Perencanaan Lanskap Wisata Alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa Kecamatan Tanjung Sari Bogor
PERENCANAAN LANSKAP WISATA ALAM
DI WANA WISATA PENANGKARAN RUSA
KECAMATAN TANJUNG SARI BOGOR
AGENG RAMADANA GANESYA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
(2)
(3)
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perencanaan Lanskap Wisata Alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa Kecamatan Tanjung Sari Bogor”adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belumdiajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumberdata dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupunyang tidak diterbitkan dari penulis laintelah disebutkan dalam teks dandicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ageng Ramadana Ganesya
(4)
ABSTRAK
AGENG RAMADANA GANESYA. Perencanaan Lanskap Wisata Alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa Kecamatan Tanjung Sari Bogor. Dibimbing oleh ALINDA F.M. ZAIN
Wana Wisata Penangkaran Rusa (WWPR) merupakan salah satu wisata alam yang menjadi tujuan wisata di Indonesia.WWPR memiliki banyak objek wisata alam yang saat ini belum dikembangkan oleh Perhutani.Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi karakteristik lanskap WWPR, (2) menganalisis potensi wisata dan kendala pada tapak untuk dikembangkan sebagai objek wisata alam dan (3) menyusun konsep dan mengembangkan rencana lanskap WWPR melalui penataan ruang, sirkulasi, aktivitas, fasilitasyang mendukung interpretasi pada tapak. Tahapan penelitian ini menggunakan metode dari Gold yang dimodifikasi (1980) yang meliputi: 1. Pengumpulan data, 2. Analisis, 3. Sintesis, 4. Perencanaan. Tahap analisis dilakukan secara deskriptif dan spasial dengan menggunakan skoring dan pembobotan terhadap aspek fisik dan wisata.Hasil analisis menghasilkan 3 zona kesesuaian wisata alam yaitu zona dengan tingkat kesesuaian tinggi, sedang, dan rendah.Konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah WWPR dapat menjadi kawasan wisata alam dengan memaksimalkan potensi wisata baik yang ada di kawasan dan di sekitar kawasan.Hasil akhir dari penelitian ini adalah rencana lanskap WWPR mencakup pembagian ruang, jalur sirkulasi, aktivitas, dan fasilitas.
Kata kunci: objek wisata, perencanaan lanskap, wisata alam.
ABSTRACT
AGENG RAMADANA GANESYA. The Nature-Tourism Landscape Planning of Wana Wisata Penangkaran Rusa, Tanjung Sari Subdistrict-Bogor. Supervised by ALINDA F.M. ZAIN
Wana Wisata Penangkaran Rusa (WWPR) is one of nature-based tourism
destination in Indonesia. WWPR have many potential tourism objects that haven’t
developed by Perhutani. The objectives of this study are: (1) to identify landscape character of WWPR, (2) to analyze the potential and constraints of the site to be developed as a nature-based tourism object, and (3) to develop the concept and site plan for WWPR historical tourism object through spatial, circulation, activity, and facility program which supporting nature interpretation of the site. The method was used in this study is modification of Planning and Design method by Gold (1980) which has 4 steps: 1. Data Inventory, 2. Analysis, 3. Sinthesis, 4. Planning Proccess. The analysis used descriptive and spatially by using scoring and weighting to physical and tourist aspect and resulted threesuitability zones for nature-based tourism development with high, medium, and low values. The conceptual planfor the site is WWPR as a nature-based tourism object by developing all potential objects in site and around site. The final product of the study is site plan including spatial plan, circulation, plans of activities and facilities.
(5)
KECAMATAN TANJUNG SARI BOGOR
AGENG RAMADANA GANESYA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperolehgelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
(6)
Judul Penelitian : Perencanaan Lanskap Wisata Alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa Kecamatan Tanjung Sari Bogor Nama Mahasisiwa : Ageng Ramadana Ganesya
NRP : A44080004
Departemen : Arsitektur Lanskap
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Alinda F.M. Zain, Msi.
NIP. 1960126 199103 2 002
Diketahui,
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr.
NIP. 19601022 19860 1 001 Tanggal Disetujui:
(7)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perencanaan Lanskap Wisata Alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa Kecamatan Tanjung Sari Bogor”. Penyusunan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian lapang yang dilakukan selama tiga bulan yaitu Februari sampai Mei 2012. Skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan kelulusan di Departemen Arsitektur Lanskap untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Banyak pihak yang telah turut serta membantu dan memberikan kontribusinya dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala hormat penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Alinda F.M. Zain, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran. Vera D. Damayanti, SP, MLA selaku dosen yang membimbing penulis dalam pembuatan proposal. Dr.Ir. Afra D.N. Makalew, MSi dan Dr. Kaswanto SP, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan. Selain itu ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Fitriyah Nurul H. Utami, ST, MT. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan banyak nasehat dan masukan selama penulis menempuh jenjang pendidikan S1, pihak Perhutani dan pihak pengelola Wana Wisata Penangkaran Rusa yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan informasi demi penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua tercinta yang senantiasa memberikan dukungan moral,seluruh dosen dan staf civitas akademik Departemen Arsitektur Lanskap IPB, Lidya Widiastuti, sahabat-sahabat angkatan 43, 44, 45, 46, dan 47 serta pihak-pihak lainnya yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan dan pengembangan penelitian selanjutnya. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amin.
Bogor, Agustus 2014
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR v
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Manfaat 2
Kerangka Pikir 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Lanskap 4
Wisata 4
Wana Wisata 6
Wisata Alam 7
Perencanaan Lanskap 8
Daya Dukung 9
METODOLOGI 11
Lokasi dan Waktu 11
Alat dan Bahan 11
Batasan Studi 12
Metode dan Tahapan Penelitian 12
Proses Penelitian 13
Persiapan 13
Inventarisasi 13
Analisis 15
Sintesis 17
Konsep dan Pengembangan Konsep 17
Perencanaan Lanskap 17
KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 18
Gambaran Umum Kawasan Wana Wisata Penangkaran Rusa 18
(9)
Aspek Fisik-Biofisik 22
Fisik 22
Topografi dan kemiringan lahan 22
Karakteristik dan jenis tanah 27
Hidrologi 27
Penutupan lahan 27
Iklim 28
Biofisik 32
Vegetasi 32
Satwa 33
Aspek Wisata 35
Kualitas Visual 35
Potensi Daya Tarik Wisata 36
Aksesibilitas dan Fasilitas Pendukung 42
Pengunjung 45
Aspek Sosial 49
Akseptabilitas Masyarakat 49
PersepsiMasyarakat 50
Hasil Analisis 50
Sintesis 53
Pengembangan Konsep 56
Perencanaan Lanskap 59
Rencana Ruang 59
Rencana Sirkulasi 60
Rencana Aktivitas Wisata 63
Rencana Fasilitas 65
Rencana Lanskap 67
SIMPULAN DAN SARAN 73
DAFTAR PUSTAKA 74
(10)
Lampiran 1. Kuisioner penelitian untuk masyarakat 76 Lampiran 2. Kuisioner penelitian untuk pengunjung 78
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jenis, bentuk, dan sumber data 14
Tabel 2. Sebaran penduduk Desa Buana Jaya berdasarkan tingkat pendidikan 21 Tabel 3. Sebaran penduduk Desa Buana Jaya berdasarkan mata pencaharian 22 Tabel 4. Presentase luas kemiringan lahan (daratan) 23
Tabel 5. Penilaian potensi kemiringan lahan 23
Tabel 6. Penilaian potensi penutupan lahan 28
Tabel 7. Penilaian potensi vegetasi 33
Tabel 8. Potensi objek wisata WWPR 37
Tabel 9. Penilaian kelayakan objek dan atraksi wisata 39 Tabel 10. Tingkat kelayakan objek dan atraksi wisata 40 Tabel 11. Potensi/kendala fasilitas eksisting di WWPR 42
Tabel 12. Data jumlah dan rata-rata pengunjung 46
Tabel 13. Karakteristik penduduk Desa Buana Jaya 49
Tabel 14. Hasil analisis potensi dan kendala beserta solusinya 50 Tabel 15. Hubungan antara fungsi, aktivitas, dan fasilitas 62
Tabel 16. Rencana sirkulasi dalam kawasan WWPR 63
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka pikir 3
Gambar 2. Pola sirkulasi; (a) linear, (b) radial, (c) spiral, (d) grid, dan (e) jaringan 6
Gambar 3. Peta orientasi lokasi penelitian 11
Gambar 4. Tahapan perencanaan modifikasi Gold (1980) 13
Gambar 5. Peta batas tapak penelitian 19
Gambar 6. Akses menuju WWPR dari (a) Jakarta dan (b) Bekasi 20 Gambar 7. Akses menuju WWPR dari (a) Bogor dan (b) Depok 20
Gambar 8. Peta topografi 24
(11)
Gambar 12. Peta hidrologi 30
Gambar 13. Peta penutupan lahan 31
Gambar 14. Grafik fluktuasi suhu 32
Gambar 15. Peta vegetasi 34
Gambar 16. Kondisi alam yang menjadi good view kawasan wisata 35
Gambar 17. Kualitas visual buruk 36
Gambar 18. Peta kualitas visual 41
Gambar 19. Peta sebaran objek wisata 44
Gambar 20. Grafik peningkatan pengunjung 45
Gambar 21. Grafik hasil kuisioner 48
Gambar 22. Peta komposit analisis 54
Gambar 23. Block plan 55
Gambar 24. Diagram pembagian ruang 60
Gambar 25. Diagram sirkulasi 61
Gambar 26. Rencana lanskap 68
Gambar 27. Rencana detail lanskap 69
Gambar 28. Gerbang masuk kawasan Wana Wisata Penangkaran Rusa 70 Gambar 29. Aktivitas interpretasi alam dan menyusuri sungai cibeet 70
Gambar 30. Aktivitas di menara pandang 71
Gambar 31. Aktivitas pengamatan satwa liar pada canopy trail 71
Gambar 32. Aktivitas di camping ground 72
(12)
(13)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kejenuhan yang ditimbulkan oleh kepadatan aktivitas kota membuat masyarakat menuntut ketersediaan sarana dan prasarana, seperti kegiatan wisata alam karena membutuhkan suasana baru yang alami dengan kesegaran berbeda dari nuansa kota. Wisata alam merupakan salah satu alternatif kegiatan yang disediakan untuk menunjang kebutuhan rekreasi pengunjung yang berarti juga mengharmonisasikan aktivitas manusia dengan keberlanjutan lingkungan alam, tumbuhan, dan hewan.
