The Evaluation of Utilization of Sheep Rumen Liquor Enzyme for Hydrolisis of Crude Fiber Content in Coconut Meal and its Apparent Digestibility for Red Tilapia Oreochromis sp

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ENZIM CAIRAN RUMEN
DOMBA TERHADAP PENURUNAN SERAT KASAR DAN
PENINGKATAN KECERNAAN BUNGKIL KELAPA SEBAGAI
PAKAN IKAN NILA MERAH
Oreochromis sp

ZURAIDA

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ” Efektifitas Penambahan Enzim
Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Serat Kasar dan Peningkatan
Kecernaan Bungkil Kelapa Sebagai Pakan Ikan Nila Merah (Oreochromis sp)”
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012

Zuraida
NRP C151090171

ABSTRACT
ZURAIDA. The Evaluation of Utilization of Sheep Rumen Liquor Enzyme for
Hydrolisis of Crude Fiber Content in Coconut Meal and its Apparent Digestibility
for Red Tilapia Oreochromis sp. Under direction of DEDI JUSADI, NUR
BAMBANG PRIYO UTOMO
Two experiments were conducted to evalueate the hydrolysis of crude
fiber in coconut cake meal (CCM) by sheep rumen liquor enzymes, and apparent
digestibility of hydrolyzed CCM for the diet of red tilapia (Oreochromis sp). In
Experiment I, the sheep rumen liquor enzymes were added into the CCM at
concentration of either 0, 25, 50, 75, 100, or 125 ml/kg of CCM, and incubated for
the period of 0, 12, and 24 hours, respectively. In order to evaluate the apparent
digestibility, in Experiment II, CCM and hydrolyzed CCM were fed on tilapia for
2 weeks. The result showed that sheep rumen liquor enzymes could effectively

reduced the fiber content of CCM, while its glucose concentration increased. It
was found that the application of sheep rumen liquor enzymes at a dose of 125 ml
in 1 kg CCM at a period of 24 hours was the most effective treatment to reduce
the crude fiber content in CCM. The crude fiber content in this treatment
decreased from 13.76% to 6.98 %, thereby the apparent digestibility in red tilapia
increased from 45.71% to 60.64%.
Keywords: coconut cake meal, sheep rumen liquor, digestibility, red tilapia

RINGKASAN
ZURAIDA. Efektifitas Penambahan Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap
Penurunan Serat Kasar dan Peningkatan Kecernaan Bungkil Kelapa Sebagai
Pakan Ikan Nila Merah Oreochromis sp. Dibimbing oleh DEDI JUSADI dan
NUR BAMBANG PRIYO UTOMO
Kebutuhan pakan dari tahun ke tahun semakin meningkat mengimbangi
peningkatan produksi sektor budidaya. Peningkatan kebutuhan pakan ini tidak
didukung oleh produksi bahan baku pakan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan
bahan pakan, Indonesia harus mengimpor bahan baku pakan. Pemakaian bahan
pakan impor sedikit demi sedikit harus dikurangi dan digantikan oleh bahan baku
lokal. Sumber bahan baku lokal yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai
bahan pakan ikan adalah hasil sampingan produk agro industri seperti bungkil

kelapa. Penggunaan bungkil kelapa sebagai bahan pakan non-ruminansia memiliki
keterbatasan nutrisi yaitu tingginya serat kasar dan daya cerna yang rendah.
Kandungan serat kasar yang tinggi pada bungkil kelapa menyebabkan bahan baku
tersebut perlu diolah lagi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pakan
ikan. Upaya yang telah berkembang yaitu pemanfaatan enzim cairan rumen untuk
menurunkan serat kasar bahan pakan. Cairan rumen merupakan salah satu sumber
alternatif yang murah dan dapat dimanfaatkan dengan mudah sebagai enzim
hidrolase. Penggunaan bahan baku lokal terutama bungkil kelapa yang telah
diturunkan serat kasarnya melalui hidrolisis oleh enzim cairan rumen domba
diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku lokal alternatif yang berkualitas,
dan dapat menurunkan impor bahan baku.
Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap I yaitu penambahan enzim
cairan rumen domba 0, 25, 50,75, 100, dan 125 ml/kg bungkil kelapa dengan lama
inkubasi 0, 12, dan 24 jam terhadap penurunan serat kasar pada bungkil kelapa
dengan rancangan acak lengkap faktorial. Penelitian Tahap II yaitu uji kecernaan
bungkil kelapa pada ikan nila merah Oreochromis sp menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Hasil penelitian Tahap I
menunjukkan bahwa penambahan enzim cairan rumen domba berpengaruh nyata
terhadap penurunan serat kasar bungkil kelapa. Penurunan serat kasar bungkil
kelapa tertinggi diperoleh pada perlakuan volume enzim 125 ml/kg bungkil kelapa

dengan lama waktu inkubasi 24 jam yaitu dari 13,76% ke 6,98%. Sedangkan hasil
uji kecernaan pada Tahap II menunjukkan bahwa kecernaan pakan uji A (30%
BKe) 60,64% lebih tinggi dibandingkan dengan kecernaan pakan uji B (30% BK)
yaitu 45,71% atau peningkatan sebesar 32,66%. Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa penggunaan enzim cairan rumen domba dapat
menurunkan serat kasar dan meningkatkan kecernaan bungkil kelapa sebagai
pakan ikan nila merah Oreochromis sp.
Kata Kunci : bungkil kelapa, enzim cairan rumen domba, kecernaan, nila merah

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB


EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ENZIM CAIRAN RUMEN
DOMBA TERHADAP PENURUNAN SERAT KASAR DAN
PENINGKATAN KECERNAAN BUNGKIL KELAPA SEBAGAI
PAKAN IKAN NILA MERAH
Oreochromis sp

ZURAIDA

Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Dosen Penguji Diluar Komisi -Pembimbing : Dr. Mia Setiawati, M.Si

Judul Tesis


Nama
NRP

:

Efektifitas Penggunaan Enzim Cairan Rumen Domba
Terhadap Penurunan Serat Kasar dan Peningkatan
Kecernaan Bungkil Kelapa Sebagai Pakan Ikan Nila
Merah Oreochromis sp
: Zuraida
: C151090171

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Dedi Jusadi
Ketua

Dr. Nur Bambang Priyo Utomo

Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakuktur

Prof. Dr.Enang Harris

Tanggal Ujian : 5 Januari 2012

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Dahrul Syah

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul Efektifitas Penambahan Enzim

Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Serat Kasar dan Peningkatan
Kecernaan Bungkil Kelapa Sebagai Pakan Ikan Nila Merah (Oreochromis sp)
dapat diselesaikan dengan baik.
Pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan
dan bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.

Bapak Dr. Dedi Jusadi, M.Sc, dan Bapak Dr. Nur Bambang Priyo Utomo,
M.Si, selaku pembimbing atas semua pengarahan, koreksi, dan bimbingan
yang telah diberikan kepada penulis.

