184
Jurnal Dinamika Hukum Vol . 8 No. 3 Sept ember 2008
t radisi krit is yang dikembangkan oleh para neomarxis.
4
Jadi cukup waj ar apabila t ulisan t eori marxis t ent ang hukum diperkenalkan
j uga berdampingan dengan t ulisan-t ulisan t en- t ang CLS. Tent u upaya sepert i it u akan mem-
berikan pemahaman yang lebih lengkap, baik bagi t eori hukum pada umumnya, maupun bagi
t eori “ hukum adalah polit ik” pada khususnya. Alasan
kedua adalah unt uk memberikan alt ernat if pisau analisis dalam memahami
f enomena ket idakberdayaan hukum dalam memberikan rasa keadilan di masyarakat .
Sat j ipt o menyebut kan bahwa t elah t erj adi proses bekerj anya hukum yang j ust ru “ kont ra-
produkt if ” . Sat j ipt o bahkan j uga menyebut kan bahwa “ Hukum yang membawa panj i-panj i
ket erat uran dan ket ert iban, misalnya, t er- nyat a dapat menimbulkan suasana yang
sebaliknya. Ia t idak hanya bersif at ordegenik, melainkan j uga kriminogenik. ”
5
Keadaan hukum sepert i t ersebut di at as t idak dapat dipecahkan apabila hanya ber-
sandar pada analisis hukum yang posit ivis posit ivisme hukum. Posit ivisme hukum meng-
hendaki dilepasnya unsur nilai, moral, et ika, sosial,
dan polit ik
dari sist em
hukum. Posit ivisme
hukum j uga
melihat hukum
semat a-mat a dalam bent uk f ormalnya,
6
maka kemudian yang t erj adi adalah reduksi t er-
hadap proses hukum, yait u semat a-mat a hanya sebagai
“ proses perat uran. ”
7
Posit ivisme hukum akan menj awab masalah kemacet an
hukum dalam mencipt akan keadilan dengan kembali
melakukan proses
pembent ukan perat uran yang baru. “ Banj ir” perat uranpun
4
FX. Adj i Samekt o, 2005, St udi Hukum Kr i t i s: Kr i t i k
t er hadap Hukum Moder n, Bandung: PT. Cit r a Adit ya Bakt i, hl m. 35 dan 56. Li hat j uga Ot j e Sal man dan
Ant on F. Susant o, 2004, Teor i Hukum: Mengi ngat ,
Mengumpul kan dan Membuka Kembal i , Bandung: Ref ika Adit ama, hl m. 124
.
5
Sat j i pt o Rahardj o a, 2007, Bi ar kan Hukum Mengal i r :
Cat at an Kr i t i s t ent ang Per gul at an Manusi a dan Hukum, Jakart a: Kompas, hl m. 3.
6
Fir man Munt aqo,
2007, “
Mer et as Jal an
bagi Pembangunan
Ti pe Hukum
Pr ogr esi f mel al ui
Pemahaman t er hadap Per anan Mazhab Hukum Posi t i vi s dan Non-Posi t i vi s dal am Kehi dupan Ber hukum di
Indonesi a” , dal am Sat j i pt o Rahar dj o b, Membedah Hukum Pr ogr esi f , Jakart a: Kompas, hl m. 162.
7
Rahardj o a, op. ci t . , hl m. 17.
akhirnya t erj adi, t idak peduli apakah per- at uran-perat uran
it u akan
ef ekt if di
masyarakat at au t idak. Sebagai krit ik t erhadap pendekat an
posit ivisme hukum, maka yang perlu dilakukan adalah merubah sudut pandang t erhadap
proses hukum. Proses hukum harus dipandang sebagai proses yang melibat kan int eraksi
ant armanusia at au “ proses perilaku” , yang di dalamnya t erkait pula berbagai f akt or, sepert i
f akt or nilai, moral, et ika, sosial, dan polit ik. Manusialah yang berperan dalam proses hu-
kum, karena perat uran t idaklah akan mem- punyai art i apa-apa kalau t idak ada f akt or
manusia yang menj alankannya.
8
Oleh karena it u, maka diperlukan pendekat an alt ernat if
selain pendekat an yang posit ivis dalam men- j awab permasalahan hukum di masyarakat ,
dan pendekat an it u sebaiknya j uga ikut mempert imbangkan banyak f akt or yang ada di
dalam masyarakat . Pendekat an alt ernat if it u salah sat unya adalah pendekat an marxis
t ent ang hukum, yang menj adi pokok pem- bahasan dalam t ulisan ini. Pendekat an marxis
t ent ang hukum bahkan diklaim oleh salah sat u pemikirnya, Evgeny Pashukanis, sebagai se-
suat u yang dibangun berdasarkan kenyat aan sosial.
