Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO
(Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT ETANOL
DOSIS BERTINGKAT, DIBERIKAN SEBELUM DAN
SESUDAH INFEKSI Eimeria tenella TERHADAP PRODUKSI
OOKISTA PADA TINJA AYAM

BOI MANGAPUL NABABAN
B04103022

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

ABSTRAK
BOI MANGAPUL NABABAN. Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto
(Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat,
Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi
Ookista pada Tinja Ayam. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak
sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan pelarut etanol dosis bertingkat
yang diberikan sebelum dan sesudah infeksi Eimeria tenella terhadap produksi

ookista pada tinja ayam. Penelitian menggunakan ayam pedaging umur satu hari
sebanyak 210 ekor yang dibagi menjadi tujuh kelompok perlakuan (masingmasing berjumlah 30 ekor) yaitu: kelompok perlakuan kontrol negatif (KN),
kelompok perlakuan kontrol positif (KP), kelompok perlakuan kontrol sambiloto
(KSb), kelompok perlakuan kontrol obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb
(KO), kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis rendah (E4),
kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis sedang (E5), dan
kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis tinggi (E6).
Pengambilan tinja dilakukan mulai hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi dari
semua kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak sambiloto dan obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb dapat
mengurangi jumlah produksi ookista per gram tinja. Pemberian ekstrak sambiloto
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian obat
sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb pada hari ke-14, 16, 18, dan 19 setelah
infeksi dalam menghambat produksi ookista. Ekstrak sambiloto (Andrographis
paniculata Nees) pelarut etanol dosis tinggi (E6) lebih efektif dibandingkan
dengan pelarut etanol dosis sedang (E5), dan dosis rendah (E4).
Kata kunci: ookista, sambiloto, sulfakloropirazin

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO
(Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT ETANOL

DOSIS BERTINGKAT DIBERIKAN SEBELUM DAN
SESUDAH INFEKSI Eimeria tenella TERHADAP PRODUKSI
OOKISTA PADA TINJA AYAM

BOI MANGAPUL NABABAN
B04103022

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

Judul Penelitian

: Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis
paniculata


Nees)

dengan

Pelarut

Etanol

Dosis

Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi
Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja
Ayam
Nama

: Boi Mangapul Nababan

NRP


: B 04103022

Menyetujui :
Pembimbing

Dr. Drh. Umi Cahyaningsih, MS
(NIP. 131124821)

Mengetahui :
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
(NIP.131129090)

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah dengan judul: " Pengaruh
Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut

Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella
Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam", dapat diselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. drh. Umi Cahyaningsih,
MSi., sebagai dosen pembimbing yang telah begitu banyak mencurahkan segala
waktu dan pikirannya serta saran-saran dalam membimbing penulis hingga skripsi
ini selesai.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1.

Kedua orang tuaku tercinta, O. Nababan, S. Manalu dan Kel.Tulang Karl
Benedictus, Kel.Tante Kont, Kel.Om Yul, Oma, Kel.Tulang Lasti, Op.Boru,
Op.Doli(†), serta saudara-saudaraku (Ida, Dorma, Monang, Sabar) yang telah
memberikan kasih sayang, dorongan baik spiritual maupun material dan
perhatian yang sangat besar serta turut mendoakan penulis

2.

Ibu Dr. Drh. Sri Utami Handayani, MSi sebagai dosen penguji dalam sidang

dan Ibu Dr. Drh. Tutuk Astiawati sebagai dosen penilai dalam seminar yang
telah banyak memberikan tuntunan moral, nasehat, saran dan masukan demi
kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Drh. Denni Widya Lukman, Msc sebagai moderator dalam seminar
yang telah memberikan bantuan, arahan dan dukungan selama penelitian
sampai penulisan skripsi ini selesai.
4. Staf Laboratorium Protozoologi Pak Komar, Pak Saryo, Ibu Nani yang
bersedia menyempatkan waktunya dalam membantu dan memberikan
semangat selama melakukan penelitian.
5. Rekan-rekan

A40,

A41

dan

kelompok


belajar

KOKSIDIBIMBUM

(Koksidiosis Dibawah Bimbingan Bu Umi): Mas Agung, Laksana, AA.
Martian, Si Deni, Teteg, Nina Jawa, Nina Siregar, Eka Sonia br Ginting, Dini,

dan Mbak Nilam atas bantuan, semangat, dorongan, kerja sama dan
kebersamaan kita.
6. Keluarga Besar Alamanda (Bang Marten, Bang Shane, Mas Afif, Bony,
Desman, Dungdang, Fredy, Hotman, Vico, Pino, Tinton, Khulfi, Nani, Ika,
Delon, Ester, Melincah, Jenny), dan penghuni Sengkedo (Bang Tito, Iseng,
Icho (cup kita!), Ahonk, Aconk, Gede, Eko, Togu) atas segala kerjasama dan
kebersamaan kita.
7. Semua pihak yang telah banyak membantu namun tidak dapat dituliskan satu
per satu.
Akhirnya penulis tetap menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak luput dari
kekurangan, namun demikian penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.


Bogor, 15 September 2008

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1984 di Simamora, Provinsi
Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara pasangan O.
Nababan dan S. Manalu. Pada tahun 1997 penulis lulus dari SD Simamora. Pada
tahun 2000 penulis menyelesaikan studi pada SLTP N 1 Parmonangan dan pada
tahun 2003 penulis lulus dari SMU N 1 Pagaran, dan masuk IPB pada Fakultas
Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama
menjadi mahasiswa penulis pernah bergabung dengan Himpro Ornitologi dan
Unggas FKH-IPB.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, penulis menyusun skripsi dengan
judul ”Pengaruh pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)
Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah infeksi Eimeria
tenella Terhadap Produksi Ookista pada tinja ayam”, dibawah bimbingan Dr. Drh.
Umi Cahyaningsih, Msi.


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................

i

DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

v

BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang ...............................................................................

1

Tujuan Penelitian ...........................................................................


3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Eimeria tenella ...............................................................................

4

Klasifikasi ..............................................................................

4

Struktur dan Morfologi .........................................................

4

Siklus Hidup ..........................................................................

