Perencanaan Lanskap Bekas Tambang Batubara Sebagai Kawasan Wana Wisata di Desa Mandin Kecamatan Pulau Sebuku Kalimantan Selatan

PERENCANAAN LANSKAP BEKAS TAMBANG BATUBARA
SEBAGAI KAWASAN WANA WISATA DI DESA MANDIN
KECAMATAN PULAU SEBUKU KALIMANTAN SELATAN

ACHMAD FIRMAN MAULANA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Bekas Tambang Batubara Sebagai Kawasan Wana Wisata di Desa Mandin
Kecamatan Pulau Sebuku Kalimantan Selatan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Achmad Firman Maulana
NIM A44090058

ABSTRAK
ACHMAD FIRMAN MAULANA. Perencanaan Lanskap Bekas Tambang
Batubara Sebagai Kawasan Wana Wisata di Desa Mandin Kecamatan Pulau
Sebuku Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh SETIA HADI.
Tambang batubara dengan sistem penambangan terbuka dapat merubah
bentukan lanskap, mengubah susunan lapisan tanah, menimbulkan erosi,
menghilangkan vegetasi, penurunanan kualitas tanah yang mengakibatkan
degradasi lahan. Disisi lain, kegiatan pertambangan dapat menimbulkan dampak
positif seperti meningkatkan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, penyediaan
sumber energi dan pertumbuhan ekonomi. Kawasan bekas tambang pit Tanah
Putih terletak di Desa Mandin, Kecamatan Pulau Sebuku, Provinsi Kalimantan
Selatan. Analisis deskriptif dilakukan pada semua aspek. Analisis daya dukung
pada tapak menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, dan Wibowo (2003),
dihitung berdasarkan standar rata-rata individu dalam m2/orang. Kawasan tersebut

sesuai untuk dikembangkan menjadi kawasan wana wisata berbasis edukatif,
rekreatif dan konservatif dengan memanfaatkan kondisi sekitar tapak seperti
danau, high wall bekas tambang sebagai objek wisata yang dilengkapi dengan
fasilitas pelayanan pengunjung dengan suasana lanskap yang alami, aman dan
nyaman untuk mendukung keberlanjutan reklamasi. Perencanaaan lanskap ini
terbagi menjadi 4 zona ruang yaitu ruang penerimaan seluas 1.57 ha wisata edukasi
seluas 6.37 ha ruang rekreasi seluas 2.32 ha dan ruang konservasi 170.74 ha.
Aktivitas yang dikembangkan pada tapak terdiri dari wisata edukasi indoor,
wisata edukasi outdoor, rekreaasi dan wisata pendukung.
Kata kunci: perencanaan lanskap, bekas tambang, reklamasi, wisata

ABSTRACT
ACHMAD FIRMAN MAULANA. Landscape Planning of Post Coal Mining for
Ecotourism (Wana Wisata) at Mandin Village, Subdistrict of Sebuku Island,
South Borneo. Supervised by SETIA HADI
Coal mining with open pit mining systems can change landscape form and
soil layers, causing erosion, deprive of vegetation, and land degradation. On the
other hand, mining activities have some positive impacts, such as increase
national income, improve providing job, provision of energy and economic
growth. Refering to such changes need to be made efforts of reclamation. This

study located in a post mining areas in Sebuku Island, South Kalimantan
Province.The method of this study based on planning process by Gold (1980),
consist of preparation, site inventory, site analysis, synthesis, and landscape
planning. Descriptive analysis conducted in all aspects, such as land use,
topography, and hydrology. Analysis of carrying capacity according to Boulon in
Nurisjah, Pramukanto, and Sukijat (2003), calculated based on the average standar
of individual within m2/person. The area is suitable to be developed as ‘wana

wisata’ based on educative, recreative and conservative by utilizing sitesurrounding condition such as lake and post mining high wall which equipped
with services facilities for visitors with the sense of natural landscape that are safe
and convinient to support the sustainability of the reclamation. The result is a
landscape planning that divided the site into 4 zones: welcome area with space
covering an area of 1.57 ha, educational tourism zone 6.37 ha, recreation zone
2.32 ha, and conservation zone 170.74 ha. The activity developed on the site
consist of indoor and outdoor educational tourism, recreation, and supporting
tourism.
Keywords: Landscape planning, post mining, reclamation, tourism

PERENCANAAN LANSKAP BEKAS TAMBANG BATUBARA
SEBAGAI KAWASAN WANA WISATA DI DESA MANDIN

KECAMATAN PULAU SEBUKU KALIMANTAN SELATAN

ACHMAD FIRMAN MAULANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skrpsi : Perencanaan Lanskap Bekas Tambang Batubara Sebagai Kawasan
Wana Wisata di Desa Mandin Kecamatan Pulau Sebuku
Kalimantan Selatan
Nama

: Achmad Firman Maulana
NIM
: A44090058

Disetujui oleh

Dr Ir Setia Hadi, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

セ@
,. p Bekas Tambang Batubara Sebagai Kawasan
Judui Skripsi : P
i Desa Mandin Kecamatan Pulau Sebuku

Wan3
... an
Kaliman an
: Achmad Finnan _ 1aulana
Nama
NIM
: A44090058

Disetujui oleh

Dr Ir Setia Radio MS

Pembimbing

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

lJ


JAN 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
Perencanaan lanskap, dengan judul Perencanaan Lanskap Bekas Tambang
Batubara Sebagai Kawasan Wana Wisata di Desa Mandin Kecamatan Pulau
Sebuku Kalimantan Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Setia Hadi, MS. Selaku
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Joko
sebagai kepala teknik tambang PT BCS, Bapak Guritno dan Bapak Lukas sebagai
staff divisi ENVIRO PT BCS, terima kasih atas bimbingan di lapang. Terima
kasih kepada seluruh keluarga besar baik karyawan dan staff PT BCS yang telah
membantu selama proses pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Aba, Umi, Dian Nita Hikmahwati, Landscaper 46, dan
seluruh keluarga besar Css Mora IPB, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

Achmad Firman Maulana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Perumusan Masalah

