The Evaluation of Utilization of Sheep Rumen Liquor Enzyme for Hydrolisis of Crude Fiber Content in Coconut Meal and its Apparent Digestibility for Red Tilapia Oreochromis sp.

(1)

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ENZIM CAIRAN RUMEN

DOMBA TERHADAP PENURUNAN SERAT KASAR DAN

PENINGKATAN KECERNAAN BUNGKIL KELAPA SEBAGAI

PAKAN IKAN NILA MERAH

Oreochromis sp

ZURAIDA

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ” Efektifitas Penambahan Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Serat Kasar dan Peningkatan Kecernaan Bungkil Kelapa Sebagai Pakan Ikan Nila Merah (Oreochromis sp)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012

Zuraida NRP C151090171


(3)

ABSTRACT

ZURAIDA. The Evaluation of Utilization of Sheep Rumen Liquor Enzyme for Hydrolisis of Crude Fiber Content in Coconut Meal and its Apparent Digestibility for Red Tilapia Oreochromis sp. Under direction of DEDI JUSADI, NUR BAMBANG PRIYO UTOMO

Two experiments were conducted to evalueate the hydrolysis of crude fiber in coconut cake meal (CCM) by sheep rumen liquor enzymes, and apparent digestibility of hydrolyzed CCM for the diet of red tilapia (Oreochromis sp). In Experiment I, the sheep rumen liquor enzymes were added into the CCM at concentration of either 0, 25, 50, 75, 100, or 125 ml/kg of CCM, and incubated for the period of 0, 12, and 24 hours, respectively. In order to evaluate the apparent digestibility, in Experiment II, CCM and hydrolyzed CCM were fed on tilapia for 2 weeks. The result showed that sheep rumen liquor enzymes could effectively reduced the fiber content of CCM, while its glucose concentration increased. It was found that the application of sheep rumen liquor enzymes at a dose of 125 ml in 1 kg CCM at a period of 24 hours was the most effective treatment to reduce the crude fiber content in CCM. The crude fiber content in this treatment decreased from 13.76% to 6.98 %, thereby the apparent digestibility in red tilapia increased from 45.71% to 60.64%.


(4)

RINGKASAN

ZURAIDA. Efektifitas Penambahan Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Serat Kasar dan Peningkatan Kecernaan Bungkil Kelapa Sebagai Pakan Ikan Nila Merah Oreochromis sp. Dibimbing oleh DEDI JUSADI dan NUR BAMBANG PRIYO UTOMO

Kebutuhan pakan dari tahun ke tahun semakin meningkat mengimbangi peningkatan produksi sektor budidaya. Peningkatan kebutuhan pakan ini tidak didukung oleh produksi bahan baku pakan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan pakan, Indonesia harus mengimpor bahan baku pakan. Pemakaian bahan pakan impor sedikit demi sedikit harus dikurangi dan digantikan oleh bahan baku lokal. Sumber bahan baku lokal yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan adalah hasil sampingan produk agro industri seperti bungkil kelapa. Penggunaan bungkil kelapa sebagai bahan pakan non-ruminansia memiliki keterbatasan nutrisi yaitu tingginya serat kasar dan daya cerna yang rendah. Kandungan serat kasar yang tinggi pada bungkil kelapa menyebabkan bahan baku tersebut perlu diolah lagi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ikan. Upaya yang telah berkembang yaitu pemanfaatan enzim cairan rumen untuk menurunkan serat kasar bahan pakan. Cairan rumen merupakan salah satu sumber alternatif yang murah dan dapat dimanfaatkan dengan mudah sebagai enzim hidrolase. Penggunaan bahan baku lokal terutama bungkil kelapa yang telah diturunkan serat kasarnya melalui hidrolisis oleh enzim cairan rumen domba diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku lokal alternatif yang berkualitas, dan dapat menurunkan impor bahan baku.

Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap I yaitu penambahan enzim cairan rumen domba 0, 25, 50,75, 100, dan 125 ml/kg bungkil kelapa dengan lama inkubasi 0, 12, dan 24 jam terhadap penurunan serat kasar pada bungkil kelapa dengan rancangan acak lengkap faktorial. Penelitian Tahap II yaitu uji kecernaan bungkil kelapa pada ikan nila merah Oreochromis sp menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Hasil penelitian Tahap I menunjukkan bahwa penambahan enzim cairan rumen domba berpengaruh nyata terhadap penurunan serat kasar bungkil kelapa. Penurunan serat kasar bungkil kelapa tertinggi diperoleh pada perlakuan volume enzim 125 ml/kg bungkil kelapa dengan lama waktu inkubasi 24 jam yaitu dari 13,76% ke 6,98%. Sedangkan hasil uji kecernaan pada Tahap II menunjukkan bahwa kecernaan pakan uji A (30% BKe) 60,64% lebih tinggi dibandingkan dengan kecernaan pakan uji B (30% BK) yaitu 45,71% atau peningkatan sebesar 32,66%. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan enzim cairan rumen domba dapat menurunkan serat kasar dan meningkatkan kecernaan bungkil kelapa sebagai pakan ikan nila merah Oreochromis sp.


(5)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(6)

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ENZIM CAIRAN RUMEN

DOMBA TERHADAP PENURUNAN SERAT KASAR DAN

PENINGKATAN KECERNAAN BUNGKIL KELAPA SEBAGAI

PAKAN IKAN NILA MERAH

Oreochromis sp

ZURAIDA

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(7)

(8)

Judul Tesis : Efektifitas Penggunaan Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Serat Kasar dan Peningkatan Kecernaan Bungkil Kelapa Sebagai Pakan Ikan Nila Merah Oreochromis sp

Nama : Zuraida

NRP : C151090171

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Dedi Jusadi Dr. Nur Bambang Priyo Utomo

Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Akuakuktur

Prof. Dr.Enang Harris Dr. Dahrul Syah


(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul Efektifitas Penambahan Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Serat Kasar dan Peningkatan Kecernaan Bungkil Kelapa Sebagai Pakan Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) dapat diselesaikan dengan baik.

Pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Dedi Jusadi, M.Sc, dan Bapak Dr. Nur Bambang Priyo Utomo, M.Si, selaku pembimbing atas semua pengarahan, koreksi, dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Ibunda Hj. Timariah dan Ayahanda M. Daud Adam (Alm). Kakanda tercinta (M.Yacob; Amiruddin; Dra. Rusmaniah, M.Pd; Dra. Maryani; Yusniati, S.Pd; Nurdin (alm); Nurasmawati, S.Pd; Nasir, M.Si; Nazariah, A.Md.Keb, S.Kes; dan dr. Sayuti, S.Pb), serta seluruh keluarga besar atas doa, kasih sayang dan dukungan moril maupun materil kepada penulis selama ini.

3. Ibu Dr. Mia Setiawati, M.Si selaku penguji luar komisi atas segala masukan dan arahan.

4. Dekan Universitas Almuslim, Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Utara dan Kepala Sekolah SMK N 1 Muara Batu yang telah memberikan izin studi. 5. Teman-teman Akuakultur 2009 (Reza Samsudin, Mariana Beruatjaan,

Wahyuni Fanggi Tasik, Iko Imelda A, Erna Tahalib, Novi Mayasari, Safrizal Putra, Aras Sazili, Mualiani, Riri Ezraneti, Rahman, Dian Febriani, Anwar, Jakomina Metungun, Septi Heza, Dewi Puspaningsih, Muznah Toatubun, Alfabetian C.H, Jenny Abidin, Hary Kretiawan, Jacquelin Sahetapy, Eulis Marlina, Tanbiyaskur, Ari, Romeos Kalvari). Teman-teman di SMK N 1 Mura Batu dan Universitas Almuslim Bireuen terimakasih atas dukungannya. Akhir kata, semoga apa yang telah diberikan kepada penulis akan mendapat imbalan dari- Nya sebagai amal ibadah. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2012 Zuraida


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dakuta, Kec. Muara Batu Kab. Aceh Utara pada tanggal 10 November 1983. Penulis merupakan anak bungsu dari sebelas bersaudara. Tahun 2004 penulis berhasil menamatkan pendidikan DIII pada progran studi Teknologi Manajemen Produksi Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Tahun 2006 penulis berhasil menamatkan Pendidikan Sarjana pada program studi Budidaya Perairan Universitas Brawijaya Malang. Tahun 2007 sampai sekarang penulis bekerja sebagai dosen pada program studi Budidaya Perairan Universitas Almuslim, Bireuen, Aceh. Pada tahun 2010 sampai sekarang penulis bekerja sebagai guru SMK N 1 Muara Batu, Kab. Aceh Utara. Tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Akuakultur.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Hipotesis ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) ... 5

Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila ... 5

Bahan Pakan Sumber Nutrien ... 9

Bungkil Kelapa... 9

Cairan Rumen Domba Sebagai Sumber Enzim ... 13

Serat Kasar Dalam Bahan Pakan ... 15

Kecernaan ... 16

METODELOGI ... 19

Penelitian Tahap 1 ... 19

Penelitian Tahap 2 ... 20

Pakan Uji ... 21

Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data ... 22

Parameter yang Diuji ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Hasil ... 25

Aktifitas Enzim Pada Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba ... 25

Hasil Analisa Kandungan Nutrisi Bungkil Kelapa ... 25

Kandungan Glukosa Terlarut ... 27

Uji Kecernaan BKe Pada Ikan Nila Merah ... 27

Kualitas Air ... 28

Pembahasan ... 29

KESIMPULAN ... 35

Kesimpulan ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila (Oreochromis sp) ... 8

2. Kandungan nilai gizi ampas kelapa ... 10

3. Kandungan asam amino ampas kelapa ... 11

4. Kandungan asam lemak bungkil kelapa ... 12

5. Komposisi enzim cairan rumen domba ... 14

6. Komposisi pakan acuan dan pakan uji A (30% BKt), pakan B (30% BK) . 21 7. Komposisi pakan uji (g/100 g pakan) ... 21

8. Kandungan lemak, protein dan serat kasar bungkil kelapa yang diberikan perlakuan penambahan volume enzim dan lama waktu inkubasi yang berbeda... 26

9. Kandungan glukosa terlarut pada bungkil kelapa yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba ... 27

10. Kecernaan total, kecernaan protein, kecernaan energi ... 27

11. Kecernaan bahan ... 28 12. Kisaran kualitas air media pemeliharaan ikan nila merah selama penelitian 28


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Aktifitas enzim selulase, amylase, protease, dan lipase pada


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur analisis proksimat ... 43

2. Metode uji aktifitas enzim ... 47

3. Prosedur analisa kecernaan ... 50

4. Hasil analisis statistik kadar serat kasar bungkil kelapa ... 51


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan pakan dari tahun ketahun semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi sektor budidaya. Pada tahun 2008 kebutuhan mencapai 8,13 juta ton, meningkat menjadi 8,60 juta ton pada tahun 2009, dan tahun 2010 kebutuhan pakan meningkat menjadi 9,70 juta ton (Anonim, 2011). Peningkatan kebutuhan pakan ini tidak didukung oleh produksi bahan baku pakan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan pakan, Indonesia harus mengimpor bahan baku pakan. Beberapa jenis bahan baku yang masih diimpor diantaranya adalah tepung ikan, tepung kedelai, jagung, bone meal dan bahan lainnya. Indonesia pada tahun 2008 mengimpor tepung ikan sebesar 44.073,22 ton, 47.518,97 ton pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi 39.261,69 ton. Sedangkan impor tepung kedelai pada tahun 2008 mencapai 35.849,98 ton, tahun 2009 menjadi 53.474,80 ton dan 55.805,86 ton pada tahun 2010 (Anonim, 2011).

