ANALISIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK WARIS PADA MASYARAKAT MINANGKABAU DI PERANTAUAN

(1)

ANALISIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK WARIS PADA MASYARAKAT

MINANGKABAU DI PERANTAUAN

(Studi pada Masyarakat Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan

Oleh

RIKO FERNANDO

Adat Minangkabau menganut sistem matrilinial atau menganut garis ibu, sehingga harta kekayaan milik orang tua akan diwariskan kepada anak perempuan sebagai ahli warisnya. Dalam upaya menanamkan pemahaman kepada anak mengenai sistem adat tersebut maka diperlukan proses komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam keluarga. Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi yang efektif, karena dalam prosesnya komunikasi yang dilakukan komunikator dan komunikan berlangsung dalam konteks tatap muka (face to face communication), sehingga lebih menjamin kredibilitas dan keefektifannya.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan?” Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan


(2)

Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi. Data selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan tahapan reduksi data, display atau penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak waris pada masyarakat adat Minangkabau di perantauan meliputi: (1) Konteks tatap muka dalam komunikasi orang tua dan anak, di mana komunikasi dilaksanakan secara langsung dalam bentuk percakapan atau dialog secara dua arah oleh orang tua kepada anak yang telah dianggap bisa memahami masalah pewarisan harta dalam adat Minangkabau (2) Pesan komunikasi antarpribadi berisi hal-hal yang berkaitan dengan sistem kebudayaan matrilinial dalam adat Minangkabau, jenis-jenis harta waris dalam kebudayaan Minangkabau dan konsep mamak kemenakan dalam adat Minangkabau (3) Tujuan komunikasi antarpribadi adalah agar anak memiliki pemahaman mengenai sistem matrilinial, pewarisan harta dalam kebudayaan Minangkabau dan konsep mamak kemenakan dalam adat Minangkabau (4) Peran komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak waris pada masyarakat adat Minangkabau di perantauan adalah untuk menanamkan pemahaman pada anak bahwa menurut hukum waris adat Minangkabau harta waris diberikan kepada anak perempuan sesuai dengan sistem matrilinial.


(3)

ANALISIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK WARIS PADA MASYARAKAT

MINANGKABAU DI PERANTAUAN

(Studi pada Masyarakat Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan

Oleh

RIKO FERNANDO

Adat Minangkabau menganut sistem matrilinial atau menganut garis ibu, sehingga harta kekayaan milik orang tua akan diwariskan kepada anak perempuan sebagai ahli warisnya. Dalam upaya menanamkan pemahaman kepada anak mengenai sistem adat tersebut maka diperlukan proses komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam keluarga. Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi yang efektif, karena dalam prosesnya komunikasi yang dilakukan komunikator dan komunikan berlangsung dalam konteks tatap muka (face to face communication), sehingga lebih menjamin kredibilitas dan keefektifannya.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan WayUrang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan?” Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis komunikasi antarpribadi orang


(4)

Tipe penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan mengambil informan yaitu tiga orang tua dan tiga anak Suku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi. Data selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan tahapan reduksi data, display atau penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak waris pada masyarakat adat Minangkabau di perantauan meliputi: (1) Konteks tatap muka dalam komunikasi orang tua dan anak, di mana komunikasi dilaksanakan secara langsung dalam bentuk percakapan atau dialog secara dua arah oleh orang tua kepada anak yang telah dianggap bisa memahami masalah pewarisan harta dalam adat Minangkabau (2) Pesan komunikasi antarpribadi berisi hal-hal yang berkaitan dengan sistem kebudayaan matrilinial dalam adat Minangkabau, jenis-jenis harta waris dalam kebudayaan Minangkabau dan konsep mamak kemenakan dalam adat Minangkabau (3) Tujuan komunikasi antarpribadi adalah agar anak memiliki pemahaman mengenai sistem matrilinial, pewarisan harta dalam kebudayaan Minangkabau dan konsep mamak kemenakan dalam adat Minangkabau (4) Peran komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak waris pada masyarakat adat Minangkabau di perantauan adalah untuk menanamkan pemahaman pada anak bahwa menurut hukum waris adat Minangkabau harta waris diberikan kepada anak perempuan sesuai dengan sistem matrilinial.


(5)

AN ANALISYS OF INTERPERSONAL COMMUNICATION BETWEEN PARENTS AND CHILDREN IN CONTEXT OF INHERITING GOODS

IN MINANGKABAU PEOPLE AT SETTLEMENT

(Studi on Minangkabau People at Subdistric of Way Urang District of Kalianda South Lampung Regency)

By

RIKO FERNANDO

Mingangkabau custom adherent matrilineal system or based on mother line, it means goods or properties will be inherited to their daughter as the inherit receivers. The effort to establish knowledge to son about thuis custom needed interpersonal communication pocess between parent and children. Interpersonal communication was a most effective communication form, because in it process, communication performed face to face context, than will be insured it credibility and effectivity.

The main issue of this research is: “How is interpersonal communication between parents and children in context of inheriting goods in Minangkabau people at Subdistric of Way Urang District of Kalianda South Lampung Regency?” The purpose of this research is to describe the interpersonal communication between parents and children in context of inheriting goods in Minangkabau people at Subdistric of Way Urang District of Kalianda South Lampung Regency.


(6)

South Lampung Regency. Data collecting technique conducted by interview, library research and documentation. Than data analyzed qualitatively by phases data reduction, data display and verifiction.

The results of this study indicate that the interpersonal communication of parents and children in the context of inheritance rights in traditional Minangkabau society in the overseas include: (1) Face to face context in the parent and child communication, where communication is carried out directly in the form of a conversation or dialogue, in both directions by parents to children who have been deemed able to understand the problem of inheritance of property by a traditional Minangkabau (2) Interpersonal communication message contains things related to the indigenous cultural system of matrilineal Minangkabau, the types of property inheritance in Minangkabau culture and the concept of uncle-niece in customary Minangkabau (3) The purpose of interpersonal communication is that children have an understanding of matrilineal systems, inheritance of property by a Minangkabau culture and the concept of uncle- niece in Minangkabau custom (4) the role of interpersonal communication of parents and children in the context of inheritance rights in traditional Minangkabau society in overseas is to instill an understanding in children that according to customary inheritance law Minangkabau estate given to girls in accordance with the matrilineal system.


(7)

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada umunmya sistem kekerabatan suku bangsa yang ada di Indonesia menarik garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat Minangkabau sistem kekerabatan yang dianut adalah sistem matrilinal, yaitu menarik garis keturunan berdasarkan garis ibu. Seorang terniasuk anak dari ibunya dan bukan keluarga ayahnya. Seorang ayah di keluarga Minangkabau berada di luar keluarga anak istrinya.

Anak laki-laki muda (remaja) dalam masyarakat Minangkabau disebut bujang. Di rumah orang tuanya, ia memiliki status sosial yang lemah. Di samping tidak berhak memiliki harta pusaka yang diwarisi secara turun menurun, juga tidak memperoleh fasilitas yang sama dengau saudaranya yang perempuan. Seperti yang dikemukakan oleh Hamka (1985: 25) bahwa pada hakikatnya orang laki-laki Minangkabau amat sengsara, dia tidak mempunyai tempat tinggal di rumah ibunya, yaitu sampai umur 6 tahun. Lepas dari itu, dia sudah mesti tidur di surau bersama-sama temannya sambil belajar mengaji Alquran. Malu benar bagi orang Minang yang asli, tidur di rumah apabila telah pandai melangkah ke surau.


(8)

Ada dua jalan yang dapat ditempuh oleh anak laki-laki Minang untuk lepas dari kaidah adat tersebut, yaitu berumah tangga atau merantau, dan bagi yang belum mampu berumah tangga hanya tersedia satu jalan yaitu merantau. Hak waris dalam Suku Minangkabau adalah menganut sistem matrilinial yang berarti menarik garis dari ibu. Menurut adat Suku Minangkabau pewaris merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukan orang yang mengalihkan harta kekayaan yang dimilikinya kepada pada warisnya setelah meninggal dunia. Hal ini ditegaskan bahwa pewaris adalah orang yang mempunyai harta warisan (Hadikusuma, 1980: 24).

Untuk menentukan siapa saja yang bukan menjadi ahli waris dalam suku Minangkabau dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:

1. Kelompok garis keturunan, yaitu garis-garis yang menentukan urutan-urutan keutamaan diantara golongan-golongan dalam keluarga pewaris. Kelompok garis keturunan ini adalah orang yang masih mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Kelompok garis keutamaan ini pun diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu:

a. Golongan keutamaan I, yaitu : Keturunan pewaris b. Golongan keutamaan II, yaitu : Orang tua pewaris

c. Golongan keutamaan III, yaitu : Saudara-saudara pewaris dan keturunannya

d. Golongan keutamaan IV, yaitu : Kakek dan nenck pewaris

Pada kelompok garis keturunan ini pada kelompok di atasnya lebih diprioritaskan dibandingkan kelompok di bawahnya.


(9)

2. Kelompok garis pengganti, yaitu garis hukum yang bertujuan untuk menentukan siapa diantara orang-orang yang hubungan dengan pewaris tidak dihalangi orang lain. Misalnya antar pewaris dengan cucunya, jika anak dari pewaris (bapak dari cucu tersebut) telah meninggal dunia, maka cucu tersebut adalah sebagai ahli waris pengganti ayahnya. Anak-anak laki-laki dari seorang ahli waris pengganti tempat, seandainya yang meninggal dunia itu tidak mempunyai anak laki-laki maka bagian itu jatuh kepada kakeknya atau bapak yang mewariskan (Soehadi dan Dijk 1979:45).

