Hubungan antara persepsi dan bentuk adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN BENTUK
ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

FINKA ERMAWAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Antara
Persepsi dan Bentuk Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, September 2014
Finka Ermawan
NIM I34100083

ABSTRAK
FINKA ERMAWAN. Hubungan Antara Persepsi dan Bentuk Adaptasi Nelayan
Terhadap Perubahan Iklim. Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN
Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena alam yang hampir terjadi secara
global. Dampak dari perubahan iklim itulah yang kini dirasakan di sektor perikanan.
Dampak yang terjadi pada sektor perikanan adalah meningkatnya permukaan air laut,
meningkatnya suhu permukaan air laut, dan bertambahnya intensitas terjadinya
gelombang pasang. Keberadaan pesisir sangat penting bagi para nelayan, akan tetapi kini
pesisir dan laut terkena dampak perubahan iklim, sehingga nelayan perlu melakukan
adaptasi. Persepsi nelayan terhadap perubahan iklim dapat memengaruhi bentuk adaptasi
yang mereka lakukan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik
nelayan di Pantai Lebih, menganalisis persepsi yang dimiliki oleh nelayan terhadap
perubahan iklim, serta menganalisis hubungan antara persepsi dan adaptasi nelayan
terhadap perubahan iklim. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif serta
didukung dengan data kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

karakteristik nelayan di Desa Lebih berumur tua dengan pendidikan minimal Sekolah
Menegah Pertama, namun memiliki status ekonomi yang tinggi. Pengetahuan nelayan
terhadap perubahan iklim ditandai dengan pengetahuan nelayan terhadap bentuk,
dampak, dan penyebab perubahan iklim. Persepsi mereka didukung dengan adanya
harapan nelayan dalam menghadapi perubahan iklim. Persepsi mereka membentuk
sebuah adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim. Adaptasi yang dilakukan oleh
nelayan, yaitu diferensiasi pekerjaan dan penyesuaian pekerjaan.
Kata Kunci: perubahan iklim, persepsi, nelayan, adaptasi

ABSTRACT
FINKA ERMAWAN. The Correlation of Perception and Adaptation Form of Fishermen
Against Climate Change. Guided by NURMALA K. PANDJAITAN
Climate change is a phenomenon that occurs almost globally. The impacts of the
climate change are occuring at coastal sector. The impacts that occur at the coastal area
are the increasing of sea level, the increasing of sea temperature, and the increasing of
tidal wave’s intensity. The coastal is very important for the fishermen, nowadays, coastal
area has effected by climate change, so the fishermen will adapt with the situation. The
fishermen knowledge about climate change can form a perception of fishermen against
climate change. The fishermen’s perception will affect their adaptation. The research
goals are to analyze the fishermen characteristics, analyze the fishermen perception, and

the correlation of perception and adaptation against climate change. This research is using
quantitative methods and support with qualitative data. The goals from this research that
the characteristics of Lebih Village’s fishermen are in the old age category with senior
high school as they minimum education, but they have a high economics status. The
fishermen knowledge about climate changes are they knowledge about the climate
changes forms, effects, and causes. Beside the knowledge, they perception is supported
with their hope in facing climate changes. They perception is supporting fishermen
adaptation in facing the climate changes. The most adaptation that doing by the fishermen
are finding another job and adapt the current job with climate changes.
Keywords: climate change, fishermen, perception, adaptation

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN BENTUK
ADAPTASI NELAYAN TERHADAP
PERUBAHAN IKLIM

FINKA ERMAWAN

Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Persepsi dan Bentuk Adaptasi Nelayan
Terhadap Perubahan Iklim” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk untuk
memenuhi syarat lulus di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kepada Ibu Erma
Resnawati dan Bapak Asep Wachyu yang selalu memberi doa, dukungan,
semangat, dan materi demi kelancaran studi penulis. Selanjutnya, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nurmala K. Pandjaitan selaku dosen

pembimbing yang telah meluangkan waktunya, memberikan perhatian dan tenaga,
mencurahkan pikiran, dan menyampaikan saran serta kritik selama penulisan
skripsi ini. Serta kepada Bapak Dr. Arif Satria SP, Msi atas masukan untuk
perbaikan skripsi ini. Saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman SKPM
angkatan 47, FEMA angkatan 47, HIMASIERA, PR Community IPB, dan seluruh
pihak yang telah memberikan semangat, informasi, dukungan, dan bantuan dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis mengetahui bahwa skripsi ini belum sempurna, sehingga kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
banyak pihak.

Bogor,

Finka Ermawan
NIM. I34100083

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI


ix

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian


1
1
3
3
3

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Perubahan Iklim
Persepsi
Nelayan dan Adaptasi
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional

5
5
5
6
7

11
12
12

PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengambilan Informan dan Responden
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data

15
15
15
15
15
15

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


17

KARAKTERISTIK RESPONDEN

25

PERSEPSI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

27

HUBUNGAN PERSEPSI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN
IKLIM DENGAN KARAKTERISTIK NELAYAN
Hubungan Antara Persepsi dan Umur
Hubungan Antara Persepsi dan Tingkat Pendidikan
Hubungan Antara Persepsi dan Pengalaman Melaut
Hubungan Antara Persepsi dan Status Ekonomi

30
30
32

33
36

ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

39

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK NELAYAN DAN
ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM
Hubungan Antara Umur dan Bentuk Adaptasi
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Bentuk Adaptasi

40
40
42

x

Hubungan Antara Pengalaman Melaut dan Bentuk Adaptasi
Hubungan Antara Status Ekonomi dan Bentuk Adaptasi


44
46

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN BENTUK ADAPTASI
Hubungan Antara Bentuk Perubahan Iklim dan Bentuk Adaptasi
Hubungan Antara Dampak Perubahan Iklim dan Bentuk Adaptasi
Hubungan Antara Penyebab Perubahan Iklim dan Bentuk Adaptasi

