Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI Unit Ciampea Bogor

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TUNGGAKAN KUR MIKRO BRI UNIT CIAMPEA BOGOR

INDAH PURNAMAWATI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Unit
Ciampea Bogor adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Indah Purnamawati
NIM H34110044

ABSTRAK
INDAH PURNAMAWATI. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tunggakan KUR
Mikro BRI Unit Ciampea, Bogor. Dibimbing oleh DWI RACHMINA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik debitur Kredit
Usaha Rakyat (KUR) Mikro berdasarkan tunggakan dan menganalisis faktor yang
mempengaruhi tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di BRI Unit
Ciampea, Bogor. Lokasi penelitian ini di BRI Unit Ciampea yang terletak di Jalan
Letnan Sukarna, Warung Borong, Ciampea, Bogor. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu Metode Analisis Regresi Berganda. Hasil dari penelitian
ini terdapat tiga karakteristik yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi persentase total tunggakan KUR Mikro di BRI Unit Ciampea
yaitu karakteristik personal yang terdiri dari variabel tingkat pendidikan, jarak
rumah nasabah, jumlah tanggungan keluarga dan frekuensi menerima kredit.
Karakteristik kedua yaitu karakteristik usaha yang meliputi variabel jenis usaha,
pengalaman usaha, aset usaha dan omset usaha.Ketiga karakteristik Kredit

meliputi variabel jangka waktu menerima kredit dan penggunaan kredit untuk
usaha. Dari sepuluh variabel yang digunakan ada delapan variabel yang
berpengaruh nyata terhadap persentase total tunggakan KUR Mikro di BRI Unit
Ciampea (α = 10%) yaitu variabel tingkat pendidikan, jarak rumah nasabah,
frekuensi menerima kredit, jenis usaha, pengalaman usaha, aset usaha, omset
usaha dan penggunaan kredit untuk usaha. Sehingga berdasarkan hasil penelitian
pihak BRI Unit Ciampea harus memperhatikan faktor yang berpengaruh nyata
tersebut sebagai acuan dan penyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada calon
nasabah.
Kata kunci: karakteristik debitur KUR, tunggakan, variabel-variabel faktor

ABSTRACT
INDAH PURNAMAWATI. Analysis Of The Influensing Factors Arrears Of
Micro Credit Program In Bri Ciampea, Bogor. Supervisedby DWI RACHMINA.
This research aimed to identify the characteristics of micro credit program
customers based on the arrears and to analyze the influencing factors in BRI
Ciampea, Bogor using regression analysis method. There were three
characteristics used to analysis the factors influencing the arrears in BRI Ciampea,
namely personal, business and credit characteristic. The first characteristic was
personal characteristic including educational background variable, distance of the

customers’ houses, number of families to support, and frequency of credit
received. The second was business characteristic including business type variable,
business experience, business asset, and business revenue. The third was credit
characteristic including variable of credit acceptance period and credit utilization.
Of ten variables, eight significantly influenced the arrears (α = 10%), i.e.
educational background variable, distance of the customers’ houses, frequency of
credit received, business type, business experience, business asset, business

revenue, and credit utilization. BRI Ciampea should consider those influencing
factors as a reference in distribuuting the credit to the customers.
Keyword: characteristics customers KUR, arrears, variable’s factor

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TUNGGAKAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) MIKRO BRI
UNIT CIAMPEA BOGOR

INDAH PURNAMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini ialah
pembiayaan, dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Unit Ciampea, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Furqon dan Bapak Jupri dari BRI Unit Ciampea, serta Bapak Iwa beserta staf Unit
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga

disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Indah Purnamawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

6


Ruang Lingkup Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA

7

Karakteristik UMKM

7

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tunggakan KUR Mikro

8

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis

11

11

Pengertian, Fungsi dan Tujuan Kredit

11

Risiko Kredit

13

Strategi Penghindaran Kredit Bermasalah

15

Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

17
21


Lokasi dan Waktu Penelitian

21

Jenis dan Sumber Data

21

Metode Pengambilan Sampel

22

Metode Pengolahan dan Analisis Data

22

Analisis Kualitatif

23


Anlaisis Kuantitatif

23

Analisis Regresi Linier Berganda

23

Definisi Operasional

28

GAMBARAN UMUM BRI UNIT CIAMPEA

29

Sejarah dan Struktur Organisasi BRI Unit Ciampea

29


Visi, Misi dan Tujuan BRI Unit Ciampea

31

Budaya Perusahaan

32

Bidang Usaha

32

Macam-Macam Kredit

33

Mekanisme Penyaluran KUR Mikro pada BRI Unit Ciampea

34

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden berdasarkan Tunggakan BRI Unit Ciampea

36
36

Karakteristik Personal

37

Karakteristik Usaha

40

Karakteristik Kredit

42

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tunggakan KUR Mikro BRI Unit
Ciampea
44
Karakteristik Personal

46

Karakteristik Usaha

49

Karakteristik Kredit

51

Implikasi Manajerial

52

KESIMPULAN DAN SARAN

53

Simpulan

53

Saran

54

DAFTAR PUSTAKA

55

LAMPIRAN

57

RIWAYAT HIDUP

60

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan jumlah pelaku usaha menurut skala usaha tahun 20112012
2 Perkembangan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM menurut
skala usaha tahun 2011-2012 atas harga konstan 2000
3 Perkembangan jumlah penyerapan tenaga kerja menurut skala usaha
tahun 2011-2012
4 Perkembangan total plafon dari tahun 2012 hingga 31 Maret 2014
5 NPL pelayanan KUR dari tahun 2012 hingga 31 Maret 2014
6 Statistika deskriptif responden KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014
7 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014
berdasarkan tingkat pendidikan
8 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014
berdasarkan jarak rumah nasabah
9 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014
berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
10 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014
berdasarkan frekuensi menerima kredit
11 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014
berdasarkan jenis usaha
12 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014
berdasarkan pengalaman usaha agribisnis
13 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014
berdasarkan aset usaha
14 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014
berdasarkan omset usaha
15 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014
berdasarkan jangka waktu pelunasan kredit
16 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014
berdasarkan penggunaan kredit untuk usaha
17 Hasil pengujian model regresi linier berganda tunggakan KUR Mikro
BRI Unit Ciampea tahun 2014

1
2
2
3
4
37
38
38
39
39
40
40
41
42
42
43
45

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Perkembangan Debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2013-2014
Keragaan KUR bermasalah BRI Unit Ciampea tahun 2013-2014
Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Struktur Organisasi BRI Unit Ciampea