Harta peninggalan dalam suku Minangkabau adalah semua harta kekayaan yang diteruskan orang tua selaku pewaris kepada ahli warisnya, ketika pewaris telah meninggal dunia. Pada masyarakat Minangkabau, harta peninggalan diwariskan kepada anak-anak yang berjenis kelamin perempuan dan hal ini telah ditetapkan dalam hukum adat Minangkabau. Adapun benda-benda yang diwariskan itu berupa rumah, kebun ataupun sawah yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan menurut adat. Apabila ditinjau dari segi asal usulnya, harta peninggalan tersebut dapat dikategorikan sebagai harta pusaka, harta bawaan, dan harta mata pencarian.

Dalam masyarakat Minangkabau, keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan seorang anak yang kemudian berkembang menjadi remaja, tempat belajar dan menyatakan diri sebagai makluk sosial. Sebagai sebuah sistem sosial, keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak agar memiliki fungsi masing-masing dan setiap anggota keluarga harus mengadakan koordinasi dan penyesuaian terhadap semua anggota keluarga. Menurut Hadotono (1986: 18), suasana


(10)

keluarga terutama komunikasi antara anggota mempunyai pengaruh besar tertiadap perkembangan anak. Hal tersebut merupakan tantangan besar dalam komunikasi antarpribadi dalam keluarga. Semua aspek kepribadian anak akan terbentuk melalui interaksi dari faktor-faktor yang ada di sekitarnya.

Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor keluarga, khususnya suasana komunikasi antar angggota keluarga, karena faktor inilah yang berperan pertama kali dalam mempengaruhi dan membentuk kepribadian anak. Suasana komunikasi antarpribadi dalam keluarga itu sendiri dapat dilihat pada sistem keluarga terbuka dan tertutup. Terkait dengan komunikasi dalam keluarga Effendy (2000: 18), mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah bentuk komunikasi yang efektif, karena dalam prosesnya komunikasi yang dilakukan komunikator dan komunikan berlangsung dalam konteks tatap muka (face to face communication), sehingga lebih menjamin kredibilitas dan keefektifannya.

Menurut N.M. Rangkoto, Dt. Bandaro (1984: 12), potensi konflik dalam Suku Minangkabau adalah tentang pembagian hak wars anak laki-laki tidak dapat memperoleh warisan ketika orang tuanya meninggal dunia. Kalaupun ada, hal tersebut diperoleh dari sebagian orang tuanya, mereka berdasarkan kesepakatan dari pemuka-pemuka adat yang disebut dengan ninik mamak. Dengan demikian, sebagai ahli warts dalam suku Minangkabau adalah anak perempuan saja.

Oleh karena itu sangat pentingnya dilakukan komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam lingkup keluarga inti, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, melalui percakapan, sikap atau perilaku dalam menyampaikan pesan-pesan


(11)

mengenai sistem pewarisan harta dalam adat Minangkabau. Penekanan komunikasi dalam konteks ini dilakukan pada anak laki-laki, agar anak laki-laki memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai dasar atau alasan hukum adat yang menggariskan bahwa harta warisan jatuh kepada anak perempuan.

Corak komunikasi yang dilakukan bersifat pribadi, yaitu mengenai kepentingan pribadi, yakni mengenai kepentingan pribadi pelaku komunikasi dan jugs mei:yangkut seluruh anggota kelompok sesuai dengan pesan dan kedudukannya dalam kelompok. Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang paling ampuh dalam mengubah sikap, pandangan dan perilaku (to change attitude, opinion and behaviuor) dibandingkan dengan komunikasi kelompok atau komunikasi bermedia (Effendy, 2000: 18).

Fenomena yang terjadi di Desa Way Urang di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan, yaitu masyarakat yang dominan Suku Minangkabau sudah mengalami pergeseran adat dan perubahan konsep kebudayaan yang tidak perlu mendapatkan posisi dominan. Berarti kebudayaan adalah sesuatu yang selalu dapat direvisi, diubah atau dimodifikasi menjadi bentuk resultan pada suatu waktu. Dalam konteks harta waris, adanya Suku Minangkabau di perantauan ini merupakan hal yang menarik untuk diteliti, sebab anak-anak di dalam keluarga suku Minangkabau cenderung lebih mengandalkan informasi dari orang tua mereka mengenai pembagian harta waris, dibandingkan dengan anak-anak yang lahir di Sumatera Barat. Di tanah kelahirannya sumber informasi mengenai pembagian harta waris ini sangat beragam, baik dari sekolah


(12)

(melalui muatan pendidikan lokal), lembaga-lembaga adat maupun dari tokoh-tokoh masyarakat adat Minangkabau.

Oleh karena itu, dalam fenomena ini yang sangat berperan penting, berubah atau bergesernya budaya yang terjadi disuku Minangkabau perantauan adalah adanya komunikasi antarpribadi yang efektif antara orang tua dan anak atau anak dan orang tua dalam sebuah keluarga, karena komunikasi antarpribadi bertujuan: a. Supaya pesan yang disampaikan itu dapat dimengerti, sebagai komunikator

harus mampu menjelaskan kepada komunikan dengan sebaik-baiknya dan tuntas, sehingga komunikan dapat dimengerti apa yang komunikator maksud. b. Supaya gagasan atau komunikator dapat diterima komunikan, maka

komunikator harus melakukan pendekatan kepada komunikan dan tidak memaksakan kehendak pada komunikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk menganalisis komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak wars pada masyarakat Minangkabau di perantauan. Penelitian ini akan dilakukan pada keluarga yang bersuku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Adapun pertimbangan penulis dalam menentukan lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

a. Penduduk di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan pada umumnya adalah pendatang. Data monografi kelurahan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa dari sebanyak 762 Kepala Keluarga (KK), terdapat 112 KK atau 14,70% penduduk yang bersuku Minangkabau. Selain itu terdapat berbagai suku lain seperti Lampung, Jawa, Batak, Palembang, Sunda dan Banten. Adanya KK bersuku Minangkabau ini


(13)

sangat menunjang pelaksanaan penelitian karena mereka merupakan sumber informasi utama yang dijadikan informan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

b. Berdasarkan wawancara prariset pada dua KK bersuku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan maka diketahui bahwa pada dasamya orang tua berupaya untuk membangun komunikasi antarpribadi dengan anak, khususnya ketika mereka telah memasuki usia yang dianggap dewasa untuk membicarakan masalah hak waris keluarga kepada anak perempuan (sistem matrilinial). Hal ini menunjukkan bahwa keluarga bersuku Minangkabau melaksanakan proses pewarisan budaya di dalam keluarga melalui proses komunikasi antarpribadi.

(Sumber: Prariset pada Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Juli 2010).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: "Bagaimanakah komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan?"

1.3 Tujian Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan


(14)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan memperkaya khasanah ilmu komunikasi tentang analisis komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak waris pada masyarakat Minangkabau di perantauan.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat diharapkan berguna bagi semua pihak dan sebagai tambahan referensi untuk penelitian-penelitian yang berhubungan dengan kajian mengenai komunikasi antarpribadi dan hak waris.


(15)

Dalam rangka mengadakan penelitian, perlu kiranya dikemukakan pandangan-pandangan teori pendukung yang merupakan landasan penelitian. Hal ini dimaksud agar peneliti tidak menyimpang dari masalah yang akan diteliti dan menjadi dasar yang sangat kuat. Berbagai pustaka yang menyangkut variabel penelitian yang penulis kemukakan sebagai berikut:

2.1 Pengertian Komunikasi

Kegiatan komunikasi dapat dikatakan bersifat sentral dalam kehidupan manusia bahkan mungkin sejak awal keberadaan manusia sendiri, nyaris semua kegiatan dalam kehidupan manusia membutuhkan komunikasi. Manusia pada dasarnya saling membutuhkan manusia lainnya dengan proses komunikasi hubungan itu akan menimbulkan pertemuan yang menghasilkan pesan maupun simbol. Komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan. Proses ini meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya secara lisan dan tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri atau menggunakan alat bantu di sekeliling kita untuk memperkaya sebuah pesan (Lileweri,2002: 3).


(16)

Menurut Susanto komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti. Lambang-lambang terikat pada unsur kebudayaan, tingkat pendidikan dan pengalaman seseorang (Mariana, 2005: 14).

Menurut Soekanto yang dikutip oleh Mariana (2005: 14), komunikasi diartikan bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwiijud pembicaraan, gerak-gerik badaniah atau sikap) perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang-orang tersebut, orang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain.

Menurut Gode (1969), komunikasi adalah suatu proses yang membuat adanya kebersamaan bagi dua atau lebih orang yang semula di monopoli oleh satu atau beberapa orang. Perumusan ini bermaksud bahwa komunikasi yang balk dan efektif, adalah komunikas; yang mampu menciptakan kebersamaan arti bagi orang-orang yang terlibat. Dengan kata lain komunikasi menekankan pada penggunaan infonnasi secara bersama atau penggunaan bersama. Komunikasi adalah proses saling membagi atau menggunakan infonnasi secara bersama dan bertalian antara pare peserta dalam proses infonmasi (Mariana, 2005: 14).

Komunikasi menekankan pada interaksi sosial melalui pesan, yang memberi tekanan pada pesan atau infonmasi, sebagai inti dari komunikasi, sebab yang digunakan bersama dalam komunikasi adalah infonmasi. Demikian pula tanpa pesan tak mungkin ada interaksi sosial (Arilin, 2006: 27).


