Pola adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim studi kasus Nelayan Dusun Ciawitali, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

(1)

(Studi Kasus Nelayan Dusun Ciawitali, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat)

RATNA PATRIANA I34061214

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

(Studi Kasus Nelayan Dusun Ciawitali, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat)

RATNA PATRIANA

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(3)

Indonesia is an archipelagic state which has a large number of peoples live in coastal areas and have a significant dependence to the coastal resources. These resources are vulnerable to several factors, including climate change, one of the most influencing factors. Climate change further threatens ocean with higher temperature, sea-level rise, and circulation shifts. The threats can be damage on many economic sectors, especially fisheries sector. The fishers tend to have more adaptive capacity and do some economic strategies to help themselves surviving their lives.

The research objective (1) to analyze the perception of fishers about recent impact of climate change on their coastal areas; (2) to identify the impacts of climate change on fisheries activity; (3) to identify fishers’s adaptation and economic strategies according to climate change.

The result shows that (1) almost all the fishers have a high perception about recent impact of climate change on their coastal areas. They have considered the ecological change based on their usual activity; (2) climate change affects the hurricane and damage on water resource in settlement areas. On the fisheries activity, climate change causes fishing season and location disorder. Storms and extreme waves on the ocean are the other challenges that cause the risk of fishing activity rise; (3) the fishers do the adaptation and economic strategies in terms of climate adaptation, coastal resources adaptation, division of work in the family, multiple livelihoods and escaping from fisheries.

Keywords: climate change, fishers, socio-economic impact, adaptation, economic strategies, livelihood


(4)

RATNA PATRIANA. POLA ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM (Studi Kasus Nelayan Dusun Ciawitali, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat) (Di Bawah Bimbingan ARIF SATRIA).

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki jutaan masyarakat yang hidup di wilayah pesisir dan menggantungkan hidupnya dari sumberdaya pesisir. Kesejahteraan jutaan masyarakat ini sangat dipengaruhi oleh kelestarian ekosistem pesisir yang rentan akan ancaman dari berbagai faktor, salah satunya adalah perubahan iklim. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak-dampak perubahan iklim pada ekosistem pesisir yang mempengaruhi kegiatan ekonomi nelayan serta kehidupan sosialnya, untuk kemudian menganalisis pola adaptasi serta strategi ekonomi yang dilakukan oleh nelayan tersebut untuk meminimalisir dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.

Tahap awal penelitian adalah melakukan survai kepada nelayan untuk menggambarkan persepsinya terhadap dampak ekologis perubahan iklim serta keterkaitan karakteristik dan perilaku komunikasi nelayan dengan dengan persepsi terhadap perubahan iklim tersebut. Dari survai yang dilakukan kepada 47 responden dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh nelayan Ciawitali memiliki persepsi yang tinggi akan terjadinya perubahan iklim di wilayah Ciawitali dan tidak ada hubungan yang signifikan antara karakteristik nelayan serta perilaku komunikasi nelayan terhadap pembentukan persepsi ini. Eratnya hubungan antara nelayan dengan sumberdaya pesisir menyebabkan berbagai perubahan yang terjadi dapat ditafsirkan secara mandiri oleh nelayan sebagai dampak perubahan iklim tanpa terkait karakteristik serta perilaku komunikasi nelayan.

Berdasarkan perspektif nelayan Ciawitali, perubahan iklim telah menyebabkan terjadinya dampak ekologis berupa perubahan musim ikan dan kekacauan musim angin. Pada kesehatan lingkungan dan pemukiman masyarakat Ciawitali, perubahan iklim berdampak pada terganggunya sumber-sumber air serta ancaman angin puting beliung di wilayah pemukiman penduduk. Pada kegiatan perukanan tangkap, perubahan iklim menyebabkan sulitnya menentukan musim penangkapan ikan, sulitnya menentukan lokasi penangkapan ikan, meningkatnya resiko melaut, serta perubahan sistem pengetahuan dan kepercayaan nelayan, peran wanita, serta posisi sosial nelayan.

Terdapat empat pola adaptasi dan strategi ekonomi yang dilakukan oleh nelayan untuk menyelamatkan perekonomian keluarga nelayan yang terkena dampak perubahan iklim. Pertama, adaptasi iklim berupa strategi mengejar musim, yaitu melakukan perpindahan wilayah tangkapan dengan memanfaatkan informasi dari nelayan di berbagai tempat mengenai musim ikan di wilayah lain. Kedua, adaptasi sumberdaya pesisir, yaitu pencarian hasil tangkapan tanpa harus pergi ke laut lepas. Ketiga, adaptasi alokasi sumberdaya manusia dalam rumah tangga berupa optimalisasi tenaga kerja rumah tangga dan pola nafkah ganda.


(5)

mencari sumber pendapatan lain selain dari hasil melaut. Keempat, adaptasi melalui keluar dari kegiatan perikanan (escaping from fisheries), yaitu meninggalkan pekerjaan sebagai nelayan dan menekuni pekerjaan lain.


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “POLA ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM (STUDI KASUS NELAYAN DUSUN CIAWITALI, DESA PAMOTAN, KECAMATAN KALIPUCANG, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Februari 2011

Ratna Patriana I34061214


(7)

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:

Nama : Ratna Patriana

NRP : I34061214

Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Pola Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim (Studi Kasus Nelayan Dusun Ciawitali, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Arif Satria, SP, M.Si NIP. 19710917 199702 1 003

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003


(8)

Ratna Patriana (penulis) lahir di Bogor pada 24 Oktober 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Pramono dan Ibu Yuliati. Pendidikan yang ditempuh oleh penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) Cantang Jaya, di Kedung Halang, Bogor pada tahun 1993-1995, kemudian melanjutkan Sekolah Dasar (SD) Negeri Cantang Jaya, Bogor selama 1995-1999. Saat kelas 5 SD, orang tua penulis dipindahtugaskan ke Purwakarta, sehingga penulis melanjutkan pendidikan sejak kelas 5 SD hingga lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) di Purwakarta. Sekolah Dasar penulis lanjutkan di SD Negeri Cigelam 2 Purwakarta di tahun 1999-2001, setelah lulus penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Purwakarta pada tahun 2001-2004, kemudian Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Purwakarta, dengan program akselerasi, sehingga masa SMA penulis hanya dihabiskan dalam waktu dua tahun yaitu selama tahun 2004-2006. Setelah lulus jenjang pendidikan SMA, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2006, dan pada tahun 2007 penulis mulai menekuni bidang ilmu sosial dan menjalani masa studi sarjana di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.

Selama masa kuliah penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan pecinta alam LAWALATA-IPB. Bersama kawan-kawan seangkatannya, penulis sempat melakukan ekspedisi di Pulau Nusa Penida, Propinsi Bali, pada tahun 2007 dengan judul ekspedisi “Ekspedisi Pulau Nusa Penida : studi konservasi Jalak Bali (Leucopsar rothchildi) di habitat baru”. Kemudian atas dedikasinya di organisasi tersebut, pada tahun 2008 penulis dianugerahi nomor anggota L-279.


(9)

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penulisan skripsi yang berjudul Pola Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim ini. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini membahas mengenai pola adaptasi serta strategi ekonomi yang dilakukan oleh nelayan untuk menyiasati berbagai dampak perubahan iklim yang terjadi di wilayah pesisir. Penelitian dilakukan terhadap masyarakat nelayan Dusun Ciawitali, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat pada bulan Juni hingga September tahun 2010. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing, serta pihak-pihak yang telah banyak membantu baik dalam proses penelitian maupun penulisan skripsi ini.

Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan nyata terhadap berbagai kebijakan pengelolaan wilayah pesisir serta memutus rantai kemiskinan yang masih menjerat nelayan hingga saat ini.

Bogor, Februari 2011


(10)

Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT atas karunia akal, kemampuan, kesehatan, segala rahmat dan hidayah-Nya yang menyertai penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat dilakukan. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini:

1. Dr. Arif Satria, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, pengetahuan serta dukungan moral yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Rizaldi Boer selaku direktur CCROM (Center for Climate Risk and Opportunity Management).

3. Pak Kustiwa dan seluruh staf IPPHTI (Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia) di Rawa Apu atas dukungan moral dan materil yang diberikan kepada penulis selama masa penelitian.

4. Pak Jum’an dan seluruh nelayan Ciawitali atas ketulusan, semangat, persaudaraan, pengetahuan serta pengalaman yang sangat berharga.

5. Bapak Pramono dan Ibu Yuliati, orang tua terhebat di muka bumi ini. 6. Dr. Arya H. Dharmawan dan Dr. Sarwititi S. Agung, selaku dosen penguji

skripsi.

7. Kakakku Rio dan adikku Krisna.

8. Bulek Muji, Mbah Mujiono, Mbah Budi, Bulek Ninik dan semua sanak keluarga di Bogor atas dukungan moral dan materil kepada penulis.

9. Mustaghfirin, S.Pi sebagai pemecah batu pertama penelitian ini.

10. Rinaldi Yusuf, S.Kpm atas pencerahan data kuantitatif; Niaw dan Elhaq, saudara satu bimbingan yang baik sekali; serta keluarga besar KPM ’43. 11. Ina Marina S.Kpm, sahabatku.