51
51
53
55

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

59
59
59

DAFTAR PUSTAKA

61

LAMPIRAN

65

RIWAYAT HIDUP

73

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Batas wilayah Desa Lebih
Tabel 2 Jumlah fasilitas umum yang terdapat di Desa Lebih
Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Lebih berdasarkan jenis
kelamin
Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Lebih berdasarkan
kelompok umur
Tabel 5 Jumlah alat tangkap nelayan di Desa Lebih tahun 2013
Tabel 6 Jumlah perahu nelayan di Desa Lebih tahun 2013
Tabel 7 Komposisi responden berdasarkan karakteristik nelayan di Desa
Lebih pada tahun 2014
Tabel 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah jawaban
bentuk perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa
Lebih
Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan bentuk perubahan
iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa Lebih
Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah jawaban
dampak perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa
Lebih
Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan dampak
perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa Lebih
Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan
penyebab perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa
Lebih
Tabel 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penyebab
perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa Lebih
Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan
persepsi tentang bentuk perubahan iklim
Tabel 15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan
persepsi tentang dampak perubahan iklim
Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan
persepsi tentang penyebab perubahan iklim
Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat
pendidikan dan persepsi tentang bentuk perubahan iklim
Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat
pendidikan dan persepsi tentang dampak perubahan iklim
Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat
pendidikan dan persepsi tentang penyebab perubahan iklim
Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman
melaut dan persepsi tentang bentuk perubahan iklim
Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman
melaut dan persepsi tentang dampak perubahan iklim
Tabel 22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman
melaut dan persepsi tentang penyebab perubahan iklim
Tabel 23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status ekonomi
dan persepsi tentang bentuk perubahan iklim

17
18
18
19
20
20
25

27
27

28
28

29
29
30
31
31
32
33
33
34
34
35
36

xii

Tabel 24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status ekonomi
dan persepsi tentang dampak perubahan iklim
Tabel 25 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status ekonomi
dan persepsi tentang penyebab perubahan iklim
Tabel 26 Jumlah dan persentase responden berdasarkan bentuk adaptasi
terhadap perubahan iklim
Tabel 27 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan
diferensiasi pekerjaan
Tabel 28 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan
pembatasan bahan bakar
Tabel 29 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan
perubahan pola konsumsi
Tabel 30 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan
penyesuaian pekerjaan
Tabel 31 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat
pendidikan dan diferensiasi pekerjaan
Tabel 32 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat
pendidikan dan pembatasan bahan bakar
Tabel 33 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat
pendidikan dan perubahan pola konsumsi
Tabel 34 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat
pendidikan dan penyesuaian pekerjaan
Tabel 35 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman
melaut dan diferensiasi pekerjaan
Tabel 36 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman
melaut dan pembatasan bahan bakar
Tabel 37 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman
melaut dan perubahan pola konsumsi
Tabel 38 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman
melaut dan penyesuaian pekerjaan
Tabel 39 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman
melaut dan penyesuaian pekerjaan
Tabel 40 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status ekonomi
dan penyesuaian bahan bakar
Tabel 41 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status ekonomi
dan perubahan pola konsumsi
Tabel 42 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status ekonomi
dan penyesuaian pekerjaan
Tabel 43 Nilai probabilitas hubungan antara karakteristik nelayan dengan
adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim berdasarkan analisis
Rank Spearman
Tabel 44 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
bentuk perubahan iklim dan diferensiasi pekerjaan
Tabel 45 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
bentuk perubahan iklim dan pembatasan bahan bakar
Tabel 46 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
bentuk perubahan iklim dan perubahan pola konsumsi

36
37
39
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
47
47
47
48

49
51
51
52

xiii

Tabel 47 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
bentuk perubahan iklim dan penyesuaian pekerjaan
Tabel 48 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
dampak perubahan iklim dan diferensiasi pekerjaan
Tabel 49 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
dampak perubahan iklim dan pembatasan bahan bakar
Tabel 50 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
dampak perubahan iklim dan perubahan pola konsumsi
Tabel 51 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
dampak perubahan iklim dan penyesuaian pekerjaan
Tabel 52 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
penyebab perubahan iklim dan diferensiasi pekerjaan
Tabel 53 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
penyebab perubahan iklim dan pembatasan bahan bakar
Tabel 54 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
penyebab perubahan iklim dan perubahan pola konsumsi
Tabel 55 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
penyebab perubahan iklim dan penyesuaian pekerjaan
Tabel 56 Nilai probabilitas hubungan antara persepsi dengan adaptasi
nelayan terhadap perubahan iklim berdasarkan analisis Rank
Spearman

52
53
54
54
55
55
56
56
57

58

xiv

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pemikiran

10

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kerangka Sampling
Lampiran 2. Dokumentasi lapang
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

65
69
71

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena alam yang terjadi secara
global. Berbagai negara turut menaruh peduli pada perubahan iklim yang terjadi
pada beberapa tahun kebelakang ini. Kepedulian berbagai negara tersebut terlihat
dengan diselenggarakannya konferensi PBB mengenai perubahan iklim.
Konferensi tersebut dilakukan guna membahas mengenai berbagai keadaan iklim
di berbagai negara serta kebijakan dalam menanggulangi perubahan iklim.
Perubahan iklim yang terjadi di berbagai negara memiliki berbagai dampak bagi
penduduk negara tersebut.
Perubahan iklim memberikan dampak yang besar di berbagai negara.
Adapun dampak dari terjadinya perubahan iklim adalah bertambahnya intensitas
kejadian cuaca ekstrim di suatu wilayah, perubahan pola hujan, serta peningkatan
suhu dan permukaan air laut (Surmaini et. al. 2010). Dampak perubahan iklim
dapat memengaruhi keadaan di daratan maupun di pesisir atau laut. Perubahan
iklim yang terjadi di daratan dapat memengaruhi pertumbuhan dan produksi
tanaman pertanian. Hal serupa juga dapat terjadi di pesisir maupun laut.
Perubahan iklim yang terjadi di pesisir atau laut dapat memengaruhi kehidupan
organisme di wilayah tersebut.
Sektor pertanian dan perikanan menjadi sektor yang paling sensitif terkena
dampak perubahan iklim di wilayah Asia (IPCC 2007). Wilayah Asia di dominasi
oleh negara-negara agraris yang menggantungkan nasibnya pada sektor pertanian
maupun perikanan. Terjadinya perubahan iklim di Asia, maka sektor pertanian
dan perikanan dapat terkena berbagai dampak. Pada sektor pertanian,
produktivitas tanaman-tanaman pertanian dapat berkurang. Hal tersebut
disebabkan meningkatnya suhu di wilayah tertentu serta kondisi tanah yang
semakin terdegradasi (IPCC 2007). Menurut Muhammad et.al. (2009), yang
disampaikan pada seminar nasional tentang pemanasan global, dampak yang
terjadi pada sektor perikanan adalah meningkatnya permukaan air laut,
meningkatnya suhu permukaan air laut, dan bertambahnya intensitas terjadinya
gelombang pasang. Hal itu dapat memberikan dampak lain berupa kerusakan
ekologi pesisir, yaitu mangrove dan terumbu karang (IPCC 2007).
Salah satu sektor yang terkena dampak dari perubahan iklim adalah sektor
perikanan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa perubahan iklim
dapat merusak ekologi pesisir dan laut. Menurut NOAA (2014), meningkatnya
suhu laut dapat membuat terumbu karang mengalami bleaching (pemutihan
terumbu karang). Keadaan tersebut terjadi karena zooxanthellae terlepas, sehingga
membuat terumbu karang menjadi berwarna putih. Kondisi tersebut menandakan
bahwa terumbu karang berada dalam kondisi kritis. Kerusakan terumbu karang
diperparah dengan keberadaan manusia yang melakukan perusakan terumbu
karang serta penangkapan ikan secara berlebihan. Kejadian tersebut menyebabkan
organisme di sekitar terumbu karang juga akan rusak dan memengaruhi
ketersediaan sumberdaya bagi masyarakat pesisir.
Dampak perubahan iklim terjadi secara global. Benua Asia termasuk pada
wilayah yang terkena dampak oleh perubahan iklim. Salah satu negara di Asia