(17)

Komunikasi juga merupakan sarana essensial interaksi manusia dalam kehidupan. Melalui komunikasi kita dapat mengetahui pikiran dan perasaan orang lain, sekaligus dapat menyampaikan pikiran dan perasaan kits pada orang lain. Lebih jauh lagi melalui komunikasi kits dapat mengupayakan perubahan-perubahan pada tingkah laku seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.

Oleh karena itu Janis dan Kelly (1953), mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lainnya (khalayak). Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut akan diperoleh kesamaan persepsi dan tujuan, atau rasa kebersamaan dan kesatuan, yang menggerakan mereka untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Lileweri, 2002: 3).

Dalam kaitan dengan hal ini Weaver (1949: 7), menyatakan bahwa komunikasi adalah saluran prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi orang lainnya dan Rueseh (1957: 5), memandang komunikasi sebagai suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam proses kehidupan (Effendy, 2000: 2).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat dinyatakan bahwa komunikasi merupakan proses sosial yang sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia, untuk mencukupi hidup, manusia perlu berkomunikasi. Pada umumnya aktivitas komunikasi ini diidentifikasi dengan aktivitas pendidikan, dikata demikian karena dalam proses komunikasi akan terjadi proses belajar seperti tukar menukar pengetahuan, baik yang sifatnya adat istiadat yang ada


(18)

dalam masyarakat tersebut, karena dalam masyarakat terdapat masalah-masalah yang kompleks.

Untuk mendukung terciptanya proses komunikasi yang terjadi antara orang tua dan anak dalam konteks hak waris di suku Minangkabau perlu diketahui dalam proses komunikasi adalah unsur-unsur atau komponon yang terlibat dalam proses komunikasi. Unsur-unsur atau komponen komunikasi tersebut adalah:

1. Komunikator

Komunikator adalah orang yang mengkomunikasikan atau menghubungkan suatu pesan kepada orang lain.

2. Pesan

Pesan yaitu berupa gagasan, pendapat dan sebagainya, yang sudah dituangkan dalam suatu bentuk, dan melalui lambang komunikasi diteruskan pada orang lain atau komunikan.

3. Media

Media merupakan sarana atau alat-alat atau saluran-saluran yang dipergunakan untuk menyaiurkan pesan yang dikomunikasikan.

4. Komunikan

Komunikan adalah orang-orang yang menerima pesan. 5. Efek

Efek adalah berbagai perubahan yang timbul pada diri komunkan disebabkan tegadinya kegiatan komunikasi.


(19)

2.1.1 Fungsi dan Tujuan Komunikasi

Komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas menurut A.W. Widjaja (1986: 12), bahwa fungsi komunikasi tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar menukar data, fakta dan ide, maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai berikut:

1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita, data, fakta dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti. 2. Sosialisasi (pemasyarakatan) penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang

memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai karyawan perusahaan yang efektif sehingga is sadar akan fungsi sosialnya sehingga is dapat aktif di dalam masyarakat.

3. Motivasi, menjelaskan tujuan perusahaan karyawan balk jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya berdasarkan tujuannya bersama.

4. Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong pengembangan intelektual, pembentuk watak dan pendidikan keterampilan dan kemahiran.

5. Hiburan, menyebarkan sinyal, simbol, suara dan image dari drama, taksi, kesenian, kesusastraan, musik, olahraga, permainan dan lain-lain untuk rekreasi, kesenangan kelompok dan individu.

6. Integrasi, menyediakan individu atau kelompok untuk mendapatkan berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka saling kenal dan mengerti juga menghargai kondisi, pandangan dan keinginan orang lain.


(20)

Tetapi dalam kehidupan sehari-hari sering terjadinya proses komunikasi antara komunikator yang dalam hal ini komunikator memiliki tujuan menyampaikan informasi atau pesan pada komunikan, seperti mendorong komunikan meminta ieformasi lebih lanjut, menerima suatu intruksi atau perintah dengan rela, atau dengan psikologis tertentu. Keefektifan seorang komunikator dapat dievaluasi damn hal pencapaian tujuan seseorang. Menurut A. W. Widjaja (1986: 10), umumnya komunikasi memiliki beberapa tujuan yaitu:

1. Supaya pesan yang disampaikan itu dapat dimengerti, sebagai komunikator harus mampu menjelaskan kepada komunikan dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga komunikan dapat mengerti apa yang komunikator maksud. 2. Memahami orang lain, sebagai seorang pemimpin harus mengetahui apa yang

menjadi aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkan.

3. Supaya gagasan atau komunikator dapat diterima komunikan, maka komunikator harus melakukan pendekatan kepada komunikan dan tidak memaksakan kehendak pada komunikan.

4. Menggerakkan komunikan untuk melakukan sesuatu, dengan demikian secara tidak langsung komunikator sudah mendorong dan memotivasi komunikan untuk melakukan sesuatu.

Proses komunikasi juga timbul karena dorongan kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi ketidakpastian bertindak secara efektif. Keefektifan proses komunikasi yang berhasil dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan komunikasi, dan tiga persyaratan komunikasi yang berhasil yaitu:


(21)

1. Attention(Perhatian)

Adanya perhatian yang diperoleh komunikan jika pesan dikirimkan oleh komunikator tetapi komunikan mengabaikan maka usaha komunikasi tersebut telah memenuhi kegagalan.

2. Comprehension(Pemahaman)

Keberhasilan komunikasi juga tergantung pada pemahaman komunikasi atas pesan yang diterimanya. Apabila komunikan tidak memahami isi pesan maka komunikator tidak mungkin dapat menjelaskan isi pesan tersebut dengan balk. 3. Acceptance(Penerimaan)

Penerimaan komunikan atas pesan dari komunikator, meskipun suatu pesan dipahami tetapi komunikan mungkin tidak yakin akan kebenaran informasi tersebut atau mempertanyakan apakah komunikator benar-benar mengerti apa yang dikatakannya maka usaha komunikasi tersebut belum berhasil (Effendy, 1992: 49).

2.1.2 Hambatan Komunikasi

Dalam berkomunikasi sering terjadi penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikannya tersebut tidak tercapai suatu pengertian, bahkan dapat menimbulkan salah pemahaman, dan sehingga pesan atau informasi tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima dengan balk, dikarenakan lambang atau bahasa yang digunakan tidak sama pengertiannyst antara apa yang dipergunakan komunikator dengan yang diterima komunikan atau hambatan-hambatan lainnya menyebabkan gangguan terhadap sistem kelancaran komunikasinya.


(22)

Menurut R. Kreitner (1989) dalam Effendy (2003: 14-16), ada empat macam hambatan yang dapat mengganggu dalam sistem komunikasi yaitu:

a. Hambatan dalam proses penyampaian(process barrier)

Hambatan di sini bisa datang dari pihak komunikatornya (sender barrier) yang mendapat kesulitan dalam penyampaian pesan-pesannya, tidak menguasai materi pesan dan belum memiliki kemampuan sebagai komunikator yang handal. Dan hambatan ini jugs dapat terjadi pada penerima pesan tersebut (receiver barrier), karena komunikan mengalami kesulitan untuk memahami pesan itu secara baik, sebagai akibat rendahnya tingkat penguasaan bahasa, pengetahuan, intelektual, dan lain sebagainya.

b. Hambatan secara fisik(physichal barrier)

Sarana fisik biasa menghambat komunikasi secara efektif. Misalnya pendengaran kurang tajam, dan gangguan pada sistem pengatur suara (sound system), sering terjadi gangguan dalam suatu ruangan sehingga pesan-pesan itu tidak efektif sampai dengan tepat kepada komunikan.

c. Hambatan semantik(semantic barrier)

Hambatan dari segi semantik (bahasa dan arti perkataan), yaitu antara pemberi pesan dan penerima tidak terdapat pengertian, pemahaman tentang bahasa atau lambang yang sama. Mungkin bahasa yang disampaikan terlalu teknis dan formal, sehingga akan menyulitkan bagi pihak komunikan yang tingkat pengetahuannya dan pemahaman bahasa teknis yang kurang dikuasainya atau sebaliknya.


(23)

d. Hambatan Psikososial(psychosocial barrier)

Hambatan-hambatan adanya perbedaan cukup melebar pada aspek kebudayaan, adat istiadat, kebiasan, persepsi, nilai-nilai yang dianut, hingga kecenderungan, kebutuhan serta harapan dari kedua belah pihak yang berkomunikasi tersebut.

Beberapa faktor yang dapat lebih meningkatkan efektivitas dalam berkomunikasi menurut I. G Wursanto (1997: 31), dikenal dengan istilah The Seven Communicationyaitu:

1. Credibility(Kepercayaan)

Dalam berkomunikasi antara komunikator dengan komunikan harus saling mempercayai tanpa adanya saling percaya maka komunikasi tersebut akan terhambat dan tidak akan berhasil dengan baik.

2. Context(Perhubungan/Pertalian)

Yaitu keberhasilan komunikasi berhuhungan erat dengan situasi atau kondisi lingkungan pada saat komunikasi sedang berlangsung.

3. Content(Kepuasan)

Yaitu komunikasi harus dapat menimbulkan rasa kepuasan antara kedua belah pihak, kepuasan ini akan tercapai apabila isi beritanya dapat dimengerti oleh pihak komunikan serta mau memberikan interaksi atau respon kepada pihak komunikator.

4. Clarity(Kejelasan)

Kejelasan yang dimaksud di sini meliputi kejelasan akan isi berita, kejelasan akan tujuan yang hendak dicapai, serta kejelasan istilah-istilah yang dipergunakan dalam peran-peran lambang.