9
Sesuai dengan j udul yang dipilih, maka yang menj adi pokok pembahasan dalam
t ulisan ini adalah mengenai t eori marxis t en- t ang hukum. Sebagai t ulisan pengant ar, maka
cukup t epat apabila pembahasan dilakukan secara deskript if , dengan hanya memaparkan
secara umum beberapa pokok pemikiran yang ada di dalam t eori marxis t ent ang hukum.
B. Pembahasan
Dalam lit erat ur-lit erat ur t eori hukum yang t elah dipublikasikan, t erut ama yang dit ulis
dalam bahasa Indonesia, masih sedikit sekali dit emui pembahasan yang memadai mengenai
t eori marxis t ent ang hukum. Jika ada, t eori
8
Sat j i pt o Rahar dj o c, 1980, Hukum dan Masyar akat ,
Bandung: Angkasa, hl m. 69.
9
Evgeny Pashukanis, “ The Gener al Theor y of Law and
Mar xi sm” ht t p: www. marxist s. org archive pashu-
kani s 1924 l aw . Diakses pada 22 Jul i 2008.
Pengant ar Mengenai Teori Marxis Tent ang Hukum
185
marxis t ent ang hukum it u pun masih t erbat as pada hanya salah sat u pendekat an yang ada
dalam t eori marxis t ent ang hukum. Pendekat - an yang lazim dij umpai adalah pendekat an
“ st rukt ur dasar bawah dan st rukt ur at as base-super st r uct ur e” .
10
Padahal dalam t eori marxis
t ent ang hukum
masih t erdapat
beberapa pendekat an lainnya yang digunakan dalam membahas masalah hukum.
Menurut Alan Hunt , t erdapat beberapa t ema pokok yang dij elaskan oleh para pemikir
marxis mengenai hakikat hukum, yait u:
11
1. Hukum t idak dapat menghindar at au t idak
dapat melepaskan dirinya dari polit ik, at au bahkan dapat dikat akan, bahwa hukum it u
adalah salah sat u bent uk perwuj udan dari polit ik.
2. Hukum dan negara memiliki hubungan yang
dekat . Hukum memperlihat kan sif at nya yang “ relat if ot onom” dari negara.
3. Hukum memberikan pengaruh, mencermin-
kan, at au mengekspresikan kuat nya besar- nya hubungan ekonomi yang ada.
4. Hukum selalu pot ensial bersif at memaksa
dan memanif est asikan
mewuj udkan monopoli negara at as alat -alat pemaksa.
5. Isi dan prosedur yang t erkandung dalam
hukum, baik langsung maupun t idak lang- sung, mencerminkan kepent ingan-kepen-
t ingan kelas yang berkuasa. 6.
Hukum it u bersif at ideologis. Dengan demi- kian, hukum it u menunj ukkan dan me-
nyediakan legit imasi kepada nilai-nilai yang melekat pada nilai-nilai milik kelas yang
berkuasa. Tema-t ema pokok di at as kemudian
mengalami perkembangan lebih lanj ut , sehing- ga melahirkan varian-varian baru dalam t eori
marxis t ent ang hukum. Set idaknya t erdapat
10
John Gil issen dan Frit s Gorl e, 2005, Sej ar ah Hukum:
Suat u Pengant ar , Bandung: Ref ika Adit ama, hl m. 97 dan 127-128; Meuwissen, 2008,
Tent ang Pengembanan Hukum, Il mu Hukum, Teor i Hukum dan Fi l saf at Hukum,
dit er j emahkan ol eh B. Ar ief Sidhart a, Bandung: Ref ika Adit ama, hl m. 72-74; dan
Theo Huij bers, 2003, Fi l saf at
Hukum dal am Li nt asan Sej ar ah, Yogyakart a: Kani sius, hl m. 112, t et api pada hl m. 171-172-nya sudah
menyinggung sedikit pendekat an “ det er minisme yang l ebih l unak” .
11
Hunt , op. ci t . , hl m. 355.
beberapa macam pendekat an t erhadap hukum yang digunakan oleh para marxis sehingga
mereka menghasilkan t ema-t ema pokok haki- kat hukum di at as.