2

yang terkena dampak perubahan iklim adalah Indonesia. Sebagai negara yang
sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, wilayah laut Indonesia sangat rentan
terkena dampak perubahan iklim. Salah satu dampak dari perubahan iklim yang
terjadi di laut adalah permukaan laut yang semakin meningkat. Menurut
Bakosuratnal (2011), keadaan pantai utara Jawa sudah sangat mengkhawatirkan.
Hal tersebut disebabkan permukaan laut yang meningkat serta diperburuk dengan
penurunan tanah di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Hal
itu membuat daerah-daerah di utara Pulau Jawa rentan terkena banjir rob yang
disebabkan oleh pasangnya air laut dan erosi pantai.
Berbagai macam cara dilakukan untuk mengurangi dampak dari perubahan
iklim di daerah pesisir. Menurut artikel dari BBC Indonesia (2012), Kementrian
Lingkungan Hidup menggunakan cara adaptasi dan mitigasi dalam menghadapi
perubahan iklim di pesisir. Hal serupa ditanggapi oleh Civil Society Forum for
Climate Justice (CSF), menurut CSF, masyarakat perlu diikutsertakan dengan cara
membuat jaringan-jaringan kuat antar masyarakat, sehingga masyarakat dapat
melakukan tindakan adaptasi dan mitigasi. Menurut Diposaptono (2011), terdapat
upaya mitigasi serta adaptasi yang terkait dengan masyarakat. Masyarakat
menjadi aktor penting dalam keberhasilan adaptasi dan mitigasi.
Pada penelitian Susandi et.al. (2008) yang dilakukan di Banjarmasin,
dinyatakan bahwa dampak dari kenaikan muka laut dapat menghilangkan
beberapa wilayah daratan di Banjarmasin. Hal tersebut memberikan dampak pada
bidang sosial dan ekonomi masyarakat Banjarmasin, diantaranya munculnya
genangan air di perkotaan, terganggunya lahan-lahan produktif, serta
terganggunya infrastruktur penopang hidup masyarakat. Hal tersebut
menunjukkan perlunya tindakan adaptasi yang dilakukan oleh berbagai aspek
masyarakat di Banjarmasin. Adaptasi yang dapat dilakukan adalah pembuatan
tanggul dan relokasi penduduk di sekitar Sungai Barito yang ikut terkena dampak
kenaikan permukaan laut.
Selain di Provinsi Kalimantan Selatan khususnya Banjramasin, Provinsi
Bali juga merupakan salah satu pulau yang sangat rentan terkena dampak
perubahan iklim. Provinsi Bali merupakan sebuah provinsi yang dikelilingi oleh
lautan. Berbagai dampak perubahan iklim dapat terjadi di pesisir dan lautan
Provinsi Bali. Bukan tidak mungkin daerah lautan di Provinsi Bali menjadi krisis
akibat perubahan iklim. Di lain pihak, pemerintah pusat justru lebih
memperhatikan Provinsi Bali sebagai tempat pariwisata. Pemerintah mendapatkan
pemasukan dari keberadaan Bali sebagai lokasi pariwisata tanpa memperhatikan
dampak dari perubahan iklim yang terjadi di Provinsi Bali. Dampak perubahan
iklim yang sering terjadi di Bali adalah abrasi air laut serta kenaikan permukaan
laut. Seperti yang diungkapkan VoA Indonesia (2014) pada situs resminya,
tercatat 88,3 kilometer garis pantai di Bali terkena dampak abrasi.
Salah satu wilayah di Provinsi Bali yang terkena dampak perubahan iklim
yang mengkhawatirkan adalah wilayah pantai yang terletak di Desa Lebih,
Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Kerusakan yang terjadi di
perairan pantai di Desa Lebih berupa abrasi yang disebabkan oleh bertambah
tingginya permukaan air laut. Abrasi yang terjadi di Pantai Lebih mengakibatkan
tepi Pantai Lebih semakin mendekat ke jalan raya serta rumah-rumah penduduk
yang berada di sekitar pantai juga ikut terkena abrasi. Hal lain yang disebabkan
oleh abrasi di Pantai Lebih adalah rusaknya sumberdaya alam di perairan Pantai