5
5
20
31

DAFTAR LAMPIRAN
1 Realisasi KUR menurut provinsi (31 Maret 2014)
2 Output regresi linier berganda pada analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi tunggakan KUR Mikro BRI Unit Ciampea tahun 2014
3 Uji heteroskedastisitas dan uji normalitas pada analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi tunggakan KUR Mikro BRI Unit Ciampea tahun
2014

57
58

59

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang
paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk
dikembangkan. UMKM dalam perekonomian nasional memiliki peran penting
dan strategis serta terbukti sebagai sektor usaha yang mampu bertahan terhadap
krisis ekonomi global yang sedang melanda kalangan usaha di tingkat
internasional maupun kalangan usaha di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah UMKM yang mengalami peningkatan sebesar 2.41 persen pada tahun
2012, yaitu dari 55 206 444 unit pada tahun 2011 menjadi 56 534 592 unit pada
tahun 2012. Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan jumlah pelaku usaha menurut skala usaha tahun 20112012
No

Skala Usaha

1
2
3

Usaha Mikro
Usaha Kecil (UK)
Usaha Menengah (UM)
Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM)
Usaha Besar (UB)
Jumlah

4

Jumlah (Unit)
Perkembangan
Tahun 2011 Tahun 2012
(Unit)
(%)
54 559 969 55 856 176 1 296 207
2.38
602 195
629 418
27 223
4.52
44 280
48 997
4 717
10.45
55 206 444 56 534 592 1 328 147
2.41
4 952
55 211 396

4 968
56 539 560

16
1 328 163

0.32

Sumber: Kementerian Kopersi dan UMKM (2014)

Usaha Mikro merupakan salah UMKM yang memiliki jumlah pelaku usaha
menurut skala usaha paling besar dibandingkan dengan skala usaha lainnya
terhadap total usaha yang ada di Indonesia, yaitu sebesar 54 559 969 unit pada
tahun 2011 dan sebesar 55 856 176 unit pada tahun 2012. Sektor UMKM,
terutama Usaha Mikro merupakan salah satu sektor yang berperan penting
terhadap perekonomian nasional Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari kontribusi
sektor Usaha Mikro yang cukup signifikan terhadap pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Pada tahun 2011, kontribusi Usaha Mikro
terhadap PDB nasional menurut harga konstan 2000 tercatat sebesar 761 228.8
milyar rupiah atau 32.02 persen, sedangkan pada tahun 2012 kontribusi Usaha
Mikro terhadap PDB nasional menurut harga konstan 2000 tercatat sebesar 790
825.6 milyar rupiah atau 31.32 persen. Perkembangan nilai produk domestik bruto
UMKM menurut skala usaha tahun 2011-2012 atas dasar harga konstan 2000
dapat dilihat pada Tabel 2.

2
Tabel 2 Perkembangan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM menurut
skala usaha tahun 2011-2012 atas dasar harga konstan 2000
No

Skala Usaha

1
2
3

Usaha Mikro
Usaha Kecil (UK)
Usaha Menengah (UM)
Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM)
Usaha Besar (UB)
Jumlah

4

Jumlah (Rp Milyar)
Tahun 2011 Tahun 2012
761 228.8
790 825.6
261 315.8
294 280.7
346 781.4
366 373.9
1 369 326
1 451 450
1 007 784
2 377 110

1 073 660
2 525 120

Perkembangan
(Jumlah)
(%)
29 396.8
3.89
32 944.9
12.61
19 592.5
3.63
82 134.2
6.00
66 876.1
148 010.7

6.54
6.23

Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM (2014)

Selain memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional, UMKM juga
merupakan usaha yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan karena sifatnya
yang padat karya, berbeda dengan usaha besar yang bersifat padat modal. Pada
tahun 2011, total tenaga kerja Indonesia yang terserap sebesar 101 722 458 orang,
sedangkan pada tahun 2012, total tenaga kerja yang terserap sebesar 107 657 509
orang. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 97.24 persen dari total
tenaga kerja yang ada pada tahun 2011 dan 97.16 persen dari total penyerapan
tenaga kerja yang ada pada tahun 2012. Perkembangan jumlah tenaga kerja
menurut skala usaha tahun 2011-2012 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perkembangan jumlah penyerapan tenaga kerja menurut skala usaha
tahun 2011-2012
No

Skala Usaha

1
2
3

Usaha Mikro
Usaha Kecil (UK)
Usaha Menengah (UM)
Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM)
Usaha Besar (UB)
Jumlah

4

Jumlah (Orang)
Perkembangan
Tahun 2011
Tahun 2012
(Jumlah)
(%)
94 957 797
99 859 517 4 901 720
5.16
3 919 992
4 535 970
615 977
15.71
2 844 669
3 262 023
417 354
14.67
101 722 458 107 657 509 5 935 051
5.83
2 891 224
104 613 681

3 150 645
110 808 154

259 422
6 194 473

8.97
5.92

Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM (2014)

Ternyata, Usaha Mikro juga memiliki kontribusi terbesar dalam penyerapan
tenaga kerja, yaitu sebesar 94 957 797 orang dari total tenaga kerja pada tahun
2011, begitu juga pada tahun 2012 sebesar 99 859 517 orang dari total tenaga
kerja yang terserap berasal dari Usaha Mikro. Hal ini menunjukkan bahwa Usaha
Mikro telah berperan besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan sehingga dapat
mengatasi masalah pengangguran. Pelaku usaha pada Usaha Mikro pada
umumnya memiliki keterbatasan dalam akses permodalan di mana permodalan
tersebut dibutuhkan sebagai modal dan meningkatkan usahanya. Agar pelaku
Usaha Mikro mudah dalam memperoleh akses permodalan, pemerintah yaitu
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menciptakan Kredit Usaha

3
Rakyat (KUR). KUR adalah pembiayaan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah
(UMKM) dalam bentuk pemberian modal kerja yang didukung oleh fasilitas
peminjaman untuk usaha yang belum layak menurut perbankan namun sudah
feasible. Program KUR ini bertujuan agar pelaku usaha UMKM dapat mudah
dalam memperoleh pembiayaan.KUR disalurkan melalui beberapa bank seperti
BRI, BNI, Bank Mandiri, Bukopin, Bank Syariah Mandiri, Bank Tabungan
Negara, BNI Syari’ah dan Bank Pembangunan Daerah.Pemerintah memberikan
penjaminan 70 persen sementara 30 persen sisanya ditanggung oleh bank
pelaksana. Penjaminan KUR diberikan dalam rangka meningkatkan akses UMKM
pada sumber pembiayaan dalam rangka mendorong perekonomian nasional.
Perkembangan penyaluran realisasi KUR dari tahun 2012 hingga sekarang sangat
pesat. Penyaluran dana KUR yang setiap tahunnya ditingkatkan oleh pemerintah,
hal ini dapat dilihat berdasarkan perkembangan total plafon pada seluruh lembaga
penyalur program KUR dari tahun 2012 hingga 31 Maret tahun 2014 dapat dilihat
di Tabel 4.

