The Evaluation Of Sheep Rumen Liquor Enzymes On Crude Fiber Reduction End Digestibility Enhancement Of Coconut Cake Meal For Carp Cyprinus carpio

 

EVALU
UASI PENURUNAN SERAT KA
ASAR DAN
N PENING
GKATAN NILAI
N
KECER
RNAAN BU
UNGKIL KELAPA D
DENGAN PENAMB
BAHAN EN
NZIM
C
CAIRAN
RU
UMEN DO
OMBA SEB
BAGAI BAHAN BAK
KU PAKAN

N
IKA
AN MAS Cyyprinus carp
rpio

 
 
 
 
MARIANA
A YERMIN
NA BERUA
ATJAAN

SEKO
OLAH PAS
SCASARJA
ANA
INSTIT
TUT PERTANIAN BO

OGOR
GOR
BOG
20112

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Penurunan Serat Kasar dan
Peningkatan Nilai Kecernaan Bungkil Kelapa Dengan Penambahan Enzim Cairan
Rumen Domba Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Mas Cyprinus carpio adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian terakhir tesis
ini.

Bogor, Juni 2012


Mariana Yermina Beruatjaan
NRP C151090101

ABSTRACT

MARIANA YERMINA. The Evaluation Of Sheep Rumen Liquor Enzymes On
Crude Fiber Reduction End Digestibility Enhancement Of Coconut Cake Meal
For Carp Cyprinus carpio. Under direction of DEDI JUSADI, NUR BAMBANG
PRIYO UTOMO

The objectives of this work were to evaluate the roles of sheep rumen liquor
enzymes on its capability to reduce the crude fiber contant and enhance the apperent
digestibility of coconut cake meal (BK) for common carp Cyprinus carpio. The work
comprised by two stages experiments. In experiment I, BK was hydrolized with 0, 25,
50, 75, 100, or 125 ml enzymes/kg BK for 0, 12, and 24 hours, respectively.
Thereafter, proximate compositions of BK were analyzed. In experiment II,
hydrolyzed BK (BKe) contained the least crude fiber content from the result of
experiment I was tested for its digestibility. It was found that BK hydrolyzed with
125 ml enzymes/kg BK for 24 hours had the lowest value of crude fiber content, and

highest value of glucose content. In this treatment, crude fiber content was decreased
from 14,34% to 6,98%, while the glucose content was increased from 0,014% to
0,464%. The apparent digestibility of BKe was found to be higher than BK. The total
digestibility, protein carp was 63,92% and 54,58%, 79,53% and 65,17%, 72,2% and
49,17% for BKe and BK, respectively. It was concluded that sheep rumen liquor
enzymes could reduce the crude fiber content of BK, and enhance its apparent
digestibility for carp Cyprinus carpio.
 

Keyword : coconut cake meal, sheep rumen liquor, digestibility, carp juveniles

RINGKASAN
MARIANA BERUATJAAN. Evaluasi Penurunan Serat Kasar dan Peningkatan Nilai
Kecernaan Bungkil Kelapa Dengan Penambahan Enzim Cairan Rumen Domba
Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Mas Cyprinus carpio. Dibimbing oleh DEDI
JUSADI, NUR BAMBANG PRIYO UTOMO.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh penambahan enzim cairan
rumen domba terhadap penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa sebagai
bahan baku pakan ikan mas, serta mengevaluasi nilai kecernaan bahan baku pakan
berbasis bungkil kelapa yang telah dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba

pada ikan mas. Penambahan enzim cairan rumen domba dalam bungkil kelapa
diharapkan menurunkan kandungan serat kasar sehingga mampu meningkatkan nilai
kecernaan dalam bahan pakan dan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh ikan.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu, tahap I menguji efektivitas enzim cairan
rumen domba volume 0, 25, 50, 75, 100 atau 125 ml/kg selama 0, 12 atau 24 jam
dalam menurunkan kandungan serat kasar bungkil kelapa. Rancangan percobaan
yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial. Tahap II adalah menguji
kecernaan bahan pakan bungkil kelapa yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen
domba (BKe) yang merupakan hasil terbaik dari uji tahap pertama. Uji tahap II
menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan pakan dan 3 ulangan yang
ditambahkan indikator Cr2O3. Pakan perlakuan dalam penelitian ini adalah pakan
acuan (100% komersil), pakan uji A : 30% Bungkil kelapa dengan penambahan
enzim cairan rumen domba (BKe) dan pakan B : 30% bungkil kelapa tanpa
penambahan enzim (BK). Ikan yang digunakan adalah 25 ekor ikan mas bobot 1,0 –
1,3 g yang dipelihara dalam akuarium dengan volume 50 liter air. Pemberian pakan
secara et satiation dengan frekuensi pemberian 3 kali per hari. Feses dikumpulkan
selama 20 hari pemeliharaan untuk dianalisis kandungan nutrisinya. Analisis
proksimat dilakukan pada pakan dan feses untuk diukur nilai kecernaannya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan enzim cairan rumen domba
volume 125 ml/kg bahan dengan lama waktu inkubasi 24 jam dapat menurunkan

kandungan serat kasar bungkil kelapa terbaik yaitu dari 14,34% menjadi 6,98%.
Penurunan kandungan serat kasar dapat meningkatkan nilai kecernaan total bahan
pakan bungkil kelapa dari 54,58% menjadi 63,92%, kecernaan protein dari 65,17%
menjadi 79,53% dan kecernaan energi dari 49,17% menjadi 72,2%.
Kata Kunci : bungkil kelapa, enzim cairan rumen domba, kecernaan, pakan ikan mas 

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang Undang
1. Dilarang mengutip sebahagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkn sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

 

EVALUASI PENURUNAN SERAT KASAR DAN PENINGKATAN NILAI

KECERNAAN BUNGKIL KELAPA DENGAN PENAMBAHAN ENZIM
CAIRAN RUMEN DOMBA SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN
IKAN MAS Cyprinus carpio

 
 
 
MARIANA YERMINA BERUATJAAN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister sains pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Tesis


:  Evaluasi Penurunan Serat Kasar dan Peningkatan Nilai

Kecernaan Bungkil Kelapa Dengan Penambahan Enzim
Cairan Rumen Domba Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan
Mas Cyprinus carpio
Nama
NRP

: Mariana Yermina Beruatjaan
: C151090101

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Nur Bambang Priyo Utomo
Anggota

Dr. Dedi Jusadi
Ketua


Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Enang Harris

Dr. Dahrul Syah

Tanggal Ujian : 10 Mei 2012

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas limpahan
berkat dan anugerahNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penyelesaian Tesis ini
dengan penuh perjuangan dan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.

Perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang tak tehingga kepada :
1. Komisi pembimbing, Bapak Dr. Dedi Jusadi dan Bapak Dr. Nur Bambang
Priyo Utomo, yang telah banyak menuangkan pikiran, meluangkan waktu
untuk membimbing, mengarahkan,

dan memberikan saran hingga

terselesaikannya tesis ini.
2. Dekan Pascasarjana IPB dan jajarannya yang memberikan kesempatan bagi
penulis untk belajar pada Sekolah Pascasarjana IPB serta memberikan
pelayanan akademis kepada penulis.
3. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) yang telah memberikan
biaya pendidikan melalui Sekolah Pascasarjana IPB kepada penulis.
4. Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual yang telah memberikan Izin bagi
penulis untuk melanjutkan studi pada jenjang pendidikan magister (S2).
5. Ketua Mayor Ilmu Akuakultur, Staf Dosen, Kesekretariatan, Teknisi dan
Laboran FPIK atas pelayanan, pengabdian dan perhatiannya.
6. Suami tercinta Dr. Jeffry Prabowo yang setia menunggu dan menopang baik
Doa, moril maupun materiil.
7. Orang Tua tercinta Bpk. Perez Beruat, Mama Mia dan Mami Ida W, atas Doa,

dan motivasi setiap saat.
8. Adik-adik tersayang Yomi, Jhein, dan Asri, Alin, Ona, Tati
9. Keluarga besar Beruatjaan/Warin, Oma Yomi, Opa Andi, Kel. Besar Wiyatno,
Om Nunug, Kel.Om Fredy Metengun, Kel. Om Jems Miru, Mama Yos, dan
Kel. Balubun, Milka Ngurmetan, trima kasih menyumbangkan tenaga dan
waktu sejak pagi sampai malam selama penelitan berlangsung.
10. Ida, Bang Udin, Bang Rahman, Bu Dian, Bu Lany, trima kasih atas bantuan
dan perhatiannya selama studi dan lebih khusus selama masa penelitian
hingga selesai.

11. Rekan-rekan AKU angkatan 2009 dan sahabat-sahabat yang memberikan
motivasi serta semangat.
Semua pihak yang tidak sempat disebutkan, terima kasih atas Doa dan
semangat yang diberikan semoga Tuhan Yesus memberkati. Harapan penulis
kiranya karya ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2012

Mariana Yermina Beruatjaan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ohoifau Kabupaten Maluku Tenggara pada tanggal 15
Maret 1979 putri pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Perez
Beruatjaan dan Ibu Maria Beruatwarin. Penulis berhasil mempertahankan Skripsi dan
dinyatakan lulus tahun 2005 pada Universsitas Diponegoro Semarang, program studi
Manajemen Sumberdaya Perairan. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai staf
pengajar pada Politeknik Perikanan Negeri Tual sampai sekarang.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………………............ xii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………....... xiii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….... xiv
PENDAHULUAN………………………………………………...............
1
Latar Belakang …………………………………………………….. ..........
1
Perumusan Masalah…………………………………………..............
3
Tujuan Penelitian …………………………………………………....
4
Manfaat Penelitian…………………………………………………..
4
Hipotesis …………………………………………………………….
4
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….....
5
Kebutuhan Nutrisi Ikan Mas………………………………………... 5
Bungkil Kelapa ……………………………………………………... 9
Cairan Rumen Sebagai Sumber Enzim …………………………….. 10
Serat Kasar dalam Bahan Pakan ……………………………………. 14
Kecernaan Pakan……………………………………………………. 15
BAHAN DAN METODE PENELITIAN…………………………..........
Penelitian Tahap 1. Uji Evektivitas Enzim Cairan Rumen Domba....
Penelitian Tahap 2. Uji Kecernaan Bungkil Kelapa...........................

17
17
18

HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………......

22

Hasil……………………………………………………………….
Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba..………………….........
Analisis Kandungan Nutrisi Bungkil Kelapa…….........……...
Glukosa Terlarut Bungkil Kelapa……....................…………...
Uji Kecernaan Bungkil Kelapa yang Telah dihidrolisis
dengan Enzim Cairan Rumen Domba.........................................
Pembahasan………………………………………………………...

22
22
23
24
25
26

KESIMPULAN…………………………………………………………...

31

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..........

32

LAMPIRAN……………………………………………………………....

37

xi 
 

DAFTAR TABEL

Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.
8.
9.

Kebutuhan Makro Nutrisi Ikan Mas (Cyprinus carpio)............................. 6
Kandungan Nilai Nutrien Bungkil Kelapa (%)......................................... 9
Komposisi Enzim Cairan Rumen Domba ……………………………... 12
Komposisi Pakan Acuan, Pakan Uji A (30% BKe) dan B (30% BK)….. 19
Kisaran Nilai Parameter Kualitas Air Media Pemeliharaan Ikan Mas
Selama Penelitian...................................................................................... 19
Kandungan Lemak, Protein, Serat Kasar Bungkil Kelapa pada
Perlakuan Penambahan Enzim Caiaran Rumen Domba dan Lama Waktu
Inkubasi ..........................................................................................
23
Kandungan Glukosa Terlarut pada Bungkil Kelapa yang Dihidrolisis
Dengan Enzim Cairan Rumen Domba..................................................... 24
Kecernaan Total, Kecernaan Protein, dan Kecernaan Energi.................. 25
Kecernaan Bahan Uji............................................................................... 25

xii 
 

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Bagian-Bagian Perut Hewan Ruminansia..............................
2. Aktifitas Enzim Selulase, Amilase, Protease dan Lipase pada
Enzim Cairan Rumen Domba................................................

xiii 
 

10
22

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Perosedur Analisis Kadar Protein..……………………….........
Perosedur Analisis Kadar Lemak...…………………………….
Perosedur Analisis Kadar Air......................................................
Perosedur Analisis Kadar Abu....................................................
Perosedur Analisis Kadar Serat Kasar.........................................
Metode Uji Aktifitas Enzim.........................................................
Perosedur Analisis Kecernaan.......................................................
Hasil Analisis Kecernaan Bungkil Kelapa dan Kromuim (Cr2O3)
dan Pakan dan Feses Ikan Mas Cyprinus carpio.........................

xiv 
 

37
38
39
40
41
43
46
47


 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian besar bahan baku pakan, seperti tepung ikan, tepung kedelai,
jagung, meat bone meal, dan bahan lainnya merupakan bahan impor. Tepung ikan
yang diimpor Indonesia pada tahun 2008 sebesar 44.073,22 ton, tahun 2009
sebesar 47.518,97 ton dan pada tahun 2010 menjadi 39.261,69 ton. Sedangkan
tepung kedelai yang diimpor tahun 2008 sebesar 35.849,98 ton, tahun 2009
menjadi 53.474,80 ton, tahun 2010 meningkat menjadi 55.805,86 (Anonim 2011).
Sebagai upaya pengurangan ketergantungan terhadap bahan baku pakan yang
diimpor tersebut adalah pemanfaatan bahan baku lokal berbasis limbah yang
berpotensi dijadikan sebagai bahan baku pakan ikan, diantaranya adalah bungkil
kelapa.
Bungkil kelapa merupakan limbah agroindustri yang ketersediaannya
didukung dengan potensi kelapa di Indonesia yang mencapai luasan areal 3,9 juta
ha tahun 2009 dengan produksi 3,3 juta ton/tahun (Anonim 2010). Produksi
kelapa di Indonesia terus meningkat. Pada Tahun 2010, beberapa daerah di
Indonesia yang memiliki potensi kelapa yang cukup tinggi seperti Kepulauan
Riau memproduksi kelapa sebesar 49,4018 ton/tahun, Kalimantan Selatan (30,869
ton/tahun), Sulawesi Tenggara (41,675 ton/tahun), Maluku (75,217 ton/tahun)
(Anonim 2011). Di Bireun, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) memasok
buah kelapa setiap hari mencapai 35 ton, sedangkan bungkil kelapa yang
merupakan limbah dari hasil olahan tersebut mencapai ±7 ton (Anonim 2010).
Limbah bungkil kelapa yang dihasilkan dijual dengan harga Rp. 1.500/kg. Limbah
ini dijadikan sebagai pakan ternak. Harga tersebut jika dibandingkan dengan
bahan baku pakan lainnya seperti bungkil kedelai Rp. 4.400/kg, tepung jagung
Rp. 3.050/kg, pollard Rp. 2.400/kg, maka harga bungkil kelapa relatif murah.
Namun, bungkil kelapa yang digunakan sebagai alternatif bahan baku pakan
diduga sulit dicerna karena mengandung serat kasar yang tinggi. Bungkil kelapa
hasil akhir olahan minyak kelapa tersebut mengandung protein kasar 23,13%,
lemak 10,86%, serat kasar 11,64%, abu 7,21%, kadar air 2,51%, dan BETN
44,64%. Choet (2001) menyatakan bahwa 74,3 % non-starch polysaccharides