3

Kerangka Pikir Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian


4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Lanskap

5

Pertambangan dan Lanskap Bekas Tambang

5

Reklamasi Lahan Bekas Tambang

6

Perencanaan Lanskap


7

Wisata

7

Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata

8

Sumberdaya untuk Kegiatan wisata

8

Konservasi Sumberdaya untuk Kegiatan wisata

9

Wana Wisata

10

METODOLOGI

11

Batasan Penelitian

11

Alat dan Bahan

11

Metode Penelitian

12

Tahapan Perencanaan Lanskap

12

KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN

15

Administrasi dan Geografis

15

Aksesibilitas

16

Kependudukan dan Sumber Penghasilan

16

Pendidikan dan Agama

17

Topografi dan Bentuk Lahan

18

Penggunaan Lahan

19

Kawasan Hutan

19

Izin Usaha Pertambangan

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

28

Aspek Fisik

28

Lokasi dan Aksesibilitas

28

Kondisi Eksisting Tapak

30

Jenis dan Karakteristik Tanah

34

Topografi dan Kemiringan Lahan

38

Hidrologi

43

Iklim

47

Kualitas Visual Lanskap

49

Aspek Biofisik

51

Vegetasi

51

Satwa

52

Aspek Sosial

54

Demografi

54

Perilaku dan Keinginan Penduduk

55

Aspek Wisata

56

Aspek Legal

56

Analisis dan Sintesis

58

Konsep

67

Konsep Dasar
Konsep Pengembangan

67
67

Konsep Ruang

67

Konsep Wisata

68

Konsep Fasilitas

69

Konsep Sirkulasi

69

Konsep Vegetasi

70

Perencanaan Lanskap

71

Rencana Ruang

72

Rencana Sirkulasi

74

Rencana Vegetasi

76

Rencana Daya Dukukng

77

Rencana Fasilitas

77

Rencana Pengelolaan

78

Rencana Lanskap

78

SIMPULAN DAN SARAN

91

Simpulan

91

Saran

91

DAFTAR PUSTAKA

92

LAMPIRAN

94

RIWAYAT HIDUP

96

DAFTAR TABEL
1 Bentuk dan sumber data
2 Kriteria penilaian dan skor
3 Luas wilayah dan persentase desa di Pulau Sebuku tahun 2010
4 Jumlah dan kepadatan penduduk di Kecamatan Pulau Sebuku
tahun 2011
5 Jumlah sekolah, kelas, murid dan guru tahun 2010
6 Kondisi pendidikan di Kecamatan Pulau Sebuku tahun 2011
7 Luas penggunan lahan di Pulau Sebuku
8 Luas kawasan hutan di Pulau Sebuku
9 Luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan di Pulau Sebuku
10 Luas area Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan di Pulau Sebuku
11 Luas kawasan hutan di dalam Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B), PT BCS.
12 Kriteria penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983)
13 Hasil analisis sifat fisisk tanah
14 Luas area tiap persentase (%) kemiringan lahan tapak
15 Jenis pohon yang ditanam di area reklamasi PT BCS
16 Jenis mamalia yang berada di kawasan tambang PT BCS
17 Jenis reptil yang berada di kawasan tambang PT BCS
18 Jenis burung yang berada di kawasan tambang PT BCS
19 Jenis amfibi yang berada di kawasan tambang PT BCS
20 Jumlah dan kepadatan penduduk Kecamatan Pulau Sebuku tahun 2011
21 Matapencaharian utama masyarakat Pulau Sebuku
22 Analisis dan sintesis aspek fisik tapak
23 Analisis dan sintesis aspek fisik tapak (lanjutan)
24 Analisis dan sintesis aspek fisik tapak (lanjutan)
25 Analisis dan sintesis aspek bioisik tapak
26 Analisis dan sintesis aspek sosial tapak
27 Analisis dan sintesis aspek wisata tapak
28 Matriks hubungan sumberdaya dengan aktivitas pada tapak
29 Program ruang, fungsi, dan luas yang direncanakan pada tapak.
30 Rencana sirkulasi pada tapak
31 Rencana daya dukung tiap ruang
32 Rencana ruang, fasilitas, aktivitas dan luas yang digunakan pada tapak

11
13
16
17
18
18
19
20
20
21
30
35
36
38
51
52
53
53
53
54
55
60
61
62
63
64
65
68
71
73
78
73

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian
2 Lokasi penelitian
3 Tahapan perencanaan (Gold 1980)
4 Peta batas administrasi desa Kecamatan Pulau Sebuku
5 Peta aksesibilitas menuju lokasi tambang pit Tanah Putih
6 Peta sumber penghasilan utama Kecamatan Pulau Sebuku
7 Peta penggunaan lahan Kecamatan Pulau Sebuku

4
11
12
22
23
24
25

8 Peta status kawasan hutan Kecamatan Pulau Sebuku
9 Peta Izin Usaha Pertambangan (IUP) Kecamatan Pulau Sebuku
10 Kondisi jalan menuju tapak
11 Peta analisis lokasi penelitian
12 Kondisi eksisting tapak
13 Peta kondisi eksisting tapak
14 Peta analisis kondisi eksisting tapak
15 Kondisi tanah pada tapak
16 Segitiga tekstur tanah
17 Peta lokasi pengambilan sampel tanah
18 Kondisi kemiringan lahan di lokasi tambang pit Tanah Putih
19 Peta topografi
20 Peta klasifikasi kelas kemiringan lahan
21 Peta analisis kemirirngan lahan
22 Kondisi hidrologi di lokasi tambang pit Tanah Putih
23 Peta hidrologi
24 Peta analisis hidrologi
25 Grafik hurah hujan bulanan daerah Pulau Sebuku periode 2004
26 Pengaruh vegetasi terhadap iklim mikro (Brooks 1988)
27 Kondisi hidrologi di lokasi tambang pit Tanah Putih
28 Peta analisis visual lanskap
29 Kondisi vegetasi pada tapak
30 Satwa pada tapak
31 Peta analisis komposit
32 Block plan
33 Diagram konsep ruang
34 Diagram konsep sirkulasi
35 Matriks hubungan antar ruang dalam tapak
36 Rencana ruang
37 Rencana sirkulasi
38 Rencana vegetasi
39 Rencana lanskap
40 Detail plan area wisata edukasi indoor
41 Detail plan area wisata edukasi outdoor
42 Detail plan area wisata edukasi pendukung
43 Detail plan area rekreasi
44 Ilustrasi area dan fasilitas wisata edukasi intdoor
45 Ilustrasi area dan fasilitas wisata edukasi outdoor
46 Ilustrasi area dan fasilitas wisata edukasi pendukung
47 Ilustrasi area dan fasilitas area rekreasi

26
27
28
29
21
32
33
34
36
37
39
40
41
42
43
45
46
47
48
49
50
52
54
59
66
67
70
72
73
75
79
82
83
84
85
86
87
88
89
90

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil analisis sifat kimia tanah
2. Hasil analisis sifat fisik tanah