Tabel 4 Perkembangan total plafon dari tahun 2012 hingga 31 Maret 2014
No

BANK

1
2
3
4
5
6
7
8
9

BNI
BRI (KUR Ritel)
BRI (KUR mikro)
Bank Mandiri
BTN
Bank Bukopin
Bank Syariah Mandiri
BNI Syariah
BPD

Total Plafon (RpJuta) Tahun ke2012
2013
31 Maret 2014
8 887 572
13 953 788
14 517 812
11 433 848
17 093 831
18 442 301
40 198 535
69 908 640
78 080 302
9 613 948
14 454 479
14 945 991
2 868 251
4 259 955
4 400 856
1 233 318
1 778 625
1 798 407
2 430 838
3 635 832
3 658 132
17 936
226 506
245 784
8 244 573
13 237 733
14 171 390

Sumber: Komite KUR Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2014)

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa perkembangan jumlah total
plafon terbesar masih di capai oleh Bank BRI KUR Mikro dan total plafon
terendah diraih oleh Bank Syariah. Pada tahun 2012 realisasi penyaluran KUR
mencapai Rp34 230 triliun, jumlah ini melampaui target pemerintah sebesar 30
triliun rupiah. Pada tahun 2013 realisasi KUR telah mencapai lebih dari target
pemerintah, di mana pada tahun ini pemerintah meningkatkan targer sebesat 36
triliun rupiah dan akhirnya pada tahun ini mampu direalisasikan penyalurannya
sebesar 47 trilun rupiah. Penyaluran realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak
terlepas adanya masalah kredit macet yang diukur dengan nilai NPL (Non
Performing Loan), dimana semakin tinggi nilai NPL (Non Peforming Loan) maka
kinerja lembaga penyalur KUR semakin buruk. Berdasarkan data Tabel 5, BRI
Mikro adalah penyalur KUR yang memiliki NPL (Non Performing Loan) terkecil
dari tahun 2013 hingga saat ini yaitu sebesar 1.4 persen pada tahun 2013 dan pada
tahun 2014 sebesar 2.0 persen.

4
Tabel 5 NPL penyaluran KUR dari tahun 2012 hingga 31 Maret 2014
No

BANK
2012

1
2
3
4
5
6
7
8
9

BNI
BRI (KUR Ritel)
BRI (KUR mikro)
Bank Mandiri
BTN
Bank Bukopin
Bank Syariah Mandiri
BNI Syariah
BPD

NPL KUR (%) Tahun ke2013
31 Maret 2014
5.8
4.0
4.1
3.8
2.1
3.3
2.2
1.4
2.0
1.8
3.5
4.2
5.6
3.7
8.3
11.6
4.5
4.9
4.5
9.4
11.0
0.0
3.4
3.5
6.2
7.7
8.8

Sumber: Komite KUR Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2014)

Di lihat dari sebaran wilayahnya (Lampiran 1), penyerapan KUR masih
terfokus di Pulau Jawa. Jawa Barat menduduki peringkat ketiga terbesar yang
menyerap KUR.Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran KUR oleh Bank
Pelaksana masih didominasi oleh sektor perdagangan.Penyaluran disektor
perdagangan mencapai 70.477 triliun rupiah dengan 6.094 juta debitur.Sektor
pertanian menjadi sektor kedua yang terbesar menyerap KUR dari bank pelaksana
yaitu sebesar 20.2 triliun rupiah kepada 1.34 juta debitur. Berdasarkan data
tersebut, maka diperlukan analisis faktor apa saja yang mempengaruhi persentase
total tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Unit Ciampea Bogor, hal
ini dilakukan agar sebagai bahan acuan oleh Bank BRI dan dapat juga menjadi
bahan acuan bagi bank lain yang masih memiliki NPL besar.

Perumusan Masalah

Bank Rakyat Indonesia Unit Ciampea Cabang Dewi Sartika Bogor
merupakan salah satu dari kantor unit yang dibuka oleh BRI untuk melayani
masyarakat termasuk di dalamnya adalah memberikan pelayanan Kredit Usaha
Rakyat (KUR). Di antara unit-unit BRI yang berada dibawah Kantor Cabang
Dewi Sartika Bogor, BRI Unit Ciampea memiliki peluang terhadap sektor Usaha
Mikro.Secara umum fungsi dan tujuan yang dimilikinya sama dengan kantor
cabang lainnya yang ada di seluruh wilayah Indoensia. Banyak fasilitas yang
ditawarkan oleh produk simpanan Bank BRI dalam upaya mengumpulkan dana
dari masyarakat baik berupa tabungan maupun non tabungan dan produk
pinjaman berupa kredit. Sejak direalisasikannya penyaluran KUR oleh BRI,
jumlah debitur yang mengakses KUR pada BRI Unit Ciampea secara umum
cenderung memperlihatkan adanya peningkatan meskipun tidak begitu besar
peningkatannya (Gambar 1).

Jumlah Debitur
(Orang)

5
800
600
400
200
0

Bulan

Gambar 1 Perkembangan debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR)
BRI Unit Ciampea tahun 2013-2014
Sumber: BRI Unit Ciampea (2014)

Namun, seiring dengan peningkatan penyaluran KUR, peningkatan rasio
kredit bermasalah (NPL) KUR juga terjadi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Selain menunjukkan adanya penurunan NPL pada bulan Desember 2013 sampai
bulan Maret 2014 sebesar 0.72 persen, namun pada bulan April 2014 sampai
bulan Agustus 2014 mengalami peningkatan NPL sebesar 2.84 persen. Kemudian
mengalami penurunan lagi hingga saat ini mencapai 1.15 persen, tingkat NPL
tersebut juga menunjukkan kinerja penyaluran KUR pada BRI Unit Ciampea
sudah berada di atas tingkat NPL KUR Mikro pada BRI secara keseluruhan. Per
31 Maret 2014, tingkat NPL KUR Mikro PT Bank BRI adalah sebesar 2.0 persen
sementara tingkat NPL KUR Mikro pada BRI Unit Ciampea sebesar 1.072 persen.