 

(NSP) terkandung dalam bungkil kelapa sehingga sulit dicerna. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk menurunkan kandungan serat kasar dalam bungkil
kelapa tersebut adalah penambahan enzim pendegradasi yang terdapat dalam
cairan rumen domba.
Rumen merupakan sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida
dihidrolisis di rumen disebabkan pengaruh sinergis dan interaksi dari kompleks
mikroorganisme, terutama penghasil selulase dan xillanase (Trinci et al., 1994).
Mikroba-mikroba rumen mensekresikan enzim-enzim pencernaan ke dalam cairan
rumen untuk membantu mendegradasi partikel makanan. Enzim-enzim tersebut
antara lain adalah enzim selulase, hemiselulase/xylanase, amilase, pektinase,
lipase, protease dan lain-lain (Kamra, 2005). Selanjutnya dinyatakan bahwa
mikroba rumen yang mensekresikan enzim selulase diantaranya Fibrobacter
succinogenes, Ruminococcus albus, R. flavefaciens, Clostrodium lochheadii, C.
longisporum dan Eubacterium cellulosovens. Sedangkan jenis mikroba yang
banyak menghasilkan enzim amlase adalah Streptococcus bovis, Ruminococcus
amylophylus,

Prevotella

rumonocola,

Streptococcus

ruminantium

dan

Lachnosphora multipharius. Hasil penelitian Pamungkas (2011) melaporkan
bahwa penambahan enzim cairan rumen domba dosis 100 ml/kg bahan dengan
lama waktu inkubasi 24 jam dapat menurunkan kandungan serat kasar bungkil
kelapa sawit dari 17,54% menjadi 6,69% dan menaikan nilai kecernaan dari
15,31% menjadi 42,26% pakan benih ikan patin siam. Penelitian Fitriliyani
(2010) menghasilkan penurunan kadar serat kasar tepung daun lamtoro tertinggi
sebesar 16,77% menjadi 7,77%

dan menurunkan asam fitat 68,09% serta

meningkatkan komposisi asam amino dan nilai kecernaan pada ikan nila. Pantaya
(2003), penelitian penambahan enzim cairan rumen domba dengan dosis 1,24
IU/kg

menurunkan

kandungan

polisakarida

dari

26,32%

ke

22,38%,

meningkatkan oligosakarida dari 73,68% ke 77,62% dan meningkatkan energi
wheat pollard dari 1,55 kkal/kg menjadi 1,88 kkal/kg. Penelitian Sandi (2010),
penambahan enzim cairan rumen domba dosis 1% (b/v) dengan lama waktu
inkubasi 24 jam mampu menurunkan kandungan serat kasar sebesar 17,83% dan
meningkatkan gula total terlarut sebesar 29,91% pada singkong. Terjadi
penurunan serat kasar diduga karena jenis makanan yang dikonsumsi oleh domba


 

selama masa pemeliharaan dikondisikan banyak mengkonsumsi rumput. Lubis
(1992) melaporkan bahwa rumput mengandung serat kasar yang tinggi (30,86%).
Menurut Budiansyah (2010), sapi lokal yang banyak mendapatkan pakan serat
akan menghasilkan enzim selulase yang mampu mendegradasi serat. Sedangkan
pada sapi impor yang mendapatkan konsentrat banyak menghasilkan enzim
xilanase, mananase, amilase.
Bungkil kelapa sebagai alternatif bahan baku pakan ikan belum
dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian

untuk

mengevaluasi penurunan serat kasar dan peningkatan nilai kecernaan bungkil
kelapa dengan penambahan enzim cairan rumen domba sebagai pakan benih ikan
mas Cyprinus carpio.
Perumusan Masalah
Ketersediaan bungkil kelapa sebagai alternatif bahan baku pakan impor
cukup banyak dan harganya relatif murah. Namun, tingginya kandungan serat
kasar (11,64%) menjadi faktor pembatas dalam penggunaannya sebagai pakan
ikan. Keterbatasan ikan dalam memanfaatkan serat berkaitan dengan ketersediaan
enzim sellulotik yang terbatas dalam saluran pencernaan ikan, bahkan pada level
tertentu dapat menghambat pertumbuhan ikan. Ikan tidak mampu mencerna serat
kasar, dibatasi oleh kemampuan mikroflora dalam ususnya untuk mensekresikan
sellulase (Bureau, 2000).
Upaya untuk meminimalkan kandungan serat kasar bungkil kelapa perlu
dilakukan, yakni dengan menghidrolisis kandungan serat kasarnya. Untuk
menghidrolisis serat kasar bisa dilakukan dengan kapang maupun menggunakan
enzim yang dihasilkan mikroba. Penelitian Indariyanti (2011), penggunaan
kapang Trichoderma harzianum Rifai untuk menurunkan serat kasar bungkil inti
sawit dari 16,78% ke 9,35% membutuhkan waktu 8 hari. Sedangkan dengan
cairan enzim rumen domba hanya membutuhkan 24 jam untuk menurunkan
kandungan serat kasar daun lamtoro, bungkil kelapa sawit dan kulit kakao,
masing-masing dari 16,77% ke 7,74%; 17,54% ke 6,69% dan 27,97% ke 21,67%
(Fitriliyani 2010, Pamungkas 2011, Kurniansyah, 2012). Selain efisiensi waktu,
untuk bahan baku yang sama, penggunaan enzim cairan rumen domba cenderung


 

menurunkan kandungan serat dalam jumlah yang lebih banyak dibanding kapang.
Penggunaan rumen domba sebagai enzim pendegradasi serat kasar pada bungkil
kelapa dibanding ternak lainnya karena keberadaan ternak domba ditemukan
hampir diseluruh daerah di Indonesia sehingga diperoleh dengan mudah.
Berdasarkan hal-hal tersebut, penelitian ini dirancang untuk menurunkan
serat kasar bungkil kelapa dengan enzim cairan rumen domba. Penambahan enzim
cairan rumen domba dalam bungkil kelapa tersebut diharapkan dapat
mengevaluasi efektivitas enzim cairan rumen domba yang ditambahkan dalam
bahan pakan serta mampu meningkatkan nilai kecernaan dalam pakan sehingga
dapat dimanfanfaatkan secara optimal oleh ikan mas.

Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi pengaruh penambahan enzim cairan rumen domba terhadap
penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa.
2. Mengevaluasi nilai kecernaan bungkil kelapa sebagai bahan baku pakan ikan
mas.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang
ketersediaan pakan bungkil kelapa sebagai bahan baku alternatif dari bahan baku
lokal yang berkulitas dalam pakan ikan mas.

Hipotesis
1. Penambahan enzim cairan rumen domba pada bungkil kelapa dapat
mengurangi kandungan serat kasar bahan pakan. Semakin banyak enzim yang
digunakan dalam waktu tertentu, akan semakin banyak serat kasar yang
dihidrolisis
2. Bungkil kelapa yang telah dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba
dapat meningkat nilai kecernaannya pada benih ikan mas.


 
TINJAUAN PUSTAKA

Kebutuhan Nutrisi Ikan Mas
Fungsi utama makanan adalah sebagai penyedia energi bagi aktivitas selsel tubuh. Karbohidrat, lemak dan protein merupakan zat gizi dalam makanan yang
berfungsi sebagai energi tubuh. Protein bersama dengan mineral dan air merupakan
bahan baku utama dalam pembentukan sel-sel dan jaringan tubuh, sedangkan protein
bersama-sama

dengan

mineral

dan

vitamin

berfungsi

dalam

pengaturan

keseimbangan asam basa, pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh, serta pengaturan
proses metabolisme dalam tubuh. Adapun lemak dalam bentuk fosfolipid dan
kolesterol juga sedikit berperan dalam pembentukan dinding sel (NRC, 1993).
Ikan, seperti juga hewan lainnya tidak mempunyai kebutuhan nutrisi yang
pasti, namun ikan membutuhkan nutrisi yang seimbang untuk keberlangsungan
hidupnya. Afrianto dan Liviawati (2005) mengemukakan bahwa kebutuhan nutrisi
untuk tiap species ikan berbeda-beda dan sering berubah-ubah dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jenis ikan, ukuran, lingkungan dan musim. Protein merupakan
komponen utama jaringan dan juga senyawa nitrogen lainnya seperti asam nukleat,
enzim, hormon, dan vitamin, sehingga keberadaannya harus secara terus-menerus
disuplai dari makanan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh (Furuichi,
1988). Protein mempunyai peran penting untuk fungsi jaringan yang normal,
pertahanan dan petumbuhan (Watanabe and Cho,1988). Protein dalam fungsinya
tidak hanya sebagai penyusun utama tubuh ikan tetapi juga berperan penting sebagai
enzim dan hormon-hormon yang menunjang metabolisme.
Kebutuhan protein ikan menurut (Hepher, 1990) pada umumnya berkisar
35-50%, kebutuhan protein ikan karnivora 40-50% dan omnivora 25-35% (Craig and
Helfrich, 2002). Pemanfaatan protein sangat beragam diantara spesies ikan,
bergantung pada sumber energi non-protein pakan karena kemampuan ikan dalam
memanfaatkan lemak atau karbohidrat pakan juga berbeda untuk setiap speses ikan.
Protein pakan yang tidak mencukupi akan menghambat pertumbuhan, sedangkan
kadar protein yang berlebih mengakibatkan protein akan dikatabolisme menjadi


 

energi sehingga protein yang digunakan untuk membangun jaringan tubuh hanya
sedikit (NRC, 1983). Dalam Standar Nasional Indonesia dinyatakan bahwa
kebutuhan protein minimal untuk benih ikan mas adalah 30% (SNI 2000).
Takeuchi et al. 2002, mengemukakan bahwa ikan mas mampu mencerna
lemak dengan baik. Oleh karena itu, jumlah energi yang dapat tercerna (digestible
energy) lebih penting dari pada jumlah lemak dalam pakan. Lemak merupakan
sumber energi yang tinggi dalam pakan. Watanabe (1988) mengemukakan satu gram
energi memiliki energi dalam pakan (gross energy) sebesar 9,4 Kkal, sedangkan
dalam protein dan karbohidrat sebesar 5,6 dan 4,1 Kkal. Takeuchi (1988), kebutuhan
karbohidrat ikan mas tergolong tinggi dibandingkan dengan ikan yang lain karena
ikan tersebut tergolong omnivora. Jobling (1993) dalam Midlen & Redding (1998),
mengemukakakn bahwa ikan mas dapat mencerna sebagian besar karbohidrat dalam
pakan, sementara golongan karnivora seperti salmon dan yellowtail hanya mampu
mencerna sekitar 25% saja. Secara umum kebutuhan makro nutrisi ikan mas disajikan
pada Tabel 1. (Takeuchi 1988).
Tabel 1. Kebutuhan makro nutrisi ikan mas (Cyprinus carpio)
Makro Nutrisi

Kebutuhan

Protein

30 - 35 g.100 g-1

Lemak

5 - 15 g 100 g-1

Energi

13 - 15 MJ kg-1 (310-360 Kcal)

Karbohidrat

30 - 40 g. 100 g-1

Energi pakan diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein. Proporsi
energi yang dikonsumsi meningkat, dengan meningkatnya ukuran ikan, namun
efisiensi pencernaan dan absorpsi menurun yang akhirnya memperlambat
pertumbuhan akibat energi yang hilang melalui feses meningkat (De Silva dan
Anderson, 1995). Imbangan protein dan energi sangat penting dalam menunjang
pertumbuhan ikan. Pakan yang mempunyai kadar protein tinggi belum tentu dapat
mempercepat pertumbuhan apabila total energi pakan rendah. Karena energi pakan


 

terlebih dahulu dipakai untuk kegiatan metabolisme standar, seperti respirasi,
transport ion, dan pengeluaran cairan tubuh serta aktifitas lainnya. Energi untuk
seluruh aktifitas tersebut diharapkan sebagian besar berasal dari bahan nutrien nonprotein, dalam hal ini karbohidrat dan lemak. Apabila sumbangan energi dari bahan
non-protein ini rendah maka protein akan digunakan sebagai sumber energi untuk
berbagai aktifitas tersebut sehingga pertumbuhan akan berkurang. Dengan kata lain,
penambahan energi non-protein dapat meningkatkan fungsi protein dalam menunjang
pertumbuhan ikan (Furuichi, 1938). Rasio energi protein optimum telah ditemukan
pada berbagai spesies ikan, dan rasio tersebut berkisar antara 8 sampai 10 kkal DE
per gram protein pakan (Halver, 2002). Sedangkan pada catfish rasio ini berkisar
antara 7,4-l2 kkal/g. Peningkatan rasio DE/P pakan catfish diatas kisaran ini akan
meningkatkan deposit lemak dan jika energi terlalu rendah, pertumbuhan ikan akan
melambat (Robinson et a1, 2007).
Peran utama karbohidrat dalam nutrisi hewan adalah sebagai sumber energi
(Takeuchi, l988). Menurut Furuichi (1988) karbohidrat adalah sumber energi yang
paling murah dan mudah didapatkan untuk komposisi pakan ikan dan juga bertindak
sebagai protein sparing efect. Sumber karbohidrat yang berkualitas baik menjadi
sangat penting karena akan berfungsi sebagai energi nonprotein, sehingga akan
sedikit protein yang digunakan sebagai sumber energi tetapi lebih banyak digunakan
untuk pertumbuhan. Kemampuan menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi
berbeda diantara spesies ikan. Yamamoto et al., (200l), menyatakan bahwa ikan
umumnya lebih efisien dalam mencerna dan memanfaatkan protein dan lemak, tetapi
dalam memanfaatkan karbohidrat sangat bervariasi bergantung pada kompleksitas
karbohidrat. Menurut Mokoginta et al. (1999), hal tersebut disebabkan oleh aktivitas
enzim amylase yang berbeda untuk spesies ikan, dan biasanya ikan karnivor lebih
terbatas dalam memanfaatkan karbohidrat dibandingkan ikan omnivor dan herbivor.
Kebanyakan ikan perairan tropis, termasuk catfish dapat memanfaatkan lebih banyak
karbohidrat dibandingkan ikan perairan dingin dan ikan laut. Ikan omnivora
umumnya mampu memanfaatkan karbohidrat lebih tinggi (kadar optimum 30-40%)
sedangkan ikan karnivora memanfaatkan karbohidrat pada kadar optimum 10-20%