3

Lebih. Apabila sumberdaya di perairan pantai Desa Lebih terganggu, maka
nelayan Desa Lebih akan semakin sulit untuk mencari ikan di perairan Desa
Lebih.
Sebagai upaya untuk menghindari terjadinya dampak perubahan iklim
yang berkelanjutan, maka pemerintah Bali memberikan inisiatif berupa
pembuatan penahan ombak pasang serta penanaman pohon di Pantai Lebih.
Upaya mitigasi tersebut diharapkan mampu mengurangi dampak yang diberikan
oleh perubahan iklim di Pantai Lebih. Mitigasi tersebut tidak akan berjalan lancar
tanpa adanya usaha adaptasi dari masyarakat sekitar Pantai Lebih, yaitu di Desa
Lebih, Kecamatan Gianyar. Masyarakat di Desa Lebih merupakan masyarakat
yang didominasi oleh para nelayan yang kehidupannya sangat bergantung pada
keberadaan laut. Apabila terjadi perubahan iklim di laut, maka para nelayan dari
Desa Lebih perlu beradaptasi terhadap perubahaan iklim tersebut.
Kehidupan keseharian nelayan dapat menentukan persepsi mereka
terhadap berbagai fenomena yang terjadi di laut serta berbagai permasalahannya.
Persepsi ini yang akan memengaruhi tindakan adaptasi yang akan diambil oleh
para nelayan. Hal tersebut menarik untuk diteliti bagaimana hubungan antara
persepsi nelayan memengaruhi perilaku adaptasi komunitas nelayan Desa Lebih
terhadap perubahan iklim serta hubungan tindakan dengan persepsi yang dimiliki
oleh nelayan.
Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat
ditarik beberapa permasalahan yang dapat diangkat pada topik penelitian
mengenai hubungan antara persepsi dan adaptasi nelayan terhadap perubahan
iklim, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik nelayan di Desa Lebih?
2. Bagaimana persepsi nelayan terhadap perubahan iklim?
3. Bagaimana hubungan antara persepsi dan bentuk adaptasi nelayan
terhadap perubahan iklim?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dituliskan sebelumnya, maka
disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah penelitian
tersebut,yaitu :
1. Mengetahui karakteristik nelayan di Desa Lebih
2. Menganalisis persepsi nelayan terhadap perubahan iklim.
3. Menganalisis hubungan antara persepsi dan bentuk adaptasi nelayan
terhadap perubahan iklim.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak, diantara lain, yaitu :
1. Akademisi
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai
Pola adaptasi masyarakat pesisir terhadap dampak perubahan iklim.

4

Penelitian ini dapat menjadi referensi selanjutnya dan diharapkan dapat
menambah khasanah serta kajian ilmu pengetahuan psikologi sosial dan
konsep nilai yang dilakukan oleh masyarakat.
2. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan
bagi pemerintah dalam menyusun berbagai kebijakan perihal
penanggulangan perubahan iklim. Selain itu menjadi acuan untuk dapat
menjaga kelestarian wilayah-wilayah yang rentan terkena dampak
perubahan iklim.
3. Masyarakat Setempat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu membuka wawasan masyarakat
setempat mengenai dampak dari perubahan iklim serta membangun
kesadaran masyarakat untuk mau menjaga lingkungan tempat tinggalnya.

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka
Perubahan Iklim
Perubahan iklim dapat dikatakan sebagai sebuah perubahan pada sebuah
keadaan iklim yang diidentifikasi menggunakan uji statistik dari rata-rata
perubahan yang terjadi atau faktor-faktor yang memengaruhinya. Perubahan iklim
dapat terjadi dalam sebuah dekade atau lebih (IPCC 2007). Adapun faktor-faktor
yang memengaruhi iklim menurut IPCC (2007) terbagi menjadi dua, yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal pada perubahan iklim adalah proses alami
yang terjadi pada atmosfer hingga ke biosfer. Sementara faktor eksternal dari
perubahan iklim adalah pengaruh dari aktivitas makhluk hidup, khususnya
manusia terhadap iklim. Perubahan iklim dapat memberikan pengaruh langsung
atau tidak langsung pada aktivitas manusia (UNFCCC 2000).
Menurut Diposaptono (2011), perubahan iklim dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya keadaan iklim yang ekstrim, sehingga memunculkan
banyak peristiwa alam, seperti badai, kekeringan, banjir, dan lain-lain. Selain itu,
perubahan iklim dapat meningkatkan suhu permukaan air laut. Sekitar 80% suhu
udara diserap oleh laut. Peningkatan suhu permukaan air laut dapat memengaruhi
pada keberadaan organisme laut. Perpindahan hewan karena ketidaksesuaian
kondisi tempat hidupnya yang berubah, seperti halnya pada ikan. Pola migrasi
ikan akan berubah seiring dengan terjadinya kenaikan suhu permukaan air laut
(Patriana 2011).
Menurut IPCC (2007) perubahan iklim diperlihatkan dengan peningkatan
suhu global yang disertai dengan kenaikan permukaan air laut antara 15-95 cm.
Kejadian ini terjadi bersamaan dengan mengembangnya volume air dan
mencairnya es di kedua kutub bumi. Meningkatnya permukaan air laut dapat
menenggelamkan beberapa gugus pulau karang, selain itu dapat mengubah
keberadaan lingkungan pantai (Muhammad et.al. 2009).
Perubahan iklim di Indonesia sangat terkait dengan fenomena seperti
kemarau panjang, angin kencang, iklim ekstrim, dan gelombang besar yang
semakin sering terjadi (Boer et.al. 2010 dalam Kementrian Kehutanan 2013). Hal
lainnya yang menjadi bentuk perubahan iklim di Indonesia adalah perubahan pola
musim hujan dan kemarau. Fenomena tersebut ditandai dengan pergeseran awal
musim hujan dan perubahan pola hujan. Di wilayah selatan Jawa dan Bali
intensitas curah hujan cenderung meningkat dengan periode yang lebih singkat
(Kementrian Pertanian 2011).
Sebagai salah satu bentuk perubahan iklim, kenaikan permukaan laut
tentunya dapat memberikan dampak bagi lingkungan. Kenaikan permukaan laut
dapat memberikan dampak berupa erosi pantai. Erosi merupakan terkikisnya
tanah atau pasir oleh ombak. Hal tersebut dapat berdampak pada tebing yang
rentan terhadap erosi, terumbu karang, serta pantai berpasir dan pantai berlumpur .
Pada penelitian Surmaini, et al. (2010) dikatakan bahwa dampak perubahan iklim
di wilayah Indonesia salah satunya adalah perubahan pola hujan. Hal tersebut