Kegiatan wisata alam bisa dikembangkan dalam beberapa bentuk ekosistem. Salah satunya adalah kawasan hutan, baik pada kawasan hutan produksi, hutan lindung, maupun hutan konservasi. Perhutani sebagai badan usaha yang melakukan usaha-usaha produktif di bidang pengusahaan hutan saat ini memiliki perubahan paradigma usaha. Usaha Perhutani tidak lagi hanya berorientasi pada kayu saja, tetapi berorientasi pada semua komponen sebagai suatu kesatuan ekosistem seperti kegiatan wisata. Perhutani menyadari sepenuhnya potensi yang dimiliki hutan dan membentuk suatu kawasan wisata yang disebut wana wisata.
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten khususnya Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor memiliki potensi wisata dengan keragaman bentang alam berupa hutan, pegunungan, keunikan flora dan faunanya, serta ciri khas berbagai fenomena alam seperti air terjun, gua, dan keindahan panorama alam. Hal ini memberi peluang untuk dapat dikembangkan pengelolaannya guna memperoleh manfaat hutan melalui wisata. Salah satu daerah di Bogor yang potensial untuk pengembangan wisata alam yaitu Wana Wisata Penangkaran Rusa (WWPR). Lokasi WWPR terletak di Desa Buana Jaya Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Bogor dan termasuk dalam wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Cariu, Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jonggol, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor. WWPR terletak di tepi jalur jalan alternatif Jakarta-Bandung yang melewati Jonggol.
WWPR mempunyai potensi sebagai objek wisata yang didukung oleh keunikan alam dan letaknya yang strategis. Hal ini menjadikan WWPR sebagai suatu Objek Wisata Alam (OWA) yang sangat prospektif yang mampu menarik wisatawan. Di samping itu WWPR juga merupakan wilayah yang memiliki daya tarik wisata berupa scenic value hutan hujan pegunungan bawah untuk kegiatan wisata alam. Kondisi alam kawasan WWPR relatif masih alami sehingga mampu menambah daya tarik kawasan tersebut dan layak untuk dikembangkan untuk kegiatan wisata alam agar bernilai jual tinggi. Sampai saat ini, potensi daya tarik wisata yang dimiliki WWPR belum dikenal oleh masyarakat umum. Masyarakat lebih mengenal Objek Wisata Alam di Puncak, Bogor, Jawa Barat yang menyebabkan kawasan tersebut menjadi padat wisatawan. Kondisi ini memberikan peluang bagi WWPR untuk dikembangkan menjadi objek wisata alternatif guna mengurangi kepadatan yang terjadi di kawasan Puncak.
Namun demikian, kondisi kawasan WWPR saat ini belum dikelola secara optimal oleh pihak pengelola dalam hal ini Perum Perhutani KPH Bogor untuk
(14)
dijadikan sebagai Objek Wisata Alam. Fungsi awal kawasan WWPR sebagai hutan produksi membuat pihak pengelola belum memiliki zonasi kawasan wisata yang sesuai kaidah dan konsep wisata alam. Adanya aktivitas masyarakat sekitar kawasan dalam memanfaatkan sumber daya alam (seperti perambahan hutan dan penambangan pasir) di kawasan WWPR juga cenderung mengarah pada tindakan merusak dan mengancam keberadaan kawasan WWPR. Hal ini sulit dicegah dan dikendalikan mengingat kawasan WWPR merupakan salah satu kawasan yang menjadi penyangga kehidupan di daerah sekitarnya. Oleh karena itu, diperlukan tindakan yang dapat mendukung upaya konservasi terhadap hutan yang selanjutnya dapat menjaga kelestarian kawasan wisata.
Agar kelestarian alam kawasan wisata dapat terjaga dan berkelanjutan serta dampak negatif dapat diminimalisir, maka diperlukan perencanaan penataan lanskap. Knudson (1980) menjelaskan bahwa program wisata, khususnya wisata alam dibuat untuk menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan dan kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan wisata. Perencanaan lanskap yang baik akan menghasilkan pengembangan kawasan disertai dengan program yang dapat menjadikan kawasan wisata yang berkelanjutan. Hal itulah yang mendasari dilakukan penelitian penataan lanskap kawasan wisata alam di WWPR.
Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian tentang perencanaan lanskap wisata alam di Wana Wisata Alam Penangkaran Rusa di Kecamatan Tanjung Sari Bogor adalah sebagai berikut:
1. mengidentifikasi dan menganalisis karakter lanskap Wana Wisata Penangkaran Rusa,
2. mengidentifikasi dan menganalisis potensi wisata Wana Wisata Penangkaran Rusa untuk pengembangan wisata alam, serta
3. menyusun rencana kawasan wisata alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa.
Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. arahan bagi Perum Perhutani untuk mengembangkan Wana Wisata Penangkaran Rusa menjadi kawasan wisata alam.
2. masukan bagi pemerintah Kabupaten Bogor untuk memulai perencanaan daerah tujuan wisata dengan konsep wisata alam.
(15)
Kerangka Pikir
Berikut adalah kerangka pikir dalam melakukan perencanaan kawasan wisata alam di WWPR. Kawasan Wana Wisata Penangkaran Rusa merupakan salah satu kawasan konservasi berupa hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani. Kawasan tersebut memiliki sumberdaya hutan yang berpotensi dikembangkan sebagai kawasan wisata alam. Kawasan Wisata Alam di WWPR ini memiliki potensi sumberdaya biofisik, objek, dan wisatawan pengunjung yang dinilai dapat menjadi pemicu penggerak perekonomian lokal dari sektor pariwisata. Oleh karena itu, diperlukan sinergitas di antara aspek-aspek tersebut agar kualitas lingkungan kawasan tidak menurun dan tetap berkelanjutan (sustainable). Perencanaan penataan lanskap yang baik dan sesuai dengan kaidah wisata berkelanjutan diperlukan sebagai upaya pelestarian sumberdaya di kawasan Wana Wisata Penangkaran Rusa dan keterpaduan antara beberapa aspek penting dari kawasan tersebut seperti yang terdapat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka pikir
Wana Wisata Penangkaran Rusa (WWPR) di Desa Buana Jaya, Bogor
Wisata Biofisik
Sistem transportasi dan aksesibilitas Daya tarik wisata Fasilitas dan
utilitas Pengunjung
Sosial Potensi tapak
Akseptabilitas Persepsi Topografi &
kemiringan lahan Tanah
Penutupan lahan Keanekaragaman
Hayati Hidrologi Iklim Visual
Kondisi eksisiting
Zona kesesuaian untuk kegiatan wisata alam
Block Plan
Pengembangan konsep wisata alam
Rencana lanskap wisata alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa
(16)
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap
Menurut Forman dan Godron (1986), lanskap sebagai area lahan heterogen menyusun sebuah cluster interaksi ekosistem-ekosistem yang berulang pada bentuk yang sama pada setiap bagian. Simonds (1983) mengemukakan lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat digolongkan sebagai lanskap yang baik (beauty) apabila memiliki kesatuan yang harmoni dalam hubungan antara seluruh komponen pembentuknya dan dikatakan jelek
(ugliness) bila tidak terdapat unsur kesatuan diantara komponen-komponen
pembentuknya. Selanjutnya Simonds (1983) menyatakan bahwa lanskap adalah bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia.
Wajah alami bumi (lanskap) tersebut, apabila dipandang dari setiap tempat ternyata mempunyai karakter-karakter lanskap tertentu yang terbentuk secara alami. Karakter ini terbentuk karena adanya kesan harmoni dan kesatuan dari elemen yang ada di alam, seperti bentuk suatu lahan, formasi batuan, vegetasi, dan binatang. Derajat harmoni atau kesatuan dari elemen-elemen lanskap tidak hanya diukur dari kesan menyenangkan yang ditimbulkan, tetapi juga dari segi keindahan. Keindahan dapat diartikan sebagai hubungan harmoni yang nyata dari seluruh komponen perasaan (Simonds 1983). Lanskap adalah wajah dan karakter lahan atau tapak bagian dari muka bumi ini dengan segala kehidupan dan apapun yang berada di dalamnya, baik yang bersifat alami maupun buatan manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh segenap indera kita dapat menjangkau dan membayangkan.
Karakter lanskap alami adalah area dimana seluruh elemen-elemen alami memiliki keharmonisan dan kesatuan (Simonds 1983). Salah satu bentuk lanskap alami yaitu daerah berhutan yang berfungsi sebagai penghasil kayu, watershed, preservasi, dan daerah rekreasi ruang terbuka.
Forman dan Godron (1986) menyatakan bahwa hutan tropis adalah salah satu tipe lanskap sebagai bentuk ekosistem dan merupakan habitat serta jalur pergerakan satwa. Lanskap tersebut memiliki kontras yang rendah dimana variasi elemen lanskap yang berdekatan rendah dan transisinya luas.
Wisata
Wisata adalah suatu pergerakan sementara manusia dari tempat tinggal atau pekerjaannya menuju suatu tujuan tertentu, dimana aktivitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada pada tempat yang dituju dan ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasikan keinginan mereka (Gunn 1994). Hasil yang akan diperoleh dari aktvitas wisata adalah pengalaman dan kepuasan yang timbul pada saat berada di tempat-tempat wisata.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), kawasan wisata merupakan suatu areal atau jalur pergerakan wisata yang memiliki objek dan daya tarik wisata tentunya dapat dikunjungi, disaksikan, dan dinikmati wisatawan. Kawasan ini
(17)
memiliki lanskap alam yang indah, budaya yang dipadukan dengan perubahan kondisi sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Holden (2000) menyatakan bahwa kawasan wisata berkaitan erat dengan karakteristik lanskap setempat, yaitu keindahan, kondisi lingkungan yang sehat dan bersih, iklim yang sesuai, memberi kenyamanan dan ketenangan, estetis, dan lingkungan sekitarnya mencirikan karakter yang kuat terhadap kawasan.
Objek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan wisata. Objek wisata dapat dibedakan menjadi beberapa bagian antara lain:
1) alam, yaitu segala sesuatu yang berasal dari alam yang dimanfaatkan dan diusahakan di tempat wisata yang dapat dinikmati dan memberikan kepuasan kepada wisatawan.
2) budaya, yaitu segala sesuatu yang berupa daya tarik yang berasal dari seni dan kreasi manusia.
Objek wisata adalah andalan utama bagi pengembangan kawasan wisata dan didefinisikan sebagai suatu keadaan alam dan perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, serta sejarah dan tempat yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Atraksi wisata diartikan sebagai segala perwujudan dari sajian alam serta kebudayaan yang secara nyata dapat dikunjungi, disaksikan, serta dinikmati wisatawan di suatu kawasan wisata.