94
95

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki komoditas pertambangan
batubara terbesar di dunia. Kalimantan Selatan merupakan kawasan yang kaya
akan lahan tambang khususnya tambang batubara. Produksinya mencapai 10%
dari produksi total batubara nasional. Salah satu penambangan batubara di
Kalimantan Selatan terletak di Pulau Sebuku, Kecamatan Pulau Sebuku Provinsi
Kalimantan Selatan. Kegiatan penambangan ini bersifat legal dan dikelola oleh PT
Bahari Cakrawala Sebuku (BCS).
Pulau Sebuku merupakan pulau kecil dengan luas wilayah sekitar 245.5 km2
sesuai dengan karakteristik ekosistem pulau-pulau kecil pada umumnya. Pulau
Sebuku mempunyai tingkat kerentanan ekosistem yang lebih tinggi dibandingkan
dengan wilayah daratan lainnya di Pulau Kalimantan. Oleh karena itu, kegiatan
pembangunan maupun pertambangan yang dilakukan di Pulau Sebuku harus lebih
hati-hati dan mempertimbangkan aspek lingkungan secara lebih sistematis.
Masalah ketersediaan air bersih, kerusakan ekosistem mangrove dan pencemaran
lingkungan merupakan permasalahan pulau kecil yang harus diperhatikan.
Kegiatan pembangunan dan pertambangan yang telah berlangsung di wilayah
Pulau Sebuku, antara lain penambangan batubara dan biji besi, pembangunan
pabrik baja dan pembangunan pelabuhan khusus yang diperkirakan akan
berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di wilayah Pulau
Sebuku.
Kerusakan lahan adalah berkurangnya atau hilangnya fungsi ekologis lahan
sebagai akibat terjadinya gangguan dan perubahan yang terjadi. Gangguan dan
perubahan tersebut dapat terjadi karena sebab alamiah maupun akibat dari
kegiatan manusia terhadap suatu lahan. Salah satunya perubahan kondisi atau
kerusakan lahan yang terjadi di Pulau Sebuku akibat dari kegiatan pertambangan.
Ada dua aktivitas kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan swasta
di Pulau Sebuku, yaitu tambang batubara yang dikelola oleh PT Bahari Cakrawala
Sebuku (BCS) dan tambang biji besi yang dikelola oleh PT Sebuku Iron Lateristic
Ore (SILO). Keduanya merupakan tambang terbuka yang menyebabkan
perubahan lahan baik dari aspek fisik maupun biofisik.
Pertambangan batubara yang dilakukan dengan sistem pertambangan secara
terbuka menyebabkan perubahan bentang lahan yang ekstrim. Penggalian lapisan
batubara yang terletak di bawah lapisan tanah menyebabkan timbulnya lubanglubang galian yang tidak dapat sepenuhnya ditutup kembali serta mengakibatkan
perubahan komposisi dan struktur lapisan tanah. Selain itu, upaya penimbunan
lubang galian bekas tambang dengan menggunakan prinsip pengembalian lapisan
tanah sebagai penutup terakhir pada waktu penataan lahan, namun tetap saja
menghasilkan kondisi lahan dengan material yang berbeda dibanding aslinya.
Lapisan tanah yag dikembalikan sebagai lapisan penutup sudah tercampur aduk
antara lapisan tanah atas dan bawah atau lapisan dari horizon A, B, bahkan C,
sehingga secara kimia terjadi pencampuran sifat-sifat yang dimiliki oleh masingmasing horizon tersebut. Sehingga secara fisik jelas sangat berbeda dari kondisi

2
awalnya karena terjadi perusakan struktur pada tanah tersebut. Dengan kata lain,
tanah hasil penutupan kembali pada lokasi pertambangan batubara memiliki
tingkat kesuburuan yang rendah baik dari sifat fisik maupun kimia. Seperti Bobot
Isi (BI) yang rendah, dalam hal ini maka porositas lapisan tanah hasil penutupan
kembali menjadi sangat kecil dengan akibat permeabilitas dan aerasi menjadi
sangat buruk. Potensi kerusakan lahan lain yang mungkin terjadi di areal
pertambangan batubara adalah terpotongnya drainase alamiah akibat perubahan
bentang lahan. Dalam penataan kembali maka hal ini perlu dipertimbangkan.
Kerusakan lahan lainnya adalah berupa erosi dan kemungkinan longsor. Oleh
sebab itu stabilisasi lereng dan recontouring merupakan bagian dari perencanaan
penutupan tambang.
Kondisi lahan pasca tambang biasanya sudah tidak lagi produktif. Selain itu,
memungkinkan adanya kandungan akumulasi polutan atau unsur logam berat
yang berbahaya melebihi ambang batas kesehatan dan lingkungan. Masalah utama
yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan dan
kimiawi yang berdampak pada air tanah dan air permukaan, kemudian berlanjut
secara fisik perubahan morfologi dan topografi lahan. Kegitan Pertambangan
batubara memberikan dampak positif bagi peningkatan pendapatan nasional.
Namun, dilain pihak pertambangan batubara juga memberikan dampak negatif
berupa penurunan kualitas fisik, kimia dan biologi bagi lingkungan. Penambangan
batubara dalam skala besar khususnya penambangan batubara dengan sistem
terbuka (open mining system) telah menyebabkan perubahan bentang alam,
peningkatan laju erosi, sedimentasi, degradasi tanah dan penurunan kualitas
perairan.
Bentuk upaya dalam perbaikan lingkungan pada area pertambangan adalah
kegiatan reklamasi. Kegiatan reklamasi meliputi dua tahapan, yaitu: (1) pemulihan
lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya, (2)
mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk
pemanfaatan selanjutnya (Direktorat Pengelolaan Lahan 2006).
Perbaikan lingkungan khususnya reklamasi lanskap bekas tambang batubara
sudah menjadi suatu kewajiban setiap perusahaan. Pihak PT BCS mempunyai
komitmen tinggi dalam pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakt, salah
satunya adalah pemanfaatan lahan bekas tambang sebagai kawasan wana wisata.
Bentuk wisata yang akan dikembangkan pada lokasi studi adalah wana wisata
yang bersifat edukatif, rekreatif dan konservatif yang bernuansa alami serta dapat
menarik minat pengunjung sekaligus memberikan pengetahuan tentang
pentingnya kepedulian terhadap lingkungan. Lokasi ini didukung oleh potensi
bentukan lahan bekas tambang yang mempunyai bentuk lahan yang bervariatif
dan pepohonan rimbun sekitar tapak.
Dinas pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan memiliki misi
yaitu mendukung terselenggaranya pengelolaan kegiatan pertambangan dan energi
yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Reklamasi lanskap bekas
tambang harus terus dilakukan untuk memulihkan kondisi lahan dengan penataan
pemanfaatan lahan agar tetap mendukung keberlanjutan reklamasi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya perencanaan lanskap bekas
tambang sebagai area wana wisata untuk mendukung keberlanjutan lanskap yang
sudah didilakukan proses reklamasi.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. menganalisis aspek fisik dan biofisik untuk mengetahui area potensial wisata
serta menunjang keberlanjutan area reklamasi;
2. menganalisis aspek sosial untuk preferensi dan pola wisata yang diinginkan
masyarakat;
3. merencanakan lahan bekas tambang yang berfungsi sebagai kawasan
konservasi dan wana wisata yang bersifat edukatif, rekreatif dan konservatif.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan untuk:
1. memberi masukan bagi pihak PT Bahari Cakrawala Sebuku (BCS) mengenai
kegiatan pengelolaan lanskap bekas tambang sebagai area wana wisata yang
berbasis konservasi dan berkelanjutan;
2. menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam proses perencanaan
lanskap bekas tambang.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini didasarkan pada
dampak dari kegiatan pertambangan terhadap kerentanan pulau kecil seperti Pulau
Sebuku. Proses pengembalian lahan bekas tambang harus dipertimbangkan dan
disesuaikan dengan kondisi fisik, biofisik dan sosial budaya yang berbasis
konservasi dan berkelanjutan. Optimalisasi kegiatan reklamasi menjadi salah satu
pertimbangan penting dalam menentukan keberhasilan pengembalian lahan bekas
tambang, dalam penelitian ini diusulkan dalam bentuk wana wisata. Lokasi studi
ini dilakukakan pada lahan bekas tambang yang sudah terjadi penurunan kualitas
lingkungan.
Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini akan melihat karakter dan kondisi lanskap bekas tambang
yang baru dihentikan kegiatan pertambangannya dan masih dalam proses
reklamasi. Menganalisis aspek fisik, biofisik agar dapat mengetahui kesesuaian
lahan untuk wana wisata serta menentukan beberapa aktivitas wisata yang bisa
dikembangkan. Perencanaan ini juga menganalisis aspek wisata seperti objek atau
daya tarik pada tapak dan aspek sosial yang menyangkut demografi, preferensi
masyarakat dan aspek legal pemerintah dalam perencanaan kawasan bekas
tambang. Diagaram kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