NPL (%) KUR Mikro

3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Bulan

Gambar 2 Keragaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bermasalah BRI
Unit Ciampea Tahun 2013-2014
Sumber: BRI Unit Ciampea (2014)

6
Tingginya angka kredit bermasalah merupakan salah satu indikasi kurang
berhasilnya suatu unit kerja BRI. Oleh karena itu, Bank BRI harus terus
melakukan pengembangan salah satunya dengan terus mengembangkan
pengelolaan risiko kredit, terutama dalam hal penyeleksian calon debitur agar
dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pembiayaan serta menyokong
pengembangan usaha mikro. Dengan demikian faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap tunggakan oleh debitur perlu menjadi hal yang diperhatikan oleh PT
Bank BRI agar angka kredit bermasalah dapat ditekan. Sehingga secara garis
besar masalah yang akan dibahas dan dirumuskan adalah Faktor apa saja yang
mempengaruhi tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Unit Ciampea
sehingga dapat menurunkan tingkat NPL?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan:
1. Mengidentifikasi karakteristik debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI
Unit Ciampea Bogor berdasarkan tunggakan Kredit Usaha Rakyat.
2. Menganalisis faktor yang mempengaruhi tunggakan KUR Mikro BRI Unit
Ciampea Bogor.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan sebagai berikut:
1. Bagi pihak bank
Hasil penelitian ini memberikan manfaat sebagai gambaran tentang
keadaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro bagi para pengambil
keputusan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
kredit, khususnya dalam menyalurkan kredit yang lebih efektif bagi usaha
mikro dan menengah. Berguna untuk manajemen Bank BRI Unit Ciampea
Bogor agar mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tunggakan
Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro sehingga bisa meningkatkan kualitas
kredit dan bisa menekan NPL KUR Mikro sampai titik terendah dan
sebagai acuan bagi Bank lainnya untuk pengambilan keputusan dalam
menetapkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kredit.
2. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi pemerintah sebagai bahan
evaluasi kebijakan KUR sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk
keberlanjutan program KUR tersebut kedepannya.
3. Bagi akademisi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi akademisi yang
ingin melakukan penelitian selanjutnya sebagai salah satu sumber

7
informasi.Diharapkan penelitian ini juga memberikan manfaat bagi
masyarakat pada umumnya dan dapat juga dijadikan sebagai bahan
perbandingan serta bahan kepustakaan guna menambah pengetahuan
mengenai dunia perbankan.
4. Bagi penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk memperluas wawasan di bidang perbankan,
dapat menerapkan disiplin ilmu yang di dapat saat kuliah, berpikir kritis
dan sistematis, mengaplikasikan teori.

Ruang Lingkup Penelitian

Kegiatan penelitian atau penulisan ini dilakukan di Bank BRI Unit Ciampea
dengan pertimbangan bahwa Bank ini merupakan salah satu Bank Unit terbesar di
Bogor yang dikenal masyarakat di Kabupaten Bogor. Permasalahan yang diteliti
mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi tunggakan KUR Mikro serta
bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap tunggakan Kredit Usaha
Rakyat Mikro. Objek penelitian ini di batasi pada debitur yang menggunakan
KUR mikro yang masih aktif selama bulan Januari 2014 hingga Oktober 2014.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik UMKM

Berdasarkan penelitian Raffinaldy (2006) yang berjudul Memeta Potensi
dan Karakteristik UMKM Bagi Penumbuhan Usaha Baru bahwa karakteristik
UMKM merupakan sifat atau kondisi fluktual yang melekat pada aktivitas usaha
maupun perilaku pengusaha yang bersangkutan dalam menjalankan bisnisnya.
Karakteristik ini yang menjadi ciri pembeda antar pelaku usaha sesuai dengan
skala usahanya. Kreteria UMKM berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun
2008 tentang Usaha Kecil, Mikro dan Menengah mengatakan bahwa berdasarkan
aspek komoditas yang dihasilkan, UMKM memiliki karakteristik tersendiri, yaitu:
1. Kualitasnya belum memenuhi standar, hal ini disebabkan karena sebagian
besar UMKM belum memiliki teknologi yang seragam dan biasanya produk
yang dihasilkan dalam bentuk hand made sehingga dari sisi kualitas relatif
beragam.
2. Keterbatasan desain produk yang dimiliki oleh produk UMKM karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalamannya tentang produk karena selama
ini UMKM bekerja didasarkan pada order, tidak banyak yang berani berkreasi
dengan mencoba desain baru.

8
3. Terbatasnya jenis produk, biasanya UMKM hanya memproduksi sejenis atau
terbatas sehingga apabila ada permintaan model baru dari buyer sulit untuk
memenuhi karena kesulitan dalam penyesuaian dan waktunya biasanya sangat
panjang untuk memenuhi order tersebut.
4. Terbatasnya kapasitas dan price list produknya, biasanya kapasitas produk
yang sulit untuk ditetapkan dan harga yang tidak terukur dapat menyulitkan
para pembeli atau konsumen.
Selain itu, karakteristik UMKM menurut Undang-Undang tersebut juga bisa
dilihat dari aspek komoditas yang dihasilkan, tetapi juga berdasarkan aspek
manajemen usahanya yang dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Usaha Mikro memiliki karakteristik (a) jenis komoditinya berubah-ubah dan
sewaktu-waktu dapat berganti produk/usaha, (b) tempat usahanya tidak selalu
menetap atau sewaktu-waktu dapat pindah, (c) belum adanya pencatatan
keuangan usaha secara baik, (d) sumber daya manusianya rata-rata masih
rendah, (e) pada umumnya belum mengenal perbankan dan lebih sering
berhubungan dengan tengkulak atau rentenir, (f) umumnya usaha ini tidak
memiliki ijin usaha.
2. Usaha Kecil biasanya memiliki karakteristik yaitu (a) komoditinya tidak
gampang berubah, (b) mempunyai kekayaan maksimal 200 juta dan dapat
menerima kredit maksimal 500 juta, (c) lokasi atau tempat usaha umumnya
sudah menetap, (d) sudah memiliki pembukuan walaupun masih sederhana
artinya pencatatan administrasi keuangan perusahaan sudah mulai dipisah, (e)
memiliki legalitas usaha atau perijinan lainnya, (f) sumber daya manusianya
sudah lumayan baik dari aspek tingkat pendidikan yakni setingkat SMU, (g)
sudah mulai mengenal perbankan.
3. Usaha Menengah memiliki karakteristik (a) kekayaan 200 juta sampai 10
milyar dan dapat menerima kredit antara 500 juta sampai 5 milyar, (b)
memiliki manajemen dan organisasi yang lebih teratur dan baik dengan
pembagian tugas yang lebih jelas antar unit, (c) telah memiliki sistem
manajemen keuangan sehingga memudahkan untuk dilakukan auditing
termasuk oleh pihak auditor publik, (d) telah melakukan penyesuaian terhadap
peraturan pemerintah di bidang ketenagakerjaan, Jamsostek, dan lain-lain, (e)
memiliki persyaratan legal secara lengkap, (f) sering bermitra dengan
perbankan dan pelaku usaha lainnya, (g) sumber daya manusianya jauh lebih
baik dan handal pada level Manajer dan Supervisor.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tunggakan Kredit