Menurut Suwantoro (1997) daya tarik wisata dari suatu objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasarkan pada adanya sumberdaya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman, dan bersih, adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya, adanya ciri khusus atau spesifikasi yang bersifat langka, sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir, serta memiliki daya tarik yang tinggi terhadap keindahan alamnya ataupun nilai khusus suatu objek buah karya manusia pada masa lampau.
Berdasarkan Yoeti (1997) atraksi wisata merupakan sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan melalui suatu pertunjukkan (shows) yang khusus diselenggarakan untuk para wisatawan. Objek wisata dapat dilihat atau disaksikan tanpa membayar. Dalam atraksi wisata untuk menyaksikannya harus dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan objek wisata dapat dilihat tanpa dipersiapkan terlebih dahulu. Objek dan segala atraksi wisata yang diperlihatkan merupakan daya tarik utama yang membuat seseorang datang berkunjung ke suatu tempat dan keasliannya harus dipertahankan, sehingga wisatawan hanya dapat melihat dan menyaksikan objek dan atraksi wisata hanya di tempat tersebut.
Jalur wisata merupakan jalur yang dapat menghubungkan antara satu ruang dengan ruang lainnya dan dibentuk oleh pola sirkulasi. Pada umumnya digunakan beberapa pola sirkulasi, diantaranya linear, radial, spiral, grid, dan jaringan (Gambar 2).
Jalur intepretasi merupakan rute yang dirancang guna objek intepretasi dijelaskan dengan bantuan pemandu, tanda-tanda, pamphlet atau peralatan elektronik. Tujuannya adalah agar pengunjung mendapatkan pengetahuan terkait lingkungan alam dari pengalaman secara langsung di lapangan. Lintasan jalur menjadi salah satu hal yang harus dipersiapkan dalam kegiatan intepretasi. Trails
(18)
adalah lintasan jalan setapak untuk pejalan kaki yang biasa digunakan pada wisata alam atau wisata perjalanan menuju objek tujuan tertentu.
Bentuk trails dapat berupa lintasan dalam tapak (interior trails), di luar tapak (exterior trails), atau lintasan alami (natural trails) (Douglas 1975). Rute lintasan dapat melalui kawasan hutan (forest trails) untuk menyaksikan, menikmati, mempelajari, atau mengkaji keindahan flora dan fauna serta fenomena alam di kiri-kanan lintasan. Jalan setapak di pedesaan (pedestrian trails) atau kawasan hutan (forest trails) juga tergolong sebagai natural trails. Lintasan selain berfungsi sebagai akses penghubung juga memberikan keindahan pandangan.
Keindahan diperoleh dari kualitas alami dan kesederhanaan. Desain untuk perjalanan mengutamakan elemen lokal sehingga pengembangannya lebih ditujukan pada kepentingan konservasi. Pengunjung berjalan lalu berhenti sejenak untuk piknik atau istirahat serta interpretasi keindahan alam. Pada area konservasi lintasan disesuaikan dengan bentuk lahan guna meminimalisir pengaruh negatifnya. Lintasan harus aman, menghindari daerah berbahaya, memiliki keindahan pandangan dan objek yang khas, nyaman, tidak terlalu jauh dan licin, mudah dilalui, dilengkapi papan petunjuk, dan tidak mengganggu kehidupan alami. Fasilitas di tepi jalan dapat berupa shelter atau gazebo. Jarak lintasan jauh atau dekat tergantung bentuk tapaknya. Pola alur lintasan tunggal melingkar dengan awal dan akhir di satu titik adalah bentuk ideal untuk lintasan alami.
Wana Wisata
Wana wisata adalah objek wisata alam yang lokasinya berada di hutan lindung atau hutan produksi, yang termasuk di dalamnya kawasan Perhutani (Perhutani 2013). Berdasarkan kegiatannya wana wisata yang dikembangkan oleh PT. Perhutani dibedakan menjadi dua macam (Perhutani 1980), yaitu:
Gambar 2. Pola sirkulasi; (a) linear, (b) radial, (c) spiral, (d) grid, dan (e) jaringan
(19)
1) wana wisata bermalam, yaitu tempat untuk menginap atau bermalam, contohnya bumi perkemahan.
2) wana wisata tak bermalam (day recreation), yaitu lapangan terbuka dengan sekedar fasilitas, antara lain bangku-bangku piknik.
Menurut PHPA atau Pelestarian Hutan dan Perlindungan Alam (1988), pola pengembangan wana wisata yang dianut PT. Perhutani adalah:
1) pengembangan objek rekreasi hendaknya sesederhana mungkin dan diusahakan dapat mempertahankan bentuk dan keadaan aslinya.
2) jenis rekreasi yang dibangun dapat memenuhi berbagai motivasi dan dapat dijangkau oleh golongan masyarakat ekonomi lemah.
3) objek rekreasi mengandung segi-segi rekreasi, edukasi (pembinaan cinta alam), dan olah raga.
Menurut PHPA (1988), kecuali dua macam kegiatan wana wisata bermalam dan tak bermalam, tempat tersebut dapat dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan:
1) lintas jalan kaki, yaitu selebar ±2 m untuk jalan kaki yang tidak sukar sehingga orang dapat berjalan dengan santai selama kurang lebih 1,5 jam. 2) lintas hutan indah, jalur jalan kaki yang disediakan dengan tujuan menikmati,
mempelajari, dan mengkaji keadaan alam, fenomena hutan, flora dan fauna, dan sebagainya yang terdapat di kanan-kiri jalur jalan setapak dan hutan. 3) penangkaran hewan.
4) perlindungan bahaya, misal: jurang, tanah longsor, hewan berbahaya. 5) ekowisata dan pendidikan.
Wisata Alam
Wisata alam adalah suatu kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, Taman Buru, Hutan Lindung, dan Hutan Produksi. Sedangkan Gunn (1994) menyatakan bahwa wisata alam merupakan kegiatan wisata dengan atraksi utamanya berupa lima bentuk dasar alam: air, perubahan topografi, flora, fauna, dan iklim.
Potensi alam seperti daerah yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu dan mengalami modifikasi lanskap yang akan sangat menarik bagi pengunjung. Flora dan fauna endemik yang sangat bervariatif untuk dijadikan objek berbagai kegiatan seperti pengamatan, pemotretan hingga berburu. Dilihat dari beberapa pemaparan di atas maka dapat diketahui bahwa karakteristik wisata alam mengharuskan adanya kegiatan wisata yang dilakukan di alam, dimana bentuk interaksi yang dilakukan pengunjung dengan objek wisata tersebut dapat secara langsung (arum jeram, panjat tebing, lintas alam, dll) atau secara tidak langsung
(birdwatching, melihat pemandangan alam, dll). McKinnon dkk (1990)
menyatakan beberapa faktor yang membuat suatu kawasan menarik bagi pengunjung, yakni:
1) letak, dekat atau jauh terhadap bandar udara internasional atau pusat wisata. 2) perjalanan ke kawasan tersebut mudah dan nyaman, perlu sedikit usaha, sulit
(20)
3) kawasan tersebut memiliki atraksi yang menonjol misalnya satwa liar yang menarik atau khas untuk tempat tertentu.
4) kemudahan untuk melihat atraksi atau satwa dijamin. 5) memiliki beberapa keistimewaan berbeda.
6) memiliki budaya yang sangat menarik. 7) unik dalam penampilannya.
8) mempunyai objek rekreasi pantai, danau, sungai, air terjun, kolam renang, atau tempat rekreasi lainnya.
9) dekat dengan lokasi lain yang menarik wisatawan sehingga dapat menjadi bagian kegiatan wisata lain.
10) pemandangan yang indah di sekitar kawasan. 11) ketersediaan makanan dan akomodasi.
Perencanaan Lanskap
Perencanaan lanskap adalah salah satu bentuk produk utama dalam kegiatan arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap ini merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik, dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan, termasuk kesehatannya. Pada tahap perencanaan dipilih konsep pengembangan dalam bentuk tata ruang, tata hijau, fasilitas dan aktivitas tapak yang mengacu pada tujuan serta fungsi yang telah ditetapkan (Avenzora 2008).
Knudson (1980) mengemukakan perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah, dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis, yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut, dimana perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain:
1) pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas rekreasi dan wisata berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya;
2) pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan yang dapat disediakan pada masa yang akan datang;
3) pendekatan ekonomi, yaitu penentuan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi;
4) pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia.
Untuk menghasilkan suatu rencana dan rancangan areal wisata yang baik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, dipelajari, dan dianalisis. Nurisjah dan Pramukanto (1995) menyebutkan yaitu potensi dan kendala tersedia, potensi pengunjung, kebijakan dan peraturan yang terkait dengan sumberdaya dan
(21)
penggunannya, alternatif dan dampak dari perencanaan dan pelaksanaan ulang dilakukan dan pemantauan hasil perencanaan dan perancangan.
Nurisjah dan Pramukanto (1995) menambahkan, terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan diantaranya sebagai berikut: 1) mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar; 2) memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang
akan direncanakan;
3) menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik;
4) merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan yang dapat menampilkan kesan masa lalunya;
Perencanaan lanskap kawasan wisata, terutama wisata alam adalah merencanakan suatu bentuk penyesuaian program rekreasi dengan suatu lanskap untuk menjaga kelestariannya. Program wisata alam dibuat untuk menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan dan kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan wisata (Knudson 1980).
Daya Dukung
Daya dukung adalah suatu konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari melalui ukuran kemampuannya. Konsep ini dikembangkan terutama untuk mencegah kerusakan atau degradasi dari sumberdaya alam dan lingkungan. Akibatnya, keberadaan kelestarian dan fungsinya dapat terwujud dan pada saat ruang yang sama juga pengguna atau masyarakat pemakai sumber daya tersebut berada dalam kondisi sejahtera dan atau tidak dirugikan (Nurisjah et al. 2003). Odum (1971) menyatakan bahwa daya dukung merupakan pembatasan penggunaan dari suatu areal yang memiliki beberapa faktor alam dan lingkungan. Hendee, Stankey, dan Lucas (1978), menyatakan daya dukung sebagai suatu ukuran batas maksimum penggunaan suatu area berdasarkan kepekaan atau toleransinya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor alami seperti ketersediaan makanan, ruang untuk tempat hidup, dan tempat berlindung atau air.
