ANALISA POLA PEMBIAYAAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP JARING INSANG (GILL NET) NELAYAN BULAK KOTA SURABAYA
USULAN PENELITIAN DIPA Tahun 2016/2017
LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS DR SOETOMO SURABAYA
ANALISA POLA PEMBIAYAAN USAHA PENANGKAPAN IKAN
DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP
JARING INSANG (GILL NET) NELAYAN BULAK
KOTA SURABAYA
Tim Peneliti :
1. Ir Didik Trisbiantoro, M.P (Ketua) NIDN : 0712125602
2. Ir Suzana Sri Hartini, MM (Anggota) NIDN: 0025035901 3. Ir Sumaryam, M.Si (Anggota) NIDN: 0701026301)
PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS Dr.SOETOMO SURABAYA
2016
AGROBISNIS PERIKANAN
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Kegiatan : Sudi Pengembangan Umkm Produk Olahan Hasil Perikanan (Bandeng
Crispy) Di Sidoarjo Ketua PenelitiA. Nama Lengkap : Ir.Didik Trisbiantoro, MP
B. NIDN : 0712125602
C. Jabatan Fungsional : Lektor
D. Program Studi : Agrobisnis Perikanan Nama Anggota A. Nama Lengkap : Ir.Suzana Sri Hartini, MM
B. NIDN : 0025035901
C. Jabatan Fungsional : Lektor
D. Program Studi : Agrobisnis Perikanan Lama Penelitian Keseluruhan : 3 bulan Penelitian Tahun ke : 1 Biaya Penelitian Keseluruhan : Rp 5.000.000,00 Biaya Tahun Berjalan : - yang disetujui LPPM Unitomo Rp 3.000.000,00
- dana mandiri Rp 2.000.000,00 Mengetahui Surabaya, 9 September 2016, Dekan Fakultas Pertanian Ketua Peneliti, (Ir. A. Kusyairi, M.Si) (Ir.Didik Trisbiantoro, MP) NPP. 90.01.1.074 NPP. 96.01.1.206
Menyetujui
Ketua Lembaga Penelitian
Dr. Sri Utami Ady, SE,MM
NPP. 94.01.1.170v DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii RINGKASAN …………………................
................................................................iv DAFTAR ISI ...............................................................................................................v
I. PENDAHULUAN ……...................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan PKL ......................................................................5
1.3 Kegunaan Penelitian ..............................................................................5
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................6
2.1. Penelitian Terdahulu ………………………………………………...6
2.2 Profil Perikanan Jawa Timur .................................................................8
2.3 Profil Perikanan Surabaya......................................................................9
2.4 Alat Tangkap Jaring Insang (Gill Nett) …………………………… 12
2.5. Biaya ...................................................................................................19
2.6 Analisis Keuntungan …………………………………………. …....20
2.7. R/C Ratio (Return Cost Ratio) …………………………………….20
2.8. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel …………..20
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode PKL ………………………………………………………. 23
3.2 Tempat dan Waktu PKL …………………………………………...23
3.3 Materi dan Metode PKL ………………………………………….. 23
3.2.1 Alat…………………………………………………………. 23
3.4 Metode PKL………………………………………………………..23
3.5 Teknik Pengumpulan Data…………………………………....…... 24
3.6 Pelaksanaan PKL ………………………………………………….25
iv
RINGKASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya penerimaan, keuntungan, biaya-biaya, serta analisis kelayakan usaha penangkapan ikan laut dengan menggunakan alat tangkap jaring insang (gill net) oleh nelayan dari Kecamatan Bulak Kota Surabaya.
Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik. Penentuan daerah sampel dilakukan secara sengaja purposive. Responden adalah nelayan sekitar area tangkapan dengan ukuran kapal ≥ 5 GT usaha penangkapan ikan laut yang menggunakan alat tangkap jaring insang (gill net) di Kecamatan Bulak. Jumlah responden adalah 21 orang. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pencatatan.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Surabaya adalah kota pesisir yang mempunyai luas wilayah darat sekitar 33.048 Ha dan wilayah laut sekitar 19.039 Ha. Total panjang garis pantai Surabaya mencapai sekitar 47,4 km dengan panjang garis untuk Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) mencapai sekitar 26,5 km dan untuk Pantai Utara Surabaya (Parabaya) mencapai sekitar 20,9 km. Sektor perikanan di Kota Surabaya terdiri dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan tangkap umumnya dilakukan oleh masyarakat nelayan yang bermukim di wilayah pesisir Kota Surabaya dengan alat tangkap yang relatif sederhana. Nelayan Kota Surabaya tergolong nelayan tradisional yang penangkapannya dilakukan di laut dan muara sungai, sering disebut sebagai perikanan tangkap artisanal (skala kecil) (BPS, 2014).
Kegiatan perikanan tangkap artisanal sering kali menjadi mata pencaharian bagi warga di pedesaan dan bahkan kadang-kadang masyarakat pesisir di perkotaan. Secara komersial nelayan dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu nelayan industri dan nelayan artisanal, Berkers et al. (2001) menyatakan bahwa nelayan artisanal memiliki karakteristik: unit penangkapan ikan berskala kecil, milik sendiri atau keluarga atau komunitas; bekerja secara penuh waktu atau paruh waktu; kapal berukuran kecil dengan motor dalam atau motor tempel dan dirakit sendiri oleh nelayan, atau umumnya tidak bermotor; alat tangkap sebagian besar bersifat manual; investasi bernilai rendah sampai menengah dan secara keseluruhan milik nelayan; hasil tangkapan sedang sampai rendah, umumnya sangat rendah; hasil tangkapan dikonsumsi oleh keluarga atau sahabat, dibarter atau dijual di pasar lokal; tigkat pendapatan rendah (minim) sampai sedang; integrasi ekonomi bersifat informal atau tidak terintegrasi; pengumpulan data perikanan sulit dilakukan atau sering tidak ada data.