2.

Ibunda Hj. Timariah dan Ayahanda M. Daud Adam (Alm). Kakanda tercinta
(M.Yacob; Amiruddin; Dra. Rusmaniah, M.Pd; Dra. Maryani;

Yusniati,

S.Pd; Nurdin (alm); Nurasmawati, S.Pd; Nasir, M.Si; Nazariah, A.Md.Keb,

S.Kes; dan dr. Sayuti, S.Pb), serta seluruh keluarga besar atas doa, kasih
sayang dan dukungan moril maupun materil kepada penulis selama ini.
3.

Ibu Dr. Mia Setiawati, M.Si selaku penguji luar komisi atas segala masukan
dan arahan.

4.

Dekan Universitas Almuslim, Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Utara dan
Kepala Sekolah SMK N 1 Muara Batu yang telah memberikan izin studi.

5.

Teman-teman Akuakultur 2009 (Reza Samsudin, Mariana Beruatjaan,
Wahyuni Fanggi Tasik, Iko Imelda A, Erna Tahalib, Novi Mayasari, Safrizal
Putra, Aras Sazili, Mualiani, Riri Ezraneti, Rahman, Dian Febriani, Anwar,
Jakomina Metungun, Septi Heza, Dewi Puspaningsih, Muznah Toatubun,
Alfabetian C.H, Jenny Abidin, Hary Kretiawan, Jacquelin Sahetapy, Eulis
Marlina, Tanbiyaskur, Ari, Romeos Kalvari). Teman-teman di SMK N 1

Mura Batu dan Universitas Almuslim Bireuen terimakasih atas dukungannya.
Akhir kata, semoga apa yang telah diberikan kepada penulis akan mendapat
imbalan dari- Nya sebagai amal ibadah. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2012
Zuraida

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Dakuta, Kec. Muara Batu Kab. Aceh Utara pada
tanggal 10 November 1983. Penulis merupakan anak bungsu dari sebelas
bersaudara. Tahun 2004 penulis berhasil menamatkan pendidikan DIII

pada

progran studi Teknologi Manajemen Produksi Benih Ikan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB. Tahun 2006 penulis berhasil menamatkan Pendidikan Sarjana
pada program studi Budidaya Perairan Universitas Brawijaya Malang. Tahun
2007 sampai sekarang penulis bekerja sebagai dosen pada program studi
Budidaya Perairan Universitas Almuslim, Bireuen, Aceh. Pada tahun 2010 sampai
sekarang penulis bekerja sebagai guru SMK N 1 Muara Batu, Kab. Aceh Utara.
Tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB pada

Program Studi Ilmu Akuakultur.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
PENDAHULUAN .........................................................................................
Latar Belakang ...................................................................................
Perumusan Masalah ............................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................
Manfaat Penelitian ..............................................................................
Hipotesis ............................................................................................

1
1
3
4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5
Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) ..................................................... 5
Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila ................................................................ 5
Bahan Pakan Sumber Nutrien .................................................... 9
Bungkil Kelapa........................................................................... 9
Cairan Rumen Domba Sebagai Sumber Enzim ................................... 13
Serat Kasar Dalam Bahan Pakan .......................................................... 15
Kecernaan .......................................................................................... 16
METODELOGI .............................................................................................
Penelitian Tahap 1 ..............................................................................
Penelitian Tahap 2 ..............................................................................
Pakan Uji ...................................................................................
Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data ................................
Parameter yang Diuji .................................................................

19
19
20
21
22
22

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
Hasil ....................................................................................................
Aktifitas Enzim Pada Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba .......
Hasil Analisa Kandungan Nutrisi Bungkil Kelapa .....................
Kandungan Glukosa Terlarut .....................................................
Uji Kecernaan BKe Pada Ikan Nila Merah ..................................
Kualitas Air ...............................................................................
Pembahasan ........................................................................................

25
25
25
25
27
27
28
29

KESIMPULAN .............................................................................................. 35
Kesimpulan ......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 36
LAMPIRAN ................................................................................................... 43

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila (Oreochromis sp) .........................................

8

2. Kandungan nilai gizi ampas kelapa ........................................................... 10
3. Kandungan asam amino ampas kelapa ..................................................... 11
4. Kandungan asam lemak bungkil kelapa .................................................... 12
5. Komposisi enzim cairan rumen domba ..................................................... 14
6. Komposisi pakan acuan dan pakan uji A (30% BKt), pakan B (30% BK) . 21
7. Komposisi pakan uji (g/100 g pakan) ....................................................... 21
8.

Kandungan lemak, protein dan serat kasar bungkil kelapa yang
diberikan perlakuan penambahan volume enzim dan lama
waktu inkubasi yang berbeda.................................................................... 26

9.

Kandungan glukosa terlarut pada bungkil kelapa yang dihidrolisis
dengan enzim cairan rumen domba .......................................................... 27

10. Kecernaan total, kecernaan protein, kecernaan energi ............................... 27
11. Kecernaan bahan ...................................................................................... 28
12. Kisaran kualitas air media pemeliharaan ikan nila merah selama penelitian 28

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Aktifitas enzim selulase, amylase, protease, dan lipase pada
ekstrak enzim cairan rumen domba................................................ ...... 25

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur analisis proksimat ....................................................................... 43
2. Metode uji aktifitas enzim .......................................................................... 47
3. Prosedur analisa kecernaan......................................................................... 50
4. Hasil analisis statistik kadar serat kasar bungkil kelapa .............................. 51
5. Hasil analisa satistik kecernaan .................................................................. 54

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebutuhan pakan dari tahun ketahun semakin meningkat untuk
mengimbangi peningkatan produksi sektor budidaya. Pada tahun 2008 kebutuhan
mencapai 8,13 juta ton, meningkat menjadi 8,60 juta ton pada tahun 2009, dan
tahun 2010 kebutuhan pakan meningkat menjadi 9,70 juta ton (Anonim, 2011).
Peningkatan kebutuhan pakan ini tidak didukung oleh produksi bahan baku
pakan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan pakan, Indonesia harus
mengimpor bahan baku pakan. Beberapa jenis bahan baku yang masih diimpor
diantaranya adalah tepung ikan, tepung kedelai, jagung, bone meal dan bahan
lainnya. Indonesia pada tahun 2008 mengimpor tepung ikan sebesar 44.073,22
ton, 47.518,97 ton pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi 39.261,69 ton.
Sedangkan impor tepung kedelai pada tahun 2008 mencapai 35.849,98 ton, tahun
2009 menjadi 53.474,80 ton dan 55.805,86 ton pada tahun 2010 (Anonim, 2011).
Pemakaian bahan pakan impor sedikit demi sedikit harus dikurangi dan
digantikan oleh bahan baku lokal, hal ini harus dilakukan untuk mengurangi
ketergantungan terhadap bahan pakan impor. Sumber bahan baku lokal yang
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan adalah hasil sampingan
produk agro industri seperti bungkil kelapa. Indonesia saat ini merupakan salah
satu negara yang memiliki areal kelapa terluas di dunia yaitu ±3,9 juta ha dengan
produksi 3,3 juta ton setara kopra di tahun 2009 dan menempati urutan ke dua
setelah Philipina sebagai negara produsen kelapa (Ditjen Perkebunan, 2010).
Potensi ini memungkinkan bungkil