Knudson (1980) menyatakan bahwa daya dukung merupakan penggunaan secara lestari dan produktif dari suatu sumberdaya yang dapat diperbaharui
(renewable resources). Daya dukung merupakan kemampuan sumberdaya
rekreasi untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi yang diinginkan. Daya dukung juga menyangkut daya dukung fisik lokasi dan sosial. Dalam konteks pariwisata, daya dukung didefinisikan sebagai tingkat keberadaan pengunjung yang menciptakan dampak pada masyarakat, lingkungan, dan perekonomian setempat yang diterima baik oleh pengunjung masyarakat maupun lingkungan serta aktivitas wisata yang berkelanjutan (Undang-Undang No.23 Tahun 1997).
Daya dukung ekologis suatu tapak atau kawasan, menurut Pigram (1983) dinyatakan sebagai tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem, baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan di
(22)
dalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologi kawasan atau ekosistem tersebut, termasuk estetika lingkungan/alami yang dimilikinya. Kawasan yang menjadi perhatian utama dalam penilaian daya dukung ekologis ini adalah jenis kawasan atau ekosistem yang rapuh (fragile) dan yang tidak pulih (unrenewable).
Daya dukung suatu kawasan dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dalam suatu kawasan, dimana kondisi yang telah melampaui batas daya dukung ini akan menimbulkan penurunan dalam tingkat dan kualitas pengalaman atau kepuasan pemakai pada kawasan tersebut. Berdasarkan pengamatan WTO dan UNEP (1992) terdapat faktor-faktor sumberdaya alam dan lingkungan yang umumnya mempengaruhi daya dukung suatu kawasan wisata alam termasuk taman nasional di dalamnya, yaitu:
1) ukuran ruang atau area yang digunakan;
2) kerapuhan (fragility) atau kepekaan sumber daya alam dan lingkungan; 3) topografi dan vegetasi penutup;
4) sumber daya hidupan liar (wildlifes) yang meliputi penyebaran, jumlah, keanekaragaman, spesies utama/kunci dan yang menarik;
(23)
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu
Penelitian mengenai perencanaan lanskap dilaksanakan di Wana Wisata Penangkaran Rusa (WWPR), Perhutani terletak di Desa Buana Jaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor (Gambar 3). Kawasan WWPR terletak pada ketinggian antara 200-500 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Agustus 2012.
Alat dan Bahan
Dalam kegiatan penelitian ini, digunakan beberapa perangkat untuk mendukung proses pengumpulan dan pengolahan data. Adapun alat dan bahan yang digunakan tersebut antara lain:
Alat:
a. GPS (Global Positioning System) Garmin 76CSx,
b. Kamera digital untuk mendokumentasikan kondisi tapak, Gambar 3. Peta orientasi lokasi penelitian
(24)
c. Software penunjang perencanaan lanskap
(Auto CAD,AdobePhotoshop,Google Sketchup),
d. Kuesioner untuk mengetahui karakteristik dan persepsi pengunjung.
Bahan:
a. Google Earth 2010,
b. Peta-peta kawasan Wana Wisata Penangkaran Rusa,
c. Data hasil survey dan wawancara serta kuisioner dengan narasumber pihak pengelola, pengunjung/wisatawan, dan masyarakat lokal.
Batasan Studi
Penelitian Perencanaan Lanskap Wisata Alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa dilakukan hingga tahap perencanaan tata ruang dan tata letak elemen lanskap serta fasilitas penunjang yang dapat mendukung aktivitas wisata alam pada tapak. Produk dari penelitian ini berupa rencana lanskap yang disajikan dalam bentuk deskriptif dan spasial.
Metode dan Tahapan Penelitian
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode survey dan analisis. Metode survey yang digunakan adalah dengan mengadakan pengukuran dan pengamatan langsung pada tapak. Metode analisis meliputi analisis spasial dan deskriptif. Analisis spasial digunakan untuk menganalisis aspek-aspek biofisik yang memiliki data heterogen. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis aspek-aspek biofisik yang memiliki kesamaan kriteria/data homogen dan tidak memiliki data spasial. Pendekatan perencanaan yang digunakan berdasarkan sumberdaya tapak.Pendekatan sumberdaya tapak untuk mengetahui kesesuaian tapak utamanya aspek kemiringan lahan yang menjadi faktor penentu terhadap aktivitas wisata yang dikembangkan.
Studi ini mengikuti tahapan perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980).Tahapan yang dikemukakan oleh Gold mengalami modifikasi pada studi ini utamanya dalam hal produk yang dihasilkan di setiap tahapnya. Modifikasi yang digunakan antara lain proses sintesis tidak menghasilkan konsep melainkan rencana blok. Konsep disusun setelah tahap sintesis. Adapun tahapan studi ini yaitu persiapan, pengumpulan data, analisis, síntesis, konsep perencanaan, dan perencanaan lanskap. Tahapan studi dapat dilihat pada Gambar 4.
(25)
Proses Penelitian Persiapan
Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan studi sebagai langkah awal perencanaan lanskap wisata alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa. Selanjutnya dilakukan pengumpulan informasi awal mengenai lokasi studi seperti letak administrasi, luas kawasan, dan lain-lain. Pengumpulan informasi awal ini digunakan sebagai bahan dalam penyusunan usulan studi. Kemudian dilanjutkan dengan persiapan administrasi berupa perizinan untuk mencari data ke berbagai instansi terkait seperti Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
Inventarisasi
Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data dan semua informasi yang berkaitan dengan lokasi yang menjadi objek penelitian. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dasar dari suatu kawasan dan preferensi pengunjung pada lokasi penelitian. Dalam pelaksanaannya, survey lapang dilakukan untuk mendapatkan data utama berupa kondisi fisik-biofisik dan potensi wisata di kawasan WWPR.
Dalam mengumpulkan data, digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. observasi, yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati secara langsung lokasi dan survey lapang untuk memperoleh potensi, hambatan, dan peluang pengembangan wisata alam di WWPR.
2. studi pustaka, yaitu pengumpulan data dilakukan melalui pendataan beberapa jenis literatur seperti buku-buku, peta, foto-foto lokasi, catatan, jurnal ilmiah dari sumber lain yang relevan dengan pengembangan wisata alam di WWPR. 3. wawancara terbuka, yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara
mengadakan tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang berkepentingan dan mendapatkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui sejarah penetapan kawasan hutan dan rencana pengembangan WWPR.
4. wawancara tertutup, yaitu pengumpulan data dengan menyebarkan lembar pertanyaan (kuesioner) kepada responden untuk informasi lebih lanjut terkait
(26)
pengembangan kawasan wisata alam di WWPR. Responden diajukan kepada pengunjung dan warga sekitar dengan jumlah masing-masing 30 responden. Jumlah responden tersebut didasarkan pada pengambilan sampel yang dapat mewakili informasi yang akan diberikan. Adapun informasi tersebut mengenai preferensi dan akseptabilitas masyarakat. Data yang dikumpulkan berbentuk data primer dan data sekunder. Jenis, bentuk, metode pengumpulan, dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis, bentuk, dan sumber data
Kelompok dan Jenis Bentuk Teknik
Pengumpulan Sumber Kegunaan
A. Aspek Biofisik
1. Luas, letak, dan batas tapak
a. Luas b. Letak c. Batas tapak
Spasial Kuantitatif Deskriptif Studi Pustaka Studi Dokumentasi Bappeda Perum Perhutani Orientasi Tapak Delineasi Tapak 2. Tanah a. Jenis Tanah b. Sifat Tanah
Spasial Deskriptif
Studi Pustaka Bappeda Karakteristik
Tanah Tingkat erosi 3. Topografi dan
Kemiringan Lahan a. Kemiringan Lahan
Spasial Deskriptif
Observasi Studi Pustaka
Bakosurtanal Tingkat Kemiringan Lahan 4. Penutupan Lahan
a. Area Pemukiman b. Area Hutan c. Area Pemanfaatan
Lainnya Spasial Deskriptif Studi Pustaka Studi Dokumentasi Bappeda Perum Perhutani Pola Pemanfaatan Lahan Penutupan Lahan 5. Vegetasi a.Kelompok jenis b.Letak dan persebaran
Spasial Deskriptif Studi Pustaka Observasi Perum Perhutani Pola persebaran vegetasi Pengelolaan penutupan lahan 6. Satwa
a. Kelompok Jenis
Deskriptif Observasi Studi Pustaka
Tapak Perum Perhutani 7. Iklim Mikro
a. Suhu b. Curah Hujan c. Kelembaban Deskriptif Tabular Observasi Studi Pustaka Tapak BMKG 8. Hidrologi a. Badan Air b. Distribusi Air
Spasial Deskriptif Observasi Studi Pustaka Studi Dokumentasi Tapak Perum Perhutani Ketersediaan air
B. Aspek Teknis
1. Legalitas Tapak a. Luas dan Batas Tapak b. Pengelolaan
Spasial Deskriptif
Studi Dokumentasi Perum Perhutani
-Zona Legal tapak
C. Aspek Potensi Wisata
1. Sistem transportasi dan aksesibilitas
a. Sistem Transportasi b. Aksesibilitas
Deskriptif Observasi Wawancara Kuesioner
Tapak
2. Daya Tarik Wisata a. Objek wisata
(27)
Analisis
Analisis dilakukan terhadap beberapa aspek utama dengan sumber data yang telah dikumpulkan sebelumnya pada tahap inventarisasi yaitu aspek fisik-biofisik, aspek wisata, dan aspek sosial. Tahap ini dilakukan untuk memenuhi tujuan analisis sumberdaya lanskap dan wisata, persepsi dan preferensi sosial, serta mengetahui daya dukung kawasan tersebut dalam pengembangannya sebagai kawasan wisata alam. Semua analisis dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dan metode analisis spasial dengan parameter skoring. Tahapan analisis yang dilakukan akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Aspek Fisik dan Biofisik
Analisis dilakukan pada 2 komponen utama yaitu fisik dan biofisik. Analisis pada komponen fisik dilakukan terhadap beberapa elemen seperti luas, letak, dan batas, topografi dan kemiringan lahan, jenis dan karakteristik tanah, penutupan lahan, hidrologi, dan kondisi iklim. Analisis pada komponen biofisik meliputi elemen vegetasi dan satwa.