12. Mbak Eny, kakak yang sangat sabar mengajari banyak hal.

13. Mbak Dian, Kak Annas, Kak Beta serta seluruh keluarga besar LAWALATA-IPB.


(11)

Nomor Teks Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Kegunaan Penelitian ... 3

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL... 5

2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.1.1 Perubahan Iklim... 5

2.1.1.1 Dampak Ekologis Perubahan Iklim pada Ekosistem Laut dan Pesisir ... 8

2.1.1.2 Dampak Sosial-Ekonomi Perubahan Iklim pada Wilayah Pesisir.. 10

2.1.2 Masyarakat Nelayan... 12

2.1.2.1 Klasifikasi Nelayan ... 13

2.1.2.2 Karakteristik Nelayan... 14

2.1.3 Strategi Adaptasi... 16

2.1.4 Strategi Ekonomi ... 20

2.1.5 Persepsi ... 21

2.2 Kerangka Pemikiran ... 22

2.3 Hipotesis Pengarah ... 26

2.4 Hipotesis Uji... 26

2.5 Definisi Konseptual ... 26

2.6 Definisi Operasional ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Metode Penelitian ... 32

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 33

3.3 Teknik Pemilihan Responden dan Informan... 33

3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.5 Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 38

4.1 Kondisi Geografis... 38

4.1.1 Konteks Desa... 38


(12)

4.4 Sarana dan Prasarana ... 45

4.5 Mata Pencaharian ... 46

BAB V SOSIO-EKOLOGI NELAYAN... 48

5.1 Kondisi Umum Sosio-Ekologi Nelayan ... 48

5.2 Karakteristik Nelayan ... 50

5.3 Pola Produksi Nelayan... 53

5.3.1 Armada dan Peralatan Tangkap... 54

5.3.2 Pemetaan Wilayah Tangkapan ... 55

5.3.3 Musim Penangkapan Ikan ... 58

BAB VI KARAKTERISTIK DAN PERILAKU KOMUNIKASI RESPONDEN PENELITIAN ... 61

6.1 Karakteristik Responden Penelitian... 61

6.1.1 Usia ... 61

6.1.2 Pendidikan ... 62

6.1.3 Lama Tinggal di Ciawitali... 62

6.1.4 Pengalaman Nelayan... 63

6.1.5 Klasifikasi Nelayan... 64

6.2 Perilaku Komunikasi Responden Penelitian ... 65

6.2.1 Kepemilikan Media... 65

6.2.2 Keterdedahan Terhadap Media Elektronik ... 66

6.2.3 Keterdedahan Terhadap Media Cetak... 67

6.2.4 Fungsi Komunikasi Interpersonal... 68

BAB VII PERSEPSI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK SERTA PERILAKU KOMUNIKASI NELAYAN... 69

7.1 Persepsi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim ... 69

7.2 Hubungan antara Persepsi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dengan Karakteristik Individu ... 70

7.2.1 Hubungan antara Persepsi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dengan Usia Responden ... 70

7.2.2 Hubungan antara Persepsi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dengan Pendidikan Responden... 71

7.2.3 Hubungan antara Persepsi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dengan Lama Tinggal Responden di Ciawitali ... 72

7.2.4 Hubungan antara Persepsi Nelayan terhadap Perubahan Iklim dengan Pengalaman Nelayan... 73

7.2.5 Hubungan antara Persepsi Nelayan terhadap Perubahan Iklim dengan Klasifikasi Nelayan... 74


(13)

Kepemilikan Media... 76

7.3.2 Hubungan antara Persepsi Nelayan terhadap Perubahan Iklim dengan Keterdedahan terhadap Media Elektronik... 77

7.3.3 Hubungan antara Persepsi Nelayan terhadap Perubahan Iklim dengan Keterdedahan Terhadap Media Cetak... 78

7.3.4 Hubungan antara Persepsi Nelayan terhadap Perubahan Iklim dengan Fungsi Komunikasi Interpersonal... 79

7.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim... 80

BAB VIII DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA KEGIATAN PRODUKSI NELAYAN... 82

8.1 Dampak Ekologis ... 82

8.2 Dampak Sosial-Ekonomi ... 84

BAB IX ADAPTASI DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN... 91

9.1 Adaptasi Iklim ... 91

9.2 Adaptasi Sumberdaya Pesisir ... 91

9.3 Adaptasi Alokasi Sumberdaya Manusia dalam Rumah Tangga ... 93

9.3.1 Optimalisasi Tenaga Kerja Rumah Tangga ... 94

9.3.2 Tani-Nelayan ... 95

9.3.3 Jasa Pengangkutan ... 96

9.4 Adaptasi Melalui Keluar dari Kegiatan Perikanan (Escaping from Fisheries) ... 97

9.4.1 Buruh... 98

9.4.2 Petani... 98

9.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Adaptasi dan Strategi Ekonomi serta Pengaruhnya Terhadap Kesejahteraan Nelayan... 99

BAB X PENUTUP ... 105

10.1 Kesimpulan ... 105

10.2 Saran... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 108


(14)

Nomor Teks Halaman

Tabel 1. Negara-Negara Emiter Karbon... 7

Tabel 2. Dampak dan Strategi Adaptasi-Mitigasi Perubahan iklim... 19

Tabel 3. Peruntukan Lahan Desa Pamotan ... 42

Tabel 4. Jumlah Sawah di Setiap Dusun serta Kerawanannya Terkena Rob ... 43

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 44

Tabel 6. Jumlah Kepala Keluarga di Setiap Dusun... 44

Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 47

Tabel 8. Tipe Topografi, Karakter dan Potensi Sumberdaya Dusun Ciawitali .. 48

Tabel 9. Pranata Mangsa... 51

Tabel 10. Jenis Alat Tangkap (Jaring dan Pancing)... 55

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia ... 61

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan ... 62

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lamanya Tinggal di Ciawitali ... 63

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengalaman Bekerja Sebagai Nelayan ... 63

Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Klasifikasi Nelayan.. 64

Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kepemilikan Media.. 65

Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Keterdedahan Terhadap Media Elektronik... 66

Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Keterdedahan Terhadap Media Cetak... 67

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 68

Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Persepsinya Terhadap Perubahan Iklim ... 69

Tabel 21. Hubungan antara Persepsi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dengan Usia Responden ... 71

Tabel 22. Hubungan antara Persepsi Nelayan terhadap Perubahan Iklim dengan Pendidikan Responden ... 72

Tabel 23. Hubungan antara Persepsi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dengan Lama Tinggal Responden di Ciawitali ... 73

Tabel 24. Hubungan antara Persepsi Nelayan terhadap Perubahan Iklim dengan Pengalaman Nelayan... 74

Tabel 25. Hubungan antara Persepsi Nelayan terhadap Perubahan Iklim dengan Klasifikasi Nelayan... 75

Tabel 26. Hubungan antara Persepsi Nelayan terhadap Perubahan Iklim dengan Jumlah Media yang Dimiliki oleh Responden ... 76


(15)

Keterdedahan terhadap Media Cetak ... 78 Tabel 29. Hubungan antara Persepsi Nelayan terhadap Perubahan Iklim dengan

Fungsi Komunikasi Interpersonal... 80 Tabel 30. Pilihan Strategi dan Adaptasi Nelayan, Faktor yang Mempengaruhi


(16)

Nomor Teks Halaman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 25

Gambar 2. Komponen Analisis Data: Model Interaktif... 35

Gambar 3. Peta Wilayah Tangkapan Nelayan Ciawitali ... 57

Gambar 4. Kalender Musim Nelayan Ciawitali ... 59

Gambar 5. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Wilayah Pesisir Ciawitali Berdasarkan Perspektif Nelayan ... 90


(17)

Nomor Lampiran Halaman

Lampiran 1. Kebutuhan Data, Metode, Jenis, dan Sumber Data ... 111

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian ... 112

Lampiran 3. Daftar Responden... 116

Lampiran 4. Buku Kode... 117

Lampiran 5. Pedoman Wawancara Mendalam... 119


(18)

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara maritim dengan 70% wilayahnya diliputi oleh lautan. Secara geografis, wilayah pesisir dan lautan Indonesia terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia, serta diantara dua samudra yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Letak yang strategis serta variasi iklim musiman yang terjadi di dalamnya menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi (mega biodiversity) yang merupakan aset berharga bagi bangsa ini. Selain itu Indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada dan Federasi Rusia, yaitu sepanjang 95.181 km sebagaimana dinyatakan oleh PBB pada tahun 2008. Di sepanjang garis pantai inilah, hidup jutaan masyarakat pesisir Indonesia. Satria (2002) menggambarkan karakteristik sosial masyarakat pesisir yang berbeda dari masyarakat lainnya, karena perbedaan karakteristik sumberdaya yang dihadapi.

Terancamnya ekosistem pesisir akibat berbagai gangguan dan potensi kerusakan lingkungan yang marak akhir-akhir ini perlu disoroti lebih dalam karena wilayah pesisir merupakan sumber penghidupan bukan hanya masyarakat pesisir namun juga keseluruhan bangsa Indonesia. Pencemaran air sungai, deforestasi dan degradasi hutan, praktek penangkapan ikan yang merusak serta perubahan iklim merupakan sejumlah faktor yang dapat mengancam kelestarian wilayah pesisir. Salah satu ancaman yang cukup besar datang dari perubahan iklim yang terjadi akibat pemanasan global. Pemanasan global merupakan peningkatan suhu rata-rata bumi akibat meningkatnya konsentrasi berbagai gas di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Fenomena ini terjadi akibat aktivitas manusia itu sendiri. Penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan, serta kerusakan lingkungan melalui deforestasi dan degradasi lahan memberi kontribusi yang cukup besar terhadap perubahan iklim ini (Carolyn dkk., 2009).


(19)

Kerusakan ekologi yang disebabkan oleh berbagai perubahan tentunya akan mempengaruhi kondisi berbagai komponen ekosistem yang turut terganggu akibat perubahan iklim. Menurut Chen (2008) salah satu kerusakan yang terjadi akibat pemanasan global adalah pemutihan terumbu karang (coral bleaching). Pemutihan terumbu karang ini tentunya mempengaruhi biota laut lainnya yang hidup dalam ekosistem tersebut. Selama ini telah diketahui bahwa terumbu karang merupakan habitat hidup bermacam-macam jenis ikan. Kerusakan terumbu karang yang terjadi dapat mempengaruhi populasi ikan dan kemudian mempengaruhi aktivitas melaut para nelayan (Satria, 2009). Selain itu perubahan iklim juga menyebabkan meningkatnya intensitas dan frekuensi badai di lautan dan pesisir (Diposaptono, 2009). Hal ini tentunya juga menyebabkan terganggunya aktivitas melaut para nelayan, bagian dari masyarakat pesisir yang memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap sumberdaya laut dan pesisir.

Kondisi perubahan iklim yang mengganggu ekosistem laut tentunya dapat memperpuruk kehidupan ekonomi para nelayan yang menggantungkan kehidupan pada penangkapan ikan laut. Dahuri (2003) menyebutkan bahwa kebutuhan manusia yang semakin meningkat, sementara daya dukung alam bersifat terbatas menyebabkan potensi kerusakan sumberdaya alam menjadi semakin besar. Hal ini menjadi suatu kekhawatiran tersendiri mengingat Kusnadi, dkk. (2007) menyebutkan kondisi masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir di berbagai kawasan secara umum ditandai oleh kemiskinan, keterbelakangan sosial-budaya, rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) serta kapasitas berorganisasi masyarakatnya. Dengan demikian dibutuhkanlah suatu strategi adaptasi yang dapat diterapkan pada masyarakat nelayan tradisional untuk menyiasati berbagai perubahan ekologis yang disebabkan oleh perubahan iklim global. Strategi adaptasi ini tentunya bukan hanya bermanfaat untuk menyelamatkan perekonomian nelayan tapi juga menjaga ekosistem laut dan pesisir melalui suatu pola pemanfaatan yang lestari.