4
Lanskap bekas tambang batubara
Reklamasi lanskap bekas tambang batubara
Pemanfaatan kawasan reklamasi

Aspek fisik dan biofisik
- Lokasi dan aksesibilitas,
kondisi eksisting, jenis dan
karakteristik tanah, topografi
dan kemiringan lahan,
hidrologi, iklim, kualitas visual
lanskap

Aspek wisata
- Objek dan
atraksi

Aspek sosial dan budaya
- Demografi, preferensi
masyarakat, dan aspek legal

Potensi dan kendala

Analisis kesesuaian lahan

Analisis aspek legal dan preferensi
masyarakat
Konsep
Zonasi

Rencana lanskap bekas tambang sebagai kawasan wana wisata

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini mencakup
survei pendahuluan dan observasi lapang untuk menentukan lingkup lokasi
penelitian. Setelah itu, dilakukan pengumpulan data baik data primer maupun
sekunder dan penyusunan data secara terstruktur dalam bentuk deskriptif
kualitatif, kuantitaif, tabular dan spasial. Kegiatan analisis dilakukan untuk
menganalisis aspek fisik, biofisik, sosial budaya, dan aspek legal untuk
menentukan potensi dan kendala, serta kesesuaian kondisi tapak untuk
dikembangkan sebagai kawasan wana wisata yang dapat menunjang keberlanjutan
kegiatan reklamasi.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap
Menurut Simonds (1983), lanskap adalah suatu bentang alam dengan
karakter tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Dalam suatu
lanskap karakter harus menyatu secara harmonis dan alami untuk memperkuat
karakter dari lanskap tersebut. Eckbo dan Laurie (1986) mendefinisikan bahwa
lanskap adalah bagian dari kawasan lahan yang dibangun atau dibentuk oleh
manusia terutama diluar bangunan termasuk jalan, utilitas dan alam yang
dirancang untuk tempat tinggal manusia.
Gold (1980) membedakan elemen lanskap atas tiga elemen yaitu: elemen
lanskap makro, mikro dan buatan manusia. Elemen lanskap makro meliputi iklim
(curah hujan, suhu, kelembaban udara, arah angin dan kecepatan angin) serta
kualitas visual tapak. Elemen lanskap mikro meliputi topografi (kontur,
kemiringan lahan, dan pola drainase), jenis dan keadaan tanah, vegetasi, satwa,
dan hidrogafi. Sedangkan elemen lanskap buatan manusia meliputi jaringan
transportasi, tataguna lahan, dan struktur bangunan.
Pertambangan dan Lanskap Bekas Tambang
Penambangan merupakan proses pemindahan timbunan tanah penutup
overburden seperti topsoil, subsoil, dan batuan lainnya yang didalamnya terdapat
simpanan mineral yang dapat dipindahkan. BAPPEDA (2011) mengemukakan
bahwa kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan
sebagai berikut.
1. Eksplorasi
2. Pembangunan infrastruktur, jalan akses dan sumber energi
3. Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman
4. Ekstraksi dan pembuangan limbah batuan
5. Pengolahan biji dan operasional
6. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya
Menurut Sitorus (2000), kegiatan penambangan terdapat dua jenis yaitu
Penambangan permukaan (surface atau shallow mining) dan Penambangan dalam
(subsurface atau deep mining). Menurut Feriansyah (2009), kegiatan
penambangan terbuka open mining dapat mengakibatkan gangguan seperti:
1. menimbulkan lubang besar pada permukaan tanah
2. penurunan muka tanah atau bentuk cadangan pada sisa bahan galian yang
dikembalikan ke dalam lubang galian.
3. mengganggu proses penanaman kembali vegetasi pada galian tambang yang
ditutupi kembali atau yang ditelantarkan terutama bila terdapat bahan beracun,
kurang bahan organik, humus atau unsur hara yang tercuci.
4. bahan galian tambang apabila ditumpuk atau disimpan dapat mengakibatkan
bahaya longsor, dan senyawa beracun dapat tercuci ke daerah hilir.