kelapa yang diperoleh cukup banyak,

sementara pemanfaatannya masih sangat terbatas. Salah satu contoh daerah di
Indonesia yang sangat berpotensi sebagai salah

satu daerah penghasil

tepungbungkil kelapa yaitu Provinsi Aceh. Di daerah

ini hampir

semua

kabupaten terdapat perkebunan kelapa, namun ada dua daerah yang menjadi
sentral produksi dan pengolahan kelapa yaitu Kabupaten Bireun dan Kabupaten
Aceh Utara. Di kedua kabupaten tersebut ada pabrik pengolahan minyak kelapa.
Pabrik-pabrik ini memiliki kapasitas pengolahan yang tinggi, setiap hari kelapa
yang masuk rata-rata sebesar 35 ton dan yang menjadi bungkil kelapa yaitu ±7

ton (Anonim, 2010). Tepung bungkil hasil pengolahan minyak kelapa di pabrik
tersebut selama ini dijual ke Medan untuk dijadikan pakan ternak dengan harga
jual Rp. 1.500/kg. Harga ini masih cukup murah bila dibandingkan dengan bahan
baku lain seperti pollar Rp. 2.400/kg, bungkil kedelai Rp.4.400/kg, dan tepung
jagung Rp.3.050/kg. Bungkil kelapa yang dijual ini mempunyai kadar air 2,51%,
protein kasar 23,13%, lemak 10,87%, serat kasar 11,64%, abu 7,21% dan BETN
44,64%. Moorthy dan Viswanathan (2009) bungkil kelapa mengandung kadar air
9,4%, Protein kasar 22.75%, lemak kasar 2,89%, serat kasar 12,11%, abu 7,41%,
BETN 54,84%, kalsium 0,40%, dan posfor 0,63%. Bungkil kelapa sebagai bahan
baku lokal alternatif karena ketersediaannya banyak, tidak berkompetisi dengan
manusia dan harga yang relatif murah.
Penggunaan bungkil kelapa sebagai bahan pakan non-ruminansia memiliki
keterbatasan nutrisi yaitu tingginya serat kasar dan daya cerna yang rendah.
Kandungan serat kasar yang tinggi pada bungkil kelapa menyebabkan bahan baku
tersebut perlu diolah lagi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pakan
ikan. Halver (1989) menyatakan bahwa ikan kurang mampu mencerna serat kasar
karena dalam usus ikan tidak terdapat mikroba yang dapat memproduksi enzim
selulase. Serat dibutuhkan tubuh ikan dalam jumlah terbatas yaitu maksimal 7 %
pada pakan (Robinson et al. 2001). Fakta dilapangan menujukkan bahwa
kandungan serat kasar pada pakan komersil tidak melebihi 5 %. Pengolahan
terhadap berbagai pakan yang mengandung serat kasar tinggi sudah banyak
dilakukan untuk efisiensi pemanfaatan pakan, seperti pengolahan secara fisik,
kimia dan biologi atau kombinasinya. Upaya lain yang telah berkembang yaitu
pemanfaatan enzim cairan rumen untuk menurunkan serat kasar bahan pakan.
Cairan rumen merupakan salah satu sumber alternatif yang murah dan dapat
dimanfaatkan dengan mudah sebagai enzim hidrolase (Muharrery & Das, 2002).
Penelitian pemanfaatan enzim cairan rumen untuk bahan pakan ikan sudah
dilakukan seperti ikan nila dengan bahan baku daun lamtoro (Fitriliyani, 2010),
dan benih ikan patin dengan bahan baku bungkil sawit (Pamungkas, 2011).
Penggunaan bahan baku lokal terutama bungkil kelapa yang telah
diturunkan serat kasarnya melalui hidrolisis oleh enzim cairan rumen domba
diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku lokal alternatif yang berkualitas,

dan dapat menurunkan impor bahan baku. Untuk itu, dilakukan penelitian
efektifitas pemanfaatan enzim cairan rumen domba terhadap penurunan serat
kasar dan nilai kecernaan bungkil kelapa sebagai pakan ikan nila merah
(Oreochromis sp).
Perumusan Masalah
Penggunaan bahan pakan impor selama ini semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Peningkatan impor bahan pakan maka otomatis akan mengakibatkan
banyak menguras devisa negara, dan efeknya adalah mahalnya harga pakan.
Peningkatan harga pakan menimbulkan masalah yang besar di sektor budidaya,
sehingga perlu dicari bahan pakan alternatif untuk mengurangi ketergantungan
terhadap impor. Bahan pakan alternatif yang perlu didorong di antaranya bungkil
kelapa. Penggunaan bungkil kelapa sebagai bahan pakan ikan mempunyai
permasalahan sendiri yaitu tingginya serat kasar. Salah satu teknologi yang bisa
dilakukan untuk menurunkan serat kasar bahan yaitu dengan penambahan cairan
rumen domba, dimana di dalam cairan rumen ini berdasarkan penelitian diketahui
mengandung enzim pendegradasi serat (Williams & Withers, 1992). Martin et al.
(1999) mendapatkan bahwa enzim-enzim pencerna karbohidrat dalam cairan
rumen antara lain adalah amylase, xilanase, avicelase, α-D-glukosidase, α-Larabinofuranosidase, β-D-glukosidase, dan β-D-xylosidase. Penelitian Budiansyah
(2010) menyatakan bahwa di dalam enzim cairan rumen mengandung enzim
selulase,

xilanase,

mannanase,

amylase,

protease,

dan

fitase

mampu

menghidrolisis bahan pakan lokal dan penambahan enzim cairan rumen sapi lokal
dalam pakan meningkatkan kecernaan ayam broiler.
Lebih lanjut penelitian Fitriliyani (2010); Pamungkas (2011) bahwa di
dalam rumen domba terdapat aktifitas enzim –enzim selulase, amylase, protease,
lipase, dan fitase. Pemanfaatan ekstrak cairan rumen domba 100 ml/kg daun
lamtoro dengan masa inkubasi 24 jam mampu menurunkan serat kasar dari
16,77% ke 7,774% (Fitriliyani, 2010). Pamungkas (2011) menyatakan bahwa
penggunaan ekstrak cairan rumen domba 100 ml/kg bahan dengan lama inkubasi
24 jam mampu menurunkan serat kasar dari 17,54% ke 6,69% dan meningkatkan
nilai kecernaan bungkil kelapa sawit sebesar 42,26%. Penelitian yang dilakukan
oleh Pantaya (2003) menyatakan bahwa penambahan enzim cairan rumen dengan