 

(Furuichi, 1999). Ikan yang diberi pakan tanpa karbohidrat memiliki laju
pertumbuhan yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan pakan yang diberi
karbohidrat (Wilson, 1994). Namun pemberian karbohidrat yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan pertumbuhan ikan menurun dan tidak efektifnya pakan yang
diberikan (Zonneveld et al., 199l). Pertumbuhan fingerling catfish lebih tinggi ketika
pakannya mengandung karbohidrat dibandingkan hanya mengandung lemak sebagai
sumber energi nonprotein (NRC, 1993).
Lemak pada pakan mempunyai peranan penting bagi ikan, karena berfungsi
sebagai sumber energi dan asam lemak esensial, memelihara bentuk dan fungsi
membran atau jaringan sel yang penting bagi organ tubuh tertentu, membantu dalam
penyerapan vitamin yang larut dalam lemak dan untuk mempertahankan daya apung
tubuh. Menurut Craig dan Helfrich (2002), lemak adalah salah satu makronutrien
dengan kandungan energi yang tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai protein
sparing effect dalam pakan budidaya. Satu unit lemak yang sama mengandung energi
dua kali lipat dibandingkan dengan protein dan karbohidrat. Jika lemak dapat
menyediakan energi untuk pemeliharaan metabolisme maka sebagian besar protein
yang dikonsumsi dapat digunakan tubuh untuk pertumbuhan dan bukan digunakan
sebagai sumber energi (NRC, 1993).
Ikan menggunakan lemak untuk energi, komponen struktur sel dan
pemeliharaan integritas biomembran (Takeuchi, l988). Furuichi (1998) juga
menyatakan bahwa lemak juga dapat dimanfaatkan untuk membangun struktur sel
dan mempertahankan integritas membran melalui penggunaan fosfolipid. Lemak
adalah sumber energi dan mengandung 2,25 kali energi karbohidrat, dan memegang
peranan penting dalam metabolisme hewan seperti mensuplai asam lemak esensial,
sebagai pelarut vitamin, dan prekursor untuk hormom-horrnon steroid (Robinson et
al., 200l). Pada ikan, lemak dapat berperan mempertahankan daya apung tubuh
(NRC, 1993).


 

Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang diperoleh dari ekstraksi daging
buah kelapa segar/kering. Didaerah tropik, bungkil kelapa adalah salah satu bahan
makanan ternak sumber protein nabati yang sering digunakan sebagai bahan
penyusun pakan (Wahju, 1988). Parakkasi (1990) mengemukakan bahwa bahan
pakan bungkil mengandung bahan protein nabati dan sangat potensial untuk
meningkatkan karkas. Kandungan nilai nutrien bungkil kelapa disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan nilai nutrien bungkil kelapa (%)
Kandungan Zat

Kadar Air
Protein Kasar
BETN
Serat Kasar
Abu
Lemak
Kalsium
Posfor

a

b

10,9
16,6
8,4
3,5
27,3
-

10,1
20,9
46,2
10,5
6,5
5,8
BB

Jumlah (%)
c
7,6
20,04
49,56
9,08
5,24
8,52
BB

d

e

9,54
22,75
54,84
12,11
7,41
2,89
0,40
BK

2,51
23,13
54,84
11,64
7,41
10,87
0,40
0,63
>100%

Sumber : a. Hoffman, A (1981)
c. Mepba dan Achinewhu (2003)
b. Creswell dan Brooks (1971)
d. Moorthy,M dan Viswanathan (2009)
e. Hasil analisis proksimat bungkil kelapa dari Aceh

Hasil penelitian Ng dan Chen (2004) menunjukkan bahwa bungkil kelapa
sawit (BKS) yang difermentasi oleh Trichoderma koningii menghasilkan peningkatan
kandungan protein kasar, yaitu dari 17% menjadi 32%. Penggunaan BKS sebagai
pakan ikan lele telah dilakukan oleh Ng dan Chen (2002) membuktikan bahwa
pernberian bungkil sawit sebanyak 20% dalam pakan tidak berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan ikan lele. Penelitian yang dilakukan oleh Lim et al., (2001)
pada ikan nila tilapia menunjukkan bahwa penggunaan BKS 30% dalam pakan
memberikan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata dengan ikan yang diberi pakan
kontrol yang menggunakan tepung ikan 43% dan tepung bungkil kedele 20,75%

10 
 

sebagai sumber protein walaupun tingkat kecernaan proteinnya lebih rendah dari
pakan kontrol. Ng dan Chong (2002), dalam hasil penelitiannya melaporkan bahwa
penggunaan BKS 20% bobot kering dalam pakan ikan nila Tilapia (Oreochromis sp)
tidak menunjukkan pengaruh negatif terhadap laju pertumbuhan dan efisiensi pakan
bila dibandingkan dengan pakan kontrol yang menggunakan tepung ikan 2l,19% dan
tepung bungkil kedele 30,73% sebagai sumber protein. Selain itu juga dilaporkan
bahwa penambahan enzim pada BKS mampu meningkatkan nilai nutrisi BKS dan
dapat meningkatkan penggunaan BKS dalam pakan ikan nilia sebesar 4,0% dapat
memberikan pertumbuhan yang lebih baik dari penggunaan BKS tanpa enzim.

Cairan Rumen sebagai Sumber Enzim
Ternak ruminansia mempunyai organ pencernaan yang berbeda dengan
organ pencernaan monogastrik. Ternak ruminansia terdapat empat lambung yang
terdiri atas retikulum, rumen, omasum dan abomasum (Gambar 1). Proses pencernaan
bahan makanan yang terjadi dalam rumen adalah proses fermentasi oleh mikroba
rumen. Proses fermentasi ini yang menjadikan perbedaan antara ruminansia dan
monogastrik.