Sebagian dari nelayan yang ada di Surabaya adalah terdiri dari nelayan artisanal yang mana mereka mencari ikan di laut maupun di sungai hanya untuk memenuhi kebutuhannya pada hari itu juga, dengan alat tangkap berupa jaring, pancing, bubu, serokan, ban bekas untuk mengumpulkan kerang di pelantaran sungai, dan lain sebagainya. Aktivitas perikanan tangkap dilaksanakan oleh masyarakat pesisir di sembilan kecamatan, antara lain:. Kecamatan Gunung Anyar, Kecamatan Rungkut, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Mulyorejo, Kecamatan Kenjeran, Kecamatan Bulak, Kecamatan Krembangan, Kecamatan Asem Rowo, dan Kecamatan Benowo (Dinas Pertanian Surabaya, 2013). Dari hasil tangkapan para nelayan Kota Surabaya, hasil tangkapan di dominasi dengan hasil sumber daya laut, hasil tangkapan itu bisa dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Jumlah Produksi Perikanan Kota Surabaya Tahun 2014 Produksi Nilai No. Jenis Usaha
( Ton ) ( Rp.000,- )
1. Laut 7.292,45 173.814.143,-
2. Tambak 6.530.32 199.635.804,-
3. Perairanumum 277,02 4.339.800,-
4. Kolam 1.025,88 16.570.165,-
5. Jaring Apung 140,41 188.772,- Jumlah 15.266,08 394.548.684,- (Sumber : Surabaya Dalam Angka Dinas Pertanian Surabaya, 2014)
Dari tabel 1 diatas bisa dilihat bahwa nilai eksploitasi terbesar ada pada sumber daya laut yaitu sebesar 7.292,45 ton dari keseluruhan hasil tangkapan yang ada di kota Surabaya menandakan potensi perikanan laut di Surabaya masih cenderung besar dan bisa dimanfaatkan kekayaan laut Surabaya.
Kecamatan Bulak yang mempunyai lokasi lumayan dekat dengan Pantai Kenjeran Lama maupun Sentra Ikan Bulak adalah salah satu tempat berkumpulnya banyak nelayan yang mengadu nasib mencari ikan di sekitar Selat Madura. Armada kapal penangkapan yang digunakan para nelayan di Kecamatan Bulak mayoritas mempunyai ukuran dibawah 5 GT, serta menggunakan alat tangkap yang sederhana dengan keragaman yang tinggi. Nelayan umumnya memiliki lebih dari satu jenis alat tangkap untuk menyiasati keterbatasan jangkauan area tangkapan, kondisi cuaca dan musim ikan. Dengan kesederhanaan alat tangkap maupun armada inilah yang menjadikan hasil tangkapan para nelayan yang ada di Surabaya cenderung kondusif dan stabil dengan keberagaman hasil tangkapan.
Jaring insang atau biasa disebut dengan nama gill net menjadi alat tangkap yang paling banyak digunakan. Jaring insang yang digunakan para nelayan di Bulak ini mempunyai keragaman tangkapan yang bisa meningkatkan pendapatan nelayan. Jaring insang atau gill net adalah semacam jaring yang berfungsi menjerat insang ikan ataupun udang, tergantung dari kerapatan tiap mata jaringnya. Tangkapan yang sering diperoleh oleh para nelayan adalah jenis ikan belanak, keting, kerapu batu, udang, dan sebagainya.
Adanya potensi perikanan di Kecamatan Bulak telah menyebabkan sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan dan juga tergantung dengan laut, baik sebagai juragan (penampung hasil tangkap), nelayan tangkap, nelayan sambilan, dan juga nelayan wisata. Usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap jaring insang (gill Net) dan juga kawasan Pantai Kenjeran Lama ini mampu menyerap tenaga kerja bagi masyarakat sekitar sehingga mampu menambah pendapatan masyarakat setempat. Bagi pemilik kapal, usaha ini merupakan usaha yang menjadi sumber pendapatan pokok. Sedangkan bagi masyarakat sekitar lainnya, usaha penangkapan ikan dan wisata ini merupakan salah satu contoh usaha yang berdaya serap kerja yang cukup tinggi karena selain melaut, para nelayan juga mempunyai penghasilan lebih dari wisata Pantai Kenjeran.
Usaha penangkapan ikan dengan jaring insang (gill net) di berbagai wilayah di laut Indonesia dengan menggunakan beberapa kriteria investasi masih sangat layak untuk dikembangkan. Armada kapal yang digunakan untuk penangkapan ikan dengan ukuran ≥ 5 GT menggunakan jaring insang (gill net) bisa memperoleh hasil yang stabil dengan metode perhitungan pada keuntungan, kelayakan usaha dan sumber daya laut yang tersedia.