dosis 1.240 IU/kg menurunkan kandungan polisakarida dari 26,32% ke 22,38%,
meningkatkan

kandungan

oligosakarida

dari

73,68%

ke

77,62%

dan

meningkatkan energi wheat pollard dari 1.55 kkal/kg menjadi 1.88 kkal/kg.
Penelitian Sandi (2010) penambahan enzim cairan rumen dosis 1% (b/v) dengan
lama waktu inkubasi 24 jam mampu menurunkan kandungan serat kasar sebesar
17,83% dan meningkatkan gula total terlarut sebesar 29,91% pada singkong.
Penambahan cairan rumen domba ke dalam bungkil kelapa diharapkan
dapat menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan nilai kecernaan
bungkil kelapa sehingga bisa digunakan sebagai bahan baku alternatif yang dapat
mensubstitusi bahan baku lain terutama impor. Dalam pembuatan pakan
diperlukan bahan pakan yang mempunyai nilai kecernaan tinggi sehingga nutrien
yang ada dalam pakan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh ikan.

Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi penambahan enzim cairan rumen terhadap tingkat
penurunan serat kasar bungkil kelapa.
2. Mengetahui kecernaan bungkil kelapa yang dihidrolisis dengan enzim
cairan rumen domba sebagai bahan pakan ikan nila merah (Oreochromis
sp).

Manfaat Penelitian
1. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan
informasi pemanfaatan enzim cairan rumen domba dalam penurunan serat
kasar bungkil kelapa sebagai bahan penyusun pakan untuk ikan nila
merah (Oreochromis sp).

Hipotesis
1. Penambahan enzim cairan rumen domba pada bungkil kelapa dapat
menurunkan kandungan serat kasar bungkil kelapa.
2. Bahan pakan yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba kecernaan
meningkat.

TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Nila Merah (Oreochromis sp)
Klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut :
phylum

: Vertebrata (bertulang belakang)

super class

: Pisces (ikan)

kelas

: Osteichthytes (Bony fish)

sub-kelas

: Acanthopterigii

super ordo

: Teleostei

ordo

: Percomorphidae

family

: Cichilidae

genus

: Oreochromis

spesies

: Oreochromis sp

Ikan nila merah (Oreochromis sp) selain untuk konsumsi domestik juga
dikembangkan sebagai komoditas ekspor, dalam bentuk ikan utuh maupun fillet
dengan negara tujuan antara lain Timur Tengah, Singapura, Jepang dan Amerika
Serikat. Indonesia merupakan eksportir nila terbesar ke-3 setelah China dan
Filipina (DKP, 2008). Menurut data Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan (P2HP) DKP (2007) impor tilapia alias nila (beku maupun fillet) di AS
terus tumbuh dalam sepuluh tahun terakhir. Angka impor tilapia AS pada
2002–2006 masing-masing 67,2 ribu ton, 90,2 ribu ton, 112,9 ribu ton, 134,9 ribu
ton, dan 158,3 ribu ton. AS mengimpor fillet nila segar dan beku dari negaranegara Amerika Latin, Ekuador, Kosta Rika, dan Honduras.
Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila
Ikan membutuhkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan,
dimana energi tersebut berasal dari nutrien yang dikonsumsi oleh ikan. Faktor
yang mempengaruhi kebutuhan nutrien pada ikan diantaranya adalah jumlah dan
jenis asam amino esensial, kandungan protein yang dibutuhkan, kandungan energi
pakan dan faktor fisiologis ikan (Lovell, 1989). Campuran yang seimbang dari
bahan penyusun pakan dan kecernaan dari pakan merupakan dasar utama untuk

penyusunan formulasi pakan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan (Cho &
Watanabe, 1983). Ikan nila akan memperlihatkan pertumbuhan yang baik apabila
pemberian pakan dengan formulasi yang seimbang, yang di dalamnya terkandung
bahan-bahan seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, serat, dan mineral.
Protein merupakan molekul kompleks yang terdiri atas asam amino
essensial dan asam amino non essensial.

Ikan membutuhkan protein untuk

pemeliharaan tubuh, penggantian jaringan yang rusak, dan pembentukan jaringan
atau penambahan protein tubuh. Protein merupakan komponen dasar dalam
jaringan tubuh hewan dan merupakan nutrien yang paling penting untuk
pertumbuhan dan pertahanan tubuhnya. Hampir 60-75% bobot tubuh ikan adalah
protein, oleh karena itu ikan membutuhkan protein untuk pertumbuhannya dan
keberadaannya harus secara terus menerus disuplai dari makanan

untuk

pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh.
Kebutuhan protein ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran
ikan, spesies, tingkat pemberian pakan, ketersediaan, dan kualitas pakan, serta
energi yang akan dicerna dalam pakan (Watanabe, 1988). Jumlah protein yang
diperlukan dalam pakan secara langsung dipengaruhi oleh komposisi asam amino
pakan. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh
tubuh sehingga harus tersedia dalam pakan (NRC, 1983). Ikan membutuhkan 10
jenis asam amino esensial untuk menghasilkan pertumbuhan optimum, yaitu
arginin, fenilalanin, histidin, isoleusin, lisin, metionin, triptofan, treonin dan valin.
Kebutuhan ikan seperti halnya hewan, tidak memiliki kebutuhan protein yang
mutlak tetapi memerlukan suatu campuran yang seimbang antara asam amino
esensial dan non esensial.
Menurut

NRC

(1983),

kekurangan

asam

amino

esensial

akan

mengakibatkan penurunan pertumbuhan. Suprayudi et al. (1999) menambahkan
bahwa retensi protein yang rendah disebabkan oleh tingginya perbedaan
komposisi asam amino esensial dalam protein dibandingkan dengan komposisi
asam amino esensial tubuh ikan. Kebutuhan protein menurun seiring dengan
bertambahnya umur dan ukuran ikan tetapi akan meningkat secara linier dengan
peningkatan suhu air hingga batas yang dapat ditoleransi oleh ikan (Halver, 2002).
Setiap spesies membutuhkan protein yang berbeda untuk pertumbuhannya,

sebagai contoh ikan mas membutuhkan protein 31-38%, ikan gurame ukuran 25
gram membutuhkan protein 38% dan benih membutuhkan protein 43% dalam
pakan (Mokoginta et al. 1993), sedangkan kadar protein yang optimal untuk
menunjang pertumbuhan ikan nila berkisar antara 28-50% (Webster & Lim,
2002).
Protein pakan yang tidak mencukupi akan menghambat pertumbuhan,
sedangkan kadar protein yang berlebih mengakibatkan kelebihan protein akan
dikatabolisme menjadi energi sehingga protein yang digunakan untuk membangun
jaringan tubuh hanya sedikit (NRC, 1983). Jumlah dan kualitas protein akan
mempengaruhi pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan. Apabila kadar protein
dalam pakan berkurang, maka protein dalam jaringan tubuh akan dimanfaatkan
untuk menjalankan fungsi jaringan yang lebih penting.
Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang relatif lebih murah
harganya. Karbohidrat dalam pakan disebut dengan BETN (Bahan Ekstrak Tanpa
Nitrogen). BETN ini bagian dari karbohidrat yang mengandung gula, pati dan
sebagian besar dari zat hemiselulosa dalam bahan makanan. Daya cerna
karbohidrat sangat bervariasi, tergantung dari kelengkapan molekul penyusunnya.
Karbohidrat sebagian besar didapat dari bahan nabati, sedangkan kadarnya dalam
makanan ikan berkisar antara 10-50%. Karbohidrat dalam bentuk serat kasar
sebenarnya tidak termasuk sebagai zat gizi yang sangat diperlukan, karena sukar
sekali dicerna.