Pemakaian bahan pakan impor sedikit demi sedikit harus dikurangi dan digantikan oleh bahan baku lokal, hal ini harus dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan pakan impor. Sumber bahan baku lokal yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan adalah hasil sampingan produk agro industri seperti bungkil kelapa. Indonesia saat ini merupakan salah satu negara yang memiliki areal kelapa terluas di dunia yaitu ±3,9 juta ha dengan produksi 3,3 juta ton setara kopra di tahun 2009 dan menempati urutan ke dua setelah Philipina sebagai negara produsen kelapa (Ditjen Perkebunan, 2010). Potensi ini memungkinkan bungkil kelapa yang diperoleh cukup banyak, sementara pemanfaatannya masih sangat terbatas. Salah satu contoh daerah di Indonesia yang sangat berpotensi sebagai salah satu daerah penghasil tepungbungkil kelapa yaitu Provinsi Aceh. Di daerah ini hampir semua kabupaten terdapat perkebunan kelapa, namun ada dua daerah yang menjadi sentral produksi dan pengolahan kelapa yaitu Kabupaten Bireun dan Kabupaten Aceh Utara. Di kedua kabupaten tersebut ada pabrik pengolahan minyak kelapa. Pabrik-pabrik ini memiliki kapasitas pengolahan yang tinggi, setiap hari kelapa yang masuk rata-rata sebesar 35 ton dan yang menjadi bungkil kelapa yaitu ±7


(16)

ton (Anonim, 2010). Tepung bungkil hasil pengolahan minyak kelapa di pabrik tersebut selama ini dijual ke Medan untuk dijadikan pakan ternak dengan harga jual Rp. 1.500/kg. Harga ini masih cukup murah bila dibandingkan dengan bahan baku lain seperti pollar Rp. 2.400/kg, bungkil kedelai Rp.4.400/kg, dan tepung jagung Rp.3.050/kg. Bungkil kelapa yang dijual ini mempunyai kadar air 2,51%, protein kasar 23,13%, lemak 10,87%, serat kasar 11,64%, abu 7,21% dan BETN 44,64%. Moorthy dan Viswanathan (2009) bungkil kelapa mengandung kadar air 9,4%, Protein kasar 22.75%, lemak kasar 2,89%, serat kasar 12,11%, abu 7,41%, BETN 54,84%, kalsium 0,40%, dan posfor 0,63%. Bungkil kelapa sebagai bahan baku lokal alternatif karena ketersediaannya banyak, tidak berkompetisi dengan manusia dan harga yang relatif murah.

Penggunaan bungkil kelapa sebagai bahan pakan non-ruminansia memiliki keterbatasan nutrisi yaitu tingginya serat kasar dan daya cerna yang rendah. Kandungan serat kasar yang tinggi pada bungkil kelapa menyebabkan bahan baku tersebut perlu diolah lagi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ikan. Halver (1989) menyatakan bahwa ikan kurang mampu mencerna serat kasar karena dalam usus ikan tidak terdapat mikroba yang dapat memproduksi enzim selulase. Serat dibutuhkan tubuh ikan dalam jumlah terbatas yaitu maksimal 7 % pada pakan (Robinson et al. 2001). Fakta dilapangan menujukkan bahwa kandungan serat kasar pada pakan komersil tidak melebihi 5 %. Pengolahan terhadap berbagai pakan yang mengandung serat kasar tinggi sudah banyak dilakukan untuk efisiensi pemanfaatan pakan, seperti pengolahan secara fisik, kimia dan biologi atau kombinasinya. Upaya lain yang telah berkembang yaitu pemanfaatan enzim cairan rumen untuk menurunkan serat kasar bahan pakan. Cairan rumen merupakan salah satu sumber alternatif yang murah dan dapat dimanfaatkan dengan mudah sebagai enzim hidrolase (Muharrery & Das, 2002). Penelitian pemanfaatan enzim cairan rumen untuk bahan pakan ikan sudah dilakukan seperti ikan nila dengan bahan baku daun lamtoro (Fitriliyani, 2010), dan benih ikan patin dengan bahan baku bungkil sawit (Pamungkas, 2011).

Penggunaan bahan baku lokal terutama bungkil kelapa yang telah diturunkan serat kasarnya melalui hidrolisis oleh enzim cairan rumen domba diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku lokal alternatif yang berkualitas,


(17)

dan dapat menurunkan impor bahan baku. Untuk itu, dilakukan penelitian efektifitas pemanfaatan enzim cairan rumen domba terhadap penurunan serat kasar dan nilai kecernaan bungkil kelapa sebagai pakan ikan nila merah (Oreochromis sp).

Perumusan Masalah

Penggunaan bahan pakan impor selama ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan impor bahan pakan maka otomatis akan mengakibatkan banyak menguras devisa negara, dan efeknya adalah mahalnya harga pakan. Peningkatan harga pakan menimbulkan masalah yang besar di sektor budidaya, sehingga perlu dicari bahan pakan alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor. Bahan pakan alternatif yang perlu didorong di antaranya bungkil kelapa. Penggunaan bungkil kelapa sebagai bahan pakan ikan mempunyai permasalahan sendiri yaitu tingginya serat kasar. Salah satu teknologi yang bisa dilakukan untuk menurunkan serat kasar bahan yaitu dengan penambahan cairan rumen domba, dimana di dalam cairan rumen ini berdasarkan penelitian diketahui mengandung enzim pendegradasi serat (Williams & Withers, 1992). Martin et al. (1999) mendapatkan bahwa enzim-enzim pencerna karbohidrat dalam cairan rumen antara lain adalah amylase, xilanase, avicelase, α-D-glukosidase, α -L-arabinofuranosidase, β-D-glukosidase, dan β-D-xylosidase. Penelitian Budiansyah (2010) menyatakan bahwa di dalam enzim cairan rumen mengandung enzim selulase, xilanase, mannanase, amylase, protease, dan fitase mampu menghidrolisis bahan pakan lokal dan penambahan enzim cairan rumen sapi lokal dalam pakan meningkatkan kecernaan ayam broiler.

Lebih lanjut penelitian Fitriliyani (2010); Pamungkas (2011) bahwa di dalam rumen domba terdapat aktifitas enzim –enzim selulase, amylase, protease, lipase, dan fitase. Pemanfaatan ekstrak cairan rumen domba 100 ml/kg daun lamtoro dengan masa inkubasi 24 jam mampu menurunkan serat kasar dari 16,77% ke 7,774% (Fitriliyani, 2010). Pamungkas (2011) menyatakan bahwa penggunaan ekstrak cairan rumen domba 100 ml/kg bahan dengan lama inkubasi 24 jam mampu menurunkan serat kasar dari 17,54% ke 6,69% dan meningkatkan nilai kecernaan bungkil kelapa sawit sebesar 42,26%. Penelitian yang dilakukan oleh Pantaya (2003) menyatakan bahwa penambahan enzim cairan rumen dengan


(18)

dosis 1.240 IU/kg menurunkan kandungan polisakarida dari 26,32% ke 22,38%, meningkatkan kandungan oligosakarida dari 73,68% ke 77,62% dan meningkatkan energi wheat pollard dari 1.55 kkal/kg menjadi 1.88 kkal/kg. Penelitian Sandi (2010) penambahan enzim cairan rumen dosis 1% (b/v) dengan lama waktu inkubasi 24 jam mampu menurunkan kandungan serat kasar sebesar 17,83% dan meningkatkan gula total terlarut sebesar 29,91% pada singkong.

Penambahan cairan rumen domba ke dalam bungkil kelapa diharapkan dapat menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan nilai kecernaan bungkil kelapa sehingga bisa digunakan sebagai bahan baku alternatif yang dapat mensubstitusi bahan baku lain terutama impor. Dalam pembuatan pakan diperlukan bahan pakan yang mempunyai nilai kecernaan tinggi sehingga nutrien yang ada dalam pakan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh ikan.

Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi penambahan enzim cairan rumen terhadap tingkat penurunan serat kasar bungkil kelapa.

2. Mengetahui kecernaan bungkil kelapa yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba sebagai bahan pakan ikan nila merah (Oreochromis

sp).

Manfaat Penelitian

1. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi pemanfaatan enzim cairan rumen domba dalam penurunan serat kasar bungkil kelapa sebagai bahan penyusun pakan untuk ikan nila merah (Oreochromis sp).

Hipotesis

1. Penambahan enzim cairan rumen domba pada bungkil kelapa dapat menurunkan kandungan serat kasar bungkil kelapa.

2. Bahan pakan yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba kecernaan meningkat.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nila Merah (Oreochromis sp)

Klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut :

phylum : Vertebrata (bertulang belakang) super class : Pisces (ikan)

kelas : Osteichthytes (Bony fish) sub-kelas : Acanthopterigii

super ordo : Teleostei

ordo : Percomorphidae

family : Cichilidae

genus : Oreochromis

spesies : Oreochromis sp

Ikan nila merah (Oreochromis sp) selain untuk konsumsi domestik juga dikembangkan sebagai komoditas ekspor, dalam bentuk ikan utuh maupun fillet dengan negara tujuan antara lain Timur Tengah, Singapura, Jepang dan Amerika Serikat. Indonesia merupakan eksportir nila terbesar ke-3 setelah China dan Filipina (DKP, 2008). Menurut data Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) DKP (2007) impor tilapia alias nila (beku maupun fillet) di AS terus tumbuh dalam sepuluh tahun terakhir. Angka impor tilapia AS pada 2002–2006 masing-masing 67,2 ribu ton, 90,2 ribu ton, 112,9 ribu ton, 134,9 ribu ton, dan 158,3 ribu ton. AS mengimpor fillet nila segar dan beku dari negara-negara Amerika Latin, Ekuador, Kosta Rika, dan Honduras.

Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila

Ikan membutuhkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, dimana energi tersebut berasal dari nutrien yang dikonsumsi oleh ikan. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrien pada ikan diantaranya adalah jumlah dan jenis asam amino esensial, kandungan protein yang dibutuhkan, kandungan energi pakan dan faktor fisiologis ikan (Lovell, 1989). Campuran yang seimbang dari bahan penyusun pakan dan kecernaan dari pakan merupakan dasar utama untuk


(20)

penyusunan formulasi pakan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan (Cho & Watanabe, 1983). Ikan nila akan memperlihatkan pertumbuhan yang baik apabila pemberian pakan dengan formulasi yang seimbang, yang di dalamnya terkandung bahan-bahan seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, serat, dan mineral.