Penelitian-penelitian yang terkait dengan persentase total tunggakan Kredit
Usaha Rakyat (KUR) telah banyak dilakukan diantaranya oleh Rizka (2013) yang
meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran
pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro (Studi Kasus: PT Bank BRI
(Persero) Tbk Unit Tawangsari II, cabang Sukoharja Tahun 2013). Hasil
penelitian ini menghasilkan enam variabel yang mempengaruhi kelancaran
pengembalian KUR mikro. Dari keenam variabel ternyata hanya variabel jumlah

9
tanggungan keluarga dan omset usaha yang berpengaruh terhadap kelancaran
pengembalian KUR mikro. Sedangkan variabel usia, tingkat pendidikan, jumlah
pinjaman dan pengalaman usaha tidak berpengaruh terhadap kelancaran
pengembalian KUR mikro. Sedangkan Nastiti (2011) dalam penelitiannya yang
berjudul Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Tingkat Pengembalian
Kredit Pengusaha Kecil pada Program Kemitraan (Studi Kasus: PT PLN (Persero)
Distribusi Jawa Timur Area Malang) menganalisis bahwa ada tujuh variabel yang
digunakan yaitu jumlah pinjaman, penghasilan bersih usaha, usia, tingkat
pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman usaha dan penghasilan di
luar usaha. Hasil analisa faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit
pengusaha kecil hanya variabel penghasilan bersih, sedangkan variabel yang lain
tidak berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit usaha kecil.
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persentase total
tungggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga dilakukan oleh Sari (2011) dan
Auditiya (2011). Sari melakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro dan Kredit
Umum Pedesaan (KUPEDES) (studi kasus: BRI Unit Cibungbulang, Bogor).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor jangka waktu pengembalian dan
tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian KUR
Mikro. Sedangkan faktor yang sebelumnya diduga dapat berpangaruh yaitu
jumlah tanggungan keluarga, frekuensi pinjaman nasabah, omset nasabah, agunan
yang diberikan serta pendapatan bersih rumah tangga ternyata tidak berperan
dalam menentukan kemampuan pengembalian kredit. Sedangkan Auditiya
melakukan penelitian untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi
pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro (studi kasus: BRI Unit Lalabata
Rilau, Soppeng). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor jarak tempat tinggal
nasabah BRI dan omset usaha berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUR
Mikro di BRI Unit Lalabata. Semakin jauh jarak rumah debitur dengan BRI Unit
Lalabta akan memperbesar peluang untuk mengembalikan KUR Mikro secara
lancar serta semakin besar omset usaha yang dihasilkan oleh debitur akan semakin
memperbesar peluang mengembalikan kredit secara lancar. Jumlah omset yang
besar menunjukkan kalau usaha tersebut berjalan dengan baik. Sedangkan faktor
yang sebelumnya di dua berpengaruh secara nyata seperti usia, jumlah tanggungan
keluarga, jenis usaha, nilai RPC, jumlah pinjaman, jumlah angsuran serta jangka
waktu pengembalian kredit tidak berpengaruh dalam menentukan kemampuan
pengembalian kredit.
Secara garis besar, faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi
tunggakan kredit pada penelitian-penelitian terdahulu tersebut dapat diwakili oleh
karakteristik personal, karakteristik usaha, dan karakteristik kredit. Karakteristik
personal meliputi usia, jenis kelamin, jarak rumah nasabah dengan bank serta
jumlah tanggungan nasabah. Karakter usaha meliputi pengalaman usaha, omset
usaha, pendapatan bersih rumah tangga, jenis usaha, serta nilai RPC. Sedangkan
karakter kredit meliputi jumlah peminjaman, jumlah angsuran, beban bunga,
jangka waktu pengembalian, agunan, serta peggunaan kredit dan pola penagihan.
Setiap peneliti dalam penelitiannya tidak menggunakan seluruh faktor, tapi hanya
menggunakan faktor-faktor yang dianggap relevan oleh peneliti terhadap objek
penelitian, meskipun berbagai penelitian dengan objek kredit yang ditujukan
kepada golongan ekonomi yang cenderung lemah ini sudah banyak dilakukan,