Kemampuan ikan menggunakan karbohidrat sebagai sumber

energi berbeda setiap spesies ikan. Ikan omnivora umumnya mampu
memanfaatkan karbohidrat lebih tinggi (kadar optimum 30-40%) sedangkan ikan
karnivora memanfaatkan karbohidrat pada kadar optimum 10-20% (Furuichi,
1988).
Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang tinggi dalam pakan.
Satu gram lemak memiliki energi dalam pakan (gross energy) sebesar 9.4 kkal,
sedangkan dalam protein dan karbohidrat sebesar 5.6 dan 4.1 kkal (Watanabe,
1988). Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien, baik secara langsung
maupun potensial tersimpan di dalam jaringan adiposa, sebagai penyedia asam
lemak esensial serta komponen struktur sel dan pemeliharaan integritas
biomembran membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak dan

untuk mempertahankan daya apung tubuh (NRC, 1993), sebagai prekursor untuk
hormon-hormon steroid (Robinson et al. 2001). Lemak juga berfungsi sebagai
sumber asam lemak dan pelarut vitamin A, D, E, dan K. Kadar lemak sebesar 5%
sudah mencukupi untuk kebutuhan ikan nila, tetapi jika kadar lemak dalam pakan
ditingkatkan menjadi 12% akan memberikan pengaruh berupa perkembangan
maksimal pada ikan nila (Webster & Lim, 2002).
Vitamin merupakan senyawa yang sangat penting peranannya dalam
kehidupan ikan meskipun tidak merupakan sumber tenaga, tapi dibutuhkan untuk
pertumbuhan normal, reproduksi, kesehatan dan metabolisme secara umum.
Meskipun vitamin yang dibutuhkan hanya sedikit, tetapi bila kekurangan dapat
menimbulkan gangguan dan penyakit. Kebutuhan vitamin pada setiap ikan
dipengaruhi oleh ukuran ikan, umur, kondisi lingkungan, suhu air dan saling
berpengaruh diantara zat makanan yang tersedia.
Mineral adalah zat organik yang dibutuhkan oleh ikan untuk pembentukan
jaringan tubuh, proses metabolisme dan mempertahankan keseimbangan osmotis.
NRC (1993) menyatakan bahwa mineral merupakan senyawa yang digunakan
untuk proses respirasi, osmoregulasi dan pembentukan kerangka tulang.
Kebutuhan nutrisi ikan nila dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila (Oreochromis sp)
Nutrien
Protein

Sumber referensi *)
Jumlah Yang dibutuhkan
Larva 35%
Santiago et al (1982)
Benih– konsumsi 25-30% Santiago et al (1986)

Asam amino
4,2 %
-Arginin
Santiago & Lovell (1988)
1,7 %
-Histidin
3,1 %
-Isoleusin
3,4 %
-Leusin
5,1 %
-Lysine
3,2 % ( Cys 0,5 )
-Metionin + Cystin
-Phenilalanin + Tyrosin 5,5 % (Tyr 1,8 )
3,8 %
-Threonin
1,0 %
-Tritopan
2,8 %
-Valin
6 – 10 %
Lemak
Jauncey & Ross (1982)
0,5 % - 18:2n-6
Asam lemak essensial
Takeuchi et al (1982)
< 0,9 %
Posforus
Watanabe et al (1980)
25%
Karbohidrat
Jauncey & Ross (1982)
Digestibiliti energi (DE) 2500 – 4300 Kkal/ kg
Jauncey & Ross (1982)
*)
Sumber : BBAT Sukabumi (2005) dalam Indariyanti (2011)

Bahan Pakan Sumber Nutrien
Bahan baku pakan merupakan faktor utama yang harus tersedia dalam
pembuatan pakan. Bahan baku pakan pada umumnya dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu bahan baku yang berasal dari tumbuhan (nabati) dan hewan
(hewani).
Bungkil kelapa
Bungkil kelapa merupakan produk sampingan dari pembuatan santan,
untuk keperluan rumah tangga atau industri makanan/kue, dan dari pengolahan
minyak kelapa baik secara tradisional maupun dengan menggunakan teknologi
penggolahan minyak kelapa. Potensi bungkil kelapa cukup tinggi sebagai bahan
baku pakan alternatif, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara yang
merupakan penghasil kelapa terbesar di dunia. Dari tahun ke tahun produksi
kelapa Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2009 Indonesia menempati urutan
kedua setelah Philipina sebagai produsen kelapa yaitu dengan luas lahan ±3,9 juta
ha memproduksi 3,3 juta ton setara kopra (Ditjen Perkebunan, 2010). Dengan
produksi kelapa yang tinggi, pengolahan minyak kelapa yang terus meningkat
maka secara otomatis akan terjadi peningkatan limbah bungkil kelapa.
Salah satu contoh daerah di Indonesia yang sangat berpotensi sebagai
salah satu daerah penghasil bungkil kelapa yaitu Provinsi Aceh. Di daerah ini
hampir semua Kabupaten terdapat perkebunan kelapa, namun ada dua daerah
yang menjadi sentral produksi dan pengolahan kelapa yaitu Kabupaten Bireun dan
Kabupaten Aceh Utara, ini terlihat dari adanya pabrik pengolahan minyak kelapa
dikedua Kabupaten tersebut. Pabrik-pabrik ini memiliki kapasitas pengolahan
yang tinggi, setiap hari kelapa yang masuk rata-rata sebesar 35 ton dan yang
menjadi limbah bungkil kelapa yaitu ±7 ton bungkil kelapa (Anonim, 2010).
Tepungbungkil kelapa hasil pengolahan minyak kelapa di pabrik ini selama ini di
jual ke Medan untuk dijadikan pakan ternak dengan harga jual Rp 1.500/kg.
Di dalam bungkil kelapa ini masih terkandung protein yang cukup tinggi
yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan. Bungkil kelapa umumnya
masih mengandung protein kasar 20% dari bahan kering dan selama ini telah
digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas. Pemanfaatan bungkil kelapa juga
merupakan usaha untuk memanfaatkan bahan yang tidak terpakai lagi bagi

