ini adalah PT. Enam Enam Group, jl. Kapt. Muslim Komp. Tata Plaza Blok B No.22 Medan

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Tahap Penelitian Mar ‘09 Apr ‘09 Mei ‘09 Jun ‘09 Juli ‘09

Penyelesaian Proposal Bimbingan Proposal Seminar Proposal Pengumpulan Data Pengolahan Data Penyampaian Hasil Penelitian


(66)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Data Penelitian

1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT Enam Enam Group mulanya masih berbentuk CV Enam Enam, didirikan dengan akte pendirian awal tertanggal 31 Mei 2003 No. 22 dihadapan notaries Imanuel Dahlan Ginting, SH. Selanjutnya terjadi perubahan hingga kini menjadi PT Enam Enam Group, sebagaimana tercantum dalam akte No. 31 tanggal 29 Agustus 2006 dihadapan notaries Aida Selli Siburian, SH berkedudukan di Medan.

Berdirinya suatu perusahaan mempunyai latar belakang yang berbeda karena adanya perbedaan suatu perusahaan bergerak di dalam bidang yang berbeda- beda pula. PT Enam Enam Group merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasaran alat kWh. KWh meter yaitu alat berupa piringan yang berfungsi mengukur konsumsi energi pelanggan. PT Enam Enam Group merupakan perusahaan yang memiliki hubungan istimewa dengan pabrikan PT. Mecoindo. Sebagai penyalur untuk kawasan Sumatera Utara.

2. Struktur Organisasi Perusahaan

Untuk mengatur berjalannya perusahaan diperlukan suatu struktur organisasi. Bentuk struktur organisasi tergantung dari besar kecilnya


(67)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

perusahaan. Bagaimanapun juga bentuk struktur organisasi itu perlu ditetapkan atau dipilih terlebih dahulu, agar tujuan perusahaan lebih efektif dan efisien.

Dengan adanya struktur organisasi akan lebih jelas pembagian kerja dan tanggung jawabnya. Hal ini akan memudahkan dalam menentukan dan mengarahkan serta mengontrol pelaksanaan kegiatan-kegiatan suatu perusahaan dan apakah tujuan yang telah ditentukan semua tercapai atau tidak.

Dalam pencapaian tujuan perusahaan harus melakukan aktivitas pekerjaan dan kumpulan aktivitas ini dilaksanakan orang-orang yang menjadi anggota organisasi. Agar anggota organisasi mengetahui tugasnya maka harus diadakan pengorganisasian. Pengorganisasian dapat dilaksanakan dimana pekerjaan dapat dibagi-bagi dan merupakan sekumpulan tugas-tugas yang kemudian orang-orang ditugaskan untuk melaksanakannya.

Berdasarkan penelitian pada PT Enam Enam Group Medan maka struktur organisasi dan uraian tugas masing-masing bagian adalah sebagai berikut :

1. Direktur

Direktur mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

a. Menangani dan bertanggung jawab keluar maupun ke dalam perusahaan.


(68)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

c. Mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan operasi perusahaan. d. Mencari ide-ide baru dalam perkembangan perusahaan.

2. Bagian Keuangan

Bagian Keuangan bertanggung jawab atas kegiatan pencatatan transaksi, pengolahan data, dan penyusunan laporan keuangan. Bagian ini merupakan pusat pengolahan data dengan komputer. Bagian keuangan, bertanggung jawab atas hal-hal yang berhubungan dengan keuangan perusahaan, antara lain merencanakan dan mengawasi arus dana perusahaan yang diperlukan untuk membiayai aktivitas perusahaan.

Secara rinci bagian keuangan mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

a. Menata uang masuk dan uang keluar sehingga tidak terjadi kemacetan keuangan bagi perusahaan dalam pelaksanaan setiap transaksi dalam perusahaan.

b. Membuat laporan kas bank.

c. Menyusun daftar penerimaan dan pengeluaran kas setiap hari untuk diserahkan pada pemegang buku perusahaan agar dapat dibukukan. d. Membayar gaji dan upah karyawan.

e. Memeriksa dan menyortir semua dokumen-dokumen keuangan yang diterima untuk dibukukan.

f. Mencatat transaksi-transaksi ke dalam buku harian, jurnal dan buku besar.


(69)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

g. Membuat laporan keuangan.

h. Menyusun dan menyimpan dokumen perusahaan.

3. Bagian Administrasi

Bagian personalia mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

a. Menyiapkan dan melaksanakan penggajian dan pengupahan. b. Menyiapkan dan melaksanakan kegiatan perusahaan.

c. Menangani urusan pelayanan perusahaan terhadap departemen tenaga kerja, astek dan sertifikat pekerja.

d. Menangani urusan kesejahteraan dan keselamatan kerja.

3. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan PT Enam Enam Group Medan dalam melakukan penghitungan terhadap Pajak Pertambahan Nilai-nya adalah dengan menggunakan Harga Jual.

Harga jual yang diterapkan adalah berdasarkan semua nilai berupa uang yang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.


(70)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

4. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan adalah 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk semua jenis Barang Kena Pajak (BKP).

5. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dalam melakukan penghitungan besarnya PPN yang harus disetor serta PPN yang harus dipungut perusahaan adalah berdasarkan rumus sebagai berikut :

PPN = DPP x Tarif Pajak (10%) a. Pajak Masukan

Pajak masukan dikenakan pada saat perusahaan melakukan pembelian terhadap barang kena pajak, atas pembelian tersebut perusahaan dikenakan pajak masukan sebesar 10% dari harga beli barang tersebut.