Protein merupakan molekul kompleks yang terdiri atas asam amino essensial dan asam amino non essensial. Ikan membutuhkan protein untuk pemeliharaan tubuh, penggantian jaringan yang rusak, dan pembentukan jaringan atau penambahan protein tubuh. Protein merupakan komponen dasar dalam jaringan tubuh hewan dan merupakan nutrien yang paling penting untuk pertumbuhan dan pertahanan tubuhnya. Hampir 60-75% bobot tubuh ikan adalah protein, oleh karena itu ikan membutuhkan protein untuk pertumbuhannya dan keberadaannya harus secara terus menerus disuplai dari makanan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh.

Kebutuhan protein ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran ikan, spesies, tingkat pemberian pakan, ketersediaan, dan kualitas pakan, serta energi yang akan dicerna dalam pakan (Watanabe, 1988). Jumlah protein yang diperlukan dalam pakan secara langsung dipengaruhi oleh komposisi asam amino pakan. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga harus tersedia dalam pakan (NRC, 1983). Ikan membutuhkan 10 jenis asam amino esensial untuk menghasilkan pertumbuhan optimum, yaitu arginin, fenilalanin, histidin, isoleusin, lisin, metionin, triptofan, treonin dan valin. Kebutuhan ikan seperti halnya hewan, tidak memiliki kebutuhan protein yang mutlak tetapi memerlukan suatu campuran yang seimbang antara asam amino esensial dan non esensial.

Menurut NRC (1983), kekurangan asam amino esensial akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan. Suprayudi et al. (1999) menambahkan bahwa retensi protein yang rendah disebabkan oleh tingginya perbedaan komposisi asam amino esensial dalam protein dibandingkan dengan komposisi asam amino esensial tubuh ikan. Kebutuhan protein menurun seiring dengan bertambahnya umur dan ukuran ikan tetapi akan meningkat secara linier dengan peningkatan suhu air hingga batas yang dapat ditoleransi oleh ikan (Halver, 2002). Setiap spesies membutuhkan protein yang berbeda untuk pertumbuhannya,


(21)

sebagai contoh ikan mas membutuhkan protein 31-38%, ikan gurame ukuran 25 gram membutuhkan protein 38% dan benih membutuhkan protein 43% dalam pakan (Mokoginta et al. 1993), sedangkan kadar protein yang optimal untuk menunjang pertumbuhan ikan nila berkisar antara 28-50% (Webster & Lim, 2002).

Protein pakan yang tidak mencukupi akan menghambat pertumbuhan, sedangkan kadar protein yang berlebih mengakibatkan kelebihan protein akan dikatabolisme menjadi energi sehingga protein yang digunakan untuk membangun jaringan tubuh hanya sedikit (NRC, 1983). Jumlah dan kualitas protein akan mempengaruhi pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan. Apabila kadar protein dalam pakan berkurang, maka protein dalam jaringan tubuh akan dimanfaatkan untuk menjalankan fungsi jaringan yang lebih penting.

Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang relatif lebih murah harganya. Karbohidrat dalam pakan disebut dengan BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen). BETN ini bagian dari karbohidrat yang mengandung gula, pati dan sebagian besar dari zat hemiselulosa dalam bahan makanan. Daya cerna karbohidrat sangat bervariasi, tergantung dari kelengkapan molekul penyusunnya. Karbohidrat sebagian besar didapat dari bahan nabati, sedangkan kadarnya dalam makanan ikan berkisar antara 10-50%. Karbohidrat dalam bentuk serat kasar sebenarnya tidak termasuk sebagai zat gizi yang sangat diperlukan, karena sukar sekali dicerna. Kemampuan ikan menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi berbeda setiap spesies ikan. Ikan omnivora umumnya mampu memanfaatkan karbohidrat lebih tinggi (kadar optimum 30-40%) sedangkan ikan karnivora memanfaatkan karbohidrat pada kadar optimum 10-20% (Furuichi, 1988).

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang tinggi dalam pakan. Satu gram lemak memiliki energi dalam pakan (gross energy) sebesar 9.4 kkal, sedangkan dalam protein dan karbohidrat sebesar 5.6 dan 4.1 kkal (Watanabe, 1988). Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien, baik secara langsung maupun potensial tersimpan di dalam jaringan adiposa, sebagai penyedia asam lemak esensial serta komponen struktur sel dan pemeliharaan integritas biomembran membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak dan


(22)

untuk mempertahankan daya apung tubuh (NRC, 1993), sebagai prekursor untuk hormon-hormon steroid (Robinson et al. 2001). Lemak juga berfungsi sebagai sumber asam lemak dan pelarut vitamin A, D, E, dan K. Kadar lemak sebesar 5% sudah mencukupi untuk kebutuhan ikan nila, tetapi jika kadar lemak dalam pakan ditingkatkan menjadi 12% akan memberikan pengaruh berupa perkembangan maksimal pada ikan nila (Webster & Lim, 2002).

Vitamin merupakan senyawa yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan meskipun tidak merupakan sumber tenaga, tapi dibutuhkan untuk pertumbuhan normal, reproduksi, kesehatan dan metabolisme secara umum. Meskipun vitamin yang dibutuhkan hanya sedikit, tetapi bila kekurangan dapat menimbulkan gangguan dan penyakit. Kebutuhan vitamin pada setiap ikan dipengaruhi oleh ukuran ikan, umur, kondisi lingkungan, suhu air dan saling berpengaruh diantara zat makanan yang tersedia.

Mineral adalah zat organik yang dibutuhkan oleh ikan untuk pembentukan jaringan tubuh, proses metabolisme dan mempertahankan keseimbangan osmotis. NRC (1993) menyatakan bahwa mineral merupakan senyawa yang digunakan untuk proses respirasi, osmoregulasi dan pembentukan kerangka tulang. Kebutuhan nutrisi ikan nila dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila (Oreochromis sp)

Nutrien Jumlah Yang dibutuhkan Sumber referensi**)) Protein Asam amino -Arginin -Histidin -Isoleusin -Leusin -Lysine

-Metionin + Cystin -Phenilalanin + Tyrosin -Threonin

-Tritopan -Valin Lemak

Asam lemak essensial Posforus

Karbohidrat

Digestibiliti energi (DE)

Larva 35%

Benih– konsumsi 25-30% 4,2 %

1,7 % 3,1 % 3,4 % 5,1 %

3,2 % ( Cys 0,5 ) 5,5 % (Tyr 1,8 ) 3,8 %

1,0 % 2,8 % 6 – 10 % 0,5 % - 18:2n-6 < 0,9 %

25%

2500 – 4300 Kkal/ kg

Santiago et al (1982) Santiago et al (1986) Santiago & Lovell (1988)

Jauncey & Ross (1982) Takeuchi et al (1982) Watanabe et al (1980) Jauncey & Ross (1982) Jauncey & Ross (1982) Sumber : **))BBAT Sukabumi (2005) dalam Indariyanti (2011)


(23)

Bahan Pakan Sumber Nutrien

Bahan baku pakan merupakan faktor utama yang harus tersedia dalam pembuatan pakan. Bahan baku pakan pada umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu bahan baku yang berasal dari tumbuhan (nabati) dan hewan (hewani).

Bungkil kelapa

Bungkil kelapa merupakan produk sampingan dari pembuatan santan, untuk keperluan rumah tangga atau industri makanan/kue, dan dari pengolahan minyak kelapa baik secara tradisional maupun dengan menggunakan teknologi penggolahan minyak kelapa. Potensi bungkil kelapa cukup tinggi sebagai bahan baku pakan alternatif, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara yang merupakan penghasil kelapa terbesar di dunia. Dari tahun ke tahun produksi kelapa Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2009 Indonesia menempati urutan kedua setelah Philipina sebagai produsen kelapa yaitu dengan luas lahan ±3,9 juta ha memproduksi 3,3 juta ton setara kopra (Ditjen Perkebunan, 2010). Dengan produksi kelapa yang tinggi, pengolahan minyak kelapa yang terus meningkat maka secara otomatis akan terjadi peningkatan limbah bungkil kelapa.

Salah satu contoh daerah di Indonesia yang sangat berpotensi sebagai salah satu daerah penghasil bungkil kelapa yaitu Provinsi Aceh. Di daerah ini hampir semua Kabupaten terdapat perkebunan kelapa, namun ada dua daerah yang menjadi sentral produksi dan pengolahan kelapa yaitu Kabupaten Bireun dan Kabupaten Aceh Utara, ini terlihat dari adanya pabrik pengolahan minyak kelapa dikedua Kabupaten tersebut. Pabrik-pabrik ini memiliki kapasitas pengolahan yang tinggi, setiap hari kelapa yang masuk rata-rata sebesar 35 ton dan yang menjadi limbah bungkil kelapa yaitu ±7 ton bungkil kelapa (Anonim, 2010). Tepungbungkil kelapa hasil pengolahan minyak kelapa di pabrik ini selama ini di jual ke Medan untuk dijadikan pakan ternak dengan harga jual Rp 1.500/kg.

Di dalam bungkil kelapa ini masih terkandung protein yang cukup tinggi yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan. Bungkil kelapa umumnya masih mengandung protein kasar 20% dari bahan kering dan selama ini telah digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas. Pemanfaatan bungkil kelapa juga merupakan usaha untuk memanfaatkan bahan yang tidak terpakai lagi bagi


(24)

konsumsi manusia. Bungkil kelapa dapat diperoleh cukup banyak dari tempat-tempat penghasil makanan manusia yang menggunakan bahan dasar kelapa dan pabrik pengolahan minyak kelapa dengan harga sangat murah.

Selama ini pemanfaatan bungkil kelapa sebagai pakan ternak sudah banyak digunakan terutama untuk pakan ayam pedaging/broiler, sapi, dan babi. Sementara pemanfaatan bungkil kelapa sebagai pakan ikan masih jarang sekali dan hal ini patut untuk dicoba, bungkil kelapa yang mudah diperoleh dan harga

yang murah merupakan suatu keuntungan terhadap industri pakan dan pembudidaya dimana pakan yang akan dihasilkan relatif lebih murah dan

dapat terjangkau oleh pembudidaya.

Bungkil kelapa juga mengandung protein dimana protein merupakan salah satu komponen yang terpenting pada pakan sehingga tingginya kadar protein pada bungkil kelapa merupakan suatu keuntungan untuk diolah menjadi pakan. Menurut Derrick (2005), protein kasar yang terkandung pada bungkil kelapa mencapai 23%, dan kandungan seratnya yang mudah dicerna merupakan suatu keuntungan tersendiri untuk menjadikan bungkil kelapa sebagai bahan pakan pelet

(calf). Menurut (Parakkasi, 1990), bahan pakan bungkil ini mengandung bahan protein nabati dan sangat potensial untuk meningkatkan karkas. Kandungan nilai nutrien bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nilai nutrien bungkil kelapa

Kandungan Zat Jumlah (%)

Kadar Air 10,9a 10,1b 7,6c 9,54d

Protein Kasar 16,6 a 20,9b 20,04 c 22,75 d

BETN - 46,2 b 49,56 c 54,84 d

Serat Kasar 8,4 a 10,5 b 9,08 c 12,11 d

Ether Extract 27,3 a 5,8 b 8,52 c 2,89 d

Abu Kalsium

3,5 a -

6,5b

- 5,24

c

- 7,41

d 0,40 d Sumber : a. Hoffman, A (1981) c. Mepba dan Achinewhu (2003) b. Creswell & Brooks (1971) d. Moorthy, M & Viswanathan (2009)

Selain itu, di dalam bungkil kelapa juga mengandung asam amino yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan ikan. Kandungan asam amino dalam bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 3, dibawah ini.