konsumsi manusia. Bungkil kelapa dapat diperoleh cukup banyak dari tempattempat penghasil makanan manusia yang menggunakan bahan dasar kelapa dan
pabrik pengolahan minyak kelapa dengan harga sangat murah.
Selama ini pemanfaatan bungkil kelapa sebagai pakan ternak sudah
banyak digunakan terutama untuk pakan ayam pedaging/broiler, sapi, dan babi.
Sementara pemanfaatan bungkil kelapa sebagai pakan ikan masih jarang sekali
dan hal ini patut untuk dicoba, bungkil kelapa yang mudah diperoleh dan harga
yang

murah

merupakan

suatu

keuntungan

terhadap

industri

pakan

dan pembudidaya dimana pakan yang akan dihasilkan relatif lebih murah dan
dapat terjangkau oleh pembudidaya.
Bungkil kelapa juga mengandung protein dimana protein merupakan
salah satu komponen yang terpenting pada pakan sehingga tingginya kadar protein
pada bungkil kelapa merupakan suatu keuntungan untuk diolah menjadi pakan.
Menurut Derrick (2005), protein kasar yang terkandung pada bungkil kelapa
mencapai 23%, dan kandungan seratnya yang mudah dicerna merupakan suatu
keuntungan tersendiri untuk menjadikan bungkil kelapa sebagai bahan pakan pelet
(calf). Menurut (Parakkasi, 1990), bahan pakan bungkil ini mengandung bahan
protein nabati dan sangat potensial untuk meningkatkan karkas. Kandungan nilai
nutrien bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan nilai nutrien bungkil kelapa
Kandungan Zat
Jumlah (%)
a
b
Kadar Air
10,9
10,1
7,6c
9,54d
Protein Kasar
16,6 a
20,9b
20,04 c
22,75 d
b
c
BETN
46,2
49,56
54,84 d
Serat Kasar
8,4 a
10,5 b
9,08 c
12,11 d
a
b
c
Ether Extract
27,3
5,8
8,52
2,89 d
Abu
3,5 a
6,5b
5,24 c
7,41 d
Kalsium
0,40 d
Sumber : a. Hoffman, A (1981)
c. Mepba dan Achinewhu (2003)
b. Creswell & Brooks (1971) d. Moorthy, M & Viswanathan (2009)
Selain itu, di dalam bungkil kelapa juga mengandung asam amino yang
sangat bermanfaat untuk pertumbuhan ikan. Kandungan asam amino dalam
bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 3, dibawah ini.

Tabel 3. Kandungan asam amino bungkil kelapa
Asam Amino
Jumlah (%)
Alanine
1.13 ± 0.10a
0,81b
a
b
Arginine
1.99 ± 0.09
1,96
1,97c
Asam Aspartat
1.01 ± 0.01 a
1,62 b
a
b
Asam Glutamat
2.70 ± 0.03
3,64
b
Cystine
0,24
0,28 c
Glycine
0.52 ± 0.05 a
0,89 b
0,82 c
Histidine
0.44 ± 0.27 a
0,41 b
0,36 c
Isoleucine
1.76 ± 0.14 a
0,6 b
0,63 c
a
b
Leucine
2.36 ± 0.05
1,21
1,18 c
Lysine
0.59 ± 0.15 a
0,48 b
0,50 c
Methionine
0.34 ± 0.11 a
0,37 b
0,28 c
a
b
Phenylalanine
0.81 ± 0.25
0,81
0,88 c
Serine
0.71 ± 0.02 a
0,96 b
0,79 c
Threonine
0.62 ± 0.04 a
0,66 b
0,58 c
Tryptophan
0,12 c
a
b
Tyrosine
0.27 ± 0.14
0,46
0,44 c
Valine
0.44 ± 0.12 a
0,89 b
0,91 c
Sumber :a. Moorthy dan Viswanathan (2009); b.Creswell & Brooks (1971);
c. NRC (1993)
Bungkil kelapa juga mengandung asam lemak, sebagaimana pada
protein sebagian dari asam lemak tersebut bersifat esensial untuk ikan, terutama
untuk asam lemak dengan rantai karbon panjang seperti C18 hingga C22.
Kebutuhan ikan air tawar akan jenis asam lemak tertentu pada umumnya tidak
jauh berbeda sebagaimana ikan air laut, meskipun terdapat beberapa perbedaan
pokok diantara ke dua kelompok ikan tersebut. Lemak, sebagaimana protein,
merupakan sumber energi dalam pakan. Namun, penggunaan lemak dalam pakan
perlu pemahaman yang tepat baik dalam jumlah, jenis, ataupun sumber asalnya.
Penggunaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan pakan mudah rusak,
menurunkan efisiensi pakan, pemborosan secara ekonomis, bahkan mungkin saja
berdampak pada kematian ikan yang dipelihara. Kandungan asam lemak pada
bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Kandungan Asam Lemak dalam Bungkil kelapa
Asam Lemak
Kaprilat
Kaprat
Laurat
Miristat
Palmitat
Palmitoleat
Stearat
Oleat
Linoleat

Jumlah (%)
4.05
4.52
46.9
19.9
10.3
2.06
10.0
2.23

Sumber : Santoso et. al,. 2006
Lebih lanjut disebutkan bahwa di dalam

bungkil kelapa mengandung

asam lemak rantai pendek dan menengah. Panjang rantai yang lebih pendek
memungkinkan asam lemak akan dimetabolisme dengan menggunakan sistem
transportasi karnitin. Asam lemak rantai pendek dan menengah memiliki manfaat
luar biasa terhadap fisiologis nutraceutical seperti antihistamin, antiseptik dan
promotor imunitas. Sapi yang menkonsumsi bungkil kelapa memiliki

lebih

banyak kesempatan untuk mengeluarkan susu yang kaya asam lemak (Moorthy
& Viswanathan, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian bungkil kelapa umumnya digunakan dalam
ransum sapi, ayam broiler, dan babi. Penambahan bungkil kelapa 5-10% dalam
ransum sapi mengurangi waktu penyimpanan

ransum dan membutuhkan

penambahan antioksidan karena masalah ketengikan (Moorthy & Viswanathan,
2009). Balasubramaniam (1976) melaporkan bahwa kandungan karbohidrat bukan
pati (KBP) atau non-starch polysakarida (NSP) pada bungkil kelapa terdiri atas 26
persen mannan, 61 persen galaktomannan dan sellulosa 13 persen. Berdasarkan
kandungan karbohidrat, maka diperlukan enzim paling sedikit mengandung tiga
macam enzim yaitu mannanase, alpha galaktosidase dan sellulase untuk memecah
komponen utama polisakarida tersebut. Budiansyah (2010), penggunaan enzim
rumen sapi lokal yang mengandung enzim selulase, xilanase, mannanase,
amylase, protease dan fitase mampu menghidrolisis bahan pakan lokal (bungkil
kelapa, bungkil kelapa sawit, dedak padi, dan bungkil kedelai) dan penambahan
enzim cairan rumen sapi lokal dalam pakan meningkatkan kecernaan
broiler.

ayam

Cairan Rumen Domba Sebagai Sumber Enzim
Rumen diakui sebagai sumber

enzim pendegradasi polisakarida.