6

Patogenesa ............................................................................. 10

Gejala Klinis .......................................................................... 11
Pengendalian.......................................................................... 13
Manajemen Peternakan ................................................ 14
Sanitasi ......................................................................... 14
Kebersihan Lantai Kandang ......................................... 14
Pemberian Pakan Alami ............................................... 15
Pemberian Vaksin ........................................................ 15
Pengobatan ............................................................................ 15
Pemberian Koksidiostat ............................................... 15
Pencegahan ............................................................................ 17
Pakan Tambahan .......................................................... 18
Tanaman Obat .............................................................. 18
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) .................................. 21
Klasifikasi .............................................................................. 21
Morfologi ............................................................................... 21
Habitat dan Penyebaran ......................................................... 22

Kandungan ............................................................................. 23
Khasiat ................................................................................... 25
BAB III. METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 27
Alat dan Bahan ............................................................................... 27
Metode............................................................................................ 27
Persiapan Kandang ................................................................ 27
Pengelompokan Ayam........................................................... 27
Perlakuan pada Ayam ............................................................ 28
Pengambilan Tinja ................................................................. 28
Pemeriksaan dan Penghitungan Ookista ............................... 29
Analisis Data .................................................................................. 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Ookista Eimeria tenella .................................................. 31
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .................................................................................... 37
Saran ............................................................................................... 37
BAB VI. DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 38
LAMPIRAN .................................................................................................. 42

DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Spesies Eimeria yang penting pada ayam .................................................. 13
2. Obat anticocicdia yang sering digunakan .................................................. 17
3. Rata-rata produksi ookista per gram tinja .................................................. 31
4. Produksi ookista per gram tinja.................................................................. 43

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO
(Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT ETANOL
DOSIS BERTINGKAT, DIBERIKAN SEBELUM DAN
SESUDAH INFEKSI Eimeria tenella TERHADAP PRODUKSI
OOKISTA PADA TINJA AYAM

BOI MANGAPUL NABABAN
B04103022

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

ABSTRAK
BOI MANGAPUL NABABAN. Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto
(Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat,
Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi
Ookista pada Tinja Ayam. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak
sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan pelarut etanol dosis bertingkat
yang diberikan sebelum dan sesudah infeksi Eimeria tenella terhadap produksi
ookista pada tinja ayam. Penelitian menggunakan ayam pedaging umur satu hari
sebanyak 210 ekor yang dibagi menjadi tujuh kelompok perlakuan (masingmasing berjumlah 30 ekor) yaitu: kelompok perlakuan kontrol negatif (KN),
kelompok perlakuan kontrol positif (KP), kelompok perlakuan kontrol sambiloto
(KSb), kelompok perlakuan kontrol obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb
(KO), kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis rendah (E4),
kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis sedang (E5), dan
kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis tinggi (E6).
Pengambilan tinja dilakukan mulai hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi dari
semua kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak sambiloto dan obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb dapat
mengurangi jumlah produksi ookista per gram tinja. Pemberian ekstrak sambiloto
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian obat
sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb pada hari ke-14, 16, 18, dan 19 setelah
infeksi dalam menghambat produksi ookista. Ekstrak sambiloto (Andrographis
paniculata Nees) pelarut etanol dosis tinggi (E6) lebih efektif dibandingkan
dengan pelarut etanol dosis sedang (E5), dan dosis rendah (E4).
Kata kunci: ookista, sambiloto, sulfakloropirazin

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO
(Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT ETANOL
DOSIS BERTINGKAT DIBERIKAN SEBELUM DAN
SESUDAH INFEKSI Eimeria tenella TERHADAP PRODUKSI
OOKISTA PADA TINJA AYAM

BOI MANGAPUL NABABAN
B04103022

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

Judul Penelitian

: Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis
paniculata

Nees)

dengan

Pelarut

Etanol

Dosis

Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi
Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja
Ayam
Nama

: Boi Mangapul Nababan

NRP

: B 04103022

Menyetujui :
Pembimbing

Dr. Drh. Umi Cahyaningsih, MS
(NIP. 131124821)

Mengetahui :
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
(NIP.131129090)

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah dengan judul: " Pengaruh
Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut
Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella
Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam", dapat diselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. drh. Umi Cahyaningsih,
MSi., sebagai dosen pembimbing yang telah begitu banyak mencurahkan segala
waktu dan pikirannya serta saran-saran dalam membimbing penulis hingga skripsi
ini selesai.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1.

Kedua orang tuaku tercinta, O. Nababan, S. Manalu dan Kel.Tulang Karl
Benedictus, Kel.Tante Kont, Kel.Om Yul, Oma, Kel.Tulang Lasti, Op.Boru,
Op.Doli(†), serta saudara-saudaraku (Ida, Dorma, Monang, Sabar) yang telah
memberikan kasih sayang, dorongan baik spiritual maupun material dan
perhatian yang sangat besar serta turut mendoakan penulis

2.

Ibu Dr. Drh. Sri Utami Handayani, MSi sebagai dosen penguji dalam sidang
dan Ibu Dr. Drh. Tutuk Astiawati sebagai dosen penilai dalam seminar yang
telah banyak memberikan tuntunan moral, nasehat, saran dan masukan demi
kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Drh. Denni Widya Lukman, Msc sebagai moderator dalam seminar
yang telah memberikan bantuan, arahan dan dukungan selama penelitian
sampai penulisan skripsi ini selesai.
4. Staf Laboratorium Protozoologi Pak Komar, Pak Saryo, Ibu Nani yang
bersedia menyempatkan waktunya dalam membantu dan memberikan
semangat selama melakukan penelitian.
5. Rekan-rekan

A40,

A41

dan

kelompok

belajar

KOKSIDIBIMBUM

(Koksidiosis Dibawah Bimbingan Bu Umi): Mas Agung, Laksana, AA.
Martian, Si Deni, Teteg, Nina Jawa, Nina Siregar, Eka Sonia br Ginting, Dini,

dan Mbak Nilam atas bantuan, semangat, dorongan, kerja sama dan
kebersamaan kita.
6. Keluarga Besar Alamanda (Bang Marten, Bang Shane, Mas Afif, Bony,
Desman, Dungdang, Fredy, Hotman, Vico, Pino, Tinton, Khulfi, Nani, Ika,
Delon, Ester, Melincah, Jenny), dan penghuni Sengkedo (Bang Tito, Iseng,
Icho (cup kita!), Ahonk, Aconk, Gede, Eko, Togu) atas segala kerjasama dan
kebersamaan kita.
7. Semua pihak yang telah banyak membantu namun tidak dapat dituliskan satu
per satu.
Akhirnya penulis tetap menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak luput dari
kekurangan, namun demikian penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Bogor, 15 September 2008