6
5. penanaman kembali vegetasi pada galian tambang yang ditutupi atau yang
ditelantarkan. Penambangan yang dibiarkan terlantar akan mengakibatkan
permasalahan.
Reklamasi Lahan Bekas Tambang
Salah satu kegiatan pengakhiran tambang adalah reklamasi. Reklamasi
merupakan upaya penataan kembali kawasan bekas tambang agar bisa menjadi
kawasan yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan. Tujuan jangka
pendek reklamasi lahan bekas tambang adalah membentuk bentang alam yang
stabil terhadap erosi. Selain itu reklamasi juga bertujuan untuk mengembalikan
kawasan bekas tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai
lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaikan dengan
tataguna lahan bekas tambang dan tergantung pada berbagai faktor, diantaranya:
potensi ekologis lokasi tambang, keinginan masyarakat, dan peraturan pemerintah.
Kawasan bekas tambang yang telah direklamasi harus dipertahankan agar tetap
terintegrasi dengan bentang alam dan ekosistem sekitarnya.
Menurut Soelarno (2007), tujuan utama dari perencanaan penutupan
tambang adalah harus memenuhi hal-hal sebagai berikut.
1. Pemulihan fungsi lahan menjadi lahan yang produktif dan dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan.
2. Melindungi keselamatan dan kesehatan masyarakat.
3. Meminimumkan kerusakan lingkungan.
4. Melakukan konservasi terhadap beberapa objek yang dilindungi.
5. Melakukan tindakan pencegahan terhadap kemiskinan akibat dampak sosial
ekonomi.
Dalam rangka menjamin ketaatan perusahaan pertambangan untuk
melakukan upaya reklamasi sesuai dengan rencana awal reklamasi, perusahaan
pertambangan wajib menyediakan jaminan reklamasi, yang besarnya sesuai
dengan rencana biaya reklamasi yang telah mendapat persetujuan oleh Menteri,
Gubernur, Bupati dan Walikota sesuai kewenangannya. Jaminan reklamasi dapat
berbentuk deposito berjangka, bank garansi, asuransi, dan cadangan akuntansi
(accounting reserve). Jaminan tersebut harus ditempatkan oleh perusahaan
pertambangan sebelum perusahaan tersebut memulai usaha produksi atau
eksploitasi pertambangan (ESDM 2008). Peraturan Menteri Energi dan
Sumberdaya Mineral (ESDM) No. 18 Tahun 2008 juga menyebutkan bahwa
dalam melaksanakan reklamasi dan penutupan tambang wajib memenuhi prinsipprinsip lingkungan hidup, keselamatan dan kesehatan kerja, serta konservasi
bahan galian. Prinsip-prinsip lingkungan hidup meliputi:
1. perbaikan kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta udara
sesuaibaku mutu lingkungan
2. adanya stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan
bekas tambang serta struktur buatan (man-made structure) lainnya
3. memperhatikan keanekaragaman hayati
4. melakukan pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya
5. peningkatan aspek sosial, budaya, dan ekonomi.

7
Perencanaan Lanskap
Proses perencanaan lanskap ditujukan pada penggunaan volume dan ruang.
Setiap volume memiliki bentuk, ukuran, bahan, tekstur, warna dan kualitas yang
berbeda, semuanya dapat diekspresikan dan dimanfaatkan dengan baik agar
fungsi-fungsi yang direncanakan tercapai (Simonds 1983). Menurut Laurie (1985)
perencanaan merupakan suatu awal proses yang dapat mengalokasikan kebutuhan
manusia serta menghubungkan satu sama lain di dalam maupun di luar tapak.
Kegiatan perencanaan diawali dengan pemahaman terhadap kondisi tapak,
manusia sebagai pengguna tapak dengan aktivitasnya, aturan atau kebiasaan yang
diinginkan.
Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat sistematis yang
digunakan untuk menentukan saat awal dan keadaan yang diharapkan serta cara
terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan. Perencanaan lanskap dapat
dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain sebagai berikut.
1. Pendekatan sumber daya, yaitu penentuan tipe cara alternatif aktivitas
berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.
2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan
seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa
yang dapat disediakan pada masa yang akan datang.
3. Pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan
aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.
4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan
perilaku manusia.
Dalam merencanakan suatu kawasan terdapat hal-hal yang harus
diperhatikan menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995) adalah sebagai berikut.
1. Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar
2. Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang
akan direncanakan
3. Menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik
4. Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan
yang dapat menampilkan masa lalunya.
Wisata
Wisata adalah pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari
50-150 mil dari tempat tinggal atau pekerjaan rutinnya menuju suatu tempat
tertentu, dimana aktivitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada ditempat
yang dituju dan ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasi keinginan
mereka (Gunn 1993). Menurut Pendit (2002), wisata adalah salah satu jenis
industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan
lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektorsektor produktif lainnya. Menurut Holden (2000), wisata tidak sekedar
mengadakan perjalanan, tetapi juga berinteraksi dengan lingkungan dengan
menggunakan sumberdaya yang ada.

8
Brunn (1995) mengkategorikan wisata menjadi 3 jenis yaitu:
1. ecotourism, green tourism, atau alternative tourism, merupakan wisata yang
berorientasi pada lingkungan untuk menghubungkan kepentingan industri
kepariwisataan dan perlindungan terhadap wisata alam atau lingkungan
2. wisata budaya, merupakan kegiatan pariwisata dengan kekayaan budaya
sebagai objek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan
3. wisata alam, aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi
alam atau daya tarik panoramanya.
Menurut Gunn (1993), sumberdaya wisata mencakup objek dan atraksi
wisata, aksesibilitas dan amenitas. Suatu kawasan wisata memiliki kemampuan
untuk mendukung aktivitas pengguna, hal ini disebut daya dukung wisata.
Menurut Gold (1980), daya dukung wisata merupakan kemampuan suatu kawasan
wisata secara alami, fisik, dan sosial yang dapat mendukung pengguna aktivitas
wisata dan dapat memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan.
Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata
Menurut Booth dan Hiss (2004), lanskap yang mengelilingi suatu kawasan
merupakan lingkungan yang paling penting. Lanskap ini menyediakan berbagai
kebutuhan, estetika, dan kegunaan fungsi psikologi bagi yang pengunjung,
pengelola, dan orang-orang yang melintasinya. Merencanakan penataan lanskap
untuk kawasan wisata adalah upaya untuk menata dan mengembangkan suatu
areal dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisata sehingga kerusakan
lingkungan akibat pembangunannya dapat diminimumkan, tetapi pada saat yang
bersamaan kepuasan wisatawan dapat terwujudkan.
Perencanaan lanskap kawasan wisata, terutama wisata alam adalah
merencanakan suatu bentuk penyesuaian program rekreasi dengan suatu lanskap
untuk menjaga kelestariannya. Program wisata alam dibuat untuk menciptakan
lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan
aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan dan
kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan
karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan
wisata (Knudson 1980). Adapun pendekatan perencanaan kawasan wisata di
sekitar penggunan area river-basin adalah dengan menghindari dan mengatasi
masalah-masalah yang berhubungan dengan air seperti rapid run off. Erosi,
pengendapan air, banjir, kekeringan, dan perencanaan, serta memastikan bahwa
kemungkinan-kemungkinan pengembangan area preservasi, konservasi, restorasi,
dan lainnya dapat dilakukan. Seluruh area daratan yang berorientasi air harus
direncanakan dalam suatu cara untuk mendapatkan keuntungan maksimum dari
keistimewaan air dengan tetap mempertahankan integritas atau keutuhannya
(Simonds 1983)
Sumberdaya untuk Kegiatan Wisata
Sumberdaya untuk kegiatan wisata adalah tempat tujuan bagi setiap orang
yang melakukan wisata, merupakan suatu kesatuan ruang tertentu dan dapat