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) ada beberapa parameter dalam pengembangan sarana rekreasi antara lain adalah drainase tanah, bahaya banjir, permeabilitas, kemiringan/lereng, tekstur tanah, dan beberapa komponen geologi. Dari beberapa parameter di atas, hanya Tabel 1. Lanjutan
Kelompok dan Jenis Bentuk Teknik
Pengumpulan Sumber Kegunaan B. Aspek Wisata
1. Sistem transportasi dan aksesibilitas
a. Sistem Transportasi b. Aksesibilitas
Deskriptif Observasi Wawancara Kuesioner
Tapak
2. Daya Tarik Wisata a. Objek wisata
b. Atraksi wisata
Spasial Deskriptif Observasi Wawancara Kuesioner Studi Dokumentasi Tapak Perum Perhutani
3. Fasilitas dan Utilitas a. Kondisi Fasilitas
b. Jumlah Unit c. Kondisi Utilitas
Deskriptif Tabular Observasi Kuesioner Tapak Perum Perhutani 4. Pengunjung
a. Persepsi b. Motivasi c. Pola Kunjungan d. Aktivitas
Deskriptif Tabular Studi Dokumentasi Observasi Kuesioner Tapak
C. Aspek Sosial Budaya Masyarakat
1. Akseptabilitas masyarakat
Deskriptif Wawancara Kuesioner
Kecamatan Tanjung Sari 2. Persepsi dan preferensi Deskriptif Wawancara
Kuesioner
Kecamatan Tanjung Sari
(28)
kemiringan/lereng yang digunakan sebagai parameter untuk proses analisis, dimana lahan dengan kemiringan antara 0-8% dikategorikan “baik” dengan skor (3), kemiringan 8-15% dikategorikan “sedang” dengan skor (2), dan kemiringan lebih dari 15% dikategorikan “buruk” dengan skor (1). Adapun yang dimaksud dengan lahan dengan kategori “baik” merupakan area yang dapat dilakukan aktivitas pengembangan sarana rekreasi. Lahan dengan kategori “sedang” merupakan area yang dapat dilakukan aktivitas pengembangan sarana rekreasi secara terbatas. Lahan dengan kategori “buruk” merupakan area yang tidak dapat dikembangkan untuk sarana rekreasi dan diperlukan adanya konservasi.
2. Aspek Wisata
Analisis terhadap aspek wisata dilakukan dengan metode deskriptif dan spasial. Analisis dilakukan pada 3 (tiga) komponen yaitu keindahan visual, potensi objek dan atraksi eksisting, akses dan fasilitas (Gunn 1994). Keindahan visual pada tapak dipertimbangkan untuk menunjang pengembangan program wisata. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan spasial dengan menentukan area-area dengan kualitas visual baik (good view) yang dapat dijadikan sebagai potensi pendukung wisata dan area-area dengan kualitas visual buruk (bad view) yang merupakan kendala yang harus diatasi. Analisis terhadap objek wisata dan fasilitas wisata dilakukan secara spasial dengan mengindentifikasi titik-titik yang dianggap berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata serta beberapa titik fasilitas yang telah tersedia di kawasan WWPR.
Penilaian daya dukung wisata juga dilakukan untuk menghitung luas areal yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata, sehingga akan diketahui jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada lingkungan yang dimanfaatkan maupun mengurangi kenyamanan pengunjungnya. Perhitungan daya dukung wisata yang digunakan mengacu pada rumus Boulon dalamWTO dan UNEP (1992) dalam Nurisjah et al. (2003) sebagai berikut:
Keterangan: DD = Daya Dukung
A = Area yang digunakan wisatawan S = Standar rata-rata individu
T = Total hari kunjungan yang diperkenankan K = Koefisien rotasi
N = Jam kunjungan per hari area yang diizinkan R = Rata-rata waktu kunjungan
3. Aspek Sosial Masyarakat
Analisis pada aspek sosial dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu wawancara dan penyebaran kuisioner. Wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber dari pihak pengelola terkait dan tokoh masyarakat
(29)
setempat untuk menggali informasi mengenai sejarah kawasan wana wisata dan karakter sosial ekonomi masyarakat lokal. Kuisioner diberikan kepada 30 pengunjung dan masyarakat sekitar secara acak di lokasi objek WWPR untuk mengetahui tingkat kepuasan dan kenyamanan serta persepsi terhadap fasilitas yang tersedia di kawasan tersebut. Hasil analisis didapatkan supply
kawasan wisata sehingga dapat dirumuskan mengenai pengembangan wisata sesuai dengan tujuanperencanaan.
Dari analisis tiga aspek diatas, kemudian disajikan dalam bentuk hasil analisis deskriptif dan spasial. Hasil analisis deskriptif berupa tabel analisis dan solusi sedangkan hasil analisis spasial berupa peta komposit hasil overlay dari analisis di atas. Hasil akhir dari analisis tersebut kemudian akan digunakan selanjutnya pada tahap sintesis.
Sintesis
Sintesis merupakan tahap pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi dari suatu tapak yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan. Pada tahap ini ditentukan objek yang potensial untuk dikembangkan dalam kegiatan wisata alam yang akan direncanakan. Analisis yang telah dilakukan akan menunjukkan area dengan kemiringan lahan dan daya dukung yang sesuai untuk aktivitas wisata aktif dan pasif serta area konservasi.
Konsep dan Pengembangan Konsep
Tahapan ini merupakan pembuatan konsep berdasarkan data yang diperoleh di lapang dengan mempertimbangkan permasalahan-permasalahan yang ada. Rencana konsep awal terdiri dari konsep dasar, konsep pengembangan ruang, jalur wisata, aktivitas dan fasilitas, serta pengembangan wisata. Konsep tersebut dibuat secara deskripsi maupun spasial.
Perencanaan Lanskap
Pada proses ini dibuat rencana pengembangan lanskap. Pengembangan ini meliputi rencana ruang, rencana jalur wisata, rencana aktivitas dan rencana fasilitas yang menunjang pengembangan kawasan wisata alam. Dengan demikian, akan dihasilkan laporan tertulis secara deskripsi dari masing-masing rencana pengembangan dan laporan grafis berupa rencana ruang, rencana fasilitas, rencana jalur wisata (touring plan), gambar rencana lanskap (landscape plan), dan gambar ilustrasi.
(30)
KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN
Gambaran Umum Kawasan Wana Wisata Penangkaran Rusa
Wana Wisata Penangkaran Rusa (WWPR) secara administrasi pemerintahan terletak di Desa Buana Jaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor. Secara geografis terletak diantara 6o36’ – 6o40’ LS dan 107o10’ – 107o15’ BT. Batas wilayah Desa Buana Jaya yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Antajaya, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sirnarasa, sebelah timur berbatasan dengan Desa Buana Jaya dan Petak 9 Perhutani, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Sinarsari (Gambar 5).
Kawasan WWPR terletak pada ketinggian antara 200-500 m dpl. Kondisi kawasan sekitar WWPR memiliki konfigurasi lahan pada umumnya landai hingga berbukit-bukit. Menurut administrasi pengelolaan hutan, kawasan WWPR berada dalam wilayah Perum Perhutani unit III, Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Cariu, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jonggol. Kawasan ini termasuk dalam kawasan hutan Petak 9.
Wana Wisata Penangkaran Rusa ini berada pada wilayah hutan produksi yang dulunya hanya sebatas area padang rumput. Kawasan WWPR ini dikelola oleh pihak Perhutani, pengelolaan tersebut cukup baik. Pengelolaannya dilakukan oleh 5 orang yang terdiri dari dua orang bagian administrasi dan 3 orang keeper. Hal ini dikarenakan kunjungan pada kawasan ini memang belum terlalu sering dilakukan oleh wisatawan. Namun, beberapa tahun belakangan ini sudah mengalami peningkatan. Faktor yang mendasari hal tersebut yaitu kurangnya informasi mengenai kawasan WWPR. Oleh karena itu, berdasarkan potensi daya tarik wisata yang ada pada wilayah tersebut dan di sekitar lokasi maka diupayakan konsep pengembangan pengelolaan terpadu wisata alam. Hal tersebut dipertimbangkan dari berbagai hal meliputi luas wilayah, akses jalan menuju lokasi, kondisi biofisik lokasi, kondisi keanekaragaman hayati, potensi wisata pendidikan/penelitian, tingkat sosial budaya, serta sarana dan prasarana. Pihak Perhutani selaku pengelola wilayah sampai dengan saat ini hanya mengembangkan untuk Wana Wisata Penangkaran Rusa saja.
Aksesibilitas
Akses menuju WWPR dapat dicapai dengan berbagai macam alat transportasi darat yaitu motor, mobil, bus kecil, dan bus besar dengan kondisi jalan yang baik dengan lebar 10 meter. Dari jalan utama kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki dengan kondisi jalan tanah yang agak berbatu dengan lebar 1-3 meter untuk mengeksplorasi kawasan secara menyeluruh. Kawasan ini dapat dengan mudah diakses dari jalan utama yang menghubungkan Jakarta dan Cianjur. Jalur ini merupakan jalur alternatif dari Jakarta menuju Bandung selain jalur Puncak.
(31)
Ga
mbar
5. P
eta b
atas ta
p
ak p
ene
li
ti
(32)
Adapun terdapat dua cara untuk mencapai lokasi WWPR yaitu:
1. Dari Jakarta dan Bekasi
Akses dari arah Jakarta dan Bekasi yaitu melalui tol Jagorawi. Kemudian keluar pintu tol Cibubur menuju Cileungsi. Selanjutnya melalui jalan Cileungsi-Jonggol dan menuju ke selatan ke arah Cariu dan Tanjung Sari. Lokasi WWPR tepat berada di Jl. Mekargalih-Sirnarasa. Mobil angkutan umum menuju tapak dapat diakses di terminal Cileungsi, terminal Jonggol, dan terminal Cariu. Jarak lokasi dari pintu tol Cibubur kurang lebih 40 km dengan waktu tempuh 2 jam perjalanan.
(a) (b) Gambar 6. Akses menuju WWPR dari (a) Jakarta dan (b) Bekasi
2. Dari Bogor, Puncak, Cianjur
Akses dari arah Puncak yaitu melalui Jalan Raya Cipanas menuju Cianjur. Selanjutnya dari Cianjur ke arah Utara melalui jalur Cikalong Wetan dan Cikalong Kulon. Lokasi WWPR berada di Jl. Mekargalih-Sirnarasa. Mobil angkutan umum menuju tapak dapat diakses di terminal Cikalong Kulon dan Cianjur. Jarak Lokasi dari Cianjur yaitu kurang lebih 35 km dengan 1 jam perjalanan.
(a) (b)
(33)
Kondisi Sosial Masyarakat Sekitar
1. Kependudukan
Kawasan WWPR secara administrasi pemerintahan termasuk wilayah Desa Buana Jaya Kecamatan Tanjung Sari. Keseluruhan penduduk Desa Buana Jaya mencapai jumlah 4157 jiwa, yang terdiri dari 832 Kepala Keluarga (KK). Luas wilayah Desa Buana Jaya adalah 16,68 km2 dengan kepadatan penduduk sebesar 250 jiwa per km2. Berdasarkan jenis kelaminnya jumlah penduduk Desa Buana Jaya adalah 2.327 penduduk laki-laki dan 1.830 penduduk perempuan. Seluruh penduduk Desa Buana Jaya merupakan Warga Negara Indonesia (WNI).