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1984 di Simamora, Provinsi
Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara pasangan O.
Nababan dan S. Manalu. Pada tahun 1997 penulis lulus dari SD Simamora. Pada
tahun 2000 penulis menyelesaikan studi pada SLTP N 1 Parmonangan dan pada
tahun 2003 penulis lulus dari SMU N 1 Pagaran, dan masuk IPB pada Fakultas
Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama
menjadi mahasiswa penulis pernah bergabung dengan Himpro Ornitologi dan
Unggas FKH-IPB.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, penulis menyusun skripsi dengan
judul ”Pengaruh pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)
Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah infeksi Eimeria
tenella Terhadap Produksi Ookista pada tinja ayam”, dibawah bimbingan Dr. Drh.
Umi Cahyaningsih, Msi.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................

i

DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

v

BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang ...............................................................................

1

Tujuan Penelitian ...........................................................................

3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Eimeria tenella ...............................................................................

4

Klasifikasi ..............................................................................

4

Struktur dan Morfologi .........................................................

4

Siklus Hidup ..........................................................................

6

Patogenesa ............................................................................. 10
Gejala Klinis .......................................................................... 11
Pengendalian.......................................................................... 13
Manajemen Peternakan ................................................ 14
Sanitasi ......................................................................... 14
Kebersihan Lantai Kandang ......................................... 14
Pemberian Pakan Alami ............................................... 15
Pemberian Vaksin ........................................................ 15
Pengobatan ............................................................................ 15
Pemberian Koksidiostat ............................................... 15
Pencegahan ............................................................................ 17
Pakan Tambahan .......................................................... 18
Tanaman Obat .............................................................. 18
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) .................................. 21
Klasifikasi .............................................................................. 21
Morfologi ............................................................................... 21
Habitat dan Penyebaran ......................................................... 22

Kandungan ............................................................................. 23
Khasiat ................................................................................... 25
BAB III. METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 27
Alat dan Bahan ............................................................................... 27
Metode............................................................................................ 27
Persiapan Kandang ................................................................ 27
Pengelompokan Ayam........................................................... 27
Perlakuan pada Ayam ............................................................ 28
Pengambilan Tinja ................................................................. 28
Pemeriksaan dan Penghitungan Ookista ............................... 29
Analisis Data .................................................................................. 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Ookista Eimeria tenella .................................................. 31
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .................................................................................... 37
Saran ............................................................................................... 37
BAB VI. DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 38
LAMPIRAN .................................................................................................. 42

DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Spesies Eimeria yang penting pada ayam .................................................. 13
2. Obat anticocicdia yang sering digunakan .................................................. 17
3. Rata-rata produksi ookista per gram tinja .................................................. 31
4. Produksi ookista per gram tinja.................................................................. 43

DAFTAR GAMBAR

No

Halaman

1. Struktur Ookista Eimeria sp .......................................................................

5

2. Siklus hidup Eimeria tenella ......................................................................

7

3. Ayam yang terserang koksidiosis............................................................... 12
4. Struktur obat anticoccidia .......................................................................... 16
5. Tanaman dan biji sambiloto ....................................................................... 22
6. Struktur kimia bahan aktif sambiloto ......................................................... 24
7. Perbandingan total produksi ookista antara perlakuan .............................. 32

DAFTAR LAMPIRAN
No.

Halaman

1. Produksi ookista hari ke-4 sampai hari ke-22 .........................................

43

2. Analisis data dengan ANOVA antara hari, perlakuan, dan ulangan .......

44

3. Analisis data lanjutan dengan metode Duncan,
antara hari, perlakuan, dan ulangan.........................................................

48

4. Analisis data dengan ANOVA antara HP (hari-perlakuan)
dan ulangan ..........................................................................................

50

5. Analisis data lanjutan dengan metode Duncan
antara HP (hari-perlakuan) dan ulangan ..............................................

51

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan yang sedang maupun yang akan dilaksanakan ditujukan
untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Taraf hidup dan
kesejahteraan dapat digambarkan oleh masyarakat yang sehat, produktif, dan
kreatif. Peningkatan taraf hidup dapat diwujudkan dari berbagai segi, salah satu
diantaranya adalah dari segi peningkatan jumlah dan mutu bahan makanan yang
dikonsumsi oleh masyarakat.

Usaha peningkatan jumlah dan mutu bahan

makanan harus memperhatikan zat-zat yang terkandung di dalam bahan makanan
yang akan dikonsumsi. Zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh adalah
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Zat-zat makanan ini dapat
diperoleh dari bahan makanan nabati maupun hewani. Bahan makanan hewani
lebih baik mutunya, baik jumlah maupun keseimbangan kandungan zat-zat
makanannya terutama mutu proteinnya (Almatsier 2003).
Untuk menyediakan pangan asal hewani yang cukup, baik dari segi
kuantitas maupun kualitasnya menjadi salah satu tugas dan tanggung jawab para
peternak dan para dokter hewan yang ada di Indonesia, sehingga kebutuhan
masyarakat terhadap protein hewani dapat tercukupi dengan harga yang
terjangkau. Disamping itu juga dapat menciptakan peluang dan lapangan kerja
dibidang peternakan yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan pada
sektor peternakan terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu sektor peternakan yang sangat potensial untuk dikembangkan di
Indonesia adalah ternak ayam pedaging. Hal ini didukung oleh pertumbuhan
penduduk yang terus meningkat, dan juga pendapatan masyarakat yang cenderung
meningkat, sehingga dengan sendirinya kebutuhan masyarakat akan protein yang
berasal dari daging maupun telur juga akan meningkat. Keadaan ini memberikan
gambaran bahwa beternak ayam pedaging masih memberikan peluang yang
sangat besar. Oleh karena itu untuk meningkatkan produksi daging ayam tersebut
dapat dilakukan dengan perbaikan manajemen peternakan salah satunya dengan

pengendalian penyakit pada unggas. Berbagai macam penyakit yang menyerang
ternak unggas dapat disebabkan oleh virus, bakteri, maupun oleh parasit. Salah
satu penyakit yang disebabkan oleh parasit dan berada dalam urutan teratas adalah
koksidiosis pada ayam.
Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit pada unggas
yang diakibatkan oleh protozoa dari genus Eimeria.