9
menarik keinginan untuk berwisata. Menurut Gold (1980), ketersediaan
sumberdaya untuk aktivitas wisata dapat dapat dilihat dari jumlah dan kualitas
dari sumberdaya yang tersedia serta dapat digunakan pada waktu tertentu. Untuk
mengetahui sumberdaya yang tersedia dapat dapat dilakukan inventarisasi,
kemudian dianalisis potensi dan kendalanya. Klasifikasi sumberdaya menurut
tujuannya dapat dibagi menjadi tiga yaitu tujuan komersil untuk kepuasan
pengunjung dan direncanakan bagi kenyamanan pengunjung, untuk pelestarian
sumberdaya, dan tujuan pertengahan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung
yang seimbang dengan pengelolaan sumberdaya (Knudson 1980).
Suatu kawasan wisata memiliki dua macam sumberdaya utama yang dpat
dijadikan potensi dari suatu kawasan wisata (Widada 2008), yaitu:
1. Sumberdaya non-hayati, yaitu air dimana sangat berperan penting bagi
kehidupan baik di dalam kawasan maupun kehidupan masyarakat disekitar
kawasan
2. Sumberdaya hayati, yaitu flora dan fauna yang terdaapat dikawasan.
Masalah mengenai penyebaran tanaman eksotis, lokal yang sangat tinggi
dan keberadan satwa endemik diperlukan pengendalian agar keberadaannya
tetap terjamin.
Menurut Simonds (1983), sebagai sebuah sumberdaya, badan air memiliki
potensi penggunaan rejreasi baik diwilayah perairannya sendiri maupun di
sepanjang tepiannya. Badan air memiliki nilai keindahan, dimana pemandangan
dan suara air membangkitkan perasaan yang menyenangkan sekaligus
menenangkan.
Konservasi Sumberdaya untuk Kegiatan Wisata
Menurut Marsono (2004), konservasi sumberdaya alam hayati adalah
pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara
bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memlihara
dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Aspek-aspek konservasi
meliputi: (1) kawasan penyangga kehidupan yang perlu dilindungi agar
terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (2) pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa liar yang dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka
alam, dan (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya, seperti pemanfaatan untuk kepentingan pariwisata alam, ilmu
pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan budaya, dan (4) biaya pelestarian
suaka adalah sangat tinggi.
Tindakan konservasi memastikan sumberdaya alam hayati tersedia untuk
dimanfaatkan baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang. Terdapat
dua pendekatan dasar untuk mengkonservasi menurut Melchias (2001), yaitu:
1. konservasi insitu, menjaga dan melestarikan tumbuhan dan hewan dalam
habitat aslinya.
2. konservasi ex-situ, menjaga dan melestarikan tumbuhan dan hewan di luar
habitat asli, seperti di kebun raya dan kebun binatang.

10
Wana Wisata
Menurut Sari (2007), objek wisata alam adalah sumberdaya alam yang
berpotensi dan mempunyai daya tarik bagi wisatawan yang ditujukan untuk
pembinaan cinta alam, baik dalam kegiatan alam maupum pembudidayaan.
Sementara itu, bentuk kegiatan yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam
yang mempunyai daya tarik bagi wisatawan dan tata lingkungannya disebut
wisata alam. Pada umumnya yang menjadi daya tarik utama wisata alam adalah
kondisi alamnya. Definisi wisata menurut Gunn (1994) adalah suatu pergerakan
temporal manusia menuju tempat selain dari tempat biasa mereka tinggal dan
bekerja, selama mereka tinggal di tujuan tersebut mereka melakukan kegiatan dan
diciptakan fasilitas untuk mengakomodasi kebutuhan mereka. Kelly (1998)
mengutarakan klasifikasi bentuk wisata yang dikembangkan berdasarkan pada
bentuk utama atraksi (attractions) atau daya tarik yang kemudian ditekankan pada
pemasarannya. Bentuk wisata tersebut antara lain berupa ekowisata (ecotourism),
wisata alam (nature tourism), wisata petualangan (adventure tourism), wisata
berdasarkan waktu (getaway and stay), dan wisata budaya (cultural ecotourism).
Wana wisata adalah objek-objek wisata alam yang dibangun dan
dikembangkan oleh Perum Perhutani di dalam kawasan hutan produksi atau hutan
lindung secara terbatas dengan tidak mengubah fungsi pokoknya. Ruang lingkup
pengusahaan wisata alam Perum Perhutani mencakup wana wisata yang dikelola
oleh Perum Perhutani serta seluruh kegiatan di dalamnya yang berkaitan dengan
ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, wisata alam, dan olah raga. Bentuk
aktivitas rekreasi yang dapat dilakukan di wana wisata berdasarkan waktu yang
dibutuhkan, dapat dibagi atas (Perum Perhutani 1987):
1. Wisata bermalam merupakan kegiatan bermalam di lingkungan hutan,dalam
upaya mendekati dan lebih menghayati keadaan alam sekitar.
2. Wisata harian merupakan kegiatan rekreasi siang hari di kawasan hutan untuk
mencari kesegaran dan mendekatkan diri pada alam.
Menurut Nadiar (1994), wana wisata dapat dibedakan sebagai wana wisata
harian, wana wisata bermalam yang dilengkapi sarana penginapan berupa pondok
wisata atau pesangrahan dan bumi perkemahan. Menurut Luthfi H dan Andi
(1996), sebagai salah satu komponen wisata terdapat beberapa kelebihan dari
wana wisata yaitu sifatnya yang alami, udara yang bersih dan sejuk, objek yang
menarik dan luas. Kelebihan ini menjadikan wana wisata memiliki prospek yang
baik pada masa yang akan datang.
Perum Perhutani (1989) mengungkapakan secara garis besar sasaran usaha
pembangunan dan pengembangan wana wisata di Perum Perhutani antara lain:
1. menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi masyarakat luas dengan me
ikmati keindahan, keunikan serta kenyamanan suasana lingkungan yang alami;
2. menyediakan tempat bagi sarana pengembangan ilmu pengetahuan flora, fauna,
ekologis hutan serta pembinaan rasa cinta alam bagi generasi muda;
3. memperluas kesempatan berusaha untuk membantu meningkatkan pendapatan
masyarakat sekitar;
4. menunjang usaha pemerintah dalam memajukan pembangunan sektor
pariwisata.

11

METODOLOGI
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada area bekas tambang di pit Tanah
Putih yang terletak di Desa Mandin, Kecamatan Pulau Sebuku, Kalimantan
Selatan. Pengambilan data dan survei lapang dilakukan selama dua minggu yaitu
pada April 2013 sampai Mei 2013.