Per t ama, pendekat an “ st rukt ur dasar bawah dan st rukt ur at as
base-super st r uc- t ur e” . Pendekat an ini melet akkan hukum
pada st rukt ur at as, dan st rukt ur at as ini me- ref leksikan apa yang menj adi st rukt ur dasar-
nya, yait u hubungan produksi kehidupan mat e- rial f akt or ekonomi.
12
Konsep base-super st r uct ur e mendeskrip-
sikan masyarakat yang ada di dunia ini t erbagi ke dalam 2 dua bagian, yait u: st rukt ur dasar
bawah, basest r uct ur e dan st rukt ur at as
super st r uct ur e. Dalam pembagian sepert i it u, f akt or ekonomi dilet akkan pada st rukt ur
dasar, sedangkan hal-hal lainnya, sepert i sist em sosial, hukum, polit ik, agama, seni dan
ilmu penget ahuan dilet akkan pada st rukt ur at as. Segala proses yang t erj adi pada st rukt ur
at as akan dipengaruhi oleh st rukt ur dasar.
13
Dalam kalimat nya Marx, “ [ adalah] cara pro- duksi kehidupan mat erial [ yang] mengkondisi-
kan proses kehidupan sosial, polit ik, dan spirit ual pada umumnya” .
Konsep base-super st r uct ur e
memiliki akar pada “ t eori mat erialisme hist oris
t he mat er i al i st i c concept i on of hi st or y” dari
Marx, yait u bahwa: “ Semua gerakan polit ik, sosial, int elekt ual dan et is dalam sej arah
didet erminasi oleh cara-cara dengan apa masyarakat mengorganisasi lembaga-lembaga
sosial mereka dalam hal melaksanakan akt i- vit as-akt ivit as produksi, pert ukaran, dist ribusi
dan konsumsi barang-barang. Set iap perkem- bangan hist oris pent ing pada dasarnya me-
rupakan hasil perubahan-perubahan dalam cara bagaimana salah sat u di ant ara akt ivit as-
akt ivit as ekonomis t ersebut dilaksanakan. Hal t ersebut pada pokoknya merupakan penaf siran
sej arah secara ekonomis” .
12
Ibi d, hl m. 358.
13
Ernest Mandel , 2006, Tesi s-Tesi s Pokok Mar xi sme,
dit er j emahkan ol eh Ign. Mahendr a, Yogyakart a: Resi st Book, hl m. 90.
186
Jurnal Dinamika Hukum Vol . 8 No. 3 Sept ember 2008
Ringkasnya, mat erialisme hist oris me- ngandung pemahaman bahwa perkembangan
organisasi at au akt ivit as sosial lainnya yang ada dalam masyarakat dit ent ukan oleh f akt or
ekonomi. Karena dit ent ukan oleh f akt or ekonomi sepert i it u, maka pendekat an ini
disebut j uga dengan pendekat an “ det erminis- me ekonomi” at au sering disebut j uga dengan
“ ekonomisme” . Det erminisme ekonomi me- rupakan salah sat u ciri khas marxisme klasik
marxisme ort odoks. Det erminisme ekonomi sudah banyak
mendapat kan krit ik. Para pengkrit ik de- t erminisme
ekonomi menganggap
bahwa det erminisme ekonomi t idak lain adalah re-
duksionisme, dan gagal memandang kebe- ragaman. Salah sat u di ant ara pengkrit ik it u
adalah seorang marxis, Louis Alt husser. Dia bahkan mengusulkan “ ot onomi relat if ” super-
st rukt ur t anpa mengabaikan keberadaan st ruk- t ur dasar, dan menilai adanya hubungan
t imbal balik ant ara superst rukt ur dengan st rukt ur dasarnya.
14
Kedua, pendekat an “ det erminisme yang lebih lunak” . Pendekat an det erminisme yang
lebih lunak ini memandang bahwa f akt or ekonomi akan menent ukan “ pada akhirnya”
perkembangan organisasi at au akt ivit as sosial lainnya yang ada dalam masyarakat .
15
Apabila dikait kan dengan proses pem- bent ukkan hukum, misalnya, maka pendekat an
det erminisme yang lebih lunak t idak akan langsung menyat akan bahwa karakt er dan isi
dari hukum it u past i dit ent ukan hanya oleh f akt or ekonomi st rukt ur dasar. Dalam proses
pembent ukkan hukum, maka segala f akt or yang ada, sepert i f akt or polit ik, agama, adat ,
dan ilmu penget ahuan, bisa saling berint eraksi ikut membent uk hukum bersama-sama dengan
f akt or ekonomi. Jadi pendekat an det erminis- me yang lebih lunak ini masih menyediakan
ruang bagi t erj adinya proses saling mem-
14
Louis Al t husser , 2004, Tent ang Ideol ogi : Mar xi sme
St r ukt ur al i s, Psi koanal i si s, Cul t ur al St udi es [ Essays on Ideol ogy]
, Bandung: Jal asut ra, hl m. 12.