(24)

5. Continuity and Consistency(Kesinambungan dan konsisten)

Yaitu komunikasi harus dilakukan secara terus menerus dan informasi yang disampaikan tidak bertentangan dengan infonnasi terdahulu.

6. Capability ofAudience(Kemampuan pihak penerima pesan)

Penerima berita hendaknya harus disesuaikan dengan kemampuannya. Janganlah menggunakan istilah-istilah yang kemungkinan tidak dimengerti oleh si penerima berita.

7. Channel of Distribution(Seluruh penerima berita)

Agar komunikasi berhasil hendaknya dipakai saluran-saluran komunikasi yang sudah biasa mempengaruhi dan sudah dikenal oleh umum.

2.2 Komunikasi Antarpribadi

Berkomunikasi antarpribadi merupakan keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Selain itu, adanya sejumlah kebutuhan dalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan lewat komunikasi dengan sesamanya.

Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung secara terus menerus. Komunikasi antarpribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik, sedangkan makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut adalah kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.


(25)

Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito (1939) dalam Effendy (2000: 59) sebagai: "The process of sending and receiving massage between two persons, or the small group or persons, with some effect and some immediate feed back"(komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara kelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika).

Selanjutnya Mulyana (2001: 73), mendefinisikan komunikasi antarpribadi yaitu komunikaai antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, balk secara verbal maupun nonverbal.

Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi antarpribadi bisa berlangsung antara dua orang memang yang sedang bercakap-cakap, dan pentingnya situasi komunikasi antarpribadi adalah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis.

Komunikasi yang berlangsung secara dialogis selalu lebih balk daripada secara monologis. Monolog menunjukkan suatu bentuk komunikasi di mana seseorang berbicara, yang lain mendengarkan, jadi tidak terdapat interaksi, yang aktif hanya komunikator saja, sedang komunikan bersifat pasif.

Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat bentuk komunikasi ini berfungsi ganda, masing -masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis, rampak adanva upaya komunikasi untuk terjadinva


(26)

peagertian bersama(mum al understanding)dan empati. Pada waktu itulah terjadi rasa sating menghormati yang bukan disebabkan oleh status ekonomi, melainkan dhdasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang berhak dan wajar dihargai dan dihormati sebagai individu.

Walaupun demikian, derajat keakraban komunikasi antarpribadi yang dialogis pada situasi tertentu bisa berbeda. Komunikasi secara horizontal selalu memmbulkan derajat keakraban yang lebih tinggi dibandingkan komunikasi secara vertikal. Komunikasi horizontal adalah komunikasi antara orang yang memiliki kesamaan dalam apa yang disebut kerangka referensi (frame of reference) yang dinarnakan jugafield of experience (bidang pengalaman). Pelaku komunikasi yang mempunyai kesamaan dalam frame of reference atau field experience itu adalah mereka yang sama atau hampir sama dalam tingkat pendidikan, jenis profesi, atau pekerjaan. agama, bangsa, hobi dan ideologi.

2.2.1 Jenis Komunikasi Antarpribadi

Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan sifatnva yaitu:

a. Komunikasi diadik(dyadic communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku komunikasinya dua orang maka dialog sang terjadi secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannva hanya kepada diri komunikan seorang itu. Situasi komunikan seperti itu akan nampak dalam komunikasi triadik atau


(27)

komunikasi kelompok, balk kelompok dalam bentuk keluarga maupun dalam bentuk kelas ataupun seminar. Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu pada apa yang disebut primasi diadik (dyadic primacy). Primasi adalah setiap dua orang dari sekian banyak dalam kelompok itu yang terlihat dalam komunikasi berdasarkan kepentingannya masing-masing (Effendy, 2000: 63).

b. Komunikasi triadik(triadic communication)

Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang kornunikan. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannva kepada seorang komunikan, sehingga ia bisa menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua faktor sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.Walaupun demikian dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi kelompok dan komunikasi massa, komunikasi triadik merupakan komunikasi antarpribadi yang lebih efektif dalam kegiatan mengubah sikap. opini, atau prilaku komunikan (Effendy, 2000: 63).

Berdasarkan dua jenis komunikasi antarpribadi tersebut, maka komunikasi antarpribadi antara orangtua dan anak termasuk dalam jenis komunikasi diadik, karena pada praktiknya komunikasi ini dilakukan oleh orang tua dan anak, yang sebagai komunikator dan komunikan secara tatap muka dalain waktu yang intens.


(28)

2.2.2 Peranan Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi sangat penting bagi kebahagiaan hidup kita. Johnson (1991: 23), menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi aearpibadi dalanr rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia, seperti yang diikuti oleh A. Supratiknya (1995: 9) yaitu:

1. Komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita. Perkembangan kita sejak masa bayi sarnpai masa dewasa mengikuti pola semakin meluasnya ketergantungan kita pada orang lain. Diawali dengan ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi. Lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu menjadi semakin luas dengan bertambahnya usia kita. Bersamaan proses itu, perkembangan intelektual dan sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang lain. 2. Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan

orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain itu tentang diri kita. Berkat pertolongan komunikasi dengan orang lain kita dapat menemukan diri, yaitu mengetahui siapa diri kita sebenarnya.

3. Dalam rangka rnemahami realitas di sekeliling kita,serta menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama. Tentu saja, pembandingan sosial (social comparison) semacam itu hanya dapat kita lakukan lewat komunikasi dengan orang lain.


(29)

4. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, lebih-lebih orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan(significant fgures)dalam hidup.

2.3 Komenikasi Keluarga

Menurut St. Vembriarto (1989: 36), pengertian keluarga adalah kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Hubungan sosial di antara keluarga relatif tetap karena didasarkan alas ikatan darah, perkawinan atau adopsi. Hubungan antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab.

Menurut Soejito (1986: 54), keluarga merupakan inti dari masyarakat, keluarga merupakan bagian dari masyarakat dan ada hubungan timbal batik antara keluarga dan masyarakat, jika keadaan keluarga tidak stabil maka masyarakat itu pula tidak stabil, demikian pula jika masyarakat mengalami kesukaran bearti keluarga pun mengalami kesukaran keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang sangat besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi remaja. Dalam keluarga seorang anak pertama kali mengenal lingkungannya dan suatu kehidupan di luar dirinya.

Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain menyebabkan seorang anak menyadari akan dirinya, bahwa seorang individu harus memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Keluarga sebagai kesatuan yang sosial yang terkecil dalam masyarakat mempunyai fungsi antara lain:

1. Merupakan pusat kelompok individual di mana di dalamnya terdapat kesatuan yang intim dalam derajat yang tinggi.


(30)

2. Untuk melanjutkan keturunan.

3. Penanggung jawaban dalam pemiliharaan dan pengasuhan anak.

4. Sebagai unit ekonomi terutama dalam pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan papan.

5. Menetapkan status, artinya dijadikan dasar untuk menetapkan atau menentukan status yang turun temurun (Soeleman B. Taneko, 1986: 67).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka jelaslah bahwa di dalam suatu keluarga terdapat beberapa anggota keluarga yang terdiri dari suami atau ayah, seorang istri atau ibu dan anak-anak yang merupakan buah kasih sayang mereka. Kehidupan dalam keluarga ini ditandai dengan adanya ikatan bathin yang kuat, hubungan yang erat dan merupakan kesatuan yang terkecil dalam masyarakat dan merupakan keluarga batih (Soeleman B. Taneko,1986: 68).

Dengan demikian keluarga batih mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Unit terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan seksual yang seyogyanya.

2. Wadah tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses di mana anggota-anggota masyarakat yang baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal, memahami, mentaati dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang berlaku.

3. Unit terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan ekonomis.

4. Unit terkecil dalam masyarakat, tempat anggota-anggotanya mendapat perlindungan bagi ketentraman jiwanya.


(31)

Adapun pendapat tentang delapan fungsi dasar keluarga, yaitu:

1. Fungsi Afeksi, sebagai tempat untuk mendapatkan dan mencurahkan kasih sayang.

2. Fungsi Sosialisasi, menjadikan keluarga sebagai tempat berinteraksi pertama kali

3. Fungsi Pendidikan, Melalui keluarga seorang individual akan mendapatkan pengetahuan tentang benar dan salah, boleh dan tidak boleh dengan segala konsekuensinya.

4. Fungsi Rekreasi, Melalui keluarga seorang individu mengharapkan tempat untuk mendapatkan kesenanga, membantunya, menyelesaikan masalah atau sekedar melepaskan kelelahan.

5. Fungsi Proteksi, Keluarga juga berfungsi untuk memberikan perlindungan baik secara fisik maupun mental.

6. Fungsi Ekonomi, Merupakan fungsi dominan, di mana keluarga dapat memenuhi kebutuhan hidup seorang individu.

7. Fungsi Biologik, Keluarga merupakan salah satu wadah untuk merumuskan keturunan (ST.Vembriarto,1993: 36-38).

Bardasarkan uraian di atas, maka komunikasi dalam keluarga mempunyai peranan sangat penting terhadap anggota-anggotanya, antara lain:

1. mengembangkan kreativitas berfikir dan imajinasi, memahami dan mengendalikan diri serta meningkatkan kematangan berfikir sebelum mengambil kesimpulan.


(32)

2. Meningkatkan hubungan insani(human relation), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.

3. Sosialisasi, Penyedian sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif dalam masyrakat

(Hafeid Cangara, 1998: 61-68).