Terdapat tujuh spesies

Eimeria yang penting pada ayam (Shirley dan Long 1990), tetapi Eimeria tenella
(Railliet dan Lucet 1981 dalam Levine 1985) merupakan spesies yang paling
penting dilihat dari segi ekonomi, karena hampir sebagian besar penyakit
koksidiosis ini disebabkan oleh Eimeria tenella.

Penyakit ini penting secara

ekonomi karena dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat
peternak akibat terhambatnya pertumbuhan, penurunan berat badan, kualitas
karkas yang rendah, dan penurunan produksi telur pada ayam petelur. Kerugian
peternak sebagian besar diakibatkan oleh pertumbuhan unggas yang terhambat
karena penanganan yang kurang baik pada unggas usia muda.

Penyakit ini

menyerang ayam muda yang berumur 2-3 minggu dengan cara menyerang saluran
pencernaan.

Tetapi tidak menutup kemungkinan ayam usia tua juga dapat

terserang namun secara umum sudah lebih tahan, karena telah mendapatkan
kekebalan/imunitas dari infeksi sebelumnya (Soulsby 1982).
Eimeria tenella menginfeksi unggas dengan cara menyerang dan merusak
epitel sekum, sehingga munculnya gejala diare berdarah pada unggas
mengindikasikan unggas tersebut terserang koksidiosis. Derajat keparahan pada
unggas yang terserang koksidiosis salah satunya dapat dideteksi dari keberadaan
ookista pada tinja ayam. Ookista yang terdapat pada tinja dapat dengan mudah
menyebar disekitar kandang dan menyebabkan infeksi terhadap ayam lain serta
mempunyai potensi reproduksi yang tinggi sehingga sangat sulit untuk
membebaskan ayam dari penyakit koksidiosis.
Beberapa upaya untuk menanggulangi koksidiosis dapat dilakukan dengan
menggunakan anticoccidia yang biasanya ditambahkan pada pakan sebagai
langkah pertama untuk mengontrol terjadinya koksidiosis yang dilakukan oleh
peternak ayam pedaging dan ayam petelur. Beberapa jenis anticoccidia yang
sering

digunakan,

diantaranya:

sulfaquinosalin,

sulfakloropromazin,

sulfakloropirazin, sulfanitran, sulfadimetoksalin, amprolium dan sulfonamid.
Namun upaya yang dilakukan untuk terus membuat atau menciptakan anticoccidia
baru menemui kendala dalam hal penggunaannya. Pemberian dosis yang kurang
tepat dan pemberian yang terus menerus akan mengakibatkan galur ayam yang
resisten terhadap obat dan residu pada ayam serta mahalnya biaya pengobatan.
Kendala ini harus cepat diatasi dengan cara melakukan beberapa penelitian yang
bertujuan untuk mencari atau mencoba alternatif lain sebagai pengganti
anticoccidia tersebut. Salah satunya dengan penggunaan tanaman obat yang biasa
digunakan pada manusia.
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan tanaman yang sering
digunakan untuk obat. Sambiloto bukan tumbuhan asli Indonesia, diduga berasal
dari India.

Di India, sambiloto adalah tumbuhan liar yang digunakan untuk

mengobati penyakit diare dan malaria.

Kandungan andrografolid didalamnya

mampu meningkatkan fungsi sistem pertahanan tubuh seperti sel darah putih
untuk menyerang bakteri dan benda asing lainnya (imunomodulator), flavonoid
sebagai antiinflamasi, dan tanin sebagai antidiare (Anonim 2004). Menurut
Sastrapradja. (1978) tanaman sambiloto memiliki sifat antipiretik (penurun
demam), analgesik (penghilang rasa sakit), menghilangkan panas dalam,
detoksikan, anti radang dan detumescent (mengecilkan pembengkakan).
Pengembangan tanaman sambiloto sebagai obat anticoccidia sangat perlu
dilakukan dalam upaya mendapatkan obat anticoccidia yang tidak menimbulkan
efek resistensi, harganya relatif murah, mudah didapatkan, tidak meninggalkan
residu, dan aman bagi kesehatan ternak dan manusia yang mengkonsumsi produk
asal unggas.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak
sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan pelarut etanol dosis bertingkat
yang diberikan sebelum dan sesudah infeksi Eimeria tenella terhadap jumlah
produksi ookista pada tinja ayam.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Eimeria tenella
Klasifikasi
Menurut Levine (1985), Eimeria tenella diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Protista

Sub kingdom

: Protozoa

Filum

: Apicomplexa

Kelas

: Sporozoa

Ordo

: Eucocidiorida

Sub ordo

: Eimeriorina

Famili

: Eimeridae

Genus

: Eimeria

Spesies

: Eimeria tenella

Struktur dan Morfologi
Dari beberapa spesies coccidia, Eimeria tenella merupakan spesies yang
paling patogen pada unggas peliharaan. Distribusinya meluas hampir di seluruh
dunia, dan spesies ini mengalami tahap perkembangan di dalam sekum. Ookista
Eimeria sp dapat diidentifikasi melalui karakteristik morfologi berdasarkan
panjang dan lebar, indeks, bentuk dan warna, granul yang retraktil, ada tidaknya
mikrofil (residium), dan ada tidaknya residu (Levine 1985). Ookista E. tenella
bentuknya ovoid (bulat seperti telur) dengan dindingnya dilapisi oleh selaput yang
terdiri dari dua lapis yaitu lapisan luar, dan lapisan dalam dinding ookista.
Lapisan luar dinding ookista tersusun dari lapisan protein dan lemak,
sedangkan dinding ookista bagian dalam tersusun dari senyawa protein tanin dan
kinin. Bentuk lapisan dari dinding ookista ini dapat di lihat dengan menggunakan
scanning electron microscope (SEM). Dindingnya rata, halus, dan tidak dijumpai
adanya mikropil (residium) yang ditutupi oleh topi mikropil sebagai petunjuk

untuk meperlihatkan ciri bahwa ookistanya bipolar (Doens-juteau dan Senaud
1974 dalam Mouafo et al. 2000).
Ukuran ookista mempunyai panjang: 14,2 μm - 31 μm dengan rata-rata 22,9
μm, dan lebar: 9,5μm - 24,8 μm dengan rata-rata 19,6 μm (Levine 1985).