1. Kalimantan Selatan

2. Pulau Sebuku

3. pit Tanah Putih

Sumber: http://www.google.com dan AMDAL PT BCS tahun 2006

Gambar 2 Lokasi penelitian
Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi hingga tahap perencanaan tapak dan diwujudkan
berupa gambar rencana lanskap (site plan) dan beberapa gambar penunjang lain.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning System
(GPS), kamera digital, papan jalan, alat gambar dan peta. Beberapa software
pendukung untuk mengolah data terdiri dari AutoCAD 2010, Adobe Photoshop
CS3, Arc Gis 9.3 dan Adobe Ilustrator CS5. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari peta dan data-data primer maupun sekunder. Data,
sumber data dan cara pengambilan data yang diambil dalam penelitian ini bisa
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Bentuk dan sumber data
Data
Data kondisi umum

Sumber data

Cara pengambilan data

Letak, luas dan batastapak
Aspek fisik dan biofisik

Primer dan sekunder

Survei lapang dan studi pustaka

Kondisi eksisting tapak

Primer dan sekunder
Primer dan sekunder

Survei lapang dan studi pustaka
Survei lapang dan studi pustaka

Primer dan sekunder

Survei lapang dan studi pustaka

Tanah
Hidrologi

12
Tabel 1 Bentuk dan sumber data (lanjutan)
Data
Topografi dan kemiringan
Iklim dan kenyamanan
Vegetasi dan satwa
Kualitas visual lanskap

Sumber data
Primer dan sekunder
Primer dan sekunder
Primer dan sekunder

Primer

Cara pengambilan data
Survei lapang dan studi pustaka
Survei lapang dan studi pustaka
Survei lapang dan studi pustaka
Survei lapang

Objek dan atraksi
Aspek legal

Primer dan sekunder

Survei lapang dan studi pustaka

RTRW
Hukum legalitas

Sekunder
Sekunder

Studi pustaka
Studi pustaka

Aspek wisata

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yang dikemukakan
oleh Gold (1980). Tahap perencanaannya meliputi kegiatan inventarisasi, analisis,
sintesis dan perencanaan lanskap.

Gambar 3 Tahapan perencanaan (Gold 1980)
Tahapan Perencanaan Lanskap
Proses perencanaan lanskap sebagai kawasan wana wisata pada lahan bekas
tambang batubara di desa Mandin, Kecamatan Pulau Sebuku, Provinsi
Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut.
1. Persiapan
Persiapan awal meliputi perumusan masalah dan penetapan tujuan
penelitian. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data-data sekunder terkait topik
dan lokasi penelitian. Hasil pada tahap ini berupa proposal penelitian dan
perizinan.

13
2. Inventarisasi
Inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui survei atau pengamatan langsung pada tapak, baik
berupa survei atau wawancara. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka. Data
terkait aspek sumberdaya didapat berdasarkan studi pustaka, dokumen-dokumen
PT BCS berupa peta-peta spasial, data kualitatif, data kuantitatif serta survey
lapang berupa foto-foto kondisi lapang dan wawancara.
3. Analisis
Pada tahap analisis dilakukan setelah data dan informasi yang dibutuhkan
sudah lengkap seperti aspek fisik, biofisik dan aspek sosial. Kegiatan analisis ini
dilakukan untuk menentukan potensi dan kendala, serta pemecahan masalah pada
tapak. Aspek fisik dianalisis secara spasial dan menghasilkan peta kondisi
eksisting, kemiringan lahan dan hidrologi. Analisis aspek sosial dilakukan untuk
mengetahui keinginan, preferensi masyarakat terhadap pengembangan kawasan
bekas tambang sebagai kawasan wana wisata. Analisis ini melihat hasil
wawancara dan data sekunder.
Analisis sumberdaya wisata melihat potensi-potensi pada tapak yang dapat
menjadi objek wana wisata. Menurut Nurisjah (2007) objek wisata adalah andalan
utama bagi pengembangan kawasan wana wisata dan didefinisikan sebagai suatu
keadaan alam dan perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, serta
sejarah dan tempat yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Potensi
yang memiliki ciri khas dan estetika yang baik, dapat menjadi objek wisata utama
pada kawasan wana wisata yang secara spasial berupa peta kualitas visual
lanskap.
Tabel 2 Kriteria penilaian dan skor
Aspek
Kondisi
eksisting

*

Standar kesesuaian
- Tapak didominasi oleh lahan terbuka,
tidak terdapat struktur bangunan dan
vegetasi selain ground cover.
- Tapak cukup didominasi oleh
penggunaan lahan terbuka, terdapat
beberapa vegetasi dan struktur
bangunan. Beberapa area reklamasi
masuk pada kriteria ini.
- Tapak dominan dengan bangunan dan
vegetasi.

Kriteria kesesuaian
Sesuai

Kemiringan
lahan

Hidrologi

Skor*
1

Cukup sesuai

2

Tidak sesuai

3

- Datar dan landai
- Agak curam
- Curam dan terjal

Sesuai
Cukup sesuai
Tidak sesuai

1
2
3

- Tidak terdapat area inlet, outlet
ataupun drainase
- Terdapat inlet, outlet dan drainase
- Area inlet, outlet utama yang rentan
terhadap daya dukung

Sesuai

1

Cukup sesuai
Tidak sesuai

2
3

baik=1, sedang=2, buruk=3
Sumber: De Chiara dan Koppleman (1990), USDA (1968) dalam Hardjowigeno
dan Widiatmaka (2007).

14
Analisis dilakukan menggunakan metode spasial dan metode deskriptif
kuantitatif. Metode spasial dilakukan terhadap aspek kondisi eksisting,
kemiringan lahan dan hidrologi. Peta analisis yang akan dihasilkan ditentukan
sesuai dengan penilaian dan skor. Kemudian dilakukan overlay untuk
mendapatkan peta komposit. Analisis deskriptif kuantitatif dilakukan pada semua
aspek untuk mengetahui potensi dan kendala pada tapak, kemudian dilakukan
pembahasan mengenai solusi untuk pengembangan potensi dan kendala. Analisis
daya dukung pada tapak menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, dan
Wibowo (2003), dihitung berdasarkan standar rata-rata individu dalam m2/orang
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