2.4 Pola Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan sistem sosial terkecil di dalam masyarakat. Hal ini terjadi, sebab di dalam keluarga terjalin hubungan yang kontinyu dan penuh keakraban, sehingga jika di antara anggota keluarga itu mengalami peristiwa tertentu maka anggota keluarga yang lain biasanya ikut merasakan peristiwa itu. Dari penjelasan itu, keluarga muncul karena adanya unsur perkawinan, dan hubungan darah, sehingga rasa emosional dan keterikatan antar anggota keluarga menjadi sangat kuat dibandingkan dengan institusi lainnya. Individu membentuk keluarga biasanya ingin mencapai tujuan-tuujuan tertentu, yang secara umum adalah untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia ini (Galvin, 1982: 8).

Pola komunikasi keluarga merupakan bentuk komunikasi keluarga yang diiakukan secara relasi di antara anggota keluarga dalam menyampaikan pesan kepada anggota yang lain, yang di mana penyampaian itu atas berdasarkan:

1. Cohesion (keterpaduan) dan adaptability - (penyesuaian) antara anggota keluarga dengan faktor-faktor di luar lingkungan keluarga


(33)

2. Cohesion (keterpaduan). Keterpaduan merupakan bentuk implikasi dari hubungan yang menunjukkan kesatuan pendapat, pikiran dan tenaga di dalam keluarga. Tingkat keterpaduan dapat berpengaruh penting dalam menjaga keutuhan sebuah keluarga. Oleh karena itu, keterpaduan juga mempunyai kaitan dengan komunikasi yang dilakukan dalam keluarga. Jika keterpaduan sangat tinggi, make di dalam keluarga itu terjadi keterikatan yang sangat tinggi, sating tergantung antara anggota keluarga, dan tidak dapat dipisahkan, tetapi kalau keterpaduan rendah, maka masing-masing anggota keluarga tidak akan sating mempedulikan, terpisah, dan tidak ada keterikatan, Keterpaduan dalam keluarga ini tidak semata bersifat fisik tetapi juga psikis. Sehingga bisa saja secara fisik berjauhan, tetapi secara psikis justru berdekatan.

3. Adaptability (penyesuaian). Penyesuaian merupakan konsep yang mengacu pada peran dan fungsi sebuah keluarga di dalam merespon atau melakukan penyesuaian tehadap hal-hal di luar lingkungannnya. Sebagaimana diketahui bahwa keluarga sebagai sistem sosial terkecil, kehadirannya tidak dapat dilepaskan dari sistem sosial kemasyarakatan yang ada. Oleh karena itu, agar keutuhan keluarga terjaga, maka perlu upaya untuk menyesuaikan perubahan yang ada atau menolak perubahan yang tidak sesuai dengan norma dan nilai keluarga. Penyesuaian yang tinggi oleh keluarga terhadap lingkungannya, dapat menyebabkan kekacauan keluarga (chaotic), sedangkan penyesuaian yang terlalu rendah akan mengakibatkan keluarga yang kaku (rigid). (Galvin, 1982: 18-20).


(34)

2.5 Pengertian Masyarakat

Menurut Selo Soemarjan dalam Soerjono Soekanto (1992: 24), masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur din mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas

2.6 Pengertian Suku Minangkabau

Kata Minangkabau mengandung banyak pengertian. Minangkabau dipahamkan sebagai sebuah kawasan budaya, di mana penduduk dan masyarakatnya menganut budaya Minangkabau. Kawasan budaya Minangkabau mempunyai daerah yang luas. Batasan untuk kawasan budaya tidak dibatasi oleh batasan sebuah propinsi. Berarti kawasan budaya Minangkabau berbeda dengan kawasan administratif Sumatera Barat. Minangkabau dipahamkan pula sebagai sebuah nama dari sebuah suku bangsa, suku Minangkabau. Mempunyai daerah sendiri, bahasa sendiri dan penduduk sendiri.

Minangkabau berpusat di Pagaruyung atau disebut juga Kerajaan Pagaruyung, mempunyai masa pemerintahan yang cukup lama, dan bahkan telah mengirim atusan-utusannya sampai ke negeri Cina. Banyaknya pengertian yang dikandung kata Minangkabau, maka tidak mungkin melihat Minangkabau dari satu pemahaman saja. Membicarakan Minangkabau secara umum mendalami sebuah suku bangsa dengan latar belakang sejarah, adat, budaya, agama, dan segala aspek kehidupan masyarakatnya.


(35)

Mengingat hal seperti itu, ada dua sumber yang dapat dijadikan rujukan dalam mengkaji Suku Minangkabau, yaitu sumber dari sejarah dan sumber dari tambo (penuturan orang-prang tua). Kedua sumber ini lama penting, walaupun pada keduanya ditemui kelebihan dan kekurangan, namun dapat pula saling melengkapi. Menelusuri sejarah tentang Minangkabau, sebagai satu cabang dari ilmu pengetahuan, maka mesti didasarkan bukti-buukti yang jelas dan otentik.

Dapat berupa peninggalan-peninggalan mesa lalu, prasasti-prasasti, batu tagak (menhir), batu bersurat, naskah-naskah dan catatan tertulis lainnya. Dalam hal ini, ternyata bukti sejarah lokal Suku Minangkabau termasuk sedikit.

2.7 Pengertian Rantau

Rantau adalah kata benda yang berarti dataran rendah atau daerah aliran sungai. Jadi biasanya terletak dekat dari daerah pesisir. Merantau ialah kata kerja yang berawalan me- yang berarti pergi ke rantau (Naim 1979: 02). Tetapi dari susut sosiologi, istilah ini sedikit mengandung enam unsur pokok berikut:

1. Meninggalkan kampung halaman 2. Dengan kemauan sendiri

3. Untuk jangka waktu lama atau tidak

4. Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari pengalaman 5. Biasanya dengan maksud kembali pulang

6. Merantau adalah lembaga sosial yang membudaya

Motivasi merantau pada tingkat permulaan, ialah untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Mereka pindah jauh dari pusat Luhak Nan Tiga, yaitu di daerah pesisir dan hiliran sungai.


(36)

2.8 Jenis Harta Peninggalan

Menurut Amir Syarifuddin (2001: 44), harta peninggalan adalah semua harta kekayaan yang diteruskan orang tua selaku pewaris kepada ahli pewaris. Hal ini terjadi ketika pewaris telah meninggal dunia. Pada masyarakat adat Minangkabau, harta peninggalan diwariskan kepada anak-anak yang berjenis kelamin perempuan, dan hal ini telah ditetapkan dalam hukum adat Minangkabau. Adapun benda-benda yang diwariskan ifu berupa rumah, kebun, sawah yang merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan menurut adat. Apabila ditinjau dari segi asal usulnya, harta peninggalan tersebut dapat dikatagorikan sebagai harta pusaka, harta bawaan, dan harta mata pencarian.

1. Harta Pusaka

Harta pusaka merupakan peninggalan. baik yang bersifat terbagi maupun tidak terbagi (Amir Syarifuddin, 2001: 46). Harta pusaka sendiri dapat dibagi lagi menjadi harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta peninggalan turun menurun dari zaman leluhur. Harta ini merupakan milik bersama kerabat. Misalnya rumah adat (rumah gadang), lumbung padi, ataupun rumah pertemuan anggota masyarakat.

Kemudian yang disebut harta pusaka rendah pada umumnya merupakan harta peninggalan dari suatu generasi ke atas. Harta pusaka akan bertambah dengan ma uknya harta bawaan suami atau istri, harta dari mata pencarian, dan harta bawaan (Amir Syarifuddin, 2001: 47). Semua harta kekayaan keluarga tersebut nantinya akan diteruskan kepada ahli warisnya.


(37)

Namun pada saat sekarang ini tampaknya telah banyak perubahan mengenai harta pusaka tinggi. Terbukti dalam perkembangan selanjutnya harta pusaka tinngi ini telah dibagi-bagikan dan menjadi hak milik perorangan. Pada masyarakat Suku Minangkabau, khususnya yang berdomisili di Desa Way Urang, Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Hal pewarisan ini terbatas hanya pada harta pusaka rendah. Hal ini disebabkan karena harta pusaka tinggi biasanya tidak terbagi, dan keberadaannya juga berada pada daerah asai suku Minangkabau di Sumatera Barat.

2. Harta Bawaan

Harta bawaan atau pembawaan (Amir Syarifuddin, 2001: 48), dapat diartikan sebagai semua harta yang dibawa oleh suami ataupun istri yang menipakan bekal dalam perkawinan mereka. harta meliputi:

(1) Barang-barang sebelum perkawinan, terdiri dari:

a. Barang-barang yang telah dimiliki istri suami sebelum perkawinan b. Barang-barang yang dimiliki istri maupun suami karena pemberian

harta yang telah bertalian dengan kematian yang diperoleh dari orang tuanya masing-masing.

c. Barang-barang yang diperoleh karena warisan.

d. Barang-barang yang diperoleh karena pemberian orang lain. (2) Barang-barang selama ikatan perkawinan

a. Barang-barang yang diperoleh setiap istri maupun suami dengan usaha sendiri.

b. Barang-barang karena pembagian atau pemberian hanya jatuh kepada salah satu seorang suami atau istri.


(38)

3. Harta Mata Pencarian

Harta mata pencarian dapat diartikan sebagai semua harta yang didapat oleh suami istri bersama-sama ada dalam ikatan perkawinan (Amir Syarifuddin, 2001: 72). Pengertian harta pencarian ini tidak termasuk harta asal atau harta pemberian yang mengikuti harta tersebut. Disini tidak dipermasalahkan apakah istri hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga saja, sebab penghasilan suami dikatagorikan sebagai hasil dari mata pencarian milik bersama pula dalam menempuh rumah tangga sebagai pasangan suami istri.