Gambar 1 Ookista Eimeria sp yang bersporulasi.
(Levine, 1985)
Waktu yang diperlukan untuk menjadi ookista bersporulasi adalah 18 jam pada
suhu 29˚C, 21 jam pada suhu 26 ˚C - 28 ˚C, 24 jam pada suhu 20 ˚C - 24 ˚C, dan
24-40 jam pada suhu ruangan (suhu kamar). Sedangkan pada suhu di bawah 8 ˚C
tidak terjadi sporulasi (Levine 1985).

Ookista mempunyai empat sporokista,

masing-masing sporokista berisi dua sporozoit yang terdapat di dalam ookista.
Sporokista mempunyai kenop yaitu benda stieda yang terdapat pada salah-satu
ujungnya dan benda substieda dibawahnya.

Sporozoit yang berada di dalam

sporokista bentuknya memanjang dengan satu ujungnya membulat dan ujung
yang lain (ujung anterior) meruncing, mirip seperti sosis. Di dalam sporozoit
terdapat bulatan-bulatan kecil yang terang bersifat seperti protein yang disebut
benda-benda refraktil, dan bulatan-bulatan kecil eosinofilik yang fungsinya belum
jelas diketahui (Levine 1985).
Merozoit dan sporozoit yang terbentuk di dalam tubuh induk semang
mempunyai suatu bentuk komplek yang apikal. Didalamnya terdapat karbohidrat

yang tersimpan sebagai benda kecil dalam bentuk amilopektin dengan panjang
rantainya kira-kira 20 residu glukosa (Levine 1985). Masing-masing sporozoit
ditutupi oleh suatu pelikle yang terdiri dari selaput pembatas luar yang kontiniu
(tidak terputus) dan selaput dalam yang berakhir pada cincin polar. Kedua selaput
tersebut masing-masing memiliki 22-26 mikrotubule subpelikuler yaitu suatu
konoid yang terdiri dari mikrotubule-mikrotubule yang tersusun seperti bentuk
spiral, satu atau dua cincin di anterior konoid, satu cincin polar, inti dengan atau
tanpa nukleus, rhopthris, mikronema-mikronema, bulatan-bulatan kecil terang,
RE, alat golgi, mitokondria dengan kristal tubular, mikropore-mikropore, bendabenda seperti lipoid, benda-benda oval polisakkarida (amylopektin), dan ribosomribosom.

Siklus Hidup
Eimeria tenella mengalami perkembangan siklus hidup secara lengkap di
dalam dan di luar tubuh induk semangnya, atau disebut dengan stadium
endogenous dan stadium eksogenous. Stadium endogenous terjadi di dalam tubuh
induk semang meliputi tahap seksual (gametogoni) dan tahap aseksual
(merogoni/skizogoni). Stadium eksogenous terjadi di luar tubuh induk semang
meliputi sporogoni yang merupakan stadium pembentukan spora (Levine 1985).
Ookista-ookista yang keluar bersama tinja pada umumnya sudah
mempunyai satu sel, yang disebut sporont (Roberts dan Schimdt 2000). Sporont
dengan selnya yang diploid mengalami reduksi sehingga membentuk benda polar
(kutub) yang refraktil. Sporont mengalami proses pembelahan dan membentuk
empat sporoblast yang masing-masing akan berkembang menjadi sporokista
kemudian di dalam setiap sporokista akan berkembang dua sporozoit. Sporont
akan berkembang menjadi sporokista dan sporozoit dengan bantuan oksigen yang
cukup dari lingkungan. Proses perkembangan sporont menjadi sporokista dan
sporozoit disebut dengan sporogoni atau sering dinamakan dengan sporulasi.
Proses sporulasi berlangsung selama 48 jam pada kondisi suhu lingkungan (suhu
kamar).

Pada tahap ini ookista dinamakan dengan ookista yang sudah

bersporulasi yaitu ookista yang sudah memasuki stadium infektif.

Ookista-

ookista yang sudah infektif yang terdapat pada tinja ayam akan mengkontaminasi

pakan dan air minum sehingga termakan oleh ayam. Ookista yang sudah berada
disaluran pencernaan ayam akan mengalami proses ekskistasi akibat pengaruh
keberadaan enzim pencernaan misalnya, garam empedu, dan enzim tripsin (Ikeda
1960 dalam Soulsby 1982).

Di dalam usus halus ookista akan pecah dan

mengeluarkan sporokista, kemudian sporokista akan mengeluarkan sporozoitsporozoit dan masuk ke dalam sel-sel epitel usus. Sporozoit yang berada di sel-sel
epitel usus akan berkembang menjadi meron generasi I.

Gambar 2 Siklus hidup Eimeria tenella.
(Fanatico, 2006)
Keterangan: A. Sporokista akan bebas dan terpapar oleh enzim (tripsin). B. Sporozoit
yang dihasilkan kemudian dibebaskan, sporozoit ini dikarakteristikkan dengan tipe
organelnya. 1. Sporozoit-sporozoit bergerak secara aktif dan memasuki sel epitel untuk
perkembangannya. 2. Pertama di intraseluler, sporozoit akan membulat dan berkembang
menjadi skizon generasi pertama. 3. Bentuk merozoit akan mengambil tempat bersama
skizon. 4. Dengan cara merusak sel inang, merozoit yang dilepaskan akan menginfeksi sel
epitel baru. 5. Kemudian berkembang menjadi skizon generasi kedua. Merozoit generasi
ini berbeda dalam ukuran dan jumlahnya. 6. Merozoit generasi kedua yang dilepaskan
akan berkembang menjadi skizon generasi ketiga. 7. Jantan yang disebut mikrogamet. 8.
Betina yang disebut makrogamet. 9 dan 10. Proses fertilisasi, mikrogamet memasuki
makrogamet secara aktif membentuk zigot intraseluler. 11. Zigot berubah menjadi ookista
yang merusak sel inang, dan ookista akan keluar bersama tinja. 12. Sporulasi akan terjadi
ditempat yang hangat dan lembab.