Gambar 1. Bagian-bagian perut hewan ruminansia.
Organ pencernaan ternak monogastrik yang berfungsi untuk mencerna
bahan makanan adalah lambung sejati dengan bantuan enzim. Ternak monogastrik

11 
 

tidak dapat mencerna serat yang terlalu banyak karena tidak terdapat mikroba dalam
organ pencernaannya yang menghasilkan enzim pendegradasi selulosa. Pada dasarnya
hewan ruminansia juga tidak mampu memecah ikatan β1-4 glikosida, akan tetapi
karena adanya mikroba di dalam rumen, maka ruminansia dapat memecah ikatan β14 glikosidik (Arora, 1989).  
Wizna et al., (2008) menyatakan bahwa xanthophyll yang terdapat dalam
isi rumen, sebagian besar terdiri dari hijauan, diduga dibutuhkan oleh pigmen kuning
telur dan kulit unggas. Manfaat lain dari penggunaan isi rumen sebagai bahan pakan
adalah adanya vitamin Bl2 sebagai faktor protein hewan yang menyebabkan isi
rumen mempunyai nilai secara biologi yang sama dengan tepung ikan dan ekstrak
hati. Kandungan nutrisi dari isi rumen sapi adalah 9,29% air, 8,45% protein kasar,
1,23% lemak kasar, 33,53% serat kasar. 0,20% Ca, 0,45% P, l6,l9% abu, dan,
31,60% NFE. Menurut Hardiyanto, (2001) isi rumen berpotensi sebagai feed additive.
Cairan rumen telah digunakan sebagai sumber inokulan dalam pengolahan silase
jerami padi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa cairan rumen pada onggok sebagai bahan
baku penyusun ransum komplit dapat meningkatkan kandungan VFA (Volatile Fatty
Acid).
Rumen

diakui

sebagai

sumber

enzim

pendegradasi

polisakarida.

Polisakarida dihidrolisis di rumen disebabkan pengaruh sinergis dan interaksi dari
kompleks mikroorganisme, terutama selulase dan xillanase (Trinci et al., 1994). Ada
dua grup jenis mikroorganisme yang diyakini pada cairan rumen (Iiquid phase) dan
yang menempel pada digesta rumen. Enzim yang aktif mendegradasi struktural
polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada mikroorganisme yang menempel pada
partikel pakan.
Mikroba-mikroba rumen mensekresikan enzim-enzim pencernaan ke dalam
cairan rumen untuk mernbantu mendegradasi partikel makanan. Enzim-enzim
tersebut antara lain adalah enzim yang mendegradasi substrat selulosa yaitu selulosa,
hemiselulosa/xylosa adalah hemiselulase/xylanase, pati adalah amilase, pektin adalah
pektinase, lipid/lemak adalah lipase, protein adalah protease dan lain-lain (Kamra,
2005). Kamra (2005) mengemukakan bahwa jenis mikroba rumen yang

12 
 

mensekresikan enzim selulase diantaranya Fibrobacter succinogenes, Ruminococcus
albus, R. flavefaciens, Clostrodium lochheadii, C. longisporum dan Eubacterium
cellulosovens. Sedangkan jenis mikroba yang banyak menghasilkan enzim amilase
adalah Streptococcus bovis, Ruminococcus amylophylus, Prevotella rumonocola,
Streptococcus ruminantium dan Lachnosphora multipharius.
Aktivitas enzim dalam cairan rumen juga tergantung dari komposisi atau
perlakuan makanan (Moharrery dan Das, 2002). Agarwal et al., (2002) melaporkan
bahwa anak domba dengan berat badan 23,5 kg yang diberi makan minum susu
sampai 8 minggu dan diteruskan dengan 50% konsentrat dan 50% rumput sampai
umur 24 minggu mendapatkan bahwa enzim-enzim yang ada dalam cairan rumen
antara lain carboxymethyl cellulase dengan aktivitas enzim 3,60 mol glukosa per jam
per ml, alpha amylase 0,33 umol glukosa per menit per ml, xylanase 0,29 umol
xylosa per menit per ml, beta-glukosidase 0,20 umol p-nitrophenol per menit per ml,
alpha-glukosidase 0,008 U/mol p-nitrophenol per menit per ml, urease 0,05 U/mol
NHs-N per menit per ml dan protease 452,7 U/ g hidrolisis protein per jam per ml.
Moharrery dan Das (2001) mengukur aktivitas enzim protease, selulase, amylase,
lipase dan urease pada cairan rumen domba dan mendapatkan bahwa cairan rumen
yang berisi enzim-enzim dari sel-sel bakteri, aktivitas enzimnya lebih tinggi dari
cairan rumen tanpa protozoa dan tanpa sel-sel bakteri. Komposisi enzim cairan rumen
domba ditunjukan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi enzim cairan rumen domba
Enzim1)

Cairan rumen
Tanpa Protozoa

Cairan rumen
bebas sel
mikroba
162,2±33,70

Cairan rumen
dengan sel
mikroba
405,30±44,19

Selulase-Fpase μg
738,5±3,45
glukosa/ml/jam
Protease (unit/ml)
0,201±0,078
0,090±0,027
0,220±0,046
Amilase (ug glukosa/menit/ml 172,2±45,9
60,05±10,96
208,7±97,0
Lipase (unit/ml)
1,076±0,309
0,339±0,080
1,225±0,803
1)
Enzim dari cairan rumen anak domba yang diberi makan air susu dan konsentrat
sampai umur 9 minggu (Moharrery dan Das, 2002).

13 
 

Cairan rumen telah digunakan sebagai sumber inokulan dalam pengolahan
silase jerami padi dan menghasilkan penurunan bahan kering 10,6%, kadar serat
15,98% serta meningkatkan kandungan protein 4,5% (Purnomohadi, 2006). Hasil
penelitian Hardiyanto (2001), menyatakan bahwa cairan rumen yang ditambahkan
pada onggok sebagai bahan pakan penyusun ransum komplit dapat meningkatkan
kandungan VFA (volatile fatty acid). Penambahan cairan rumen sebesar 62 dan 1,240
U/g pada wheat pollard menghasilkan penurunan kandungan polisakarida berturutturut sebesar 4,0% dan 3,9% dan kandungan polisakarida wheat pollard tanpa enzim
lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditarnbahkan enzim (Pantaya, 2003).
Selulosa menurut Hardjo et al. (1989) adalah polimer tak bercabang dari
glukosa yang dihubungkan melalui ikatan 1,4 β glikosida. Enzim yang mendegradasi
selulosa yaitu endoglukonase atau karboksil metal selulase (endo-1,4- β-glukonase).
Kompleks enzim selulase mempunyai tiga komponen utama yang bekerja bersamasama atau bertahap dalam menguraikan selulosa menjadi unit glukosa, yaitu :
1. Endo-selulase yang memotong bagian dalam struktur kristal dari selulosa dan
mengeluarkan unit selulosa dari rantai polisakarida.
2. Ekso-selulase yang memotong 2-4 unit selulosa dari rantai akhir hasil produksi
endo-selulase dan menghasilkan tetrasakarida atau disakarida seperti selubiosa.
3. Selubiosa atau β-glukosidase yang menghidrolisis produk dari ekso-selulase
menjadi monosakarida.
Tiga reaksi tersebut yang dikatalis oleh selulase memotong interaksi
nonkovalen dalam bentuk ikatan hidrogen yang ada dalam struktur kristal selulosa
oleh enzim endo-selulase, menghidrolisis serat selulosa menjadi sakarida yang lebih
sederhana oleh ekso-selulase, serta menghidrolisis disakarida dan tetrasakarida
menjadi glukosa oleh enzim β-glukosidase. Penelitian Malathi dan Devegowda
(2002), menambahkan multienzim ke dalam pakan broiler memperoleh hasil terjadi
peningkatan nilai total gula sunflower meal, soybean meal, deoiled rice bran yang
lebih besar dibandingkan dengan penggunaan enzim tunggal. Dinyatakan bahwa
kandungan multienzim ini juga menjadi kelebihan yang dimiliki oleh ekstrak enzim
cairan rumen domba.