(25)

Tabel 3. Kandungan asam amino bungkil kelapa

Asam Amino Jumlah (%)

Alanine 1.13 ± 0.10a 0,81b -

Arginine 1.99 ± 0.09 a 1,96 b 1,97c

Asam Aspartat 1.01 ± 0.01 a 1,62 b -

Asam Glutamat 2.70 ± 0.03 a 3,64 b -

Cystine - 0,24 b 0,28 c

Glycine 0.52 ± 0.05 a 0,89 b 0,82 c

Histidine 0.44 ± 0.27 a 0,41 b 0,36 c

Isoleucine 1.76 ± 0.14 a 0,6 b 0,63 c

Leucine 2.36 ± 0.05 a 1,21 b 1,18 c

Lysine 0.59 ± 0.15 a 0,48 b 0,50 c

Methionine 0.34 ± 0.11 a 0,37 b 0,28 c

Phenylalanine 0.81 ± 0.25 a 0,81 b 0,88 c

Serine 0.71 ± 0.02 a 0,96 b 0,79 c

Threonine 0.62 ± 0.04 a 0,66 b 0,58 c

Tryptophan - - 0,12 c

Tyrosine 0.27 ± 0.14 a 0,46 b 0,44 c

Valine 0.44 ± 0.12 a 0,89 b 0,91 c

Sumber :a. Moorthy dan Viswanathan (2009); b.Creswell & Brooks (1971); c. NRC (1993)

Bungkil kelapa juga mengandung asam lemak, sebagaimana pada protein sebagian dari asam lemak tersebut bersifat esensial untuk ikan, terutama untuk asam lemak dengan rantai karbon panjang seperti C18 hingga C22. Kebutuhan ikan air tawar akan jenis asam lemak tertentu pada umumnya tidak jauh berbeda sebagaimana ikan air laut, meskipun terdapat beberapa perbedaan pokok diantara ke dua kelompok ikan tersebut. Lemak, sebagaimana protein, merupakan sumber energi dalam pakan. Namun, penggunaan lemak dalam pakan perlu pemahaman yang tepat baik dalam jumlah, jenis, ataupun sumber asalnya. Penggunaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan pakan mudah rusak, menurunkan efisiensi pakan, pemborosan secara ekonomis, bahkan mungkin saja berdampak pada kematian ikan yang dipelihara. Kandungan asam lemak pada bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.


(26)

Tabel 4. Kandungan Asam Lemak dalam Bungkil kelapa

Asam Lemak Jumlah (%)

Kaprilat Kaprat Laurat Miristat Palmitat Palmitoleat Stearat Oleat Linoleat 4.05 4.52 46.9 19.9 10.3 - 2.06 10.0 2.23 Sumber : Santoso et. al,. 2006

Lebih lanjut disebutkan bahwa di dalam bungkil kelapa mengandung asam lemak rantai pendek dan menengah. Panjang rantai yang lebih pendek memungkinkan asam lemak akan dimetabolisme dengan menggunakan sistem transportasi karnitin. Asam lemak rantai pendek dan menengah memiliki manfaat luar biasa terhadap fisiologis nutraceutical seperti antihistamin, antiseptik dan promotor imunitas. Sapi yang menkonsumsi bungkil kelapa memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengeluarkan susu yang kaya asam lemak (Moorthy & Viswanathan, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian bungkil kelapa umumnya digunakan dalam ransum sapi, ayam broiler, dan babi. Penambahan bungkil kelapa 5-10% dalam ransum sapi mengurangi waktu penyimpanan ransum dan membutuhkan penambahan antioksidan karena masalah ketengikan (Moorthy & Viswanathan, 2009). Balasubramaniam (1976) melaporkan bahwa kandungan karbohidrat bukan pati (KBP) atau non-starch polysakarida (NSP) pada bungkil kelapa terdiri atas 26 persen mannan, 61 persen galaktomannan dan sellulosa 13 persen. Berdasarkan kandungan karbohidrat, maka diperlukan enzim paling sedikit mengandung tiga macam enzim yaitu mannanase, alpha galaktosidase dan sellulase untuk memecah komponen utama polisakarida tersebut. Budiansyah (2010), penggunaan enzim rumen sapi lokal yang mengandung enzim selulase, xilanase, mannanase, amylase, protease dan fitase mampu menghidrolisis bahan pakan lokal (bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit, dedak padi, dan bungkil kedelai) dan penambahan enzim cairan rumen sapi lokal dalam pakan meningkatkan kecernaan ayam broiler.


(27)

Cairan Rumen Domba Sebagai Sumber Enzim

Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis di rumen disebabkan pengaruh sinergis dan interaksi dari kompleks mikroorganisme, terutama selulase dan xilanase (Trinci et al. 1994). Ada dua grup jenis mikroorganisme diyakini pada cairan rumen (liquid phase) dan yang menempel pada digesta rumen. Enzim yang aktif mendegradasi struktural polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada mikroorganisme yang menempel pada partikel pakan.

Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu: bakteri, protozoa, dan fungi. Mikroba-mikroba rumen mensekresikan enzim-enzim pencernaan ke dalam cairan rumen untuk membantu mendegradasi partikel makanan. Enzim-enzim tersebut antara lain adalah enzim yang mendegradasi substrat selulosa yaitu: selulose, hemiselulose/xylosa, adalah hemiselulose/xilanase, pati adalah amylase, pectin adalah pektinase, lipid/lemak adalah lipase, protein adalah protease, dan lain-lain (Kamra, 2005). Menurut Moharrey & Das (2002) aktifitas enzim dalam cairan rumen juga tergantung dari komposisi atau perlakuan makanan. Penelitian Argawal et al. (2002) menyatakan bahwa rumen anak domba dengan berat 23,5 kg yang diberi air susu sampai umur 8 minggu dan diteruskan dengan 50 persen konsentrat dan 50 persen rumput sampai umur 24 minggu, pada cairan rumennya didapat enzim carboxymethyl celulase dengan aktifitas enzim 3,60 µmol glukosa perjam per ml, α-glukosidase 0,008 mol p- nitrophenol per menit per ml, urease 0,05 µmol NHs-N per menit per ml dan protease 452,7 µg hidrolisis protein per jam per ml. Martin et al. (1999) mendapatkan bahwa enzim-enzim pencerna karbohidrat dalam cairan rumen antara lain adalah amylase, xilanase, avicelase, α-D-glukosidase, α -L-arabinofuranosidase, β-D-glukosidase dan β-D-xylosidase.

Aktifitas enzim- enzim pencernaan dalam cairan rumen juga dipengaruhi oleh posisi rumen, dimana pada bagian perut (ventral) dan bagian punggung (dorsal) terdapat protozoa dan bakteri yang berbeda. Aktifitas enzim-enzim fibrolitik (xilanase, avicelase, α-L-arabinofuranosidase, β-D-glukosidase dan β -D-xilosidase) yang berasal dari mikroba protozoa bagian punggung (dorsal) yang lebih besar/ lebih tinggi sekitar 40% dari bagian perut (ventral), sebaliknya


(28)

aktifitas enzim-enzim fibrolitik yang berasal dari bakteri lebih besar dibagian perut (ventral) daripada bagian punggung (dorsal) Martin et al. (1999) juga mengatakan bahwa aktifitas enzim yang berasal dari bakteri lebih tinggi dari pada yang berasal dari protozoa. Moharrey & Das (2001) mengukur aktifitas enzim protease, selulase, amylase, lipase, dan urease pada cairan rumen domba dan menyatakan bahwa cairan rumen tanpa protozoa tetapi masih mengandung sel-sel bakteri dan cairan rumen yang berisi enzim-enzim dari sel-sel bakteri, aktifitas enzimnya lebih tinggi dari cairan rumen tanpa protozoa dan tanpa sel-sel bakteri disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi enzim cairan rumen domba1)

Enzim Cairan Rumen Tanpa Protozoa Cairan Rumen Bebas Sel Mikroba Cairan Rumen dengan Sel Mikroba Selulase-Fpase (µg glukosa/ml/jam) Protease (unit/ml)

Amilase (ug glukosa/menit/ml) Lipase (unit/ml) 738,5 ±3,45 0,201±0,078 172,2±45,9 1,076±0,309 162,2±33,70 0,090±0,027 60,05±10,96 0,339±0,080 405,30±44,19 0,220±0,046 208,7±97,0 1,225±0,803 Keterangan :1)enzim anak domba yang diberi makan air susu sampai umur 8 minggu dan diteruskan dengan 50 persen konsentrat dan 50 persen rumput sampai umur 24 minggu (Moharrey & Das, 2001).

Penggunaan enzim dari cairan rumen untuk mengukur laju degradasi pakan dilakukan oleh Kohn & Alien (1995a) dan Kohn & Alien (1995b), menggunakan enzim protease dari ekstrak cairan rumen untuk mengukur laju degradasi protein bungkil kedelai dan hay Lucerne. Cairan rumen juga telah digunakan sebagai sumber inokulan dalam pengolahan jerami padi yang dapat menghasilkan penurunan bahan kering 10,6%, kadar serat 15,9% serta meningkatkan kandungan protein 54,50% (Purnomohadi, 2006). Lebih lanjut dinyatakan bahwa cairan rumen pada onggok sebagai bahan pakan penyusun ransum komplit dapat meningkatkan kandungan VFA (volatile fatty acid). Penelitian Pantaya (2003) menyatakan bahwa penambahan cairan rumen sebesar 620 dan 1.240 IU/kg pada wheat pollard menghasilkan penurunan kandungan polisakarida berturut-turut sebesar 4% dan 3,9% dan kandungan polisakarida


(29)

enzim. Penambahan 0,5% enzim cairan rumen sapi dalam ransum meningkatkan performa ayam broiler (Budiansyah, 2010). Fitriliyani (2010), penggunaan enzim cairan rumen 100 ml/kg bahan menurunkan serat kasar tertinggi pada daun lamtoro sebesar 53,46%, asam fitat 68,08% serta peningkatan komposisi asam amino. Lebih lanjut juga dijelaskan penggunaan tepung daun lamtoro terhidrolisis sampai 15% dalam pakan ikan nila masih memperlihatkan kinerja pertumbuhan dan pemanfaatan pakan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang tidak terhidrolisis. Pamungkas (2011) mengatakan bahwa penambahan enzim cairan rumen 100 ml/kg bahan dengan lama inkubasi selama 24 jam dapat menurunkan serat kasar pada bungkil sawit paling tinggi dan meningkatkan kecernaan bungkil sawit sebesar 42,26% terhadap benih ikan patin siam.

Serat Kasar Dalam Bahan Pakan

Serat kasar dibutuhkan dalam pakan untuk membantu proses pencernaan makanan. Serat kasar membantu mempercepat reaksi sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan (Piliang, 2006). Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam keadaan tanpa serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam usus yang dapat menyebabkan gangguan pada gerakan peristaltik pada usus besar sehingga ekskresi feses menjadi lebih lambat. Sebaliknya pakan dengan kandungan serat kasar yang tinggi dapat menyebabkan absorbsi zat makanan berkurang dan koefisien cerna zat makanan menjadi rendah.