2.9 Kerangka Pikir

Sebagai makluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lain. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya apa yang ada dalam dirinya, rasa ingin tahu ini, memaksa manusia ingin berkomunikasi. Untuk memahami, mengenal nilai budaya di dalam sebuah keluarga. Setiap keluraga sangatlah memerlukann komunikasi karena dengan udanya komunikasi yang membuat adanya kebersamaan bagi dua atau lebih orang yang semula dimonopoli satu atau beberapa orang. Perumusan ini bermaksud bahwa komunikasi yang baik dan efektif, adalah komunikasi yang mampu menciptakan kebersamaan arti bagi orang-orang yang terlibat (Mariana, 2005: 14), khususnya komunikasi antarpribadi karena berperan penting di dalam sebuah keluarga yang memiliki konflik internal yang berhuhungan dengan pembagian hak waris.


(39)

Hak waris merupakan sebagai salah satu norma-norma yang menetapkan harta bekayaan baik yang materil maupun yang immaterial, yang mana dari seorang tertentu dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat, cara dan proses peralihannya dari harta yang dimaksud. Sedangkan di suku Minagkabau telah terjadi pergeseran budaya, di mana kedudukan anak laki-laki dalam suku Minangkabau telah mendapatkan hak waris yang sama dengan saudara perempuannya. Hal ini dikarenakan adanya komunikasi antarpribadi di dalatin sebuah keluarga Minagkabau yang berada perantauan oleh sebab itu komunikasi antarpribadi sangat berperan penting dalam pembagian hak waris karena bisa menghilangkan konflik-konflik yang ada.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Dalam konteks harta waris, adanya Suku Minangkabau di perantauan ini merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti, sebab anak-anak di dalam keluarga suku Minangkabau cenderung lebih mengandalkan informasi dari orang tua mereka mengenai pembagian harta waris, dibandingkan dengan anak-anak yang lahir di Sumatera Barat. Di tanah kelahirannya sumber informasi mengenai pembagian harta waris ini sangat beragam, baik dari sekolah (melalui muatan pendidikan lokal), lembaga-lembaga adat maupun dari tokoh-tokoh masyarakat adat Minangkabau.


(40)

Kerangka piker penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1

Bagan Kerangka Pikir Penelitian

Komunikasi Antarpribadi Orang Tua dan Anak dalam Konteks Hak Waris pada Masyarakat Minangkabau di Perantauan

Konteks Tatap Muka

Pesan Mengenai Hak Waris

Tujuan Komunikasi Antar Pribadi

Sistem Matrilinial dalam Kebudayaan Minangkabau


(41)

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang diterapkan adalah kualitatif. Menurut Bugdon dan Taylor dalam Moleong (2005: 5-6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif adalah prosedur analisis yang tidak menggunakan analisis statistik atau cara kuantifikasi/perhitungan.

3.2 Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2005; 93), masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus penelitian. Fokus dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda, yang meliputi:

1. Konteks komunikasi antarpribadi orang tua dan anaknya

2. Pesan komunikasi antarpribadi mengenai hak waris dalam adat Minangkabau 3. Tujuan komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak waris


(42)

3.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu atau perorangan. Untuk memperoleh informasi yang diharapkan, peneliti terlebih dahulu menentukan informan yang akan dimintai informasinya. Dalam penelitian ini informan peneliti dengan teknik purposive sample, yaitu pengambilan informan secara tidak acak, tetapi dengan pertimbangan dan kriteria tertentu, yaitu sebagai berikut:

1. Informan merupakan subyek telah lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau medan aktivitas yang menadi sasaran atau perhatian peneliti dan ini biasanya ditandai dengan kemampuan memberikan informasi mengenai suatu yang ditanya peneliti.

2. Informan merupakan subyek yang masih trika secara penuh aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran dan perhatian peneliti.

3. Informan merupakan subyek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu.

Adapun kriteria-kriteria dari informan dalam penelitian ini adalah:

1. Warga Suku Minangkabau yang sudah lama tinggal di Desa Way Urang

2. Warga Suku Minangkabau yang memiliki anak perempuan dan laki-laki yang berusia antara 13 -17 tahun, dengan alasan bahwa pada usia tersebut anak mulai memasuki usia yang cukup untuk menerima informasi mengenai pewarisan harta pada adat Suku Minangkabau. Selain itu orang tua juga biasanya membicarakan masalah harta waris ketika anak berada pada rentang usia tersebut


(43)

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut maka informan peneliti ini ditetapkan sebanyak enam orang, terdiri dari tiga informan kelompok orang tua dan tiga informan kelompok anak.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan:

1. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara turun langsung ke lapangan penelitian untuk mengamati dan mencatat berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian.

2. Wawancara, yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data melalui percakapan langsung dengan para informan yang berkaitan dengan masalah penelitian dan dilakukan menggunakan pedoman wawancara.

3. Dokumentasi, yaitu teknik untuk mendapatkan data dengan cara mencari informasi dari berbagai sumber atau referensi yang terkait dengan penelitian. 4. Kepustakaan, yaitu teknik untuk mendapatkan data dengan cara mengumpulkan

dan mengutip literatur atau sumber pustaka yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan mengatur catatan lapangan, dan bahan lainnya yang ditemukan di lapangan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif yang berpijak dari data yang didapat dari hasil wawancara serta hasil dokumentasi, melalui tahapan sebagai berikut:


(44)

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan dituangkan ke dalam bentuk laporan selanjutnya direduksi, dirangkum, difokuskan pada hal-hal penting. Dicari tema dan polanya disusun secara sistematis.

2. Penyajian Data (Display Data)

Untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian harus diusahakan membuat bermacam matriks, grafik, jaringan, dan bagian atau bisa pula dalam bentuk naratif saja.

3. Mengambil Kesimpulan atau Verifikasi Data.

Peneliti berusaha mencari arti, pola, tema, yang penjelasan alur sebab akibat, dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama penelitian berlangsung, dalam hal ini dengan cara penambahan data baru.


(45)

4.1 Identitas Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda

Identitas Kelurahan Way Urang adalah sebagai berikut:

1. Nama Desa : Way Urang

2. Kecamatan : Kalianda

3. Kabupaten : Lampung Selatan

4. Provinsi : Lampung

(Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010)

4.2 Batas Wilayah Kelurahan Way Urang

Batas-batas wilayah Kelurahan Way Urang sebagai berikut: 1. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kedaton 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Canti 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Palembapang

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Merak Belantung

(Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010)


(46)

4.3 Orbitasi Kelurahan Way Urang

Orbitasi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan menuju Ibu Kota Kecamatan, Ibu Kota Kabupaten dan Ibu Kota Propinsi adalah sebagai berikut :

1. Jarak ke Ibu Kota Kecamatan : 1,5 km 2. Jarak ke Ibu Kota Kabupaten : 1 km 3. Jarak ke Ibu Kota Propinsi : 63 km

(Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010)

4.4 Luas Wilayah dan Peruntukan Tanah

Luas Kelurahan Way Urang adalah 1.216 Ha, dengan peruntukan tanah sebagai berikut:

Tabel 1. Peruntukan Tanah Kelurahan Way Urang

No Peruntukan Tanah Luas Wilayah

1 Pemukiman/Perumahan 850

2 Persawahan 8

3 Perkebunan 231

4 Pekarangan 139

5 Sarana Umum 3

Jumlah 1.231

Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa peruntukan tanah di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan paling luas yaitu 850 Ha adalah pemukiman/perumahan penduduk sedangkan yang peruntukan tanah paling sedikit yaitu 3 Ha adalah untuk sarana umum.


(47)

4.5 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Keadaan penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)

1 Laki-Laki 4.247

2 Perempuan 5.805

Jumlah 10.025

Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa jumlah penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda adalah 10.025 jiwa, terdiri dari 4.247 penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 5.805 penduduk berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian maka penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki.

4.6 Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur

Keadaan penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur Jumlah (Jiwa)

1 0–12 bulan 587

2 13 bulan–4 tahun 1.100

3 5 tahun - 75 tahun 8.365

Jumlah 10.025

Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010


(48)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa sebanyak 587 penduduk di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda berusia antara 0-12 bulan, sebanyak 1.100 penduduk berusia antara 13 bulan - 4 tahun dan sebanyak 8.365 penduduk berusia antara 5 – 75 tahun. Dengan demikian maka sebagian besar penduduk berusia antara 5–75 tahun.

4.7 Keadaan Penduduk Menurut Agama

Keadaan penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda dilihat dari penganut Agama, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Keadaan Penduduk Menurut Agama

No Agama Jumlah Penganut

1 Islam 9719

2 Kristen 102

3 Katholik 97

4 Budha 87

5 Hindu 47

Jumlah 10.025

Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa penganut agama mayoritas di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda adalah Islam yaitu 9.719 jiwa, sedangkan penganut mayoritas adalah Hindu yaitu 47 jiwa. Data di atas menunjukkan bahwa penganut agama Kelurahan Way Urang beragam, yang menunjukkan adanya toleransi antar penganut agama di Kelurahan ini.


(49)

4.8 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Keadaan penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda menurut tingkat Pendidikan, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Belum Sekolah 1.115

2 Taman Kanak Kanak 287

3 Sekolah Dasar 3272

4 SMP/SLTP 2458

5 SMA/SLTA 3486

6 Akademi/D1-D3 486

7 Sarjana (S1-S3) 35

Jumlah 10.025

Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mayoritas penduduk di Kelurahan Way Urang berdasarkan tingkat pendidikan adalah penduduk yang berada pada pendidikan Sekolah Dasar dengan jumlah 3272. Kelompok tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah penduduk yang berada pada kelompok tingkat pendidikan saerjana (S1-S3) dengan jumlah 35 orang.