(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana persepsi nelayan terhadap perubahan iklim?

2) Sejauh mana gejala-gejala perubahan iklim mempengaruhi kegiatan ekonomi nelayan perikanan tangkap?

3) Bagaimana pola adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis lautan sebagai dampak perubahan iklim?

4) Bagaimana strategi ekonomi yang dilakukan nelayan dalam menyiasati kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan iklim?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, diperoleh tujuan penulisan sebagai berikut:

1) Menganalisis persepsi nelayan terhadap perubahan iklim.

2) Menganalisis sejauh mana gejala-gejala perubahan iklim mempengaruhi kegiatan ekonomi nelayan perikanan tangkap.

3) Mengidentifikasi pola adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis lautan sebagai dampak perubahan iklim.

4) Menganalisis strategi ekonomi yang dilakukan nelayan dalam menyiasati kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak: 1) Bagi akademisi, penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian

lebih lanjut mengenai adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim.

2) Bagi masyarakat luas, hasil dari penelitian ini dapat menjadi satu model pola adaptasi yang dapat bermanfaat bagi pengembangan adaptasi perikanan tangkap di berbagai wilayah pesisir di dunia.


(21)

3) Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan informasi yang diharapkan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan yang menentukan kebijakan pembangunan, terutama pembangunan di sektor perikanan.


(22)

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perubahan Iklim

Menurut pendapat seorang pakar iklim IPB, Prof. Dr. Ir. Murdiyarso, yang dituliskan dalam Diposaptono (2009), perubahan iklim merupakan perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka waktu panjang (50 sampai 100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK). Sejalan dengan pendapat tersebut, Tauli-Corpuz dkk. (2009) berpendapat bahwa perubahan iklim adalah perubahan segala sesuatu dari iklim, dimana iklim didefinisikan sebagai “cuaca rata-rata” dan merupakan perwujudan dari sebuah sistem yang sangat rumit yang terdiri dari lima komponen yang saling berinteraksi: atmosfer (udara), hidrosfer (air), kriosfer (bagian bumi yang membeku), permukaan tanah, dan biosfer (bagian bumi tempat adanya kehidupan).

Hal paling nyata dari perubahan iklim adalah pemanasan global. Pemanasan global adalah pertambahan rata-rata suhu permukaan bumi dan lautan yang tercatat dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya (Tauli-Corpuz dkk., 2009). Pemanasan global terjadi akibat emisi dari gas rumah kaca (Diposaptono, 2009; Satria, 2009; Tauli-Corpuz dkk., 2008). Gas rumah kaca yang menangkap panas di dalam atmosfer adalah karbondioksida (CO2), metana (NH4), klorofluorokarbon atau CFC (Satria, 2009), nitrat oksida, ozon, uap air (Diposaptono, 2009), sulfur heksaklorida, HFCs (senyawa hidro fluoro) dan PFCs atau Perfluorokarbon1. Diposaptono (2009) menggambarkan proses efek rumah kaca sebagai kondisi dimana sinar matahari yang memancarkan gelombang pendek leluasa menerobos masuk ke rumah kaca. Namun, ketika bumi memancarkan gelombang panjang ke atmosfer, gelombang ini tertahan oleh rumah kaca. Akibatnya, gelombang panjang yang bersifat panas tadi terjebak di dalam rumah kaca, kemudian suhu di dalam rumah kaca meningkat karena efek

1


(23)

pemanasan dari bumi tertahan di atap kaca tersebut. Tauli-Corpuz (2009) menggambarkan efek rumah kaca terjadi ketika gas-gas ini menyerap sebagian dari radiasi inframerah (panas) yang memantulkan kembali panas yang terperangkap oleh GRK di dalam atmosfer kita dimana atmosfer bertindak seperti dinding kaca dari rumah kaca, yang membiarkan sinar matahari masuk tetapi menahan panasnya tetap di dalam.

Diposaptono (2009) berpendapat bahwa perubahan iklim terjadi secara alami terkait dengan proses alam yang sangat panjang (evolusi) dalam rentang waktu 4,5 milyar tahun silam. Namun fenomena yang terjadi saat ini adalah perubahan yang terjadi lebih cepat dari yang seharusnya. Hal ini penting disoroti mengingat penyebab-penyebab pemanasan global ini berasal dari faktor-faktor antropogenis yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Meningkatnya emisi GRK disebabkan oleh aktivitas ekonomi manusia yang mengkonsumsi energi fosil seperti bahan bakar minyak, batu bara dan sejenisnya serta diperparah oleh deforestasi (Diposaptono, 2009; Satria, 2009), degradasi lahan gambut serta kebakaran hutan (Marr, 2009). Semenjak revolusi industri pertengahan abad 18, intensitas dan inefisiennya pembakaran kayu, arang, minyak dan gas, diikuti oleh konversi lahan besar-besaran telah mengakibatkan meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer. Tumbuhan berperan dalam mengubah CO2 menjadi oksigen. Dengan tidak adanya tumbuhan, ketersediaan oksigen terbatas, sehingga bakteri memproduksi metana. Penggunaan pupuk buatan di akhir abad 19 juga menyebabkan pelepasan nitrogen oksida, salah satu GRK, ke udara. Selain itu, semenjak tahun 1920 aktivitas industri menggunakan sejumlah campuran karbon buatan yang digunakan untuk mesin pendingin, fire suppression, dan sebagainya yang menghasilkan GRK yang sangat kuat (UNEP, 2009).

Salah satu dampak yang cukup parah dirasakan pada sektor pertanian dan ketahanan pangan. Negara berkembang yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup di sektor pertanian memperoleh dampak yang besar dari perubahan iklim sebagaimana disebutkan dalam IPCC (2007) bahwa perubahan iklim mempengaruhi produksi pertanian terutama di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Sebuah penelitian dari International Rice Research Institute, produksi pertanian menurun sebesar 10 persen untuk setiap kenaikan suhu sebesar 1°C


(24)

(Peng et al., 2004 dalam IPCC, 2007). Dengan juga dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi yang tinggi serta urbanisasi, diproyeksikan angka kelaparan di beberapa negara berkembang semakin tinggi (IPCC, 2007). Diperkirakan di Afrika, sekitar 60-90 juta hektar akan terkena kekeringan dan dirugikan sekitar 26 milyar USD di tahun 2060 (Satria, 2009). Siapakah sebenarnya yang bertanggung jawab atas terjadinya pemanasan global ini? Berikut tabel yang menunjukan negara-negara penghasil emisi karbon di dunia. Tabel 1. Negara-Negara Emiter Karbon

Negara

Pangsa terhadap Total Dunia (%)

Emisi Karbon per Kapita (t CO2)

1990 2004 1990 2004

Amerika Serikat 21.2 20.9 19.3 20.6

Cina 10.6 17.3 2.1 3.8

Rusia 8.7 5.3 13.4 10.6

India 3.0 4.6 0.8 1.2

Jepang 4.7 4.3 8.7 9.9

Jerman 4.3 2.8 12.3 9.8

Kanada 1.8 2.2 15.0 20.0

Inggris 2.6 2.0 10.0 9.8

Indonesia 0.9 1.3 1.2 1.7

Brazil 0.9 1.1 1.4 1.8

Thailand 0.4 0.9 1.7 4.2

Sumber: Human Development Report (2007) dalam Satria (2009)

Data tersebut menunjukan bahwa hingga tahun 2004, negara-negara maju masih mendominasi emisi karbon di dunia, meski jumlah penduduknya hanya 15 persen dari penduduk di dunia (Satria, 2009). Sementara dari data yang telah disebutkan sebelumnya, dampak yang sangat besar menimpa penduduk di negara-negara berkembang akibat perubahan iklim ini. Human Development Report (2007 dalam Satria, 2009) melaporkan bahwa akibat dari pemanasan global, kurun waktu 2000-2004, sekitar 262 juta orang telah terkena bencana iklim (climate disaster) dan 98 persen diantaranya adalah penduduk dari dunia ketiga. Di negara dunia ketiga sendiri, Cina dan India memberi kontribusi yang cukup besar dalam emisi karbon, namun dapat dilihat bahwa emisi karbon per kapita


(25)

Cina dan India masih jauh dibawah emisi karbon per kapita negara-negara maju seperti Amerika, Rusia, Jepang, Jerman, Kanada dan Inggris. Besarnya emisi karbon yang dihasilkan oleh Cina dan India ini pun terjadi akibat jumlah penduduk kedua negara tersebut yang tinggi.

2.1.1.1 Dampak Ekologis Perubahan Iklim pada Ekosistem Laut dan Pesisir Ekosistem diartikan sebagai kelompok makhluk hidup dan tak hidup yang saling berinteraksi. Perubahan iklim menyebabkan berbagai perubahan dalam ekosistem laut antara lain disebabkan oleh perubahan temperatur, dan keasaman akibat penyerapan CO2oleh lautan (UNEP, 2009; Chen, 2008). Dampak-dampak yang ditimbulkan antara lain adalah sebagai berikut:

1) Naiknya permukaan air laut akibat meningkatnya suhu atmosfer dan mencairkan lapisan gletser dan es abadi di kutub utara (Diposaptono, 2009; UNEP, 2009; IPCC, 2007; Chen, 2008; Tauli-Corpuz, 2009; Satria, 2009). Kenaikan permukaan air laut ini kemudian menyebabkan berbagai dampak sebagai berikut:

a) Kerusakan ekosistem mangrove akibat naiknya permukaan air laut (Satria, 2009; Diposaptono, 2009; UNEP, 2009; Tauli-Corpuz, 2009) yang kemudian menyebabkan:

i) Meningkatnya erosi pantai karena hilangnya peredam ombak, arus serta penahan sedimen (Dipsaptono, 2009; UNEP, 2009; Tauli-Corpuz, 2009)

ii) Meningkatnya pencemaran dari sungai ke laut karena tidak adanya penyaring polutan (Satria, 2009; Diposaptono, 2009) iii) Terganggunya habitat berbagai makhluk hidup yang

menggantungkan hidupnya pada ekosistem mangrove. Hal ini mengingat peran ekosistem mangrove yang merupakan penyangga ekosistem disekitarnya dan berperan dalam melestarikan keanekaragaman hayati, dimana berbagai jenis kura-kura, buaya air tawar, Mollusca dan Crustacea, bangau hitam, kepiting bakau, ikan belanak dan biawak hidup di