1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penlitian ini adalah untuk mengetahui potensi ekonomi kegiatan perikanan yang ada di pesisir Kota Surabaya Kecamatan Bulak yang mana banyak terdiri dari nelayan-nelayan tradision
Tujuan penelitian adalah:
1. Mengidentifikasi secara spesifik dan mekanisme penggunaan alat tangkap jaring insang (gill net) dan cara operasinya
2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan
3. Menganalisis pola pembiayaan alat tangkap jaring insang (gill net) di Kecamatan Bulak, Kota Surabaya.
1.3. Kegunaan Penelitian
a. Dengan mengetahui pola pembiayaan khususnya dalam proses penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang (gill net) di daerah pesisir Kota Surabaya dapat mengetahui prospek alat tangkap tersebut.
b. Memberikan masukan kepada pemerintah yang bersangkutan terhadap permasalahan yang ada sehingga nantinya dapat mengembangkan dan mensejahterahkan para nelayan pesisir di masa mendatang
c. Memberikan informasi bagi pihak lain yang memerlukan dalam rangka ikut mengembangkan usaha perikanan dengan menggunakan alat tangkap jaring insang (gill
net ) di daerah pesisir Kota Surabaya
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian dari Uswatun Khasanah (2010) mengenai “Analisis Penangkapan Ikan Laut Dengan Alat Tangkap Pancing Prawai Dasar (Bottom Long Line) Oleh Nelayan dari Kabupaten Batang” menunjukkan bahwa biaya total yang dikeluarkan selama satu trip penangkapan ikan laut adalah sebesar Rp 76.617.779,84. Penerimaan diperoleh sebesar Rp 138.610.231,25 sehingga keuntungannya adalah sebesar Rp 61.992.451,41. Besarnya nilai koefisien variasi 0,38 dan nilai batas bawah keuntungan adalah Rp 15.457.035,38. Usaha penangkapan ikan laut di Kabupaten Batang yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan dengan R/C rasio lebih dari satu yaitu sebesar 1,81 yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar 1,81 kali dari biaya yang dikeluarkan.
Hasil penelitian dari Kasan Lathoif (2011) mengenai “Analisis Kelayakan Usaha dan Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Lele di Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga” menunjukkan, berdasarkan hasil perhitungan analisis kelayakan usaha didapatkan hasil Net
Present Value (NPV) dari usaha budidaya ikan air tawar di Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
sebesar Rp 31.006.560.25 nilai Benefit-Cost Ratio (BCR) sebesar 1,74 dan nilai Internal Rate of
Return (IRR) sebesar 42,15 %. Berdasarkan hasil analisis SWOT diketahui bahwa usaha
budidaya ikan lele Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga mempunyai keunggulan dalam produktivitas dan sumber daya, dan memiliki kelemahan dalam hal kurangnya modal dan pengetahuan serta kurangnya promosi produk sehingga pemasaran kurang maksimal. Usaha budidaya ika lele di Kecamatan Sidorejo memiliki peluang pasar yang cukup tinggi dan perhatian yang baik pemerintah dan memiliki ancaman dalam hal persaingan dengan petani ikan wilayah lain.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, kedua usaha tersebut dapat memberikan keuntungan. Besaran keuntungan tersebut dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dan besarnya biaya yang telah dikeluarkan. Hal ini akan menunjukkan tingkat efisiensi dari pengelolaan usaha tersebut diatas. Kedua usaha tersebut akan tetap mempunyai kemungkinan adanya kerugian walaupun memberikan keuntungan, sehingga dengan kata lain usaha yang dijalankan diatas tetap mengandung risiko.
Kenaikan rata-rata PDB perikanan dari tahun 2009-2013 atas dasar harga berlaku sebesar 13,38 persen dari pencapaian Rp.176,62 trilyun menjadi Rp.291,8 trilyun. JIka dibandingkan dengan sector pertanian pada periode yang sama, mengalami peningkatan sebesar 11,23 persen dari pencapaian Rp.857,2 trilyun menjadi Rp.1.311,04 trilyun. Pertumbuhan PDB nasional atas dasar harga berlaku tahun 2009-2013 mengalami pertumbuhan sebesar 12,85 persen dari Rp.5.606,2 trilyun menjadi Rp.9.083,97 trilyun (Pusat Data Statistik dan Informasi KKP, 2014).
2.3. Profil Perikanan Kota Surabaya
Kota Surabaya berada di wilayah Provinsi Jawa Timur Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara geografis Surabaya terletak pada garis Lintang Selatan antara 7 0 9’ – 7 0 21’ dan 112 0 36’ - 112 0 57” Bujur Timur. Panjang garis pantai adalah 47,4 Km 2 dengan luas daratan wilayah Kota Surabaya sebesar 33,048 Ha dan Luas wilayah laut yang masuk dalam wilayah administrasi oleh Kota Surabaya sebesar 19.039 Ha. Wilayah Surabaya terdiri dari 31 kecamatan dan 163 kelurahan, ±26,32 km. jumlah penduduk pada tahun 2011 sebanyak 3.024.321 jiwa. Secara umum keadaan Topografi Kota Surabaya memiliki ketinggian tanah berkisar anatara 0-20 meter di permukaan laut, sedangkan pada daerah pantai ketinggiannya bekisar antara 1 – 3 meter di atas permukaan air laut.
Menurut UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Berarti masyarakat nelayan adalah orang yang memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap potensi dan kondisi sumberdaya ikan.
Penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan dapat di pandang dari tiga sudut pandang. Pertama, penguasaan alat-alat produksi atau perlatan tangkap (perahu, jaring dan perlengkapan lain), di golongkan menjadi dua yaitu nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh.
Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya di golongkan menjadi nelayan besar dan nelayan kecil. Ketiga, dari segi tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan terbagi menjadi nelayan tradisional dan nelayan modern. Golongan masyarakat nelayan terutama nelayan pandega kebanyakan masih tergolong dalam masyarakat miskin. Faktor penyebab akar kemiskinan ini terbagi menjadi dua yaitu faktor alamiah dan faktor non alamiah. Faktor alamiah berkaitan dengan fluktuasi musim-musim penangkapan dan struktur alamiah sumber daya ekonomi desa. Faktor non alamiah berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan, ketimpangan dalam sistem bagi hasil dan tidak adanya jaminan sosial yang pasti, lemahnya penguasaan jaringan pemasaran dan belum berfungsinya koperasi nelayan yang ada serta dampak negatif kebijakan modernisasi perikanan yang telah berlangsung seperempat abad terakhir ini (Kusnadi 2002).
Menurut Undang-undang No 31 tahun 2004 pasal 1 usaha penangkapan ikan merupakan kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan atau mengawetkannya. Nelayan Kota Surabaya umumnya menangkap ikan di sekitar Selat Madura, dengan dominansi daerah tangkapan di wilayah perairan pantai Kota Surabaya, khususnya wilayah pantai timur Surabaya. Aktivitas penangkapan ikan dapat berlangsung sepanjang tahun, terkait faktor klmatologis, perairan Kota Surabaya khususnya di wilayah Teluk Lamong, aman dari berbagai macam gangguan alam berupa cuaca buruk, utamanya pada saat musim timur. Terkait dengan musim ikan, sepajang tahun nelayan dapat menangkap berbagai jenis sumberdaya yang keragaman musimnya cukup kondusif untuk bisa ditangkap setiap saat.
2.4. Alat Tangkap Jaring Insang (Gill Net )
Menurut Martasuganda (2002), gill net (jaring insang) adalah satu jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi panjang dimana mata jaring dari bagian jaring utama ukurannya sama, jumlah mata jaring ke arah horizontal (Mesh Length (ML)) jauh lebih banyak dari pada jumlah mata jaring ke arah vertikal atau ke arah dalam (Mesh Depth (MD)), pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan di bagian bawah dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers) sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak. Menurut Sadhori (1985), bagian-bagian dari gill net antara lain adalah: a. Jaring utama atau webbing Jaring utama merupakan sebuah lembaran yang tergantung pada tali ris atas.
b. Tali ris atas Tali ris atas merupakan tempat untuk menggantungkan jaring utama dan tali pelampung.
c. Tali ris bawah Berfungsi untuk tempat melekatnya pemberat.
d. Tali pelampung Tali pelampung terentang panjangnya dari tempat pemasangan pelampung, kedudukan alat dipasang sampai permukaan laut.
e. Pelampung Berfungsi untuk mengangkat tali ris atas dan menempatkan gill net di lapisan perairan yang dikehendaki.
f. Pemberat Berfungsi untuk menenggelamkan alat atau bagian dari alat.
g. Tali selambar Tali selambar terdiri dari tali selambar depan dan belakang. Tali selambar depan berfungsi untuk mengikatkan ujung gill net dengan pelampung tanda, tali selambar belakang selain untuk mengikatkan ujung gill net dengan pelampung tanda, kadang–kadang juga untuk mengikatkan gill net tersebut dengan kapal.
Secara umum metode penangkapan ikan dengan gill net dibedakan menjadi dua, yaitu yang pertama untuk menangkap ikan-ikan yang berenang aktif seperti ikan lemuru, ikan layang, ikan tongkol, dan lain-lain. Bagi ikan-ikan yang berenang tidak aktif umumnya tertangkap secara terbelit (entangled). Kelenturan dan transparansi warna jaring serta tali untuk penangkapan ikan mempunyai hubungan erat dengan efisiensi penangkapan. Hubungan antara hasil penangkapan dengan pemilihan material merupakan hal yang sangat penting khususnya untuk usaha secara komersial (Dirjen Perikanan, 1991).
Gill net dapat dibedakan menjadi beberapa macam, misalnya jaring insang tetap (set gill
net ), jaring insang berpancang (fixed gill net on states), jaring gondrong (trammel net), dan jaring
kombinasi gill net dan trammel net. Set gill net menetap di dasar atau pada ketinggian tertentu di atasnya dengan menggunakan pemberat atau jangkar yang dapat mengimbangi daya apung pelampung. Drift gill net berada pada permukaan air dengan bantuan sejumlah pelampung, sehingga jaring ini hanyut bersama arus terpisah dari atau lebih sering bersama perahu yang memegang salah satunya ujungnya. Sedangkan encircling gill net pada umumnya dipakai di perairan dangkal dengan tali pelampung di permukaan perairan. Setelah itu dilingkarkan dengan jaring mereka dikejutkan menggunakan suara agar ikan–ikan berenang ke arah gill net dan terjerat atau terpuntal. Pada jaring insang berpancang dipakai terutama pada perairan pantai. Jaring ini diikatkan pada tiang-tiang pancang yang ditanamkan ke dasar laut. Ikan dikumpulkan pada waktu air laut surut. Trammel net atau jaring insang tiga lapis ini menetap di dasar atau hanyut menurut arus (ditarik dari kedua sisi kapal atau ditarik pada salah satu sisinya). Dua lapis jaring dindingnya mempunyai mata besar sedangkan yang bagian dalam bermata lebih kecil dan tergantung longgar. Ikan akan terpuntal pada jaring bagian dalam setelah menembus bagian luar. Sedangkan pada jaring kombinasi gill net dan trammel net biasanya menetap dengan komposisi di bagian bawah terbuat dari trammel net dan gill net di bagian atasnya. Hal ini dengan maksud ikan demersal akan tertangkap dengan trammel net sedangkan ikan semi demersal dan pelagis tertangkap oleh jaring bagian atas yaitu jaring gill net (Dirjen Perikanan, 1991).