PT Enam Enam Group Medan pada tanggal 1 Oktober 2007 membeli KWh Meter senilai Rp 478.030.000

DPP = Rp 478.030.000

PPN Masukan 10% = Rp 47.803.000 b. Pajak Keluaran

Pajak keluaran dikenakan pada saat perusahaan melakukan penjualan terhadap barang kena pajak, atas penjualan tersebut perusahaan melakukan pemungutan pajak keluaran sebesar 10% dari harga jual barang tersebut.


(1)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

jumlah pesanan yang diminta, maka tidak ada sisa persediaan BKP. Jadi dipastikan bahwa seluruh pajak masukan yang dikreditkan atau dikurangkan pada penjualan tertera pada pajak keluarannya.

5. Koreksi Fiskal PPN

PT Enam Enam Group Medan, dalam hal koreksi fiskal ini tidak melakukan koreksi fiskal PPN-nya karena semua pembelian barang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan dan PPN yang dikenakan atasa barang tersebut adalah PPN yang dapat dikreditkan. Perusahaan menganggap bahwa koreksi fiskal itu hanya berkaitan dengan PPN yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Berhubungan karena semua PPN yang ada dapat dikreditkan maka pihak perusahaan tidak melakukan koreksi fiskal terhadap PPN-nya.


(2)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah menganalisis dan melakukan pembahasan dalam penelitian ini, penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. PT. Enam Enam Group merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasaran alat KWh. KWh meter yaitu alat berupa piringan yang berfungsi mengukur konsumsi energi pelanggan.

2. Pajak Masukan yang terjadi dalam satu periode oleh PT Enam Enam Group Medan dibebankan atau dilaporkan ke KPP pada peroide tersebut.

3. Perusahaan sudah melaporkan secara akurat dalam SPT Masa PPN dengan cara manual (formulir kertas dan data elektronik) baik PPN Masukan maupun PPN Keluarannya.

4. Dalam perhitungan PPN, perusahaan sudah memperhitungkannya dengan benar, telah sesuai dengan DPP yang sebenarnya.

5. Mengenai mekanisme penghitungan PPN, PT Enam Enam Group Medan menerapkan metode Pajak Masukan dan Pajak Keluaran untuk pengakuan pajak terutang kepada kas negara dan mekanisme pemungutan PPN yang dilakukan adalah pada saat faktur diterbitkan.

6. Penyajian PPN dalam laporan keuangan menggunakan metode gabungan, yaitu PPN Masukan dan Keluaran dibukukan secara terpisah tanpa prosedur offset dan pada akhir tahun dibukukan pada suatu perkiraan saja yaitu PPN.


(3)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

7. PT Enam Enam Group Medan belum menerapkan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai-nya berdasarkan SAK. Terutangnya PPN pada PT Enam Enam hanya pada saat faktur diterbitkan saja. Jadi meskipun barang sudah diserahkan namun faktur belum diterbitkan, maka PPN-nya belum terutang. Menurut SAK, terutangnya PPN yaitu pada saat penyerahan BKP walaupun faktur pajak belum dibuat dan belum diterima pembayarannya.

B. Saran

Sebaiknya perusahaan melakukan koreksi fiskal terhadap PPN-nya. Hal ini dikarenakan pembuatan faktur pajak untuk Pajak Keluaran tidak bersamaan dengan waktu pengiriman. Berbedanya waktu pengiriman / penyerahan barang dengan dibuatnya faktur pajak mengakibatkan pengakuan yang berbeda menurut SAK dan UU Perpajakan.

Selebihnya penerapan Akuntansi PPN pada PT Enam Enam Group sudah dilaksanakan dengan baik.


(4)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

DAFTAR PUSTAKA

B. Ilyas, Wiryawan, Rudy Suhartono. 2007. Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Boediono. 2004. Perpajakan Indonesia. Diadit Media, Jakarta.

Erlina dan Sri Mulyani. 2007. Metode Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, USU Press, Medan.

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Jurusan Akuntansi. 2004. Buku Petunjuk Teknik Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi. Medan. Hernanto. 2003. Akuntansi Perpajakan. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntasi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta.

Prabowo, Yusdianto. 2002. Akuntansi Perpajakan Terapan. Penerbit Grasindo, Jakarta.

Resmi, Siti. 2004. Perpajakan Teori dan Kasus. Buku Dua, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Rusdji, Muhammad. 2004. PPN & PPnBM. Penerbit Indeks, Jakarta.

Soemarso, S.R. 2007. Perpajakan Pendekatan Komprehensif. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Sukardji, Untung. 2003. Pajak Pertambahan Nilai. Edisi Revisi 2003, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sukardji, Untung. 2003. Pokok – pokok Pajak Pertambahan Nilai. Edisi Revisi 2003, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Tjahjono, Achmad. 2003. Perpajakan Indonesia : Pendekatan Soal Jawab dan Kasus. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Waluyo, B.Ilyas, Wirawan. 2003. Perpajakan Indonesia. Buku Satu, Edisi Revisi, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Warren, Carl.S., James M.Reeve, Philip E.Fess. 2004. Pengantar Akuntansi. Edisi Keduapuluhsatu, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.


(5)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

_________, 2009. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Penerbit Dep.Keu, Medan.


(6)

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.