Proses perkembangbiakan sporozoit menjadi meron generasi I di dalam sel
induk semang terjadi secara aseksual (endopolygeny, merogoni, skizogoni)

sehingga memungkinkan untuk setiap meron akan membentuk kira-kira 900
merozoit generasi I dengan panjang kira-kira 2-4 μm. Meront berasal dari kata
yunani yaitu meros yang berarti suatu bagian. Kira-kira 2,5-3 hari setelah infeksi
merozoit generasi pertama sudah berada di lumen sekum dan akan menyebabkan
kerusakan pada sel induk semang.

Merozoit generasi pertama yang masih

bertahan hidup akan masuk ke dalam sel epitel sekum yang baru untuk
menginisiasi berkembangnya merozoit generasi II.

Merozoit generasi I ini

tumbuh dan membelah menjadi 200-350 merozoit generasi II yang terletak di atas
inti sel induk semang dengan panjang sekitar 16 µ, dan ditemukan lima hari
setelah inokulasi.
Beberapa merozoit generasi II masuk ke dalam sel-sel epitel usus yang baru,
tumbuh dan berkembang membentuk meron-meron generasi III yang letaknya di
bawah inti sel induk semang dengan menghasilkan 4-30 meron dengan panjang 7
μm. Sisa merozoit generai II akan ditelan dan dicerna oleh makrofag (Levine
1985). Merozoit-merozoit generasi III masuk ke dalam sel epitel sekum yang
baru dari induk semang dan memulai fase seksual yang dikenal sebagai
gametogoni (levine 1985). Merozoit akan berubah menjadi makrogamet (gamet
betina) dan mikrogamet (gamet jantan) yang terletak di bawah inti sel.
Mikrogametosit menghasilkan banyak mikrogamet yang berflagella, motil, dan
bermigrasi ke makrogamet, sedangkan makrogametosit akan berkembang menjadi
satu makrogamet. Melalui penguncupan, mikrogamet berflagella ini melepaskan
diri dari mikrogametosit, membuahi makrogamet dan terbentuklah zigot. Zigot
lalu mengelilingi dirinya sendiri dengan sebuah dinding yang tebal dan menjadi
ookista muda yang terjadi pada hari keenam setelah infeksi. Ookista-ookista
kemudian keluar dari sel-sel induk semang, masuk ke dalam rongga usus dan
keluar bersama tinja. Jika tidak terjadi reinfeksi, infeksi-infeksi coccidia bersifat
membatasi diri (self-limiting).
Masa prepaten yaitu dari saat inokulasi sampai timbulnya ookista pertama
dalam tinja sekitar tujuh hari.

Mulai saat itu ookista-ookista akan terus

dikeluarkan dalam beberapa hari karena sporozoit-sporozoit yang dihasilkan tidak
semuanya segera masuk ke dalam sel-sel induk semang, akan tetapi dapat tinggal
dirongga usus untuk beberapa lama, dan juga akibat tertahannya ookista di dalam

sekum untuk beberapa hari sebelum isi sekum dikeluarkan.

Jumlah ookista-

ookista yang dihasilkan di dalam tinja ayam untuk setiap ookista yang dimakan,
tergantung kepada jumlah generasi merozoit dan jumlah merozoit pada setiap
generasi, dosis infeksi, sistim imun induk semang, dan umur induk semang
(Tampuboon 1996). Satu ookista Eimeria tenella berisi delapan sporozoit dan
secara teori dapat menghasilkan 2,52 juta merozoit-merozoit generasi II (8 x 900 x
350), masing-masing merozoit dapat berkembang menjadi makrogamet atau
mikrogamet. Akan tetapi jumlah ookista yang benar-benar dihasilkan oleh setiap
ookista yang dimakan akan sangat lebih rendah dari yang dihasilkan secara
teoritis. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, kekebalan,
dan dosis infeksi sangat berpengaruh terhadap kemampuan produksi ookista.
Menurut (Hall 1934 dalam Levine 1985) makin besar dosis infeksi, makin
sedikit jumlah ookista yang dihasilkan oleh tiap ookista yang dimakan, dan jika
dosis infeksi terlalu kecil jumlah ookista yang dihasilkan juga relatif sedikit.
Jumlah ookista yang dihasilkan jika dosis infeksinya enam ookista adalah
1.455.000, jika dosis infeksinya 150 ookista menghasilkan 1.029.666 ookista, jika
dosis infeksinya adalah 2000 ookista, menghasilkan 144.150 ookista, dan jika
dosis infeksinya adalah satu ookista menghasilkan 62.000 ookista, (Hall 1934
dalam Levine 1985).
Umur induk semang juga sangat berpengaruh terhadap jumlah ookista yang
dihasilkan. (Rose 1967 dalam Levine 1985) melaporkan bahwa pada anak ayam
dibawah umur satu minggu yang diinfeksi dengan dosis 500 ookista menghasilkan
36.400 ookista untuk setiap ookista yang diberikan, infeksi dengan 5000 ookista
menghasilkan 20.300 ookista , dan infeksi dengan 50.000 ookista menghasilkan
103 ookista. Pada anak ayam diatas umur dua minggu dengan dosis infeksi yang
sama seperti pada anak ayam dibawah umur satu minggu berturut-turut
menghasilkan ookista sebanyak: 41.000, 15.700, dan 1500 ookista untuk setiap
ookista yang diinfeksi.

Semua faktor yang menyebabkan kejadian ini belum

sepenuhnya diketahui, beberapa diantaranya dapat dipengaruhi oleh sistim imun,
jumlah sel epitel yang sedikit, kerusakan sel-sel epitel, peningkatan motilitas usus,
diare yang menyebabkan pengeluaran merozoit sebelum mencapai sel induk

semang, serta terperangkapnya merozoit-merozoit di dalam reruntuhan sel (Levine
1985).