2. Tingkat Pendidikan
Penduduk Desa Buana Jaya secara umum dapat dikatakan memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingginya persentase penduduk yang tidak dan belum tamat Sekolah Dasar (SD) yakni sebesar 39,52% serta penduduk yang hanya mencapai pendidikan formal SD sebesar 32,02%. Penduduk yang tercatat lulusan menengah ke atas tidak sebanyak lulusan SD yaitu lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 4,14% dan lulusan Sekolah Menengah Atas sebesar 1,01%. Sebaran penduduk Desa Buana Jaya berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel2. Sebaran penduduk Desa Buana Jaya berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
Belum/Tidak Sekolah 969 23,31
Tidak/Belum Tamat SD 1.643 39,52
SD 1.331 32,02
SMP 172 4,14
SMA 42 1,01
Akademi (D3) - -
Sarjana (S1) - -
Jumlah 4.157 100
Sumber : Profil Desa Buana Jaya 2011
3. Mata Pencaharian
Sebagian besar penduduk Desa Buana Jaya bergerak dalam bidang pertanian dan kehutanan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jenis dan jumlah usaha rumah tangga yang bergerak di sektor usaha pertanian dan kehutanan (77,78%). Sektor lainnya yaitu bidang perdagangan dan restoran (9%),bidang industri (6,51%), bidang jasa (3,45%), dan bidang konstruksi (2,11%). Hanya sebagian kecil dari penduduk yang bekerja di bidang angkutan dan bidang lainnya. Sebaran penduduk Desa Buana Jaya berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 3.
(34)
Tabel 3. Sebaran penduduk Desa Buana Jaya berdasarkan mata pencaharian
Jenis Usaha Jumlah (orang) Persentase
Pertanian/Kehutanan 812 77,78
Pertambangan dan Penggalian - -
Industri 68 6,51
Konstruksi 22 2,11
Perdagangan dan Restoran 94 9,00
Angkutan 4 0,38
Jasa 36 3,45
Lainnya 8 0,77
Jumlah 1.044 100
Sumber : Profil Desa Buana Jaya 2011
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Fisik-Biofisik Fisik
1. Topografi dan Kemiringan
a. Kesesuaian untuk Pengembangan Wisata
WWPR memiliki topografi yang bervariasi (Gambar 8). Menurut Laurie (1984), topografi sangat berpengaruh dalam menentukan susunan rencana tapak dan harus peka dalam segala hal yang berhubungan dengan kondisi lahan yang ada. Elevasi tertinggi (360 m dpl) berada di sebelah timur tapak yang berbatasan dengan petak 9 Perhutani. Elevasi terendah (230 m dpl) berada di sebelah barat daya utara tapak yang berbatasan langsung dengan Desa Buana Jaya. Adapun data mengenai topografi dan kemiringan kawasan WWPR diperoleh dari Bappeda Kabupaten Bogor. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar kawasan memiliki topografi berbukit dengan karakter kemiringan lahan yang bervariasi dari datar hingga curam yaitu antara 3-70%.
Menurut hasil olahan data yang mengacu pada Bappeda Kabupaten Bogor dengan menggunakan perangkat lunak ArcMap GIS 9.3 menunjukkan bahwa kawasan WWPR memiliki variasi kemiringan lahan yang beragam (Tabel 4). Adapun peta topografi dan klasifikasi kemiringan lahan (darat) disajikan dalam bentuk spasial seperti pada Gambar 8 dan Gambar 9.
(35)
Tabel 4. Persentase luas kemiringan lahan (daratan)
Kemiringan Luas Lahan (ha) Presentase (%)
0 - 8% 9,87 19,56
8 - 15% 26,81 53,09
15 - 25% 8,32 16,48
25 - 40% 3,87 7,68
> 40% 1,61 3,19
Total keseluruhan 50,51 100
Jika dilihat dari tabel 4, area yang memiliki kemiringan 0-8% (datar) memiliki presentase luasan yakni 19,56% atau seluas 9,87ha dari total luasan lahan area daratan tapak penelitian yakni 50,51ha. Presentase terbesar adalah pada tingkat kemiringan 8-15% (landai) yakni seluas 26,81ha atau 53,09%. Area dengan kemiringan di atas 40% (sangat curam) memiliki presentase terkecil yakni 3,19% atau seluas 1.61 ha.
Perbedaan sudut lereng topografi mempengaruhi kemampuan lahan dalam menampung aktivitas dan fasilitas sedangkan adanya variasi topografi terbentuk lahan yang memberi ciri bagi tapak dan memberi efek visual. Kemiringan lahan yang berkisar 8-15% sebagian besar dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas berupa bangunan dan area pemanfaatan untuk aktivitas aktif, sedangkan pada tapak dengan kemiringan mencapai 15-25% sebagian besar dimanfaatkan untuk area wisata yang tidak terdapat aktivitas aktif. Pada bagian tapak dengan kemiringan 0%-8% kemiringan lahan 25-45% dan >45% yang merupakan daerah curam tidak dimanfaatkan dan dikonservasi sebagaimana kondisi alaminya
Pengembangan area luar (outdoor space) dapat dibedakan menjadi beberapa tingkat klasifikasi kesesuaian berdasarkan perbedaan kemiringan pada suatu tapak (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Area dengan kemiringan antara 0-8% dinilai sebagai area yang datar dan sesuai untuk pengembangan area luar, dimana pada analisis diberikan kategori ”sesuai” dengan skor 3. Area dengan kemiringan antara 8-15% dinilai sebagai area yang cukup sesuai untuk pengembangan area luar karena pada umumnya bentuk fisik dari wilayah ini adalah landai hingga berbukit, dimana pada analisis diberikan kategori ”sedang” dengan skor 2. Area dengan kemiringan di atas 15% dinilai kurang sesuai untuk pengembangan area luar karena tergolong curam dan berbahaya, dimana pada analisis diberikan kategori ”rendah” dengan skor 1 (Tabel 5) . Adapun peta analisis kesesuaian kemiringan dapat dilihat pada Gambar 10.
Tabel 5. Penilaian potensi kemiringan lahan
Peubah Kategori Skor
Kemiringan lahan
0 - 8%
Area datar, sesuai dengan pengembangan area luar (kegiatan wisata)
S1
8 - 15%
Area landai sampai berbukit, cukup sesuai untuk pengembangan area luar (kegiatan wisata)
S2
> 15%
Area curam dan berbahaya, kurang sesuai untuk pengembangan area luar (kegiatan wisata)
S3
Keterangan : Kelas (S1= sesuai, S2=cukup sesuai, S3=kurang sesuai) Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007); modifikasi
(36)
Ga
mbar
8. P
eta
topogr
(37)
Ga
mbar
9. P
eta k
emi
ringa
n laha
(38)
Ga
mbar
10. P
eta k
ese
sui
an ke
mi
ringa
n laha
n untu
k a
kti
vit
(39)
2. Karakteristik dan Jenis Tanah
Berdasarkan peta tanah Kabupaten Bogor yang bersumber dari BAPPEDA Kabupaten Bogor, kawasan WWPR memiliki jenis tanah hapludands dystrudepts
yang masuk dalam ordo Inceptisol menurut sistem klasifikasi USDA Soil
Taxonomy (Gambar 11). Tanah inceptisol adalah tanah yang mempunyai sedikit
horison atau horison yang tidak jelas. Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat-sifat tersedianya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut-turut dalam musim–musim kemarau (Darmawijaya 1990). Jenis tanah Inceptisol tergolong tanah yang peka terhadap erosi karena struktur tanahnya blok, massif, granuler dengan tekstur liat, kisaran permeabilitas sangat lambat sampai sedang dan kedalaman solum sangat dalam. Pada kawasan WWPR, erosi yang terjadi terdapat di daerah sekitar tebing. Dari faktor penyebab erosi, besar sudut dan panjang lereng yang menyebabkan terjadinya erosi di daerah tersebut. Kondisi ini diupayakan dapat ditanggulangi dengan tetap mempertahankan kondisi alami dan penanaman vegetasi pada area yang cukup terbuka.
Berdasarkan kriteria USDA, permukaan tanah dengan tekstur liat sesuai untuk aktivitas wisata. Kondisi ini ditunjang dengan drainase yang cepat sehingga tanah tidak mudah tergenang. Kondisi kedalaman muka air tanah yang tidak terlalu dalam mendukung aktivitas wisata. Hal ini didukung dengan dekatnya letak badan air yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas wisata. Sumber air tersebut dapat diambil dari air tanah atau dengan memanfaatkan badan air yang ada di beberapa lokasi kawasan WWPR.
3. Hidrologi
Badan-badan air yang ada pada tapak berupa tiga buah sungai yang mengalir dalam kawasan tersebut. Ketiga sungai tersebut yaitu sungai cibeet, sungai cinanggung, dan sungai cibogo. Sungai-sungai yang terdapat pada tapak merupakan sungai yang masih alami. Kondisi sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi hulu dan kondisi lingkungan di bantarannya. Pada sungai cinanggung dan sungai cibogo, kondisi hulunya masih sangat terjaga karena merupakan kawasan yang masih alami. Kondisi air sungai yang ada termasuk air golongan A yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah menjadi air minum dan keperluan rumah tangga. Keadaan tersebut merupakan potensi yang ada dimanfaatkan untuk keperluan aktivitas wisata (Gambar 12).
4. Penutupan Lahan
Kondisi WWPR yang berada di kawasan hutan pegunungan bawah didominasi oleh tegakan hutan pinus dan pohon-pohon hutan yang masih terjaga. Pengembangan kawasan WWPR untuk wisata alam, perlu dilakukan evaluasi terkait penutupan lahan untuk dapat mengetahui alokasi RTH yang dapat dipertahankan, dibangun, serta diketahui dimana seharusnya area terbangun dikembangkan. Penilaian ini berdasarkan RTH yang diklasifikasikan pada Tabel 6 dan Gambar 13.