14 
 

Serat Kasar Dalam Bahan Pakan
Sundu dan Dingle (2003) mengemukakan bahwa penggunaan bungkil
kelapa sawit dalam ransum unggas dibatasi oleh tiga faktor; pertama secara fisik
bungkil kelapa bersifat “gritty (berbatu / mengandung grit) dan tidak palatable; kedua
secara nutrisional mengandung bahan atau zat seperti manan atau galaktomanan dan
xilan atau arabinoxilan yang dapat menurunkan penyerapan nutrient. Lebih lanjut
dikatakan bahwa dari total karbohidrat bungkil kelapa, 26 persen adalah manan, 61
persen galaktomanan, dan 13 persen selulosa.
Kadar serat kasar yang berbeda pada bahan penyusun pakan dapat
mempengaruhi nilai energi yang tersedia dalam pakan karena terdapat korelasi
negatif antara kadar serat kasar dalam pakan dengan energi yang tersedia dalam
pakan. Semakin tinggi serat kasar pakan maka semakin rendah jumlah energi yang
tersedia. Hal tersebut disebabkan serat kasar tidak mampu menyediakan energi yang
dapat dimanfaatkan oleh ikan. Anggorodi (1990) mengemukakan bahwa, serat kasar
yang berisi selulosa, hemiselulosa, dan lignin relatif sulit dicerna dan merupakan
sumber energi yang rendah.
Tillman (1999) menyatakan bahwa serat kasar adalah penyusun utama
dinding sel tumbuhan dan merupakan fraksi karbohidrat yang telah dipisahkan
dengan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang tidak larut dalam basa dan asam
encer setelah pendidihan selama 30 menit. Serat kasar terdiri dari sellulosa,
hemisellulosa dan lignin yang sulit dicerna (Anggorodi l994; Tillman l999). Serat
kasar dibutuhkan dalam pakan untuk membantu proses pencernaan makanan.
Menurut Piliang (2006), serat kasar mernbantu mempercepat ekskresi sisa-sisa
makanan rnelalui saluran pencernaan. Dalam keadaan tanpa serat, feses dan
kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus yang dapat
rnenyebabkan gangguan pada gerakan peristaltik pada usus besar sehingga eksresi
feses menjadi lebih lamban. Sebaliknya, (Slae and Hinz 1969 dalam Fitriliyani, 2010)
bahwa pakan dengan kandungan serat kasar yang tinggi dapat menyebabkan absorbs
zat makanan berkurang dan koefisien cerna semua zat makanan menurun.

15 
 

Keterbatasan

ikan

dalam

memanfaatkan

serat

berkaitan

dengan

ketersediaan enzim sellulotik yang terbatas dalam saluran pencernaan ikan, bahkan
pada level tertentu dapat menghambat pertumbuhan ikan (Bureau, 1999). Labih lanjut
dinyatakan bahwa, kemampuan ikan dalam mencerna serat kasar dibatasi oleh
kemampuan mikroflora dalam ususnya untuk mensekresikan sellulase.
Kecernaan Pakan
Nilai kecernaan suatu makanan atau disebut juga dengan koefisien
penecernaan (digestibility) disamping menggambarkan kemampuan ikan dalam
memanfaatkan makanan juga dapat menggambarkan kualitas pakan yang dikonsumsi
oleh ikan. Lovell (1989) mendefenisikan kecernaan sebagai bagian dari pakan yang
diserap oleh hewan. Pakan yang masuk ke dalam saluran pencernaan akan dicerna
menjadi senyawa sederhana berukuran mikro, dimana protein dihidrolisis menjadi
asam-asam amino atau peptida sederhana, lemak menjadi gliserol dan asam lemak
menjadi gula sederhana (Halver 2002).
Proses kecernaan pakan baik fisik maupun kimia memegang peranan
penting. Hidrolisis nutrient makro dimungkinkan dengan adanya beberapa enzim
pencernaan seperti protease, karboksilase, dan lipase (Zonneveld et al. 1991).
Robinson, (2001) mengemukakan bahwa rendahnya serat kasar dalam pakan
menyebabkan tingginya daya cerna dan penyerapan zat-zat makanan didalam alat
pencernaan ikan. Selama pakan berada dalam usus ikan, nutrient dicerna oleh
berbagai enzim menjadi bentuk yang dapat diserap oleh dinding usus dan masuk
dalam sistim peredaran darah. Sebaliknya pakan yang mengandung serat kasar tinggi
akan menghasilkan feses yang lebih banyak sehingga serat kasar yang tidak tercerna
tersebut dapat membawa zat-zat makanan yang seharusnya dicerna.
Metode pengukuran kecernaan menurut Takeuchi (1988) ada dua cara yaitu
metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung yang diukur yaitu jumlah
pakan yang dikonsumsi dan jumlah feses yang dikeluarkan. Sedangkan metode tidak
langsung yaitu dengan menambahkan indikator dalam pakan dimana indikator
tersebut mempunyai sifat tidak dapat diserap dalam tubuh ikan, tidak beracun dan

16 
 

dapat dianalisa dalam jumlah yang sedikit dan indikator yang mempunyai sifat
tersebut adalah Cromium oxide. Jumlah Cromium oxide yang digunakan dalam
penentuan kecernaan adalah 0,5-1,0%. Selanjutnya dikatakan bahwa keuntungan
menggunakan metode tidak langsung ini adalah feses yang telah dikumpulkan dapat
dianalisa kandungan nutriennya sehingga dapat diketahui koefisien daya cerna suatu
nutrien dalam pakan tersebut.
Amonia yang diekskresikan ikan merupakan indikator yang baik dalam
menentukan kadar optimum protein dalam pakan terutama jika dihubungkan dengan
pertumbuhan (Wermerskirchen et al. 1996). Menurut NRC (1993), nitrogen yang
diekskresikan berkorelasi dengan nitrogen yang dikonsumsi. Eksresi amonia
menunjukan jumlah relatif protein pakan yang dicerna untuk sintesis protein atau
sumber energi.