Kadar serat kasar yang berbeda dalam bahan penyusun pakan dapat mempengaruhi nilai energi yang tersedia dalam pakan karena terdapat korelasi yang negatif antara kadar serat kasar dalam pakan dan energi yang tersedia dalam pakan. Semakin tinggi kandungan serat kasar dalam pakan maka akan semakin rendah jumlah energi yang tersedia. Hal ini disebabkan karena serat kasar tidak mampu menyediakan energi yang dapat dimanfaatkan oleh ikan. Serat kasar terdiri dari sellulosa, hemiselulosa dan lignin yang sulit dicerna (Anggorodi, 1990; Tilman, et al,. 1998).


(30)

Kecernaan

Pencernaan pakan meliputi proses hidrolisis protein menjadi asam amino, atau polipeptida sederhana, dari karbohidrat menjadi gula sederhana dan dari lipid menjadi gliserol atau asam lemak. Pencernaan ini berlangsung terus menerus yang bermula dari pengambilan makanan dan berakhir dengan pembuangan sisa pakan. Proses pencernaan baik fisika maupun kimia memegang peranan penting. Hidrolisis nutrien makro dimungkinkan dengan adanya beberapa enzim pencernaan seperti protease, karboksilase, dan lipase (Zonneveld et al. 1991). Daya cerna didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang diserap oleh hewan-hewan (Lovell, 1989). Selama pakan berada dalam usus ikan, nutrien dicerna oleh berbagai enzim menjadi bentuk yang dapat diserap oleh dinding usus dan masuk dalam sistem peredaran darah.

Pengetahuan tentang kemampuan kecernaan bahan pakan sangat diperlukan dalam mempelajari kebutuhan energi ikan dan penilaian terhadap berbagai jenis bahan pakan. Nutrien dari bahan yang berbeda mungkin dicerna dengan tingkat yang berbeda. Hal ini berhubungan dengan sumber dan komposisi bahan-bahan makanan. Pakan yang berasal dari bahan nabati biasanya lebih sedikit dicerna dibanding dengan bahan hewani. Bahan nabati umumnya memiliki serat kasar yang sulit dicerna dan mempunyai dinding sel kuat yang sulit dipecahkan (Hepher, 1988). Kemampuan cerna ikan terhadap bahan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : sifat kimia air, suhu air, jenis pakan, ukuran ikan, umur ikan, sifat fisika pakan, serta jumlah dan macam enzim pencernaan yang terdapat di dalam saluran pencernaan ikan (NRC, 1993).

Kecernaan pakan juga dipengaruhi oleh proses dan metode pengolahan bahan-bahan tersebut, sebab dari beberapa bahan makanan yang perlu penanganan khusus karena keberadaan zat inhibitor dalam bahan makanan, contohnya pemanasan 127–204oCdapat meningkatkan kecernaan protein tepung kedelai dari 45% menjadi 75% (NRC, 1993). Faktor penting yang mempengaruhi kecernaan adalah komponen pakan. Mokoginta (1997) menyatakan bahwa perbedaan komposisi bahan dan zat makanan dalam ransum dapat mempengaruhi kecernaan protein dan total ransum.


(31)

Nilai kemampuan cerna nutrien dalam pakan dapat ditentukan melalui pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung sulit dilakukan karena berkaitan dengan pengukuran konsumsi pakan dan pengumpulan feses secara kuantitatif, dan dapat juga dilakukan dengan memisahkan feses dari air/sisa pakan. Pengukuran secara tidak langsung relatif lebih mudah sehingga lebih sering digunakan yaitu dengan menggunakan indikator (penanda). Indikator yang digunakan harus bersifat tidak dapat dicerna, tidak berubah secara kimia, tidak beracun bagi ikan, dapat dianalisis dengan baik dan dapat melalui usus secara keseluruhan bersama dengan bahan tercerna lainnya (Lovell, 1989). Indikator yang biasa digunakan adalah chromium oxide (Cr2O3) sebanyak 0,5-1,0% dalam pakan dengan asumsi bahwa semua Cr2O3 yang dikonsumsi oleh ikan akan keluar dari saluran pencernaan dan akan terlihat dalam feses. Perubahan relatif dari persentase Cr2O3 pada pakan dan feses akan menggambarkan persentase dari pakan yang dicerna oleh ikan (NRC, 1993).


(32)

(33)

METODE

Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu: penambahan enzim cairan rumen domba terhadap penurunan serat kasar pada tepungbungkil kelapa (TBK) dan uji kecernaan tepungbungkil kelapa pada ikan nila merah Oreochromis sp. Penelitian Tahap 1: Penambahan enzim cairan rumen domba terhadap penurunan serat kasar pada bungkil kelapa

Penelitian 1 dilakukan untuk mengevaluasi penambahan enzim cairan rumen dalam tepungbungkil kelapa (TBK) terhadap penurunan kandungan serat kasar pada tepungbungkil kelapa. Tahap awal pada penelitian 1 ini adalah isolasi dan produksi enzim cairan rumen yang akan dicampurkan dengan bahan baku pakan. Cairan rumen yang diambil adalah cairan rumen dari domba yang selama pemeliharaan diberikan pakan rumput dan cairan rumen domba yang dihasilkan diusahakan selalu dalam kondisi dingin (4˚C). Cairan rumen yang diambil kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4˚C, supernatan yang terbentuk direaksikan dengan menggunakan amonium sulfat 60% menggunakan magnetic stirer selama 1 jam dan didiamkan selama 24 jam pada suhu 4˚C. Selanjutnya cairan rumen yang telah diinkubasi selama 24 jam disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit kondisi 40C. Supernatan yang terbentuk dibuang dan endapannya digunakan sebagai sumber enzim. Enzim kemudian dilarutkan dalam buffer fosfat dengan perbandingan 1:1 (endapan dari 100 ml supernatan cairan rumen dilarutkan dalam 100 ml buffer fosfat pH 7,0 dan disimpan pada suhu 4˚C (Budiansyah 2010; Fitriliyani, 2010; Pamungkas, 2011).

Enzim yang telah diperoleh dari hasil isolasi dan produksi enzim cairan rumen yang dihasilkan selanjutnya diuji aktifitas enzimnya yang meliputi aktifitas enzim selulase dilakukan menurut metode Ghosse (1987), amilase dan protease (Bergmeyer dan Grassi, 1983), serta lipase (Tiests dan Friedreck dalam

Barlongan, 1990). Metode pengukuran aktifitas enzim dapat dilihat pada Lampiran 2. Enzim yang diisolasi dari cairan rumen domba yang telah diuji efektifitasnya kemudian ditambahkan ke dalam bungkil kelapa dengan volume


(34)

yang berbeda yaitu 0, 25, 50, 75, 100 dan 125 ml/kg tepungbungkil kelapa. Lama waktu inkubasi 0, 12 dan 24 jam.

Tujuan penelitian Tahap 1 ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas penambahan enzim cairan rumen domba dalam menurunkan kandungan serat kasar dalam tepungbungkil kelapa. Rancangan percobaan pada tahap pertama menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor peubah dan 3 ulangan. Faktor peubah tersebut adalah dosis enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi. Parameter yang diamati adalah kandungan serat kasar bungkil kelapa sebelum dan sesudah inkubasi. Kandungan glukosa bahan setelah di inkubasi 12 dan 24 jam. Untuk mengetahui kandungan nutrisi dalam bahan pakan dilakukan analisis proksimat bahan pakan sebelum dan sesudah inkubasi.

Untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim cairan rumen domba terhadap parameter yang diukur dilakukan analisa statistik menggunakan analisis ragam (Uji F). Jika terdapat perbedaan antar perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel & Torrie, 1993). Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis proksimat bahan pakan yang tidak dihidrolisis dan yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen sebelum dan sesudah inkubasi serta analisis glukosa bahan. Analisa proksimat bahan pakan meliputi pengukuran serat kasar, kadar protein, lemak, abu, dan air. Seluruh analisis proksimat dilakukan berdasarkan Tekeuchi (1988).

Penelitian tahap 2: Uji kecernaan bahan pakan tepungbungkil kelapa yang telah di hidrolisis dengan enzim cairan rumen domba sebagai pakan ikan nila merah.

Penelitian Tahap dua dilakukan untuk mengetahui nilai kecernaan bahan pakan tepungbungkil kelapa yang telah dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba sebagai pakan ikan nila merah. Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian uji kecernaan ini adalah rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan bahan baku pakan dan 3 ulangan.


(35)

Pakan uji

Tahap uji kecernaan bahan pakan dilakukan berdasarkan metode kecernaan bahan yang dikemukakan oleh Watanabe (1988), yaitu pakan acuan (references diet) yang terdiri dari 100% pakan komersil dan 2 jenis pakan uji (test diet) yang terdiri dari pakan komersil dan bahan pakan yang akan diuji kecernaannya yaitu tepungbungkil kelapa (BK) dan tepungbungkil kelapa + enzim (BKe). Uji kecernaan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni – Juli 2011. Dua jenis pakan yang di uji terdiri dari pakan A (70% pakan komersil dan 30% BKe) dan pakan B 70% pakan komersil dan 30% BK). Semua pakan perlakuan dibuat dalam bentuk pellet kering. Bahan-bahan yang digunakan terlebih dahulu di analisa proksimat untuk mengetahui kandungan nutrisinya. Komposisi pakan acuan dan pakan uji dengan menggunakan BKe dan BK serta komposisi pakan disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7 berikut:

Tabel 6.Komposisi pakan acuan dan pakan uji A (30% BKe), pakan B (30% BK) Komposisi Pakan Acuan

(100% komersil) Pakan A (30% BKe) Pakan B (30% BK) Pakan komersil BKe BK Perekat Cr2O3 Total 96,5 0 0 3 0,5 100 66,5 30 0 3 0,5 100 66,5 0 30 3 0,5 100

BKe= tepungbungkil kelapa yang telah dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba (125ml/kg dan diinkubasi 24 jam)

BK = tepungbungkil kelapa tanpa dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba Tabel 7. Komposisi Proksimat pakan acuan dan pakan uji A (30% BKe), pakan B

(30% BK)

Komposisi Pakan Acuan (100% komersil)

Pakan A Pakan B (30% BKe) (30% BK)

Protein 32,17 29,03 27,59

Lemak 8,18 9,03 7,88

Abu 9,62 9,43 6,48

Serat Kasar 2,81 3,17 6,13

BETN

GE (kkal/100 g pakan)

47,22 450,646 49,34 449,744 51,92 441,448


(36)

Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data

Ikan yang digunakan adalah ikan nila merah monosek, yang berukuran 10-12 gram/ekor. Ikan uji dibagi ke dalam 3 perlakuan dengan masing-masing perlakuan 3 kali ulangan. Akuarium yang digunakan berukuran 60x40x50 cm. Masing-masing dipelihara dengan kepadatan 20 ekor per akuarium. Ikan uji diadaptasikan terhadap pakan uji selama 1 minggu dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari. Setelah masa adaptasi berakhir, ikan dipuasakan selama 24 jam untuk menghilangkan sisa pakan dalam pencernaan ikan. Selanjutnya ikan dipelihara selama 15 hari dan diberikan pakan uji yang mengandung Cr2O3. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation (sampai kenyang) dengan frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari (Watanabe, 1988). Pengumpulan feses dilakukan selama 15 hari, selanjutnya feses yang terkumpul disimpan dalam lemari pendingin (freezer) untuk menjaga kesegarannya.