Beberapa ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda dalam menggolongkan jenis-jenis
gill net . Menurut Arisman (1983), menjelaskan berdasarkan cara kegiatan penangkapan gill net
dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Jaring insang hanyut Jaring insang yang pemakaiannya dibiarkan hanyut mengikuti arus dan salah satu ujungnya diikatkan pada perahu/kapal motor. Ikan-ikan yang tertangkap adalah ikan pelagis (ikan-ikan yang hidup di permukaan perairan).
2. Jaring insang tetap Jaring insang yang dipasang tetap untuk sementara waktu yang ujung-ujungnya menggunakan jangkar. Ikan-ikan yang tertangkap tergantung pemasangannya, kemungkinan ikan-ikan permukaan, ikan-ikan lapisan tengah perairan atau ikan-ikan lapisan dasar.
3. Jaring insang lingkar Jaring insang yang cara pemasangannya dengan cara melingkari kelompok ikan permukaan yang sedang berkumpul kemudian dikejutkan sehingga ikan-ikan tersebut terkejut dan menabrak jaring, untuk menarik perhatian agar ikan-ikan dapat terkonsentrasi/terkumpul biasanya menggunakan rumpon atau lampu.
4. Jaring klitik Jaring insang yang dipasang pada dasar perairan menetap kira-kira lima jam. Jaring ini biasanya dari monofilament nylon dan khusus untuk menangkap udang.
Trammel net yang digunakan para nelayan di Selat Madura ini adalah trammel net yang
pasif karena pada trammel net tersebut tidak digerakkan melainkan mengikuti arus. Cagak yang dibuat ditancapkan di dasar laut dan diberikan penopang agar bisa menjulang tinggi, selanjutnya jaring dipasang dengan menggunakan perahu. Tiap perahu biasanya berisikan satu sampai dua orang, dan dari penopang di sana juga dioperasikan secara gotong royong atau bersama-sama.
Sebelum operasi penangkapan dimulai, semua peralatan dan perbekalan yang diperlukan untuk menangkap ikan dengan menggunakan gill net harus dipersiapkan dengan teliti. Jaring harus disusun di atas kapal dengan memisahkan antara pemberat dan pelampung supaya mudah menurunkannya dan tidak kusut. Metode operasi penangkapan ikan dengan menggunakan gill
net dibagi menjadi tiga tahap, yaitu setting, immersing, dan hauling (Sadhori, 1985).
1. Lama penebaran jaring (setting) Bila kapal telah mencapai daerah penangkapan, kecepatan kapal diturunkan dan segera bersiap untuk penebaran jaring.
a. Mula–mula posisi kapal ditempatkan sedemikian rupa agar arah angin datangnya dari tempat penurunan jaring.
b. Setelah kedudukan atau posisi kapal sesuai dengan yang dikehendaki, jaring dapat diturunkan. Penurunan jaring dimulai dari penurunan pelampung tanda ujung jaring atau lampu kemudian tali selambar depan, lalu jaring dan yang terakhir kali selambar pada ujung akhir jaring atau selambar belakang yang biasanya terus diikatkan pada kapal.
c. Pada waktu penurunan jaring yang harus diperhatikan adalah arah arus laut, karena kedudukan jaring paling baik adalah memotong arus antara 45 - 90 .
2. Lama perendaman jaring (immersing) Gill net didiamkan terendam dalam perairan kira–kira selama 3 – 5 jam.
3. Lama penarikan jaring (hauling) Setelah jaring dibiarkan di dalam perairan selama ± 3 – 5 jam, jaring dapat dinaikkan ke atas kapal untuk diambil ikannya. Urutan penarikan jaring ini merupakan kebalikan dari urutan penebaran jaring, yaitu dimulai dari tali selambar belakang, jaring, tali selambar muka, dan terakhir pelampung tanda. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap gill net umumnya dilakukan pada waktu malam hari (Sadhori, 1985).
Prinsip dalam pengoperasian gill net tidak memerlukan keahlian khusus. Adapun cara tertangkapnya pada gill net, karena ikan-ikan itu menumbukkan dirinya pada dinding rajutan jaring, atau oleh karena terbelit-belit tubuhnya oleh mata jaring (Mulyono, 1986). Ikan dengan ukuran tubuh lebih besar dari mata jaring dapat tertangkap pula oleh alat tangkap ini. Hal itu karena ikan-ikan tersebut tertangkap secara terbelit-belit oleh beberapa mata jaring. Sedangkan ikan yang besarnya sebanding dengan ukuran mata jaringnya, tertangkap dikarenakan tercekik di dekat operculum (Ayodhyoa, 1981).