17

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap 1 adalah uji efektivitas enzim
cairan rumen domba terhadap penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa. Uji
Tahap 2 adalah mengevaluasi kecernaan bungkil kelapa sebagai pakan benih ikan
mas (Cypinus carpio).
Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap
Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa
Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas
penambahan enzim cairan rumen domba dalam bungkil kelapa terhadap penurunan
kandungan serat kasar pada bungkil kelapa. Pada tahap pertama dilakukan
pengambilan cairan rumen domba. Cairan rumen domba yang diambil adalah cairan
rumen dari domba yang selama pemeliharaan diberikan pakan rumput. Cairan rumen
domba yang dihasilkan diusahakan selalu dalam kondisi dingin. Cairan rumen yang
diambil kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit pada
suhu 40C. Supernatan yang terbentuk direaksikan dengan amonium sulfat 60%
menggunakan magnetic stirer selama 1 jam dan didiamkan selama 24 jam pada suhu
40C. Selanjutnya cairan rumen yang telah diinkubasi selama 24 jam disentrifugasi
pada kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit kondisi 4 0C. Endapan yang terbentuk
digunakan sebagai sumber enzim. Enzim kemudian dilarutkan dalam buffer fosfat
dengan

perbandingan 1:1, yakni endapan dari 100 ml supernatan cairan rumen

dilarutkan dalam 100 ml buffer fosfat pH 7,0 dan disimpan pada suhu 4 0C
(Budiansyah, 2010; Fitriliyani 2010). Enzim yang telah diperoleh dari hasil isolasi,
selanjutnya diuji aktivitas enzimnya yang meliputi aktivitas enzim selulase (FP-ase
Ghosse 1987), amilase dan protease, serta lipase (Tiests and Friedreck dalam
Barlongan 1990). Enzim yang diperoleh dari hasil isolasi kemudian ditambahkan ke
dalam bungkil kelapa dengan volume yang berbeda, yaitu:

0, 25, 50, 75, 100 atau

125 ml/kg bungkil kelapa. Lama waktu inkubasi di masing-masing dosis tersebut
adalah 0, 12 atau 24 jam.

18

Parameter yang diamati adalah kandungan serat kasar BK sebelum dan
sesudah inkubasi. Untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim cairan rumen
terhadap parameter yang diukur dilakukan analisis statistik menggunakan analisis
ragam (uji F). Jika terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji Duncan
(Steel dan Torrie, 1993). Rancangan percobaan pada penelitian Tahap 1
menggunakan Rancanagan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor peubah dan 3
ulangan. Faktor peubah tersebut adalah dosis enzim cairan rumen domba dan lama
waktu inkubasi. Analisis kimia yang dilakukan pada tahapan ini meliputi analisis
serat kasar, kadar protein, lemak, abu, dan air bahan pakan hidrolisis (Takeuchi,
1988).
Penelitian Tahap 2: Uji Kecernaan Bungkil Kelapa yang telah Dihidrolisis
dengan Enzim Cairan Rumen Domba Sebagai Pakan
Benih Ikan Mas
Pakan Uji
Tahapan uji kecernaan bahan pakan dilakukan berdasarkan metode kecernaan
bahan yang dikemukakan oleh Watanabe (1988), yaitu pakan acuan (reference diet)
yang terdiri dari 100% pakan komersil, dan 2 jenis pakan uji (test diet) yang terdiri
dari pakan A (65% pakan komersil dan 30% bungkil kelapa + enzim (BKe), pakan B
(65% pakan komersil dan 30% bungkil kelapa (BK). Uji kecernaan dilakukan di
Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni

Juli 2011. Pakan yang

dibuat, kemudian dianalisis proksimat untuk perhitungan nilai kecernaan di akhir
penelitian. Penelitian tahap dua dilakukan bertujuan untuk mengetahui

nilai

kecernaan bahan pakan bungkil kelapa yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen
domba sebagai pakan benih ikan mas. Komposisi pakan acuan dan pakan uji dengan
menggunakan BKe dan BK disajikan pada Tabel 4.

19

Tabel 4. Komposisi pakan acuan (100% komersil), pakan uji (30% BKe) dan (30%
BK) dalam persen
Komposisi
Pakan komersil
Bke
BK
Tepung tapioka
Kadar air
Cr2O3
Total

(100% komersil)
95
0
0
3
1,5
0,5
100

A (30% BKe)
65
30
0
3
1,5
0,5
100

B (30% BK)
65
0
30
3
1,5
0.5
100

Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan selama penelitian berlangsung meliputi
parameter suhu, oksigen terlarut (DO), pH dan amoniak. Pengukuran dilakukan pada
awal, pertengahan dan pada akhir penelitian. Kisaran nilai parameter kualitas air
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kisaran nilai parameter kualitas air media pemeliharaan ikan mas selama
penelitian
Parameter Kualitas Air
Suhu (0C)
pH
DO (mg/l)
Amoniak (mg/l)

Kualitas air selama penelitian
29 30
6,5 7,5
4,6 6,7
0,011 0,015

Uji Kecernaan Ikan Mas dan Pengumpulan Data
Ikan uji yang digunakan telah diadaptasikan dalam wadah pemeliharaan selama
7 hari. Ikan uji pada awal penelitian berjumlah 225 ekor benih ikan mas dengan bobot
rata-rata 1,0 - 1,5 g/ekor yang terdistribusi pada 9 akuarium berukuran 60x40x50 cm
volume air 50 liter, masing-masing akuarium berisi 25 ekor ikan. Setelah dipuasakan
selama 24 jam, ikan ditimbang dalam bobot basah tubuhnya. Pemeliharaan ikan
dilakukan selama 20 hari dan diberikan pakan uji yang mengandung indikator Cr 2O3
dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pukul 07.00, 12.00

20

dan 17.00 WIB. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation (sampai kenyang).
Pergantian air dilakukan satu kali per tiga hari dengan volume 50% dari total air
dalam wadah. Feses yang telah terkumpul dikeringkan di dalam oven dengan suhu
110°C selama 4-6 jam. Jumlah ikan uji setelah penelitian 222 ekor dengan bobot
akhir 2,0

3,0 g. Selanjutnya dilakukan analisis kandungan protein dan kadar air

Cr2O3 terhadap feses yang sudah dikeringkan dengan bantuan alat spektrofotometer
yang memiliki panjang gelombang 350 nm (Watanabe, 1988). Parameter yang
diamati pada penelitian tahap

Dokumen yang terkait

Evaluation of kapook seed based on digestibility, enzimatic, blood parameter, histology and growth performance as alternatif of feed ingredient for Common carp, Cyprinus carpio L

2 13 161

The Effect of Salinity on Production and Pathology of Common Carp (Cyprinus carpio).

0 6 157

The Effect of Mannanase and Cellulase Combination in Palm Kernel Meal Base Diet on the Growth of Common Carp Cyprinus carpio Juvenile

3 18 127

The Evaluation Of Sheep Rumen Liquor Enzymes On Crude Fiber Reduction End Digestibility Enhancement Of Coconut Cake Meal For Carp Cyprinus carpio.

0 6 111

The Evaluation of Utilization of Sheep Rumen Liquor Enzyme for Hydrolisis of Crude Fiber Content in Coconut Meal and its Apparent Digestibility for Red Tilapia Oreochromis sp.

0 6 123

The Effect of Salinity on Production and Pathology of Common Carp (Cyprinus carpio)

0 3 85

The Effect of Mannanase and Cellulase Combination in Palm Kernel Meal Base Diet on the Growth of Common Carp Cyprinus carpio Juvenile

0 2 71

The Evaluation of Utilization of Sheep Rumen Liquor Enzyme for Hydrolisis of Crude Fiber Content in Coconut Meal and its Apparent Digestibility for Red Tilapia Oreochromis sp

0 9 69

Effect of crude enzymes from rumen liquor and yeasts culture on performance of goats fed diets containing palm kernel cake

0 3 83

87 The Effects of Ketapang (Terminalia catappa) Bark Crude Extract on Inhibition of Aeromonas hydrophila Growth and Blood Cells of the Infected Carp (Cyprinus carpio)

0 0 8