(50)

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Identitas Informan

Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat beretnis Minangkabau di Desa Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung selatan, yang terdiri dari tiga orang tua dan tiga orang anak. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai identitas informan dapat dilihat pada uraian sebagai berikut:

5.1.1.1 Informan Kelompok Orang Tua

Identitas informan dari kelompok orangtua adalah sebagai berikut:

1. Nama : Sulaiman Haris

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 52 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan Terakhir : SMA

Jumlah Anak : 3 orang

2. Nama : Burhanuddin Sikumbang

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 56 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan Terakhir : SMA


(51)

3. Nama : Siti Maysaroh

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 48 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Terakhir : SMP

Jumlah Anak : 2 orang

(Sumber : Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2010)

5.1.1.2 Informan Kelompok Anak

Identitas informan dari kelompok anak adalah sebagai berikut:

1. Nama : Firman Agustian

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 16 Tahun

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SMP

2. Nama : Hendra Oktaviansyah

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 17 Tahun

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SMA

3. Nama : Sherly Salsabila

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 17 Tahun

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SMA


(52)

5.1.2 Hasil Wawancara pada Informan Kelompok Orang Tua

Deskripsi hasil wawancara mengenai komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau yang dilakukan terhadap informan kelompok orang tua adalah sebagai berikut:

1. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

Menurut Sulaiman Haris, orang tua menyampaikan berbagai aturan adat berupa pewarisan harta kepada anaknya dengan cara bercakap-cakap secara langsung, ketika anak dianggap mulai harus memahami peraturan adat dan kebudayaan Minangkabau, yaitu pada saat anak memasuki usia remaja. Melalui komunikasi secara langsung tersebut maka ia akan secara mudah menyampaikan aturan waris dalam kebudayaan Minangkabau.

Menurut Burhanuddin Sikumbang, waktu yang tepat untuk menyampaikan berbagai hal yang berkaitan dengan aturan pewarisan dalam kebudayaan Minangkabau adalah pada saat anak mulai mengerti ketika diajak berbicara mengenai masalah waris, yaitu ketika anak berusian remaja menuju dewasa, agar ia mengetahui bahwa adat budaya Minangkabau menganut sistem matrilinial.

Menurut keterangan Siti Maysaroh, sebagai seorang ibu maka tugasnya adalah memberikan pemahaman kepada anak mengenai aturan adat pembagian waris sejak anak memasuki usia remaja, dengan cara melakukan dialog secara tatapmuka, sehingga akan dapat diketahui bagaimana tingkat penerimaan dan pemahaman adat oleh sang anak ketika orang tua menyampaikan berbagai hal


(53)

yang disampaikan olehnya. Dengan berkomunikasi secara langsung maka tidak ada jarak antara orangtua dan anak dalam berkomunikasi.

2. Pesan Mengenai Hak Waris dalam Komunikasi Orang Tua dan Anak

Menurut Sulaiman Haris, berbagai pesan yang disampaikan dalam komunikasi mengenai hak waris adat Minangkabau kepada anak adalah pola keturunan dan pewarisan adat, suku Minangkabau yang menganut pola matrilinial. Hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia menganut pola patrilinial. Ia mengakui bahwa terdapat kontradiksi antara pola matrilinial dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan hampir seluruh suku Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenallah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan berdasarkan hukum Islam.

Menurut Burhanuddin Sikumbang, dalam pewarisan harta pusaka, harus ditanamkan pengertian kepada anak bahwa waris adalah orang yang menerima pusaka, pewaris adalah orang yang mewariskan, warisan adalah benda yang diwariskan dan ahli waris semua orang yang menjadi waris.

Menurut Siti Maysaroh, ia selalu menekankan kepada anaknya bahwa sistem kekerabatan pada masyarakat hukum adat Minangkabau adalah matrilinial aatu garis keturunan ibu dan wanita, sehingga anak-anak hanya mengenal ibu dan saudara-saudara ibunya, ayah dan keluarganya tidak masuk dan anaknya karena


(1)

Lampiran 2

HASIL WAWANCARA

Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

1. Bagaimanakah cara orang tua menyampaikan hukum adat Minangkabau kepada anak, terkait adanya pewarisan harta kepada anak perempuan?

Burhanuddin Sikumbang:

Waktu yang tepat untuk menyampaikan berbagai hal yang berkaitan dengan aturan pewarisan dalam kebudayaan Minangkabau adalah pada saat anak mulai mengerti ketika diajak berbicara mengenai masalah waris, yaitu ketika anak berusian remaja menuju dewasa, agar ia mengetahui bahwa adat budaya Minangkabau menganutu sistem matrilinial.

Siti Maysaroh

Sebagai seorang ibu maka tugasnya adalah memberikan pemahaman kepada anak mengenai aturan adat pembagian waris sejak anak memasuki usia remaja, dengan cara melakukan dialog secara tatapmuka, sehingga akan dapat diketahui bagaimana tingkat penerimaan dan pemahaman adat oleh sang anak ketika orang tua menyampaikan berbagai hal yang disampaikan olehnya. Dengan berkomunikasi secara langsung maka tidak ada jarak antara orangtua dan anak dalam berkomunikasi.

Firman Agustian

Dengan adanya komunikasi orang tua dalam menyampaikan pesan-pesan mengenai hak waris dalam adat Minangkabau maka ia mulai memahami bahwa dalam adat dan kebudayaannya harta waris jatuh kepada anak perempuan, sesuai dengan system matrilinalisme yang dianut oleh kebudayaan Minangkabau. Ia menyampaikan pertanyaan mengenai hal tersebut kepada orang tua dan orang tua memberikan penjelasan sehingga ia dapat mengerti pesan yang disampaikan.

Hendri Oktaviansyah

Penjelasan orang tua mengenai pentingnya seorang anak memahami adat dan budaya mengenai hak waris sesuai adat Minangkabau adalah agar di masa mendatang anak tidak melakukan penuntutan terhadap orang tua. Ia mengaku mendapatkan pemahaman yang baik mengenai hal tersebut setelah melakukan komunikasi dengan orang tua

Sherly Salsabila

Selaku anak perempuan yang bersuku Minangkabau ia merasakan sangat penting dalam mengetahui hukum adat mengenai hak waris, sebab menurut Adat Minang, harta diwariskan kepada anak perempuan sehingga sangat perlu pemahaman sejak dini agar tidak terjadi kesalah pahaman di kemudian hari


(2)

Pesan Mengenai Hak Waris dalam Komunikasi Orang Tua dan Anak

Sulaiman Haris

Berbagai pesan yang disampaikan dalam komunikasi mengenai hak waris adat Minangkabau kepada anak adalah pola keturunan dan pewarisan adat, suku Minangkabau yang menganut pola matrilineal. Hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia menganut pola patrilineal. Ia mengakui bahwa terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan hampir seluruh suku Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenallah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan berdasarkan hukum Islam.

Burhanuddin Sikumbang

Dalam pewarisan harta pusaka, harus ditanamkan pengertian kepada anak bahwa waris adalah orang yang menerima pusaka, pewaris adalah orang yang mewariskan, warisan adalah benda yang diwariskan dan ahli waris semua orang yang menjadi waris.

Siti Maysaroh

Saya selalu menekankan kepada anaknya bahwa sistem kekerabatan pada masyarakat hukum adat Minangkabau adalah matrilineal aatu garis keturunan ibu dan wanita, sehingga anak-anak hanya mengenal ibu dan saudara-saudara ibunya, ayah dan keluarganya tidak masuk dan anaknya karena ayah termasuk dan ibunya pula. Garis keturunan ibu dianggap yang tertua dan kemudian garis keturunan ayah, selanjutnya si anak tidak hanya mengenal garis keturunan ibunya, tetapi juga garis keturunan ayahnya.

Firman Agustian

Berbagai hal mengenai hak waris Adat Minangkabau yang menjelaskan bahwa harta waris jatuh kepada anak perempuan merupakan hal yang ia dengar dari penjelasan orang tua. Ia terkadang mengajukan pertanyaan mengenai asal usul mengapa harta warisan jatuh kepada anak perempuan, bukan kepada anak laki-laki dan setelah orang tua memberikan penjelasan maka ia mengerti alasan mengenai hal tersebut.

Hendri Oktaviansyah

Pesan-pesan yang disampaikan orang tua mengenai hak waris sesuai adat Minangkabau yang akan diberikan kepada anak perempuan, bukan kepada anak laki-laki merupakan hal yang menarik, sehingga ia sangat antusias dalam mendengarkan penjelasan dari orang tua dan mengajukan pertanyaan apabila ada hal-hal yang tidak dipahami atau tidak mengerti mengenai hal tersebut.

Sherly Salsabila

Saya sangat membutuhkan banyak informasi mengenai hukum adat mengenai hak waris dalam Adat Minang yang menyatakan bahwa harta diwariskan kepada anak perempuan. Dengan adanya penyampaian pesan dari orang tua maka ia akan mendapatkan penjelasan mengenai hal tersebut.


(3)

Tujuan Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Konteks Hak Waris Sulaiman Haris

menyatakan bahwa sesuai dengan ajaran syarak dan hukum nasional, maka keluarga yang terdiri dari ibu, bapak, dan anak-anaknya adalah satuan kemasyarakatan keagamaan yang paling dasar dari masyarakat Minangkabau untuk menentukan hubungan darah berdasar nasab, yang dipimpin oleh bapak. Sesuai dengan ajaran adat, keluarga yang terdiri dari ibu, bapak, dan anak-anaknya adalah juga satuan kemasyarakatan adat Minangkabau yang bernasab ke Ibu. Harta pencaharian dari ibu dan bapak merupakan harato pusako randah dan diwariskan kepada anak-anaknya berdasar hukum Islam.