Polisakarida dihidrolisis di rumen disebabkan pengaruh sinergis dan interaksi dari
kompleks mikroorganisme, terutama selulase dan xilanase (Trinci et al. 1994).
Ada dua grup jenis mikroorganisme diyakini pada cairan rumen (liquid phase) dan
yang menempel pada digesta rumen. Enzim yang aktif mendegradasi struktural
polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada mikroorganisme yang menempel pada
partikel pakan.
Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu: bakteri,
protozoa, dan fungi. Mikroba-mikroba rumen mensekresikan enzim-enzim
pencernaan ke dalam cairan rumen untuk membantu mendegradasi partikel
makanan. Enzim-enzim tersebut antara lain adalah enzim yang mendegradasi
substrat

selulosa

yaitu:

selulose,

hemiselulose/xylosa,

adalah

hemiselulose/xilanase, pati adalah amylase, pectin adalah pektinase, lipid/lemak
adalah lipase, protein adalah protease, dan lain-lain (Kamra, 2005). Menurut
Moharrey & Das (2002) aktifitas enzim dalam cairan rumen juga tergantung dari
komposisi atau perlakuan makanan. Penelitian Argawal et al. (2002) menyatakan
bahwa rumen anak domba dengan berat 23,5 kg yang diberi air susu sampai umur
8 minggu dan diteruskan dengan 50 persen konsentrat dan 50 persen rumput
sampai umur 24 minggu, pada cairan rumennya didapat enzim carboxymethyl
celulase dengan aktifitas enzim 3,60 µmol glukosa perjam per ml, α-glukosidase
0,008 mol p- nitrophenol per menit per ml, urease 0,05 µmol NHs-N per menit per
ml dan protease 452,7 µg hidrolisis protein per jam per ml. Martin et al. (1999)
mendapatkan bahwa enzim-enzim pencerna karbohidrat dalam cairan rumen
antara lain adalah amylase, xilanase, avicelase, α-D-glukosidase, α-Larabinofuranosidase, β-D-glukosidase dan β-D-xylosidase.
Aktifitas enzim- enzim pencernaan dalam cairan rumen juga dipengaruhi
oleh posisi rumen, dimana pada bagian perut (ventral) dan bagian punggung
(dorsal) terdapat protozoa dan bakteri yang berbeda. Aktifitas enzim-enzim
fibrolitik (xilanase, avicelase, α-L-arabinofuranosidase, β-D-glukosidase dan β-Dxilosidase) yang berasal dari mikroba protozoa bagian punggung (dorsal) yang
lebih besar/ lebih tinggi sekitar 40% dari bagian perut (ventral), sebaliknya

aktifitas enzim-enzim fibrolitik yang berasal dari bakteri lebih besar dibagian
perut (ventral) daripada bagian punggung (dorsal) Martin et al. (1999) juga
mengatakan bahwa aktifitas enzim yang berasal dari bakteri lebih tinggi dari pada
yang berasal dari protozoa. Moharrey & Das (2001) mengukur aktifitas enzim
protease, selulase, amylase, lipase, dan urease pada cairan rumen domba dan
menyatakan bahwa cairan rumen tanpa protozoa tetapi masih mengandung sel-sel
bakteri dan cairan rumen yang berisi enzim-enzim dari sel-sel bakteri, aktifitas
enzimnya lebih tinggi dari cairan rumen tanpa protozoa dan tanpa sel-sel bakteri
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi enzim cairan rumen domba1)

Enzim

Cairan Rumen
Tanpa
Protozoa

Cairan
Rumen Bebas
Sel Mikroba

Cairan
Rumen
dengan Sel
Mikroba
405,30±44,19

Selulase-Fpase
738,5 ±3,45
162,2±33,70
(µg glukosa/ml/jam)
Protease (unit/ml)
0,201±0,078
0,090±0,027 0,220±0,046
Amilase (ug glukosa/menit/ml) 172,2±45,9
60,05±10,96 208,7±97,0
Lipase (unit/ml)
1,076±0,309
0,339±0,080 1,225±0,803
1)
Keterangan : enzim anak domba yang diberi makan air susu sampai umur 8
minggu dan diteruskan dengan 50 persen konsentrat dan 50 persen
rumput sampai umur 24 minggu (Moharrey & Das, 2001).
Penggunaan enzim dari cairan rumen untuk mengukur laju degradasi
pakan dilakukan oleh Kohn & Alien (1995a) dan Kohn & Alien (1995b),
menggunakan enzim protease dari ekstrak cairan rumen untuk mengukur laju
degradasi protein bungkil kedelai dan hay Lucerne. Cairan rumen juga telah
digunakan sebagai sumber inokulan dalam pengolahan jerami padi yang dapat
menghasilkan penurunan bahan kering 10,6%, kadar serat 15,9% serta
meningkatkan kandungan protein 54,50% (Purnomohadi, 2006). Lebih lanjut
dinyatakan bahwa cairan rumen pada onggok sebagai bahan pakan penyusun
ransum komplit dapat meningkatkan kandungan VFA (volatile fatty acid).
Penelitian Pantaya (2003) menyatakan bahwa penambahan cairan rumen sebesar
620 dan 1.240 IU/kg pada wheat pollard menghasilkan penurunan kandungan
polisakarida berturut-turut sebesar 4% dan 3,9% dan kandungan polisakarida
wheat pollard tanpa enzim lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditambahkan

enzim. Penambahan 0,5% enzim cairan rumen sapi dalam ransum meningkatkan
performa ayam broiler (Budiansyah, 2010). Fitriliyani (2010), penggunaan enzim
cairan rumen 100 ml/kg bahan menurunkan serat kasar tertinggi pada daun
lamtoro sebesar 53,46%, asam fitat 68,08% serta peningkatan komposisi asam
amino. Lebih lanjut juga dijelaskan penggunaan tepung daun lamtoro terhidrolisis
sampai 15% dalam pakan ikan nila masih memperlihatkan kinerja pertumbuhan
dan pemanfaatan pakan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang tidak
terhidrolisis. Pamungkas (2011) mengatakan bahwa penambahan enzim cairan
rumen 100 ml/kg bahan dengan lama inkubasi selama 24 jam dapat menurunkan
serat kasar pada bungkil sawit paling tinggi dan meningkatkan kecernaan bungkil
sawit sebesar 42,26% terhadap benih ikan patin siam.