Feses yang terkumpul kemudian dikeringkan dengan oven suhu 110˚C selama 4-6 jam, dan dilakukan analisis kandungan protein, kalsium, fosfor dan energi pada feses yang sudah dikeringkan. Selanjutnya dengan menggunakan prosedur Takeuchi (1988) dihitung daya cerna pakan. Untuk pengukuran Cr2O3 dalam feses menggunakan spektrofotometer yang memiliki panjang gelombang 350 nm.

Untuk menjaga kualitas air selama penelitian dilakuan pergantian air tandon tiga hari sekali. Selama penelitian juga dilakukan pengukuran parameter kualitas air yang meliputi suhu, pH, DO dan amoniak (NH3). Parameter suhu diamati setiap hari, sedangkan DO, pH dan amoniak dilakukan 3 kali yaitu awal, tengah dan akhir penelitian.

Parameter yang Diuji

Parameter yang diamati pada penelitian 2 ini meliputi: a. Kecernaan Total (Takeuchi, 1988)

Kecernaan Total (%) = Keterangan :

ADC = Koefisien daya cerna pakan

IF = Cr2O3 dalam feses (%)


(37)

b. Energi Tercerna (DE) (Takeuchi, 1988) DE (kcal/100gr) = Ep - [ Ef x ( Keterangan :

DE = Digestible Energi/Energi tercerna (kcal/100gr) Ep = Energi dalam bahan pakan (kcal/100gr)

Ef = Energi dalam feses (kcal/100gr)

IP = Cr2O3 dalam pakan (%) c. Daya Cerna Nutrien (%) (Takeuchi, 1988)

ADC (%) = [1- ( Keterangan :

ADC = Koefisien daya cerna pakan

IF = Cr2O3 dalam feses (%)

IP = Cr2O3 dalam pakan (%)

d. Kecernaan Energi (Takeuchi, 1988)

Kecernaan Energi (%) = (DE/EP)*100 Keterangan :

DE = Digestible Energi/Energi tercerna (kcal/100gr)

Ep = Energi dalam bahan pakan (kcal/100gr) e. Nilai kecernaan bahan pakan Uji

Nilai kecernaan masing-masng bahan uji yang digunakan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Watanabe (1988), yaitu :

Kecernaan bahan = (ADT-0,7 AD)/0,3 Keterangan :

ADT = nilai kecernaan pakan uji AD = nilai kecernaan pakan acuan


(38)

h. Analisa Kimia

Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis proksimat pakan uji, analisis kandungan Cr2O3 pakan uji dan feses ikan. Analisa proksimat pakan uji meliputi pengukuran kadar protein, lemak, serat kasar, abu dan air. Seluruh analisa proksimat dilakukan berdasarkan Takeuchi (1988). Metode analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan metode analisis kecernaan dapat dilihat pada Lampitan 3.

i.Analisis Statistik

Untuk mengetahui pengaruh pakan uji terhadap setiap peubah yang diukur tersebut maka digunakan analisis ragam (Uji F). Jika terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan selang kepercayaan 95%. (Steel and Torrie, 1993)


(39)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Aktifitas Enzim Pada Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba

Hasil pengukuran aktifitas enzim selulase, amylase, protease, dan lipase disajikan pada Gambar 1. Hasil pengukuran aktifitas enzim menunjukkan bahwa aktifitas enzim selulase lebih tinggi di antara aktifitas enzim yang lain. Nilai aktifitas enzim yang terbesar berturut-turut adalah enzim selulase (0,511±0,11), amylase (0,50±0,015), protease (0,057±0,013), dan lipase (0,0036±0,002).

Gambar 1. Aktifitas enzim selulase, amylase, protease, dan lipase pada ekstrak enzim cairan rumen domba.

Hasil Analisis Kandungan Nutrisi Tepungbungkil kelapa

Hasil analisa proksimat tepungbungkil kelapa yang diberikan perlakuan penambahan volume enzim dan lama waktu inkubasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8.


(40)

Tabel 8. Kandungan lemak, protein dan serat kasar tepungbungkil kelapa yang diberikan perlakuan penambahan volume enzim dan lama waktu inkubasi yang berbeda

Dari Tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa perlakuan dosis enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi memberikan p <0,05 terhadap penurunan serat kasar bungkil kelapa. Nilai serat kasar bungkil kelapa tanpa penambahan enzim lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya pada lama waktu inkubasi 12 dan 24 jam. Penurunan nilai serat kasar pada semua perlakuan inkubasi 24 jam menunjukkan penurunan yang nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lama waktu inkubasi 12 jam. Perlakuan penambahan enzim 125 ml/kg dengan lama waktu inkubasi 24 jam memperoleh nilai serat kasar sebesar 6,98%. Nilai tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada lama waktu inkubasi 24 jam yaitu 25, 50, 75, dan 100 ml/kg tepungbungkil kelapa, dan menghasilkan nilai serat kasar masing-masing 9,21%; 8,93%; 7,36%; dan 7,65%. Volume Enzim Cairan Rumen Domba (ml/kg) Lama Waktu Inkubasi (Jam)

Abu Lemak Protein Serat kasar BETN

………(%)……….

0

0 4,93±0,04 17,66±0,02 18,46±0,05 13,76±0,04c 45,20±0,11 12 6,93±0,01 18,33±0,03 18,26±0,01 12,50±0,03bc 44,53±0,02 24 4,99±0,03 17,25±0,03 17,46±0,01 11,32±0,03ac 48,98±0,01 25

0 5,52±0,43 18,12±0,64 19,10±0,75 12,68±0,40c 44,58±0,46 12 5,17±0,02 17,87±0,03 20,98±0,06 13,43±0,07bc 42,55±0,02 24 6,47±0,10 16,88±0,12 20,00±0,01 11,43±0,04ab 45,21±0,16 50

0 6,22±0,18 16,29±0,34 19,37±0,19 12,22±0,19ac 45,89±0,34 12 5,73±0,03 14,30±0,03 18,77±0,04 11,61±0,05ab 49,60±0,13 24 5,9±0,05 14,58±0,09 20,85±0,08 11,25±0,08a 47,42±0,18 75

0 5,98±0,23 15,32±0,41 20,60±0,46 12,76±0,30ac 45,35±1,36 12 5,20±0,05 13,66±0,03 20,37±0,05 12,80±0,04ab 47,97±0,15 24 4,51±0,07 12,92±0,01 21,00±0,04 9,16±0,06a 52,40±0,30 100

0 5,63±0,43 13,64±0,46 21,30±0,65 13,84±0,35bc 45,59±0,57 12 5,34±0,02 13,55±0,07 21,04±0,04 13,21±0,04b 46,87±0,07 24 5,68±0,24 13,11±0,07 21,57±0,16 9,69±0,16ab 49,96±0,10 125

0 5,54±0,22 14,10±0,15 21,81±0,03 14,34±0,36ac 44,21±0,47 12 6,025±0,02 13,48±0,05 21,84±0,02 13,76±0,04ab 44,89±0,04 24 6,09±0,03 12,44±0,15 22,94±0,05 6,98±0,02a 51,57±0,08


(41)

Kandungan Glukosa Terlarut Tepungbungkil kelapa

Hasil analisis kandungan glukosa terlarut pada tepungbungkil kelapa yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba menunjukkan adanya kenaikan kandungan glukosa terlarut pada tepungbungkil kelapa dengan semakin bertambahnya volume enzim yang ditambahkan dan lama waktu inkubasi (Tabel 9). Kandungan glukosa terlarut tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan enzim cairan rumen domba 125 ml/kg yaitu sebesar 0,464 %.

Tabel 9. Kandungan glukosa terlarut pada tepungbungkil kelapa yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba

Volume enzim cairan rumen domba (ml/kg)

Konsentrasi glukosa (%)

12 Jam 24 jam

0 0,013 0,014

25 0,053 0,142

50 0,135 0,248

75 0,145 0,275

100 0,212 0,358

125 0,232 0,464

Uji Kecernaan BKe Pada Ikan Nila Merah

Hasil pengamatan nilai kecernaan (total, protein, dan energi), dan

digestible energi (DE) dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kecernaan total, kecernaan protein, kecernaan energi Parameter Uji

Pakan Acuan

(100%pakan komersil)

A (30% Bke) B (30% BK) Kecernaan (%)

Total 68,88 ± 0,38a 66,40 ± 0,22a 61,93 ± 3,06b Protein 85,53 ± 0,52a 83,39 ± 1,07a 77,61 ± 2,06b Energi 83,68 ± 1,27a 72,91 ± 0,21b 69,06 ± 1,34c DE (kcal/100gr) 3788,18 ± 57,37a 3300,65 ± 9,65b 3099,55 ± 60,21c

Berdasarkan analisa sidik ragam terhadap nilai kecernaan (total, protein) perlakuan pakan uji A (30% BKe) menunjukkan bahwa penggunaan 30% BKe dalam pakan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pakan uji B (30% BK). Sedangkan analisis ragam terhadap nilai kecernaan


(42)

energi dan digestible energi (DE) juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata yaitu perlakuan menggunakan pakan uji A (30% BKe) mempunyai nilai kecernaan lebih tinggi dibandingkan dengan pakan uji B (30% BK).

Pengukuran nilai kecernaan bahan uji tepungbungkil kelapa (BK) yang telah dihidrolisis dengan cairan rumen domba 125 ml/kg bahan dengan waktu inkubasi 24 jam (BKe) dan BK yang tidak dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba (BK) menunjukkan bahwa BKe mempunyai nilai kecernaan bahan yang lebih tinggi (60,64%) dibandingkan BK sebesar (45,71%). Nilai kecernaan bahan (BKe dan BK) dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Kecernaan Bahan

Bahan Uji Kecernaan Bahan (%)

Tepungbungkil kelapa yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba 125 ml/kg bahan dan diinkubasi selama 24 jam (BKe)

60,64 ± 1,23 Tepungbungkil kelapa tanpa hidrolisis

(BK)

45,71 ± 11,07

Kualitas Air

Kualitas air yang diamati selama penelitian adalah suhu, oksigen terlarut (DO), pH, dan Amoniak. Pengukuran dilakukan pada awal, tengah dan akhir penelitian. Kisaran nilai parameter kualitas air selama penelitian disajikan pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12. Kisaran kualitas air media pemeliharaan ikan nila merah selama penelitian

Parameter kualitas air

Kualitas air selama

penelitian SNI 2009

Suhu (0C) 29 – 30 23 - 30

pH 6,75 - 7,29 6,5 – 8,5

DO (mg/l) 4,53 - 6,20 > 5

Amoniak (mg/l) 0,021 - 0,026 < 0,02

Berdasarkan Tabel 14 diatas terlihat bahwa kualitas air media pemeliharaaan ikan nila merah selama penelitian masih berada pada kisaran yang ideal untuk pemeliharaan dan hidup ikan nila merah.