6

terlihat dari awal musim hujan yang mundur ataupun maju di beberapa wilayah di
Indonesia.
Perubahan iklim memberikan dampak yang serius bagi beberapa sektor.
Salah satu sektor yang terkena dampak perubahan iklim paling parah adalah
sektor pantai dan laut (UNFCCC 2007). Pertumbuhan dan perkembangan sektor
pantai dan laut sangat bergantung pada keberadaan iklim. Keragaman suhu,
kelembaban udara, dan curah hujan dapat memengaruhi produksi ikan (Aphunu
dan Nwabeze 2012). Keragaman tersebut menentukan distribusi, migrasi, dan
kelimpahan populasi ikan (Zhang et.al. 2012). Adapun dampak perubahan iklim
yang dapat dirasakan oleh nelayan adalah berubahnya pola melaut, tingginya
intensitas badai, dan ketidakpastian cuaca (Lekatompessy et al 2013)
Pemanasan global merupakan penyebab utama terjadinya perubahan iklim.
Pemanasan global merupakan peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan
daratan. Radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi diserap oleh
permukaan bumi dan atmosfer. Dengan begitu, iklim di bumi semakin panas.
IPCC (2007) dalam Aphunu dan Nwabeze (2012) menyatakan bahwa aktivitas
manusia merupakan hal yang paling mungkin menjadi penyebab perubahan iklim.
Beberapa aktivitas manusia yang menjadi penyebab perubahan iklim adalah
pembakaran minyak, batu bara, dan gas alam. Hal tersebut yang membuat
terjadinya efek rumah kaca, akhirnya menyebabkan pemanasan global.
Persepsi
Menurut Baron dan Byrne (2004) persepsi adalah suatu proses memilih,
mengorganisir, dan menginterpretasi informasi dikumpulkan oleh pengertian
seseorang dengan maksud untuk memahami dunia sekitar. Sementara menurut
Mulyana (2010) dalam Purnamasari (2012) persepsi manusia terbagi menjadi dua,
yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia.
Persepsi dilakukan berdasarkan pengalaman masa lalu yang berkaitan dengan
objek dan orang.
Myers (2012) mengatakan bahwa persepsi merupakan sebuah arahan
seseorang untuk berperilaku. Persepsi dapat menjadi panduan atas tindakan
berdasarkan makna yang diberikan pada stimulus yang dirasakan. Pengertian ini
didasarkan pada saat terdapat suatu stimulus yang menarik perhatiannya, maka
yang akan terjadi adalah suatu proses perceiving dan meaning. selain itu, terdapat
pula interpretasi terhadap simbol-simbol yang ada pada stimulus tersebut. Proses
persepsi tersebut dipengaruhi oleh konteks dimana individu tersebut berada.
Selain dari hal yang telah disebutkan, kemampuan persepsi seseorang
dapat pula dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor internal (Myers 2012).
Faktor lingkungan terdiri intensitas terjadinya sebuah stimulus, ukuran sebuah
stimulus, pengulangan stimulus yang sama, kemudahan untuk dicermati, gerakan
yang diberikan oleh stimulus, serta keberadaan objek pada sebuah situasi.
Sementara itu, yang dimaksud dengan faktor internal terdiri atas faktor fisiologis
dan faktor psikologis. Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang didasari pada
hasil penerimaan kelima indra manusia. Faktor psikologis dapat meliputi,
motivasi, pengalaman, dan pengetahuan sebagai hasil pembelajaran di masa lalu.
Persepsi juga didefinisikan sebagai sebuah proses saat individu
mengorganisasikan serta menafsirkan kesan indera mereka agar memberikan

7

makna pada lingkungan mereka Robbins (2001) dalam Purnamasari (2012).
Dalam sumber yang sama terdapat faktor-faktor yang dapat memengaruhi
persepsi seseorang, yaitu
1. Individu
Seorang individu dapat dipengaruhi oleh karakteristik individualnya
dalam proses persepsi. Karakteristik individu tersebut meliputi sikap,
motif, kepentingan, minat, pengalaman, pengetahuan, dan harapan.
2. Obyek persepsi
Obyek persepsi dalam hal ini dapat berupa manusia, benda, maupun
peristiwa. Karakteristik obyek persepsi dapat memengaruhi persepsi.
Obyek persepsi tidak dapat dipersepsikan sendiri, tetapi dilihat
keterkaitannya antara obyek persepsi dengan lingkungan sekitarnya.
3. Situasi
Persepsi dapat dilihat secarah menyeluruh, maksudnya situasi yang
terjadi pada saat proses persepsi terjadi juga perlu mendapatkan
perhatian. Faktor-faktor situasi ini meliputi waktu, kondisi sebuah
lokasi, dan keadaan sosial.
Persepsi yang selektif dapat merupakan salah satu kunci dalam
menentukan sikap serta perilaku. Persepsi memahami objek dan kemudian
menginterpretasikannya menjadi sebuah perilaku. Pemaknaan suatu objek dapat
bergantung pada perseptornya. Proses memahami lingkungan juga menjadi
penting dalam upaya menentukan perilaku yang akan dilakukan olehnya. (Ross
dan Nisbett 1991).
Dalam Borberg (2009) terdapat faktor-faktor yang membuat seseorang
mau melakukan sebuah tindakan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim.
Persepsi seseorang terhadap resiko yang diberikan perubahan iklim merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukan. Persepsi terhadap
resiko yang dimiliki dapat terbentuk dari pengetahuan mereka sehari-hari dan
pengalaman. Pengalaman dapat memengaruhi seorang nelayan untuk bertindak
terhadap perubahan iklim.
Nelayan dan Adaptasi
Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan,
nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
Dalam penelitian lain disebutkan bahwa nelayan adalah orang yang secara aktif
melakukan pekerjaan dalam penangkapan ikan atau binatang air (Ditjen Perikanan
Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan 2007 dalam Patriana 2011). Dalam
penelitian tersebut dijelaskan bahwa pekerja yang membuat jaring, pengangkut
alat penangkapan ke dalam perahu tidak diartikan sebagai nelayan.
Karakteristik masyarakat pesisir merupakan sebuah representasi komunitas
desa-pantai yang dapat dilihat dari berbagai aspek menurut Satria (2002) dalam
Helmi (2011). Aspek-aspek tersebut meliputi sistem pengetahuan, sistem
kepercayaan, peran wanita, struktur sosial, dan posisi sosial nelayan. Pada
penelitian Patriana (2011) dijelaskan bahwa ciri-ciri nelayan yang dapat diamati
meliputi umur, pendidikan, lama tinggal di wilayah pesisir, pengalaman nelayan,
serta klasifikasi nelayan.