Serat Kasar Dalam Bahan Pakan
Serat kasar dibutuhkan dalam pakan untuk membantu proses pencernaan
makanan. Serat kasar membantu mempercepat reaksi sisa-sisa makanan melalui
saluran pencernaan (Piliang, 2006). Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam keadaan
tanpa serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam
usus yang dapat menyebabkan gangguan pada gerakan peristaltik pada usus besar
sehingga ekskresi feses menjadi lebih lambat. Sebaliknya pakan dengan
kandungan serat kasar yang tinggi dapat menyebabkan absorbsi zat makanan
berkurang dan koefisien cerna zat makanan menjadi rendah.
Kadar serat kasar yang berbeda dalam bahan penyusun pakan dapat
mempengaruhi nilai energi yang tersedia dalam pakan karena terdapat korelasi
yang negatif antara kadar serat kasar dalam pakan dan energi yang tersedia dalam
pakan. Semakin tinggi kandungan serat kasar dalam pakan maka akan semakin
rendah jumlah energi yang tersedia. Hal ini disebabkan karena serat kasar tidak
mampu menyediakan energi yang dapat dimanfaatkan oleh ikan. Serat kasar
terdiri dari sellulosa, hemiselulosa dan lignin yang sulit dicerna (Anggorodi, 1990;
Tilman, et al,. 1998).

Kecernaan
Pencernaan pakan meliputi proses hidrolisis protein menjadi asam amino,
atau polipeptida sederhana, dari karbohidrat menjadi gula sederhana dan dari lipid
menjadi gliserol atau asam lemak. Pencernaan ini berlangsung terus menerus yang
bermula dari pengambilan makanan dan berakhir dengan pembuangan sisa pakan.
Proses

pencernaan baik fisika maupun kimia memegang peranan penting.

Hidrolisis nutrien makro dimungkinkan dengan adanya beberapa enzim
pencernaan seperti protease, karboksilase, dan lipase (Zonneveld et al. 1991).
Daya cerna didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang diserap oleh hewanhewan (Lovell, 1989). Selama pakan berada dalam usus ikan, nutrien dicerna oleh
berbagai enzim menjadi bentuk yang dapat diserap oleh dinding usus dan masuk
dalam sistem peredaran darah.
Pengetahuan tentang kemampuan kecernaan bahan pakan sangat
diperlukan dalam mempelajari kebutuhan energi ikan dan penilaian terhadap
berbagai jenis bahan pakan. Nutrien dari bahan yang berbeda mungkin dicerna
dengan tingkat yang berbeda. Hal ini berhubungan dengan sumber dan komposisi
bahan-bahan makanan. Pakan yang berasal dari bahan nabati biasanya lebih
sedikit dicerna dibanding dengan bahan hewani. Bahan nabati umumnya memiliki
serat kasar yang sulit dicerna dan mempunyai dinding sel kuat yang sulit
dipecahkan (Hepher, 1988). Kemampuan cerna ikan terhadap bahan pakan
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : sifat kimia air, suhu air, jenis pakan,
ukuran ikan, umur ikan, sifat fisika pakan, serta jumlah dan macam enzim
pencernaan yang terdapat di dalam saluran pencernaan ikan (NRC, 1993).
Kecernaan pakan juga dipengaruhi oleh proses dan metode pengolahan
bahan-bahan tersebut, sebab dari beberapa bahan makanan yang perlu penanganan
khusus karena keberadaan zat inhibitor dalam bahan makanan, contohnya
pemanasan 127–204oC dapat meningkatkan kecernaan protein tepung kedelai dari
45% menjadi 75% (NRC, 1993). Faktor penting yang mempengaruhi kecernaan
adalah komponen pakan. Mokoginta (1997) menyatakan bahwa perbedaan
komposisi bahan dan zat makanan dalam ransum dapat mempengaruhi kecernaan
protein dan total ransum.

Nilai kemampuan cerna nutrien dalam pakan dapat ditentukan melalui
pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung sulit
dilakukan karena berkaitan dengan pengukuran konsumsi pakan dan pengumpulan
feses secara kuantitatif, dan dapat juga dilakukan dengan memisahkan feses dari
air/sisa pakan. Pengukuran secara tidak langsung relatif lebih mudah sehingga
lebih sering digunakan yaitu dengan menggunakan indikator (penanda). Indikator
yang digunakan harus bersifat tidak dapat dicerna, tidak berubah secara kimia,
tidak beracun bagi ikan, dapat dianalisis dengan baik dan dapat melalui usus
secara keseluruhan bersama dengan bahan tercerna lainnya (Lovell, 1989).
Indikator yang biasa digunakan adalah chromium oxide (Cr2O3) sebanyak 0,51,0% dalam pakan dengan asumsi bahwa semua Cr 2O3 yang dikonsumsi oleh ikan
akan keluar dari saluran pencernaan dan akan terlihat dalam feses. Perubahan
relatif

dari persentase Cr2O3 pada pakan dan feses akan menggambarkan

persentase dari pakan yang dicerna oleh ikan (NRC, 1993).

METODE
Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu: penambahan enzim cairan
rumen domba terhadap penurunan serat kasar pada tepungbungkil kelapa (TBK)
dan uji kecernaan tepungbungkil kelapa pada ikan nila merah Oreochromis sp.
Penelitian Tahap 1: Penambahan enzim cairan rumen domba terhadap
penurunan serat kasar pada bungkil kelapa
Penelitian 1 dilakukan untuk mengevaluasi penambahan enzim cairan rumen
dalam tepungbungkil kelapa (TBK) terhadap penurunan kandungan serat kasar
pada tepungbungkil kelapa. Tahap awal pada penelitian 1 ini adalah isolasi dan
produksi enzim cairan rumen yang akan dicampurkan dengan bahan baku pakan.
Cairan rumen yang diambil adalah cairan rumen dari domba yang selama
pemeliharaan diberikan pakan rumput dan cairan rumen domba yang dihasilkan
diusahakan selalu dalam kondisi dingin (4˚C). Cairan rumen yang diambil
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu
4˚C, supernatan yang terbentuk direaksikan dengan

menggunakan amonium

sulfat 60% menggunakan magnetic stirer selama 1 jam dan didiamkan selama 24
jam pada suhu 4˚C. Selanjutnya cairan rumen yang telah diinkubasi selama 24 jam
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit kondisi 4 0C.
Supernatan yang terbentuk dibuang dan endapannya digunakan sebagai sumber
enzim. Enzim kemudian dilarutkan dalam buffer fosfat dengan perbandingan 1:1
(endapan dari 100 ml supernatan cairan rumen dilarutkan dalam 100 ml buffer
fosfat pH 7,0 dan disimpan pada suhu 4˚C (Budiansyah 2010; Fitriliyani, 2010;
Pamungkas, 2011).
Enzim yang telah diperoleh dari hasil isolasi dan produksi enzim cairan
rumen yang dihasilkan selanj