(40)
Tabel 6. Penilaian potensi penutupan lahan
Keterangan : Kelas (S1= sesuai, S2= cukup sesuai, S3=kurang sesuai) Sumber : USDA (1968);modifikasi
5. Iklim
a. Curah Hujan
Curah hujan di WWPR berdasarkan data dari Stasiun Iklim Citeureup Tahun 2011 adalah sebesar 3000-3500 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober dengan rata-rata curah hujan 614 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari sebesar 203 mm. Tingginya curah hujan di tapak tidak mempengaruhi kondisi tanah. Air hujan secara cepat langsung dapat diserap oleh tanah yang memiliki daya serap yang baik. Hal ini juga didukung oleh kondisi vegetasi yang baik yang dapat menahan curah hujan. Kondisi yang perlu diperhatikan terjadi pada daerah yang tidak tertutup oleh vegetasi dan memiliki kemiringan lereng yang cukup tinggi. Pada daerah ini perlu dilakukan tindakan konservasi dengan tetap menjaga kondisi lahan dan vegetasi diatasnya.
b. Suhu
Berdasarkan pengamatan Stasiun Iklim Citeureup, suhu rata-rata di WWPR adalah 26.4oC. Suhu maksimum di kawasan ini berkisar antara 28,3-32,1ºC, suhu minimumnya berkisar antara 23,9-25,1ºC. Karena lokasi WWPR yang berada pada daerah pegunungan dengan ketinggian yang berbeda-beda, maka suhu pada setiap lokasi juga berbeda. Grafik fluktuasi suhu di kawasan Wana Wisata Penangkaran ini dapat dilihat pada (Gambar 14)
c. Kelembaban Relatif (RH)
Menurut Laurie (1984), kelembaban udara yang ideal bagi kenyamanan manusia agar dapat melakukan aktivitasnya dengan baik adalah berkisar 40-75 %. Kelembaban udara di WWPR berdasarkan pengamatan di lapang, kelembaban udara di sekitar WWPR sebesar 62,3% dan tergolong cukup ideal. Kelembaban udara di WWPR cukup ideal karena di sepanjang jalan dalam kawasan terdapat jalur hijau dan koridor vegetasi sehingga aliran udara yang lembab tidak terhambat (mengalirkan dan mengurangi kelembaban udara yang tinggi).
Peubah Kategori Nilai Skor
Penutupan Lahan -Seluruh area tertutup RTH 3 S1
-Sebagian area tertutup RTH dan bangunan
2 S2
-Hampir seluruh area tertutup bangunan
(41)
Ga
mbar
11. P
eta
tan
(42)
Ga
mbar
12
. P
eta
hidrolo
(43)
Ga
mbar
13. P
eta p
enutupan la
ha
(44)
Gambar 14. Grafik fluktuasi suhu
Biofisik
1. Vegetasi
Tipe vegetasi alam yang terdapat di lokasi penangkaran rusa adalah hutan hujan pegunungan bawah, umumnya berupa hutan sekunder. Selain hutan alam, sebagian kecil dari areal merupakan hutan tanaman pinus, puspa, dan tegakan jati. Luas total hutan tamanan ini diperkirakan kurang dari 10% dari keseluruhan komplek hutan Gunung Sanggabuana.
WWPR memiliki 55 jenis vegetasi yang terdiri dari 21 jenis pepohonan dan 34 jenis non-pepohonan. Wana Wisata Penangkaran Rusa ini merupakan bekas areal tanaman pinus (Pinus merkusii) milik Perhutani dari tahun 1945 yang telah mendominasi areal bagian dalam penangkaran rusa serta terdapat beberapa jenis lain seperti nangka (Arthocarpus heterophylla), bambu (Giganthochloa apus), karet (Havea brazilliensis), asam (Tamarindus indica), jati (Tectona grandis), kluih (Artocarpus communis) dan sebagian besar adalah semak-semak terdiri dari kirinyuh (Eupatorium spp), saliara (Lantana camara), gelaguh (Saccharum
spontaneum), takokak hutan (Solanum torvum), harendong bulu (Clidemia hirta),
dan ki beletrak (Eupatorium inulifolium).
Spesies tumbuhan yang dominan di bawah tegakan pinus adalah jukut babi (Ichaemum sp.), jukut pahit (Paspalum conjugatum), dan jukut bengala (Leersia
hexandra).Di bawah tegakan puspa,spesies tumbuhan bawah yang dominan
adalah alang-alang (Imperata cylindrica), jukut babi (Ichaemum sp.), dan nampong (Siegesbeckia orientalis). Di bawah tegakan kaliandra, spesies tumbuhan bawah yang dominan adalah kibeletrak (Eupatorium odoratum), seuseureuhan (Piper aduncum), dan jukut pahit (Paspalum conjugatum).
Di beberapa tempat di dalam kawasan terdapat kelompok pepohonan yang ditanam rapat dan tidak rapat. Kelompok pepohonan yang ditanam rapat ini membentuk kawasan hutan yang relatif alami terdapat di beberapa daerah penyangga yang membatasi kawasan dengan lingkungan sekitar. Pohon-pohon yang terdapat di dalamnya antara lain Tectona grandis, Swietenia mahogani, falcataria, Filicium decipiens, Alstonia scholaris, Acacia auriculiformis. Hutan alami di daerah penyangga ini berfungsi sebagai RTH penyangga yang akan memberikan dampak positif terhadap perbaikan lingkungan kawasan. Diantaranya, dalam hal meningkatkan produksi oksigen, mengurangi pencemaran udara, meningkatkan kualitas iklim mikro dan juga dapat bermanfaat bagi tempat kehidupan manusia dan satwa.Jenis pohon yang biasa digunakan untuk habitat
(45)
satwa khususnya burung adalah yang menghasilkan bunga, buah, dan mengundang serangga. Sedangkan untuk burung-burung pemakan biji-bijian, sumber biji-bijian didapat dari berbagai jenis varietas rumput-rumputan.Pohon yang bertekstur daun halus (Pelthoporom pterocarpum), berbuah (Ficus
benjamina), dan berbunga (Bauhinia acuminata) banyak mengundang serangga.
Penilaian terhadap vegetasi sebagai salah satu sumber daya wisata yang dapat dikembangkan, perlu dievaluasi kesesuaian lahannya terhadap jenis tanaman yang dapat dikembangkan menjadi objek wisata. Penilaian ini meliputi kondisi, heterogenitas, dan nilai kualitas visual yang diklasifikasikan pada Tabel 7 dan Gambar 15
Tabel 7.Penilaian potensi vegetasi
Peubah Kategori Nilai Skor
Vegetasi - Tegakan pohon alami, kondisi dan kualitas visual vegetasi baik dan beragam
3 S1
- Tegakan pohon budidaya, kondisi vegetasi cukup baik, kualitas visual baik, cukup beragam
2 S2
- Persawahan,lapangan rumput, kondisi vegetasi cukup baik, kualitas visual baik, cukup beragam
1 S3
Keterangan : Kelas (S1=sesuai, S2= cukup sesuai, S3=kurang sesuai) Sumber : USDA (1968);modifikasi
2. Satwa
Satwa utama yang terdapat pada kawasan WWPR ini yaitu rusa dengan berbagai jenis, diantaranya rusa jawa (Cervus timorensis), rusa bawean (Axis
khuhli), rusa totol (Axis axis). Selain berfungsi secara fisik sebagai hutan, kawasan
WWPR merupakan tempat hidup beberapa spesies satwa. Tercatat 25 spesies reptilia, 79 spesies burung, dan 16 spesies mamalia. Hasil penelusuran seluruh spesies yang ditemui, terdapat 12 spesies burung dan 4 spesies mamalia termasuk ke dalam satwa liar yang dilindungi Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati (UU No. 5 Tahun 1990). Spesies burung yang dilindungi dan populasinya masih cukup tinggi adalah cekakak (Halcyon cyanoventris), paok cacing (Pitta guajana) dan beberapa spesies mamalia yang dilindungi adalah tando (Galeopterus variegatus), trenggiling (Manis javanica), kancil (Tragulus
javanicus), dan kijang (Muntiacus muntjak),
Satwa predator besar tidak dijumpai, namun demikian menurut informasi penduduk setempat, di lokasi ini masih terdapat macan tutul (Panthera pardus) dan ular sanca (Phyton reticulatus), yaitu di kawasan hutan Gunung Sanggabuana, yang letaknya berdekatan dengan lokasi penangkaran rusa (±1km dari batas kawasan sebelah timur).
Jenis-jenis fauna lain yang terdapat di kawasan WWPR antara lain musang (Primodon sp.), ayam hutan (Gallus gallus), perkutut (Geopellia stiqata), tupai
(Lariscus insincis), kadal (Mobanya multifisciata), bunglon hutan (Conycephalus
dilophus), burung gagak (Cervus macrohinchus), kelelawar (Pteropus vampirus),
dan kera ekor panjang (Macaca fascicularis)
Dengan beragamnya jenis biota yang ada berpotensi untuk pengembangan aktivitas wisata seperti pengamatan satwa, pengenalan jenis satwa, dan interpretasi alam.
(46)
Ga
mbar
15. P
eta
v
ege
(47)
Aspek Wisata
Menurut Gunn (1994) ada beberapa komponen utama yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan sebuah kawasan wisata yaitu keindahan (kualitas visual), potensi objek eksisting, serta kemudahan aksesibilitas transportasi dan fasilitas pendukung.
1. Kualitas Visual
Kawasan WWPR merupakan topografi yang bervariasi dan terletak diantara perbukitan, wilayah aliran sungai cibeet. Dua titik elevasi tertinggi (360 m dpl) terletak di bagian timur kawasan dan (222 m dpl) terletak di bagian barat kawasan. Kedua titik tersebut merupakan vantage point yang memiliki kualitas visual yang baik (good view), dicirikan dengan pandangan bebas ke arah sungai cibeet. Good view ini berpotensi untuk dikembangkan objek wisata alam yang menjadi nilai utama bagi Kawasan Wisata WWPR.
Selain itu, good view dapat pula ditemukan di titik-titik sepanjang sempadan sungai cibeet. Terkait dengan aspek teknis yang membatasi penggunaan area terbangun dan aktivitas di area sempadan sungai, area tersebut lebih diutamakan untuk konservasi dan jumlah wisatawan yang berkunjung dibatasi dengan penggunaan jalur sirkulasi dek. Area yang berbatasan langsung dengan hutan wisata berpotensi memberikan visual lanskap bagi wisatawan, sehingga view ke arah hutan sebaiknya dibiarkan terbuka. Good view ke arah lahan pertanian penduduk berpotensi dijadikan sebagai objek wisata, sehingga view tersebut lebih dibuka dan diarahkan dengan penanaman vegetasi pengarah dari arah jalan kawasan wisata menuju area tersebut (Gambar 16).
Kondisi fisik alami kawasan Wana Wisata Penangkaran Rusa yang dikelilingi bukit dan pegunungan menciptakan nuansa alami yang dapat menjadi daya tarik visual (good view) wisata di lokasi tersebut. Kondisi topografi yang bervariasi dan bergelombang berpotensi sebagai titik viewing untuk melihat pemandangan di sekitar kawasan.