Spesies ikan sasaran dari alat tangkap gill net adalah ikan-ikan yang berbentuk
streamline , yaitu cakalang (Katsuwonus pelamis), kembung (Rastrelliger spp), sarden
(Sardinella spp), dan salem (Onchorhynchus spp).2.5. Biaya
Menurut Mulyadi (2002: 8): “Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.”. Dari definisi ini, ada empat unsur pokok dalam biaya, yaitu:
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi
2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi
4. Pengorbanan tersebut untuk memperoleh manfaat saat ini dan/atau mendatang Biaya total adalah semua jumlah biaya yang dikeluarkan, biaya total terdiri dari biaya tetap (fix cost), dan biaya variable (variable cost) :
TC = TFC + TVC Keterangan : TC (Total Cost) = biaya total TFC (Total Fixed Cost) = total biaya tetap TVC (Total Variabel Cost) = total biaya variabel
TFC adalah biaya : 1) Biaya penyusutan perahu, dan mesin, (Rp/trip)
2) Biaya perawatan alat tangkap (Rp/trip)
- TVC adalah biaya : 1) Biaya Bekal Makan (Rp/trip) 2) Biaya Bahan Bakar (Rp/trip)
2.6. Analisis Keuntungan Keuntungan adalah selisih antara penerimaan keseluruhan dengan biaya keseluruhan .
Hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: Π 1 = TR – TC Keterangan :
Π 1 : Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan dengan Alat Tangkap Jaring Insang (gill net) (Rp) TR (Total Revenue) : Penerimaan Total Usaha Penangkapan Ikan dengan Alat Tangkap Jaring Insang (gill net) (Rp) TC (Total Cost) : Total Biaya Usaha Penangkapan Ikan dengan Alat Tangkap Jaring Insang (gill net) (Rp)
2.7. R/C Ratio (Return Cost Ratio) Analisis yang digunakan untuk mengetahui kelayakan usahatani dengan memperbandingkan antara Total Penerimaan dengan Total Biaya.
Rumus : Penerimaan (Revenue) / Biaya Total (Total Cost) Kriteria : · R/C- Ratio >1 = Untung · R/C- = 1 = Impas (tidak rugi dan tidak untung)
Ratio · R/C- Ratio < 1 = Rugi
2.8. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel
1. Jaring klitik dan tramel adalah termasuk dalam golongan klasifikasi jaring insang (gill
net) yang terdiri dari banyak lapisan jaring dan susunan yang disesuaikan dengan ukuran
ikan yang akan ditangkap
2. Analisis usaha adalah analisis pada kelangsungan suatu usaha dengan meninjau dari berbagai faktor yang meliputi, biaya, penerimaan (income), keuntungan, risiko dan efisiensi usaha.
3. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air. Nelayan terdiri dari pandega (nelayan yang tidak mempunyai kapal) dan nelayan juragan (nelayan yang mempunyai kapal). Nelayan pandega terdiri dari ABK, motoris dan satu orang nahkoda.
4. Responden adalah nelayan juragan (pengusaha pemilik kapal) yang mempunyai pekerjaan pada penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring insang (gill
net ) 5. Trip adalah lama hari proses kegiatan penangkapan ikan di laut.
6. Tonase kotor (Inggris: gross tonnage disingkat GT) adalah perhitungan volume semua ruang yang terletak dibawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup yang terletak diatas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang terletak di atas geladak paling atas (superstructure). Tonase kotor dinyatakan dalam ton yaitu suatu unit volume sebesar 100 kaki kubik yang setara dengan 2,83 kubik meter.
7. Biaya total adalah semua biaya yang digunakan pada usaha penangkapan ikan, baik yang benar-benar dikeluarkan atau tidak, yang terbagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel, yang dinyatakan dengan satuan rupiah.
8. Biaya tetap (fix cost) adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh kuantitas output yang dihasilkan yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Biaya tetap terdiri atas :
a. Biaya Penyusutan Perhitungan tarif penyusutan pada usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring insang adalah dengan mempertimbangkan harga peralatan dan masa pakainya. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut: Tarif penyusutan : Harga barang : masa pakai
b. Biaya perawatan peralatan adalah meliputi perawatan baling-baling kapal dan perawatan mesin kapal.
9. Biaya variabel adalah biaya yang digunakan pada proses usaha penangkapan ikan laut yang jumlahnya dipengaruhi pada kuantitas output yang dihasilkan. Biaya variabel terbagi atas biaya operasional, biaya bahan bakar yang dinyatakan dalam satuan rupiah.
10. Penerimaan usaha penangkapan ikan laut didapat dari hasil penjualan ikan yang berasal dari perkalian jumlah hasil tangkapan ikan laut total dengan harga nominal ikannya yang dinyatakan dalam satuan rupiah.
11. Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan (hasil jual) dengan total biaya yang dinyatakan dalam rupiah.
12. Risiko adalah kemungkinan nelayan akan merugi yang disebabkan beberapa faktor yang diperhitungakan terlebih dahulu.
13. Efisiensi adalah perbandingan antara penerimaan dan biaya keseluruhan yang dikeluarkan pada usaha penangkapan ikan laut dengan menggunakan alat tangkap jaring insang yang dinyatakan dengan angka
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode diskriptif kualitatif, menurut Sarwono (2006) metode diskriptif kualitatif yaitu peneliti mendeskripsikan penemuannya yang berasal dari data – data yang terkumpul melalui observasi di subjek penelitian yang kemudian akan di analisis dengan pendapat para ahli dan literatur yang relevan dengan masalah yang dikaji dan bersifat studi kasus.