10
namun penelitian terkait dengan objek serupa perlu untuk terus dilakukan. Hal ini
berkaitan dengan berkembangnya program pemerintah untuk terus mendukung
pengembangan golongan ekonomi lemah tersebut dan kajian serta evaluasi
terhadap keadaan yang terjadi di lapangan akan menjadi masukan bagi berbagai
pihak untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus. Penelitian ini memiliki
kesamaan dengan penelitian terdahulu. Kesamaan terdapat pada beberapa faktor
yang diduga berpengaruh terhadap tunggakan kredit. Faktor-faktor yang di dalam
penelitian ini diduga mempengaruhi tunggakan kredit (KUR) terdiri tingkat
pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, serta jarak rumah nasabah dengan
bank yang merupakan cakupan dari karakteristik personal. Karakteristik usaha
yang diduga berpengaruh terhadap tunggakan kredit adalah jenis usaha,
pendapatan/omset usaha dan pengalaman usaha. Sedangkan untuk karakteristik
kredit yaitu lamanya masa pengembalian yang disepakati.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu selain lokasi
yang masih tergolong baru dan belum pernah ada yang meneliti di BRI unit
Ciampea terkait KUR, penelitian ini juga meneliti mengenai program pemerintah
yang sudah tidak asing dibicarakan oleh berbagai pihak mengenai pembiayaan
sektor ekonomi lemah dari pemerintah yakni Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain
itu, penelitian ini juga menambahkan variabel-variabel lain yang di duga dapat
mempengaruhi tunggakan Kredit Usaha Rakyat. Variabel yang dipilih
berdasarkan pada kondisi yang terdapat di lapangan yang menunjukkan bahwa
masih banyaknya masyarakat yang mengandalkan kredit informal yang bunganya
tinggi. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang di dapat oleh
masyarakat tentang program-program pembiayaan yang dicanangkan oleh
lembaga keuangan seperti perbankan. Namun, pihak BRI Unit Ciampea berusaha
turun ke lapangan untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang program
Kredit Usaha Rakyat yang bunga dan angsurannya bisa di jangkau oleh
masyarakat. Kondisi di lapangan hampir semua nasabah menyukai program
Kredit Usaha Rakyat ini dikarenakan bunga dan angsuran yang terjangkau, di
samping itu agunan yang dipersyaratkan terjangkau dan ringan. Meskipun
demikian, belum banyak masyarakat yang bersedia mengambil kredit di bank
karena jarak yang ditempuh masyarakat ke lokasi perbankan yang cenderung jauh.
Selain itu, alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan
penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini menggunakan alat analisis regresi
linier berganda.

11
KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Pengertian, Fungsi dan Tujuan Kredit
Kredit berasal dari bahasa latin credere yang artinya mempercayai. Adapun
berbagai definisi kredit menurut beberapa pandangan adalah sebagai berikut:
1. Menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang Pokok-pokok Perbankan, kredit
merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman-pinjaman antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian
hasil keuntungan.
2. Dalam ensiklopedia umum, kredit dijelaskan sebagai sistem keuangan untuk
memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai dengan harapan
akan mendapatkan keuntungan.
Berdasarkan dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan
bentuk kegiatan yang memiliki tujuan untuk saling menguntungkan antara pihak
debitur dan kreditur, dimana pihak kreditur akan mendapatkan keuntungan dari
penagihan bunga yang dibayarkan kepada debitur secara periodik dan debitur
mendapatkan keuntungan dari manfaat modal yang diperoleh dari kredit. Selain
itu, kredit juga dapat memberikan konsekuensi penangguhan risiko bersama, baik
oleh kreditur maupun debitur.Risiko yang mungkin ditanggung oleh kreditur
adalah apabila jasa kredit yang diberikan mempunyai masalah dalam
pengembaliannya. Sedangkan risiko yang mungkin ditanggung oleh debitur
adalah jika ia tidak mampu membayar lunas yang yang diterimanya sesuai dengn
kesepakatan perjanjian dengan pihak kreditur maka debitur akan dituntut dan akan
kehilangan agunan yang menjadi jaminan dalam pemberian kredit.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan unsur-unsur yang ada dalam kredit
yaitu:
1. Kepercayaan, keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan,
baik berupa barang atau jasa dapat dikembalikan kembali oleh si penerima
kredit dalam jangka waktu yang telah disepakati.
2. Waktu, yaitu lamanya masa yang telah disepakati oleh pihak pemberi kredit
dengan pihak penerima kredit yang mana dalam hal ini terkandung nilai waktu
dari dari uang yang mencerminkan sejumlah uang dengan nominal tertentu
nilainya akan lebih besar pada waktu sekarang dibandingkan dengan nilaipada
waktu mendatang
3. Adanya risiko, dalam hal ini risiko yang dihadapi akibat jangka waktu yang
memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang akan diterima
di masa mendatang. Semakin lama jarak waktu tersebut maka tinggat risikonya
semakin tinggi. Dengan adanya unsur risiko ini maka timbul jaminan dalam
pemberian kredit.

12
Fungsi kredit berdasarkan yang dipaparkan oleh Thamrin dan Tantri (2012)
dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan daya guna uang
Adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang, artinya jika uang hanya
disimpan saja tidak akan menghasilkan suatu yang lebih berguna. Dengan
diberikannya kredit uang tersebut dapat menjadi ada manfaatnya yang dapat
menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit.
2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Artinya uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah
lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh
kredit, maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah
lainnya.
3. Untuk meningkatkan daya guna barang
Kredit yang diberikan oleh pihak bank akan digunakan untuk mengolah barang
oleh debitur, dimana barang yang diolah awalnya kurang berguna menjadi
lebih berguna.
4. Sebagai alat stabilitas ekonomi
Kredit yang diberikan dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena
dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang
diperlukan oleh masyarakat.
5. Untuk meningkatkan semangat usaha
Bagi penerima kredit maka akan dapat meningkatkan semangat usaha, apabila
nasabah yang memiliki modal pas-pasan
6. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
Kredit yang disalurkan semakin banyak akan semakin baik, terutama dapat
meningkatkan pendapatan.
7. Untuk meningkatkan hubungan internasional
Penjaminan internasional akan dapat meningkatkan kerja sama internasional
yang lebih baik di berbagai sektor, sehingga dalam jangka panjang akan
menciptakan perdamaian antarbangsa.
Berdasarkan tujuan penggunaannya menurut Thamrin dan Tantri (2012),
kredit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Kredit konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi.Dalam kredit ini tidak
ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan karena di pakai oleh
seseorang atau badan usaha.
2. Kredit produktif
Kredit yang digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan usaha atau produksi
atau investasi.Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.
3. Kredit perdagangan
Merupakan kredit yang digunakan untuk pedagangan, biasanya untuk membeli
barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang
dagangan tersebut.
Kasmir (2012) menyatakan bahwa dalam suatu pemberian kredit memilki
tujuan yang hendak di capai, dimana pencapain itu tergantung dari tujuan bank itu
sendiri. Tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian suatu kredit dalam hal ini
disebutkan sebagai berikut:
1. Mencari keuntungan

13
Tujuan pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan.Hasil
keuntungan ini peroleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai
balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.
Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Di samping itu,
keuntungan juga dapat membesarkan usaha bank.
2. Membantu usaha nasabah
Tujuan selanjutnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan
dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana
tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas
usahaya. Dalam hal ini baik bank maupun nasabah sama-sama diuntungkan.
3. Membantu pemerintah
Tujuanya lainnya adalah membantu pemerintah dalam berbagai bidang. Bagi
pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan,
maka semakin baik mengingat semakin banyak kredit berarti adanya kucuran
dana dalam rangka peningkatan pembangunan di berbagai sektor terutama
sektor riil.