(26)

wilayah tersebut. Selain itu hutan mangrove juga berperan sebagai kawasan pemijahan, daerah asuhan, dan mencari makan bagi ikan, udang dan kerang-kerangan (Diposaptono, 2009)

b) Banjir, badai dan gelombang ekstrim (Diposaptono, 2009)

c) Intrusi air laut ke daratan (Diposaptono, 2009; Tauli-Corpuz, 2009) yang juga menyebabkan:

i) Meningkatnya salinitas air di sumber-sumber air tawar penduduk (Diposaptono, 2009; UNEP, 2009; Tauli-Corpuz, 2009)

ii) Meningkatnya salinitas air di lahan-lahan budidaya perikanan (Diposaptono, 2009)

d) Perubahan pola sedimentasi (Chen, 2008; Diposaptono, 2009) 2) Kenaikan suhu permukaan air laut (UNEP, 2009; Diposaptono, 2009;

Chen, 2008) yang kemudian menyebabkan:

a) Kerusakan terumbu karang melalui fenomena pemutihan terumbu karang atau coral bleaching (Chen, 2008; UNEP, 2009; Satria, 2009; Tauli-Corpuz, 2009)

b) Perubahan upwelling, gerombolan ikan dan wilayah tangkapan ikan (Chen, 2008; Diposaptono, 2009)

c) Perpindahan berbagai spesies hewan karena ketidaksesuaian kondisi tempat hidup yang berubah akibat meningkatnya suhu (Chen, 2008; UNEP, 2009; Tauli-Corpuz, 2009)

3) Menurunnya salinitas air laut (Chen, 2008; Satria, 2009) yang kemudian menyebabkan perpindahan berbagai spesies hewan karena ketidaksesuaian kondisi tempat hidup yang berubah (Chen, 2008; UNEP, 2009; Tauli-Corpuz, 2009)

4) Perubahan curah hujan, pola hidrologi dan pola angin (Chen, 2008; Diposaptono, 2009; UNEP, 2009; Tauli-Corpuz, 2009). Hal ini kemudian menyebabkan meningkatnya frekuensi dan intensitas badai di lautan (Chen, 2008; Diposaptono 2009)


(27)

5) Meningkatnya keasaman air laut (menurunnya pH lautan), menyebabkan:

a) Kerusakan terumbu karang melalui fenomena pemutihan terumbu karang (Chen, 2008; UNEP, 2009; Satria, 2009; Tauli-Corpuz, 2009) yang kemudian menyebabkan terganggunya rantai makanan di lautan (Satria, 2009; Diposaptono, 2009; Chen, 2008; Tauli-Corpuz, 2009)

b) Perpindahan berbagai spesies hewan karena ketidaksesuaian kondisi tempat hidupnya yang berubah, baik akibat kerusakan terumbu karang, perubahan suplai nutrisi, serta menurunnya pH (Chen, 2008; UNEP, 2009; Tauli-Corpuz, 2009)

2.1.1.2 Dampak Sosial-Ekonomi Perubahan Iklim pada Wilayah Pesisir Berbagai kerusakan ekosistem pesisir terjadi akibat perubahan iklim seperti yang telah dipaparkan sebelumnya menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat pesisir yang menggantungkan kehidupannya terhadap berbagai sumberdaya pesisir, baik secara ekonomi maupun secara spasial. Dampak sosial-ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan iklim antara lain:

1) Pada kesehatan lingkungan dan pemukiman masyarakat, perubahan iklim menyebabkan:

a) Terancamnya persediaan air bersih penduduk akibat intrusi air laut ke daratan dan perubahan curah hujan (IPCC, 2007; Diposaptono, 2009: Tauli-Corpuz, 2009).

b) Meningkatnya penyebaran berbagai penyakit yang dibawa oleh vektor dan air seperti kolera, hepatitis, malaria dan demam berdarah (IPCC, 2007; Diposaptono, 2009).

c) Terancamnya pemukiman yang berada di wilayah pesisir akibat banjir (rob), gelombang ekstrim dan badai (IPCC, 2007; Diposaptono, 2009). Dampak yang lebih buruk akan dialami oleh masyarakat di pulau-pulau kecil.


(28)

2) Pada perikanan, perubahan iklim berdampak kepada:

a) Kerugian yang terjadi pada perikanan budidaya sebagai akibat dari: i) Hilang/berkurangnya ikan-ikan di tambak karena tersapu banjir

ataupun tergenangnya lahan budidaya, baik karena curah hujan yang tinggi ataupun akibat gelombang pasang (Diposaptono, 2009) ii) Terganggunya kesehatan berbagai komoditas perikanan budidaya

akibat meningkatnya salinitas air di lahan perikanan budidaya (Diposaptono, 2009).

iii) Kerusakan infrastruktur budidaya perikanan akibat kenaikan permukaan air laut, erosi, banjir (rob), dan gelombang ekstrim (Diposaptono, 2009). Sebagai gambaran, saat ini Indonesia memiliki sekitar 400 ribu ha lahan budidaya tambak dan berbagai infrastruktur perikanan yang menjadi tumpuan ekonomi masyarakat pesisir.

b) Menurunnya produksi perikanan tangkap, sebagai akibat dari:

i) Sulitnya menentukan musim penangkapan ikan karena perubahan pola migrasi ikan akibat perubahan suhu permukaan laut, stratifikasi kolom air yang menyebabkan perubahan proses upwelling(Diposaptono, 2009; Chen, 2008; Satria, 2009).

ii) Sulitnya menentukan wilayah tangkapan ikan sebagai dampak dari perubahan pola migrasi ikan serta kerusakan terumbu karang (Diposaptono, 2009; Chen, 2008; Satria, 2009).

iii) Berkurangnya stok ikan-ikan karang akibat kerusakan terumbu karang yang kemudian akan juga akan mempengaruhi kondisi ekonomi sekitar 30 juta nelayan di dunia yang bergantung pada ketersediaan ikan-ikan karang (Satria, 2009).

iv) Berkurangnya ketersedian stok ikan akibat peningkatan suhu dan perubahan sirkulasi laut seperti yang diungkapkan dalam IPCC report(2007) dimana tangkapan ikan tuna di Asia Timur dan Asia Tenggara yang memenuhi hampir seperempat total produksi tuna di dunia telah mengalami penurunan akibat dua hal tersebut.


(29)

v) Menurunnya produksi perikanan tangkap non-ikan akibat kerusakan terumbu karang. Supriharyono (2007) menyebutkan sejumlah organisme yang bernilai ekonomi yang kehidupannya bergantung pada terumbu karang, yaitu penyu, udang barong, octopus, conches, kerang, oyster, rumput laut, kima dan teripang. vi) Resiko melaut yang semakin tinggi akibat ancaman meningkatnya

badai dan gelombang ekstrim akibat perubahan iklim (Diposaptono, 2009)

2.1.2 Masyarakat Nelayan

Horton et. al. (1991 dalam Satria, 2002) mendefinisikan masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya di dalam kelompok tersebut. Soekanto (1990) menyebutkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki dua hasrat dalam dirinya, yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan sesamanya atau manusia lain di sekelilingnya serta keinginan untuk menjadi satu dengan lingkungan alam sekelilingnya. Suatu masyarakat merupakan sistem adaptif, oleh karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi pelbagai kepentingan dan untuk dapat bertahan. Berkaitan dengan definisi masyarakat tersebut, Satria (2009) mengartikan masyarakat pesisir sebagai sekumpulan masyarakat yang hidup bersama dan mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir.

Dalam Satria (2002) disebutkan bahwa sosiologi masyarakat pesisir direkonstruksi dari basis sumberdaya. Berbeda dengan sosiologi pedesaan yang berbasis pada society, sosiologi masyarakat pesisir lebih berbasis pada sumberdaya, sehingga kajian-kajian sosiologi masyarakat pesisir bersumber pada aktivitas masyarakat yang terkait dengan sumberdaya perikanan. Nelayan merupakan bagian dari masyarakat pesisir yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya perikanan. Kusnadi (2007) mendefinisikan desa nelayan sebagai desa dimana sebagian besar penduduknya bermatapencaharian


(30)

menangkap ikan di laut. Dalam Satria (2002) disebutkan bahwa nelayan sebagai orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut terbagi berdasarkan status penguasaan kapital, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau juragan adalah orang yang memiliki sarana penangkapan, seperti kapal/perahu, jaring dan alat tangkap lainnya. Sedangkan nelayan buruh adalah orang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan ikan di laut, atau anak buah kapal (ABK).

Ditjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan (2007) mendefinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Sementara orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu/kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Tetapi ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap dimasukkan sebagai nelayan, walaupun mereka tidak secara langsung melakukan penangkapan.

2.1.2.1 Klasifikasi Nelayan

Ditjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan (2007) mengklasifikasikan nelayan berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan, yaitu:

1) Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.

2) Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan, nelayan kategori ini dapat pula mempuyai pekerjaan lain. 3) Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu


(31)

Satria (2002) menggolongkan nelayan menjadi empat tingkatan yang dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada), orientasi pasar, dan karakteristik hubungan produksi, yaitu:

1) Peasant-fisher atau nelayan tradisional yang biasanya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri (subsistence). Umumnya masih menggunakan alat tangkap tradisional dayung atau sampan tidak bermotor dan masih melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama.

2) Post-peasant fisher, yaitu nelayan dengan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju seiring dengan perkembangan motorisasi perikanan. Dengan daya tangkap yang lebih besar dan surplus dari hasil tangkapan itu, nelayan jenis ini sudah mulai berorientasi pasar dan tenaga kerjanya tidak bergantung pada anggota keluarga saja.

3) Commercial fisher, yaitu nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan keuntungan dengan skala usaha yang besar, jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dari buruh hingga manajer, serta teknologi yang digunakan lebih modern dan membutuhkan keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat tangkapnya.

4) Industrial fisher, yaitu nelayan skala besar yang dicirikan dengan majuya kapasitas teknologi penangkapan maupun jumlah armadanya. Berorientasi pasar ekspor (ikan kaleng dan ikan beku), relatif padat modal, dan melibatkan buruh nelayan sebagai anak buah kapal (ABK) dengan organisasi kerja yang kompleks.

2.1.2.2 Karakteristik Masyarakat Nelayan

Satria (2002) menguraikan secara singkat karakteristik masyarakat pesisir sebagai representasi komunitas desa-pantai dan desa terisolasi, dari berbagai aspek:

1) Sistem Pengetahuan

Pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan umumnya diperoleh secara turun temurun berdasarkan pengalaman empirik. Kuatnya pengetahuan lokal ini menjadi salah satu faktor penyebab terjaminnya kelangsungan


(32)

hidup sebagai nelayan. Pengetahuan lokal (indigenous knowledge) tersebut merupakan kekayaan intelektual yang hingga kini terus dipertahankan.