DD

= A/S

T

= DD x K

K

= N/R

Keterangan:
DD
= Daya dukung
A
= Area yang digunakan wisatawan
S
= Standar rata-rata individu
T
= Total hari kunjungan yang diperkenankan
K
= Koefisien rotasi
N
= Jam kunjungan per area yang diijinkan
R
= Rata-rata waktu kunjungan
4. Sintesis
Tahap sintesis diperoleh pengembangan tapak yang berdasarkan hasil
analisis spasial maupun deskriptif. Hasil dari sintesis berupa block plan yang
menunjukkan zona pengembangan kawasan, kemudian ditentukan konsep dasar
dan pengembangan konsep. Pengembangan konsep terdiri dari konsep ruang,
konsep aktivitas, konsep fasilitas, konsep sirkulasi dan vegetasi. Penentuan
konsep dasar dan pengembangan konsep ini akan dijadikan sebagai acuan dalam
perencanan kawasan tersebut.
5. Perencanaan Lanskap
Pada tahap ini adalah pengembangan dari rencana blok (block plan) menjadi
rencana lanskap (landscape plan) yang meliputi rencana ruang, sirkulasi, rencana
fasilitas, rencana vegetasi, rencana aktivitas dan rencana daya dukung. Setelah
diperoleh rencana ruang maka dihitung daya dukung tiap ruang agar jumlah
pengunjung pada kawasan wana wisata tidak melebihi dari kapasiatas yang telah
dihitung dan direncanakan, sehingga dapat menjaga kelestarian dan mendukung
keberlanjutan reklamasi. Tahap ini merupakan kelanjutan dari konsep yang akan
dikembangkan menjadi suatu bentuk perencanaan lanskap yang menggambarkan
berbagai fasilitas untuk mendukung kegiatan atau aktivitas, tata letak dan elemen
lanskap yang sesuai dengan tujuan perencanaannya sebagai kawasan wana wisata.

15

KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN
Administrasi dan Geografis
Pulau Sebuku adalah sebuah pulau kecil yang mempunyai luas wilayah
245.5 km2 dengan panjang sekitar 25 km dan lebar sekitar 12 km. Pulau Sebuku
termasuk dalam wilayah Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Pulau
Sebuku juga merupakan satu wilayah administrasi kecamatan yaitu kecamatan
Pulau Sebuku dengan ibukota kecamatan terletak di Sungai Bali, yang terdiri dari
8 desa yaitu Desa Sekapung, Kanibungan, Mandin, Belambus, Sarakaman, Sungai
Bali, Rampa, dan Tanjung Mangkuk. Selain itu, di daerah Pulau Sebuku juga
terdapat pulau-pulau kecil yang eksotis, antara lain: Pulau Manti, Pulau Samber
Gelap, dan Pulau Lari-larian. Pulau Sebuku terkenal dengan deposit batubara, biji
besi dan minyak bumi yang saat ini sudah dieksploitasi oleh beberapa perusahaan
swasta, antara lain PT Baharai Cakrawala Sebuku (BCS) yang mengelola
pertambangan batubara dan PT Sebuku Iron Lateric Ores (SILO) yang mengelola
biji besi. Luas wilayah dan persentase desa di Pulau Sebuku dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tapak penelitian terletak di kawasan tambang pit Tanah Putih yang berada
pada kordinat 116020’43’’BT dan 3031’20’’LS. Secara administratif lokasi
tambang pit Tanah Putih terletak di Desa Mandin, Kecamatan Pulau Sebuku,
Provinsi Kalimantan. Secara administratif lokasi tambang pit Tanah Putih terletak
di Desa Mandin, Kecamatan Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, Provinsi
Kalimantan. Tambang pit Tanah Putih mulai beroperasi dan secara resmi
mendapatkan izin oleh Keputusan Dirjen Pertambangan Umum No.
519178.K/25013/DDJP/19986)
sekaligus
pemegang
Perjanjian
Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan telah disetujui oleh Menteri
Pertambangan dan Energi pada tanggal 24 September 1996 melalui surat No.
3378.0115/SJ.T/1996. Pada saat ini lokasi pada tapak penelitian sedang dilakukan
proses hydroseeding dan recountouring, yang bertujuan untuk pemulihan kondisi
fisik tanah menggunakan vegetasi penutup tanah dan meminimalkan area dengan
kelerengan yang curam. Lokasi tambang pit Tanah Putih berada di bagian tengah,
sebelah barat Pulau Sebuku dan mempunyai luas sekitar 5 871 ha. Luas area yang
digunakan untuk tapak penelitian pada pit Tanah Putih adalah 181 ha dengan luas
daratan sekitar 130 ha dan luas danau sekitar 51 ha. Danau tersebut terbentuk
akibat dari kegiatan pasca tambang yang mengakibatkan lubang atau cekungan
besar dan terisi air ketika hujan. Danau pada tapak penelitian mempunyai
kedalaman yang bervariasi. Peta batas administrasi desa kecamatan Pulau Sebuku
dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel luas wilayah dan persentase desa di Pulau
Sebuku tahun 2010 bisa dilihat pada Tabel 3. Batas keliling tapak penelitian
antara lain:
1. utara
: tambang aktif
2. selatan
: hutan produksi
3. timur
: area reklamasi
4. barat
: hutan produksi dan Cagar Alam Selat Sebuku

16
Tabel 3 Luas wilayah dan persentase desa di Pulau Sebuku tahun 2010
No
Desa
Luas (Km2)
Persentase (%)
1 Sekapung
37.00
15.07
2 Kanibungan
46.00
18.74
3 Mandin
29.00
11.81
4 Belambus
12.00
4.89
5 Sarakaman
34.00
13.85
6 Sungai Bali
34.00
13.85
7 Rampa
17.00
6.92
8 Tanjung Mangkuk
36.50
14.87
Total
245.50
100.00
Sumber: BAPPEDA Kotabaru, Kalimantan Selatan tahun 2011

Aksesibilitas
Akses menuju ke lokasi tapak penelitian dapat dicapai dengan speed boat
selama 2 jam dari Kotabaru menuju Dermaga Tanjung Kepala (dermaga khusus
yang dibangun oleh PT BCS ). Kemudian dari dermaga Tanjung Kepala ke lokasi
tambang pit Tanah Putih dapat diakses dengan menggunakan kendaraan yang
disediakan oleh perusahaan melalui jalan pengangkutan tambang. Lokasi tambang
PT BCS juga dapat ditempuh dengan pesawat Twin Otter HC-06, Seri 300 selama
55 menit dari Kota Balikpapan.
Sebagian besar akses jalan pada kawasan tambang PT BCS dibangun pada
tahun 1997. Seiring dengan dimulainya kegiatan penambangan, rata-rata kondisi
jalan tersebut mengikuti alur-alur jalan setapak yang telah ada sebelumnya. Pada
kawasan tambang pit Tanah Putih terdiri dari dua tipe jalan, yaitu jalan akses
kegiatan utama tambang yang dilalui oleh kendaraan pengangkutan batubara dan
jalan akses untuk kegiatan observasi yang hanya bisa dilalui kendaraan patroli.
Kondisi jalan menuju tapak penelitian masih dalam bentuk padatan tanah, hal ini
mengakibatkan kondisi jalan berdebu ketika panas