3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini mengambil subjek penelitian pada suatu perusahaan industri pengolahan ikan bandeng krispi yang ada di Kabupaten Sidoarjo dan pemilihan pada UD Hikmah Artha Makmur, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Dengan Pertimbangan bahwa perusahaan tersebut omset penjualan produknya belum optimal, sehingga perusahaan tersebut relevan dengan objek penelitian.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada perusahaan UD. Hikmah Artha Makmur di Desa Kalanganyar, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur dengan periode waktu penelitian lima (5) bulan.
Table 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian.Kegiatan Minggu ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12 Observasi subyek penelitian Mencari data Penyusunan proposal Seminar Pencarian data sekunder Pencarian data primer Pengolahan data Penyusunan Skripsi Ujian Skripsi Revisi Pengumpulan Skripsi
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa metode teknik yang digunakan pelaksanaan Penelitian dalam memperoleh data, diantaranya adalah :
a. Partisipasi Aktif
Menurut Marzuki (1995), Partisi aktif yaitu mengikuti secara langsung kegiatan operasional usaha pengolahan ikan Bandeng krispi yang meliputi teknis, ekonomis, dan manajemennya.
b. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati (perilaku – perilaku) subyek dan merekam secara sistematik yang diamati. Penelitian dilaksanakan dengan cara observasi, yaitu dengan cara mengamati langsung mulai dari produksi hingga pemasaran.
c. Wawancara
Wawancara merupakan usaha mengumpulkan informasi atau data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan dengan metode tanya jawab kepada responden.
3.5 Jenis dan Sumber Data
Pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini, meliputi :
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber aslinya. Data primer diperoleh secara langsung dengan melakukan wawancara dan obervasi.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang sudah tersedia sehingga tinggal diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Data – data sekunder diperoleh secara tidak langsung dari pihak perusahaan bagian administrasi, data buku – buku laporan penelitian yang dapat menunjang studi kepustakaan dengan pengutipan secara langsung. Data – data tersebut seperti : struktur organisasi, sejarah perusahaan, dan data hasil penjualan produk.
3.7. Metode Analisis Data
a. Biaya
Biaya adalah nilai dari semua masukan ekonomik yang diperlukan, yang dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilan suatu produk (Prasetya, 1995). Biaya total adalah jumlah semua biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tetap dan biaya variabel :
TC = TFC + TVC Keterangan : TC (Total Cost) : biaya total (Rp) TFC (Total Fixed Cost) : biaya tetap total (Rp) TVC (Total Variabel Cost) : biaya variabel total (Rp)
- TFC adalah biaya : 1) Biaya penyusutan perahu, mesin, jaring (Rp/trip) 2) Biaya perawatan (Rp/trip)
- TVC adalah biaya : 1) Biaya Bahan Bakar (Rp/trip) 2) Biaya Bekal Makanan Menurut Firdaus (2008) biaya total merupakan keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan, secara matematis biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut:
TC = TFC + TVC Keterangan :
TC (Total Cost) = biaya total TFC (Total Fixed Cost) = total biaya tetap TVC (Total Variabel Cost) = total biaya variable b. Penerimaan Penerimaan usaha penangkapan ikan laut berasal dari hasil jual tangkapan ikan laut pada pengepul. Penerimaan merupakan total jenis ikan yang ditangkap dengan seluruh alat tangkap yang kemudian dikalikan dengan harga. Harga yang digunakan dalam analisis usaha ini adalah harga nominal yang diperoleh pada saat dilakukan penelitian (Firdaus dan Koeshendrajana, 2008).
Penerimaan Total (TR = Total Revenue) Penerimaan total adalah jumlah seluruh penerimaan nelayan dari hasil penangkapan ikan di laut. Cara untuk menghitung penerimaan total dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah produk dengan harga jual produk per kilogram. Jika dirumuskan sebagai berikut:
TR = Q x P Keterangan: TR = Penerimaan total perusahaan Q = Jumlah produk yang dihasilkan P = Harga jual per unit R N = Revenue Netto
Untuk rumus penerimaan di atas adalah penerimaan kotor, sedangkan untuk penerimaan bersih adalah hasil penerimaan yang diperoleh setelah dikurangi dengan pengeluaran pada saat proses penangkapan. Jika dirumuskan sebagai berikut:
R N = TR - TC
c. R/C (Return Cost Ratio)
Menurut Darsono (2008) dalam Sari (2011) R/C rasio merupakan metode analisis untuk mengukur kelayakan usaha dengan menggunakan rasio penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Analisis kelayakan usaha digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian usaha dalam menerapkan suatu teknologi. Dengan kriteria hasil: R/C > 1 berarti usaha sudah dijalankan secara efisien. R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik impas / Break Event Point (BEP). R/C ratio < 1 usaha tidak menguntungkan dan tidak layak.
Daftar Pustaka
Arifin, Bustanul (2006), Refleksi: Interaksi birokasi dengan dunia usaha, Jurnal Bisnis dan Ekonomi Politik, vol.7, no.3, juli, hal.1-7. Fauzi, Indra N (2003), Persepsi pelaku usaha terhadap iklim usaha di era otonomi daerah,
Makalah disampaikan dalam Konferensi PEG-USAID tentang “Desentralisasi, Reformasi Kebijakan dan Iklim Usaha” di Hotel Aryaduta, Jakarta 12 Agustus. Halim, A. dan Abdullah, S., (2004), Local Original Revenue (PAD) as A Source of
Development Financing, Makalah disampaikan pada konferensi IRSA (Indonesian Regional Science Association) ke 6 di Jogjakarta. Karmadi, Agus Dono (2007), Budaya lokal sebagai warisan budaya dan upaya pelestariannya,
Makalah disampaikan pada Dialog Budaya Daerah Jawa Tengah yang diselenggarakan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah, di Semarang 8 - 9 Mei 2007.