2) Sistem Kepercayaan

Secara teologi, nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut memiliki kekuatan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin. Namun seiring berjalannya waktu, berbagai tradisi dilangsungkan hanya sebagai salah satu instrumen stabilitas sosial dalam komunitas nelayan.

3) Peran Wanita

Umumnya selain banyak bergelut dalam urusan domestik rumah tangga, istri nelayan tetap menjalankan aktivitas ekonomi dalam kegiatan penangkapan di perairan dangkal, pengolahan ikan, maupun kegiatan jasa dan perdagangan. Istri nelayan juga dominan dalam mengatur pengeluaran rumah tangga sehari-hari sehingga sudah sepatutnya peranan istri-istri nelayan tersebut menjadi salah satu pertimbangan dalam setiap program pemberdayaan.

4) Struktur Sosial

Struktur yang terbentuk dalam hubungan produksi (termasuk pasar) pada usaha perikanan, perikanan tangkap maupun perikanan budidaya, umumnya dicirikan dengan kuatnya ikatan patron-klien. Kuatnya ikatan ini merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan ikan yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian. Pada perikanan budidaya, patron meminjamkan modal kepada para nelayan lokal untuk pembudidayaan ikan. Dengan konsekuensi, hasilnya harus dijual kepada patron dengan harga yang lebih murah. Ciri yang kedua adalah stratifikasi sosial. Bentuk stratifikasi masyarakat pesisir Indonesia sangat beragam. Seiring moderninasi akan terjadi diferensiasi sosial yang dilihat dari semakin bertambahnya jumlah posisi sosial atau jenis pekerjaan sekaligus terjadi pula perubahan stratifikasi karena sejumlah posisi sosial tersebut tidaklah


(33)

bersifat horisontal, melainkan vertikal dan berjenjang berdasarkan ukuran ekonomi, prestise atau kekuasaan.

5) Posisi Sosial Nelayan

Di kebanyakan masyarakat, nelayan memiliki status yang relatif rendah. Rendahnya posisi sosial nelayan ini merupakan akibat dari keterasingan nelayan sehingga masyarakat bukan nelayan tidak mengetahui lebih jauh cara hidup nelayan. Hal ini terjadi akibat sedikitnya waktu dan kesempatan nelayan untuk berinteraksi dengan masyarakat lain karena alokasi waktu yang besar untuk kegiatan penangkapan ikan dibanding untuk bersosialisasi dengan masyarakat bukan nelayan yang memang secara geografis relatif jauh dari pantai. Secara politis posisi nelayan kecil terus dalam posisi dependen dan marjinal akibat dari faktor kapital yang dimilikinya sangatlah terbatas.

2.1.3 Strategi Adaptasi

Soekanto (1983:7 dalam M. Mawardi J., 2003) mengartikan adaptasi sebagai proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan, memanfaatkan sumber-sumber terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem, penyesuaian dari kelompok-kelompok maupun pribadi terhadap lingkungan dan proses untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. Adaptasi sebagai suatu proses sosial dapat diamati dari kegiatan-kegiatan yang sifatnya asosiatif dan disosiatif. Kegiatan yang asosiatif dapat berbentuk kerjasama, akomodasi, dan asimilasi; sedangkan yang disosiatif dapat berbentuk konflik, kontravensi, dan persaingan (Pudjiwati Sayogyo, 1980:10 dalam M. Mawardi J., 2003)

Diposaptono (2009) mendefinisikan adaptasi perubahan iklim merupakan upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim baik yang sifatnya reaktif maupun antisipatif. Sedangkan mitigasi perubahan iklim sebagai upaya yang dilakukan untuk mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dari sumbernya atau dengan meningkatkan kemampuan alam dalam menyerap emisi tersebut. Wacana perubahan iklim di Indonesia sendiri sebenarnya telah muncul sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto. Dalam ringkasan Agenda 21 Indonesia, Strategi


(34)

Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan yang disusun oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup tahun 1997, telah dipaparkan mengenai strategi pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan berkaitan dengan pengelolaan dampak perubahan iklim dan tsunami. Rencana pengelolaan ini mencakup:

1) Observasi yang sistematik dan penelitian masalah samudera, dinamika atmosfir, sosial-ekonomi, dampak lingkungan terhadap perubahan iklim, kenaikan permukaan laut, dan penyimpangannya.

2) Pengembangan pencegahan, penanggulangan, dan upaya perbaikan atas dampak tsunami, perubahan iklim, dan kenaikan permukaan laut bagi populasi manusia dan sumberdaya laut yang ada.

3) Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap dampak kenaikan permukaan laut dan tsunami.

Perencanaan adaptasi pada suatu daerah tidak dapat berdiri sendiri melainkan berjalan dengan inisiasi sektoral yang lebih luas seperti perencanaan pengelolaan sumberdaya air, perlindungan wilayah pesisir serta perencanaan manajemen bencana (IPCC, 2007). IPCC Third Assesment Report (TAR) yang dikutip kembali dalam IPCC Fourth Assesment Report (2007) telah mengemukaan pentingnya pemahaman mengenai:

1) Adaptasi aktual untuk mengobservasi perubahan iklim serta variabilitasnya

2) Perencanaan adaptasi terhadap perubahan iklim dalam desain infrastruktur, manajemen wilayah pesisir serta aktivitas lainnya

3) Mengukur kerentanan kondisi alam akibat perubahan iklim serta kapasitas adaptasinya

4) Kebijakan pembangunan, di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) serta internasional, nasional dan inisiatif lokal lainnya, yang memfasilitasi program mengenai proses dan aksinya (Adger et al., 2005; Tompkins et al., 2005; West and Gawith, 2005).

Dalam IPCC report (2007) dikatakan bahwa strategi adaptasi dan mitigasi yang perlu dilakukan dibedakan berdasarkan dimensi spasial, sektoral, tipe aksi,


(35)

aktor yang terlibat di dalamnya, climatic zone, level pembangunan negara tersebut ataupun kombinasi dari kategori-kategori yang telah disebutkan ataupun kategori lainnya. Dengan demikian, strategi yang diterapkan pada suatu daerah tentu disesuaikan dengan fenomena perubahan iklim yang terjadi pada suatu wilayah, seberapa besar dampak dan pada sektor apa dampak tersebut memerlukan strategi adaptasi dan mitigasi.

Berikut disajikan sejumlah strategi adaptasi yang dapat dilakukan masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim di wilayah pesisir.


(36)

Tabel 2. Dampak dan Strategi Adaptasi-Mitigasi Perubahan iklim

No. Dampak Ekologis

Dampak

Sosial-Ekonomi Adaptasi Mitigasi 1. Kenaikan

permukaan air laut , banjir (rob), dan gelombang ekstrim  Terancamnya wilayah pemukiman  Terancamnya infrastruktur masyarakat  Kerugian pada

budidaya perikanan  Meningkatnya

penyebaran penyakit kolera, malaria dan demam berdarah

Membuat penahan gelombang

Memindahkan lokasi pemukiman ke tempat yang lebih tinggi Memindahkan lahan

budidaya ke tempat yang lebih tinggi

Penanaman mangrove

2. Intrusi air laut Terancamnya sumber-sumber air tawar penduduk serta budidaya perikanan

Menempatkan blok-blok karang/struktur keras di sekeliling lahan air tawar Menampung air hujan Menggunakan bibit

perikanan budidaya yang tahan terhadap perubahan salinitas

Penanaman mangrove

3. Perubahan wilayah tangkap dan musim ikan

Menurunnya produksi perikanan tangkap

 Mengadopsi teknologi dan cara-cara baru dalam perikanan tangkap

 Mengadopsi metode baru dalam

memprediksi musim ikan

 Diversifikasi alat tangkap

Perbaikan terumbu karang

4. Badai  Terancamnya

berbagai infrastruktur di wilayah pesisir  Resiko nelayan

dalam melaut yang semakin tinggi

Adopsi teknologi pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap badai&angin

Adopsi teknologi kapal nelayan penangkap ikan yang lebih tahan terhadap badai dan gelombang 5. Menurunnya keanekaragaman hayati pesisir Terancamnya sumber mata pencaharian penduduk

Mencari alternatif lain dalam menambah penghasilan penduduk Sumber: disarikan dari Diposaptono (2009)


(37)

2.1.4 Strategi Ekonomi

Carner (1984 dalam Widodo, 2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh rumah tangga miskin pedesaan antara lain:

1) Melakukan beraneka ragam pekerjaan meskipun dengan upah yang rendah.

2) Memanfaatkan ikatan kekerabatan serta pertukaran timbal balik dalam pemberian rasa aman dan perlindungan.

3) Melakukan migrasi ke daerah lain biasanya migrasi desa-kota sebagai alternatif terakhir apabila sudah tidak terdapat lagi pilihan sumber nafkah di desanya.

Dharmawan (2001 dalam Iqbal, 2004) mengklasifikasikan dua jenis strategi nafkah dalam keluarga petani, yaitu:

1) Strategi nafkah normatif, yaitu strategi dalam kategori tindakan positif dengan basis kegiatan sosial-ekonomi, misalnya kegiatan produksi, migrasi, strategi substitusi dan sebagainya. Kategori ini juga disebut ‘peaceful ways’, karena sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

2) Strategi nafkah ilegal, yaitu strategi dalam kategori negatif, dnegan tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Seperi merampok, mencuri, melacur, korupsi dan sebagainya. Kategori ini disebut non-peaceful ways, karena cara yang ditempuh umumnya dengan melakukan tekanan fisik dan tekanan.

Menurut Scoones (1998 dalamIqbal, 2004), terdapat empat sumber yang dibutuhkan dalam ekonomi rumah tangga, agar strategi nafkah bisa dioperasionalkan, yaitu:

1) Ketersediaan modal alam dalam bentuk sumber-sumber alam 2) Modal ekonomi atau keuangan

3) Ketersediaan sumberdaya manusia dalam bentuk pendidikan, keahlian dan pengetahuan

4) Ketersediaan modal sosial (dan politik) dalam bentuk hubungan dan jaringan kerja.


(38)

Menurut Widodo (2009) terdapat dua macam tipe strategi yang tidak dapat terpisahkan dalam strategi nafkah rumah tangga miskin, yaitu strategi ekonomi dan strategi sosial. Strategi ekonomi bekaitan dengan pola nafkah ganda, optimalisasi tenaga kerja rumahtangga dan migrasi. Sedangkan strategi sosial adalah pemanfaatan asuransi sosial pada lembaga kesejahteraan lokal dan penggunaan jejaring sosial.