Burhanuddin Sikumbang

tujuan melakukan komunikasi dengan anak adalah agar anak memiliki pemahaman mengenai sistem pewarisan harta dari orang tua kepada anak dalam adat Minangkabau.

Siti Maysaroh

tujuan melakukan komunikasi dengan anak mengenai pewarisan harta orang tua kepada anak dalam adat Minangkabau adalah agar anak memiliki pemahaman yang baik bahwa masyarakat hukum adat Minangkabau menganut sistem matrilinieal (sistem keibuan), yaitu suatu sistem dimana keturunan dihitung menurut garis ibu.

Firman Agustian

Tujuan dalam melakukan komunikasi atau diskusi dengan orang tua adalah untuk mendapatkan pemahaman mengenai hak waris Adat Minangkabau, sebab dengan adanya pemahaman yang baik maka dikemudian hari tidak akan ada penuntutan dari anak laki-laki mengenai harta waris yang jatuh kepada saudaranya yang berjenis kelamin perempuan

Hendri Oktaviansyah

tujuannya dalam melakukan percakapan dengan orang tua mengenai hak waris adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan warisan adat Minangkabau. Dengan adanya ilmu pengetahuan tersebut maka ia akan mengerti alasan di balik pemberian harta warisan kepada anak perempuan.

Sherly Salsabila

Berbagai informasi yang didapatnya dari orang tua mengenai hukum adat, khususnya hukum waris Adat Minang maka akan memperoleh pemahaman dan wawasan mengenai hal tersebut. Pemahaman dan wawasan inilah yang akan menjadi dasar baginya dalam mendapatkan hak waris dari orang tua.


(4)

HASIL WAWANCARA

Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

Sulaiman Haris:

Selaku orang tua, ia menyampaikan berbagai aturan adat berupa pewarisan harta kepada anaknya dengan cara bercakap-cakap secara langsung, ketika anak dianggap mulai harus memahami peraturan adat dan kebudayaan Minangkabau, yaitu pada saat anak memasuki usia remaja. Melalui komunikasi secara langsung tersebut maka ia akan secara mudah menyampaikan aturan waris dalam kebudayaan Minangkabau.

Burhanuddin Sikumbang:

Waktu yang tepat untuk menyampaikan berbagai hal yang berkaitan dengan aturan pewarisan dalam kebudayaan Minangkabau adalah pada saat anak mulai mengerti ketika diajak berbicara mengenai masalah waris, yaitu ketika anak berusian remaja menuju dewasa, agar ia mengetahui bahwa adat budaya Minangkabau menganutu sistem matrilinial.

Siti Maysaroh

Sebagai seorang ibu maka tugasnya adalah memberikan pemahaman kepada anak mengenai aturan adat pembagian waris sejak anak memasuki usia remaja, dengan cara melakukan dialog secara tatapmuka, sehingga akan dapat diketahui bagaimana tingkat penerimaan dan pemahaman adat oleh sang anak ketika orang tua menyampaikan berbagai hal yang disampaikan olehnya. Dengan berkomunikasi secara langsung maka tidak ada jarak antara orangtua dan anak dalam berkomunikasi.

Firman Agustian

Dengan adanya komunikasi orang tua dalam menyampaikan pesan-pesan mengenai hak waris dalam adat Minangkabau maka ia mulai memahami bahwa dalam adat dan kebudayaannya harta waris jatuh kepada anak perempuan, sesuai dengan system matrilinalisme yang dianut oleh kebudayaan Minangkabau. Ia menyampaikan pertanyaan mengenai hal tersebut kepada orang tua dan orang tua memberikan penjelasan sehingga ia dapat mengerti pesan yang disampaikan.

Hendri Oktaviansyah

Penjelasan orang tua mengenai pentingnya seorang anak memahami adat dan budaya mengenai hak waris sesuai adat Minangkabau adalah agar di masa mendatang anak tidak melakukan penuntutan terhadap orang tua. Ia mengaku mendapatkan pemahaman yang baik mengenai hal tersebut setelah melakukan komunikasi dengan orang tua

Sherly Salsabila

Selaku anak perempuan yang bersuku Minangkabau ia merasakan sangat penting dalam mengetahui hukum adat mengenai hak waris, sebab menurut Adat Minang, harta diwariskan kepada anak perempuan sehingga sangat perlu pemahaman sejak dini agar tidak terjadi kesalah pahaman di kemudian hari


(5)

Pesan Mengenai Hak Waris dalam Komunikasi Orang Tua dan Anak

Sulaiman Haris

Berbagai pesan yang disampaikan dalam komunikasi mengenai hak waris adat Minangkabau kepada anak adalah pola keturunan dan pewarisan adat, suku Minangkabau yang menganut pola matrilineal. Hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia menganut pola patrilineal. Ia mengakui bahwa terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan hampir seluruh suku Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenallah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan berdasarkan hukum Islam.

Burhanuddin Sikumbang

Dalam pewarisan harta pusaka, harus ditanamkan pengertian kepada anak bahwa waris adalah orang yang menerima pusaka, pewaris adalah orang yang mewariskan, warisan adalah benda yang diwariskan dan ahli waris semua orang yang menjadi waris.

Siti Maysaroh

Saya selalu menekankan kepada anaknya bahwa sistem kekerabatan pada masyarakat hukum adat Minangkabau adalah matrilineal aatu garis keturunan ibu dan wanita, sehingga anak-anak hanya mengenal ibu dan saudara-saudara ibunya, ayah dan keluarganya tidak masuk dan anaknya karena ayah termasuk dan ibunya pula. Garis keturunan ibu dianggap yang tertua dan kemudian garis keturunan ayah, selanjutnya si anak tidak hanya mengenal garis keturunan ibunya, tetapi juga garis keturunan ayahnya.

Firman Agustian

Berbagai hal mengenai hak waris Adat Minangkabau yang menjelaskan bahwa harta waris jatuh kepada anak perempuan merupakan hal yang ia dengar dari penjelasan orang tua. Ia terkadang mengajukan pertanyaan mengenai asal usul mengapa harta warisan jatuh kepada anak perempuan, bukan kepada anak laki-laki dan setelah orang tua memberikan penjelasan maka ia mengerti alasan mengenai hal tersebut.

Hendri Oktaviansyah

Pesan-pesan yang disampaikan orang tua mengenai hak waris sesuai adat Minangkabau yang akan diberikan kepada anak perempuan, bukan kepada anak laki-laki merupakan hal yang menarik, sehingga ia sangat antusias dalam mendengarkan penjelasan dari orang tua dan mengajukan pertanyaan apabila ada hal-hal yang tidak dipahami atau tidak mengerti mengenai hal tersebut.

Sherly Salsabila

Saya sangat membutuhkan banyak informasi mengenai hukum adat mengenai hak waris dalam Adat Minang yang menyatakan bahwa harta diwariskan kepada anak perempuan. Dengan adanya penyampaian pesan dari orang tua maka ia akan mendapatkan penjelasan mengenai hal tersebut.


(6)

Tujuan Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Konteks Hak Waris Sulaiman Haris

menyatakan bahwa sesuai dengan ajaran syarak dan hukum nasional, maka keluarga yang terdiri dari ibu, bapak, dan anak-anaknya adalah satuan kemasyarakatan keagamaan yang paling dasar dari masyarakat Minangkabau untuk menentukan hubungan darah berdasar nasab, yang dipimpin oleh bapak. Sesuai dengan ajaran adat, keluarga yang terdiri dari ibu, bapak, dan anak-anaknya adalah juga satuan kemasyarakatan adat Minangkabau yang bernasab ke Ibu. Harta pencaharian dari ibu dan bapak merupakan harato pusako randah dan diwariskan kepada anak-anaknya berdasar hukum Islam.

Burhanuddin Sikumbang

tujuan melakukan komunikasi dengan anak adalah agar anak memiliki pemahaman mengenai sistem pewarisan harta dari orang tua kepada anak dalam adat Minangkabau.

Siti Maysaroh

tujuan melakukan komunikasi dengan anak mengenai pewarisan harta orang tua kepada anak dalam adat Minangkabau adalah agar anak memiliki pemahaman yang baik bahwa masyarakat hukum adat Minangkabau menganut sistem matrilinieal (sistem keibuan), yaitu suatu sistem dimana keturunan dihitung menurut garis ibu.

Firman Agustian

Tujuan dalam melakukan komunikasi atau diskusi dengan orang tua adalah untuk mendapatkan pemahaman mengenai hak waris Adat Minangkabau, sebab dengan adanya pemahaman yang baik maka dikemudian hari tidak akan ada penuntutan dari anak laki-laki mengenai harta waris yang jatuh kepada saudaranya yang berjenis kelamin perempuan

Hendri Oktaviansyah

tujuannya dalam melakukan percakapan dengan orang tua mengenai hak waris adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan warisan adat Minangkabau. Dengan adanya ilmu pengetahuan tersebut maka ia akan mengerti alasan di balik pemberian harta warisan kepada anak perempuan.

Sherly Salsabila

Berbagai informasi yang didapatnya dari orang tua mengenai hukum adat, khususnya hukum waris Adat Minang maka akan memperoleh pemahaman dan wawasan mengenai hal tersebut. Pemahaman dan wawasan inilah yang akan menjadi dasar baginya dalam mendapatkan hak waris dari orang tua.