Patogenesa E. tenella
Eimeria tenella merupakan salah satu spesies dari coccidia yang paling
patogen terutama pada unggas, hal ini dibuktikan dengan percobaan yang
dilakukan dengan menginokulasikan 100 ribu ookista yang bersporulasi pada
ayam sudah dapat menyebabkan kesakitan, kematian, dan penurunan berat badan
yang sangat drastis.

Inokulasi dengan 1000-3000 ookista cukup untuk

menyebabkan diare berdarah pada tinja dan gangguan lain yang dapat
menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar akibat dari infeksi.
Patogenisitasnya dapat menyebabkan hewan mati dengan sangat cepat dan bahkan
reaksi yang ditimbulkan pada saat infeksi tidak kelihatan.

Menurut Levine

(1985), patogenitas koksidiosis disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: jumlah sel
induk semang yang rusak, besarnya dosis infeksi ookista, patogenitas galur
koksidia, ras, umur ayam, status gizi, stress, lokasi parasit di dalam jaringan, atau
di dalam sel induk semang, derajat dan waktu reinfeksi serta derajat imunitas yang
diperoleh atau imunitas alami induk semang.
Koksidiosis yang disebabkan oleh Eimeria tenella pada umumnya terjadi
pada ayam usia muda dengan umur kira-kira 3-4 minggu. Unggas dengan umur
1-2 minggu cenderung lebih tahan (Gardiner 1955 dalam Soulsby 1982). Akan
tetapi anak ayam umur satu hari dapat juga terinfeksi (Soulsby 1982).
Kemungkinan untuk menginfeksi ayam dengan usia tua juga dapat terjadi tetapi
secara umum sudah lebih tahan karena sudah mendapat kekebalan dari infeksi
sebelumnya. Infeksi terjadi pada saat ayam memakan ookista yang bersporulasi.
Infeksi didapat dari pakan yang terkontaminasi, air minum, ookista yang ada
dalam lantai, dari debu yang berterbangan, pakaian kandang, sepatu kandang,
hewan lain dan manusia.
Koksidiosis merupakan penyakit feedlot (kandang) yaitu parasit yang timbul
sebagai hasil monokultur dari pemeliharaan hewan pada saat dikurung
(dikandangkan) yang memungkinkan terjadinya peningkatan dosis yang sangat
cepat.

Sehingga Eimeria tenella yang menyerang hewan liar tidak bersifat

patogenik (Levine 1985). Hewan yang sembuh dari infeksi akan membentuk
imunitas terhadap spesies yang menginfeksi, akan tetapi imunitas ini tidak
selamanya dapat bertahan sehingga memungkinkan terjadinya reinfeksi (infeksi
kembali) yang menyebabkan terjadinya infeksi ringan yang tidak merusak
jaringan induk semang melainkan dapat menjadi sumber infeksi untuk hewan
muda.

Gejala Klinis
Gejala klinis umumnya muncul ketika terjadi infeksi yang sangat parah
yang terjadi dalam waktu yang sangat pendek. Penelitian yang dilakukan oleh
Gardiner (1955) terhadap jumlah ookista yang dibutuhkan untuk dapat
menimbulkan gejala klinis pada ayam yang diinfeksi Eimeria tenella menyatakan
bahwa, infeksi dengan 200 ribu ookista pada ayam umur 1-2 minggu dapat
menyebabkan kematian, infeksi dengan 50-100 ribu ookista pada burung umur
beberapa minggu sudah dapat menyebabkan kematian.

Infeksi dapat

menyebabkan terjadinya diare. Diare yang ditimbulkan oleh Eimeria tenella bisa
ditandai dengan ada atau tidaknya darah dalam tinja tergantung dari hebatnya
infeksi yang terjadi (Levine 1985).
Gejala klinis pada ayam yang terinfeksi coccidia bervariasi, tergantung pada
umur ayam yang terserang, jenis ayam, dan jenis parasit yang menyerang (Retno
et al. 1998). Anak ayam yang terinfeksi akan terlihat sangat lesu, pucat, sayap
terkulai, mata sering dipejamkan, nafsu makan menurun, kotoran encer berwarna
coklat campur darah, bulu-bulu sekitar anus kotor, ayam bergerombol ditepi atau
disudut kandang.

Tingkat mortalitas pada anak ayam dapat mencapai 70%.

Ayam dewasa yang terinfeksi akan terlihat pucat, kurus, nafsu makan menurun,
sayap terkulai, bahkan kotoran encer berwarna coklat bercampur darah. Infeksi
yang terjadi pada ayam petelur akan memperlihatkan produksi telur yang
menurun, bahkan terhenti sama sekali (Murtidjo 1992). Sedangkan pada ayam
pedaging umur muda akan terlihat pertambahan bobot badan yang sangat lambat,
dan pada ayam pedaging dewasa akan terlihat penurunan bobot badan yang sangat
drastis.

Gambar 3 Ayam yang terserang koksidiosis.
(Fanatico, 2006)
Menurut Soulsby (1982) gangguan umum yang terlihat setelah infeksi
terjadi sekitar 72 jam adalah: Ayam lesu, nafsu makan menurun atau bahkan
berhenti makan, ayam bergerombol, berat badan menurun, nafsu minum
meningkat, nafsu makan menurun, bulu kusam dan pucat. Hari keempat setelah
infeksi ayam mulai mengeluarkan tinja yang disertai darah, hari kelima sampai
hari keenam setelah infeksi terjadi perdarahan hebat. Hari kedelapan sampai hari
kesembilan setelah infeksi ayam biasanya akan mati dan apabila masih bertahan
hidup akan mengalami tahap persembuhan.
Angka kematian paling tinggi terjadi pada hari keempat sampai hari keenam
setelah infeksi. Pada saat itu skizon generasi II akan matang dan berkembang

dilapisan dalam lamina propria yang merupakan tahap yang paling patogen karena
dapat menyebabkan kerusakan mukosa, akibat skizon dewasa mengeluarkan
merozoit (Calnek et al. 1997). Kematian ini disebabkan karena ayam kehilangan
darah dalam jumlah yang besar.
Tabel 1 Beberapa spesies Eimeria yang penting pada ayam (Permin et al. dalam
Dakpogan et al. 2005)
Spesies