15
Hunt , op. ci t . , hl m. 359.
pengaruhi ant arf akt or
yang t erdapat
di st rukt ur dasar dan st rukt ur at as.
Proses saling mempengaruhi ant arf akt or t ersebut lah yang membedakan ant ara det er-
minisme ekonomi yang “ kuat ” dengan yang “ lunak” . Pada pendekat an det erminisme eko-
nomi yang
kuat , yang
menj adi f akt or
penent unya adalah f akt or ekonomi, yang j uga berart i bahwa f akt or-f akt or lain yang berada
dalam st rukt ur at as super st r uct ur e t idak
akan mempunyai daya pengaruh sama sekali ket ika berhadapan dengan f akt or ekonomi.
Ket i ga, adalah pendekat an yang dikem- bangkan oleh ahli hukum yang berasal dari
Sovyet , Evgeny Pashukanis. Pashukanis melihat t eori hukum sebagai sebuah permasalahan
pert anyaan hist oris. Hal it u berart i, bahwa: per t ama, pemahaman t erhadap bent uk-bent uk
hukum borj uis memerlukan sebuah pendekat - an hist oris, karena hukum adalah hasil dari
suat u t ahap t ert ent u dari perkembangan masyarakat .
Ke dua, Pashukanis melihat t ugas dari t eori marxis t ent ang hukum adalah unt uk
memperlihat kan mendemost rasikan keadaan alamiah yang bersif at sement ara dari hukum.
16
Hukum ada t idak lain adalah unt uk melenyap. Teori hukum dari Pashukanis, yait u yang
dikenal dengan “ t eori pert ukaran komodit as t he commodi t y-exchange t heor y” , melihat
kont rak perj anj ian sebagai dasar dari semua bent uk hukum yang ada
cont r act as t he f oun- dat i on of al l l aw. Kemudian menurut nya,
hukum lahir t imbul karena adanya kebut uhan akan komodit as
17
dari proses produksi. Semua bent uk hukum diarahkan unt uk mendukung
memperlancar proses pert ukaran komodit as yang t erj adi di ant ara subj ek-subj ek yang
bert indak sebagai “ penj aga” dari komodit as t adi.
18
16
M. D. A. Freeman,
1994, Ll oyd’ s
Int r oduct i on t o
Jur i spr udence, London: Sweet and Maxwel l Lt d, hl m. 867.
17
“ Komodit as, ol eh karena i t u, adal ah produk yang di ci pt akan unt uk di pert ukarkan di pasar, ber beda
dengan produk yang di buat unt uk konsumsi l angsung. Set iap komodit as harus memil iki nil ai guna maupun nil ai
t ukar” . Lihat Mandel , op. ci t . , hl m. 124.
18
Freeman, op. ci t . , hl m. 868.
Pengant ar Mengenai Teori Marxis Tent ang Hukum
187
Menurut Pashukanis, pert ukaran komo- dit as, dari perspekt if hist oris, mendahului
sist em hukum yang t erbent uk darinya. Hanya dengan perkembangan yang maksimal dari
suat u proses produksi komodit as, maka akan t erbuka pula kemungkinan bagi perkembangan
bent uk-bent uk hukum. Produksi komodit as berkembang melalui perdagangan, dan hukum
t umbuh berkembang sebagaimana perdagang- an t adi mengalami peningkat an.
19
Dengan t erus berkembangnya pert ukaran komodit as t ersebut , kemungkinan t imbulnya
sengket a akan semakin besar pula, dan sebuah sist em hukum haruslah hadir unt uk mengat asi
sengket a t adi. Pashukanis menyat akan, “ It i s
di sput es, conf l i ct s of i nt er est , whi ch cr eat e t he legal f or m, t he legal super st r uct ur e” .
20
Pashukanis percaya bahwa hukum akan mencapai t ahap perkembangan t ert ingginya di
bawah sist em kapit alisme. Di bawah sist em kapit alisme, hukum yang berkembang t ent u-
nya adalah j uga sist em hukum yang men- dukung kepent ingan kaum borj uis.