Kuncoro, Mudrajad, (2004), Otonomi Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Jakarta: Penerbit Erlangga. Mayrowani, Henny (2006), Kebijakan otonomi daerah dalam perdagangan hasil pertanian, Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, vol. 4, no.3, september, hal. 212-225. M. Ridwan (2005), Strategi pengembangan “Dangke” sebagai produk unggulan lokal di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, Tesis, IPB, Bogor. Pusat Penelitian Pengembangan Wilayah Universitas Mulawarman Samarinda (2003), Analisis pengembangan usahatani padi, hortikultura dan palawija di Propinsi Kalimantan
Timur. Sudarmadji (2002), Pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya alam hayati di era pelaksanaan otonomi daerah, Jurnal Ilmu Dasar, vol.3, no.1, hal.50-55. Syarifudin, Iif (2003), Studi pemilihan subsektor jasa unggulan dalam rangka mendukung Kota Bandung sebagai kota jasa, Jurnal Infomatek, vol.5, no. 3, september, hal. 123-130.
Takahashi, Muneo (2003), Urbanization and population distribution changes in the age of decentralization: A comparative study between Indonesia and Japan dalam TA Legowo dan Muneo Takahashi: Regional autonomy and socio-economic development in Indonesia – A multidimensional analysis, Chiba: Institute of Developing Economies Japan External Trade Organization.
CURRICULUM VITAE
IDENTITAS DIRI Nama : Ir. SUZANA SRI HARTINI, MM Nomor Sertifikat : - NIP/NIK : 19590325 1987 03 2 002 Tempat/Tanggal Lahir : Kertosono, 25 Maret 1959 Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : □ Kawin □ Belum Kawin - Duda/Janda Agama : Kristen Golongan / Pangkat : III-c / Penata Jabatan Akademik : Lektor Perguruan Tinggi : Universitas Dr. Soetomo Surabayaa Alamat : Jl. Semolowaru No.84 Surabaya
Telp./Faks. : (031) 5941969 Alamat Rumah : Perum. Mutiara Citra Asri Blok C6 No.10 Candi Sidoarjo Telp./Faks. : (031) 8963233
Alamat e-mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI
Tahun Lulus Program Pendidikan(diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor) Perguruan Tinggi Jurusan/ Program Studi
1984 Sarjana Sosek Pertanian I nstitut Pertanian Bogor Agrobisnis 2012 Magister Manajemen Universitas Dr.
Soetomo Surabaya Marketing/ Pemasaran
PELATIHAN PROFESIONAL
8 Desember 2010 2010 Seminar APBD Pro Poor Untuk Pengelolaan Program JamKesDa
Universitas Dr. Soetomo
28 Oktober 2010 2011 Workshop Strategi Penyusunan Proposal Penelitian
Universitas Dr. Soetomo
22 Pebruari 2011 2011 Workshop Strategi Penyusunan Proposal Penelitian
LPPM Universitas Dr.
Soetomo
22 Pebruari 2011
2010 Seminar Penguatan Sektor Riil Berbasis Kelautan Dalam Pembangunan Bangsa Yang Mandiri Dan Berkarakter
Tahun Jenis Pelatihan ( Dalam/ Luar Negeri) Penyelenggara Jangka waktu
Jawa Timur Universitas Dr. Soetomo
2012 Lokakarya Kurikulum Fakultas Pertanian
6Junil 2012 Universitas Dr. Soetomo 2012 Studi Kelayakan Manajemen Pemprop dan Dinas Penataan PKL Koperasi Semarang 2012 Seminar Nasional Local Wisdom Universitas Dr.Soetomo
24 Oktober Enterpreneurship Surabaya 2012
2012 Bimtek Manajemen Penataan PKL Dinas Kopersai Surabaya September 2012
bekerjasama denganKemen Koperasi dan UKM RI
2012 Bimtek Manajemen Penataan PKL Dinas Koperasi Propinsi Nopember 2012
Jatim Hotel Pelangi Malang 2013 Workshop Writing Strategy for Ditjen Dikti Depdiknas15 Nopember Scientific Journals bekerjasama dengan 2013 Universitas Kristen Petra Surabaya
2014 Lokakarya Penyusunan Proposal LPPM Universitas
14 April 2014 Penelitian Pengabdian Masyarakat Dr.Soetomo Surabaya. (PPM) dan Pengabdian Kreatifitas Mahasiswa (PKM)
2014 Workshop dan Pameran Produk Dinas Koperasi Propinsi Nopember 2014
Unggulan UKM/ Koperasi Jatim di Grancity SurabayaPENGALAMAN MENGAJAR
Mata Kuliah Program Institusi/Jurusan/Program Sem/Tahun Pendidikan Studi Akademik.
Sarjana (S1) Fakultas Gasal 2010/ 2011 Ekonomi Produksi
Pertanian/ Perikanan- (Semester 5) Jur.Agrobis Sarjana (S1) Fakultas Gasal 2010/ 2011
Praktikum Ekonimi Pertanian/ Perikanan- (Semester 5)
Produksi Jur.Agrobis