(43)

Pembahasan

Cairan rumen domba yang berisi sel-sel bakteri mempunyai aktifitas enzim selulase, amylase, protease dan lipase yang lebih tinggi dari cairan rumen tanpa protozoa dan tanpa sel-sel mikroba (Moharrery & Das, 2002). Lebih lanjut Morrery & Das (2002) menyatakan, cairan rumen domba bebas sel mikroba didapatkan aktifitas enzim selulase sebesar 0,03 (IU/ml/menit). Hasil penelitian Pamungkas (2011) aktifitas enzim selulase sebesar 0,31 (IU/ml/menit). Sedangkan pada penelitian ini diperoleh aktifitas enzim selulase sebesar 0,51 (IU/ml/menit) lebih tinggi dibandingkan dengan aktifitas enzim amylase, protease, dan lipase.

Tingginya aktifitas enzim selulase pada cairan rumen domba disebabkan jenis pakan yang dikonsumsi oleh domba selama masa pemeliharaan. Domba yang diambil cairan rumennya ini mengkonsumsi rumput, dimana rumput mengandung serat yang cukup tinggi sehingga di dalam rumen domba dibutuhkan enzim selulase yang lebih banyak untuk mencerna rumput. Sehingga menyebabkan kandungan dan aktifitas selulase yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingan dengan aktifitas enzim amylase, protease dan lipase. Moharrery & Das, 2002; dan Fitriliyani, 2010) menyatakan bahwa aktifitas enzim dalam cairan rumen tergantung dari komposisi atau perlakuan makanan. Penelitian Budiansyah (2010), sapi lokal yang mendapatkan pakan serat menghasilkan aktifitas selulase tinggi. Sedangkan pada sapi impor yang lebih banyak mendapatkan karbohidrat dari pakan konsentrat menghasilkan lebih banyak enzim xilanase, manannase dan amylase. Aktifitas enzim lainnya yang diperoleh dalam penelitian Moharrery & Das (2002), adalah amylase sebesar 1,16 IU/ml/menit, protease 0,22 IU/ml/menit dan lipase 1,22 IU/ml/menit. Martin et al. (1999) mendapatkan bahwa enzim-enzim pencerna karbohidrat dalam cairan rumen antara lain adalah amylase, xilanase, avicelase, α-D-glukosidase, α -L-arabinofuranosidase, β-D-glukosidase dan β-D-xylosidase.

Tingginya aktifitas enzim disebabkan oleh tingginya aktifitas mikroba rumen yang menghasilkan enzim-enzim penghidrolisis serat kasar. Kamra (2005) mengemukakan bahwa jenis mikroba rumen yang banyak mensekresikan enzim selulase diantaranya Fibrobacter succinogenes, Ruminococcus albus, R.


(44)

cellulosolvens. Sedangkan jenis mikroba yang banyak menghasilkan enzim amylase adalah Streptococcus bovis, Ruminococcus amylophylus, Prevotella ruminicola, Streptococcus ruminantium dan Lachnospora multiparius.

Semakin efektif aktifitas enzim dalam menghidrolisis fraksi serat, semakin banyak senyawa yang lebih mudah dicerna, sehingga kandungan serat kasar turun. Pada penelitian ini diperoleh kandungan serat kasar terendah pada perlakuan penambahan enzim cairan rumen domba 125 ml/kg bahan dengan lama waktu inkubasi 24 jam yaitu sebesar 6,98% dan peningkatan kandungan glukosa terlarut tertinggi yaitu sebesar 0,464%. Peningkatan konsentrasi enzim secara umum akan memberikan pengaruh yang lebih besar pada waktu proses hidrolisis dibandingkan dengan peningkatan temperatur (James et al. 2005). Lama waktu berlangsungnya proses hidrolisis menyebabkan substrat yang terdegradasi semakin banyak dan produk yang dihasilkan akan semakin meningkat. Indikasi peningkatan derajat hidrolisis dengan meningkatnya waktu inkubasi (Vijaya et al.

2002). Tingkat penambahan enzim yang semakin tinggi akan efektif dibandingkan penambahan yang lebih rendah. Hal ini berhubungan dengan kesediaan substrat yang dapat dirombak oleh enzim yang ditambahkan.

Peningkatan volume ekstrak cairan enzim rumen meningkatkan nilai glukosa terlarut. Hal ini mengindikasikan bahwa substrat polisakarida pada tepungbungkil kelapa masih cukup untuk dirombak sehingga akan meningkatkan pula nilai polisakarida yang dapat disederhanakan menjadi monosakarida yang dapat dilihat dari semakin meningkatnya nilai glukosa terlarut. Penurunan kandungan serat kasar dan peningkatan glukosa terlarut pada tepungbungkil kelapa yang ditambahkan enzim cairan rumen domba terjadi karena adanya aktifitas enzim selulase yang menghidrolisis selulosa dalam tepungbungkil kelapa menjadi bentuk yang lebih sederhana. Penurunan serat kasar ini merupakan hasil kerja dari enzim selulase yang disekresikan oleh mikroba rumen. Selulosa adalah polimer tak bercabang dari glukosa yang dihubungkan melalui ikatan 1,4 β glikosida. Enzim yang mendegradasi selulosa yaitu endoglukanase / karboksil metil selulase (endo-1,4-β-glukanase), eksoglukanase/selobiohidrolase (ekso-1,4-β-glukanase) dan selobiase (β-glukosidase) (Hardjo et al.1989; Schlegel dan Schmidt, 1994). Endoglukanase memecah selulosa menjadi


(45)

oligosakarida/selulodekstrin. Eksoglukanase memecah unit glukosil dari selulo-oligosakarida dengan melepaskan selobiosa, kemudian selobiase menghidrolisis selobiosa dan oligosakarida menjadi glukosa (Hardjo et al. 1989). Kim et al. 1995 mengemukakan bahwa kompleks enzim selulase mempunyai tiga komponen utama yang bekerja bersama-sama atau bertahap dalam menguraikan selulosa menjadi unit glukosa, yaitu

1. Endo-selulase yang memotong ikatan bagian dalam struktur kristal dari selulosa dan mengeluarkan unit selulosa dari rantai polisakarida.

2. Ekso-selulase yang memotong 2-4 unit selulosa dari rantai akhir hasil produksi endo-selulase dan menghasilkan tetrasakarida atau disakarida seperti selobiosa.

3. Selobiosa atau β-glukosidase yang menghidrolisis produk dari ekso-selulase menjadi monosakarida.

Tiga jenis reaksi yang dikatalis oleh selulase yaitu memotong interaksi nonkovalen dalam bentuk ikatan hidrogen yang ada dalam struktur kristal selulosa oleh enzim endo-selulase; menghidrolisis serat selulosa menjadi sakarida yang lebih sederhana oleh ekso-selulase serta menghidrolisis disakarida dan tetrasakarida menjadi glukosa oleh enzim β-glukosidase.

Penelitian Pantaya (2003), penambahan enzim cairan rumen pada wheat

pollard dengan dosis 3,44 dan 6,89 IU/kg dapat menurunkan kandungan

polisakarida berserat dan meningkatkan oligosakarida sebesar 4% dan 3,9%. Lebih lanjut dikatakan bahwa hidrolisis enzim dengan konsentrasi 6,8 IU/kg terhadap komponen polisakarida wheat pollard juga akan meningkatkan kandungan oligosakarida dan monosakarida sebesar 5,5% dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan enzim. Hasil penelitian Pamungkas (2011) yang menggunakan enzim cairan rumen domba dosis 100 ml/kg bahan dengan lama waktu inkubasi 24 jam untuk menghidrolisis tepungbungkil kelapa sawit (BKS) menunjukkan penurunan serat kasar terendah yaitu sebesar 6,69% dan peningkatan kandungan glukosa terlarut sebesar 0,469%. Hasil penelitian Sandi (2010), penambahan enzim cairan rumen dosis 1% (b/v) dengan lama waktu inkubasi 24 jam mampu menurunkan kandungan serat kasar sebesar 17,83% dan meningkatkan gula total terlarut sebesar 29,91% yang terbaik pada singkong.


(46)

Penelitian Fitriliyani (2010) yang menggunakan enzim cairan rumen domba dengan dosis 100 ml/kg bahan dengan lama waktu inkubasi 24 jam, untuk menghidrolisis tepung daun lamtoro menunjukkan penurunan kandungan serat kasar sebesar 53,64% dan peningkatan glukosa terlarut sebesar 2.127,45%. Lebih lanjut Fitriliyani (2010) melaporkan bahwa kurva respon kadar total gula yang diukur pada inkubasi 2 jam menghasilkan kurva respon linier sedangkan pada inkubasi 24 jam menghasilkan kurva respon kuadratik. Adanya perbedaan respon tersebut diatas diduga adanya hubungan antara ketersediaan substrat dengan waktu inkubasi. Dimana pada inkubasi 2 jam jumlah substrat yang tersedia masih memungkinkan enzim untuk bekerja sedangkan pada inkubasi 24 jam kerja enzim sudah maksimal untuk merombak substrat yang tersedia. Penelitian Alemawor et al. (2009) mengatakan bahwa adanya peningkatan kualitas nutrisi yang lebih baik pada penggunaan multienzim pada bahan baku pakan dengan nilai total gula meningkat, serat kasar, NDF, ADF, selulosa dan lignin yang menurun. Penambahan enzim cairan rumen mampu menurunkan serat kasar, penurunan serat kasar disebabkan oleh adanya aktifitas enzim selulase. Penambahan enzim cairan rumen akan merombak komponen bahan yang sulit dicerna menjadi bahan yang mudah dicerna sehingga dapat dimanfaatkan oleh hewan. Penelitian yang dilakukan oleh Malathi & Devegowda (2002) pada pakan awal untuk broiler mendapatkan bahwa penggunaan multi enzim meningkatkan nilai total gula

sunflower meal, soybean meal, deoiled rice bran, yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan enzim tunggal, dan kandungan multi enzim ini juga menjadi kelebihan yang dimiliki oleh ekstrak enzim rumen domba.

Penurunan serat kasar pada tepungbungkil kelapa memberikan peningkatan terhadap nilai kecernaan nutrien bahan. Nilai kecernaan menggambarkan kemampuan ikan dalam mencerna pakan dan kualitas pakan yang diberikan. Kecernaan juga menggambarkan fraksi nutrien atau energi dalam pakan yang dicerna dan tidak dikeluarkan dalam bentuk feses (NRC, 1993). Rendahnya serat kasar dalam pakan menyebabkan tingginya daya cerna dan penyerapan zat-zat makanan di dalam alat pencernaan ikan. Sebaliknya, pakan yang mengandung serat kasar tinggi akan menghasilkan feses yang lebih banyak, karena serat kasar yang tidak tercerna dapat membawa zat-zat makanan yang


(47)

dapat dicerna. Serat dibutuhkan tubuh ikan dalam jumlah terbatas yaitu maksimal 7 % pada pakan (Robinson et al. 2001). Serat yang melebihi batas maksimal akan menurunkan nilai gizi pakan. Penurunan nilai gizi tersebut disebabkan sebagian besar zat-zat makanan keluar bersama ekskreta sebelum diserap oleh usus. Secara visual fesesnya lebih banyak dikeluarkan dan lebih cepat diekresikan dibandingkan pakan uji BKe, yang mempunyai kandungan serat kasar lebih rendah.