Satria (2009) menyebutkan beberapa strategi mata pencaharian yang dapat dilakukan untuk memutus rantai kemiskinan nelayan. Pertama, mengembangkan strategi nafkah ganda. Tujuannya agar nelayan tidak bergantung pada hasil penangkapan saja. Pengembangan dan penguatan strategi ganda ini perlu dilakukan terutama pada nelayan lapisan bawah. Salah satu aspek yang diperlukan untuk mendukung strategi ini adalah kebijakan permodalan. Kedua, mendorong ke arah laut lepas. Kendalanya tidak hanya teknologi, tapi juga modal dan budaya. Menangkap ikan di laut lepas sangatlah kompleks, mencakup manajemen usaha, organisasi produksi, perbekalan, ketahanan fisik, pemahaman perilaku ikan, pengoperasian kapal, jaring dan lainnya. Sehingga selain dibutuhkan teknologi, para nelayan ini juga membutuhkan pelatihan (magang) untuk menggali pengalaman dan pengetahuan di usaha penangkapan skala menengah dan besar. Ketiga, mengembangkan diversifikasi alat tangkap untuk mengantisipasi variasi musim. Dengan diversifikasi alat tangkap ini memungkinkan nelayan bisa melaut sepanjang tahun.

2.1.5 Persepsi

Rakhmat (2005) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman tentang objek, pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubugan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Akibat adanya stimulus, individu memberikan reaksi (respon) berupa penerimaan atau penolakan terhadap stimulus tersebut. Thoha (1983 dalam Erwina 2005) mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif yang dapat terjadi pada setiap orang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya, yang dapat diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, maupun penciuman. Persepsi


(39)

merupakan penafsiran unik terhadap suatu situasi, bukan merupakan suatu pencatatan yang sebenarnya dari situasi tersebut.

David Krech dan Richard S. Crutchfield (1977 dalam Rakhmat, 2005) menyebutkan dua faktor yang menentukan persepsi, yaitu:

1) Faktor fungsional, yaitu faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk faktor personal. Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Hal ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi biasanya objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi, seperti pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya terhadap persepsi. 2) Faktor struktural, yaitu faktor yang berasal dari sifat stimuli fisik dan

efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan.

Persepsi berhubungan dengan karakteristik individu dan perilaku komunikasi. Jenis dan bentuk rangsangan (stimuli) yang diterima merupakan faktor struktural dan secara fungsional, persepsi individu ditentukan oleh karakteristiknya (Rahmat, 1989 dalam Danudireja, 1998). Karakteristik personal seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman, status sosial ekonomi, keanggotaan pada suatu organisasi, serta perilaku mencari informasi, merupakan peubah yang berhubungan dengan persepsi dan sikap terhadap inovasi (Harun, 1987 dalamDanudireja, 1998).

2.2 Kerangka Pemikiran

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, perubahan iklim di wilayah pesisir menyebabkan terjadinya kenaikan permukaan air laut, perubahan pola hidrologi, pola angin, perubahan suhu dan keasaman air laut. Berbagai perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan ekologis, antara lain: intrusi air laut ke daratan; gelombang ekstrim dan badai; genangan dan banjir; erosi pantai; kerusakan terumbu karang; perubahan proses upwelling, gerombolan ikan; perubahan pola migrasi ikan; perubahan morfologi pantai dan mangrove;


(40)

meningkatnya salinitas air, kerusakan lahan budidaya perikanan dan sumber-sumber air tawar; meningkatnya frekuensi dan intensitas badai di lautan.

Perubahan pola hidrologi di lautan menyebabkan perubahan proses upwelling. Perubahan upwellingmenyebabkan perubahan lokasi gerombolan ikan atau fish schooling. Sementara kenaikan suhu dan keasaman air laut juga menyebabkan perubahan pola migrasi ikan. Perubahan lokasi gerombolan ikan dan pola migrasi ikan ini tentunya menyebabkan perubahan musim dan wilayah tangkapan ikan (fishing ground) para nelayan ikan tangkap.

Perubahan pola hidrologi, pola angin disertai dengan kenaikan permukaan air laut menyebabkan meningkatnya intensitas dan frekuensi badai serta gelombang ekstrim yang terjadi di lautan. Hal ini juga menjadi kendala serius bagi para nelayan perikanan tangkap terutama para nelayan tradisional dengan keterbatasan teknologi penangkapan ikan.

Perubahan tingkat keasaman air laut dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang. Terumbu karang juga merupakan biota laut yang peka terhadap kenaikan suhu lautan. Perubahan iklim yang telah menyebabkan kenaikan suhu air laut dan tingkat keasaman air laut ini menyebabkan terjadinya pemutihan terumbu karang atau coral bleaching, satu bentuk kerusakan terumbu karang. Sejumlah organisme yang bergantung kepada terumbu karang sebagai habitat hidupnya seperti ikan karang, penyu, udang barong, octopus, conches, kerang, oyster, rumput laut, kima dan teripang yang juga merupakan sumber makanan yang bernilai ekonomis bagi masyarakat pesisir, dan mengalami penurunan akibat kerusakan terumbu karang ini.

Secara teoritis, berbagai perubahan yang terjadi pada ekosistem laut dan pesisir ini dapat mempengaruhi berbagai aktivitas nelayan dalam mencari ikan dengan dampak yang sangat mungkin terjadi adalah penurunan produksi perikanan tangkap. Pola adaptasi bagi para nelayan dibutuhkan untuk menyiasati berbagai perubahan ekologis yang dapat mengganggu aktivitasnya mencari ikan. Hal ini perlu dilakukan mengingat nelayan merupakan bagian masyarakat yang paling rentan terhadap dampak buruk perubahan iklim karena kehidupan ekonominya sebagian besar ditunjang dari produksi perikanan tangkap.


(41)

Persepsi sebagai suatu proses kognitif dapat terjadi pada nelayan dalam memahami informasi mengenai lingkungannya yang mengalami perubahan tersebut. Persepsi nelayan mengenai perubahan iklim ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu karakteristik nelayan serta perilaku komunikasi nelayan tersebut. Terbentuknya suatu persepsi mengenai perubahan lingkungan ini selanjutnya dapat mempengaruhi aspek psikomotorik berupa adaptasi terhadap perubahan yang dipersepsikannya tersebut.

Pola adaptasi nelayan dalam menghadapi perubahan iklim ini terbagi menjadi dua. Pertama, adaptasi perikanan tangkap yang dapat berupa adaptasi teknologi penangkapan ikan, teknologi memprediksi musim ikan dan sebagainya. Kedua, strategi ekonomi nelayan dalam menghadapi kerugian ekonomi akibat kerusakan ekologi. Strategi ekonomi ini dapat berupa berbagai alternatif yang dilakukan nelayan untuk menunjang kehidupan ekonominya yang mengalami kerugian akibat menurunnya produksi perikanan tangkap. Alur kerangka pemikiran ini digambarkan pada gambar 1.


(42)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan:

: Hubungan Pengaruh

Perikanan Tangkap:

Sulitnya menentukan musim ikan Sulitnya menentukan wilayah tangkapan

Resiko melaut yang tinggi akibat badai dan gelombang ekstrim Sulitnya memperoleh komoditi perikanan tangkap, baik ikan

maupun sumberdaya laut lainnya

Kerusakan Ekologi:

 Intrusi air laut ke daratan  Gelombang ekstrim dan badai  Genangan dan banjir

 Erosi pantai

 Kerusakan terumbu karang

 Perubahan proses upwelling, gerombolan ikan  Perubahan pola migrasi ikan

 Perubahan morfologi pantai dan mangrove  Meningkatnya salinitas air, kerusakan lahan

budidaya perikanan dan sumber-sumber air tawar  Meningkatnya frekuensi dan intensitas badai di

lautan

Dampak Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Laut:

 Kenaikan permukaan air laut  Perubahan pola angin  Perubahan pola hidrologi  Kenaikan suhu air laut  Kenaikan pH air laut

Meningkatnya frekuensi dan intensitas

badai serta gelombang ekstrim di lautan Perubahan wilayah

gerombolan ikan, dan pola migrasi ikan Menurunnya kualitas

dan kuantitas sumberdaya hayati laut

Adaptasi dan Strategi Ekonomi Nelayan

Kondisi Ekonomi Nelayan Persepsi Nelayan

terhadap Perubahan Iklim

Perilaku Komunikasi Nelayan:  Kepemilikan Media

 Keterdedahan terhadap Media Elektronik

 Keterdedahan terhadap Media Cetak  Fungsi Komunikasi Interpersonal Karakteristik Individu:

 Usia  Pendidikan  Lama Tinggal  Pengalaman Nelayan  Klasifikasi Nelayan


(43)

2.3 Hipotesis Pengarah

1) Diduga terjadi penurunan produksi perikanan tangkap akibat perubahan ekologis yang terjadi sebagai dampak dari perubahan iklim.

2) Diduga terdapat strategi adaptasi yang diterapkan nelayan dalam menghadapi perubahan kondisi ekosistem laut akibat perubahan iklim yang meliputi:

a) Adopsi teknologi penangkapan ikan yang lebih canggih/adaptif, baik dalam alat tangkap, maupun kapal penangkapan ikan yang diterapkan oleh nelayan.

b) Teknik dalam memprediksi musim ikan dan wilayah tangkapan ikan untuk menyiasati permasalahan penentuan musim ikan dan wilayah tangkap yang diterapkan oleh nelayan.

c) Strategi dalam memprediksi musim melaut serta frekuensi badai di lautan yang diterapkan oleh nelayan.

3) Diduga terdapat strategi ekonomi yang dilakukan oleh nelayan untuk menyiasati kondisi perekonomian yang terganggu akibat penurunan produksi perikanan.

4) Diduga persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim mempengaruhi keputusannya dalam melakukan adaptasi perubahan iklim.

2.4 Hipotesis Uji

1) Diduga karakterisitik individu berhubungan terhadap persepsi nelayan mengenai perubahan iklim.

2) Diduga perilaku komunikasi berhubungan terhadap persepsi nelayan mengenai perubahan iklim.

2.5 Definisi Konseptual

1) Perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim yang mempengaruhi berbagai perubahan pada atmosfer (udara), hidrosfer (air), kriosfer (bagian bumi yang membeku), permukaan tanah, dan biosfer (bagian bumi tempat adanya kehidupan).