21
Tet api pada t ahap selanj ut nya, ket ika t ahap puncak
masyarakat komunis t ercapai, maka hukum it u akan ikut melenyap seiring dengan melenyap-
nya negara. Pashukanis memang t elah merancang
t eori marxisnya t ent ang hukum unt uk men- dukung memenuhi t uj uan-t uj uan polit ik
kaum bolshevik.
22
Misalnya, ket ika kaum bol- shevik dengan ideologinya menyakini bahwa
negara, t ermasuk hukum, akan melenyap, maka t eori hukum yang dirancang dan di
kembangkan oleh Pashukanis pun mendukung keyakinan t adi. Pashukanis berpendapat bah-
wa hukum pada akhirnya akan melemah dan melenyap, sert a kemudian digant ikan oleh
suat u bent uk sist em administ rasi. Melenyap- nya hukum it ulah yang kemudian menj adi
simpulan dari t eori pert ukaran komodit as yang
19
Ibi d.
20
Pashukani s, l oc. ci t .
21
Freeman, op. ci t . , hl m. 869.
22
Ibi d. , hl m. 867.
dirancang dan dikembangkan oleh Pashuka- nis.
23
Keempat , pendekat an yang mencoba membangun analisis mengenai hukum dengan
menghubungkannya dengan ideologi. Bagai- manakah hubungan ant ara hukum dengan
ideologi it u? Collins, dalam karyanya
Mar xi sm and Law, mendef inisikan ideologi sebagai se-
kumpulan ide yang mendominasi yang t imbul lahir dari dan dibent uk oleh prakt ik-prakt ik
sosial dalam hubungan-hubungan produksi. Ideologi yang dominan akan muncul di ant ara
kelas para pemilik alat -alat produksi yang secara bersama-sama memiliki pengalaman
pemahaman dan memainkan peranan yang cenderung sama dalam hubungan-hubungan
produksi. Kemudian hukum sebagai suat u bent uk perat uran bagi masyarakat , yang
memang sengaj a dicipt akan, muncul dari dalam ideologi dominan it u.
24
Konkret nya, nilai-nilai yang ada di dalam ideologi dominan
kemudian dit ransf ormasikan diwuj udkan ke dalam bent uk perat uran-perat uran hukum.
Rangkaian proses t adi membawa konsekuensi, yait u bahwa hukum menj adi pembawa nilai-
nilai ideologi dominan.
25
Sebelum Collins, seorang marxis asal It alia yang bernama Ant onio Gramsci, t elah
pula memberikan pendapat nya mengenai ideo- logi dominan dalam kait annya dengan hege-
moni. Set iap ideologi dominan selalu berusaha unt uk mempererat f ormasi sosial, yang di
dalamnya t erdapat kelas-kelas sosial, agar berada di bawah kepemimpinan mereka kelas
dominan. Upaya unt uk menggiring kelas sosial lainnya agar mau t unduk di bawah kepemim-
pinan kelas dominan it ulah yang disebut dengan hegemoni, dan hukum menj adi salah
sat u inst rumen pent ing dalam proses hege- moni.
26
Gramsci menj elaskan bahwa hegemoni
23
Ibi d. , hl m. 870.
24
Cost as Douzinas, Ronni e Warringt on dan Shaun McVeigh, 1991,
Post moder n Jur i spr udence: The Law of Text i n t he Text s of Law, London: Rout l edge, hl m. 121.
25
Hunt , op. ci t . , hl m. 361.
26
Robert Bocock, 2007, Pengant ar Kompr ehensi f unt uk
Memahami Hegemoni , Bandung: Jal asut r a, hl m. 27.
188
Jurnal Dinamika Hukum Vol . 8 No. 3 Sept ember 2008
merupakan penundukkan kelas-kelas sosial dengan cara-cara yang lebih bersif at konsen-
sus perset uj uan daripada penindasan paksa- an.
27
Kelas yang melakukan penundukkan it u adalah kelas hegemonik.
Apabila penj elasan mengenai hubungan hukum dengan ideologi dikait kan dengan
konsep base-super st r uct ur e, maka hukum ini
akan hadir baik di st rukt ur dasar maupun di st rukt ur at as. Hukum hadir di st rukt ur at as
adalah karena hukum it u sendiri muncul dari bidang ideologi, yang merupakan salah sat u
unsur pada st rukt ur at as. Sedangkan hukum hadir di st rukt ur dasar adalah karena hukum
it u berf ungsi mengat ur dan memperlancar t er- j adinya proses hubungan-hubungan produksi.
28
C. Penut up