Risiko Kredit
Risiko kredit terjadi pada saat pihak kreditur dan debitur melakukan
tindakan yang tidak hati-hati dalam melakukan keputusan kredit. Ketidakhatihatian tersebut terjadi karena berbagai faktor baik disebabkan oleh keinginan
mendapatkan uang dengan cepat dan secepatnya mempergunakan uang serta
diharapkan mampu memberikan turnover yang maksimal, juga karena faktor
disengaja dengan alasan memperoleh komisi tersembunyi dari calon debitur.
Risiko kredit merupakan bentuk ketidakmampuan suatu nasabah dalam
menyelesaikan kewajiban-kewajibannya secara tepat waktu baik pada saat jatuh
tempo maupun sesudah jatuh tempo dan itu semua sesuai dengan aturan dan
kesepakatan yang berlaku. Perputaran uang menjadi terhambat dan laba menurun
akibat nasabah yang bermasalah dalam pengembalian kredit. Jika hal ini terjadi
dapat menghilangkan rasa kepercayaan dan sebagai keberlanjutannya terjadinya
penarikan secara besar-besaran secara serempak atas semua barang/kewajiban
lancar oleh semua nasabah. Keputusan menyalurkan kredit ke berbagai sektor
bisnis tidak selalu terjadi sesuai seperti apa yang diharapkan, karena ada berbagai
bentuk risiko yang akan dialami di sana baik risiko yang bersifat jangka pendek
maupun jangka panjang.
Risiko yang disebabkan karena ketidakmampuan suatu perusahan
memenuhi dan menyelesaikan kewajibannya yang bersifat jangka pendek
terutama di bagian kewajiban likuiditas termasuk dalam bentuk risiko jangka
pendek, sedangkan ketidakmampuan suatu nasabah dalam menyelesaikan
berbagai kewajibannya yang bersifat jangka panjang, seperti kegagalan untuk
menyelesaikan utang perusahan yang bersifat jangka panjang dan juga
kemampuan untuk menyelesaikan proyek hingga tuntas. Default risk merupakan
risiko gagal bayar terhadap sejumlah pinjaman kredit yang telah dipinjam secara
tepat waktu. Persoalan default risk sering dialami oleh para debitur pada saat
debitur tersebut tidak mampu mengembalikan pinjaman tersebut secara tepat
waktu yang disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:

14
1. Kondisi makro ekonomi yang tidak stabil.
2. Kerugian perusahaan yang terjadi karena faktor menurunya angka penjualan
secara sistematis.
3. Terjadi korupsi secara besar-besaran yan menyebabkan menurunnya nilai
perusahan di mata publik.
4. Kudeta yang terjadi di negara yang bersangkutan.
5. Kekisruhan yang terjadi di perusahan tersebut baik di tingkat direksi maupun
manajer serta karyawan yang meluas pada terhentinya produk dan berpengaruh
pada penurunan penjualan perusahan.
Pada PT. Bank Rakyat Indonesia mengelompokkan kreditnya ke dalam dua
kelompok besar, yakni kredit lancar dan tidak lancar (menunggak). Pengembalian
kredit dikatakan lancar apabila pembayaran angsuran dan bunga dilakukan tepat
waktu dan pelunasan kredit tidak mengalami penundaan berdasarkan
pinjaman.Sedangkan pengembalian kredit digolongkan tidak lancar jika
pembayaran angsuran dan bunga mengalami penundaan dari waktu yang telah
disepakati. Pengembalian kredit yang tidak lancar ini digolongkan kembali ke
dalam lima tingkatan yaitu:
1 Dalam Perhatian Khusus (DPK)
Status ini diberikan pada debitur yang menunda pembayaran angsuran selama
satu minggu hingga 60 hari dari tanggal yang ditentukan.
2 Diragukan
Terhambatnya pengembalian kredit diindikasikan dengan kemerosotan yang
tajam dalam usahanya dan biasanya permasalahan yang terjadi mencakup
berbagai aspek usaha.Status ini diberikan pada debitur yang menunggak selama
lebih dari 90 hari hingga 120 hari.
3 Kurang Lancar
Apabila pembayaran angsuran oleh debitur sedikit terhambat karena ada
kecenderungan usaha nasabah mulai mengalami kesulitan, namun tingkat
kesulitan tersebut masih tergolong ringan dan menyangkut salah satu aspek
usaha saja.Status ini diberikan kepada debitur yang menunggak pembayaran
angsuran selama lebih dari 60 hari hingga 90 hari.
3 Macet
Status ini dikenakan kepada debitur yang tidak dapat membayar angsuran dan
bunga kredit dalam jangka waktu yang lama antara labih dari 120 hari hingga
270 hari.
Implikasi bagi pihak bank sebagai akibat dari timbulnya kredit bermasalah
menurut Simorangkir (2004) sebagai berikut:
1. Hilangnya kesempatan untuk memperoleh income (pendapatan) dari kredit yan
diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk
bagi rentabilitas bank.
2. Rasio kualitas aktiva produktif atau yang lebih dikenal dengan BDR (bad debt
ratio) menjadi semakin besar yang menggambarkan terjadinya situasi yang
memburuk.
3. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif yang
diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang ada.
4. Return On Asset (ROA) mengalami penurunan.