8

Menurut penelitian Sumarti dan Saharudin (2003) dalam Helmi (2011),
klasifikasi nelayan didasarkan pula pada kepemilikan perahu, alat tangkap, dan
etnis. Lapisan atas memiliki kriteria perahu berkapasitas besar dan jenis alat
tangkap yang bervariasi, lapisan kedua memiliki kriteria perahu yang dimiliki
adalah jenis pompong dan rubin serta memiliki lahan secukupnya untuk
digunakan sebagai pertanian sawah, lapisan ketiga adalah nelayan dengan kriteria
perahu dan alat tangkap yang dimilikinya adalah hasil warisan generasi
sebelumnya.
Penyesuaian diri terhadap perubahan iklim memerlukan penanganan yang
tepat untuk dapat mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim dengan
melakukan tindakan yang tepat. Berbagai tindakan dapat dilakukan oleh
masyarakat untuk menghadapi perubahaan iklim yang terjadi di setiap daerah.
Terdapat dua tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi
perubahan iklim, yaitu mitigasi dan adaptasi (Tauli-Corpuz et al 2008). Menurut
Diposaptono (2011) mitigasi perubahan iklim adalah upaya yang dilakukan untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca dari sumbernya atau dengan meningkatkan
kemampuan alam dalam menyerap emisi tersebut. Langkah mitigasi yang dinilai
paling baik adalah perubahan gaya hidup individu maupun kolektif, serta
mengubah arah pembangunan ke arah sistem yang berkelanjutan serta rendah
karbon (Baldo-Soriano et al 2010).
Adaptasi perubahan iklim merupakan upaya untuk mengatasi dampak
perubahan iklim baik yang bersifat reaktif maupun antisipatif (Diposaptono
2011). Dalam hal ini, upaya adaptasi yang dapat dilakukan dalam menanggulangi
perubahan iklim di pesisir adalah membuat penahan gelombang, diversifikasi alat
tangkap, mengadopsi teknologi dan metode tangkap baru, serta mencari alternatif
lain dalam menambah penghasilan (Patriana 2011).
Lekatompessy (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa adaptasi
terhadap lingkungan dibentuk berdasarkan tindakan yang berulang-ulang dan
merupakan bentuk penyesuaian terhadap lingkungan. Adapun bentuk adaptasi
nelayan di Pulau Badi dapat melakukan lebih dari satu bentuk adaptasi. Adapun
bentuk adaptasi yang dilakukan oleh nelayan Pulau Badi dan Pulau Pajenekang
yaitu, melakukan penganekaragaman alat dan teknik penangkapan, memperluas
daerah penangkapan, menganekaragamkan sumber pendapatan, memobilisasi
anggota rumah tangga, dan memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain.
Terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengetahui pola
adaptasi yang tepat yang dapat dilakukan oleh seseorang, yaitu persepsi terhadap
perubahan iklim, pengukuran adaptasi yang akan dilakukan, dan faktor-faktor
terhadap adaptasi perubahan iklim (Benedicta et al 2010 dalam Ajibefun dan
Fatuase 2012). Faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi seseorang dalam
melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Beberapa faktor yang dapat
memengaruhi adaptasi perubahan iklim adalah umur, pendidikan, pengalaman
sebelumnya terhadap perubahan iklim, dan ilmu pengetahuan (Nguyen et al
2012).
Dalam penelitian Wiyono (2008) disebutkan bahwa terdapat hal-hal yang
membedakan adaptasi dalam lingkungan nelayan, yaitu tingkat pendidikan dan
orientasi ekonomi. Orientasi ekonomi seorang nelayan adalah memenuhi
kebutuhan keluarga dengan menangkap ikan, sehingga cenderung untuk tetap
melaut. Perekonomian nelayan yang dilihat berdasarkan kekayaan atau

9

kepemilikan perahu dan alat tangkap dapat menjadi indikator dalam pelapisan
nelayan (Helmi 2011).
Sebuah penelitian di Oregon menyatakan bahwa memiliki informasi
mengenai perubahan iklim sangat penting untuk dapat menunjukkan perilakunya
terhadap perubahan iklim. Faktor lainnya yang dapat memengaruhi perilaku
dalam menghadapi perubahan iklim adalah niat seseorang untuk menanggapi
perubahan iklim, persepsi terhadap perubahan iklim, perasaan bertanggung jawab
untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim, dan norma-norma mengenai
perubahan iklim (Borberg 2009).

Kerangka Pemikiran
Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena yang memungkinkan
terjadinya berbagai kejadian iklim yang ekstrim. Perubahan iklim dapat terjadi
hampir secara global. Perubahan iklim dapat terjadi pada berbagai bidang
kehidupan. Bidang perikanan dan kelautan merupakan salah satu bidang
kehidupan yang terkena perubahan iklim. Masyarakat pada bidang kehidupan
tersebut harus memiliki sebuah tindakan untuk dapat menghadapi perubahan
iklim. Aktor utama yang menjadi sorotan adalah nelayan. Persepsi nelayan
terhadap perubahan iklim dapat membantu nelayan melakukan adaptasi terhadap
perubahan iklim. Selain dari persepsi yang dimiliki oleh nelayan terhadap
perubahan iklim, terdapat faktor yang dapat memengaruhi adaptasi perubahan
iklim. Dalam hal ini, faktor yang memengaruhi nelayan dalam beradaptasi
terhadap perubahan iklim adalah karakteristik nelayan.
Persepsi nelayan terhadap perubahan iklim merupakan proses untuk
memahami dan menginterpretasikan perubahan iklim yang sedang terjadi di
sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Persepsi nelayan terhadap perubahan iklim
dapat diketahui berdasarkan dua dimensi yaitu pengetahuan dan harapan.
Pengetahuan dan harapan nelayan terhadap perubahan iklim diketahui
berdasarkan empat hal, yaitu pengetahuan terhadap bentuk perubahan iklim,
pengetahuan terhadap dampak perubahan iklim, dan pengetahuan terhadap
penyebab perubahan iklim. Baik pengetahuan maupun harapan nelayan keduanya
memiliki hubungan dengan adaptasi yang dilakukan oleh nelayan dalam
menghadapi perubahan iklim.
Terdapat faktor-faktor yang dapat memengaruhi terbentuknya adaptasi.
Salah satu faktor yang dapat memengaruhi terbentuknya adaptasi adalah
karakteristik nelayan. Karakteristik nelayan yang akan dianalisis adalah umur,
tingkat pendidikan, pengalaman melaut, serta status ekonomi yang dimiliki
nelayan pada saat ini. Status ekonomi nelayan dapat diketahui berdasarkan
kepemilikan alat tangkap serta sarana untuk melaut, yaitu perahu. Karakteristik
nelayan tersebut merupakan kondisi nelayan pada saat penelitian dilakukan.
Adaptasi yang terbentuk dapat terlihat berdasarkan diferensiasi pekerjaan,
yaitu kepemilikan pekerjaan alternatif selain nelayan sebagai pekerjaan utama
mereka. Selain itu, adaptasi juga dapat terlihat dari pembatasan bahan bakar serta
perubahan pola konsumsi. Pembatasan bahan bakar yang dilakukan berkaitan
dengan biaya yang dikeluarkan oleh seorang nelayan dalam melakukan kegiatan
melaut pada setiap harinya. Sementara itu, perubahan pola konsumsi berkaitan
dengan jumlah serta waktu seorang nelayan dalam mengkonsumsi makanan
pangan. Adaptasi terakhir yang dianalisis dalam penelitian ini adalah penyesuaian
pekerjaan. Ketidakjelasan kondisi laut yang terjadi membuat nelayan harus
melakukan penyesuaian terhadap pekerjaannya, yaitu nelayan. Hal tersebut dapat
digambarkan pada kerangka pemikiran yang disajikan pada gambar berikut ini.