Habitat

Sifat kerusakan

WMS WMPP Gejala
klinis

E. brunetti

E. necatrix

Posterior usus

Enteritis berdarah,

halus

nekrosis mukosa

Usus halus

Usus seperti balon,

120

18

Diare
berdarah

138

18

Dehidrasi

115

18

Anemia

97

17

Penurunan

adanya titik-titik
putih, hemoragi
petekhi pada mukosa
usus
E. tenella

Sekum

Perdarahan didalam
lumen, penebalan
mukosa, terdapat
sel-sel darah yang
sudah membeku

E.acervulina Posterior usus

E. maxima

Penebalan dinding

halus

usus

Usus halus

Penebalan dinding

berat badan

121

30

Hilang

usus, eksudasi

nafsu

mukoid, dan

makan dan

hemoragi petekhi

minum

Keterangan:
WMS : waktu minimum untuk bersporulasi
WMPP : waktu minimum untuk periode prepaten

Pengendalian
Usaha pengendalian terhadap koksidiosis dapat dilakukan dengan cara
perbaikan sanitasi, manajemen peternakan yang baik, pemberian pakan alami, dan
dengan cara pemberian vaksin (vaksinasi).

Manajemen Peternakan
Manajemen peternakan sangat berperan dalam mencegah terjadinya
penyebaran koksidiosis pada unggas terutama sebelum adanya penggunaan
koksidiostat.

Hal ini disebabkan oleh sifat ookista coccidia yang mudah

menyebar dan dapat ditemukan dimana-mana di sekitar kandang, serta potensi
reproduksinya yang sangat tinggi, sehingga sangat sulit untuk membebaskan
unggas dari serangan koksidiosis.

Manajemen peternakan yang baik dapat

dilakukan dengan memperhatikan terhadap, ketersediaan pakan dan minum yang
cukup, sistem perkandangan, ventilasi yang baik, kepadatan kandang, manajemen
pemeliharaan, lokasi tempat pemeliharaan, serta kebersihan tempat pakan, minum,
dan lantai kandang.

Sanitasi
Penggunaan desinfektan yang tidak efektif untuk membunuh coccidia
menyebabkan pengendaliannya difokuskan untuk mencegah penyebaran ookista
dengan menjaga kebersihan, dan sanitasi. Sanitasi kandang dapat dijaga dengan
beberapa cara misalnya menempatkan tempat pakan dan minum lebih tinggi dari
lantai, membersihkan tempat pakan dan minum sesering mungkin, memisahkan
ayam tua dari ayam muda /anak ayam, serta mengganti alas lantai yang lama
dengan menambahkan alas lantai (sekam) yang baru.

Kebersihan Lantai Kandang
Lantai kandang yang kering dan bersih akan mencegah atau mengurangi
terjadinya sporulasi ookista yang menyukai lingkungan yang basah, lembab, dan
kotor. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi sumber panas yang ditempatkan
di dalam kandang, ventilasi yang baik agar udara bebas keluar-masuk kandang,
sehingga mempercepat pengeringan lantai yang basah akibat tumpahan air minum
serta membebaskan amoniak yang terdapat pada litter yang lembab dan juga gasgas lain yang membahayakan kesehatan ayam.

Pemberian Pakan Alami
Untuk meningkatkan kekebalan dan kesehatan ternaknya beberapa peternak
melakukannya dengan cara memberikan makanan alami pada ternaknya misalnya
memberikan susu mentah, yogurt (susu fermentasi), air perasan apel (sari buah
apel), juga probiotik lainnya, yang dipercaya bahwa mikroba yang terkandung
didalamnya dapat mencegah/ melawan koksidiosis (Fanatico 2006). Selain itu
bakteri dan mikroorganisme yang terdapat di dalam probiotik berfungsi
meningkatkan kesehatan saluran cerna sehingga membantu mengurangi dampak
yang disebabkan oleh infeksi coccidia.

Pemberian Vaksin
Penanganan koksidiosis dengan melakukan vaksinasi merupakan hal yang
sangat penting karena kontrol dengan cara meningkatkan sistem kekebalan ini
diakui sebagai cara praktis untuk pengendalian terhadap koksidiosis dalam
peternakan skala besar (Chapman 2000). Jenis vaksin yang digunakan dapat
berupa vaksin yang sudah dimatikan (Attenuate Vaccine), dan vaksin hidup yang
hanya dilemahkan (Nonattenuate Vaccine). Beberapa vaksin hidup yang biasa
digunakan misalnya coccivac, im

Dokumen yang terkait

Pemberian ekstrak air sambiloto (Andrographis paniculata) terhadap kadar hemoglobin dan hematokrit ayam yang diinfeksi Eimeria tenella

0 9 4

Pengaruh infusa meniran (Phyllanthus niruri Linn.) konsentrasi bertingkat terhadap produksi ookista Eimeria tenella pada tinja ayam

0 9 47

Gambaran sel radang sekum ayam yang diinfeksi Eimeria tenella setelah pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata) dalam pelarut air dosis bertingkat

0 9 53

Pengaruh pemberian ekstrak sambiloto (Andographis paniculata Nees) dengan pelarut metanol terhadap bobot badan dan konversi pakan ayam yang diinfeksi Eimeria tenella

0 14 46

Pengaruh pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata) dengan pelarut air terhadap pertambahan bobot badan dan konversi pakan ayam pedaging yang diinfeksi Eimeria tenella

0 10 43

Diferensial Leukosit Ayam Pedaging Setelah Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat Sebelum Diinfeksi Eimeria tenella

0 12 77

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Dosis Bertingkat diberikan saat Diinfeksi Eimeria tenella terhadap Jumlah Ookista pada Tinja Ayam

0 11 65

Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis Paniculata, Nees) Dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat Diberikan Saat Infeksi Eimeria Tenella Terhadap Penampilan Ayam Pedaging

0 20 70

Pengaruh Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata nees) dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat terhadap Penampilan Ayam Pedaging yang Diinfeksi Eimeria tenella

2 27 61

PENGGUNAAN FUNGSI ANTIOKSIDAN DARI SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) SEBAGAI IMBUHAN PAKAN TERHADAP PERFORMA AYAM DIINFEKSI Eimeria tenella.

0 0 1