Fakta menunjukkan bahwa kandungan nutrisi dalam serat kasar rendah, namun keberadaannya mutlak diperlukan. Kandungan serat kasar yang sedikit dapat meningkatkan gerak peristaltik usus, namun apabila jumlahnya berlebih maka menyebabkan proses penyerapan makanan menjadi tidak efisien (Guillaume

et al. 1999). Kirchgessener et al. (1986) juga melaporkan bahwa peningkatan kadar serat kasar dalam komposisi pakan akan menurunkan kecernaan nutrisi. Sesuai pendapat Cho et al.(1985) yang menyatakan bahwa serat kasar yang tinggi menyebabkan porsi ekskreta lebih besar, sehingga menyebabkan semakin berkurangnya penyerapan protein yang dapat dicerna.

Kecernaan bahan BKe lebih baik dibandingkan dengan BK, karena proses hidrolisis dengan enzim cairan rumen domba menurunkan serat kasar. Teknologi penggunaan enzim cairan rumen merupakan salah satu cara untuk memperbaiki nilai kecernaan bahan menjadi lebih baik, karena mikroba dalam cairan rumen mampu memecah komponen yang komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna (Hardjo et al. 1989). Kecernaan 32,66% setelah penggunaan enzim cairan rumen domba untuk menghidrolisis bungkil kelapa sebagai bahan pakan ikan nila merah memberikan peluang yang cukup besar untuk memanfaatkan bungkil kelapa yang telah dihidrolisis sebagai bahan pakan ikan.


(48)

(49)

KESIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan enzim cairan rumen domba 125 ml/kg bahan dengan lama waktu inkubasi 24 jam dapat menurunkan serat kasar bungkil kelapa paling tinggi yaitu 67,8% dari 13,76% ke 6,98% dan dapat meningkatkan kecernaan bungkil kelapa dari 45,71% ke 60,64% atau peningkatan sebanyak 32,66%.


(50)

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal N, Kamra D.N, Chaundhary L.C, Agarwal I, Sahoo A and Pathak N.N. 2002. Microbial status and rumen enzyme profile of crossbred calves feed on different microbial feed additives. Letter in Apllied Microbiology, 34:329-336

Alemawor, Victoria, Dzogbefia, Emmanuel O.K, Oddoye, James H.O. 2009.Enzyme cocktail for enhancing poultry utilization of cocoa pod husk.

Scientific Research and Essays Vol.4 (6). Pp.555-559

Anggorodi R.1990. Kemajuan mutakhir dalam ilmu makanan ternak unggas. Cetakan Pertama.Universitas Press. Jakarta

Anonimus. 2009. Sinkronisasi kebijakan pemerintah dan stakeholder dalam produksi pakan ikan untuk mendukung pengembangan usaha perikanan budidaya dalam menghadapi dampak krisis global. Temu Pakan Nasional 19 - 20 Maret 2009. Bandung.

Anonimus. 2010. PT. Bireuen Coconut Oil. Bireuen. Aceh.

Anonimus. 2011. Kebutuhan bahan baku lokal untuk pengembangan industri pakan nasional. Disampaikan pada acara Forum Inovasi Teknologi Akuakultur Kementrian Kelautan dan Perikanan. Bali.

Balasubramaniam K. 1976. Polysaccharides of the kernel of maturing and mature cocomuts. J. Food Scie 41:1370-1373

Barlongan T.G.1990. Studies on lipases of milkfish (Chanos-chanos).

Aquaculture, 89:315-325.

Bergmeyer H.U and Grassi M. 1983. Methods of enzymatic analysis. Vol. V: Enzymes 3 : peptidases, proteinases and their inhibitors. VCH Verlagsgesellschhaft MBH, Weinheim.

Budiansyah A. 2010. Aplikasi cairan rumen sapi sebagai sumber enzim, asam amino, mineral dan vitamin pada ransum broiler berbasis pakan lokal. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Cho, C,Y., C.B. Cowey and T. Watanabe. 1985. Finfish nutrition in asia:

methodological approaches to research and development. IDRC, Ottawa,

154 pp.

Creswell D.C and Brooks C.C. 1971. Composition apparent digestibility and energi evaluation of coconut oil and coconut meal. J. Anim Sci. 1971. 33:366-369.


(52)

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). 2007. Data impor tilapia alias nila (beku maupun fillet) AS. Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP). Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). 2008. Data statistik budidaya perikanan Indonesia tahun 2007. Direktorat Jendral Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). 2009. Volume produksi perikanan budidaya. www.dkp.go.id. (9 Agustus 2009).

Derrick. 2005. Protein in calf feed.http://www.winslowfeeds.co.nz/pdfs/feedingcal vesarticle. pdf. (2 Februari 2005).

Direktorat jenderal perkebunan. 2010. Central produksi kelapa dan produksi kelapa Indonesia.Http://www.ditjenbun.deptan.go.id

Mepba, S.C Achinewhu. 2003. in Plant foods for human nutrition dordrecht Netherlands.

Elliot, J. M. 1979. The nutritional requirement of cultived warm water and cold water fish spesies. FAO, FIR: AQ/conf./76/R.31

Fitrailiyani I. 2010. Peningkatan kualitas nutrisi tepung daun lamtoro dengan penambahan ekstrak enzim cairan rumen domba untuk pakan ikan nila

Oreochromis sp. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Furuichi, M. 1988. Dietary requirement, p. 8-78. In Watanabe, T. (ed.). Fish nutrition and marinculture. Departement of aquatic bioscience. Tokyo University of Fisheries. JICA.

Guillaume J, Kaushik S, Bergot P, Metailler 1999. Nutrition and feeding of fish and Crustaceans. Springer-Praxia Book in Aquaculture and Fisheries. Chichester. UK.

Ghosse, 1987. Measurement cellulose activities. Appl. Chem 59. (2): 252-268 Halver, J. E. 1989. Fish nutrition. Academic Press, Inc. California. 113-149p Halver J.E. and Hardy R.W, editor. 2002. Fish nutrition. Third Edition. California

USA: Academic Press. 822 pp.

Hastings, W. H. 1976. Fish nutrition and fish feed manufacture, Rep. From FAO, FIR: AQ/Conf?76?R, 73. Rome, Italy. 13 p.


(1)

Lampiran 3. Prosedur Analisa Kecernaan

1. Timbang 0,1- 0,2 gram sampel/bahan, masukkan ke dalam labu kjedahl 2. Tambahkan 5 ml nitrit acid pekat ke dalam labu

3. Panaskan dengan hati-hati selama 30 menit sampai volume larutan menjadi ± 1 ml

4. Setelah dingin, tambahkan 3 ml perchoric acid pekat ke dalam labu kemudian panaskan kembali

5. Setelah asap putih terlihat dan larutan berubah dari hijau menjadi kuning atau oranye, campuran dipanaskan selama ±10 menit

6. Dinginkan, lalu encerkan sampai volume 100 ml. Nilai absorban larutan ditentukan oleh spektrofotometer dengan panjang gelombang 350 nm (Takeuchi, 1988)


(2)

Lampiran 4. Hasil analisa statistik kadar serat kasar tepungbungkil kelapa Tabel sidik ragam kadar serat kasar tepung bungkil kelapa terhidrolisis Descriptive Statistics

Dosis Waktu Mean Std. Deviation N

0 0 13.7600 .04000 3

12 12.5000 .03000 3

24 11.3233 .02517 3

Total 12.5278 1.05568 9

25 0 12.6833 .40427 3

12 13.4300 .07211 3

24 11.4300 .04000 3

Total 12.5144 .89922 9

50 0 12.2233 .18037 3

12 11.6033 .05508 3

24 11.2467 .07506 3

Total 11.6911 .43987 9

75 0 12.7567 .30436 3

12 12.8033 .04163 3

24 9.1633 .05859 3

Total 11.5744 1.81519 9

100 0 13.8400 .35029 3

12 13.2133 .03786 3

24 9.6900 .15524 3

Total 12.2478 1.94697 9

125 0 14.3367 .35233 3

12 13.7500 .03464 3

24 6.9833 .01528 3

Total 11.6900 3.54356 9

Total 0 13.2667 .81500 18

12 12.8833 .72269 18

24 9.9728 1.64134 18


(3)

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Serat

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected

Model 181.604

a

17 10.683 328.041 .000

Intercept 7829.130 1 7829.130 2.404E5 .000

Dosis 8.704 5 1.741 53.459 .000

Waktu 116.808 2 58.404 1.793E3 .000

Dosis * Waktu 56.092 10 5.609 172.247 .000

Error 1.172 36 .033

Total 8011.907 54

Corrected Total 182.776 53 a. R Squared = ,994 (Adjusted R Squared = ,991)

Uji Duncan

Serat Duncan dosis

Dosis N

Subset

1 2 3

75 9 11.5744

125 9 11.6900

50 9 11.6911

100 9 12.2478

25 9 12.5144

0 9 12.5278

Sig. .204 1.000 .876

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.


(4)

Serat Duncan waktu

Waktu N

Subset

1 2 3

24 18 9.9728

12 18 12.8833

0 18 13.2667

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.


(5)

Lampiran 5. Hasil Analisa Satistik Kecernaan Kecernaan

Kecernaan Protein

Tabel Analisa sidik ragam kecernaan Protein Source of

variation

Sum of squares Df

Mean

square F Sig

Between

Groups 110,889 2 55,444 31,188 0,001

Within Groups 10,667 6 1,778

Total 121,556 8

Uji Duncan

Perlakuan N Subset for alpha = .05

1 2

3 3 77,000

2 3 83,000

1 3 1,000 85,333

Sig 0,076

Kecernaan Total

Tabel sidik ragam kecernaan Total Source of

variation

Sum of squares df

Mean

square F Sig

Between Groups 76,222 2 38,111 13,192 0,006

Within Groups 17,333 6 2,889

Total 93,556 8

Uji Duncan

Perlakuan N Subset for alpha = .05

1 2

3 3 61,333

2 3 66,000

1 3 68,333


(6)

Uji Duncan

N

1 2 3

3 3 3.099,000

2 3 3.300,333

1 3 3.788,000

Sig 1,000 1,000 1,000

Perlakuan Subset for alpha = .05

Kecernaan DE

Tabel sidik ragam DE Source of

variation

Sum of

squares df Mean square F Sig

Between Groups 753075 2 376537,4444 161,87423 0,000 Within Groups 13956,7 6 2326,111111

Total 767032 8

Kecernaan Energi

Tabel sidik ragam kecernaan energi Source of

variation

Sum of

squares df

Mean

square F Sig

Between

Groups 349,556 2 174,778 104,867 0,000

Within Groups 10,000 6 1,667

Total 359,556 8

Uji Duncan

Perlakuan N Subset for alpha = .05

1 2 3

3 3 68,667

2 3 72,333

1 3 83,333