(44)

2) Dampak ekologis perubahan iklim pada ekosistem laut adalah berbagai perubahan yang terjadi pada keseluruhan komponen biotik dan abiotik yang terdapat pada laut dan pesisir sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari perubahan iklim.

3) Dampak ekonomi perubahan iklim pada wilayah pesisir adalah perubahan pendapatan masyarakat yang bermatapencaharian dan menggantungkan hidup pada sumberdaya pesisir sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari perubahan iklim.

4) Dampak sosial perubahan iklim pada wilayah pesisir adalah perubahan berbagai aspek kesejahteraan masyarakat pesisir sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari perubahan iklim.

5) Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang memiliki ketergantungan ekonomi terhadap sumberdaya perikanan tangkap, secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air, serta membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir.

6) Adaptasi perubahan iklim merupakan upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim baik yang sifatnya reaktif maupun antisipatif.

7) Adaptasi perikanan tangkap adalah berbagai upaya yang dilakukan nelayan untuk menyiasati dampak buruk yang ditimbulkan perubahan iklim yang mempengaruhi aktivitasnya mencari ikan di laut.

8) Strategi ekonomi nelayan merupakan bentuk adaptasi lainnya yang berkaitan dengan pola nafkah ganda, optimalisasi tenaga kerja rumahtangga dan migrasi nelayan untuk meminimalisir kerugian ekonomi akibat menurunnya produksi perikanan sebagai dampak perubahan iklim.

2.6 Definisi Operasional

1) Persepsi nelayan terhadap perubahan iklim adalah penafsiran masyarakat nelayan terhadap perubahan-perubahan ekologis yang terjadi akibat perubahan iklim. Pengukuran persepsi dilihat melalui pernyataan-pernyataan yang mengandung komponen kognitif meliputi sepuluh


(45)

pernyataan tentang pengalaman dan pengetahuan responden mengenai perubahan iklim. Penilaian menggunakan skala berjenjang, dengan ketentuan, 1 = tidak setuju; 2 = ragu-ragu; dan 3 = setuju. Penilaian persepsi responden terhadap perubahan iklim ini terbagi menjadi dua kategori:

a) Rendah, apabila total skor berkisar antara 10 sampai 19. b) Tinggi, apabila total skor berkisar antara 20 sampai 30.

2) Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang melekat pada individu meliputi usia, pendidikan, lama tinggal di Ciawitali, pengalaman nelayan serta klasifikasi nelayan.

a) Usia adalah lama hidup responden dari sejak lahir sampai dengan saat dilakukannya penelitian, terbagi dalam kategori:

i) Umur muda, jika umur responden yang sama atau di bawah rata-rata.

ii) Umur tua, jika umur responden di atas rata-rata.

b) Pendidikan adalah tingkat belajar yang pernah dilalui oleh responden. Tingkat belajar ini meliputi pendidikan formal responden yang terbagi dalam kategori:

i) Rendah, jika tamat atau tidak tamat SD atau sederajat. ii) Sedang, jika tamat SMP atau sederajat.

iii) Tinggi, jika tamat SMA atau sederajat.

c) Lama tinggal di Ciawiali adalah jumlah waktu yang telah dilalui oleh responden menempati tempat tinggalnya di Ciawitali, dengan kategori sebagai berikut:

i) Rendah, jika responden tinggal di Ciawitali selama 15 tahun atau kurang dari 15 tahun.

ii) Tinggi, jika responden telah tinggal di Ciawitali selama lebih dari 15 tahun.

Penggunaan skala ini berdasarkan diskusi yang dilakukan bersama nelayan serta LSM IPPHTI (Ikatan Petani Pengendalian Hama


(46)

Terpadu Indonesia) yang telah melakukan survai di Desa Pamotan sebelumnya.

d) Pengalaman nelayan adalah lamanya responden bekerja sebagai nelayan yang dikategorikan sebagai berikut:

i) Rendah, jika responden bekerja sebagai nelayan selama 15 tahun atau kurang dari 15 tahun.

ii) Tinggi, jika responden telah bekerja sebagai nelayan selama lebih dari 15 tahun.

Penggunaan skala ini berdasarkan diskusi yang dilakukan bersama nelayan serta LSM IPPHTI yang telah melakukan survai di Desa Pamotan sebelumnya.

e) Klasifikasi nelayan adalah penggolongan nelayan berdasarkan prioritasnya bekerja sebagai nelayan dibandingkan dengan pekerjaan lain yang ditekuninya. Terbagi dengan kategori sebagai berikut:

i) Nelayan penuh, jika responden tidak memiliki pekerjaan lain selain mencari ikan atau tangkapan laut lainnya.

ii) Nelayan sambilan utama, jika responden memiliki pekerjaan lain selain mencari ikan atau tangkapan laut lainnya, namun masih mengutamakan pekerjaannya sebagai nelayan.

iii) Nelayan musiman, jika responden hanya mencari ikan atau tangkapan laut lainnya di musim-musim tertentu dan nelayan bukanlah pekerjaan utamanya.

3) Perilaku komunikasi adalah aktifitas responden dalam membuka diri dan upaya mencari informasi yang bersifat inovatif melalui saluran komunikasi yang tersedia. Aktifitas tersebut meliputi kepemilikan media, keterdedahan terhadap media elektronik, keterdedahan terhadap media cetak, dan fungsi komunikasi interpersonal.

a) Kepemilikan alat media adalah banyaknya peralatan media komunikasi informasi yang dimiliki oleh responden. Media komunikasi ini meliputi televisi, radio, media cetak (koran atau majalah) dan buku atau bahan bacaan mengenai lingkungan. Penilaian terbagi menjadi dua kategori:


(47)

i) Rendah, jika responden hanya memiliki dua atau kurang dari dua alat media.

ii) Tinggi, jika responden memiliki lebih dari dua alat media. b) Keterdedahan terhadap media elektronik adalah frekuensi responden

menyimak radio dan televisi per minggunya serta pengalaman responden memperoleh informasi tentang perubahan iklim dari media-media elektronik tersebut. Penilaian keterdedahan responden terhadap media elektronik ini merupakan penjumlahan dari skor frekuensi responden mendengarkan radio per minggu, frekuensi responden menyimak televisi per minggu serta pengalaman responden memperoleh informasi tentang perubahan iklim dari media-media elektronik tersebut. Baik penilaian frekuensi responden mendengarkan radio per minggu dan frekuensi responden menyimak televisi per minggu mengunakan skala berjenjang dengan ketentuan, 1 = tidak pernah; 2 = 1 sampai 3 hari; 3 = 4 sampai 5 hari; 4 = setiap hari. Sedangkan pengalaman responden memperoleh informasi tentang perubahan iklim dari media-media elektronik menggunakan skala penilaian, 1 = tidak pernah memperoleh informasi perubahan iklim dari media tersebut; 2 = pernah memperoleh informasi perubahan iklim dari media tersebut. Penilaian keterdedahan responden terhadap media elektronik ini terbagi menjadi dua kategori:

i) Rendah, apabila total skor berkisar antara 3 sampai 6. ii) Tinggi, apabila total skor berkisar antara 7 sampai 10.

c) Keterdedahan terhadap media cetak adalah frekuensi responden membaca media cetak (koran/majalah/buku) per minggunya serta pengalaman responden memperoleh informasi tentang perubahan iklim dari media-media cetak tersebut. Penilaian keterdedahan responden terhadap media cetak ini merupakan penjumlahan dari skor frekuensi responden membaca media cetak per minggu, dan pengalaman responden memperoleh informasi tentang perubahan iklim dari media-media cetak tersebut. Penilaian frekuensi responden membaca media cetak per minggu mengunakan skala berjenjang


(48)

dengan ketentuan, 1 = tidak pernah; 2 = 1 sampai 3 hari; 3 = 4 sampai 5 hari; 4 = setiap hari. Sedangkan pengalaman responden memperoleh informasi tentang perubahan iklim dari media-media cetak menggunakan skala penilaian, 1 = tidak pernah memperoleh informasi perubahan iklim dari media tersebut; 2 = pernah memperoleh informasi perubahan iklim dari media tersebut. Penilaian keterdedahan responden terhadap media cetak ini terbagi menjadi dua kategori: i) Rendah, apabila total skor berkisar antara 3 sampai 6. ii) Tinggi, apabila total skor berkisar antara 7 sampai 10.

d) Fungsi komunikasi interpersonal adalah aktifitas responden dalam mencari informasi mengenai perubahan iklim melalui media komunikasi interpersonal. Terbagi dalam kategori:

i) Rendah, apabila responden tidak pernah membicarakan perubahan iklim.

ii) Tinggi, apabila responden pernah membicarakan tentang perubahan iklim.


(49)

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah metode survai dengan instrumen kuesioner untuk memperoleh pemahaman mengenai persepsi masyarakat nelayan mengenai perubahan iklim. Peubah (variabel) yang diteliti terdiri dari peubah bebas yaitu karateristik individu dan perilaku komunikasi nelayan; dan peubah tak bebas adalah persepsi nelayan terhadap perubahan iklim. Persepsi nelayan mengenai perubahan iklim ini merupakan analisis awal untuk memahami gejala-gejala perubahan iklim yang terjadi pada wilayah tersebut berdasarkan pemahaman nelayan. Marsh (1982 dalam Fatchiya, 2010) teknik survai perlu diperluas dengan wawancara terstruktur dan mendalam (in-depth interview), pengamatan (observation), serta pendekatan lainnya. Hasil survei yang didapat kemudian menjadi dasar untuk menganalisis pola adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim yang dipertajam melalui pendekatan kualitatif.

Metode kualitatif berperan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang kehidupan ekonomi nelayan yang terpengaruh oleh perubahan ekologis akibat perubahan iklim serta strategi ekonomi yang diterapkan untuk mempertahankan stabilitas ekonomi keluarga nelayan. Teknik yang digunakan adalah wawancara mendalam, pengamatan langsung, studi literatur dan diskusi kelompok terarah atau focussed group discussion (FGD). Studi literatur berguna untuk memberikan informasi mengenai penghasilan penduduk selama beberapa tahun ke belakang. Data sekunder ini kemudian dikombinasikan dengan data lainnya untuk menganalisis keterkaitan antara kerusakan ekologi yang terjadi dengan kondisi ekonomi nelayan. Metode observasi berperan serta (participant observation) serta wawancara mendalam berguna untuk mengidentifikasi pola adaptasi perikanan tangkap yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis lautan sebagai dampak perubahan iklim. FGD dilakukan untuk


(50)

memperoleh gambaran secara umum pola-pola perikanan tangkap yang diterapkan oleh nelayan serta kendala yang dialami nelayan secara umum.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan eksploratif, yaitu menjelaskan apa dan bagaimana peristiwa atau gejala sosial yang sedang terjadi. Sementara strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus berarti memilih suatu kejadian atau gejala untuk diteliti dengan menerapkan berbagai metode.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada masyarakat nelayan di Dusun Ciawitali, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Waktu penelitian dimulai sejak bulan Juni 2010 hingga September 2010. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan waktu penelitian untuk memperoleh data penelitian dengan validitas yang optimal. Penelitian yang dimaksud mencakup waktu sejak peneliti intensif di daerah penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, hingga pembuatan draft skripsi.

Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara purposive (sengaja). Dengan pertimbangan Dusun Ciawitali merupakan kampung nelayan yang sebagian besar adalah nelayan tradisional, sementara tantangan yang dihadapi cukup besar mengingat kondisi lautan yang bertemu langsung dengan Samudra Hindia. Nelayan Dusun Ciawitali dipandang berpotensi mengalami kendala dalam memprediksi badai dan gelombang pasang yang terjadi akibat perubahan iklim.

3.3 Teknik Pemilihan Responden dan Informan

Populasi dari penelitian ini adalah nelayan di Dusun Ciawitali yang melakukan kegiatan penangkapan di lautan dan bukanlah di sekitar muara Sungai Citanduy ataupun Segara Anakan. Nelayan ini merupakan representasi dari nelayan yang dianggap rentan terkena dampak perubahan iklim meliputi perubahan pola angin. Populasi diambil berdasarkan informasi yang diperoleh dari data Rukun Nelayan (RN) serta KUB (Kelompok Usaha Bersama) Putra Kendal Ciawitali. Dari data tersebut diketahui jumlah populasi nelayan sebanyak 90


(51)

orang. Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan simple random sampling. Banyaknya sampel ditentukan berdasarkan hasil perhitungan rumus Slovin sebagai berikut:

n = N 1+Ne2 Keterangan :

n : jumlah sampel N : jumlah populasi

e : nilai kritis (batas ketelitian) yang digunakan (10%)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 47 responden agar hasil penelitian dapat lebih representatif.

Jumlah informan dalam penelitian ini tidak dibatasi, dengan tujuan untuk memperkaya informasi mengenai berbagai pola adaptasi perubahan iklim. Penelitian akan dilakukan pada keluarga-keluarga nelayan yang memperoleh dampak ekonomi dari perubahan ekologis akibat perubahan iklim dengan menggunakan teknik bola salju yang memungkinkan perolehan data dari satu informan ke informan lainnya. Fokus penelitian ini dititikberatkan pada nelayan yang melakukan adaptasi perikanan tangkap dan adaptasi ekonomi dalam menghadapi kerugian tersebut.

3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui :

1) Wawancara mendalam (in depth interview) kepada para nelayan dengan menggunakan pedoman pertanyaan. Data deskriptif berupa kutipan langsung kata-kata atau tulisan dari informan juga memungkinkan untuk digunakan.

2) Observasi. Pendekatan eksploratif pada penelitian kualitatif menggunakan pilihan metode pengamatan naturalistik, yaitu metode pengumpulan data melaui rekaman lengkap dan akurat atas peristiwa atau gejala sosial


(1)

Lampiran 3. Daftar Responden

no. responden nama responden usia responden

1 Jum'an 38

2 kaswanto 56

3 setiaji 29

4 asim 30

5 rohili 27

6 ayo 41

7 tusino 30

8 tugiman 37

9 sahidin 30

10 Tarmidi 50

11 suyatna 40

12 beja sarmin 30

13 nana rojak 37

14 sahidin 47

15 sukin 43

16 tata 28

17 komar sunardi 27

18 muhtar 56

19 iran 49

20 Tumin 50

21 sardi 48

22 seman 59

23 satun 46

24 mamin 53

25 yayat 50

26 imin satimin 45

27 yuliyanto 34

28 mislam 39

29 Moch Mahpudin 39

30 Rislan 35

31 apon riawan 50

32 andi hidayat 29

33 kasri 51

34 K Suyanto 55

35 dedi 36

36 karli 36

37 encon 34

38 ade rasam 50

39 S Sopian 34

40 daswan 31


(2)

Lampiran 4. Buku Kode 1) Karakteristik Nelayan

Hal Kuesioner

Nomor Pertanyaan

No.

Variabel Nama Variabel Kategori Kode

1 1 1 Usia

< 41 tahun muda 1

≥ 41 tahun tua 2

1 2 2 Pendidikan formal

tamat atau tidak tamat

SD rendah

1

tamat SMP sedang 2

tamat SMA tinggi 3

1 4 3 Lama tinggal di Ciawitali

≤15 tahun rendah 1

>15 tahun tinggi 2

1 5 4 Pengalaman nelayan

≤15 tahun rendah 1

>15 tahun tinggi 2

1 dan 2 6 dan 7 5 klasifikasi nelayan nelayan penuh

nelayan penuh

1

nelayan sambilan utama

nelayan sambilan utama

2

nelayan musiman

nelayan musiman

3 no. responden nama responden usia responden

42 muhidin 35

43 saimun 40

44 Dasikun 50

45 Ibo Wahidin 40

46 Samun 53

47 Sahindi 36


(3)

1) Perilaku Komunikasi Hal Kuesi oner Nomor Pertan yaan

Nama sub variabel dan Kode

No Variabel

Nama

Variabel Total Skor Kategori Kode

2 1 kepemilikan media

6 kepemilikan media

≤ 2

Rendah 1

1 1 media

2 2 media

Tinggi 2

3 3 media ≥ 2

4 4 media

2 2 frekuensi menonton TV/minggu 7 Keterdedah an terhadap media elektronik

3 - 6 Rendah 1

1 tidak pernah

2 1-3 hari

3 4-5 hari

4 setiap hari

2 4

frekuensi mendengar radio/minggu

1 tidak pernah

2 1-3 hari

7 – 10 Tinggi 2

3 4-5 hari

4 setiap hari

3 6

memperoleh info CC di TV/radio

1 tidak pernah

2 pernah

3 7 jumlah media cetak dibaca

8

Keterdedah an terhadap media cetak

3 – 6 Rendah 1

1 ada

2 ada 1

3 ada 2

4 ada 3

3 8 frekuensi membaca

1 tidak pernah

2 1-3 hari

7 – 10 Tinggi 2

3 4-5 hari

4 setiap hari

3 10

memperoleh info CC di media cetak

1 tidak pernah

2 pernah 3 11 Fungsi Komunikasi Interpersonal 9 Fungsi Komunikasi Interperson al

1 Rendah 1

1 tidak pernah

2 Tinggi 2


(4)

2) Persepsi Terhadap Perubahan Iklim No.

Pernyataan Setuju

Ragu-ragu

Tidak

Setuju Total skor kategori kode

1 3 2 1

10 sampai 19 rendah 1

2 3 2 1

3 3 2 1

4 3 2 1

5 3 2 1

6 3 2 1

20 sampai 30 tinggi 2

7 3 2 1

8 3 2 1

9 3 2 1

10 3 2 1

Lampiran 5. Pedoman Wawancara Mendalam

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM KEPADA INFORMAN (NELAYAN) Hari/Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara : Nama dan Umur Informan :

Alamat :

No Telp./HP :

Pertanyaan :

1. Sejak kapan Anda tinggal di desa ini?

2. Apakah nelayan merupakan pekerjaan utama Anda? 3. Apa pekerjaan lain anda selain sebagai nelayan?

4. Berapa persen pendapatan yang diperoleh dari hasil melaut? 5. Sudah berapa lama Anda bekerja sebagai nelayan?

6. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kegiatan anda mencari ikan di laut?

7. Apa saja kendala yang ada yang mempengaruhi kegiatan Anda dalam mencari ikan di laut?

8. Pada bulan-bulan apa saja Anda mencari ikan di laut? 9. Mengapa anda mencari ikan di bulan-bulan tersebut?

10. Berapakah rata-rata hasil tangkapan yang anda peroleh tiap harinya? 11. Dalam sekali melaut, biasanya berapa lama waktu yang Anda gunakan? Pertanyaaan mengenai prakiraan cuaca:

12. Apakah terdapat metode-metode dalam memperkirakan cuaca (kapan kira-kira akan terjadi badai dsb) yang telah lama digunakan oleh nelayan-nelayan dahulu?(indigenous knowledge)


(5)

13. Apakah anda pernah menerima informasi prakiraan cuaca dari pemerintah/instansi terkait cuaca dan iklim seperti BMG?

14. Apakah anda memanfaatkan prakiraan cuaca tersebut?

15. Yang mana yang lebih diandalkan? Perkiraan cuaca secara tradisional atau yang dikeluarkan oleh pemerintah?

Pertanyaan mengenai dampak dan strategi perubahan iklim:

16. Menurut Anda, bagaimana kondisi lingkungan pesisir wilayah ini dibandingkan dengan tahun-tahun yang lalu?

17. Apakah terdapat perubahan lingkungan yang mempengaruhi kegiatan Anda dalam mencari ikan di laut?

18. Perubahan apa saja yang terjadi?

19. Bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi aktivitas Anda dalam melaut?

20. Apakah terjadi penurunan produksi perikanan akibat perubahan tersebut? 21. Apakah Anda mengalami kerugian ekonomi akibat perubahan tersebut?

Jelaskan!

22. Bagaimana respon Anda terhadap perubahan tersebut?

23. Apakah Anda melakukan adaptasi perikanan tangkap dalam menghadapi perubahan tersebut?

24. Bagaimana adaptasi yang Anda lakukan?

25. Faktor apa saja yang berperan mendukung adaptasi tersebut? 26. Apa saja kendala adaptasi tersebut?

27. Bagaimana strategi ekonomi yang Anda lakukan dalam menghadapi kerugian ekonomi tersebut?

28. Apa langkah adaptasi lain kalau seandainya jumlah hari bisa melaut berkurang sekian persen (10, 20 dst) dari rata-rata hari melaut saat ini? (alternatif tambahan mata pencaharian lain yang mungkin berpotensi) Pertanyaan berkaitan dengan kelompok nelayan dan kebutuhan program:

29. Apakah nelayan-nelayan disini memiliki kelompok nelayan? 30. Apa saja kegiatan kelompok tersebut?

31. Apakah Anda pernah mengikuti sekolah lapang bagi nelayan atau sejenisnya?

32. Menurut Anda, apakah sekolah lapang dibutuhkan oleh para nelayan disini?

33. Menurut Anda, program apa yang dibutuhkan untuk kemajuan nelayan disini?


(6)