15
Strategi Penghindaran Kredit Bermasalah
Kondisi terjadinya default risk telah menyebabkan timbulnya permasalahan
baik di pihak debitur maupun kreditur, maka untuk menghindari dari timbulnya
default risk ini ada beberapa tindakan yan harus dilakukan menurut Fahmi dan
Yovi (2010) yaitu:
1. Bagi kreditor akan menaikkan angka jaminan pada tingkat yang benar-benar
aman.
2. Menghindari jaminan yan memiliki tingkat risiko sehingga dengan menerima
benda tersebut sebagai jaminan malah akan menyebabkan perusahan
mengalami kesulitan di kemudian hari.
3. Menghindari benda jaminan yang dimiliki nilai fluktuasi di pasaran.
Bank sebagai kreditor berusaha menghindari timbulnya kredit macet, karena
semakin kecil kredit macet maka semakin lancar arus kas yang berasal dari kredit
yang masuk ke perbankan tersebut. Begitu sebaliknya bagi debitur sebagai
jaminan, semakin baik dan tepat waktu ia mengembalikan pinjaman maka
semakin baik pula reputasinya di mata perbankan. Aspek kelayakan usaha
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan kredit ini.Namun, ternyata dalam
pelaksanaannya masih terdapat ketidaklancaran debitur dalam pengembalian
kredit maupun pelunasan kredit. Hal ini dapat terjadi jika debitur tidak mampu
memenuhi kewajibannya dalam membayar angsuran kredit serta bunganya sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati.Berbagai implikasi yang mungkin terjadi
membuat pihak bank harus segera mengatasi kredit bermasalah agar tidak
mengalami kerugian.Pengendalian kredit dapat dilakukan sebelum merealisasikan
kredit kepada debitur.Analisis yang biasa digunakan untuk mempertimbangkan
pengajuan kredit yaitu prinsip 6C. Menurut Dendawijaya (2001), meliputi:
1. Character (C-1)
Analisis karakter berkaitan dengan integritas dari calon debitur. Integritas
ini sangat menentukan willingness to pay atau kemampuan membayar kembali
nasabah atas kredit yang telah dinikmatinya. Penilaian terhadap kemauan baik
nasabah untuk memenuhi kewajibannya memang agak sulit untuk dilaksanakan,
terlebih lagi untuk nasabah yang baru dikenal oleh bank. Penilaian lebih mudah
dilakukan jika telah terjalin hubungan antara bank dengan calon debitur atau dapat
dicarikan dari informasi yan mendukung, baik dari kalangan perbankan maupun
dari kalangan bisnis. Informasi dari kalangan perbankan diperoleh melalui surat
menyurat/korespondensi antar bank yang dikenal dengan Bank Information,
termasuk permohonan resmi ke Bank Indonesia untuk memperoleh informasi
tentang calon debitur, baik mengenai pribadinya maupun perusahaan yang
dimilikinya.
2. Capital (C-2)
Pembiayaan suatu proyek yang akan dijalankan debitur tidak seluruhnya
berasal dari bank, tetapi dibiayai bersama antara bank dan debitur. Oleh karena itu,
pihak (calon) debitur wajib memiliki sejumlah dana guna dapat berpartisipasi
dalam pembiayaan proyeknya. Perbandingan antara besarnya pembiayaan dari
bank dengan besarnya modal sendiri yang dapat disediakan nasabah atau yang
disebut dengan debt equity ratio. Penilaian terhadap permodalan sangat erat
hubungannya dengan nilai modal yang dimiliki calon nasabah guna membiayai
proyek yang akan dijalaninya. Besarnya kemampuan modal calon nasabah dapat

16
diketahui dari laporan keuangan perusahaan yang dimilikinya.Semakin besar
perusahaan yang dimiliki calon nasabah, semakin mudah memperoleh data
tentang modal sendiri.Perusahaan-perusahaan kecil umumnya tidak memiliki
laporan keuangan yang dapat di analisis oleh bank. Untuk itu, wirakredit (account
officer/credit officer) harus melakukan dialog, wawancara, dan kunjungan ke
perusahaan calon nasabah untuk menyusun sendiri perkiraan laporan keuangan
sehingga diperoleh informasi tentang modal sendiri yang bisa digunakan untuk
membiayai proyek di samping pembiayaan yang akan diberikan bank.
3. Capacity (C-3)
Capacity adalah penilaian terhadap calon nasabah kredit dalam hal
kemampuan memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam perjanjian
pinjaman atau akad kredit, yakni melunasi pokok pinjaman disertai bunga sesuai
dengan ketentuan dan syarat-syarat yang diperjanjikan. Kemampuan-kemampuan
calon nasabah yang harus diukur adalah:
a. Kemampuan (calon) nasabah menyediakan dana untuk pembiayaan,
b. Kemampuan (calon) nasabah untuk membangun proyeknya,
c. Kemampuan nasabah untuk menghasilkan produk dari proyeknya,
d. Kemampuan nasabah untuk menjual hasil produksinya,
e. Kemampuan nasabah untuk memperoleh laba dari penjualan tersebut,
f. Kemampuan nasabah untuk menyediakan cash yang memadai untuk
membayar kewajiban-kewajibannya kepada bank.
4. Conditions of Economy (C-4)
Suatu proyek yang akan dibiayai bersama oleh bank dan nasabah kredit
tentu memiliki berbagai ciri tertentu, misalnya jenis bisnis yang akan digeluti,
jenis produk (atau jasa) yang akan diproduksi, sasaran pasar yang akan dituju,
harga yang akan ditawarkan, promosi yang akan dijalankan, dan sebagainya.
Faktor-faktor bisnis yan berada di lingkungan sekitar lokasi proyek akan
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap ciri/corak bisnis atau proyek yang akan
dibangun, baik proyek baru maupun proyek perluasan.
5. Collateral (C-5)
Collateral atau agunan kredit merupakan salah satu syarat yang harus
dipenuhi terlebih dahulu sebelum permohonan kredit disetujui atau
dicairkan.Collateral atau agunan pada umumnya adalah barang-barang yang
diserahkan peminjam kepada bank sebagai jaminan atas kredit atau pinjaman yang
diterimanya.
6. Constrains (C-6)
Contraints merupakan faktor hambatan atau rintangan berupa faktor-faktor
sosial psikologis yang ada pada suatu daerah atau wilayah tertentu yang
menyebabkan suatu proyek tidak dapat dilaksanakan.
Kendala yang dihadapi oleh perbankan dalam penyalurkan KUR adalah
sulitnya memperoleh calon debitur yang sesuai dengan kriteria yan diinginkan
oleh bank dalam bekerjasama dengan lembaga penjamin masih belum
jelas.Sedangkan pada sisi UMKM, penyaluran KUR telah memberikan
kesempatan pada pengusaha untuk mengembangkan usahanya ke arah yang lebih
besar. Akibat kredit yang tidak dapat ditagih akan menimbulkan kerugian yang
harus ditanggung oleh pihak bank. Sepandai apapun analis dalam menganalisa
kredit, kemungkinan kredit macet pasti ada. Menurut Kasmir (2002), penyebab
kemacetan suatu kredit disebabkan oleh dua unsur sebagai berikut:

17
1. Pihak Perbankan
Analis kredit dalam melakukan analis kreditnya kurang teliti, sehingga apa
yang seharusnya terjadi tidak diprediksi sebelumnya atau mungkin salah dalam
melakukan perhitungan. Selain itu, dapat pula terjadi akibat solusi dari pihak
analis kredit dari pihak