12
Persepsi Nelayan Terhadap
Perubahan Iklim

Bentuk Adaptasi Nelayan
Terhadap Perubahan Iklim










Bentuk perubahan iklim
Dampak perubahan iklim
Penyebab perubahan
iklim

Diferensiasi pekerjaan
Pembatasan bahan bakar
Perubahan pola konsumsi
Penyesuaian pekerjaan

Karakteristik Nelayan





Umur
Tingkat pendidikan
Pengalaman melaut
Status Ekonomi

Keterangan :
: Memengaruhi
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Kerangka pemikiran (Gambar 1) menyatakan beberapa hipotesis penelitian, yaitu:
1. Terdapat hubungan antara persepsi nelayan terhadap perubahan iklim dan
bentuk adaptasi yang dilakukan nelayan terhadap perubahan iklim.
2. Terdapat hubungan antara karakteristik dan persepsi nelayan terhadap
perubahan iklim.
3. Terdapat hubungan antara karakteristik dan bentuk adaptasi yang dilakukan
oleh nelayan dalam menghadapi perubahan iklim.
Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dari masing-masing variabel dalam
penelitian ini, antara lain :
1. Faktor yang memengaruhi adaptasi adalah faktor-faktor yang dapat
memengaruhi jenis adaptasi yang dilakukan oleh nelayan. Faktor-faktor
tersebut adalah karakteristik nelayan yang terdiri dari:
a. Umur merupakan selisih antara tahun responden dilahirkan dengan tahun
dilakukannya penelitian.
b. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh
responden hingga penelitian ini dilakukan.
c. Pengalaman melaut adalah lama seorang responden melakukan kegiatan
melaut sebagai pekerjaan utama.

13

d. Status ekonomi merupakan keadaan ekonomi masyarakat yang dilihat
berdasarkan kepemilikan alat-alat yang dapat mendukung kegiatan melaut
dan produksi ikan.
2. Persepsi nelayan terhadap perubahan iklim adalah kemampuan nelayan
mengetahui tanda-tanda alam (angin, suhu, astronomi, biota, dan arus laut)
karena terjadi perubahan dari kebiasaan sehari-hari. Pengukuran persepsi
nelayan dapat diukur dengan menggunakan hal-hal berikut ini :
a. Pengetahuan bentuk perubahan iklim adalah berbagai kejadian-kejadian
alam yang diketahui oleh nelayan mengenai fenomena perubahan iklim.
Responden diberikan beberapa pilihan jawaban, yaitu peningkatan suhu air
laut, keadaan musim yang tidak menentu, peningkatan permukaan laut,
dan lokasi ikan yang tidak jelas. Jawaban yang dipilih dapat lebih dari satu
pilihan jawaban sehingga jumlah total bisa lebih dari jumlah responden.
b. Pengetahuan dampak perubahan iklim adalah berbagai dampak yang
terjadi akibat terjadinya perubahan iklim yang diketahui serta dialami oleh
nelayan. Adapun pilihan jawaban yang disediakan, yaitu terganggunya
kegiatan melaut, jumlah tangkapan berkurang, mengurangi populasi ikan,
dan meningkatkan potensi abrasi. Pilihan jawaban dapat dipilih sebanyak
lebih dari satu sehingga jumlah total bisa lebih dari jumlah responden.
c. Pengetahuan penyebab perubahan iklim adalah berbagai penyebab yang
diketahui oleh nelayan sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan
iklim. Penyebab perubahan iklim meliputi dua hal yaitu, perilaku manusia
yang meliputi penggunaan bahan bakar dan penggunaan listrik berlebihan.
Penyebab lainnya berasal dari lingkungan, yang meliputi gempa, cuaca,
dan angin. Nelayan dapat memilih keduanya atau tidak memilih penyebab
perubahan iklim apabila tidak mengetahui penyebab perubahan iklim.
3. Bentuk adaptasi nelayan adalah penyesuaian yang dilakukan oleh nelayan
terhadap berbagai peristiwa yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Pengukuran adaptasi nelayan dilakukan dengan memperhatikan beberapa
dimensi, yaitu :
a. Diferensiasi pekerjaan adalah kepemilikan pekerjaan alternatif selain
pekerjaan sebagai nelayan.
b. Pembatasan bahan bakar adalah membatasi jumlah bahan bakar yang
digunakan pada setiap kegiatan melaut dilakukan.
c. Perubahan pola konsumsi adalah perubahan kegiatan konsumsi pangan
yang dilakukan oleh nelayan sehari-hari.
d. Penyesuaian Pekerjaan adalah tindakan yang dilakukan oleh nelayan
dalam menghadapi fenomena perubahan iklim.

PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan metode survey. Metode ini dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yang disebarkan kepada nelayan. Kuesioner tersebut digunakan untuk
mendapatkan data kuantitatif. Data tersebut dilengkapi oleh data kualitatif yang
dapat memberi penjelasan tambahan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, Kabupaten
Gianyar, Provinsi Bali. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah:
1. Pantai Lebih merupakan salah satu pantai yang terkena dampak perubahan
iklim paling tinggi.
2. Menurut artikel yang dimuat pada Kompas.com pada 25 Desember 2012,
terdapat penahan ombak sebagai tindakan sementara yang dilakukan
pemerintah untuk menanggulangi dampak perubahan iklim di Pantai Lebih.
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu lima bulan, dimulai
pada bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Juni 2014.
Teknik Pengambilan Informan dan Responden
Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Jumlah populasi
nelayan adalah 170 orang. Responden dipilih secara purposive yaitu nelayan di
Pantai Lebih yang mengetahui tentang perubahan iklim dengan jumlah 60 orang.
Penelitian ini melibatkan informan yaitu pihak-pihak yang bukan nelayan, namun
mengenal keadaan nelayan dan juga perubahan iklim yang terdiri dari Kepala
Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Gianyar, Kepala Desa
Lebih, dan ketua nelayan.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data Primer didapatkan dari pengambilan data langsung di lapangan
melalui kuesioner yang diberikan kepada responden dan wawancara kepada
informan. Data sekunder didapatkan dari data-data yang ada di Desa Lebih dan
data-data lain yang berasal dari dinas terkait.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data kuantitatif yang telah diperoleh dari kuesioner selanjutnya diolah
dengan melakukan tabulasi silang menggunakan Microsoft Excel 2010. Untuk uji
statistik dilakukan dengan menggunakan analisis hubungan, yaitu Rank
Spearman. Sementara itu, data kualitatif yang telah dikumpulkan, dituliskan untuk
dapat melengkapi dan menjelaskan data kuantitatif yang telah diperoleh.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis
Desa Lebih terletak di Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi
Bali dengan luas wilayah 205 Ha. Desa Lebih termasuk daerah dataran rendah
dengan ketinggian 5 m sampai 25 m dari permukaan air laut. Desa tersebut
memiliki batas-batas wilayah yang dapat dilihat pada tabel 1 :
Tabel 1 Batas wilayah Desa Lebih
Batas wilayah
Sebelah utara
Sebelah timur
Sebelah selatan
Sebelah barat

Keterangan geografi
Desa Tegal Tugu
Desa Temesi dan Desa Tulikup
Selat Badung
Desa Serongga

Sumber: Profil Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali,
Tahun 2014

Jarak antara pusat Desa Lebih dengan pusat Kabupaten Gianyar adalah 4.5
Km dengan waktu tempuh 15 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor.
Kondisi jalan di Desa Lebih dapat dikatakan sudah baik karena telah dilakukan
pengaspalan. Sementara itu, waktu tempuh dari Ibukota Provinsi Bali adalah 60
menit dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui Jalan Bypass Ida Bagus
Matra yang menghubungkan antara Denpasar dengan Karangasem. Selain melalui
Jalan Bypass Ida Bagus Matra, untuk menuju Desa Lebih dapat menggunakan
jalur dalam kota yang dapat membutuhkan waktu tempuh sekitar 120 menit.
Desa Lebih memiliki lokasi pemukiman penduduk yang tersebar pada
banjar-banjar warga, akan tetapi jarak antara setiap rumah hanya dipisahkan oleh
dinding tembok. Antara setiap banjar dihubungkan oleh jalan aspal. Selain itu,
terdapat lahan pertanian yang ditanami oleh tanaman padi dan palawija di
samping jalan tersebut. Terdapat 3 banjar di Desa Lebih yang terdiri dari:
a. Banjar Lebih Beten Kelod
Banjar Lebih Beten Kelod merupakan banjar yang letak geografisnya
berada paling selatan. Kata beten sendiri memiliki arti bawah dan kelod
berarti selatan. Banjar ini berbatasan langsung dengan Jalan Bypass Ida
Bagus Matra dan Pantai Lebih. Para nelayan yang bekerja mencari ikan di
Pantai Lebih sebagian besar merupakan warga Banjar Lebih Beten Kelod. Di
pemukiman nelayan terdapat pula tempat pengolahan ikan. Ikan tersebut
diolah dengan cara diasap atau dijadikan sate.
b. Banjar Lebih Duur Kaja
Banjar Lebih Duur Kaja merupakan banjar yang terletak sedikit lebih
tinggi dari Banjar Lebih Beten Kelod. Pusat Desa Lebih berada di banjar ini.
Di Banjar Lebih Duur Kaja terdapat kantor perbekel, kantor pamong praja,
dan kantor kepolisian. Selain itu, terdapat pula beberapa tempat ibadah.
c. Banjar Kesian
Banjar Kesian merupakan banjar baru yang ada di Desa Lebih. Pada
awalnya, banjar Kesian memiliki nama Banjar Batan Tingkih. Namun, banjar
tersebut berganti nama dan berpindah letak. Letaknya yang lebih tinggi

18

membuat sebagian penduduk di daerah ini memiliki mata pencaharian
sebagai petani. Di banjar ini dapat terlihat beberapa petak sawah yang
terhampar.
Berdasarkan aspek keagamaan dan adat, Desa Lebih terbagi menjadi 2
Desa Pakraman, yaitu Desa Pakraman Kesian dan Desa Pakraman Lebih. Desa
Pakraman Kesian terdiri dari 1 Banjar Adat yang memiliki 1 Pura Khayangan
Tiga dan 3 Pura Khayangan Desa. Sementara itu, Desa Pakraman Lebih terdiri
dari 2 Banjar Adat yang memiliki 1 Khayangan Tiga dan 12 Pura Khayangan
Desa. Untuk memelihara kebersamaan dan kekerabatan antara Desa Pakraman,
setiap tahun diadakan gotong royong bersih-bersih pura-pura khayangan dan
kuburan desa.
Di Desa Lebih, terdapat berbagai fasilitas umum yang meliputi fasilitas
umum di bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Berikut ini merupakan
fasilitas- fasilitas umum yang terdapat di Desa Lebih:
Tabel 2 Jumlah fasilitas umum yang terdapat di Desa Lebih
Fasilitas
n
Keagamaan
17
Pendidikan
4
Ekonomi
1
Kesehatan
5
Sumber: Profil Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali,
Tahun 2014

Fasilitas keagamaan berupa Pura Khayangan berada di setiap banjar.
Fasilitas Pendidikan terdiri dari 3 Sekolah Dasar dan 1 Sekolah Taman KanakKanak (TK). Untuk fasilitas umum di bidang ekonomi yang terdapat di Desa
Lebih adalah pasar. Selanjutnya, fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh Desa Lebih
adalah 1 puskesmas, 1 puskesmas pembantu, dan 3 posyandu yang berada di
setiap banjar.
Keadaan Penduduk
Menurut data demografi Desa Lebih tahun 2013, jumlah penduduk di Desa
Lebih ber