Kualitas visual buruk (bad view) juga terdapat ditemukan pada beberapa titik di lokasi WWPR (Gambar 17). Kondisi warung usaha milik masyarakat (terutama pada hari libur akhir pekan/nasional) menyebabkan penurunan kualitas visual pada area yang seharusnya dapat menjadi daya tarik utama untuk melihat pemandangan sekitar.Hal ini disebabkan karena tidak tertatanya warung dan lapak dagangan milik masyarakat tersebut dengan baik. Permasalahan ini dapat diatasi
(1)
Lampiran 1. Kuisioner penelitian untuk masyarakat Departemen Arsitektur Lanskap
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Judul Skripsi Penelitian: Perencanaan Lanskap Wisata Alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa Kecamatan Tanjung Sari Bogor Oleh: Ageng Ramadana Ganesya/A44080004
KUISIONER BAGI PENGUNJUNG WANA WISATA PENANGKARAN RUSA CARIU
Responden Yth. pada kesempatan ini penulis ingin memberikan kuisioner berkaitan dengan penelitian mengenai perencanaan lanskap wisata alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa Cariu yang berlokasi di Kecamatan Tanjung Sari. Kegiatan ini merupakan kegiatan penelitian dalam rangka menunjang penyusunan skripsi.
Studi ini bertujuan untuk menganalisis dan mengidentifikasi sumberdaya lanskap dan wisata serta ingin mengetahui persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan wisata alam Wana Wisata Penangkaran Rusa Cariu. Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pemerintah setempat untuk mengembangkan kawasan wana wisata ini dengan mempertimbangkan keterlibatan masyarakat lokal sehingga dalam jangka panjang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan keberlanjutan kawasan tersebut.
Saya ucapkan terima kasih kepada saudara/i sekalian atas kesediaan waktunya untuk mengisi kuisioner penelitian ini.
1. Identitas Responden
1.1 Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan 1.2 Umur : <21 tahun 25 – 45 tahun
21 – 24 tahun > 45 tahun 1.3 Status kependudukan : Asli Pendatang
1.3 Pendidikan terakhir : SD S1 Lainnya... SMP S2
SMA S3
1.4 Pekerjaan : Siswa Pegawai Swasta Mahasiswa Wirausahawan PNS Ibu Rumah Tangga TNI Lainnya, sebutkan... 1.5 Tingkat penghasilan : ≤ Rp. 1000.000
(/bulan) Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000 ≥Rp. 2.000.000
(2)
2. Persepsi Terhadap Objek Wisata
Lanskap merupakan bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu dengan elemen penyusun lanskap alami seperti, gunung, sungai, laut, dan bentukan alam lainnya, serta elemen penyusun lanskap buatan seperti, danau, waduk, taman, formasi batuan atau bangunan.
2.1 Apakah anda mengetahui tentang lanskap?
ya tidak
2.2 Menurut anda, apakah penataan lanskap diperlukan pada kawasan wisata?
ya tidak
2.3 Apa daya tarik obyek wisata Wana Wisata Penangkaran Rusa?
suasana tenang satwa liar daya tarik lainnya... kesejukan udara tumbuhan
2.4 Apakah kawasan ini sesuai untuk kegiatan wisata alam?
ya tidak
2.5 Menurut anda, dampak positif bagi anda yang diperoleh dengan adanya objek wisata ini?
banyaknya sumber mata pencaharian terjaganya keamanan sekitar kawasan
meningkatnya kesejahteraan terjaganya kebersihan sekitar kawasan
2.6 Menurut anda, dampak negatif bagi anda yang diperoleh dengan adanya objek wisata ini?
perubahan tatanan nilai di masyarakat tercemarnya lingkungan meningkatnya kriminalitas kemacetan dan kebisingan 2.7 Apa anda akan ikut berpartisipasi dalam pengembangan wisata alam di
kawasan objek wisata ini?
aktif pasif aktif dan pasif Bentukpartisipasi:
... ... 2.8 Apa harapan anda terhadap kawasan ini?
... ... ...
(3)
Lampiran 2. Kuisioner penelitian untuk pengunjung Departemen Arsitektur Lanskap
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Judul Skripsi Penelitian: Perencanaan Lanskap Wisata Alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa Kecamatan Tanjung Sari Bogor Oleh: Ageng Ramadana Ganesya/A44080004
KUISIONER BAGI PENGUNJUNG WANA WISATA PENANGKARAN RUSA CARIU
Responden Yth. pada kesempatan ini penulis ingin memberikan kuisioner berkaitan dengan penelitian mengenai perencanaan lanskap wisata alam di Wana Wisata Penangkaran Rusa Cariu yang berlokasi di Kecamatan Tanjung Sari. Kegiatan ini merupakan kegiatan penelitian dalam rangka menunjang penyusunan skripsi.
Studi ini bertujuan untuk menganalisis dan menidentifikasi sumberdaya lanskap dan wisata serta ingin mengetahui preferensi dan persepsi pengunjung terhadap rencana lanskap kawasan wisata alam Wana Wisata Penangkaran Rusa Cariu. Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pemerintah setempat untuk mengembangkan kawasan wana wisata ini dengan mempertimbangkan keterlibatan masyarakat lokal sehingga dalam jangka panjang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan keberlanjutan kawasan tersebut.
Saya ucapkan terima kasih kepada saudara/i sekalian atas kesediaan waktunya untuk mengisi kuisioner penelitian ini.
1. Identitas Responden
1.1 Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 1.2 Umur : <14 tahun 25 – 55 tahun
15 – 24 tahun > 55 tahun 1.3 Pendidikan terakhir : SD S1
SLTP S2 SLTA S3
1.4 Pekerjaan : Siswa Pegawai Swasta Mahasiswa Wirausahawan PNS Ibu Rumah Tangga TNI Lainnya,
sebutkan...
1.4 Tingkat penghasilan : ≤ Rp. 1000.000
(/bulan) Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000 ≥Rp. 2.000.000
1.5 Daerah Asal :
(4)
2. Persepsi Kondisi Lanskap dan Objek Wisata
Lanskap merupakan bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu dengan elemen penyusun lanskap alami seperti, gunung, sungai, laut, dan bentukan alam lainnya, serta elemen penyusun lanskap buatan seperti, danau, waduk, taman, formasi batuan atau bangunan.
2.1 Apakah anda mengetahui tentang lanskap? ya tidak
2.2 Menurut anda, apakah penataan lanskap diperlukan pada kawasan wisata? ya tidak
2.3 Tujuan anda mengunjungi lokasi objek wisata:
melihat keindahan alam berolahraga tujuan lainnya... mengisi waktu luang penelitian
2.4 Menurut anda,bagaimana kondisi kawasan Wana Wisata Penangkaran Rusa saat ini?
a. Keamanan
tidak baik kurang baik cukup baik baik b. Kebersihan
tidak baik kurang baik cukup baik baik c. Fasilitas
tidak baik kurang baik cukup baik baik d. Pelayanan
tidak baik kurang baik cukup baik baik 2.5 Bagaimana tingkat kepuasan berwisata di Wana Wisata Penangkaran
Rusa?
tidak puas kurang puas cukup puas puas 2.6 Bagaimana tingkat kenyamanan lingkungan berwisata di Wana Wisata
Penangkaran Cariu?
tidak nyaman kurang nyaman cukup nyaman nyaman 2.7 Bagaimana pendapat anda tentang keindahan kawasan Wana Wisata
Penangkaran Rusa Cariu?
tidak indah kurang indah cukup indah indah Alasan :
... 2.8 Hambatan pengunjung menuju lokasi:
Aksesibilitas menuju kawasan kurangnya informasi dan publikasi Sarana dan prasarana kurang lainnya... 3. Pola Kunjungan Wisatawana
3.1 Berapa frekuensi mengunjungi lokasi/objek wisata: baru kali ini 1x setahun 2-6x setahun 1x setiap bulan 3.2 Dengan siapa datang ke lokasi:
sendiri kelompok kecil (3-10 orang) berdua rombongan (>10 orang) 3.3 Transportasi yang digunakan menuju lokasi:
kendaraan pribadi kendaraan umum sewa kendaraan 3.4 Alasan responden mengunjungi lokasi/objek wisata:
(5)
tertarik pada objek wisata memperoleh informasi objek wisata 3.5 Pada waktu apa anda berkunjung ke lokasi ini dan/atau sekitarnya?
hari kerja akhir pekan hari libur 3.6 Berapa lama menghabiskan waktu di lokasi objek wisata?
>2 jam 1 hari 2-5 jam >1 hari
4. Potensi Wisata (Objek/Atraksi, Sarana, Informasi)
4.1 Kegiatan apa yang anda lakukan di dalam kawasan objek wisata? melihat pemandangan alam berkemah lainnya... outbond penelitian
4.2 Menurut anda apa yang menarik untuk dikunjungi di lokasi wisata ini? keunikan (bentukan alam: air terjun, sungai, gua, dsb)
suasana alami hutan makanan lokal penangkaran rusa
4.3 Apa yang menurut anda perlu diperbaiki/disediakan terkait dengan lokasi objek wisata ini? (boleh lebih dari satu)
kemudahan akses berkemah tempat parkir penginapan tempat ibadah kios makanan pusat informasi tempat sampah lainnya.... toilet
4.4 Menurut anda, apa yang perlu dikembangkan di kawasan ini untuk menambah daya tarik wisata pada lokasi ini?
perluasan wilayah peningkatan pelayanan lainnya... penambahan fasilitas peningkatan pengelolaan
4.5Apa anda bersedia mengunjungi objek wisata ini ? ya tidak
Alasan:... 4.6 Apa harapan anda terhadap kawasan ini?
... ... ...
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Maret 1991. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang dilahirkan oleh pasangan Bapak Gatot Dwigustono dan Ibu Siti Nursyamsiah.
Penulis memulai jenjang pendidikan dasarnya di SDN Maruga I pada tahun 1996. Kemudian pada tahun 2002, penulis melanjutkan jenjang pendidikannya di SMPN 2 Ciputat. Tiga tahun kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan menengah atas di SMAN 1 Ciputat. Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMA pada tahun 2008, penulis berhasil memasuki Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian dengan menyelesaikan program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) terlebih dahulu selama satu tahun.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan keorganisasian Himpunan Profesi (HIMPRO) Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP). Dalam kepungurusan HIMASKAP, penulis tercatat pernah menjadi wakil ketua himpunan pada tahun 2010. Selain itu penulis juga pernah mengikuti beberapa kegiatan kepanitian pada IPB Art Contest (IAC) sebagai ketua divisi logistik dan transportasi. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan sayembara desain taman kota yang diadakan oleh Pemerintah Kota Bogor, yaitu sayembara revitalisasi ex-Taman Topi.